yam)""~d'!"lcri ... , pa NI ~!mp otu bw ...... ...._, oddal> iceg;...., ~..g l"V)d<>i bWia, i.......U..1 hll<·'-k pihot k«igo. P""""'COI~• ...r. &.I..,_,......, l""""""Pll daa lfd\Mir (\'""'11 ")'.. S ltel"'cohll :' hot·W2C°'~~z-..T...,.N...;....JPwil(4)) :e Zoo. rimt. *1~ ~of'lllpag bndia 1.wc.. ~ .. F ': 1 ·ti)• llWl!pu mr:ndubngL--~~ pcksi.ian pad& =m ""' .... ~ (h"""1hut. :< o. WM-.G'%0Ci6-g l'cdo- Z...a 1'..,.. Naoional1'1'411(l); aG ~ pcm.m!We.n ad.alab :moe y.aog kiMl,, l.~ 4m polftDi Glrm}'t te.-vtama dir.-.Qf;allkMJ. mrtt.ik lu:pcrdlop poriwi3ala ..... ,. .. 1;~w...,.. (P..No. 5&\fen!M~V2006 "'"""' redo .... z;..,..; 1......
"'"'ts"
9
c. faktor budaya 11
untuk mengetahni
mem pengaruhi proses pembentubn d. Iakrer sistem nilai
14:
sejauh mana unsur-un sur bud a ya
institusi pengelolaan SDA yang Ilda,
untuk mengideotiflkasi perbedaan car a pandang para
pihak menilai suatu SnA; e. fakror organisasi u yang ada di m113yarakat· ada dua jenis organisasi yang ada di masyuakat yaitu organiwi formal dan informal. Menurut Vink (1999 dala.m Surnarga 2006), organisasi merupakan pelaksana anrran main dalam institusi; dan f
falctor rejim hukum yang berhku, institusi formal yang mengatur hubungan mtar parR pihak di masyaralc.at. Dari rejim hukum ini dapat dilretahui siapa
yang mcndapat kepastian hukum dan siapa ya11g tidak (Affif 2005) Kepastian bukum teaurial bagi aliran ini ditentulcan oleh kernampuan memobilisasi lcekuatan penekan un1Ulc menegakan atau mempenahankan klaim. Kekuasaan politik dan distribusi sumberdaya juga jauh lebih pentlng d!perhatikan daripada jenis kepemilikan arena dari dua faktor terseout dapat ditentukan siapa yang mendapat lc.epastian hulcum dan siapa yaog tidak (Affif200S). Ada tiga sub-enalisis y&11g akan dllakukan untuk melakukan analisis instltusi lcebutuhan,
.Ketiga sub-ana.Jisis
tersebut ialah analisis
dan analisis kebijakan. Analisis
stakeoolders,
s1akeholders
analisis
dilakukllo untuk
mcngidcntifikasi aktor-aktor ya~ memililci l!.cwcnangan dan kepentingan dalam pengambilan keputusan (Maryono et al. 2005) AnaJisis kebutuhan diperlukan untuk mcngeksp lorasi tentarig kondisi saat ini dan tentang bagaimana kondisi sebarusnya atw kondisi yang diharapk.a.o (Rouda dan Kusy 1995). Sedangkan anal isis kebij akan dilakukan dengsn tujuan untuk mengidentifikasi aturan ma.in dan
distribusi
implcmcrrtasinya
peran
antar
stalceholder
baik
secara
normatif
maupun
Dalam analisiz kebijakan digunakan pendekatan analisis
De:mognfi .....,, i(11a1 b,~ed!1bn Iba illrAa yuc mtMt!itribn 111~ «hro pm...,_ _.Itek ~ ~ i..U.h. d... ,,..umho- ~ (D
l""¥...,..
th&"J'j.lf'abl(.Koa:itJaraaiep t 1.992).
u ()rpma-ii Wt.ah~ $t*ro y4'1g. 11,;adi{i ""1 ~ dcmen. ..,._. QllRl1Sll meNpll.ao cfemca letpffltiog. yang Mins t.nalcni.A 11mhii. 111e11Ctp1ii llljl4u dfa SMcru ICrtaD (Wmcdi 2"00)~ strubur .,_ pcran yq d:ipabanu dan d.-buk acain IOnMl """""" ..-, ~ 193'_ l)pbolt.1W7)
10
asumsi,
menurut Dunn (2003)
gap antara
kebijakan
normatif dan
irnplementasinya dapat merupakan sumber konflik yang terdapat dalam kebijaka11-kebijakan yang terkait. Ekowisara merupakan konsep operasional dari pendekatan pariwisata yang berkelanjutan10
~kaitan dengan isu kooflik dalam peeetapan dan pengelolaan
taman nasional, pengembangan ekowisata dipandang sebagai salah satu bagian dari institusi pengelolaan taman aasional Karena itu, proses analisis institusi el:owisata sama dengan tahapan an.disis insritusi pengurusan hutan dengan tiga sub analisis yang juga sama Untuk meugidentifikasi imp!ikasi eksisting institusi ekowisat.a tcrhadap konflik yang ada maka perlu diketahui kinerja institusi terseout. Untuk mengetabui kinerja institusi ekowisata ini dilakukan analisis kriteria kecukupan
ekowisata. Kriteria kecukupan ekowisata yang digunakan dalam studi ini mengaeu pada definisi ekowisata yang digunakan yaitu konsep pengemoangan dan penyelenggaraan kegiatan pariwisata yang memanfaatkan Iingkungau deugan
tujuan konservasi melalui pengembangan ekonomi lokal yang mehoatkan partisipasi akrif masyarabt dan peoyajian produk wisara yang bermuatan pendidibn dan pembelajaran
serta berdampalc negatif minimal terhadap
lingkllngan. Definisi ini merupakan intisari dari konsep-konsep ekowisata yang ada dalam literatur (pembahasan lebih mendalam disajikan pada Sub-bab 2.4.2. Berdasarkan defini si ekowisata tcrsebut, ada lima kritaia yang dapat digunab.n untuk menilai kecukllpu ekowisata. Kelirna kriteria ini adalah (I}
ekowisata berrujuan pemanfaatan lingkimgan umuk jterlindungan atau dikenal dengan istilah konservasi; (2) melibatkan partisipasi aktif DUtSyarakat lokal; (3) produk ekowisara yang mengandung pendidikan dan pembelajaran; (4) da.mpak lingkungan yang minimal; dan (5) l;Otllribusi yang positifterhadap ekonomi lokal, Kerangka perumusan masalah daJam penelitian ini secara ringkas disajikan pada Gambar 3.
------·-· --"""""""' bai:eluj"1u -... jeoJI ............ )'lllg .... p..bongi.m ~""'.... pcn)'t(li> ia.a pari
-
tJ ~·~ j]
-= -rn'" s= =~ = Ill
---·------······-····-···--····---··-·--f·············-·--·------···
i~.~~~ .. ~ ~.e
0
-CJ!!~
... ~t -
T
I
•
Ill
~E
l~
]i~
..
'"e
~
... 'l1
!!i~
~
,,.
M
•
... eee
.g ~
~ ~
~
---------·---------·------·--·•-~·--------··~--·---------··-·--~-------~------------+ .. • ....L....
~i U' ..
"' c
.!!
•
§
!)?.
"' iff
=
8
...
•
z
.~
Ji
~ 0
e ~
"Cf
• :::!
OE
.. :!1i ~ i=
·-
•
I
"
..
ta~
~
..
""~ T -~ ~
- lll
~
B.~
~i -g ~ t: ~
::c ,.J
1;j
...- +
.-t'E!
g~
~ -l
•
."':.2" ~·_gJ.~~
--
~ iiicoj~
~!
~.,,
.~~t;
Ill
--.
~ ·- s ·.~ s., ....et
·- ii
A
,. ~
::.!
•I
. iii~
"
~
• ~
~~
:l
'ti
J! ] '
ct
it :2 • ~ ·~ !
a"',
~i~
•i;i
j
~
...±.......
• ........L
J!
z
~
.-~
•
;g
i
{----
J
• • ... ~-------------·-----··------·-··----------·· • ---·-------·-----------------------
~,
l
• [~
il ~ §
£'"'£
!
-
12
Besdasarkan pernmusan masalah yang dikeraukakan dan pendekatan yang digunakan, pertanyaan penelitian yang diajukan ialah. •
Apa somber penyebab don tipe konflik yang ada di Jokasi studi dan faktor apa
yang mempengamhi kontlik tersebut? •
Bagaimana peran institusi yang ada dalam proses pcnctapan TNGH dan pcngembangan ekowisata? Siapa saja yang mempunyai hak dan kewenangan?
Bagaimana hak dan \c:ewenangan ini diatur dalam perannan perundangan yang ada? Bagaimana hak dan kewenangan ini diimplementasikan di lokasi studi? dan apa implikasinya tcrhadap konflik yang ada? •
Apakah kegiatan ekowisata yang ada dikembangkan sesuai dengan konsep ekowisata yang ideal? Kriteria ideal ekowisata apa saja yang dipenuhi? Apa implikasi pengembangan ekowisaza terhadap konflik yang ada?
1.4. Tujuan Penelitiaa
Tujuan penelitian ini adelah: a mengidentifikasi
penyebab dan tipe konflik .serta faktor-faktor yang
mempeogaruhinya;
b. menganalisis konflik dari aspek institusi dengan menggumikan pendekatan /,,stilutwnalist Tenure Sec11rity. c. mengevaluasi pengemhangan ekowisata yang ada, dari aspek institusi dan pemenuhan kriteria keculrnpannya serta implikasi11ya terhadap konflik. Hasil dari penelitian ini ialah tersusunnya seetu model institusi ekowisata yang
ideal dan dapat berlcontribusi dalam penyelesaian konflilc.
i.s, Novelty Ada dga knteria
suatu penelitian dapat disebut memiliki novelty'
(kebaruan) yaitu fokus (focus), tenlepan dibidangnya (advance) dan ilmiah (sclwlar). Penclitian ini dibangun berdasarkan kedga kriteria tersebut. Pertama,
fokm penelitian ini ialah meogenai implikasi pengembangan ekowi!lata terhadap konflik pemanfaatan sumberdaya alam di kawasaa konservasi (tamao nasional) Kedua, bcrdasarkan review hasil-hasil penelitian yang dipublikasikan di Juuma/ of Ecotaurism (2002-2006), Joumal (ff Conflict Resoluuon (2002-2006),
13
penelusuran 011/me pada website &knee Direct' serta perpustakaan !PB, be!urn ada penelitian mengenai ekowisara dalam konteks pengaruh dan kontribusinya terhadap konfl ik sumberdaya aJam. Selain itu, penelitian dengan dengan menggabungkan konsep J11stitut1<1nalist Tenure Security dan ekowisata juga baru
dilakukan oleh penelitian ini. Ketiga, proses penclitian ini dilakukan dengan menggunakan merode Metode kualitarif dipilih sesuti dengan tujuan penelitian ini yaitu memahami fenornena sosial. ilmiah
I, 6. Ma11faat Pe11elitian
Basil dari penelitian ini dihNaplcan dapat memberikan manfaat bagi ilmu peogetahuan, para pihak yang tcrlibat di lokasi studi, dan masyarakat pada umumnya. merupakan
Manfaar bagi iJmu penget&buan dari penelitian
pengembangan
studi-studi
mengenai
ini diantaranya
penyc!csaia
konflik,
pengembangan ekowisata, dan pmgembaugan institusi pengelola.an sumberdaya alam yang telah dilakukan sebelumnya Penelitian ini [uga diharapkan dapat mernberikan kontribusi pernikiran seeara ilmiab untuk mengembangkan ekowisara tidak saj a sebagai produk tapi juga sebagai media untuk meoyelesaikan konflik dalam pengelolaan swnberdaya alara. Konm"busi lain yang diharapkan ialah basil penelitian yang dapat dimanfaatkan sebagai masukan oleh pengambil kebijakan dan masyarakat di lokasi studi.
IL
2.1
TINJAUAN Pl/STAKA
Taman NasionaJ
2.1.1 Sejarah Kenservasi Berdasarkan data yang terekam oleh sejarah, konsep kawasan pelestarian berawal pada masa Raja Asoka (252 S.M) dari India yang mengumumkan perlindungan satwa, ikan, dan hutan Pada masa itu, konsep kawasan pelestarian merupakan tempar suci atau taman buru yang eksklusif (M11cKinnon et al. 1990)
Pada masa Rajn William I (1084 Masehi) di Inggris., ditetapkan kebijakan untuk menginvetarisasi tanah baik yang berupa hu!an maupun pertaaian milik kerajaan .Produk inventarisasi ya.ng dikena\ sebagai The Doomsday Book ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk pengelolaan sumberdaya tanah milik kerajaan tern">ut
Konsep kcnservasi pada abad I 8 berkembang sejak dicetuskannya reori pertumbuhan peruluduk oleh Thomas Malthus pada tahun 1798 (Burton et al
1965). Para iimu wan pada masa itu tidak hanva melihat teen ini dari persamaan matematisnya saja tapi lebih dari iru mereka nrengbji makna dibalik dari esumasi jumlah penduduk tersebut
(Dom
1965), dun dampak yang mungkin terjadi
terimdap ketersediaan cadangan makanan (Sukhaune 1965). Respon terbadap fenomena pertumbuhan pend11duk dan implikasinya
terbadap sumbet'daya melahirkan berbagai penpcktif yang berbeda (Fisher 1965). Skala pcrspektif n1lai dari yang rnengiinggap bahwa perhirungan Malthus berlebihan (over estimate), pertumbuhan penduduk dapat disiasati dengan program KB dan transmigrasi, sampai pesspektif yang berpendapat bahwa harus segera melakukan rasionelisesi pcuggunaan sumberdaya. Perbedaan juga ditemukan dalam konteks bagaimana. manusia mengacu pada nilai-nilai sosial dan budayanya untuk. mengelola sumberdaya alam (Spoehr 1965)
Pada masyarakat yang masih tradisionaJ seperti komunitas Maori
sumberdaya alam diambil jika hanya dibutuhkan saia, Sementara itu, pada masyarabt yang modem, sumberdaya alam dieksploitasi untuk memaksimalkan keulltungan ekonomi.
14
15
Keterkaitan antara pertumbuhan penduduk dan cadangan sumberdaya alam serta beragam perspektif dalam rrerespounya menumbubkan pemikiran bahwa terjadi perubahan pola hubungan antara manosia deogan alam, Pemikiran ini mcrupakan awal dari tumbuhnya filosofi koaservasi (Glacken 1965). Pada tahun 1872, di Amerika ditetapkan taman nasional pertama yaitu Yellowstone Nauonai
Parle. Konsep pengelolaan taman nesional yang digunakan pada saat iru ialah taman untuk rak ynt Pt:rkembaogannya saat ini menunjukkan bahwa konsep pengelolaan taman nasional berevolosi kem.bali menjadi "tempat yang dilindungi oleh sekelompok kaum elit" seperti yaog pemah tcrjadi pada masa Raja A$oka dulu (Everhart 1983; Runte 1987)
2.1.l
Tata Nilai yang Mempe.ogarubi Kviuep Ke>nscivasi Ada dua tata ni lai yang mempengaruhi
perubahan interaksi manusia
dengan alarn adalah ni!ai spiritual dan sosial {Price 1965). Dalam konsep spiritual, alam di pandang sebagai sesuatu yang yang indah dan berguna. Manu:.ia dapat menggunakan, merubab dan memperbaikinya. sesuai dengan kebutuban. Namun
pada akhir abad kedelapanbelas du awal abad kesembilanbelas ketika terjadi rewJusi industci, manusia mulai harus membatasi diri agar sumberdaya terjaga untuk generasi yang alcan datang.
Nilai kcnservasi pada aspck sosiaJ dapJt dilihat sejak kehidupan primitif
manusia. Pada saat itu manusia sodah memiliki nilai untuk melakukan konservasi dalam konteks menyimpan makanan untuk cadangau, Sementara itu, pada masa industrialisasi, pl:ll8.Il
di masa
yang akan datang. Daiam koateks sosiel, permasalahan konservasi
adalah
perbedaan bagaimana manusia. llJC!Ullmai kata "masa depan" (fafllre) seperti misalnya pada se!f-idenJificationdengan kehidupan di masa datang, dan jum !ah populasi di masa datang, Perbedaan pandangan ini mcocntukan tujuan yang ditetapkan oleh suatu komunitas yang bcrimplikasi terhadap Icon sep kebijalcan
pemanfaat sumberdayanya, Reberapa kondisi yang rnelllJICll8UUhi konsep konservasi diantaranya
(Price 1965): •
Pilosof
rnengenai
kesamaan
lcescmpatan
untulc semua generasi akan
lG
menyebabkan pola pemanfaatan sumberdaya yang mampu memulihkan dirinya secara alami (even use over all time), • Ide mengelckasi sumberdaya yang terkonsentrasi pada suatu lokasi yang tidak teqamah untuk generasi yang akan datang. Konservasi dignnakan sebaga] alat untuk memaksimalkan fungsi dari sumberdaya tcrscbut dan melindung semberdaya yang potensial ipreference for pre.te11t); • Pandangan lainnya menyebutkan bahwa sumberdaya sebaiknya dimanfaatkan sebesar-besamya untuk geoerasi masa kini, konservasi berperan sebagai alat untuk. meucegah limbah (prevention of waste), dan
• A.danya kelompok yang mempunyai perilaku merusak dan mengeksploitasi alam (dcpleters) Karitlcteristik kdompok ini umum agresif, memiliki pewer dim kontrol yang kuat terhadap annberdaya. Kelornpok konservasi diharapkan sebagai penyeimbang lcelompok depleters ini 2.1.3 DelinisiKooserv11si Konservasi secara umum memiliki beberapa pengertian sebagai berikut· • penggunaan sumberdaya alam untuk sebanyak nrungkin manfaat bagi sebanyak mungkin orang untuk jangka waktu yang terlama (Gifford Pinchot dalam Hertirldahl 1965 229) • pemeliharun
dan pemanfaatan
sumberdaya bwni seeera bijaksana
(MacKinnon et al. 1990· I) •
perlindungim, perbaikan, dan pemanfaatan secara bija.k terhadap SDA, sesuai
dengan kaidah-kaidah yang dapat memastikan pemanfaatan sumberdaya tersebut untuk mernperoleh keuntungan ekonomi dan sosial", Di Indonesia, pengertian konservasi dituangkan dalam beberapa undangundang terkait seperti uraian berikut ini ·
• Konservasi sumberdaya alam adalah pengelolaan sumbcrdaya alam tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumberdaya alam yang terbaharui untuk menja.min kesioambungan keterse
17
Hidup);
•
Konservasi sumberdaya alam hayati adalah peogelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bjjaksana untuk menjamin kcsinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya (PasaI l W
No 5/1990 tentang
Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistcnmya). • Hutan konservasi adalah kawasan butan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta elrosistemnya (UU No. 41/1999 tentang Kehetanan); dan
Mengacu pada makna yang dikandung dalam pengenian korservasi diatas, maka dapat ditarik pemaharnan bahwa kawasan konservasi ialah suatu area atau kawasan yang diperuntukan
sebagai kawasan perlindungan, pcngawetan,
pengelolaan, pemanfaatan, dan perbaikan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara lestari dan bijak sesuai dengan kaidah-kaidah untuk memperoleh keuntuogan ekonomi dan sosiel dengao rnempertimbangkan kebutuhan di masa kini dan masa yaog akan dataeg 2.1.4 Konsep Kawa~an Konservasi di Indonesia
Sepeni yang sudah diuraikan sebelumnya, di Indonesia konsep konservasi tercantum dalam beberapa peraturan perundangan". Menurut kebijakan tersebut tujuan dari konservasi adalah agar terwujudnya kelestarian sumberdaya alam dan
lingkungan hidup agar tercapai keseimbangan ekosistem yang dapar mendukung upaya pcningkatan kesejahteraan masyarakar dan mutu kehidupan mawsia.
Sedangkan tmiggung jawab dan kewajiban dalam melaksanakan konservasi ada pada pemerintah serta m.asyarakat Kegiaran yang boleh dilalrukan di kawasan konservasi diantaranya perlindungan sistem penyangga kehidupan; pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan sarwa beserta ekosistemnya, dan pemanfaatan secara lestari SDAH
dan ekosistcmnya Menunn
Undang-undang No. S Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Hayati dan Elcosi!>1emnya Pasal l, Bab 4, dan Bab 7, kawasan "UaduJ~g
No 5 Tllllw> 1990-.ng ~'
t*1wn 1997 tcnbng P..-:ng~1orunJ,u-1p~
S•onb«do)>a ll•yau &A lll
Um!ana
lS
konservasi dibagi menjadi dua kategon yaitu Kawasan Pelestarian Alam (KP A) dan Kawasan Suah Alam (l(SA). Adapun bentok-beatuk kawasan konservasi yang tercakup kedalam kedua kategori tcrsebut adalab sebagai berikut: Kawasan J>elestarian Alam (KPA) ialah kawasan dengan fungsi untuk
I
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan setws, scrta pemanfaatan secara lestari SDAH dan
ekosistemnya. Kegiatan yang dapat dilakukan di KPA diantaranya penelitian, untulc ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, dan
wisata alam, Jenis/ bentuk KPA ialah Taman Nasiona120, Taman Wisata Alam21, dan Taman HutanRaya22• 2. Kawasan S11aka Alam (KSA) ialah kawasan dengan fi.mgsi kawasan
pengawetan dan wilayah perlindungan sistem penyougga lrehidupan yang pelaksanaannya dilalwkan oleh pemerintah. Kegiatan yan~ dapat dilakukan di kawasan ini ialah lcegiatan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidil:an, wisata terbatas, dan kegiatan yang menunjang budidaya. Kawasan yang masck kedalam kategori KSA yaitu· Suak11. Margasatwa21• Cagar Alam2', dan Cagar Biosfer". Ada lima kriteria (MacKinnon et al. 1990) yang dipertimbangkan dalam melakukan kategonsaei kawasan konservasi tersebut diantanmya ialah: (I) cuiciri kawasan: misalnya ciri biologi, geofisik. nilai l>udaya/historis, dan fungsi lcawasan; (2) tujuan pelestarian; (3) k.adar toleransi atau kerapuhan ekosistem atau spesies; (4) tipe pcmanfaat yang sesuai dengan tujuan peruntulan kawasan; dan
(S) tingkat permintaan akan penggunaan dan kepraktisan pengelolaan
pdetlariaa aWn ymg at00pu11>-• itMd:ftrM atli, daM-lob. dHIS'fi :m1.c1D 2.onAQ fans aoo.k ~ P<""ri!WI. ii>... ---. ""'4>dba. ...,,..,.,,. liodiloyo. p,;..;....., ""• (Undani~ No. $ Tolrun 1990 """"£ SUl!>bmi>lya Hayau du, Ekon>tetm)'>) ll Tmaa. W.W Abm.. lc.....aw l'8lt~ &lll'tl ymg t«Vtama 4imaefe..S.an ~ pariwism ~ ~ alam (Uodafte:.w4an.&~o ~ TahDft!900 bnl'ng Knn~ Smnbmb~ Ha)til da.J Ekot1dmnya). » Tmnan H\Aan Ra.ya• ~Mu pr.1f'dviao alem '1DtWr. IUJUAll Wcbt Nmbi.Jm..dmt au•~· )'Mg alam,,. ~~Gui. j=• .... elm> .IWI ''"""' d.................... '°'P«'didikan, ......... i tiudtdaya, buda)<.a. pU'iwi~ 4ao rcb~ (Undaog~g No. S 'fahua. 1990 kr!Cang l
TlltlWl NUotml: ~
~
""'••&<
"""'°"'";
••h. ~""'
""'a..........)O.J.
b'WQ.·wu1 woka al:am yuc ~)'41 an bit baupir \:muel.ai~ Mn/mu Mwilwl J«'l!S ..wk~ hlW.l"'Y• ~ 4;i.i:oba fcf~ J..i,,...)'I ~ l"o. 'T*"' 1990 ~ KONC:1W11 Sumbmdi.)9 IC.yati dlD El:ou6¬ caw)•) " ea,.. A4n,, "'-'-.. ...,., .i..., yans lw•m ~ "1uml)'I -nyai t-..n ~ _.., .m tlo1iabnn~ d&A doosistl!lll l<:ltcOOJ )Mlf. )'Erl~ dlhndangi du ped.tm~~ bc11:mp&og $6C3ft a1aztU (lJftdmg~ WJdoag No 5 T"1<., 1990 lod&Dg KODScmsi Sum1>m1ayaRa)'lll dMI "Co3'f llimJf
...,,. l~
~,..,.
,,.,,,l>iuaa
f.l<'"'"-~
19
2.1.5 Ko11sep .Pe11gelolaa11 Tamao Nasional di Indonesia Secara tisik, lcaralcteristik Taman nuional digambarkan sebagai kawasan yang luas, relatif tidak terganggu, mempunyai nilai alam yang menonjol, kepentingan pelestarian yang tinggl, potensi rekreasi yang hesar, aksesibilitas
baik, dan mempunyai manfaat yang jelas bagi wilayah <Mru:Kinnon et al. 1990). Seperti yang telnh diuraikan sebelumnya pengenian taman nasional yang disunakan di Indonesia ialeh kawasan pelestarian slam (l(P A) yang mempunyai ekosistem asli, dan dikelola dengan sistem zonasi Kawasan mi dimanfaatkan untuk tujunn pcnclitian., ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
• • '~ , dan rerreasi I. ·l7 panwrsata
Tujuan dibentukoya kawasan taman nasional diantaranya untuk •
melindun.gi kawasan alami dan berpemandangan indah yang penti11g, secara nasional atau intemasional serta memlliki nilai bsgi pemanfaaten ilmiah,
pendidikan dan rekreasi (MacKinnon ct al. 1990); dan •
terwujudnya kelestarian SDAH
setta
keseimbangan ekosistemnya dan
mendubmir; upaya peningkatan kesejahteraan mnsyarakat dan mutu kehidupan manusia (UU No. S/1990 pasal 3). Pasal 32-34 dalam UU No. S/1990 menyebutkan bahwa
pengelolaan
Taman Nasional dllakukan dengan Sistern Zonasi yang dibagi menjadi: •
Zona inti: adalah bagian kawasao 141Dan nasional yang mutlak dilindungi
• Zona pemaofwuan· yaitu bagian dari kawasan taman oasional yang dijadikan pusat rekreasi Win kwljungllJl wisata • Zooa lainnya: yauu zona diluar kedua zooa inti dan pemantaatan kareoa fungsi dan kondisinya diletapkan sebagai zona tertentu seperti zona rimba, zona peID11nfaatan tradisional, Di
Indonesia,
:W114rehabilitasi, dM
kewenaogsn
penetapan
11ebagaioya kriteria,
standar
dao
penyelenggaraan pengelolaan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru termasuk daerah aliran sungai didalamnnya diserahkan kepada 10
l.ariw:u.d.t mu 1'9Um111 .t.lab !C'flClalCIJll rot" "'°""°P ~ Y*'66:mbvl d.-i iato-.b. a.cltsR cmpa ef.emm P""'\m& )'ai('1 W1M1$1W110. pcl.aku iwllilnt,;, ~ di •wbagai •cvcl MMgai ptwbcn J!UDUuo du kOQtto~ &en.a JM.t.)'lrabtlobl )'ll!lg11teHjad1fuaarumab ~pan. wiR4iwim(Oattncr 19964) :r. ~ fdalsh l·~ua ~wrtlit ~ koni.'"'11 htiwma£.w1c1U11ptxtclahbet«j1 aL 19'6~
.-h
(\\'nolf1t
20
pemcrintah
pusat (PP No. 25/2000 temang Kewenangan Pemerintah Dan
Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, pasa! 2). Sedangkan pemerintah
daeeah dapat membantu sebagian urusan pcleksanean konservasi seperti penyelenggaraan invetuarisasi dan pemeraan, tata batas, dan penyediaaa dukungan penyelenggaraan pendidiksn clan pelatihan teknis {UU No. Sii 990 Bab J 0 dan PP No. 25/2000 pasal 3}. Untuk. kcgiatao kepariwisataan dan rekreasi pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan di ketiga bentuk .KP A (taman nasional,
taman hutan raya, dan taman wisata alam) dengan
mengikutsertakan masyarakat
Sarans pariwisatl dapat dibangun dalam zone
pemanfaatan. 2.1.6 ln!titusi Pengdolaan Taman Nasioaal
Ciri sistem kelembagaaa
menurut
Shaffer dan Schmid ( dalam Suhaeri
1994: 18) ada 3, yaitu: hak kepemihkan, batas wilayah kewenangan, dsn aturan lceterwakilan Berkaitan dengan pengelolaau taman nasional, kctiga unsur tersebut diatur olch undang-undang Hak kepemilikan taman nasional, rnenurut Undang-uodang Dasar 194S Pasal 33 ayat 3 dan Undang-undang NOOl-Or S Tahun 1967 mengenai Keteetuankezentuan Pokok Kebutanan, adalah tanah milik Negara atau state property. Karenanya, menurut Pasal 34 Undang-undang (UL') No 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumberdaya Hayati clan E:kosistemnya (KSHE), peegelolaan taman nasional dilaksanakan oleh pemerintah. Dalam bal ini dilakukan oleh Departemen Kehutanan. Dasar penentuan batas wilayab kewenangan taman nasional juga diatur diantaranya oleh iima peraturan perundugan
setingkat undang-undang
yang
secara teknis dijabarkan kedalam Pei annan Pemerint:ah (PP) atau Keputusan Menteri (Kepmen)2a. Dalam peraruran perundangan tecsebut, tata bstas taman nasional harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan aatara pcmcrintah pusat,
dacrah dan masyarakat,
"UU No. S W... 1990 UHF, l'I;3i -20CM UZ11m1g -l)urah. pp No 6¥ ""''"' 15'98 KASub Al.... don Ka• ...., Pd....,;,......._ Pl' 11o 62 l9'S l'ulycnbln Sobagim LT""°" l'<m ..... h d1 Bl
ttandat Pcap~
Ka--.wt Hutti•
21
2.2 Konnik dan Peogeiolaan Sumbenl.a)'ll Alam 2.2.1
DefmisiKonftik
Perbedaan pengalaman, pemalwnan, dan pand engan tentang berbagai aspek kchidepan menycbabkan manusia yang satu dan lainnya berbeda,
bersengketa, dan berkonflik yang dapat bcrujung pada kekerasan. Kekerasan meliputi tindakan, perkataan, sikap, berbagai struktur atau
sistem yang
mcnycbabk:an kerusakan secara fisik, mental, sosial atau lingkungan, daa/atau menghalangi seseorang untuk meraih potensinya secara penuh (Fisher et al
2001 ·4). Berbeda adalab situasi alaroiah yang terjadi karena kodrat manusia (Malik et al 2003). Sedangkan bersengketa adalah suatu situasi persaingan antara dua atau lebih oraoglkelompok yang iogin meletakkan haknya atas suatu benda atau kedudukan (Malik et al. 2003:148). Semenrara, pengerrian kontlik dapat dilihat dari defini si bcrikut ini •
Konflik adalah
hu bungan antara dua pilW( atau Jebih {individu atau
kelompok) yang memiliki, atau merasa memililci, sasaran-sasaran yang tidak sejalan (Fisher et al. 2001 .4)
•
Konflik adalah suam situasi
ya11g
meounjukan adanya praktik-praktik
penghi langan hak seseorang atau lebih dao atau kelompok atas suatu benda
atau kedudulcan (Malik et al. 2003}. •
Konflik organisasi adalah perselisiban yang terjadi ketika kelompok tenentu
mengejar
kepentingannya sendiri dengan
mengorbankan kepentingan
kelompok-kelompokIainnya (Gareth R. Jones dalam Winardi 2003: 253).
•
Konflik adalah suatu penlUjudao perbedaan cara pandang antara berbagai pihak terhadap obyek: yang sama (Wulan et al. 2004)
•
Konflik adalah gejala yang tedibat di permukaan dari suatu trensformasi modal sosial
masyarakat yang
1umbub
ditengah-tengah masyarakat
(Kartodi harjo dan J hamtani 2006) 2.2.2
Tipc a tau Jeois-j enis Konflik
Ada empar tipe kontlik yang masing-masing memiliki potensi dan
taatangannya sendiri, yaim (Malik et al. 2003; Winardi 2003 ): • Tanpa Kooflik:
w pada setiap kelompok atau masyaralcat yang
hidup damai,
Jika mereka ingin agar keadaan ini terns berlangrung merelca harus hidup
22
bersernangat dan dinarnis serta memanfaatkan dan mengelola konfiik secara .kreatif. • Konflik Laten : konflik ini sifetnya terscmbunyi Dapat ditangani jika konflik diangk:at ke permokaa«. • Kootlik Terbuka: kontlik ini beraka.r dalam dan sangar nyata. Memcrlukan berl>agai tindakan untulc mc11gaiasi akar penyebab dan berbagai efeknya • KonOik di Permukaan: konflik muncul karena lcesa!ahp.ahaman sehinsga konflik hanya memiliki akar yang dengkal atau tidak berakar. Dapat diatasi dengan meningka.tkan komunikasi 2.2.3 Fakto~falttor yang Mempeugaruhi Kooflik
Menunat Malik- ct al (2003} faktor-fuktor diantaraoya:
y1111g
mempengaruhi konflik
• Hubungan antar manu.~ia seperti perbedaan persepsi29, budaya (tingkab laku), dan cars berkomunikasi; •
Masalah kepemingan yang dipicu oleh masalah mendasar (uang, sumberdaya fisik, dan waktu); tata cara (sikap]; dan psikologis (persepsi, kepereayaan, dan keadilaa),
•
Perbedaan data seperti cara mengumpulkan informasi, relevansi data., cara memerjemahkan informasi, dan menyajikan data;
•
Pemaksaan nilai30 dan sikap tidok tolcran terhadap perbedaau nilai yang dianut,
•
Masahth srruktural karena adanya perbedaan posisi dalam pengambilan .keputusan dan kewenangan yang menyebab.lmn ketimpangan akses dan kontrol, Faktor lain yang mempengarul» masalah stroktural ialah faktor gecgrafls, i;ejarah, dan waktu. Sedangkan dalam berorganisasi, ada lima macam sumbcr yang poteasial
menimbulkan konflik, yaitu (Winacdi 2003). intecdependensi sub-unit yang ada,
tujuan sub-unit yang berbeda, M:tor-fektor birokratik, kriteria kinerja yang tidak: l:t Pmeps:i .adaWi k.~ J;"' .oolf 81al. 197~J
l'llu &daloh l.ptt-•1 ....... l~
Bt!I\&. r!Minenm..
sua1u ~
~
a&n $t'bu.ab ~
mexm:u
swtll
t<Jndisi
..i..n .,ti l"'
Y"'8 llip>Q oconi uai.k Wiiadop ... tu. .t....
~
23
sesuai, persaiugan untuk mendapatkan sumberdaya Dalam masalah kehutanan, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Center for Imemational Forestry Research (CIFOR) terhadap berita koran dan pengamatan lapangan, ada lima jems kegiatan kehutanan yang dapat memicu teijadinya konflik. Kelima jenis lcegiatan ini yaitu· perambaben hutan, pencurian kayu, pcnataa« batas, perusaken linglcungan, dan 11lih fungsi atau status kawasan
(Wulan et al 2004). 2.2.4 Tahapan KonOik Louis R. Pondy (Winardi 2003:25.S-262) mengembangkan suatu model untuk memahami dan menangani konflik do.lam keorganisssian. la memandang kooflik sebagai proses yaog tcrd.iri dari lima tahap. Kelima tahap tersebut ialah: a) Tahap 1 k.ollflik laten31
:
tahap dimana crganisesi llH!llliliki potensi konflik
yang disebablcan karena berbaga.i faktor perbedaan yang sifatnya vertikal dan herisontel. b) Tahapan 2 konflik yang dipersepsi:
tahai> dimana
suatu lcelompolc atau sub-
unit merasa kepentingannya terbengkalai karena kelompok lain Pada tahap in i mulai dienalisis sumber penycbab konflik. Masing-masing kelompok harus dapat mengidentifilcasi problem apa yang dihadapi mereka Si!hinsga menimbulkan lconOik. c) Iahap 3 lronflik yang dirasakan: tahap dimana masing-masing kelompok mulai memberikan reaksi dan rnengembangkan aliansi serta meutalitas dalam wujud "kita-mereka". Pada tabap ini kerjasama dan elbkti6t.M organisasi mulai menyusut. d)
r ahap 4 kooflik tennanitestasikan": tahap dimana kelompok yang berkonllik mulai siding melakukan aksi yang dapat menghambet tujuan kelompok l11wannya. Beotuk aksi dapat beiup11 agresi terbuka lflau tertutup Agresi suatu tindakan sehingga peru:apaian tujuan kelompok lain jadi tertunda at.ou terhambat tenutup
diantaranya
dengan tidak melaknkan
e) Tahap 5 Setelah konflik usai (conflict ajrermarli); muncul kembali arau
"'*""
31
Konftak. 1111.m au::nycdiabn r.-Oftdt~ ante6ltdea ~gw koofhk ~k. . ~ WllUk roCftdapn4.aaamibcr. >""8 lugka, kodlik......,.... .i... .i;vngoou; """" 1w;..,.s; 20001 tl Knnfl)k. >'USS k:nnUUf-..ik.tranaoc.pe1 IMGhlk pcriWru pctNb kooftik >Vt ~J.11m11yatcnna.'\Vk. !lahota.•t, ..,,...., ....... loo. •pall, duo, dais km"J• Y'A& .....,,., (Win"
..;---.j""""'""°"""
~
re..,,l
24
tidaknya suatu konflik terganomg pada bagaimana pertama kali konflik diselesaikan.
Jika konflik diselesaikan sebelum mcncapai tahap 4, maka
hubu ngan kerj asama kedepan akan lebih bai k
2.2.5
Metode Peoantanan Ko11flik Meourut Stoner dan Freeman ( l 989 dalam Winardi 2003) konflik dapat
dikurangi ataupun dtselesaikan, Beberapa metode yang dapar digunakan untuk mengurangi konflik diantaranya · pemberian informasi yans setara, peningkatan komunikasi, dan negosiasi di level pemimpin kelompok. Sedangkan beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyele.
Pertama dengan menempuh jalur pengadi(an. dan kcdua
melalui ja!ur di luar penulilan. Penyclcsaian
kondik mela!ui
pengadilan
membutulikan waktu yang lama d.an dana yang Iida.le sedikit Karena itu dibuatlah mekanisme penyelesaian di luar penga
pactum de compromil11t11dcl'dan Uta kompromi36• tnencapai 1"!eepakatan tetllang
Jika para pihak tidak
sang arbitei, uas pennintaan
pihak yang
berlmnflilc. arbiter diangkat oleh hakirn yang berwenang Karena penyelesaian seogketa melalui lembaga in.i dimaksu
'> Dasat-buluq pe:aytlctlllQtoetla. • • Jlll:w peage&o: hA11n11: IC.i1e:li u.w.,..·+ncBukum P~. l"uel6 1J01 (I) uu No 1-0/1999 ......,.g Allliltak .r... ~.._.a\. du PuU 30, 31.""' 33 uu l<• nnm""""" l'ens
kt,.. ~
" Ala& ~; ~
J!lf'l.pj•d:u. pendi~
Kal>o-dii- --,.. - . ,..
pcrjMjioa -· )"'aht t..ry.d. ib.t k.qiW.--..
-,,, 1003) -WIWl<.-w. ....git ....
1... _.._
C.. l'mj«I.,.;., i.w.t..b. 1d.....i daloot l'UJ"'l"" Y*ll& bdll'l para .-u. .u.;jt-lu "'31 pa qaJu PUP1b'llt1Myf. ~
"'..._,
-"'*~
.. ;..in1ya pcneblihu> IP'D' -.piur Di ctUmlb.a. kDmprerai ~
-
buloo (Ma.hk"
25
sengketa dan putusan arbitrase bersifat final serta mempunyai kek:uatan hnkum
tetep dan rneegikat para pihak putusa.n srbitrase tidak dapat digugat lagi (Pasal 60 UU No. 3011999).
Pada praktiknya lembaga arbitrase hanya digunakan untuk
menyclesai kan seogketa-sengketa di bidang perdagangan Mediasi adalah sebuah proses penye!esaian sengketa yang rnenyangkut baotuan dari pihak ketigs yang nctral daJam upaya
oegosiasi dau penye!esaian
sengketa (Hardjasoemantri 1999:3&1 dalam Malik et al 2003). Namun, menurut Hadimulyo (1997 dalam Malik et al 2())3), pihak ketiga atau mediator tersebut
tid ak ikut serta mengambil k.eputusan. Beberapa kemungkinan dalam rnediasi : •
oiediasi di antara para pibak yang setara, sejajar, seimbang dimana mediator
tidak memiliki kekuasa.an dan wewenaeg otoritatif
u11tuk
mengamb il keputusan; •
mediasi di antara para pi hale yang bersifat vertikal, yang setu lehih tinggi derajatnya dibandmgkan dengan yang Wnny a. Mediator di sini juga tidak
rnemiliki kekuasaan dan wewenang otoritatifuntuk mengambil keputusan, •
mediator yang [ebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan para pihak yang bersengketa namun mediator di sini ditumut untuk mengendalibn diri
agar
metlggUnabn
tidak
kekuasaan
atau
wewenang
untuk
pengambi lan keputusan.
Negosiasi atau berunding perundinsan-perundingan
menrpakan proses diskusi, dialog datam
yang berhnbungan dengan ide, informasi dan pilihan-
pilihan dari para pihak yang terlibat lronffik. Menurut Bangert dan Pirzada (Malik
et al. 2003) ada tiga tahap dalain negosiasi yaitu: &ktor-faktor pra-penerimaan, proses dan basil. P ada tahap pertama, lrondisi yang hams ada untuk semu a pihak untuk masuk kepada ruang negosiaS
tanpa kekerasan dan harus memiliki
kemauan untuk menyelesaikan kontlik. Tahap kedua, proses. adalah rnelakukan komunikasi berulang-ulang
teat~
bentuk inti dari negosiasi. Banyak faktor
penentu dalam proses ini termasuk: ko111poslli tim negosiasi, persepsi pihak lawan berkaitan dengan pibak lainnya, sifat dasar dan saluran-saluran
komunikasi,
kepemingan relatif manusia versus isu, struktur negosiasi, ga~ penawaran, dan manfaat pihak ketiga, Tahap terakhir, basil, ditentukan oleh dua faktor yaitu (l) masukan menuju pengambilan kej)\ltlJSall (decision malang) oleh kedua belah
26
pihak; dan (2) format yang diguaakan untuk membuat persetojuan (form qf
agreement). Pada faktor pertama, proses pcngfl.!llbilan keputusan adalah ciri dasar dari kegiatan negosiasi; proses ini harus menjawab bagaimana keputusan itu dibuat
secara partisipatif
Sooimgkan pada fuktor
kedua, ketika sebuah
kesepakatan dihasilkan, satu pertanyaan penting a.dalah apakah kesepakatan tersebut berbentuk formal atau informal, karcna kebanyakan kesepakat.an dibuat
secara formal dun terrulis. Dalam situasi lertentu, suatu .k.esepalratan tertulis mungkin ditambahkan melalui suatu kesepaha1Illln informal. 2.2.6
Metode Anall.sls Koofiik Analisis konflik rnerupakan suatu proses praktis untuk mengkaji dan
mernahami kenyataan k.oaflik daci berbagai sudut pandluig. Pemaharnan ini merupakan dasar unruk mengembangkan strategj dan merencanakan rinclaka11.
Beberapa alasan mengapa kita perlu meoganalisis konflik diamaranya ialah; •
memahami latar belakau!! dan sejara.h;
•
mengidentifikasi semua kelompok.yang tedibat;
•
memahami pandangan semua kelompok;
•
mengidentifikasi fa.ktor-falctor yang mendasari konflik, dan
•
belajar dari lcegagalan dan juga lc:esukscsan.
Anali5is konllik dapat dila.kukan dengan meoggunabn sejumlah alat bantu yang sedernana, praktis dan yang sesuai. Beberapa alat bantu Wltuk menganalisis .k.onflik diamaranya (Wulan et al. 2004 dan Fisher el al 2001): peoahapan konflik, pcmetaan konfiilc, Segidga
SPK (Sikap-Perila.lcu-K.onteks), analogi bawang
bornbai, pohon konflik, dan analisis kekutatn konflik Daiam studi ini akan digunabm tel:nik pemetaan kontlik. Teknik ini
digunakan uotuk menggambarkan konftik secara gratis, menglubungkan pihakpihak dengan masalah dan dengan pi.hale lainnya. Tujuan analisis ini untuk
menjelaskan dan memahami pandaogan-pa.odangan yang berbeda teulaug sejarab konflik, hu bung an antar pihak yang beJkonllik, dan mengevaluasi ape. yang sudah dilalmk.ul oleh masing-masing pihak. Ana.bis ini digunakan pada awa\ untuk memahami sejarah konflik, atau akhir proses kooflik untuk menyusun strategi, Bcbcrapa contoh pertaayaan yang dapat memandu dalam memetakan konflik diantaranya: Siapa pibalc-pihak utama dalam konflik ini? Pihak-pihak lain mane
27
yang terlibat atau berkaitan dengan tonllik ini (termasuk kelompok-kclompok kecil dan pihak-piluk eksternal]? Apa bubungan di antara semua pihak itu dan bagaimana caranya pihak-pihak itu tecwakili dalam peta konllik? Aliansi apa saja yang terbemuk? Adakah hubungan-hubungan
yang retak? Pihak-pihak yang
berkonfrorsasi? Apakah ada isu-isu pokok di antara pihak-pihal yang hams disebutkan dalarn peta? Ap;, hebungan antara organisasi dengan pthak-pihak ini? Apakah ada hubmgan khusus
yang trungkin
mempunyai peluang
untuk
mengatasi situasi konflik ini?
2.2.7
Konnik .Peoetapan dan Pmgflolaaq Ta man Nuional Kebijakan penetapan dan peegelolsan taman nasional sampai saat rm
ceud1,1nmg menyebabkan kondisi tenurial in.security atau lcctidakpasiian tenurial
bagi masyarakat lokal yang hidup baik: di dalam maupun luar ka.wasan. Kondisi
ini disebabkan diantacanya kare11& tidak optimalnya implc:mcnwi peramrsn perundangan yang ada dalam menyeimbangk.tn ketiga fungsi kawssan yaitu pelestarian, pengawetan, dan pemanfataan. Hal ini dapat dilihat dari diabaikannya
eksistensi dan k:ebutuhan masyaralcat lokal yang mcnggantungkan hidup mcreli.a lcepada sumbetdaya alam yang ada di dalam kawasan taman aasi<>nal tenebut (Hendarti 2004, Hidayati 2004; SMtosa 2006; Oaludra 2003; Santos dan de Jesus 2003;dan Adimihardja 1992)
Faktor lain ya.ng meoyebabkan kondisi ketidakpastian tenuriaJ ialah adanya perbedaan dalaln menyepakati aluran main peagelolaan sumberdaya alam ya.ng digunakan sebagai landasan (Kartodihardjo dan Jhamtani 2006: 173-209; Affif 2005; Lynch dan Harwell 2002:8). Pcmerintah, disatu sisi, membuat kcbijakan dengan tujuan keadilan dan kesejahteraan pendekatan ckonomi dan sistem
pas.?'
masyaralat
namun meoggunilin
scbagai dasar. Sumberdaya alem dilibat
sebagAi a.set esonomi (Malik et al 2003; Kanodiharjo dan Jhamtani 2006). Di sisi lain, masyarakat memhangun a tu ran main berdasarkan kesepskatan sosi al dimana bubungan masyarakat dan semberdaya bcrsifar sosial, lrultural, spiritual, ekonomi
dan politik (Adimihardja 1994; Hidayati 2004: Santosa 2006, Kartodibarjo dan Jhamtani 2006) Sistern elronomi yang digunakan rnasyarakar lokal di sekitar koaacp ekO!'MltlU d'*tl M3tcm. pew ~ "'P"' (....,. P""P''t'/) (Kortoda....djo don """"""' 2006.117} )l
....,J,w .Ulik
"""'* ~ "'*
..... , q ,... 4.o .... millk pribooli
SDA dui cnib.t bftw (CORmto.n .timte) P""" ..-,.. alun 111.. jadi bcnodit.tt
28
hutan, terutama di Jawa, dalam memanfaa1\ao sumberdaya alam umumnya ialah ekonomi pertanian subsistence·'8 Masy:arakat hany11 memanfaatlcan alsm untnk menyambung hidupnya atau mememhi kebutuhan daser saja. Karakteristik perbedaan ini dirangkum dalam Tabet I
Perbedaan p andangan atau persepsi terseoot
)g
dalam menetaplcan aturan main
berimpl ikasi pada rimbulnya konfli le pcnge!o!aan dan peosenfsatan
sumberdaya alam. Contoh koaflik dala!n pengelolaan suroberdaya alam ialah bentuk kelembagaan Dalam masyarakat Indonesia, dengan lrultuT budaya dan kondisi geografis yang sangat beragam, tumbuh kelembagaan adat dan kearifan tradisfona140 sebagai aturan mm yang diikuti dan dipatuhi oieh masyarakat
setempal (Bappenas 200J; Kill 2001). l.Jalam kehidupan bernegara sayangnya institusi lokal seperti ini tidak dibecdayahn Untuk kemudahan birokrasi, pemerimah
membuat penyeragaman dan semralisasi.
Karena pembentuk:an
institusi baru ini bertentangm dengan kesadan.n hukum tnasyarakat lolea) maka timbulah kontlik sebagai bentuk penolakan masyarakat disatu sisi dan sebagai bentuk supremasi dan dontinasi pcmerintah disisi lafonya
Corrtoh konflik dalam pemanfaatm sumberdaya alam dapat dil.ihat pad a konflik pemanfaatan tanah dan butan. Konflilt tanah umumnya dipicu oleh adanya
perbedaan kepentingan dalam peruntukan kawasan antara masyarakat dengan pemeriruah, militcr, perusahaan negara, dan swasra (Kartodihardjo dan Jhamtani 2000: 198-199) penetapan
Sedangkan
lconflilc lrehutanan diantaranya karena kebijakan
tata batas (Wulan et al. 2004), pengurangao akses dan kontrol
masyarakat lokal terhadap sumber~
hwan (Wuian et al. 2004; Santosa 2006;
Galudra 2003; Peluso 1994), dao kegagalan pemerintah baik secara mulcrura!, administrastifmaupunkualitas sumberdaya m.anusia (Peluso 1994}.
Amerik.a memiliki beberapa contoh kasus l!llksesnya penyelesaian konflik penselolau
SDA yang dibangua benl.asathn konsensus, disputR. resolution dan
negosiasi (Wondolleck dan Yaffee 2000). Pada tahun 1980an, negara ini
mengalami banyak konflik dalam pengelolaan hutan negaranya seperti di Mill
"S.b1tJi••"" fo-•og odal• -- """"
pea,.._ .......
(l!dooh .i.., Si.mty Im;StiS) "n Off .:iowrcnu.t qf 4"1111'0fftani ~ ~ ~ .. Atfll.l Mnah beanlk. Jtetadarazi t~ IU1Prn l"•S
-» Pe,..;:epttA'f
*
29
Creek Canyon, di Salt Lake County, dan Utah; The Deerlodge Narionaiforesr di Mooca11a. dan Hun:J11-Mm1isteeNaliunal Fores: di Lower Peninsula, Michigan Pernwalahan dapat diredam dengan rnembuat !+lenwrcmdwn of Vnderstandmg (MoU) yang disepakati para piliak.
Tabel 1 Karalcteristik perbedau konsep penguasaan alas sumberda ya alam Pemeriraah .. _Pm,,.rryR1ghts•
Kousep Peaguasaan alas SDA Dasar rdasi
• •
aru:n anwora masyanka1
•
lronsep sosi3I, l11lrutal, spirim3I,
ekonomi
nitermkan
old!
m:IS)'lU'abJ
kdllasaan ,..-
ClipQk1ckan
oleh lll8S)lh'llbl. Dianwanya .
individu dengsn
!leganl
•
konszp
ekooomi
dan
.sistem passr
("'"~) d1tll polilik
berdasarkao le' pal
ao1ara
J.
D&pat mJ)CIJUal belikan (trudubk). 2 Dapat dilJindab langankan (/1'Qnsfarable). ). Dapat men¢uatbn pihak yang (ac/11dal>l'-)
tidak beshak
4. Dop;;t ditcgakkan hak· hakn)'a (enfaroeable)
Temllis Oasac lrukum
Huku.ru
lq!ill
(<>nnal
norma )'al'lg bmtembang SlatDs bukum
daJI
Hokum legal formal
de;""' ceritl, laMHaqda bubi fisils.
ala!n daa J:ootrak legal formal (oontob: senitib1, dDbmen konuak)
Negara Sumbcr: l:artodihatjc dan lham!ani 2006: 173-209; AIIif 2005; 4'nch dan Huwell 2002:&; Adimih2ldja I 994; Hidayati 2004; Santosa WU6.
Pelaj aran penting dalam kasus penyelesaian konflik melatui negosiasi dan koosensus building antara pemeri11tah dengan sulru-suku asli juga difiltat pada ti.Wu auj aJau Gtb. me.-a k; lik• da: S&ullta ~ bi::nWm tD&l«i .uu non Mllttt"t >i1....,.i, 1<102 S)'. ..we lob p -1 ~....,. """P iodi'Odu ~ llldivi ... W. al.am !Ulllu kO!INh.it•. lwbocpn ..._. ~ d1D b ' & ar!1111 ~ deDgMl pemciii:ma. {Kanod.mrdjo
n
11'/frife
adalah
(~
~
100664);·-
pmttdab.tn-1
gr-_. . . . . . . - . .
~ol -
...... p>bon. ...
don ~ aJ.... li>ftf.}'9 (Afii£ 2005: 213) o.iu.. &!Eu .._..,. l
30
proses perjuaugan panjang suku-suku asli di Alaska. Negosiasi ini rnenghasilkan 2 kesepakatan penting yaitu the Alaska Native Clauns Settlement Act pada rahun l97l dan the A/askn Lands Bill pada tahun 1980 (Everhart l9S3; Rnnte 1992).
Contoh lainnya ialah suku Massei dalam membanguu kegiatan ekowisata di Taman N~ional Sereaged, Kenya (Gakw 1992; Olindo 1991) 2.3
lastitusi : Defini$i, F11ngsi, dan Konsep
2.3. J
Delinisilllititusi
Insmusi atau kelemoagaan dalam literatur didefinisikan dengan sangat beragam. Berikut ini beberapa pengerrian institusi tersebur: •
lnsntusi adalah sekumpulan perilaku dalam bentuk aturan dan regulasi sena
moral, ecika clan norma yang rerdapat di masyarakat (North l 984 dalam Keefer dan Shirley 2000: 89); •
Institusi adalah sekumpulan
norma dan perilaku
yang secara [elas
mengakomodasi nilai yang terdapat dalam tujuan kolektif(Upholf ICJ86 dalam Uphoffl997 6),
• Jn~titusi adalah prinsip dan aturan yang ada dalam kebijakan dan organisasi yang stabil dan mengatur proses interaksi antara orang-orang di dalamnya dan lingkungannya dimana prinsip dan aturan tersebut ditemukan (Manig 1992 daJam Sumarga 2006.3), • Institusi sebagai konsolidasi perilaku baik formal maupun informal, tennasuk kesepakatan sosial dan berbagai organisasi yang berpengaruh te:hadap
perilaku manusia (Opscboor 1994 dalam Alikodra 200S); • Institusi atan kelembagaan sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan orang dengan orang terhadap sesuatu (Suhaeri 1994 17); • lnstitusi merupakan sekumpulan aturu formal dan informal yang mengatur perilalru individu (Douglas Nonh clalam Gordillo de Anda 1997:2); • lnstitusi adalah aturan-aturan dan keseimbangae dari sebuah kompetisi atau "an equilibrium ofthe game" (Aoki 2000· 13); • lnstitusi adalah tata.ran dan pola hubungan antar anggota masyamkat, organisasi dan latau antar aktot pembangnnen, bisnis dan politik yang sating mengilu!l yang diwadahi dalam sebuah organisasi atau jaringan (Kanodihardjo
31
dan Jhamtani 2006: 277); dan • lnstitusi adalah kerangka aturan main (the roles of die game) untuk mencapai tujuan tertentu dimana organisasi bcrtmdak scbagti tire team playing qf the
game (Vink 1999 dalam Sumarga 2006:4) Berdasarkan pengertian institusi di atas dapat disimpulkan bahwa mstitusi ialah sekumpulnn aturan, baik formal maupun info111111l, yang mengikat dan mengatur dan memhatasi perilaku atau hubuagan antar mam1~ia yang diwadahi dalam sebuah organisasi atau jaringan. Berdasarkan deftnisi terscbut, maka unsur-
unsur dari institusi ialah· aturan main
Fuogsi dcin Tujuan lnstituai Menurut literatur, institusi mernpunyai belbagal fungsi Berikut fuogsi
instirusi yang terideotitkasi dalam literatur tersebut, diantaranya: •
Fungs] iostitusi adalah untuk memberikan pedomsn untuk berperilaku dan
menjaga keutuhan m~syarakat atau k.elompok sosial tertentu. Sedangkan tujuan dari institusi adalah untuk mengurangi derajat ketidakpesnan karena hak dan kewajibAA seseorang sudah diarur berdasarkan kesepakata» yaJtg
diakui (Hayami dM. Kikuchi 1981 dalam Subaeri 1994) •
l'eran utama dari instiuisi ialah untuk meningbtkan efisiensi dan rnengurangi ketidakpastian melalui pcrancangan struktur yang stabil ymg rnendukung
i11teraksi ekonomidan 9osial (Gordillo de Anda 1997). • Intitusi bermanfaat untuk mengurangi ketidakpastian dalam kl:hidupan seharihari rnasyarab.t (Douglas North dalam Gcrddlo de Alida 1997). 2.l.J Kinesjlllnstitusi
htstitusi dibangun dari suatu proses kesepakatan dan fasilitasi organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kioerja insntusi untuk mencapai tujuan tersebut dapar diukur melalui beberapa pendekatan. Berikut ini diantaranya
• Hammergren (1998) menyebutkan bahwa kinerja institwi dipengaruhi oleh faktor eksternal den internal. Faktor ekstemal diantaranya penempatao lokasi
kantor, pelaksanaan aksi secara mandiri/otonomi, dan
kepemimpinan.
Sedangkan faktor internal terkait dengan prosedur dan metode operasional
32
organisasi; stander dan aturan main; penggajian, rekrutmen, dan kondisi pegawai; stafpendukung,infrasnrkn«,dan peralatan. •
Uphoff ( 1 <)<)7 8-9) menyatakan bahwa kinerja suatu institusi diukur dari bagaimana lnsdtusi ini rnenyelesaikan empat tugas pokoknya. Keernpat tugas pokok ters.ebut ialah: pengambilan keputusan (teemasuk perencaaaan dan evaluasi], mobilisasi dan mauajemen sumberdaya, lcomunikasi dan koordinasi, dan penyelesaian konflik.
•
Sumarga (2006: 7-10) menyebutkan bahwa kinerja institusi di!ilmL dari kemampuan
struktural dan kultural aspeknya untuk
perubahan
Struktural
aspelr diantaranya diulrur
beradaptasi pada dsri
management
(accountabilitas, transparansi, demokrasi dsn rasional); tipe organlsas] (dari
sederhana Ice ripe yang lebih komplelc.s dan terstrulcrur); pembegian peran dan
tugas (seseai kompeteesi anggolanya). Sedanglcan aspek kultural diukur dui: pemenuhan kebutuhan dasar, SDM yug kcmpeten (1ingbit pendidikan dan mcmiliki pengalaman di bidangnya), kepemimpinan (dui dominasi ke demokratis), grup dinami~ (kurang partisipasi ke partisipasi), sistem nilai •
Schmid (1987: 23, 242-24 7) 111«1jela.skan bahwa kfoerjainsLitus.i diukur oleh siapa meodapat apa? dan biaya (costs) siapa yang diptrtimbangkan ? Pada sekelompok orang kinerja institusi ini dapat dilihat pada tingbt kehidupan,
keaJJU111a11, la.ralitas lingkungan, d.aa hlalitas lceliidupannya secara umum. Kinetja instirusi JUAA dapat dl!ihat pada distribusi trumberdayallcelcayaan dan kesempatan, Atau diukur dari kebebuan (bebas melalwlcan pililum unruk:
bertransalcsi), perturubuhan (op(in1alisll3i tutu nilai dari produksi) dan efiensi (pilihan untuk mengoptimallcan pengeluaran daD pemasukan). Berdasarkan tinjauan literatur di atas, dap1t disimpullain bahwa ki nerja institusi diukuc melalui pcncapaian tujuan kolelctif (diantacuiya pemenuhan kebutuhan aoggotanya), dan berjalan atau tidaknya fbngsi dan tugas institusi melalui wadah pelaksananya yaitu organisasi, formal atau infonnal.
2.3.4 reugemba1p.1.1, Pea.gutu d.u .Pemb•lta11 lnstitmi Berdasarkan funggi dan tujuannya, institusi sangai diperlukan oteh masyarakat Namun ketika intiiusi tidak betjalan a.tau kinerjanya dipertanyakan
33
maka diperlukan suate langkah perbaikan, Beberapa literatur meevebutkan ada U!lJi solusi untuk rnempertaiki lcinerja mstitusi yaitu me!alui: pengernbangan
instirusi
imsntuuona!
deve/opmem),
peeguatan
instrtusi
(institutional
strengthen111g) atau perubahan institusi (institutional change).
Pengembangan institusi merupakan dari suatu
organisasi
suatn
proses kesepakatan dan fasilitasi
umuk membangun dan meningkatkan kapasitas serta
kcmampuannya sehingga dapat meecapai tujuan-tujuan yang diinginkan'".
Peagembangan tnstitusi didefinisikan sd>agai proses dirnana individu, organisasi dan norma-oorraa sosial meninglcatkan kemampuan dan kincrjanya yang berkairan dengan pencapaiaa tujuan, 51.1mberdaya1 clan linglrungan (CWPD 2005; Alikodra
2005). Dalam pengentan ini pengemba.ngiui institusi memiliki tiga elemen, yartu:
pengembangan sumberda ya manusi.a, penguatan organisasi, dan pembangunan sistem atau mckanisme operasioeal, Tujuan utama dari pengembaogan institusi adalah untuk meociptakan atau mengnatlcan institusi yang sud ah ada dalam mas yarakat ". Penguatan institusi (institutional strrmgthening) merupakan suatu usaha untuk
rnengorganisasi
ulang (reorga11~) atau rnelalrukan oriemasi
ulang
(reor1en() institusi agar dapat herfungsi lcembali secara efektif (Hammergren
1998.1,8)
Prasyarat dari penguatao institusi ialah adanya keputusan benama
mengenai apa yang seharusnya institusi lakukan (should do). Prasyarat ini dapat diawali dengan menyusun prakondisi untul; perubahan sebagai tolok ulrur yang dijabarl:a11 dalam straiegi. Ada tiga pilihan ]Xfldekatan fundamental untuk melakukan penguatan Instiiusi yaitu: l) perubaban institusi yang ditentukan dari aras, 2) peruoahan yang dilakukan dari bawah untuk lingkup tugas institusi yang lebih keci I, dan 3) pendebtan mass based reorientation dari setiap individu
anggota, Perubahan institusi diperlukan kzrena lingkungan yaug mempengaruhinya juga terus berubah (Sbaw 2005). Agar dapat mel!jalankan fungsinya dengan baik institusi barus berada dalam kondisi stabi1 (Ruttan 1999). Kondisi stabil dapat
diperoleh jika institusi dapat melaknkan perubahan sesuai dengan perubahan yang e ~U>!4Ji.0!£1 ........... !19'6{~ ""\l.'WW.mlnyS!!t 1AQfmllgo¥doo/whlk P'-pc:nJ•
Jiob.ol lllltnOO' mgtgu lllpt e..bcs J (,'( J/2()0)
terjadi pada faktor-faktor yang mempcugarubi
diantaranya dukungan (endowmems),
institusi Fakror-faktor tersebut
produk yang dibutuhkan (product
demand),dan teknologi (Ruttan 1999). Perubahan institusi (mstifrltitmal change)
dapat merubah property right! clan pasar melalui modifikasi kuntrak (coniractuat rekuionsv atau adanya perganrian batasan antara aknvitas pasar dan bukan pasar (Davis and North 1971 :9 dalam Ruttan 1999·9). Perubahan institusi dapat dilibat dari sisi perseoiaan (supply) dan kebutuhan (demal1d) (Ruttan 1999:8-10). Dari sisi persediaan, perubahan in.!'tirus.i
dipengaruhl oleh adanya biaya dalam memperoleh konsensus sosial Besamya bia ya ini tergantwig pad4 struktur keknatan dari para p ihak yang berkepentingan serta kultur dan ideologi yang ada, Peogetahuan mengenai ilmu sosial seperti hukum, manaiernea, dan perem:an.un
dapat membuat pentbaltan psda sisi
persediaan dan mengurangi biaya transaksi. Sedangkan dari sisi permintaan, perubahan institusi disebabkan karena
adanya ketidakseimbangan alokasi
sumberdaya. 2.3.5 Konsep lns1it11liafUllisr Teitl!n Seatrity Institusi dalam penelitian ini digunalcan untuk mengkaji aturan, baik formal maupun informal, yang mengatur perilalru atau hubungan amar manusia
dalam pcnctapan dan peogurusao S1llllbea-daya alam di tarnan nasionaJ. Menu rut literatur, akar konflik antara pemerintah dan masyatakat dalam isu tersebut adalah ketidaksepakatan pengaturan hak dan alcses aw
tanah dan sumberdaya
didalamnya (Hatsono 2005, Affif200S; Lynch & Harwell 2002) Da/am masyarakat Indonesia, dikenal dua sistem pengaruran rerhadap kepemi I ikan atau penguasaan aras tanah dan sumberdsya alam. Kedua siseem tersebut ialab sistem resource tenur« dan property (Harsono 2005, Afflf 2005) Tenure adalah konsep sosial yang mengatur hak akses dan lrontrol individu
dan!atau kelompok atas tanah dan sumbeniaya (Affif 2005: 228). Dalam literatur,
tetminolcgi tenure telah didefini.-ibn
deogan $angat beragam. Detinisi renere
berikut illi adalah beberapa diantaranya:
•
Tenure adalah bubungan sosial, yaitu hubungan antara setiap individu deagan individu lain dalam suatu komunitas, bubungan antar komunitas dan hubungan
3S
antara rakyat dengan pemerilll.ah (Kanodihardjo dan Jhamtani 2006.64) • Tenure seperti juga properly ialah relasi sosial y:mg terkait dengan kepemilikan atau penguasaan atas suatu obyek atau benda (Bruce 1993 dalam Affif200S).
• Tenure adalah peristilahan teotang pengaturan yang terkait dengan akses dan kontrol atas tanah, pebon, air, dan somberdave alam laimiya (Afiff2005 228} • Tenure adslah hale untuk mengakses sumberdaya secara rerbatas bo.ik dari scgi durasi waktu maupun generasi yang me.ndapat hak atas akses tersebut
(Ellsworth 2002.S). • Tenure adalah suatu aksi atau fakta dalam menguasai (holding)alas sesuatu yang bersifat rnateri atau non rnateri (OED dalam Ellsworth 2002 S) •
Tenure adalah bentuk pemberian hek menguasai mas !11m1h kepada
Jenanl
namun ia tidak dapat memiliki tanah tersebut (Michael Harwood dalam Harsono 2005'47). Seperti sistem property, dalam ~lltem tenorial atas tanah dan sumberdaya alam juga dikenal empat keregori kcpcmilikan yaitu (F AO 2002 dah1111 Affif 2005) kcpcmilikan priva1•1, kepemilikan komunar~. open access", dan kepemilika.n publilc atau negara••. Berdasarkan uraian seoelumnye, dapat di~impulkan bahwa tenure adatah institusi scsial Institusi ini dibangun berdasarkan norma yang ads, hukum legal fonna.l dan kesepakatan atau lcebiasaan YIUIS dilakulcan masyarakat dimana lceperoilikannya dapat bersifat individu. komunal atau open access Siste.m property ialah sistem yang mengaturhale peneh individu atau privar mengenai kepemilikan, akses dan kontrol atas sesuatu (Affif 2005: 228). Deflnisi properti menurut James Madison ieleh hak ekslusif untuk: mengelola, menggunakan arau melalrukan hal lainnva terhadap apapun yang dimililtinya (Ellsworth 2004:5) Properti juga didefinisikan secara praktis sebagai instrumen sosial (Bromley 2000 dalam Ellsworth 2004) Kepemilikan dahun sistern property " M,iemiliba privtt l8lah ............,, hok IM:i>IAI& JOdi,.&., oelce'°""""' """8 •
dannya(l'AO 21)()2 dah"' Aa'of'.!OOS~ • Kerit1n1l\k•npublik a4Jali kak.·hllk uu tArw:h at... ~bwda.Yl' yang diJ-uttulch aepn. di,....,. tlmg;llna J1.W1b ~g\lf'\IM1lnyt dt$~Mpada ~Ktot-~""'-(YAO 2002: cl.aflllllll Affif2.00S)
36
urnurunya dibuktikan dengan adanya kootrak legal formal. Secara de facto, konsep tenure banyak dianur oleh masyarakat, terutama masyaraka! adat, Di sisi lain, pcmeriotah Jlldonesia secara de Jure menggunakan konsep property dimana tanah sdar yang tidak ruemilik:i bulcti kepemilikan diklaim sebagai vrij lands do~m 2005.44-48).
atau tanah negara yang bebas (Harsono
Kondisi ini menyebabkan temaiol insecurity atau ketldakpastian
tenurial bagl masyarakat yang umumnya meng&antungkan keburuban hidupnya
pada tanah dan sumberdaya alam. Koosep Instttutionalu: Tenure Security merupakan salah satu dari empat" aliran pemikira.n (school of lhcug"1) yang digunakan oleh para akademisi50 untuk rnerespond persoalan tenurtal insecurity di masyarakat. A1iran ini menganalisis keterkaitan institusi dan poluik ck.ooomi akses dari tenure security serta komrol diantara aklor-aktor sosial (MWllS 2001 dalam Ellsworth 2004). Bagi penganut aliran ini, semua ahor mcmililci hak untuk mendeflnisikan
Tenure Seetirity karena, menurut mcreb, tidak ada
satu jenis
kepemilikan yang
rerbaik, lebih efuien atau ideal terkait dengan lrondisi sebuah kelompolc, budaya atau sumlm'daya Rejim properti sebaeai hasil proses pcrubahan lingkungan dari ncgo~iasi rtau Jobi ~11<arc d:tor·aktor sosial yang dapat memiliki perbedaenperbedaan kepe11ti11B411 (Mearns 2001 dahm Ellsworth 2004·20). Agenda penelitian aliran ini adalah l>agaimana masyarakat memutuskan bahwa sesuatu oda(ab commons, ~ate, prtvate, open-access property, atau kombinasi dari ke-empat jenis kepemilikan abs sumberdaya tersebut. Status kepemilikan sumberda.ya dipandug sebagai interaksi/~bungao soslal antara 3 aktor seperti aktor yang merniliki berbagai bentuk hak, ak:tor yang dilarang untuk
melanggar hak terseout, dan pihak ketiga, aktor yang menjamin hak serta melarang pelanggaran {Affif 2005). Faktor -faktoc yang mernpengaruhi relasi ketiga aktor ini diantaranya sejarah kekuasaan, demografi, buda.ya, organisssi sosial, sistem nilai dan rejim hukum yang berlalcu (Affif 2005; Elssworth 2004). Kepastian hukum tenurial bag; aliran ini ditcntukan oleh kemempuau
.. ran KMmP«t .in. ~ w adllah ~--,,....,, ob 1tu1ttJttJ()JMls1t(.tjl'if 100S, Ellswuil. 1002) )) Pll'Jl&*Wl •linio-.; di~ &(llftLfy yq i Thtmo- )'alg mAtbd.m ""dl - ....., 1991; l"<',.j;b.... do ......
l9J!!>, S~
S"'I" doo
I
~ Ji~
1-, --...
S.. ,... ......
"''"''"'"~ """'""" properly""""'""~ dmt cilt&Oil"ilkmpadc tMur:t i9$9, i~ 4a:n ltKIO, dlD llWgla. Noni> yaag mtftll>ut dotumcorum
2000.ciMOlNO po4" -
200f {81•1"<>rih2004)
37
meruobilisasi kekuatan penekan untuk ll'lenegakkan atau mempertahaakan ldaim. Kekuasaan politik dan distribusi sumberdaya juga jauh lebih penting diperhatikan daripada jenis kepemilikan karena dari dua faktor tersebut dapat ditemukan siapa yang rnendapat kepasuan hukum dan siapa yang tidak (Affif 2005). Ali ran ini mendefmisilu.n properti sebagai instrumen sosial, dalam kooteks ini, institusi dibcntuk untuk men~ti rejim properti (Bromley 2001 dalam Ellsworth 2004). Ada tiga hal yang diperlulcan untulc mempertatumkan property
right yaitu. pemerintah yang berjalan, tidaJc adanya predator baik itu dari pcmerintah atau pihak swasta, dan tidak adanya !obi dari kelompok yang memiliki kepentingan diluar kepentingan iastitusi (Ellsworth 2004 ). 2.4 Ek.owisata 2.4,l
~jarah l"er~mbangan Ekowisata
Da.lam pembangunan pariwisata dikenal dua konsep pendekaun yaitu pembangunan pariwisara secara masal (~
rounrm) dan pembanguaan
pariwisara secara bcr1celanjutaa atau dikenal dengan istil~h sustalooble touns"' develap"1eJJI (Buller 1990, Oanner 1996)
mempunyai ciri diamaranyll berorientasi
cepat;
J>tmbangunan pariwisau secara ma.nl
pembangunan fasilitas wisara yang banyak dan
keuntungan
ekonomi
y1111g
sebesar-besamya;
tidak
mempenimbangkan dampak liogl:ungao dan sosi.al. Pembengunan pariwisata seperti
ini k.emudian disebul
sebagai pembangunan pariwisata
yang tidak:
terkootro~ tidak teroll!ani5asi dan tidak terencana Keprihatinan akan dampak ncgali( temadap lingkungan fi sik dan sosial
a.kibm pembanguaen pariwi sat a yan11 nienggunakan konsep pariwisata masal menimbulkan twnbuhnya permkatan pariwisara seeara betkclanjutan. Konsep ini merupakan respoed terhad~
koasep pemb.vigunan berkelanjutan yang penama
kali dicetuskan oleh Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World
Commission on E11111ronment and Development - WC.ED) pada tabun 1987 (Rrundtlaod et al. 1987). Komisi ini mendeskripsikan pembangunan berkelanjutan sebagai proses perubahen dimana eksploitasi sumberdaya, tujuan dari investasi, orientasi dari pengembangan teknologi, dan perubaha.n institusi dibuat secara konsisten dengan kebutuhan masa datang dan masa kini
38
Sementara itu, Gartner (1996) mendefmisikan konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan sebagai sebuah koasep yang mempunyai tujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap keunnmgan jangka pendek dan merubahnya kepada keuotungan ja1igk.a panjang dengan cara melindungi sumberdaya yang dapat menarik wisatawan Konsep ini juga diterjemahkan sebagai suatu jenis pembangunan yang menghubungkan wisarawan dan pcnycdia jasa pariwisata
yang mengkampanyekan perlindungan sumberdaya dan komunitas lokalnya yang menginginkan kualitas hidup yang lebih baik (Mcintyre 1993). Konsep iui s.elanjutnya memberi pengaruh yang cukup signifikan terhadap perkembangen konsep ekowisata Ide yang terkandung dalam ekowisata sebetulnya telah lama dilakukan orang, dan muncul dalam bentuk tenulisnya di akhir 1960-an atau awal I970an (Fennetl, 1999). Namwt, teoninologi ekowisaa mulai llerkembang pada awal tallun I 980an. Palla saat itu tenninologi ekowisata digunakan untuk menjelai;kan adanya minat baru deri wisatawan untuk mendat.tngi daerah-daerah yang alarni dan belum lcrsenruh pembangunan serta memiliki kekayaan bu
dengan tujuan menikman, mengagumi dan mempelaiari sesuatu ( diadopsi dari definisi yang dikeluarkan oleh Ceballos Lascurain pada tahun 1988 dalam Mitchel 1998; Furze et al. 1987; Wall &Ross 1998). Pada pertengahan tahun 1990an, setidaknya ada empat pihak yang memberikan kontribusi pada perkembangan konsep ekowisata berdasarkan kepetingannya masing-masing (Linberg et ol. 1998). Pertama, pihak industri panwisata
yang memandang ekowisata
sebagai alat
pemasaran untuk
mendatangkan wisatawan ke daerah-daerah yang mempunyai obyek wisata alam dan budaya. Kedua, pihalc yang bergerak dalam pengembellSan ekonomi
pembangunan yaqg mcmudang
ekowisata sebagai salah satu cara untuk
menyediakan lapangan kerja di lokasi-lokasi yang solit dijangkau oleh sarana dan prasarana pentbangunan. Ketiga, pihak manajer sumberdaya dan konservasi yang melibat ckowisata sebagai pelu1111B uatuk mendapark.a11 penghasilan untuk membiayai program-program knnservasi, Pihak ini juga menganggap bahwa ekowisata seesgai alar pendidikan ullll.lk mempromosikan program-program konservasi, Pihak yang tcralchir ialah kalangan yang peduli terhadap dampak
39
lingla.mgan ak.ibat dari berbaga! kegiaten pariwisata ekowisata r.ehagai salah &atu can
Mereka memandang
untuk mempromo&ilcan keberlaejutan
sumberdaya dan pembangunan di kswasan wisata. Secera ringkas latar belakang timbulnya ekowisata disajikan pada Gambar 4. 2.4.2
Dclinisi dan Koosc:p Ekowisata
a. Perkembangan Konsep ILkowisala di dunia Sepern yang sudab diuraikan sebelumnya, definisi ekowisata pcrtama kali diperkcnalkan oleh Cebatlos-Lascurain pada akhir tahun 1980an. Terminologi ekowisata digunakan untak menggambarkan perjalanan ke lokasi-lokasi alami
yang terpencil
unruk tujuan menikmari clan mcmpelajari alam dan budaya
pcnduduk setempat (Mitchel 1998, Furze et al. 1987, Wall dan Ross 1998). Pada tahun 1996. Ceballos-Lascurain menambahlcan penggunaan konsep
tekllologi yans ramah lingkungan dalarn menjelaslc.an pembaogunan ekowisa.ta (Ceballos-Lascurair, 1996). Perkernbangaa kensep wisata ini dipenganahi oleh kepedullan tcrhadap menurunnya kualitas dan kuantnas lifl8kungan a.k.ibat pembangunan sarana d111 p~ana wisat3. Pads awal tahun 1990110, the Ecotourlsm Society mendelinisikan ekowisata sebagai perjalanan terencana ke daetah-daerah yang alami dengan tujuan untuk
memaharni sejarah budaya dan alamnya; menjaga keutuban ekosistcm •lamnya; meughasilkan pcluang untuk keuntungan ekonomi yang membuat konservasi alam mcnjadi menguntungkan bagi tlla&yarakat lokal (Wood et al. 1991) Deflnisi
senada juga dikelWU"kan oleh Intemanona! Union for Conservauo« of Nature and Natural Res<>urces-lUCN (Ceballos-Lascurain 1996) Jika pada tahap awal eltowi98ta diartikan lebih kepada daerah tujuan wisata, kecilnya dampak terhadap lingkungan sena mantaat yang positif terhadap komuniWs lokal, Tire Federaao«
ef Nutwe
and National Park of Europe pada
ta.Iron 1993 memandang ekowisata dari sisi openwo.nalisasinya. Ekowisata di dennisikllll sebagai segala beutuk pe.mb1111gUnan pariwi3ala, mllllajemen. aktivilas, yang dapat menjaga keull.ihan lingkungan, sosia1, dan ekonowi serta kelangsungan sumberdaya alam dan budaya secara berkelanjutao (Fwze et al 1997).
40
Pcrubalian
.....
oncnlasl rujuan
Banyalcnya wisa1awan yang mulai mencan daelllh wisilra
I--+
yang rnasib alami
W1$818W8n
Eksploilasi sumberdan alam ..
~
,. /
...,
Latar Belakang ~
t1mb11lnya
.....
dcngan kOdi>Cl' Pariwisata Masai (Afars T<>11n;m)
E'ko\\isata
h, PeogM
·--,
l
~-
.....
Darapak negatlp terbadap linslmngan
._.
PembanglJnall fiu:illta• wisa!Jl yang Lidak mcn1pCJh•nb1111gkan dayadukun~ fingkungm
,
It
Pe.rubahall pwldl 1111111
El<sploitasl sumberdaya alam
pen!bangunm '
K.cl>utuhan
...
penibiayaan kan'&san
El<sploiiasl awnbcrdll)11 lll11111
I
k-
Swnb,,r
~bollns-la"""*m 1996, i:.,,..-.1 1999.Funen al 1997
Gamber 4 Larar belakang pcrkembaogan konsep ekowisata Adanya
btirbagai
definisi
rersebut
menunjulckan
masib
terus
berkembengnya konsep ekowisata yang mengarah kepada pcmatangan disiplin
ilmu ekowissta. Dari berbagai definisi tersebut tampak adanya benang merah yang dapat mennnmn kepada bentuk praktek ekowisata yang ideal, yang secara umum dapot diterima,
yaitu konsep kegiatan wisata yang meruanfaalkan lingkunKan
yang alarni, dan berbasiskan partisipasi aktif masyaralcat deagan tujuan perlindungan, pendidikan dan pengembangan ekonomi lokal, Sampai saat ini, posisi definisi-definisi ekowisata yang telah diuraiken
sebelumnya tersebut masih sangat lemah karena belum adanya bukti dari kegiatan yang nyata. Selai11 itu, masih belum adanya konsensus dari para penggiatnya.
41
Koodisi ini men yebabkan istilah atau tenninologi ekewisata diterjemalzkan dan diterapkan datam kegisran nyafa dengan berbagai C3!a (Lindberg et al. 1998}
Sebagai coraoh, isrilah ekowisata digunakan sebaga.i jargon pemasaran. Hal ini tidak hanya meeingkatkan minat koasumen dan basil penjualan tapi juga rnengeksploitasi sumberdaya (Wight 1993).
Stewart dan Sekar1jakrarini (1994) merumuskan fenoraena perkernbangan konsep ekowisara kedalam dua perspekti( Seperti l:onsep pariwisata, ekowisata danat dilibat sebagai sekumpulan perilalru (behavu111r) atau sebagai industri
Scbagai sekumpulan perilaku atau llkiivitas, ekowisata dilihat dari apa yang dilakukan oleh wisatawan (actually tin
by toruists)
Cont0h perspekrif ini dapat
dilihat dari defini&i yang dikemukalcan oleh Ceballos-Lascurain (198i) dan Boo ( 1991}
Dalarn konteks ini, hat yang membedakan ekowisata dengan pariwisata
pada umumnya fa.lab alctiviw clcowisata memberikan pembelajaran yang dapat mengubah persepsi seseorang terbadap sumbcrdaya alsm din lingkungannya (Sckal1jakrarini 2003)
Sebagai industri, ekowisata merupalcan model pembangunsn wilayah yang rnenempatkan pariwisata sebagai alat J)Cll8elolaan sumberdaya alam dengan tujwin peningkalaa kualitas hidup masyarakat lokal (Sekartjakrarini 2003). Oa.lam hal ini, ekowisata dilihal dtri &isi penyediaan (supply side ~rspect1ve) ytng mengintegrasikan
tujuan konservasi clan ekonomi melalui pariwisat.l (Stewart &
Sekartjakrarini 1994). Syant Lercapaiuya tujuan ini dB.lam elowisata ialah dengan melibatbn
secara aktif masyar&kat tokal (Fennel 1990). Dalam konteks inilah
ekowi sata a.lean dilihat dalam penelitiu ini.
b. Perkembaogan Kon1cp Ekowiuta di Jndonaia Di Indonesia, terminologi ecetoorism diterjernahkan kedalam bcrbagai
istilah (Sproule & Suhandi 1998·223; Sudarto 1999). Misalnya. The Indonesian Ecotouris« Network (lndecon) menggunakan istilah ekowisata, sedangkan Kementrian !ingkungan bidup mentetjemabkannya scbagai wisata ekologis. Disisi lain, dalam dokumen-dokumen pengembangan wisata di kawasan koaservas], Departemen Kehutanan menggunakan istibh ekowisata dan wisata alam untuk merujuk hal yang sama, Dalam penclitian ini ecotourism akan diterjemahkan
dengan menggunakan istilah ekowisata Ekowisata di Indonesia mulai dikenal pada pertengahan tahun 1995. Saat itu PACT-lndonesia
dan WALHI mengedakan
semiloka di Wismn Kinasih,
Bogor. Pertcmuan iui menyimpulkan arti peminguya pelibatan masyarakat lokal dalam pengembangan ekowisata (Sudarto 1999). Pertemuan ekowisata dilanjutkan pada bulan Juli 1996 di Bali yang dlselenggarakan oleh Indecon scbagsi lekakarya nasional ckowisata kedua,
Pada pertemuan kcdua ini lahirlah forum Masyarakat Ekowisata Indonesia (MEI) Rumusan ekowisata yang disepakati dari pertemuan ini ialah (Sudarto 1999:13)
"kegiatan perjalanan wisata ya11g bert11nggung jawab di da.erah yang
masih alami atau di daerah-daerah yang dikelola dengan kaidah alam dimana tu,iuannya selain umuk menikmati lceindahannya juga melibatlcan unsur pendidikan, pemahamen, dan dukungm terhadap usaha-usaha kunservasi atam
dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat sekitar Daerah Tujuan Eko\lllisata (DTE)"
Dari hasil rumusan lersebui, Indecon mendefinisikan
ekowisata $ebagai "responsible navel
lo
protected na1urol areas, as well as to
11nprolei:1ed natural areas; which conserves the em•irrmment (natt1ro/ and ct1l/ura/) ond improves the we/fare
223-224 }. Kedua rumusan ini merupakan penge111bangan dari definisi ekowisa1a yang digu11.1kan o1eh The &o/Qtlrism Sqt:iety. Pada tahun 2004, batasan lronsep ekowisata lairmya juga dituangkan didalam Rencana Strategi Ekowisata Nasional yang dikelvarkall oleh Kant-01
Menteri Negara Kebudayaan dan PllriwiSltla Indonesia (selcarang Departemen Kebudayaan dan Pariwisata). Ekowisata dalam dolrumen terNebut diuraikan sebagai: "konsep pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan panwiseta
berbas.is pe.manfaatan liogkungan untuk perlindungan, sena berinlibn panisipasi aktif masyaralcat, dan dengan penyajian produk bermuatan perulidikan dan pernbelajaran, berdampak negiuif minimal, memberikan kol'ltribusi positif
terhadap pembangunan clcOllOmi daerah, clan diberlakulwt bagi kawasan lindung, kawasa11 lerbuka, kawasan ala111 binaan, serta kawasan budaya" (Kembudpar 2004). Detioisi ini disusun merujuk pada prinsip-prinsip univmal panwisaea yang berkelanjutan (dituangkan dalam Qtlehec Declaration
011
&oruurism pada tahun
43
2002), rekomendasi forum diskusi, basil kajian instirusi terkait, dan tuntutan objcktif di lapaagan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Bkowisata konsep
pcngcmbangan
dan
memanfaatkan lingkungan
penyeit:nggaraan
kegiatan
pariwisata
ialah. J'3ll8
dengan tujuan konservasi rnelalui pengembangan
ekonorni lokal yang melibatkan partisipasi aktif .masyarakat dan peoyajian produk wisata yllllg berrnuaran pcndiditan dan pernbelajaran serta berdampak negatif minimal terhadap !ingkungan
Selanjutnya terminologi ekowissta tersebut yang
digunakan sebagai dasar dalam peoelitian ini
2.4.3 Kriteria Kttulmpi1n Eko11'inta Berdasarkan kajian literarur terhadap perkembangan konsep dan definisi ekcwisata di atas, dapat disimpulkan bahwa ada Jima faktor yang mempengaruhi keculcupan suatu kegiatan p~riwisata di.!ebus sebagai ekowisato Kclima faktor tenebut ialah: (a) tujuan pengelolaao; (b) partisipasi akLif masyarakat lokal, (c) dampak terhadap pengemba~
ekonomi lokal: (d) produk wisara; dan (e)
dampak minimal tcrhadAp linglrungan. Berilcut ini uraian masing-masing aspek pcnyelenggaraan ekowisata teiscbut. a. Tujullln rmgelolaan : pemanfutaa untuJI perlinduogiin Tujuan pengembangan ekowis.ata di hwasan ltooservasi, tennMuk taman nasioruil, ialah unruk mewujudkan misi konservasi (Boo 1990&; Sekanjak:rarini 2003). Dalam pengc:mbaogao elmwisau, tujuan ini dicapai diantarany1 dengan memasukao
program-program
konscrvui
dalam
produk
wisat.a
dan
pengeiolaa11D.ya Sekartj:Wvini (2003) mcnyebutlau bahwa kegiatan interpretasi lingkungan
dalam
mengbmpanyekan maupun
masya.rakat
ekowisata
merupakau
program-program lokal.
media
kenservasi
Boo (1990a)
juga
yang
efektif
untuk
baik kcpada pcogunjung mengiudikasikan
bahwa
pema.ofaatkan bahan lokal untuk peoyediaan sarana prasarana ekowi sata merupakan salab satu upaya mengurangi dampak linglcungao Sedangkan Wall dan Ross (1998) berpendapat behwa keterlibalan masyarakat
dalam kegiatan
ekowisaia dapat dimanfaatkan sebagai seoagai agen konservasi yang dapar diandalkan.
44
b. Parti1ipasi Aktif Masyarabt Lobl
Sejarah pembanguran pariwisata secara masai memberikan pengalarnan mengenai pentingnya pelibatan
rnasyuakat
lokal dalam semua tahapan
pembangunan Pengabaian mereka akan meuyeoabkan konflik dan merugikan
kedua be lab pihak. Masyarakat akan dirugikan dengan tertutupnya akses terhadap sumberdaya. Disisi lain, karena tidak mendapat
dukungan dari masyarakat
sekitarnya maka kegiaten ekowisata akan sulit uaiuk bertahan (Gurung 1995).
Keterlibatan masyarakat Jobi dalam pembanguean ekowisata sudah menjadi isu yang sangat penting (Fmze
et
al. 1997; Wall & Ross 1998)
Masyarakat lokal sclain sering dituduh sebagai perusak alam, mereka juga rata-
rata merupakan masyarakat yang berpenghasilan rendah Namun demikian, para penggi at ekowi sara percaya bahwa masyarakat Jokal dapat berperan sangat besar
dalam peneapai tujuu ekowisata Masyarakat lokal tidak hanya dapat dilibatkan dalam inventarisasi kawasan tapi juga dalam konsultasi, iosiasi aksi sampai pengarnbilan keputusan (Furze et al. 1997; Saunier &Meganck 1995). Beberapa contob sekses dalam mclibatkan rna.syaralat Jokal sebagai bag.ian dari pengelola di kegiatan pengembangan ekowisata ialab Annapurna Conservauon Area, Nepal (Weaver 1998; Lama 199 5, Gurung dan De Coursey 1994), Huatulco, Oaxaca,
Mexico (Ishida 1999), dan Masai Mara.lSerengeti Ecosystem, Kenya (Gakahu 1992).
e, Pengembangan Ekooomi I.Akal Seem-a konseptual pembangunan ekowisau
di Sl.llltu kawasan haru s
rnembewa manfaat ekonomi bagi kawasan tersebut Menurut Linberg (1998) ada
tiga aspek ekonomi dalam ekowisata yaitu: bagi basil dalam keuntungan dan hiaya perawatan kawasan; biaya masuk dan pemasukan lainnya untuk mcndakung program pedindungan; dan pembangunan ekoeomi lolral melalui ekowisata. Dampak ekonomi kegiatan wisata rerhadap kawasan sekitar dapat diidentifikasi melalui empat faktor. Keem!)it faktor tersebut yailu (Loomis &Walsh 1997): peodapatan yang diperoleh dari penjualan tiket dan pajak isales and tax revenue), peluang pekerjaan, dan pe.tlghasilan (income) yang diperoleh
masyaralcat yang tcdibat dalam kegiatm wisata
45
Jika peluang kcrja dan income merupakan dampak ekono111i yang dapa; dirasakan langsung oleh masyllfllbt lokal, maka tax dan hasil penjualan
tilcct
merupakan pendapatan yang masuk kepada pemilik obyek wisata seperti taman nasional atau pemerintah daerah. Untuk penghasilan yang diperoleh dari penjualan tiket dan pajak, ada lima jenis biaya yang dapat dipunsut dari
wisasawan (Loomis &Walsh 1997; Linb&rg 1998) Pcrtama, biaya masuk ientrauce fee) ialah biaya yang dipuugut saat wisatawan memasuki kawasan.
Kedua, odmtsaon fee yaitu biaya yang dipungut saat wi~awan menggunakan fasilitas tertentu. Ketiga, User fee adalah biaya yang dipungut saat wi$3tawa11 memasuki obyek wisata tcrtentu. Keempal, License mid Permit Fee yaitu biaya yang dikenakan pada wisatawan untuk
melllkukan lcegiatan tertentu seperti
berburu atau memancing misalnya. Kelima, sales and wnces.~ionsfee edaleh biaya yang dikenakan pada panner k:erja seperti untuk jasa pemaseran, peaggunaan logo clan trademarks. Pengembangan
ekowisata di Galapagos National Park, Equador dan
M1m1everde C/t:md Forest Reserve, Costa Rica merupakan contoh su.l::.ses ekowi sata yang dapat memberikan dampak positif terhadap ek:onomi lokal (Boo I 990b) Pendapatan yang dipemleh dari entrance fee di kedua lokasi tersebut
mampu menenrpi masyacalat,
biaya operasional pengelolaan kawasan. Sementara bagi
pendapatan yang diperoleh dari kegiaten ekowisata merupakan
sumber pendapatan kedua rerbesar setelah pertanian, d. Prod11kEkowisata yaog tduklltif Seperti yang sudah diuraikan dalam batasan ekowisata, produk ekowisata harus bermustan pendidikan dan pembelajaran baik mengenai alam dimana cbyek
wisata becada maupun budaya masyaralat seldtamya.. Kegi111an wisata yang iermasuk kedalam kstegon ini diantaranya ialah ioterpretasi Jingkungan, sepcni pengamatan flora clan fauna, wisata kanopi, dan penyajian multi media di pusat infonnasi (Dephut 1998; Lindberg et al. 1998; Sekartjakrarini &Legoh, 2003) 1nteq"d11Si adalah suatu produk clan proses (Sekartjakrarini &l.egoh, 2003, Ceballos-Lascurain 1996) Dalam pengertian produk wisara, intespretasi adalah suaru produk dengan muatan nilai-nilai substanrif 5Uinl>er-sumlm- alamtbudaya,
46
pengetahuan dan pembelajaran tentang linglrungan seternpat (Sekartjalcrarini &Legoh. 20D.1)
Dalam pengertian proses, kegiaian interpretasi
seperti ini
dihar.apkan dap.tt mernbailcan pemahamau, deng<1n pemabaman llkan ada apresiasi, dsn dari apresiasi menimbulkan kecintaa.o dan hlpedulien yang tinggi ternadap alsm (Sudarto 1999, Lindberg et al 1998). Pengcmbangan kegiatan
interpretasi di Kanah National Park, India merupakan salah satu contoh sukses kegiotan interpretasl yang dapat rnengubah persepsi dan kepedulian pengunjung dan pegawai terhadap linglamgan (CebaUos-Lascurain 1996)
e. Dampak Linglrungaa Ceballos-Lascurain (1996)
mengidentifikasi setidllkny11 ada delapan
dampak yang dapat ditimbullcan oleh kegiatan wisata. Kedelapan dampak tersebut yaitu: dampalc terhadap fonnasi hebatuan, tanah, air, tumbuhan, h.idupan lilll", sistem sanitasi, lansekap, dan lingkungan sosial budaya. Secara garis besar, dampak yang ditimbulkan d11pa1 dimasukan kedalam dua kategori yaitu damp.al< terbadap linR)rungan tisik dan lingkungan sosial-budaya. Unt11lc mengurangi dampak techadap linglrungan fisilc, fdctor daya dukung lin.glcungan menapakan falctur utama yang dlpertimbangkan dalam pembangunan S'anllla dan pras:arana elcowisata. Daya dukung lioglnmgan untuk ekowisata ada.lah kapasitas malcsimum dari penggunaan suatu area yang dapat memenuhi kepuasan pengunjung seeara optimum, dan seminimum mungkin menimbulkan dampak negatif terhodap sumberdaya (Boo 1990). Daya dukung lingkuogan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu lwakteristik
wisetawea dan faktur lingkungan
biofisik kawasan (Soemarwoto 1986). dampak kegiatan wisata terhadap kondisi sosial-bodaya masyarakat setidaknya dapat ditemukan dalam dua literatur yaitu Gartner (1996), Bentuk
Cebahos-Lascuram (19%), den Barrow (2000). Menurut literatur tersd>ut hentuk
dampak yang dapat diidenttfikasi diaetaranya: a) ketakutan masyarakat akan perubahan, b) perubahan struktur sosial dan mata peocaharian, c) perubahan nilai
lahan, d) perubahan standard hidup, e) perubahan sisiem ekonomi, t) perubaban sis.tem nilai. g)budaya sebagai lcomoditas lcomersial, h) kriminalitas terhadap wisatawan, i) kesehatan, dan loinnya.
47
2.4.4
Basil·hasil l'enelitian Meogenai Ekowisata
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memahami sejauh mana konsep ekowisata dopat diimplementasikan. Sebagai contoh, studi yang dila.lwlcan oleh Jones ( 1997) telah mernberikan kontribusi dengan mernbuat suatu konsepteal model perencanaan ekowisata bersama masyarakat Iokal di Calakmul Region, Mexico. Pcnelitian YllD8 dilakukan oleh Reimer (1994) memberikan kontribusi dalam pengembaagan
metodologi penelitian partisipatif. Studi mengenai
kesetaraan, kekuasaan dan proses dalam panisipasi masyarakat juga telah dilakukan oleh Peter (1997)
lndikasi adanya gap atau kesenjangan antara teori
dan kenyataan dalsm penyusumn rencaaa aJcsi bersama masyarakat dapar dilihat pada penelitian yang sudah dilakuk:an oleh Tasosa (1993)
Menurut hasil
penelitian tersebut, keterbatasan dalam berpartisipasi dapai menimbulkan masalah tennama jika hal tersebut disebabkan karena kurangnya representasi atau keterwakilan
para pihak Penelitian mengena.i partisipasi rnasyarakat juga
dilakukan oleh Pratiwi (2000). Hasil penelitian ini menunjukan adanya gap entara
level partisipasi masyarakat yang dikenseptualisasika» fakta empiris dilapangan. Agrawal dan Redford (duabclas)
penelitian
dalam literarur dengan
(2006) melakukan identillkasi
terhadap
12
empiris mengenai ekowisata di negara berkembang,
termasuk Indonesia. Mereka mengidentifikasi
peran ekowisata dalam isu
konservasi dan kemiskinan, Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penelitian ekowisata lebih banyak terfolrus pada progr3111 ekowisata tidak pada pengarohnya
terhadap l:ondisi nyata di iapangan. Dari 12 penelitian empiris, hanya 4 penelitian mengindikasikan
adanya pengaruh elcowisata terhadap i!IU konservasi
dan
kemiskinan. Dua studi menunjukan pengaruh yang terbates sedangkan dua studi lainnya 01enunjubn
pengaruh yang nyata. Bkowisata berperan setidaknya
terbadap empat indikator konservasi, yaitu: pembiayaan konservasi, pendidikan konservasi, etilca konservasi, da.n konservasi sumberdaya. Sedaagkan untuk isu kemiskinen, kontribusi ekowisata diantaranya peniogkatan
level pendapaten
ma.syaralcat lokal. peningkatan jumlab yang bekerja, peri>.aikan infrasnuktnr, panisipasi lokal, dan pembagian keuanmgan yang sdil.
Di kawasan TNGH sodah ada beberapa penehtian mengenal ekowisata
411
Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Rosdiaua ( 1994) memberikan kontlibusi dalam haJ metode pengembangan wisata alam melalui pemahaman akan keterkaitan antara ketersediaan sumberdaya dan potensi permintaan. Hasil dan kesimpulan yang diperoleh diantaca.uya menyebutkan bahwa potensi wisata di TNGH cukup besar, .karena letaknya yang strategis namun kurang didukung oleh sarana perhubu11gan dan fasililas wisata, sebiogga. umumnya belum bertungsi sebagai tcmpat wisata. Pada tahun 2002, Nugraheni melakukan penelitian lanjutan mengenai
sistem pengelolaan ekowisata yang berbasis masyarnlcat di TNGH Hasil analisis yang dilalwkan ialab . I) Proses peugembangen elcowisata di 1NGH dila.kukan deugan
perencanaan
yang
didasarican
pada
konsep
ekowisata
yaog
menggabungbn wisata aliun, konservasi alam dan li.ngkungnn, partisipasi dan maufaat lerltadap masyantkat lokal; dan 2) persepsi masyacaka1 sebagian besar positif temadap pengembanRan kegiatan ekowisata; clan 3) partisipasi masyarakat sudah terbentulc sejalr dimulainya kegiatan ekowisata melalui pembentukan kelompok swadaya masyarakat (KSM), namu11 pa.itisipasi yang ada masih bersifat fungsional
Ambinari (2003) mengkaji strategi promosi kegiatan wisau di TNGH. Kajian ini dilakukan melalui evaluasi acrhadap kegiat.ui promosi yang telah dilaksanakan. Hasil kajian ini rnenyimpulkan bahwa promosi telah dilakokan oJeh Balai INGH adalah dcnga.n media ilrlan, hu111as, kunjungan, clan promosi penjualan, oamun belum optimal karena masih bersifar umum dan tidak secara aktif clan langSUDg kepada sasaran ekowisata. INGH denga.Jt strategi bauran
promosi. Widada (2004) melakukan penetitian mengenai nilai manfaat ckooomi dan pemanfaatan TNGH, termasuk diantaranya pemllllfaatan untuk ekowisata. Dengan nienggun
49
2.5Teori
Teori, menerut Babbie (1998). adalab penjelasan yang sistematis untuk cbservasi-observasi yang berkaitan dengan aspek-aspek tertentu dalam keaidupan. Teori dalarn penelitian ini digunakan wnuk membanru perieliti dalam memahami fenomena yang terjadi dilokasi studi. Mengaru pada Alwasi\ah (2002), Moleong (2002), dan Babbie (1998). posisi teori seperti ini dalam penelitian dimungkinkan. Jadi selarna teori tersebut dapar membantu peneliti dalam mernahami fenomena
maka teori cersebut yang akan digunakan sebagai referensi. Beberapa teori yang dianggap relevan diantaranya teori konfiik, teori institusi, teori akses, dan teori partisipasi, Berikut penjela.san masiog-ma:!ing teori tersebut
2.5.l TeoriKooftik Ada tiga aliran dalam teori Jconflik yaitu teori yang dikembangkan oleh Dahendorf pada tahun 1958, Lewis Coser pads tahun J 956, dan Randal Collins
pada tahun 1975 (Ritzer &Goodman. 2005). Dahcndorf melalui karyanya yang berjudul "Class and Class COl!flict m Industrial Society" berpendapat bahwa masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan Perubahan, pertikaian dan
konflik dal am si stem sosial merupaJcan sumbangan dari berbagai elemen l::emasyarakatan. Sedaogbn. lreteraturan yang terdapat dalarn masyaralcat berasal
dari pemaksaan terhadap anggotenya oleh mercka yang berada dlatas. Aliran ini
menekankao pada peran kekuasaan da1aJn mempenahankan ketertiban dalam masyarakat Aliran kedua teori konflilc dikembangkan
oleh Lewis Coser. Mclalui
karyanya yang berjudul "The Funcrion Of Sosial Conj!tcf', Coser berpendapat
bahwa konflik dapat membantu mengembn ibtan kelompok yang terstrukrur seeera longgar atau dapat membangun kobesi dengan kelompok lain melalui aliaasi. Konflik juga dapat mengaktifkan peraa individu yang ladiny11 terisolasi
dan membantu fungsi komunikasi yang sebelumnya macet. Aliran ketiga teori konflik dik~ngkan
oleh Randall Collins. Dia
berasumsi bahwa orang dipandang mempunyai sifat sosial dan mudah berkonflik
dalam kehidup.u1 sosialnya. Manusi.t juga berupaya rnengoptimalkan "status subyektifnya". Hal ini tergantung pad• sumberdaya mereka maupun sumberdaya
orang lain dengan siapa merclca berurusaa Stratifikasi sosial dipandang sebagai
50
institusi yang menyentuh begitu banyak ciri kehidupan clan penyebab timbulnya konflik Prinsip teori konflik Collins •
orang lain mempunyai
kekuassan
untuk mempengaruhi
atau mengcntrol
pengalaman su byektif seorang individu; dan
• orang lain sering mencoba mcngontrol orang yang menentang mereka Setidaknya ada enam {6} teori yug menjelaskan apa saja sumher dan penyebab konflik Teori-teori ~
adalah (Malik et al 2003; van der 1'.·le!'Ye
1997 dalam Fisher er al. 2001)·
a. Teori Hubungan Masyarakat : teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh pclarisasi yang terus terjadi, ketidalcpeccayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalarn suatu masyarakat. Penyelesaian k.onflik yang disarankan ialah meningkatkan koDllli.kasi, saJ ing pengertian dan to!eransi antara kelompok-kelompok yang mengalami lronflik b. Teori Negosiasi Prinsip : menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisiposisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihakpihak yang mengalarni konflik. Menurut teori ini konflilc dapat diselesaikan dengan memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu Untuk mel ancarkan proses pencapeian lresepakatan
belah pihak,
yang menguntungk:an kedua
perlu diringkatkan kemampuan pibak-pihak yang berkonflik
untuk melakukan negosiasi. e. Teori Kebutuhan Manusia : berasumsi bahwa konflik yan!! beralw dalam disebabkan oleh kebutuhan dasaT manusia - fisik, mental dan sosial - yang tidak terpenuhi atau dihalangi Keamanan., identitas, pengakuan, partisipasi dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan, Sasaran yang dapat dicapai
dari konflilc menurut teori ioi ad•hh membantu pihak-pihak yang mengala.mi konflik untuk mengidentifikasi dan tnengup1 yakan bersama lcebutuhan mereka yaog tidalc terpenuhi, clan mengbasilkan kebutuhan-kebanihan
itu, dan mencapai
pilihan-pilihan untuk memenuhi
kesepakatan untuk
memenuhi
kebutuhan war sernua pihak. d. T eod Identitas ; berasumsi bahwa kooflilc discbabkan karena identitas yang
terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan Konfiik dapat diselesaikan melalui fasilitasi
51
lokakarya dan dialog antara pibak-pihak yang mengalami konflilc untuk mengidentifikasi ancaman-ancaman yang dirasakan. Forum dialog ioi juga dapat digunakan untuk membangun empati, rekonsiliasi dan kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas pokok semua pihalc. e. Teori Kesalahpahaman
Antarbudaya:
berasumsi bahwa konflik disebabkan
oleh ketidekcoeokan dalam cara-cara komuaikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Penyelesaian konfllik yang disaraokan ialah dengan menambah pengetahnan pihak-pihak yang mengalami konflik mengenai budaya pihak. lain, mengurangi stereotip ncgatif yang mcrcka miliki tentang pihak lain; dan
meningkatkan keefektifan komunikasi antssbudaya. f
Teori Transfonnasi Konflik. asumsi yang digunakan teori ini ialah konflik disebabkan oleh masalah-masalah kendaksetaraan dan ketidakadilan yang muneul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ek:onomi. Penyelesaian konOik yang ditawarkan menurut teori ini adalah mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, terrnasuk kesenjaugau ekonomi; meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang; dan mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk
mempromosikan pemberdayaan,
keadilan, perdamaian,
rekoasiliasi, dan
pengakuan.
2.S.2 Teori Instituli North (2000) menjelaskan bahwa ada tiga hal yang diperlukan untuk mtmahami imtitusi, yairu: teori institusi, kondisi empiris. dan perubahan ekonomi. Secara teoritis, institusi merupalcan suatn gabungan yang k:ompleks dari aturan, norma dan keyakinan yang membentuk suatu cara bagaimana masyarakat
beroperasi dan mendefinisikan pencapaian tujuannya. Asumsi dari teori ini adalah 1) tidak a
yang efisien tidak d.apat diperoleb
tanp«
keterlibatan pemerintah dan organisasi
sukarela dalam menghasllkan struktur sesuai dengan kriteria yang diinginkan, Ada empat aspek yang diperlukan untuk memahami strukfur dalam institusi, yaitu: bagai111ana pilihan diagregatkaa dalam politik pasar, kendala ilrterna1~1, proses
52
pelaksanaan, dan bagairnana kebijakan formal berubab52 Ada ernpat pendekatan yang biasa digunakan dalam memahami institusi.
Keempat pendekatan tersebut iafah (Peters 2000): peodekaian normatif pilihan rasional iranonal choice), sejarah, dan empiris. Pendekata» Dorm11tif melihat
institusi dari tiga aspek yaitu nilai yang dianut, budaya yang dikembangkan dan proses bagaimana budaya tcrsebut dibuat dan dipertahankan Sedangkan pendekatan pilihan ruional
mendefinisikan institusi sebagai
~el..-umpu!an areran dan inseirti[ Anggoea dari suatu institusi bcriaku sebagai rcspon terhadap aturan dan insentif ini, Namun demik:ian, pada dasarnya individuindividu ini sudah memiliki sepcranglcat preferensi yang tidal< dapat diubah oleh k.eterlibatannya dalam sebuah institusi Pendekatan sejarah (h1s1orical instit11tioos) berpendapar bahwa "the policy and stn
(µuth dependency) meiupalcan senttal dari tecri pendekatan
sejarah ini Pendekatan empiris (emprrical instihltfonalism)mendcfinisikan institusi sebagai sebuah formal strulctur dari lccpemerintahan. Pendekatan ini mengkaji apllbh
institusi membu8t perubahui dalam melakukan pilihan kebijalcan atau
stabilitas politik. Pendekatan ini memfolwskan pruia perbedaan aalar& struktur
presidential atau pa.rlemeu. Ada tiga bal yang menjadi benallg merah dari keempat pendekatan diatas Pe:rtama, semua pendekatan mengatlg8llp bahwa stru.lctur instirusi pcntiag. Kedua, struktur organisaai alwi tetap bert.aban meskipun anggota baru datang dan pergi, Ketiga, strulctur menyebabkan regularitas dalam perilaku manusia
heol<m""ed""~~nw)...a..i.(JM>rlhlOO<>:I)
" "''"; ....... ""-I ..... ..iw. ........i.i-...,..i. """' .i.i.....;..n,,,.,1{l'k
mola!Oll'.ao pcrvl>
53
2.5.3
Teori Ak.st!.t
Teori akses dari Ribot dan Peluso (20
powers) dan bukannya pada ikatan hak (blll1dle of rigl1t.t). Konsep akses
menjelaskan bagaimana ekror dapat memperoleh keuntungan dari pemanfaatan sureberdaya melalui suatu hubungan sosial yang luas dan bukannya pada hubungan propeni sernata, Pendckatan ini digunakan untuk memahami mengapa ada seseorang atau beberapa orang ataupun lembaga yang dapat memperoleh keuntungan dari memanfaatkan sumberdaya, tidak peduli apakah memiliki hak atas sumberdaya tersebut arau tidak Konsep akses seperti ini rnemfllt!ilitui Mali~i~ dasar mengenai
siapa yang meroanfaatkan (dan tidak. mem.anfliatlc.an) sesuatu. dengan cara ~eperti apa,
akses
dengan
demikian
adalah
suatu
proses
unruk
mengidcmifikas1 dan memetakan melamismc perolehan. pemeliharaan, dan pengendalian akses
Ribot dan Peluso menemekan 8 mekan.isme akses
sumberdaya yang tidak berbasis hak: akses teknologi, akses kapital/modal, alcses pasar, akses buruh dan peluang buruh. akses pengetaltuan, akses kewenangan, alcses identitas sosial, dan akses hubungan sosial Dua hipotesis dari teori ini yoitu: ( 1) seseorang dan institusi abn diposisi berbeda dalam kaitannya dengan
sumberdaya pada berbagai momen sejarah dan slcala geografi; (2) tesis pada no I berubah setiap saat. 2.~.4
Teori Partisipasi Ada tiga teori yang digunakan
dalam menganalisis
partisipasi
yaitu
democratic theory, social mobiluanon theory and social exclu.mge theory (Howell et a/.1987).
Dibangun pada abad ke-18 oleh para filsuf yang mendalami masalah
politilc Asums] dasar dari democratic theory menyebutkan bahwa semua anggota komunitas harus memiliki hak yau~ sama untuk mengekspresikan kepribatinan mereka terhadap isu publik yang
berdampak terhadap
mereka
Untuk
mendapat hn hak terscbut mereka harus terlibat dan kesempatan untuk terlibat
hams disedialcan oieh pihak otoritas (Pateman 1970 dalam Howell et al. 1987).
54
Asumsi dasar dari teori partisipasi publik ke-z, soaal mobduauon theory. ialah mssyarakat yang tertibat dalam organmsi. atau aktivitas kemasyarakatan cenderung lebih memiliki informasi ateu kepedulian ierhadap permasalahan
publik (Olsen 1982 dalam Howell et al. 1987). Teori ini menyarank.an hahwa suatu program pernbangunan akan mendapat dukungan dari masyarakat jika mel ibatkan organisasi masyaralcat yang sudah ada, Teori partisipasi publik yang terakhir, social exchange theory, menyebutlcan bahwa masyarakat biasanya teriibet dalsm akrivitas sosial untuk mendapatkan manfaai (Homans 196! &Blau \964 dalam Howell et al. 19%7). Argumen ini dibuat dengan asumsi jika suatu lr.egiaran tidak memberikan man&.at yang jelas
maka masyarakat sangat kecil kemunglcinannya untuk berpartisipasi, kecuali adanya pengaruh loyalicas arau kepedulian terhadap persoalan publik (Howell et al. 1987). Teori ini menyaran tjgg falct0< penting yanl! perlu ditetapkan atau
dibangun untuk memula.i partisipasi. Kctiga faktor in.i ialab meminimisasi ongkos, memaksimalkan penghargaan, dan membanguo rasa sating percaya antara para pihak yang terlibat (Howell et al. 1987)
III . .l\.tETODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelilian
iui dilakukan di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak
(TNGHS) Secara administratif TIGHS termasuk Ice dalam wilayah 2 provinsi
dan 3 kabupaten, yaitu Provinsi Jawa Barat yang meliputi Kabupaten Begor dan Sukabumi, dan Provinsi Bamen yang meliputi Kabupaten Lebak (Gamber S) Pada tahun 1992, kawasan seiuas 40. 000 bektu ditunjuk sebagai Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) mclalui Surat Keputusan (SK) Mcntcri Kehutaran No. 232/Kpts-1111992.
Pada tahun 2003, melahri SK Menhut No. 175f1Cpts-Jl/2003,
kawasan ini diperluas menjadi "' 113.357 [seratus tiga belas ribu tiga ratus lima puluh tujuh) hektar dan berubah nama.nya menjadi Taman Nasional Gunung
Hali mun-Salak (TNGHS). Kedua SK Menteri .Kthutanan eersebut masib bersifat penunjulcan atau penetapan sementara
Menurut UU No 41/1999
tentsng Kehutanan, untuk
ditctapkan sebagai kawasan taman nasio1141 eda dua lahapan lagi yang harus
dilakukan yaitu pena1aan baras dan pemetaan, Berdasarkan pertimbangan status kawasan, proses penataan batas dan ketersediaan data, untuk peoelitian ini betas administnui yang akan digunakan ialah batas TNOli. Naman demik.i<m karena SK penunjukan TNGHS juga merupalcan salah satu sumber k.onflik, maka dalam pengumpulan
data
maupun
ao:alisis,
isu
perluasan
kawasan
ini
tetap
dipertimbangkan. Setidaknya ada tiga alasan mengapa kawasan TNGH dipilih sebagai lokasi smdi Pertama, lolalsi ini memiliki kelembagaan terkait yang kompleks baik lembaga formal (Pusat, 2 Provinsi, dan 3 Kabupaten) maopun lembaga non-
fonnalnya seperti Kasepuhan (Adimihardja 1992; Adimihardja er al. 1994; "lijima 1997; Ambinari
2004). Kedua,
memiliki potensi ekowisata yang sudah
dikembangkan di tiga lokasi yang berpusat di Karnpung Leuwijamang di Utara, Kampung Citalahab di bagian Barat, dan Ka.mpung Pangguyangan di Selatan (Ambinari 2004, Nugraheni 2002; Keiji 2001, Rosdiana 1994). Ketiga, fakta adanya konflik aneara masyarakat lokal dan pemeriotah (Adimihardja 1992, Hendarti 2004. Hidayati 2004 dan Ha.oafi et al. 2004; dan Galudra 2003)
SS
56
i
! j
!
--..+--Q--41
.
•
..: ••i
OOJllZ&
57
Untuk pengambilan sampel, empat lokasi dipilih secara purposive sampling
Kriteria pemilihan Jokasi studi ini adalah
Jceterwakilan dua
lcar3lcleristik komuniw di kawasan TNGHS (Kasepuhan dan non-Kasepuhan);
merupakan daerah tojuan ekowi~11t11 dmi/atllu memiliki obyek wisata; dan lokasi studi berada di dalam dan/atau luar kawasan TNGH. Lokasi yang dipilih berdasarkan kriteria ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Lokasi studi Kriteria
Masyarakat
Di dalam. lcal.\'llSaJI TNGH
Non-Kasepuhan Desa Malosari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Kasepuhan Cibedug, Desa Citorek, Kecamataa Bayah, Kahuparen I .ebak
Di luar kawasan TNGH
l
Simamsa, 1Vcam111.an Cikakalc, Kabupaten Sukabwru
Boger
Desa Cearua, Kecamaten Sul
Bogor
Adapun waktu penelitian dilakukan selame 4 semester tcrdiri dari fle''~i11p1111., pengambilan daUI lapangan, analisis data
dan pewlisan dlsertasi.
Alokasi unruk masing-masing kegiatan disajikan pada label 3. Observasi dan pengambilan data lapangan pada empat lckasi dilakokan mula.i Juni 2006-April 2007 (Lampiran I)
Tabel 3 Jadwal penelitieo 2007
Prelhn
Kolokium Pa1golllhan Datadan Analisis Pcnuli""'
58
3.2. .Rancangan Peaeli1ian Peoelitian ini rnecggenakan dua konsep pendekaran yaitu koasep
Institvuonatiu 1'e1111re Security
(ITS) dan konsep ekowisata. Kedua konsep ini
kemudian digunakan untuk melakukan identilikasi karsktcristik konflik di lokasi
studi. Konsep fTS digunakan untuk melakukan analisis institusi yang raengatur pengelo 1 aan sumberdaya alarn. Sedanglcan konsep ekowisata digunakan untok menge-..-aluasi kegiatan ekcwisara yang sndah sda apakah sudah memeraihi !criteria
kecuknpan konsep ekowisaia yang ideal azau tidak Dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sua1ll model institusi ekowisata yang dapat mengurangi konflik
3.2.1
Paradigma Peaelitilln Paradigmal3 penelitian yang ak.an digunakan
ialah k:ualitatif°4 yang
mcnckankan pada peoggambaran dan peotahaman fenomena" yang kompleks pada hubungan antar faktor yang berpengaruh Alwasilah (2002) menyebutkan
ada empar asomsi yang mendasari peneliiian k:ualltalif: 1) reaiuas (pengetahuan} dibangun secara sosial sehingga dapat ada relitas jamak; 2) realitas dibenruk secara kognitif (da!am pikiran kita), maka tidak dayat terlepas dari penetni; 3) seluruh eetitas
selalo
dalam keadoon
sating mernpengaruhi
dalam proses
pembenrukaa serentak sehingga tidak munglcin dapat dibedakan secara jc las scbab dari akibat; 4) peneliti tirlak dapat dipisahkan dari yaog diteliti maka penelitian itu
terikal. nilai. D21.un pe11eliti an ini ~apa
ha! yang mendasari
pemilihaii
paradigms lcualitatif ini diaraaranya; 1) tujuan dari penelitian untuk memabami feaomene sosial (kontlik) dari perapektif para aktor yang terkait; dan 2) teknik pene!itian dalam paradigma kualitatif mernbantu memaharni defi nisi sinrasi yang diteliti dengan menggambarkan fenomena yang dikemas secara deskriptif.
..-"""°""
" Dalom motodologi -JW., -~ m.ofl!IUk .,..- & w 1'If Ui>cnayaao b
""'" u..... °"""
.,._,bo
.59
Mengacu pads lirna tradisi penelitian lcualitati~ dalam Creswell ( 1998), pcnelitian ini memfokuskan pada sebuah studi kasus, Analisis secara mendalam akan dilakukan pada berbagai sumber data baik yang diperoleh secara primer maupun sekunder 3.2.2 Teknik Pengump•lan Data
Baile data primer maupun sekunder, dikumpulkan dengan menggunakan sample Me1JuTUt Miles & Huberman ( 1992), Alwasilah (2002), dan Babbie (1998). sample dalam penelitian knalaatif dimungkinkan Karakteristik teknik pengambilan sample yang biasanya digunakan penelitian kualitatif dianto.mnya 11011-probab1/ity sampling, purposive samplmg clan snowball/ :i;amplmg. Data
kemudian
diolah
dengan
menggunalcan statistik
deslaiptif
(diantaranya dalam bentuk persentase). Hal ini membantu dalain menggambarkan hasil kategorisasi data yang diberikan responden (depth interviewlquestionaJre) maupun yang teridentifikasi dari dokumen(content analysis). Dalam penelitian sosial yang menggunakan metode kualitatif ( Alwasilah 2002, Moleong 2002. Babbie 1998, dan Creswell 1998) dan teknik content analysis (Sebo 1996, Henderson 1991, dan Krippendorf 1980) hal ini dimungkinkan. A. Data Primer
Pengumpulan data primer dilalcukan dengan dua tahap, Pertama dengan melakukan obsevasi". Observasi lapaugan dilakukan untuk verifikasi data dan informasi yang diperoleh dari basil analisis data selr.under. Tabap b:dua ialah d~gan melakukan survei5~. Survei dilakukan dengan teknik wawancara59 dan kuesioner6°. Kedua teknik digunakan untuk menggali informasi lebih mendalam dari responden
jo
lin\& tndis1 penefnu111kua~d' /J•Qg_rr.plry. Pltt.t10Mf:Pt0JOKY. C'rl'Olt'lf
~)
sr ObecnW """'~ k•JIWAll 1*'1vil1$ yang pajf yang busa dipnabo l)tl>elhi denpn '"""' •ntuk m"'jd ...hn obyd<.pmci>liandalam b.d 11nliut-atri!Mo)'a(ll&bbocl998) "*Sun.a adabh cao UDtllk mMe''"t"''kan da'ta pnma-dMgan ID.Juan llfttl!\: me.Wtei ~tl•a MC«n1 IMping Ada 11p tdr..:ul: stnct )'a.i:tu HI/ '1d'ntn1Rt'fd 1u~ss,'Qlf(nr.J. """"uun, dan tdcpbo• NA'8l<JW>ht~ (998) .tt '•Vawancara a4abb btnh• pengaimpubn dlta d&9n cara mtu11y.lo11'1 -.:."' t ...~cg kepR
60
Responden dipilih dengan menggunakAn metode purposive samphng dan
metode snowbali. Metode purposi11e sampling digunakan umuk memilih lokasi penelitian dengau kriteria sebagai berikut: mewakili masyarakat adat atau
kasepuhan; terletak di dalam atau di luar kawasan TNGH; sodah dikembangkan kegiatan ekowisata dan/atau memiliki obyek ekowisala. Populasi dalam setiap lokasi studi yang terpilih dikelompokkan berdasarkan kategori stakeholders· utarna, kunci, dan pendukung61. Kemudian, untuk mendapatkan responden yang memahami isu yang sedang diteliti maka rnetode snowball digunakan untuk menentukan responden yang dianggap relevan pada setiap kelompok stakeholders, Dengan metode snowball, responden diperoleh berdasarkan informasi dari resp()oden sebelumnya (respooden lamci). Pada pengumpulan data primer ini, content analysis digunakan untuk mengeksirak informasi dari hasil wawancara,
Total jumlab respondeo dalam peeelitian ini seban,yak 60 responden, selengkapnyadisajikan pad.a Tabel 4. Survey dan observasi lapangan dilakuka.n selain mengunjungi lokasi studi dan mengikuti beberapa penemuan seperti seminar, diskusi terfokus, lok.akarya, dan konsultasi publik yang lerkait dengan pengelolun dan 11cngembangan elcowisatA di TNGH. Swvey dan obsuvasi ke empat lokasi atudi dilakukan antara buluu Desember 2006 sampai dengan April 2007 (Lampiran I bagian C) Sampai dengan bulan April 2007, ada delapan pertemuan yang diilcuti (Lampiran l bagian A). Di luar penemuan tersebut, penulis mengumpulkan dokumentaai 6 pertemuan lainnya yang terl.ait dengan pengelolaan TNGH (Lampiran l bagian B).
Pertemuan tersebut diselenggaralcan bailc oleh i.nstansi pemerintah, LSM maupun institusi pendidikao. U. Data sekundtr Data sekunder dikumpullcan dari dokumen-dolrumen yang dipublikasilcan oleh institusi terkan. Dokurnen ini berupa buku, hasil penelitian, laporan hasil pertemuan (diskusi, workshop, seminar) dan lain sebagainya. Sampai dengan Juli 2007, diperoleh sekitar I 55 dokumcn yang terkait dengan kegietan ekowisata, taman nasional dan TNGH sebagai lokasi studi Dokumen ini terdiri dari 84
61
berupa dokumen penelitian, makalah, buku dan leaflet (Lampiran 2). Scdangkan 71 (Tujuh puluh satu) dokumen lainnya berupa dokumen peraturan perundangan (l.ampiran 3)
Tabel4 Juml11ll respondeu dalam penelitian No
Stakeholders
l
Masyarakat Lokal
'
Pemerusah Desa
4
Pt:merilllah Daerah
5
Kabupa\ell Pemda Provmsi
6 7.
Pemerintah Pusat Perum Perhutan1
o,
3. Pemenntah
Juml1h
Keterangan C.\bcdug & CiptanlSa 12 Masy. Noo·Kasepuhan 6 Kepala Dcsa, Sekretacis Desa !Ian BPD 3 Camat dan Aparat KcamaJW1 7 Masy. ~uban
Kecamatan DPRD, Dinss Kehutanan, Tata Ruang. Dinas P:uiwisata daft Bapemdcs 3 BAPPEDA Prov. Jawa Barnt, Dmas Tata Ruang Prov. Jawa Barnt , D!OaS ~ial Pmv. 9
JawaBalllt 8. LSM 9. Swasta 10
Lembaga
Donor
11. Al
Trod
7 Ditjen PHKA, Kepala Wilayah BTNGH 2 Pcrwn Pcrhuraol Jawa Barat 7 RMI, LATIN, Y.filf. Absolut I PT Numala Agung 2 JlCA 1 IPB 60 ·- -- -··--
Dokumen tersebm dikumpulkan dengan menggunaka» 11un-propabil1ty samplmg design yaitu convenience dan purpostve somplinl2• Convinience
sampling karena populasi dokumen yang terkait dengan penelitian tidak dapat diidentifikasi
Sedaegkan purposive sampling des1g11
digunakan
untuk
menemukan dokumen yang sesuai dengan kebutuhan penelitian yaitu dengan membangnn kriteria. Adapun kriteria pemilihan dolwmen diantaraoya adalah memiliki sebstansi tcrkait dcngan topik penelitian (ekowisata, kebija.kan, konflik); dokumen cetak atau digital ; taium publikasi sampai dengan April 2007; dan dapat berupa artikel jurnal, buku, laporan basil penelitian atau 1!eminar yang ditulis dalam bahasa Indonesia, Inggris atau keduanya (bilingual). Setclah
dokumen
tedcumpul kemudian
dikategonsasikan
dengan
menggunakan kriteria· I) jenis dokumen (laporan, hasil penelitian, artikel jurnal,
Non..probal.1l1ry samp/Jng dtsrgn·~ rucaogan pmaambilan ~Jib .t3/tlf)/mt fionH tml: tlkttahti Ada du& tduJik ~ ~ clguM!wi Jf~A ,.mr'ine ""'"e •icWc ~~ut yaituI) C'Jtr\•lf'mcB wmrfrna : ~c diunhd &nWla daa kaput "113. Jtmnpfe mi 4pornWi, 6-tn '?~ hrpo31\Yt. $<'~/mg t.aWi ldauk. ~ilan ~ ~ m~wtnal
62
makalah seminar atou bahan prcsentasi, notulensi
Mau
basil rumusan WQrkshop,
bul11, leaflet, atau lainnya) ;2) ienis publil.asikan (dipublikasikan, terbatas,
atau
tidak.); J)bentuk dokumen :ceta\:, atau digital; dan 4) ditulis dalam bahasa
Indonesia, lnggris stau keduanya ( b1-lmgt1al). Berdasarkan kriteria rersebut, berikut ini basil karegorisasi terhadap 84 dokumen yang terkompul • Jcnis dokumcn: 31,2% berupa makalah yang dipresenresikan di seminar atau dokumen basil penehtian dan 22,1% berupa dokurnen
workshop 29,9"/o
laporan insransi atau proyek. Selebihnya jenis dokumen yang terkumpul berupa notulcnsi/rumusan w<>nhop (l,3%), buku (9,1%), daa leaflet(6,S%). • Jenis publikasi: 79.2% dokumen merupakaa dokumeo yang dipublikasikan secara terbatas seperti dalam seminar dan workshop
13% merupakan
dokumcn yang dipublikasikan seperei buku ataupun dolwmen online. Sedangkan selebihnya (7,8%) merupakan dobimen yang tidal: dipublikasikan sepeni laporan proyek. • Bentuk dokumerr cetak sebanyak 88,3%, dan digital sebanyak 11, 7% • Bahasa: Indonesia 79,2%, lnggris l9,5%, dan bilingual 1.3% Sel1.11Uh dokumen yang diperoleh digunakan untuk menyusun profll atau garnbaran umum daerah studi yaog disajikan pada bab IV. Dokumen ini juga
digumkan
untuk: me11gidentifikasi stakeholders dan kebutuhannya
yang
merupakan bagian dari analisis instit.usi (hasil disajikan pada. bah V Basil Analisis).
Dari 7 l dokumen lcebijakan, 47 dilllltaranya diguuakan untuk analisis asumsi sEbagai kebijakan yang harus diikuti oleh semua stakeholder. Dokumen tersehut terdiri dari
!)
buah Undang-uodang, 20 buah Peraturan Pemenntah dan
Surat Keputusanllnsuuksi Presiden, 14 baah Peraturan /Keputusan atsu Surat Edaran Menteri dan 4 buah dokumen kehijakan seperti bulm pedoman (guulehne) dari departemen terkait. 24 dokumen kebijakan lainnya digunakan pada anali&s asumsi umuk mengidentitikasi bagaimana kebijab.n
diatasnya direaliS&!ikim di tingkat
Provinsi, Kabupaten dan TNGH/S (Lampiran 3 nomor 48 std 71) Dokumeo tersebut terdiri dari dua buah Surat K.eputusan Menteri untuk lokasi studi di
63
TNGHIS, 3 buah Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi, dan 19 buah Peraturan
Daerah Untuk analisis ekowisata, dan &4 dokumen, terdapat 43 dolrumen yang terkait langsung dengan kegiatan ekowisata di TNGH. 38 (tiga pulub delapan) diaruaranya memberikan infonnasi yang mencukupi dan digunakan dalam analisis !criteria kecukupan ek.owisata. Daftar dokumen tersedia pada Lampiran
4
Dokumen yang diperoleh kemudian dikategorikan sebagi berikut.
• Jen is dokumen· 36,8% herupa makalah yang dipresemasikan di seminar atau workshop. 15,8%
dokumen basil penelitian don 21,1% berupa dokumen
laporan instansi atau proyek. Selebihnya jenis dokumen yang terkumpul berupa norulensi/rumusan worshop (2,6%), bulru (13,2%). dan leaflet (10,5%) • Jonie pobfikas]: 89,5% dokumen merupakan dokumen yang dipublikasik.an secara terbatas seoenl dalam seminar dan workshop. S,3% merupakan dokumen yang dipublikasibn seperti buku ataupun dokwnen online. Sedangkan selebihnya (5,2%) merupakan dokumen yang tidak dipublikMikan seperti laporan proyek. • Bentuk dokumen: cetak sebanyak 89,So/o., clan digital sebanyak I 0,5% • Bahasa: Indonesia 68,4o/o., lnggris 29%, clan bilingual 2,6%. Dari dolcumen yang terpilih, data diidentifikasi dengan menggunakan content analysis. Jenis data yang dianalisis adalah kata-kata, Jc.a.limat, paragreph, bagian atau bab dari suatu dolrumen rertulis (Borg et aL 1989 dan Henderson 1991 ).
lnformasi dikumpulkan baik berdasarkan manifP..,I" 11UtJ.1pun Iate11t
comem" dari sumber data (Fraenkel et al. 1996). Proses oonteot analysis ini dijelaskan lebih lanjut pada sub-bab berikut ini. C. Cooleut Analysis
Content analysis adalah teknik penelitian yang digunakan untek menganalis\a dok11men-dok11men tertuhs seperti leporan, surat, transkrip wawancars, dan beotuk-bentuk tcrtulis lainnya (Henderson 1991 du Krippeodorf ., .\lamfell .,,,,, .. , adolalo ...,
64
1980) Teknik penelitian ini dapat berupa teknik kuantitatif yang sistematis dan dapat direplikasi yang digunaka11 untuk 1111:11jeh111lcan atau memahami konsep yang
sedang dipelajari (Riffe et al. 1998). Teknik ini memungki11ka11 peneliti untuk mempelajaci perilalw manusia secara tidak langsung melalui analisis cara mereka berkomunikasi (Fraenkel
et al.
1996).
Jenis data yang dikumpulkan untuk teknik analisis ini adalah kata, kalimar, paragraph, sub-bagian, bagian dan buku (Borg et al 1989, Henderson 1991). Dari data terseout ada dua jenis content yans dlanalisis yaitu munife:,;t dan latent content (Fraenkel et al. 1996) Dalam melakukan analisis manifest content, sumber data diidemifilasi berdasarkan arti yang dapat dipahami secara langsung tanpa ada iofcrensi. Sedangkan dalam melakukan analisis laten: content, dilakukan inferensi terhadap S11mber data yang dilihat berdawkan komposisi, maner dan ordemya Teknik analisis ini mcmiliki kelebihan karena sifatnya yang u11obf1usive (tidak langsung clan tidak mengganggu obyek yang diteliri), ekonomis. dapat
direplikasi serta tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Namun demikian kelemahan dari metodc ini diantar411ya adalah sumbcr data yang tcrdolwmentasi rerbatas, dan sulit menentukan validitas jika ada ketidaksepakatan antar penguji (Fraenkel
el
al.
1996; Pratiwi 2000).
Ada 13 (tiga belas) tabapalllprosedur dalam melakukan content analysis. Adapun tahapan tersebut adalah identifikasi permasalahanpenelitian, review teori dan penelitian sebelumnya, meneotukan fokus penelitian, mende6ni~ikan isi
dokumen yang relevaa, buat desaia yang lebih a~fik, membuat tabel contoh, merobangu11 protokol
untuk pe11gk.odeao, spesilib~i pupula~.
spesifikasi
kerangka sample. melakukan analisis percobaan, proses data dan laporkan basil (Borge/ al 1989; Riffe et al. 1998; Fraenkel et al. 1996, clan ¥.rippendorff 1980)
D. Reliabilitas Data dalam Content Analysis
Ada tiga jenis reliabilitas'" dalant melakukan content analysis, yaitu stabititas, pengulangan, dan akurasi (Babbie 1998; Kripendorf 1980) Stabilita.s
" R•loibilitu odaloll '"'lsh )"U18 n"'lidul<'7l bohap ~ ...,.. amhlislpeo~ "'"""'•• (dilo~cmahkmdon Rll
)"'ll
Y&ni d>l>l:ubn n""""'1kan hasil
65
adalah suatu tahap dimana proses ~pulan data bcrubab dari wakui ke
waktu. Penguiangan (reproducibility)adalab tahap dimana proses pengumpulan data dapat dibt.1at ulang dengan kondisi dan observer atau penilai (rarer) yang berbeda. Akurasi ialah tahap dimana proses peogampulan data scseai dengan standard umum yang sudah diketalan atau berkembang sesuai dengan yang diinginkan Perbedaan ketiga jenis desain test reliabilitas ini dapat dilihat pada
Tabet 5. Untuk penelitian ini
akan
digunakan test-test dcsain
Dalam test-test design, nilai realiabilitas ditentukan dengan mcnggunakan
'11u: Ilolsti formula (Kiah 1976) Adapun rum.us Tbe Holsu formula tersebut adalah sebagai berikut ·
R=
2(C I 2)
dimana,
Ci 1C2
R
=
2
= jumlah observer atau penilai (du.a arau lebih)
nilai reliabililas (//re reliubility rate)
C I, 2 =jumlah variabel yang disepakati oleh kedua. penilai Cl +C2= Jumlah semua variabel yang dinilai Nilai reliabilitas dalam penelitian 80"/o seb•gai minimum level yang diterima dari kesepakaran anrar raters (Riffe
el
al. 1998).
Nilai reliabiktas ini juga dapat
digunakan untuk m<:ngcvaluaiifa« validity66 data )'MS dikumpulkan. Table 5 Reliabilita.~ data dalam oonten: ~s kms Reliabilitas Stab1lltas
Desain Reliabilims 'Jest-retest
Uji
koosjstmsi
lebagiii
observer
(Jntm<Jbserver IJ1<'0Mis1~1101e:) Pengulangan
Test-fest
Konsis!eosi sebagai ob.'lervet (Jrrcra- Culcup obserler moonslSlencies) clan Jrescpakatan an.tar observer (inrer obnrwrdUogruments)
Akurasa
Test-standard
Konsisteasi sehagai oh•erver (Infra- Kuat observer mconruten.cies} dan kcsepakatm aJdar observer (inler
oMUYer disogrcemen#) dan --~~--· -· .. rys141mancdevtatums-/him a n&nn Sumber; Bahbte 1998; .Krippettdodf 1980
'° Fo"
}.'(1.~duy c.au ltlgsu] YO.tdl~ inensg;avtzlce: ....,._ ~
-"'""""""""m.1".-...., ,.,.......,,~~~-
t.oftda11 ~ )'Jl8 ~ (Ba'b~i<1991! B3, l'ro)
diwnm.ll'iebagaJ
66
Uji reliabilitas dalam peneljtian ini dilakukao pada 2 analisis y~ sebagian besar data dan informasinya menggunakan data selcunder berupa
dokumen tertulis, Kedua analisis tersebut ialah analisis kebijakan dan analisis kriteria kecukupan ekowisata Dlllam analisis kebijakan, uji reliabilnas dilakukan pada 3 dokumen dan 47 dokumen kebijalcan yang dianalisis untui: kebijakan pengurusan hutan di Taman Nasional. Ketiga doku1ncn ini dipilih mewakili batasan hirarki kebijakan yang dianalisis dalam penelitian mi: a UU No. 5/1990 tentang Konservasi Keanekaragamsn Sumberdaya Hayati berserta ekosistemnya; b. Keppres No. 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; clan c. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor . 32/Kpts-IIf200l Tentang : Kriteria Dan Standar Pengukuhan Kawasan Hutan Sed<1ngk.an untuk aualisis kriteria keeukupan ekowisata, dari 3& dokumen yang digunakan dalam anelisis, tiga dokumen dipilih untuk diuji. Ketiga dokumen
tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan kesamaan dan kecukupan substansi yang disajikan dalam dokumen, ditulis oleh penulis yang berbeda, dokumen yang dipubhkasikan dengan remang waktu publikasi antara 1998-2007; dan mewakili bahasa dari dokumen yang dianalisis yaitu bahasa Indonesia dan Inasns. Adapun dokumcn yang tcrpilih ialah: I. Hanono, T. 1999. Ringbsan Pengalaman Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat Lokal, Tainan Nasional Gunung Halimun, Jawa Barat. dalam Sudorto, G. 1999 Ekowisata; Wahana Pelestarian Alam, Pengcmbangan Ekonomi Berkelaniutan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bekasi: Yayasan
Kalpataru Bahari. Hal 78-84. 2. Hasibuan, G
2003. Pengembangan Ekowisata di 1NGH
Lokaknrya.
Pengembaugan Model Peogelolaan Taman Nasioml Gunung Halimun, Hotel Kinasih, Caringin - Begor 18-19 Februari, 2003. Dept. Kehutanan dan BCP, fl CA
3. Sproule, KW, A.S. Suhiindi 1998. Guidelines fur Community-Based Ecoteunsrn Programs: Lessons From Indonesia. Dalam Lindberg, K. M.R
67
Wood, D Eng)edrum (editors). 1998. Eootounsm: A Guide for Planners and
Managers. Volume 2. Nonh Bennington, Vermont: The Ecotourism Society Dokumen yang digunakan dalam uji reliabilitas dinilai oleh tiga penilai atau observer yang tcrdiri dari penilai utama dan dua penilai pembanding Pcnilai utarna ialah peaeliti sendiri sedangkan penilai pernbanding dipilih berdasarkan dua lcriteri.a. Kedua laiteria tersebut ialah I) penitai harus mempunyai latar belakang pendidikan dan/atau pengalaman bekerja dibidang ekowisata dan!atau pengelolaan sumberdaya alam, dan 2) penilai minimal berpendidikan sarjana dan memiliki kemampuan berbahasa Indonesia dan Inggris yang baik, Penilaian dolcumen dilalrokan dengan menggunakan tabel anali:li8 dan
protokol pengkodean yaog sudah dibangun peneliti. Untuk uji reliabilitas sample dokumen yang digunakan pada analisis kebijakan tabel analisis di&ajikan pada. Lampiran 5. Sedangkan tabel yang digunaken 1111ruk aji reliabilita.s pada analisis kriteria kecukupan ekowisata disajikan pada Lampiran 6 Berdasarkan hasil perbandingan penilaian dengan kedua penilai tersebut, diperoleh rata-rata persentase hasil tes reliabilitas unruk. dokumen yang digunakan pada analisis kebijakan adalah •
rata-ruta perseetase k~pakatan anW'll pcncliti (R) dengan pcnilai pertama (RI) adalah 86,lo/o;
• rara-rara persentase kesepakaten antara antara peneliti {R) dengan penilai kedua (R2) adalah 87,5%,
• rata-rata persentase kesepakatan antara antara penila.i pertama (RI) dengan penilai kedua (R2) adalah 84,7",1,,; hasil perhitungan rara-rata dari ketiga. penilaieu tersebut ialah 86, l %. Hasil
pcnilaian disajikan pade Tabet 6, 7. dan 8 berikut ini. Tabet 6 Tes reliabihtas dokemen kebijak11n antara R·Rl
Dokumen I Dokumen2 Dokumen3 Rata-tata
Variabel
Variabel Tidal<
Di.sepabti 20 21
Disepakat1 4 3
21
3
Jwnlah
%
24 24 24
83,3 87,5
87 ~ 86,1
68
Tabet 7 Tes reliabilitas dob.unenkebijakan antara R-R2 Variabel
Variabd Tidak
Discpa!:ali
Disp kari
Jurnlah
%
Dokumea I
20
4
24
Dokurnen 2
22
2
24
83,3 91.7
Dokumca 3
21
3
24
87,5
87,5
Tabel 8 Tes reliabilitas dokumen kebijakan antaraRl-R2
Dokumenl Dokumen2 Ool
Variabcl
Vanabel Tidak
Di?P"M
Disepakati
20 22 19
4 2
s
Jumlah
%
24
83,3 91,7
24 24
Rata-tata
79,2 84 7
Catatali· R l= pellilal I; R2= penjlai 2
S edangkan untuk dokumea yang digunakan pada aoali sis ekowisata rata-rata
persentase basil tes reliabilitas adalab •
82, I% untuk kesepakatan a.man peneliti (R) dengan penilai pertama (R 1 );
•
85,9% untuk kesepakatan aotara peneliti (R) dengan penilai kedua (R2), clan
•
80,8% untuk kesepakatan
80Wll
penilai pereame (RI) dengan penilai
kedua (R2). Hasil perhitungan rara-rata dari lcetiga penilaian tersebut ialab 82,9% Hasil peailaian disajikan pada Tabel 9, 10, clan 11 berikut iai.
Tabet 9 Tes reliabilitas dokumen ekowisata antara Jl-Rl Vanabel
Variabel Tidak
Duepakati
Disepakau
Dokumen I Dukulllal 2
21
5 4
Dokumen3
21
~~~~-
22
s
Jwnlah
%
26 26 26
80,8 84,6 80 8 82,1
Cil813.n. R= pcneliti; RI= pcailai J
69
Tabel 10 Tes reliabilitas dokumen ekowisata antara R-R2
Pokumcn I Dolcumen ?.
Vanabel
Vanabel T1dak
Disepakan 23
Disepskati
2?
4
22
4
Dokumcn3
3
Jumlah
%
26 26 26
33,S 84,6 84,6 85.9
Rata-tata C.tatan: R- peneliti; R2- penilai 2
Tabel 11 Tes reliabilitas dokumen ekowisata antara K 1-R2 Vanabel Disepalcati
Dokumen I Dokumen2 Dokumeo3
Variabel Tidalc
Jwnlah
%
26
80,8
26 26
80,8 80 8 80 8
Disepalcati
21 21 21
Catatm: RI• penilai I. R2• penilai 2
l.2.3 Validitas Data
Validitas adalah istilah yang digunakan untuk menielaskan ukuran yang secara akurat menggambarkan konsep yang niteliti (Babbie IC/98· 133). Dalam penelitian kualitntif, menurut Nwasiln.b (2002: 169), validitas adalah kebenaran dan kejujuraJI sebuah deskripsi, kesimputan, penjelasan, taflilran, dan segala jenis laporan. Dalam konteks ini, va.lidiw merupakan tujuan bukan hasil dari penclitian. Validitas penelitian dilihat dari bagaimana proses peneliti untuk mendapatkan data dan infonnasi. Uotuk menjaga validitas penelitiannya, mgas peneliti adalah menyajikan bukti dan laadasan yang kuat. Ada empat aspek vdiditwi yang perl.u diP"'"hllti~anpeneliri, yaitu: nilai
kebenaran, penerapan, konsisiensi dan kenesralen (Alwasilah 2002: 169). Aspek validita~
dalam
penelitian
kualitatif
adalalr
kredibilitas
(cre.dihility),
transferabihtas (transferability), kehandalan (depe'1dability i reliability), dan
terkulruhka.n (c01ifirmability) Uji validirss dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan
menggunakan 14 tcknik (Alwasilah 2002175-185)
Keempat belas telcoik
tersebut yaitu: I) pendekatan modus operandi; 2) mencari bukti yang menyimpang den lca~s negatif; 3) triangulasi; 4) feedback; 5) member checks; 6) data yang melimpah (rich data); 7) quasi-statistics; 8) perbandingan; 9) audit; 10) observasi
'J\)
jangka panjang; l\) partisipatori, 12) bias peneliti, 13) jurnal refleksi;
dan 14}
decision trait
Dalam penelitian ini, 11 ntuk. memenuhi keempat aspek validitas, digunakan empat tcknik uji validitas Keernpat tcknik uji validitas tersebut ialab/ace validuy,
triangulasi, feedback. dan rich data. Teknik face validity digunakan untuk data yang diperoleb dari dokumen cleugao
content
analysis. Sedangk.an tiga teknik
lainnya yaitu teknik triangulasi,feedhacl, dan rich data digunakan untuk validasi
bai k data primer mau pu n sekunder.
Face validity atau logical
o;ahdity menggambarkan ukuran berdasarkan
kondisi empiris yang dapet diterima sebagai pcmahaman umum dan pcmahaman individu rerhadap konsep yang diteliti (Babbie 1998: 133, 170). Menurut Riffe er ai ( 1998), face validity ada!ah kriteria minimum yang harus dipenu hi. Validhas ini da9at ditets.pkan jikn intersuhjective agreement antar penilai cukup tinggi atau
diatas minimum level agreement, yaitu 80"/o. Untuk melakukan uji face validity dapat digunakan basil perhrnmgan
tes reliabilitas sebagai tolok ukur. Pada
penelitian ini, tes inter-rater reliabilitas dengan dua penilai lain diperoleh rata-rata nilai imersubjective agreement sebesar 86, I% untuk dokumen kebijakan dan
82,9% untuk dokumen yang berkaitan dengan ekowisata. Nilai ini secara tidak langsung menunjukan nilai uji
face
Wllidity data. Untuk itu dapat disimpulkan
bahwa beedasarkan uji face validitas data dalam peneleian ini dianggap cukup
valid. T riangulasi merupabn yang dikumpulkan
dalam
telcnil: uji validitas dimana data dan informasi penelitian
menggunakan
metode
)'atll! berbeda
(Alwasilah 2002) arau dari tiga sisi (Sirorus 1998). Pengumpulan data dengan metode dari tiga sisi meourut Sitorus (1998) ialah: I) data dan informasi diperoleh melalui pengumpulan
data primer basil observasi lapangan dan penyebaran
kuesioner; 2) dara dan informasi diperoleh melalui studi literarur, dan 3) data dan
informasi diperoleh berdasarkan metode analisis data yang telah dipilih oleh peneliti.
Penggunaan
ketiga metode ini diharopkan dapat
saling menutupi
kelemahan dan melengkap! data I infurmasi yang dibutubkan sehingga da!am menangkap realitas masalah 01eojadi lebih dapar diandalkanlvalid (Alwasilah 2002; Sitorus 1998). Syarat metode yang digunakan: tidak memiliki bias yang
71
sama dan tidak digunakan dengan tujuan mendulrung kesimpulan yang sodah ada, Pada penelitian ini, teknik triangulasi diterapkan dengan menggunakan metode survei, observasi, dan wawancara untuk pengumpulan data primer. Sedangkan metode contem analysis digunakan umuk mengumpulkan data sekunder. Sesuai dengan syarat yang ditetapkan dalam metode triangulasi, keempat metode
pengurnpulan data dipilih karena memiliki bias yang berbeda Perbedaan bias rersebut diuraikan sebagai berikut:
a survai merupakan teknik yang digunakan untuk mcngukur eksistensi, distribusi dan hubongan antara fenomena yang menjadi perhatian peneliti (Alwasdah 2002). Kelemahan metode ini ieleh minat respondeu dalam
mengisi lruesioner yang diberikan, b. observasi merupakan teknik pengumpulan data yang memungkinkan peneliti
untuk menank kesimpulan dari sudut pandang responden yang tidak terucapkan (Alwasilah 2002) Misalll}'a dari ekspres~ gestur tubuh lcetika berbicara atau lntonasi. Kelemahan metode observasi adalah tergantung pada ketepatan memilih wakru dan soasana serta kepercayaan yang dap11t dibangun antara peneliti d.an responden: c wawancara at.au interviu digunakan untuk mengumpulkan data yang lebih mendalam yang tidak dapat diperoleh melalui ruetode survai maupuu obseevasi (Alwasilah 2002) Kelemahan metode ini adalah kesiapan peneliti dalam membuat dafhc pertanyaan berikut penjelasannya jika diperlukan. Dh;i8i lain, kejujwltll respollde11 juga sangat menentukan biu tidak:nya data yang diperoleh: dan d. content a11al]<5is merupakan teknik pengumpulao data sekunder melalui analisis dokumen (Henderson 1991; Kripendorf 1980). Kelebihan teknik ini
ialah tidak: terikat ruang dan waktu, tidak mengganggu obyek yang diteliti, dan dapat direplikasi. Kelemaban ceknilr. ini sumber data yang terbatas dan sulit menentukaa kesepakatan antar penilai (Fraenkel el al 1996).
Teknik feedback n1enipakan cara dimana peneliti rneminta masukan, saran, kritik, dan h>mentar dari orang lain (t\lwasilah 2002)
Teknik ini
digunakan untuk mengidentifikasi bias, asumsi dan kelemaban logika penelitian. Pada penelitian ini telmilc feedback digunakan dengan melakukan verifikasi
72
informasi kepada aarasumber serta meminta maa11kan, saran, kritik, dan komentar melalul kegiatan seminar ataupun forum diskusi terbatas dengan lllllhasiswa
danlatau peneliti lainnya. Teknik Rich Data atau data yang melimpah merujuk pada data yang
leogkap dan rinci yang diperoleh dari berbagai sember (Alwasilah 2002}. Fungsi data dalam 1ekni k ini adalah umuk meinperlcaya clan menguatkan interpretasi
terhadap fenomena penelitian. Tcknik Triangulasi dan Feedback secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan data yang melimpah bagi penelittan in\. 3.2.4 Metode Analisis
Ada tiga analisis pokok yang dilalmkan <Warn penelitian ini Pertama ialah aaalisis konflik deogan menggunakan metode pernetaan konflik67 yang dianggap relevan dengan tujuao studi ini. Kedua ialah analisis institusi pengurusan lwtan dao institusi eknwisata yang dibiknlnm melelui tiga sub-analisis yaitu analisis
stakeholders, analisis kebotuhan, dan analisis kebijakan (asumsi) Ketiga, untuk menguji kelayakan penggunaan konsep ekowisata dilakukan analisis kriteria kecukupan ekowisata. Berikut uraian dan tahapan masing-masing inetode analisis
tersebut. 3.2.4.1 Anali:sis Pemetaao Konftik Analisis pemetaaa konflik adalah sualll aaalisis yang digunakan untuk menggamharlcan konflik secara gratis, meoghubungltan pihak-plhek dengan masalah dan dengan pibak Jainnya. Analisis ini digunaka.n pada awal unruk memabeni sejarah kollflik, atau lkbir proses konflik untuk menyusun strategi (Wulan et al: 2004 dan Fisher et al 2001). Tujuan analisis dalam penelitian ini ialah untuk memahami sitoasi, mengidenrifikasi lronflik dan apa yang sudah
dilakukan. Selaiu itu uotul menjelaskau chm mem.abami pandangan-pandangan yang berbeda tent.ang sei arah konfilk. hubungan antar pi.bak yang berkonflik, dan mengevaluasi apa yang sudah dilakulcan oleh masing-masing pihak .
•
-------." 9
°""""' ..,.i;,,,
k"""
AIWoti 'Rt.WVl8 R.,mN'.
73
Definisi Konfiik Pengenian konflik dapat dilihar dari tiga definisi berikut ini: •
Konflik adalah hubungan amara dua pibak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki, atau merasa memiliki, sejalan (Fisher er a!. 2001 );
sasar811·S&:,M1111 yang
tidak
• Konflik adalah soatu situasi yang menunjukan adanya praktik-praktik penghilangan hak seseoraog atau lebih dan atau kelowpok alas suatu benda atau keduduka.n (Malik et al. 2003); •
Kontlik adalah gejala yang terlihat di permukaan dari suatu transformasi modal sosial masyarakat yang tumbuh (Kartodiharjo dan Jhamtani 2006)
ditengah-tengah
masyarakat
Tah.\po.n Anallsis Tahapan analisis konflik yang dilakukan dalam penelitian ini disusun berdasarlcan tahapan analisis pemetaan konflik dalam Wulan et al. (2004) d«n
Fisher et al. (200 I) Berikut ini tahapan analisis pemetaan kontlik tersebut : I) menentukan siapa piha.k-pihak utama dalam knntlik; 2) mengideotifikasi piha.kpihak lain yang terlibat atau betkaitan densan konflik; 3) mengllJ'lltlisis hubungan
di antara semua pihak (aliaosi~ konfrontasi, s1ruk1ural; dll); 4) mengidentllikasi isu-isu pokok di antara pibak-pihak; dan 5) menganali~i~ apakah ada IJ.Jbungan yang mempunyai peluang untuk mengatasi konflik. 3.2.4.2 Analisis Justitusi A. Analisg Slakeholden
Analisis stakeholders adalah t.eknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi tokoh, kelompck atau institusi kunci yang berpengaruh terhadap sukses tidaknya suatu program (MSH dan UNICEF 1998; ODA 1995) Tujuan dari analisis ini diantw:anya membantu peneliti untuk mengidentifikasi para pihak yang relevan; memahami sifat hubuogannya; mengidemifikasi potensi ketjasame.
yang mungkin dapat dibangun; dan iicbagai dasar penyusunan penyele:iaian konflik (Maryono et al. 200S; UNICEF 1998; ODA 1995).
strategi
74
Detinisi Stakeholder.; Istilah staxebojders
atau parapilLak sudah baoyak digunakan
hubungannya deogan proses pengambilan keputusan
Pengenian
dalam
stakeholders
tidak sarna dengan publik karena publik meogandung arti semua warga negara umum yang bukan pernerintah (Dilar.u 2005.902). Sedangkan stakeholders mengandung semua pihak, termasak instansi pemerintah didalarnnya, yang terkait dengan persoalan atau rencana terteutu (Maryono ct al. 2005·52).
Mcnurut
Healey (1997 dalam Ladkio dan Benmnioi 2002) secara umum konsep stakeholder meoggambarkan antara yang vokal vs yang tidak rnampu bersuara, yang memiliki kekuatan versus pihak yang lemah, tokoh elit politik versus
masyarakat umuru Stakeholders, menurut Malyono et al. (2005:48), bukan haoya Jcumpulan para pihak t&pi "pelaku yang memililci kewenangan dan kepentingan dalam Dick (1997) dan Freeman (1984 dala.m
pengambilan keputusan", S~
Maryono et al. 2005) mendeskripsibn stakeholders sebagai "kelompok atau
individu yang dapat mempengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu".
Gray ( 1985 dalam Ladkio & Bertramini 2002) menyebutkan
bahwa stakeholders adalah siapapun yang mempunye.i hak dan kemarnpuan untuk berpartisipasi karena terkena dampak oleh aJcsi yang dilakukan oleh stakeholder lainnya
Perlunya
stakeholder
mcmiliki kemampuan berpartisipasi kernbali
ditekankan oleh Ladkin dan Berttamini
(2002).
Lebih jauh Overseas
Developmen: Atfmini.watirm - Of>A (dalam Maryooo et al. 1995) menegaskan bahwa stakeholder dapat individu, 1relompok atau lcmbaga. Berdasarkan uraian diatas, maka definisi stakeholder yaag digunakan dalam penelitian ini ialah: semua pihak. baik masyarakat maupun lembagll pemerintah, yang mempunyai hak, lremampu•n, keweeangan, dan kepentingan untuk berpartisipasi, termasuk dalam pengambilao keputusan,
dampak oleh aksi yang dilakukan oleh stakeholder lainnya, merupakan sebelumnya.
gabungan
dari
le~
stakeholder
karena terkena Definisi ini
yang dikemukakan
75
Kategorisasi Stakeholders Menurut Freeman (1984) dan Grimble dan Wellard (1996), keduaoya dalam Maryono et al. 2005, stakeholders dapat diidentifikasikan berdasarkan kepentingan, kekuatan/ pengarub terhadap keputusan. ca111 kcrja, asal usul sosial dan relasi amar stakeholders. Berdasarkan karakteristik: ini stakeholders dibagi menjadi 3 kategori yaitu stakeholder utama (primer), pendukung (sekunder), dan kunci (ODA dalam Maryono ct al. 2005). Adapun peojelasan mengenai ke-3 kategori tersebut ialah (Maryono et al 200.5); l. Stakeholders utama (primer) : merupakaa stakeholders yang terlcen.a dampak langsung baik positif maupun negatif oleh sua1u rencana atau proyek serta
mempunyai. kait~n kepentingan
langsung dengan
kegiatan
tersebut.
Stakeholders kategori ini karenanya harus ditempatkan sebagai penentu Ulama dalam pengambilan keputusan Contoh: masyarakat lokal, tokoh masyarakat. 2. Stakeholders pendukung (sekunder) : merupakaa stakeholders yang tidak memiliki kepentingan langsung terhadap proyek tapi memiliki kepedulian. Mereka dapat menjadi intermediaries atau fasilitator dalam proses dan cukup berpengaruh terhadap pengambilan kepumsan, Conteh LSM, p~ruan
tinggi, penetiti. 3. Stakeholders Jrunci . merupakan stakeholders yang memiliki kewenangan legal dalam hal peagambilan keputusan. Contoh. pemerintah dan DPR Taht,p1m Analisis Stakeholders
Berikut tahapen analisis stakeholder: 1. ldmtifikasi isu atau persoalan yang ingio diselesaikan dao menetapkan batasan lokasi; 2
Membuat tabel identifikasi yang terdiri dari kolom yang berisi. a) daftar stak.eholder . sumber data yang dapat digunakan untuk membuat list stakeholders diantaranya; dattar keanggotaan; kelwliran dalam konsultasi publik sebelumnya; pengamatan; berbagai sumber masyarolcat; dan hasil
survai (Maryono et al 2005).
76
b) dampak kegiatan terhadap stakeholder : parameter yang dapat digunakan diaataranya : Jangsung, tidak langsung atau tidak tahu (Dick l997;0DA 1995 dalam Maryono et al. 2005). c) kepentingan . kepentingan dapat diidentifikasi diantaranya melalui apa yang dihacapkan atau manfaat yang dapat diperoleb stakeholder (ODA 1995 dalam Maryono eta/. 200.5). d) pengaruh stakeholder terhadap sukscs tidaknya kegiatan yang diukur
dengan menggunakan parameter berikut ini (Dick I 997)· tinggi (jika stakeholder punya kemampuan memveto keputusan), sedang (jika pengan1h stakeholder masib dapat ditangani melalui negosiasi), dan kecil (jika s\akcholder tidak memiliki kemampuan untuk mempeogaruhi
pencapaian rujuan). e) estimasi mengenai perilaku stalceholder terhadap program yang diusulkan dengan range estimasi mulai dari meadubmg sampai tidak mendukung atau oposisi (Dick 1997). 3. Hasil analisis stakeholders berupa strategi pelibatan stakeholder dengan menentukan tipe partisipMi yang sesuai. Dick (1997) merekomendasikan bemuk partisipasi mulai dari dilibatkan cukup hanya sebagai infonnan, dikonsuhasi. langsung tedihat dalam pengambilan keputusan, dan/11tau diposisikan sebagai mitra kerja Strat<:gi ini dapat diternpatkaa pada kolom terekhir dalam tabel analisis stakeholders
K.eterwakibndalam Analisis Stalceholder Masalah keterwakilan dalam analisls stakeholder sangat pennng. Hal ini sering menjadi alasan bagi beberapa pihak untuk mempertanyakan masalah sah tidalmya proses yang sudah dilakukan, Untuk menghindari hat tasebut, Maryono et al (2005) menyarankan bebcrapa 1elwik menjaga keterwak.ilan yang dapat digunakan diantaranya · a) mempelajari jumlah anggota kelompok yang hams diwakili melalui daftar keanggotaan; b) mengidentifikasi jumlah orang yang hadir mewakili pada ko11.~ultasi publik; c) mempelajari proses perwakilan yang umumnya berlaku dalarn masyUTakat;
77
d) mengamati bagaimana keaogg«aan ~
kehadiran bertahsn dalarn raogcaian
pertemuan; e) menggunakan prosedur peogambilan keputusan yang deraokratis, transparan dan terbuka; I) memperbatikan dan mend.olaunentasikan surat menyurat yang disampaikan oleb masyarakat; g) memperhatikan komemar dan lreberatan yang disampaikan pada berbagai
media, dan h) mempertirnbangkan hasil survai Disisi lain, Ladkin dan Bertramini (2002) menyebutkan ada empat faktor
yang perlu diperhatikan dalam mengidentifikasi siapa saja yang menjadi stakeholders. Keempat faktor terseblrt ialah kekuatan ekonomi dan politik; keterlcaitannyadengan klaim yang dia.jukan; penting tidalmya klaim; dan kemauan
wnuk dilibatkan B. Aoalisis Kebijakart (Artalisis Aswn.si) Analisis kebijakan adalah aktivitas untuk dapat rnemahami proses kebijakan melalui penelitian terhadap sebab, akibat dan kinerja kebijakan dan program publik (Dunn 2003: I). Ada lima prosedur yaog digunalcan dalam analisis kebijakan yahu (DWUJ 2003: 21): I) perumusan masatah (defintsi): meogbasilkan informasi mengenai lrondi!ti-
kondisi yang meoimbulkan mualah kebijakan.; 2) peramalan (prediksi) memberikan inbmasi meugenai konsekuensi di rnasa mendatang dari penerapan altematifk.el>ijakan; 3) rekomendasi (preskripsi)
menyedialcan informasi mengenai nilai atau
kcgunaan rclatif dari konselweosi di masa mendatang dari pemecahan
masalah; 4) pemantauan (deskripsi) mengbasilkan informasi
tentang konsekuensi
sckarang dan IJU1Sa lalu dari diteraplcannya altc:matifkebijakan; dan 5) evaluasi : menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari konsekuensi pemecahan atau peogatasan masa!ah.
Sesaai dengan tujuan paiclitian untult memabami dan mengidentifikasi somber pennasalaban yang menimbulkm konflik maka perumusan masalah
7S
adalah prosedur analisis kebijakan yang digunakan dalam penelitian ini Mengacu pada delapan teknik perumusan masalabq menurut William Dunn (2003). analisis asumsi merupakan teknik yang dianggap paling relevan dengan tujuan studi
Teknik ini merupakan satu-satunya teknik perumusan masaiah yang menggunakan konflik sebagai kriteria kinerja kebijakan menganalisis
Seard eksplisit analisis asumsi
gambaran positif maupun regarif dari lconflik dan lmmitmen.
Konflik digunalcnn untuk menunjukan keoeradaan asumsi yang bertemangan dengan kebijakan yang dibuat. Di sisi lain, komitmen digunakan sebagai bukti untuk mendukung pokok pan
asumsi para pi hale 3) meropertentangkan
asµms1·
membandingkan
dan meogevaluasi
asumsi-
asumsi. Asumsi diuj i untuk meoentukan kemungk inan untuk dipakai sebagai landasan bagi konseptualisasi baru terbadap masalah dan solusinya secara IID)nycluruh. 4) mengelompo!dcan asumsi : cfJSinj a.swnsi-asumsi (lel>ih dart rekomendasi)
dsrrutkan berdasarkan prioritaskan asumsi-asum si dari segi kepastian dan kepentingannya bagi para. pclaku kebijalwt yang bcrbcda. 5) sintesis asurnsi : suatu saruan gahnng:an asumsi yang diterima dapat menjadi basis umuk menciptakan lronsep1Ualiasi baru dari masalah Ketika ise-isu seputar konseptualisasi masabh dan poteasi pemecahannya telah meneapai titik ii.ti, aktiviras-aktivitas
dari para pembuat kebijakan dap..i. ml!Cljadi
kooperatif dan secara kumulatif produktif Secara praktikal, analisis smmsi dilakukan oleh Dewar et al. (1993 dan 1996). Dalam studi tersebul, aoalisis asumsi atau assumption based planning
" Dd.Apaa tek.JU an.tli~$ pet\lftl1$tD Dl2AIM ~ .._ ~- tndisia kluitibsi, antb''' hinrb.~u. bra1x1tam:Jn.g, timlJSUpcrspcktif~ amlitis HlMSi,daa p::mc::taaft uprn__, (Dun112001 l.4'7.a77).
79
(ABP) digunakan untuk m~-.luasi (Anny's
Amerikan
meng:identifikasi
Force
kineija organisasi angkatan bersenjatadi
XV}.
asumsi-asemsi
Tujuan
dari
ABP
diantaranya
untuk
yang dapat menjadi landasan bagi sebuah
organisasi u ntuk me 01perbaiki rencana maupun ptognun kerjanya (DeW& et al. 1993).
Dalam pemyataan
literature
tersebut
dijelaskan
bahwa
asums1 adalah
rnengenai karakteristik dari rnasa depan yang
scbuah
dihasilkan atau
berdasarkan pada perencanaan atau pelaksanaan organica~i SllAl: ini (diterjemahkan dari Dewar cl al. 1993:5). Pemyntaan tersebut dapat berupa &ha atau pcnilaian Asumsi jugs dapat bersifat deskriptif, evaluaiif, prediksi, atau penjelasan yang dinyatakan secara eksplisit ataupun implisit. Asumsi dimana asumsi
dapat diidcntifil::asi
dari beibagai sumber. Salah satu cont.oh
dapat diperoleh secara eksplisit ialah dari dolrumen arahan
(guidP.linP.) dari organisasi yang membawahi organisui Jaionya. Selain itu, asumsi jugo d:ipat diperolob dcngan
(l&rl
W&wancara, danlatau catatan proses pertemuan
(Dewar et al. 1993).
Dari becbagai
sumber ioformasi
tersebut, Dewar et al. (1993)
menyarankan untuk mengidcntifikasi hanya asumsi yang penting saja Untuk dapat dikalegorikan penting, asumsi harus merupalwi pecnyataan yang dapat membawa kepada penibdia.n yang lebih baik, Salah satu contoh asumsi yang penting tersebct adalah bagaim!llt4 tugas dau kewajiban dibagi dalam sebuah
organbiasi (Dewar et al 1993).
Ada lima tahap dalam mebkubn ABP (Dewar et al. 1993; 1996). Pertama ialah mengidentifikasi asumsi . .Kedua mengidentifik.asi asumsi yang rapuh/tidalc kuet (l'llfnerable). Keti11a adalab menentukan peristiwa yang dapat menjadi
indikasi perubahan dari asumsi yang lemah. Dalarn literatur, tahap ini disebut signp<ms. Tahap keempot ialah shaping ocuon atau langlcah-langkAh yang perlu
dilakukan organisasl untuk mengontrol asumsi-asurnsi yang lemah. Tah.ap terakhir adalah
hedging oclion atw aksi penguatan program yang di lakukao oleh
orgamsast. Berdasarkan
kedua literatLu: di etas, tahapan
dilakuksn dalam penelitian ini adalab:
analisis
asumsi
yang
80
I) Idcntifibsi pelaku kebijakan Yllll8 terb.it dengan kebijakan penetapan tarnan
nasional dan pengembangan ekowisata di TNGH!S; 2) asumsi peoting diirlentifilwi dari peramran perundangan yang mengatur pembagian peran para
pelaku
dalam
penetapan
taman nasional
dan
peogembangan ekowisata; 3) asurnsi yang diperteerangkan ialah asumsi yang tertulis dalam peraturan pcrundangsn yang sifatnya umum dengan asumsi pelaksanaan pereturan perundangan di lokasi etudi, Sumbet data yang digunakan untuk asumsi yang tertulis ialah dokumen peraturan penmdangan dengan hirarki peraturan perundangan yang dapat diacu olch semua lokasi. Sedangkan sumber data untuk asumsi pelak.sanaan kebijakannya digunakan berasal dari dokumen peraturaa perundangan ternrlis yang dikelusrkan oleh instansi pemerintah daerah dan BTNGH serta dari basil peoeumpulan data primer; 4) kedaa asumsi dikelompok dan dia.nalisis sejwh mana gap antara keduanya; 5) sintesis masalah dirnmuskan berdasarbn fahapan sebelumnya C. Aoalisis Kebutuban
Analisis kebutuban adalah sepenngkat prosedur yang sistematis yang digunakan untuk menentukan prioritas dan pengambilan keputusan scbuah organisasi
atau program dan alokasi sumbecdaya. Pnornas ditentukan
oleh
kebutuhan yang teridentifikasi (Wrtkin & Altschuld 1995 dalam Grayson 2002). Analisis kebutuhan juga dapat dide6nisikan
sebagai suatu proses untuk
mengidetttifibsikan ada tidaknya fak!or, kondisi, sumberdaya dan peluang untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan misi dari sebuah institusi (Upcraft dan Schuh 1996 dalam Grayson 2002). Sementaia sumber lain meoyebutlcan bahwa Analisis kebutuhan (need asse.s.>men{J maupakan
sebuah proses atau cara yang sistematis
umuk mengeksplorasi dan mengidmifkui gap antara kondisi saat ini dan kondisi yang seharusnya (Rouda dan Kusy 1995, Palacios 2003).
Tujuan dill! Manfaat Analisi s Kebutuhan T ujuan dan
manfaat dari aaalisis kebutuban
dalam penelitian
ini
diautaranya untuk mengetahui karakteritik kcsen]angan antara koadisi aktual dan
Rl
kondisi yang dibarapkan (Palacios 2003)
untuk tuj~
Analisis kebutuhan juga dlgunakan
rnendapatkan informasi yang dapat mendulcung atau memilih
berbagai alternatif dalam penga.mbilan keputusan yang sesuai (Grayson 2002).
Definisi Kebutuhan (Need) Menurut Grayson (2002) kebutuhan dapat dilihat sebagai kata benda atau kata kerja. Kebutuhan sebagai kata benda dilihat dari definisi kebutuhan sebagai sesuatu yang dibutuhkan dan hams dipenuhi (Depdikbud 2005:182) Sedangkan kebutuhan sebagai kata kcrja dapat dilihat dari pengertiaa bahwa kcbutuhan aclalah kondisi yang diperlukao atau harus dilakukan untuk mengisl kekosongan tersebut (Grayson 2002). Defutisi lainnya menguraiksn bahwa lr.ebutuhan ialah sebuah gap69 antara kondisi saat ini dan kondisi 9Charusnya (WiO::in & Altscltuld 1995 dalam Grayson 2002) atau suatu lcondisi yang memerlukan masukan untuk bertahan hidupro. K.ebutuhan mcnurut Tcori Ma.slow ada lima. Bcrilrut ini kebutuhan
menurut Maslow dari hirarki yang terendah: psilds, keamanan, kepemilikan dan kasih
sayang,
kepereayaan
diri
dan aktuslisasi
diri,
Brenner (2007)
menganalogikan hirarki kebutuhan Maslow ini kedalam kebutuhan suatu proyek
atau program Menurut Brenner dalam suatu program juga terdapar lima kebun1han yaini sumberdaya, stabilitas, tujuao yang terk.a.it dengsa
program
lainnya, percncanaan yang meyalcinkan; dan pelaksanu.n yang berjahm dengao baik
Hal yang penting dipetbatilcu
dalam ua.lisis lrebutuhan adalah. untuk
mendapatkan inforraesi yang lengkap dan akurat mengcnai kelompok sasaraa yang dik.ehendaki. Data dan informui dapat diperoleh dengan cara meyebarkan
kuesioner, atan melakukan observasi, wawancara. folws grup dan survey (Grayson
2002;
Palacios
2003).
Snl•ngkan
kelompok sasaran diteotukan
berdasarkan kelompok yang memiliki interaksi. Kelompok ini juga menentuken level dari kebutuhan (Grayson 2002): a) Level pertama : adalah kelompok penerim.a jasa;
_. G3' adaathpcrboda.anUlt•... ywngllldiih..W.t. '0
f~
~·
Slunbet: l"lttn~,·wwwft'lertsm~websccr ~d~
~
~·~ .m(Cliii).o.a.:2002) llm:pl 2 Fcbrucy 2001 Jltn 7 40 AM
82
b) Level kedun W.Jah penyedia jasa dan pembuat kEbijakan, dan c) Level ketiga ialah kelompok yang dapat memberikan sumberdaya dan solusi Tahap analisis kebutuhan (Rouda dan Kusy 1995· Grayson 2002): Ada lima tahap analisis kebutuhan yaitu. a) identifikasi para pihak yang terlcait; b) tahap eksplorasi dcngan mcngidentifikasi kondisi aktual saat ini dan kondisi
yaog diinginkan (gap analisis); '
c) identilkasi kondisi yang dibutuhlam para pihak: untuk: menguraagi gap; d) menentukan prioritas dan tingkat kepentingan (1mporla'1ce) berdasarkan efek.l.ifiLas biaya, peluang pelaksanaannya dari s~gi hukum, penerimaan dari stakeholders, kereriibatan dari stakeholders, dan peogaruhnya terhadap pencapaian tujuan keseluruhan; dan e) identifik<1Si sumber permasalshan berdasarkan priontas yang telah disusun. Hal ini penting untuk menentukan aksi yang paling tepat sasaran Mqidcntifikasi
peluang penyelesaiannya· berdasarkan basil investigasi
terhadap sumber permasalahan secara detail, maka peluang penyelesaian akan disusun Hasil
ketiga
sub-analisis
institusi
kemudian
digunakan
untulc
mensintesiskan analisis institusi dcngan mcnggunakan konsep ITS. Konsep ini menyarankan peneliti untuk menganalisis ketelbitan antaia institusi dan politik dari tenure secr1rity, seperti politik akses terhadap sumberdaya, serta lontrol diantam aktor-aktor sosia.lnya. Penimbangan yang diacu oleh alinm ini ialah
proses perubahan lingkungan sel>agai basil darl negosiasi aiau !obi antara aktoraktor sosial yang dapat
memiliki perbedaan-perbedaan
prioritas
dalam
pengelolaan sumberdaya alam, 3.l.4.3 Aaalilli5 .Kriteria Kecnkupan .Ekowillata
Analisis Ekowisata (ecotourism assessmelll) adalah
suatu
prosedur analisis
tcrlladap bwasan wisata yang sudah berjalan yang dapat menghasilkan iafbrmasi yang diperlukan untuk pengelolaan kawasan (Moyini 2006: Lee & Snepenger 1991). Definisi lain menyebutkan bahwa analisis penilaian ekowisata ialah alat
8•J
yang dapat membantu untuk idcntifikasi kawasan wisata prioritas (Lash & Austin 2003). Analisis ekowisata dilakukan umuk beragam tujuan. Misalnya, analisis yang dilakukan oleh Lee and Snepeoger (1991) bertuiuan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam meninglcatlcan kinerja pengelolaan kawasan wisata. Analisis yang dilakukan di Uganda oleh Moyini (2006) bertujuan untuk mendapatkan
garubaran umum perraasalahau ekowisata ditinjau dari aspek
ekonomi, sosial, lingkungan dan teknis. Untulc tujuan yang sama, analisis penilaian kerulrupan elcowisata. juga dilakukan oleh McLaughlin et al. (2002) di Bolivia pada empai Laman nasional yaitu Chalw!Kaa-lya del Gran Chea Nat1011al
Park, Amboro National Park, Chapare!Carraco National Park. dan The Yu11gas Regiom. Dalam penelitian ini, ada dua 11ijuan analisis ekowisata. Pertama ialah unruk mengidentifikasi scjauh. mana konsep ekowisata yang digunabn
di lokasi
studi memeouhi kriteria ideal dalam literatuc dan kebijakan yang ditetapkan oleh institusi yang berwc:oang
Tujuan kedua ialah untuk mengetabui irnplikasi
pengembangan ekowisata dalam lconflilc di lokui studi. Berdasarlca.o kedua tujuan rersebut enalisis ekowisata dalam penelitian ini disebe; siebagai analisis kriteria
kecukupan ekowissta. Mnisj Ekowj531a Definisi ekowisata yang di151Jnakan scbaga\ dasar dalam 1nt1lulJ.lum analisis l:ecukupan ekowisata. Dalam penelitian ini, definisi ekowisata yang digurekan merupakan intisaci dari ballil penelusuran puslaka yan15 disajikan pada Bab 2. Sebagai bagian dari industri wisata, analisl s elcowisata dalarn penelirian ini ditinjau juga dari aspek atau sisi penyedia (supply). Adapun definisi ekowisata yang dimaksud ial.ah: konsep pengembangan dan penyelenggaraan
kegiatan
pariwisata yang memanfaatkan lingkungan dengan tujuan konservasi melalui
pengembangan ekonomi lokal yang meliba&bn partisipesi iliif masyarakat lokal clan penyajian prodek wisata yang beoruAWJ pendidikan dan pembelajaran serta berdampak negatif minimal terbadap lingtmigan
Taha pan hnalisis Kcitecia Kecukypan Eko'Wisata
Berdasarlam studi yang dilakukan oleh Moyini (2006), Lash & Austin (2003), McLaughlin et al. (2002), Lee & Snepenger (1991), analisis kriteria kecukupan ekowisata dapat dilakukao melalui beberapa tahapan Betilwt ini tahapan analisis ekowisata yang dilakukan dalaJn penelitian inr I. melakukan telaah literatur
untuk menentukan falctor daniatau variabel
ekowisata yang akan dianahsis ; 2. menetapkan parameter analisis untuk setiap faktor dan variabel yang diteliti; 3. menentukan target group,
4 mengumpulkan data primer dan sekunder S melakukan analisis data, dan 6. memhandingkan antara kondisi yang ada dengan kondisi ideal menurut kajian litcratur.
Teknik Pengympulan Data Berdasarkan studi yang sudah dilakukan sebelumnya (Moyini 2006; Lash & Austin 2003; Lee & Snepeoger 1991; McLaughlin et al 2002; Moyini 2006), setidaknya ada empat tekmk pengumpulan data yang dapat digunakan dalam
analisis ekowisata Keempat teknik tersebut ialah analisis dokumen, survai, diskusi terfokus atau observasi langl5Ung.
faktor dan Variabel yang diamati
Berdasarkan definisi ekowisata yang dikemukakan sebelumnya, ada Iima falaor yang alcan diteliti dalam analisis kriteria kecukupan ekowisata. Kelima faktor tersebut ialah: (I) tujuan pengelolaan; (2) partislpasi masyarakat, (3)
pengembangan ekonomi lokal; (4) produk wisata;dan (5) Dampak Lingkungan. Faktor pertama, secara ide.al tujuan dari pengembangan ekowisata adalah pemanfaatan sumberdaya alam untuk mcndukung usaha konservasi kawasan dengan melindung dan menjaga keberlanjutan sumbesdaya alam yang merupakan aset atau obyek wisatanya (Ceballos-Lascurain 1996; Wall dan Ross 1998). Ada dua variabel yang digunakan untuk mengidentifikasi tuj1mn pengelolaan yang digunakan dalam pengembaogan ekowisata. Pertama, defioia.i ekowisoto yang
SS
digunakan dalam dokumen-dokumen rcsmi yang dikeluarkan oleh in5tan~i terkait dengan TNUH; dan yang dipaharni stakeholders (masyarakat lokal, LSM pendamping, aparat pemerintah, 1W2Sll1llber seperti akademisi dan peneliri). Kedua, tujuan pengembangan
ekowisata yang tercantum
dalam dokumen-
dokwnen resrni dan yang dipahami stakeholders. Faktor
kedua, partisipas! muyara~t adelah suatu usaha untuk
memberdayakan masyarakat
llgll1 mlllllpu
memobilisasi kapasitas mereka sendiri,
menjadikannya aktor sosial daripada subyek pembangunan yang pasif, mengelota sumberdaya, membuat keputusan, dan mengontrol al-tifitas yang berdampak terhadap mereka (Cernea 1985; Drake 1991). Untuk mengetahui sejauh mans masyarakat dilibatkan dalam kegiatan elcowisata di lokasi studi diperlukan identifikasi level partisipasi keterlibatan masyaralcat. Menurut Perez (1997) serta Kraus dan Allen (1997), ada lima level panisipasi rnasyarakar Berikut ini urutan lcelima level partisipasi tersebut dimulai dari level terendah: berbagi informasi,
proses nominal, konsuhasi, pengambilan kcputusan, dan inisiasi ak:si. Untuk mengidentifikasi level keterlibatan masyarak:at, diperlukan dua parameter lain yaitu· bentuk lcderlibatan dalam lcegiatan ekowisata dan inisiatif parri,ipasi.
Bcntuk kcterlibatan dal.am elcov.•i&al4 diidentifikasi selain untuk
memasnxan apakah dilibatkan atau tidaknya masyarabt,
juga mencerminkan
level partisipasi yang ikuti oleh masyarakal. Sedangkan,
variabel inisiarif
partisipasi, diidentifikas! untuk mengetah.ii siapakah yang berinisiatif untuk berpartislpasi. Hal ini clapat digunabn sebagai indibsi apakab program yang dijalankan mumi d.ari ma.~arakal atau damogao dari pihak luar. Perameter
lain
yang digunakan
untuk mcngidcntifikasi partisipasi
masyarakat ialah representasi yang roasyarakat yans dilibatkan. Menurot Pratiwi (2000), Chambers (1995),
Peters (1994). dan Rahnema (1992), pertisipasi
masyarakat
dapat berhasil jika melibatkan representasi dari semua unSUI
masyarakat,
Sesuai dengan karakteristik lokasi studl, variabel yang akan
diidentifilcasi untuk mengetahui representasi masyarakat yang dilil.latkan ialah · karakteristik ma,yaralcat dan si~
Aja yaog terlibat/dilibatkan. Karakteristik
masyarakat diidentifikasikan melalui dua sulrvariabe! yaitu: kategori masyarakat
86
(adat atau non-adat) dan karakteristik loka.si pcmukimannya (di dalam atau di luar
kawasan TNGH). Sedsngkan snb-variabel untnk mengidentifikasi variabel sil!(la ~aja yang dilibatkan ada cmpat sub-variabel yang digunakan. Pertama, karakteristik intitusi lokal yang di libatkan seperti lingkup wilayahnya (kampung aieu desa) dan jenis institusi yang diwaL:ili (organisasi, pemuda, institusi pendidikan, pemerintahan
desa, atau lainnya). Sub-variabel kedua adalah status ekonomi ma.syarakat yang dilibatkan apakah berasal dari masyaakat berpendapataa tinggi, menengah, atau rendah. Sub-variabel ketig.a ialah gender. Sub-variabel yang teralchir ialah lokasi dimana masyarakat yang tcrlibet bermukim. Falcror ketiga ialah produk wisaia Secara ideal proouk ekowisata ialah kcgiatan yang mengandung
UllSIJI
pendidikan
dan pembelajaran
Menurut
Lindberg ct al (1998) serta Sek.uljalcrarini dan Legoh (2003), interpretasi adalah produk wisata yang memiliki !criteria tenebuL lrnerpretasi dapat dilibat sebagai suatu produk atau proses (Sekartjakruini &Legoh, 2003: Ceballos-Lascurain 1996). Sebagai produk wisata, interpretui adalah suatu produk dengan muatan
nilai-nilai substantif sumber-sumber a.lami1>udaya, pengetahuan dau pembeiaiaran tentang lingkungan setempat (Sekartjakrarini &Legoh. 2003) Sebagai proses, kegiatan interpretasi seperti ini diharaplcan dapat memberikan pemahaman, dengan pernahaman akan ada apresiasi, dao dari apresiasi meni mbulkan keciataan
dan kepedulian yang tinggi tecbadap alam (Sudarto 1999; Lindberg et al l 998). Hal ini dapat diidentifi kasikan melalui alctivitas wi sata yang ditawarkan clan tujuan kedataogan wiatawan Ire lokasi studi. Faktor keempat, pengembangan ekonomi lokal. Mengacu pada Loomish dan Walsh (1997) sena Linberg (1998), arla dua dampak pengembangan ekowisata tcrbadap pengembangan elrooomi lokal, Kedua dampak tersebut yaitu dampak langsung dan tidak langsung. Dampak langsung diidentiflkas.i dari adanya I) peluang kerja: 2) peningkaran pendapatao; dan 3) pendapatan daerah. Sedangkan dampak tidak laogsuug dilihat dari ada tidaknya diversifikasi kegiatan ekonomi serta pemasukan terbadap BlNGH dan Pemda (Desa dan Kabupaten).
87
Faktor kelima yaitu dampak Lingkungan. Dampak yang diobservasi ialah dampak terhadap bio-tisik dan sosial budaya. Adi tujuh dampak bio-fisik yang di identifikasi yaitu formasi geologi dan batuan, tanah, air, vegetasi, hidupan liar dan ekosistemnya, sistem samtasi, dan estetika lansekap (Sekartjakrarini & Legoh 2004; Barrow 2000, Gartner 1996; Ceballos-Lascurain 1996). Sedangkan dampak sosial budaya dilihat apakah ada perubahan terhadap beberapa parameter sosial budaya misalnya sistem nilai, standard hidup, pola migrasi, dan lain sebagainya
(Sekanjakrarini dan Legoh 2004, Ceballos-Lascurain 1996) Secara ringkas metode penelitian ini disajikan pada Garobar 6.
-~!I~
.,,, :a ~
ljlj!
.
'ii
~!Qj
--------------------··-····
-----······-··-----------------······--
.:;
·-"'.. '.C
J :iIll"Ii-"'-
4'
;: 0..
.. ~ .f! 'iS ~ .!!
.!!
u
-111-
Ill
"'s='
IU
{l ti
~~i ~ '
"
\:;. I:
•
•=
~ ~ ~ 0 ;; - .b ~~ ~
<>:
+
"
~ .<: ~
0
=E
.ti':
:..:
i'"'
~
·c
·i;,
ll!
·~
.,
E
~
•
• I...
•
•
~
s
0
.
r-I
-l.~ j -s~~
·-"'~ 2.,- f:: ;;
Ji Oil
~
•
:Z
al
~
~
···----------··-··············· -·-·············-··-··
• 3
•
..........
"'a
.a .t.
Q
Ji
~~
l
...
ti b ~~ E
c,
-
--------•--·------·-•-·····-·1' ___L ~~ ~~
~
~ 't:
~ ~
is '3' ~
r- .S w
A
.Ii
~l.
..
<
~]
.
"'~
.
1 ~
Q
• • • !. ~ ••
~
·e10 ..
. "' •
D O
!lj ...J
.. c:;~., ·- .1:l -e
l;2"'~ < g~
,.
•
t
ii
~
.. •
•
...... "'
~i
'...§~l
~l)<:
~
.. ~
z
g
.§
:.! w
j·gi
-c -
t~ ...
ii
>
gg ........ ill
cf~
-
..L...
Is~ ~:a!
"O ·~
s
.!!! ..
i:5
:ij ~ ~ !:
B
"'"'~ .e
·- t;'
U'J ·-
'J:I
A
•
l en
"' .... • • -------------------------··········· ··------------------------------------------
-.,~e01 l:i . =~·
r-
OQ
:.:
- -=
·~~
-g ~~
•
~ ~~
-..
~
:z
u~
•
~ ~
·""' ~ -~
I
! !
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1
Letak, Luas dan Batas Admini.\tratif
Seperti yang dijelaskan pada Bab III Metode Penelitian, berdasarkan pertimbangan status kawasan, proses penataan batas dan ketersediaan data, untuk penelitian ini batas adminlstrasi yang akan digunakan ialah batas Taman Nasional Gnnung Halimun (TNGH) Kawasan ini terletak antara 106"21'-I06°38'BT dan 6°37' -6°5 l'LS dengan ketinggian bcrvariesi mulai 500 ru dpl sampai dengan 1.929 m dpl. Dengan luas kawasan 40 000 ha, secara administratif TNGH rnasuk
kedalam wilayah Provinsi Jawa Baral dan Banten yang berbarasan dengan 46 desa, 13 kccamaten dan 3 kabupatcn, Masing-masing 13 dcsa dan 5 kecamatan di Kabupaten Bogor, 14 desa dan 4 l::ecarnatan di Kabupaten Sukabumi, dan 19 desa dan 4 kecamatan di Kabupaten Lebak. Daerah studi meliputi cmpat dcsa yang berada di dalam dnn di luor kawasan Taman Nasional Ounung H.allmun Keempat daerahstudi tersebut yaltu: I) Desa Citorek, Kecamatan Cibeber, Kabupaten I .ebak, Provinsi Banten; 2) Desa Sirnarasa, Kecamatan Keeamatsn Cikakak, l
disaj ik:an pada Tabel 12 4.Z
Akaesibilitas Kawasan TNGH memponyai 6 gerbang masuk yang dapat dtakses dari
kota Sukabumi, Boger dan Rangkasbitung. Berikut ini penjelasan mengenai kondisi keenam pintu masuk tersebut mencakup jarak, waktu Win kantor resort yang terdeka1: 1.
Gerbang Cisalimar dapat dicapai dari Kota Sukabumi yang dapat dicapai melalui Parungkuda dengan jarak sekitar 20 Km dan waktu tempuh selama 30 menit berkendaraan Kantor resort terdekat berada di Cipeuteuy.
2. Gerbang Cisuren dapal dicapai dari Kota Subbumi yang dapat dicapai melalui Pelabuhan Ralu dengau jaral selitar 60 Km dan waktu tempuh
1\9
9()
selama 2 jam berkendaraan. Kantor resort terdekat berada di Cikelat. 3. Malasari dapat dicapai dari Kota Bogor melalui Leuwiliang-Nanggung dengan jarak sekitar 3 5 Km dan waktu tcmpuh selama so menit berkendaraan Kantor resort terdekat berada di Cisangku Tabel 12 Luas v.ilayah dan batas administrasi lokasi studi No I
I.okasi Studi
Dcsa Cuorck, Ktumalan
Ll..u; Wilayah (Ha) 4.296, 83
Bat~ AdminisU3S.i
- Utara· KDlllJ)Ullg Calebang. Dcaa Calebang dan Kampwtg Pasir .l!urih, pesa Pasir Euib,
Cibeber,
Kecamaian Sobang
Kah1ipa1en Leh.1k.
- Selatan: J(ampuns s~. Kecamatm~ - Baral: Kampung Jamrut
Pr.,..1nsi Banten
Desi\
S\nasar,
clan l"arullg Gedong
(Desa Cilcate), T<ecamarau CikaJtl dan Desa Kanekes (Baduy), KeQmatan Lcu"idamar - Timur: Wewengja)n .Mat KasepuhaD Citorek.
Kec3matao Ci'bcllcr. 2.
oesa Simarasa,
4 028,00
Kecamawi KllcamaWt
Cilrakak l::larat: Cesa Ocadas, K.ocamatm Cisolot - T!Dlur Desa Cileungsillg, Kocamatan CikakakdaoDesa~Kecamatan
Cikakak.
-
Kabupetcn Subburn1, PrOVlllSI JOWA
.Banll 3. Dua Malasari, Keamalan
Nanggun~ .Ksbupetcn .E!ogor.
Uwa: Desa Sinlaiesmi, Kecamatan Clkabk - Selatan: Desa Margalalcsana, Kccamatan
Cikidang 8 262,22
- Utan: 11- CisaTU1J dao Cwug F!it11ng. Ke<:omatnn Nanggung. Kabupa!cn Begor - Selalall Desa SiroattSmi, Kecamatan Cisolok, Kabupatell Sukabumi clan Desa Silwllllly3, K"""m•t>o Obcber, Jeabupalen LcOOk - Bar.ii: Desa ~ clan Desa Cisarua. K.ccmiat3n Cigudeg. Kabupateo Bogar - Timur· Desa llanlla Kare~ K"""'wwi
Nanggung. Kabupaten Bogor 4.
Desa CiSRroa.
5 610,60 - Uwa: DC$.1 Cileuksa, K=m•ia• Sukajaya,
K.eatmatan
Subjaya.. l
Kabupatea
liogor
dan
.uesa
Banjarnui.
Ktamatan Cipma.~ Kahoipllttl T .el.al - Selatan: !Uwas.m 1NGH clan Desa Kiar.uari, K«amlWll! Nanggun.g. Kabupa!en B08()T - Bara:: Dest LJbaksiru, Kecamaran Cjpanas Kabupaten Lebalr. - Timur. Desa Paslr Ma6ang dall Klar.lpandak.
KeeamatanSn1aim.~Bogor. Swnber: I. Hana1i et ul. 2004; Pl:~Kil.._ TNGHS Skala 1:50.000 Tahon 200!! (JlCA & Dephlll). 2. BPMD Kabupaten Sukabumi, 2006; Peta Kawasan TISGHS Skala 1:50.000 Talnm 2004 (JCCA &.Dephut)
3. Monogiafi Deso MalaS8ri 2006. 4. ttanafi eta/. 2004; Sirail 2004; Saputto 2006.
91
4.
Cibuluh dapat dicapai dari Kota Begor melalui Cigudeg dengan jarak sekitar 28 Km (30 menit berkendaraan) Kantor resort terdekat berada di Juga
5. Citorek dapat dicapai dari Kota Rangkasbitung melalui Bayah dengan jarak sekitar I SO Km dan waktu tempuh selama 3 jam berkendaraan. Kantor resort
terdekat berada di Cicarucub. 6.
Cigarn dapat dicapai dari Kota Rangkasbitung melalui Cipanas-Baniarsari dengan jarak sekitar 48 Km dan wak:tu tempuh selama 75 menit berkendaraan Kantor resort terdekat berada di Muhara,
Sedangkan untuk mencapai keempat lokasi studi dapat menggunakaa angkutan umum dan kendaraan pribadi, Akses Ice lokasi studi dan sarana yang dapat digunakan disajikan pada Tabel 13. Status Laban, Peogguoaao Laban clan Sistem Teourial
4,3
Dari luas 40.000 Ha, penggunaan lahan kawasan TNGH meliputi perkebunan 971 ha; pertanian dan permukiman I. 029 ha, da.n kawasan k:onservasi 38 000 ba (Harada et al. 2001,
Widada 2004:47). Kawasan ini juga berbatasan
dengan lahan-lahan dengan p1.mggunun · •
kawasen hutan pmduksi dao hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani (2000b·t-t);
•
lahan pertanian rakyat yang dikelola oleh penduduk desa (2000b:l-1 ),
•
perkebunan teh yang dikelola oleh beberapa perusahaan besar (Widada 2004: 61);
•
9 enclave71 yaiw 3 di bagian Timur, 4 di bagian Utara, dan 2 di bagian Timur I .aut (2000b·l-1 ). Nama, letak, luas dan keteranganlainnya mengenai enclave ini dirangkum dan disaj ikan pada Tabet 14 Berdasarkan Rencana Pengelolaan TNGH tahun 2000-2024, kawasan
TNGH akan dikelola dengan sistem zon.a.si. Sistem ini diperlukan untuk memenuhi fungsi1l taman nasional. Zonasi ditentukan berdasarkan penilaian aspek (BTNGH, 2000a. V5-l 1 ): ekologis seperti kekayaan spesies dan
, Encla\'9 yaitu an&l yaac beteda di dalam kawuaa 'JNGH DlDMl KCC8 b;IJluni bdU. l£rmallUk. ka\Jt'PIA TNGl:I (ll'lNGll lt-:•1) • l"Mgoo WI .. MONI Oteft(lllil>pn ...... cbloll"' aul£m fC"Y""88'ldU -~lo:aacb _.,, ""1bul>aa .................... ....._ ,..,..Uata-SD ll•m "'Y'l1daa e!l...s""":iodolmi bad.w.pmellllao. w.. p.ogeW>uao. pcn.t.diUm,.....,,ions i..lida)' ilan IWD.
l"ri""-
92
sensitifitas; peratursn perundangan; masyarakat dan pengembangan pariwisata
dan pernanfastan seperti kebutuhan slam,
Sampai dengan Februari 2007,
status zonasi di TNGH belum selesai karena. belam adanya penetapan zonasi yang disetujui oleh Ditjen Perlindungan Rutan dan Konservasi Alam (PHKA) dan Bupati tcrkait (BTNGHS 2007) T abel 13 Aksesibilitas UDtuk meacapai lokasi studi No Lokasi Studt I. Desa Cirorek, K=i.a1&1 Cibeber. Kabupaten Lebak, Provi nsi Bantet1
2. Desa Simarasa Kecunatm Kecama1an Cibkat Kabupalen Subbumi, J>roviDSI Jawa Barat
3.
Desa Malasan,
l<ecomatilll Nanggung, Kabup6tco Boger,
Akse>ibilitas Dari Bogar : Tcrmmal Bubuhk mcnggunakao angkutall umwn jarusan Cipams sampai Gajruk (2.5 jam) dcJlp ~11 Rp 13.00(){orang llari Gajlak &nnpai dengllll Desa Cnorek dapat ~ lcnl
Dari Pelabuhail Raal: I~ kelldaraall pribacli mcnuju Bara: Laut .......jaug 33 bn dan wtltu lempUh l jam; 2) '-dmaan mnum llm,a ada dua jodwal pcmbcrangkatm SC1iap barinya daJgaa biaJ3 Rp. 2000-5000lol3JlS Berangkat dan De&'! Simensa lllCIUlju Dess Cikwtgsi peda Jhlla~ OHIO dlln 1000 \'ilB. Jalur lrnnbs!i dari Dcsa Cikwtgsi-Desa Simamsa S&Dlp3l pJkul 10.00 dall 13.00 WIB; atan 3) JrendaJaan roda daa (Djeg}. biaya )'8Dgllanisdikd-1aln sekitar Rp. 25.000. Dan Bogor , I) lllOllllju poga1 Desa ~i berjaW. ± 65 lun clan ai:ah !mat daya Cibioong (t!rukota Kabupateo Bogor) clan t 15 km dari pUS3I X.ecamatan Nanggung deDgan menggw>akan kCDdaJaaD UlDllll dapat di1empuh :!: sckiw 3 jun; mu 2) menuju Nirmal.lffmilal> melaJui }'zung dc:ngan kc:ndalllllll pribaL1i d>ri kOI~ Bogor dapM dllcmpuh 4 jam
Kum
=
4.
Desa C1S31113, Deri Bog« melaloi Tenninal Bubulak ~ angkulan alall dmpn kmd>!38!! Kmtm•ra• Subjaya. UIDUID Bogor-Leuwilimg-Cigudeg pribadi selallla O,S-1 jam deopn koodiSJ jalan ~ bagus. Dan Kabupaten Bogor Ogudeg mawj1a Kaa~ l.euwijaiuang ada dua al!Cmltif rule. Pcnama nu Cigudeg • cq,ew - Cisarua .haras difempoh dengan k~ lap igm (jeep, tnk. sepeda motor) sclama 2 jam kondisi jmn bmb3lu tbn berlumpn Ctsarua ke Leuwijaramg
banya dapar ~ dcapn betjalao kak1 ajanlk. S kw dc11gau 1'-aktu lcmpoih lauang lebib I -2 jam. R1Jle CiltllClelt - Cipatd d.3;xit juga •litem1•d• deD8an mobil pribadi stau wmm (Rp. ~omg) mat I •1,5jam pcrjalamn. Dari apaiat - Osania diu:ruskan detJtp ojcg Rp. 20.000l<>jeg sd2ma 1 -1,S jam perja]mm Cisama -Leuwijemaog ditc:mpUh deDgan berjalan bli A 11.,....;r iedlla yaitu melaJui Cigudeg - Obmmi dmg;m 11HJbil prib:d a1au OJI'.\'. B"')'a yaag dikeluadw! jika .menggmakao ojeg sebcsar Rp. 25.000/orang dmgan lll'8klu tempUh stlama l ·J.5 jam pcrjalaoaJL Kondisi jeJao belbatll. Dari 01-vri lllCllllljll Kampung Leu..ijamaag diremp•h dengan berjalal1 kaki seillu kulan& lebih 3-4 Jam Kondisi j!ILm lllDah
dan berbullpurji!:alwjan Sunibcr : Hasil obscr;asi lapangan 1ahun 2006 clan 2007.
93
label 14 Enclave yang berada di TNGH No I.
N3lll3 Nirmala
2.
Sal"Cf1w
3. 4 $.
Lcuwijlll!Wlt
6.
Cilanggar/G:irung
7.
C1waleo Cibalu Ciguh.1/Gn Pcr.lng Jum ta h
Ciparengpeog a car
8.
9
PoQsi
luu(Ba)
Kererangan
Populasi
S?O K!Wt• PT. Nimiala Agung
Utan lJbr~
'71 50 100
uwa
100
Pct1aman
lXard Tunur Tunur
200
~.IW\ian
200 25 125
l'ertani:m I kk Beh1111 dipclakan 11!.k PeT\aniaa Pett.mian.
Timm
Timur um
TUllllC Lalli
SSkk
Pertanian
120 Kie Pcrtanian
I'° 2000
Sumber. B1NGH, 2000b. 1-2
Berdasarkan batas adrninistrasi TNGH. keempat lokasi srudi memitiki status lahan yang berbeda. Misalnya, lokasi Kampung Cibedug berstarus
encroachment71 karcna pemu.kiman penduduk dianggap secara ilegal berdiri di dalam kawasan TNGH. sedangkan dua kampung lainnya yaitu Kampung Citalahab Central dan Kampung Leuwijama.ng berstams enclave. Status satu kampung lainnya yaini Kampung Pangguyangan bcnda di luar kawasan TNGH Selengkapnya status dan penggunaan la.ban di lokasi studi disajilcan pada Tabel 15 berikut ini.
Tabel 15 Status dan peoggunaan laha.n di lok.asi studi No. I.
Lobsi Stlldi Kaaip1111g Cibcdug
Stnis ellCIOOClun.mt
JeP1$ Pmguna•o Laban pemllkinwl. lahan pertaJWm (raima, ~
l
den
l)laS."nl\<1
4.
1Caml)Olog Otl!!Aheb Cmlral
pcutalatnan, pcrkcblman. fasilitas UIDllm dan tutan lindung
cli l11ur
sawah,
f!ft~
pemukinw\ laban pectaniao. pedtebumo, bullm. .liDdwg daD hulBn
koo.sm11Si Sum~-:-·H,;;,d:> el al 21)()4; BPMD K.abupeten Sabbumi. 2006; Martaoo dan SuwaJtlpOl(lja. 2006; R.eucam1 ~ TNGl lalwn 2000-2024, Polcnsi Desa Cisarua 2002 dttlam Wida4a 2004
94
Di kawasan TNGH dikenal beberapa sistem temirial (sistem kepernilikan lahan) yang digunakan oleh masyarakat. Dalam penelitiannya Harada, et al.
(2001) mendokumentasi sembilan sistem teaurial yang berlaku pada masyaraka1 di sekitar ka wasan TNGH. Ada pun kesembilan sistem tenurial terse but adalah: I.
Warisan (inheri/llltee)
ialah tanah yang dikelola secara turun temurun. IIak
pengelolaan dialihkan kepada abli waris (anal'.) deogan membagi sama luas lahan baik untuk anak laki-laki maupun perempuan; 2. Mulung (Recf(111luiiun) Ht.au memungur
i&lah menggunakan lahan yang
sebelumnya pernah digarap orang lain tapi kemudian ditinggalkan
Tidak
dipcrlulcan ijin deri pengelola. sebelumnya; J. Ngabaran tanaga (sale bawl on labor) ialah membeli hak atas tanah dengan membayar buruh unmk menggarap lahan atau menukamya dengan ternak, tidak dengan uaog; 4
Palll4SlhaJraltlpamere (a/lenattnn) atau pemberian
ialah hak atas lahan
berdasarkan hadiah dari pengelola sebelumnya.; 5
Jual beh {sale} ialah sistern untuk mendapatlcan hak alas tanah berdasarkan
jual beli yang bersifat pennanen atau semi pennanen J~ beli ini biasanya dilakulcan harus dengsn ijin dari pemilik 11W11l; 6.
Gade (security)
11tau
s-dni ialah memberikan hak ates lahaJi yang dimiliki
untuk mendapatkan pinjaman. Hak banls dikembalikan jik.a pinjaman sudah dibayar. Lahan tidak boleh dipindah t.angankan kepada Ofal\ll lain Jangk.a Wllktu pcngembaliu pinjaman biasanya tidak dibcrlskuklln oamwt pemi.njam dapat mengelola I.ah.an sesuai dengan keiogintnnya dan jangka wakru sampai hutang terbayer; 7. Maparo I
mNO
I maTteln I nengah (ront with compasauon}
atau
menyewa
dengan kompensasi ialah sisrem pengelolaan atas Jahan dengan cara bagi. hasil antara pemilik Ianan dengan
penggiITTp.
Jumlah atau besaran bagi hasil
ditc:tapkan berdasarkan kesepak.ttan kedua belah pihak; 8. Nginjeum I numpang garap (rent t1-itholll compensation) atau meminjam lahan gJ1Capan ialah sistem memberikan hat peogelolean atas Jahan untuk j angka wak.tu tertentu kepads orang lain tanpa kompensasi. Pcngguna tidak bolch rnenanam atau menebang pohon; dan
95
9. Sewa (contract} atau kontrak ialah sistem memberikan hak peagelolaan etas lahan umuk jangka waktu tertentu kepada orang lain dengan kompensasi. Pembayaran dapat dalam bentuk bagi hasil panen atau uang Mengacu pada ke 9 jenis sistem tenurial ini dan berdasarkan basil observasi lapangan, sistem tenurial yaog 1.hspal diideuufikasi di lokasi studi selengkapnya
disajilcan pada Tabet 16.
Tabet 16 Sistem tenurial di lokasi studi No
Si stem T enuriel
Lokasi Sn1d1
I.
Kampu11a C:ihedug
Wari.ran tmhentance). memtnjam. daJI mulung {reclamation)
2
Krunpung PansguyaofPll
Wansan,onuhmg, ngoluara>1 tanaga paftl0s1han<mlpamere• .JU"I /Jell, gade, maparo, ngm1e11m I ""'"'l"'"K garap. dan sevo
3.
l<Jlmpuog l..euwijalll&flg
W'armv1, mulung, ngaluora11 ta11aga, pama.r1lu:manlpamue, maro, JUDI bell, tl.'M'O
4.
Kampuns Citalahab
Wansan,;ual belt. gade, maro.
,q.,.·a
Su111bcr: ~et al,2001, hattl obsernlsl l!lpQngan 4.4
Kondlsi Sosllll74 Ekooumi75 Muyanbl
Sckil11r TNGB
Sampai deogan tahun 2002, jumlah desa di kawasan penyangga TNGH yaitu SI desa (Widada 2004:60). Peda tahun tersebut, total jumlah pe11duduk sebanyak 219.723 jiwa (Tabet 14). Sedangkan jumlah penduduk di kawasan penyangga pada tahun 1999 berjwnlah 195.432 jiwa di 46 desa (Bl'NGH 2000b: ID-13). Alltwa tahun 1999-2002, tetjadi pertambahan jumlah penduduk sebanyak
12,4%. Berdasarkan data penduduk tahun 2006, tepadatan
TNGH ialo.h 267,13 jiwalkm3.
rata-rata disekitar
Sedangkan pertumbuhan penduduk di 13
kecamatan berkisar 0,34% sampai 3,27% dengan rata-reia 2,29% (rata-rata
pertumbuhan nasiooal saat itu 1,98%). Pertumbuhan penduduk terbesar terjadi di Kabupaten Bogor (BTNGH 2000b: ill-13). Persentase pertambahae> pendudulc di
lolwi studidi~jikan pada Tabel I 7 ~ So>ial iahh ...,..,.. )'11.1': bcmrea• ~ muyanlol~ lkou e.huo i..to..u, Dtpilllnu 2000:108.l) n El........ i.i. ll ,...., """'s<>W .,...,., prodd<si, di-A, dui pamlWm bonms--8 O«IA k
96
Tabel 17 Persentase pertambahan penduduk di lokasi studi No
Lolwi
Jumlah
1'ecsenlase
Pmdudnk Tah11D
Pertambaban Penduduk 6.4 %
2006 (jiwa) l.
Desa Cit
S.951}
Ketmng;m .Persentasepe!IUll\buban ~
t:ahtm200S-2006, sebesar 22,3% 2.
Desa Simarasa
S.40')
14,7%
Persentase perllllllhubanterlinggl tahun2004·2006, sebcsar26,~%
3.
Desa Malas3n
7.658
6,3%
Peirentase pe
4
Desa Cisarua
2.900*
2,8 %
Ket
1. D1olah dari dot• Wwn 21107.2006 (T.....,,,... K"J""o~Jd1tl:l
Sampai dengan tahun 2006, diantara tiga kabupaten yang berbatasan langsung dengan 1NGH. Kabupatcn Lcbek mcrupakan kabupatcn yang memiliki
penduduk dengan tingkat pendidikan tcrendah. Sekitar !i4,2% penduduknya tidak tamat Sekolah Dasar (SD) dan 43, 7"/o hanya selesai pendidikan dasar Kabupaten Bogor menempati urutan kedua dengan 33,So/o penduduknya tidak menyelesailcan SD. Sedangkan pcnduduk yang menyelesaikan SD sebanyak
45,6%, Sel.olall
Lanjutan Tingkat Pettama (SLTP) 12.9%, Sekolah Menengah Alas (:SMA) sebanyak 7,4% dan Perguruan Tinggi sebanyak 0,14%. Sedangkan Kabupaten
Suk.abumi memilikl penduduk dengan lingkat pendidilan yang cukup tinggi yaitu penduduk yang menyelesaikan liD sebanyak. 62, l %, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 14,9%, Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyalc 2,48% dan Peigwuan Tinggi sebanyak 0,10%. Informasi mengenai tingk.at pendidikan di
Jokasi studi disajikan pada Tabel 18. Berdasarkaa penelitian yang dilakukan Widada (2004), dari 13 desa sampcl sekitar 90,34% penduduknyn bekerja sebagai petani dengnn padi sebagai
komoditas
utama,
jagung, ketela pohon dan pisang. Rata-rata poodapatan
penduduk perbulannya sekitar Rp. 388.573,- per keluarga Widada (2004:6'.l). Mcnurut data yang dikeluarbn
BTNGH (2000a), penduduk sckitar kewasen
TNGH rata-rata mengolah lahan sekitar0,23 ha/KK.
97
Tabel 18 Tingkat pendidibndi lokasi studi Lckasi Stutti
No
Tingkat
Desi .Mal11sari Tahun2006'
Sirmmsa
Peadjdjkno
Tht20062 I.
Billa buruf
2.
Behun sekoW>
3. 4. S. 6. 7.
Tak lulus SD SD SLTP SLTA Sllrjana Mllda (03)
8
Sa!JallS
Dctill CiSllCUa Tah11112002•
45
130
600
g72 46
!006 430
1190
IJOO 145
4199 46
4403
100
420
so
5$ S
2S II
66 s
30 G
I
JL'MLA.H 3687 5-145 6460 !OU 2BPKMD 1 Samber : Pioli! Desa C\torek (Dq>clogri 2006); JCabupmcn Snkltbnmi, 1006; 'Monogr.rfi Pesa 200G; 'Potcnsi Daa '.1.002 dalam Widada 2004
Mata
pencaharian
lainnya yang dapat dilalalkan penduduk
lokal
dia.ntar11llya bekerja sebagai buruh di Perkebunan Teh, Perum Perhutani, dan PT A.ncka Tambang di Gunung Pongkor, di bagian timur laut dan selaran taman nasiooal (BTNOH, 2000a). Jenis matipencaharian di lokasi studi dirangkum dalam Tabel 19. T~I 19 Jenis mata penc&lwian penduduk di lokssi studi No
Jen is Mllla l'cllcll>arial1
1Absi Sludi Ds.Simlmsa' Os. MIJ&Sliril 2006 2006
OS.~
2006
Os. 0sarua•
2002
15112
476
4756
657
2. Burob /Bu.rub Talli.
40
1017
3. 4.
15
31
1710 10 3
60 2.
200
25 51 2
258
15
I.
s. 6. 7.
Pttani
s..u1a
Powm'Bi
NeRcri Sipil
PongraJill Pedagang
Petemalc Total Ju.mlah Pmdwluk
. 55
14
7
45} 1392
1616
67~
5950
.5409
?6S8
741 2900
29.88
88.76
25.SS
2006 % yang bekerja 40.20 Sumbcr: I Profil Dcsa Citorck {JJqxlogri 2006) 2 Hi'K.MlJ Kabupatea Subbumi 2006 3 Moeografi Desa 2006 • Potenst Desa 2002. dalamWtdada 2004
9&
4.5
Karakteristik Bud1y1 dao Siskm Nilai Maryarakat Di
kawasan TNGH
dikenal dua kelompok masyarakat berdasarkan adat
istiadat dan budayanya (Hanafi er al. 2004; Saputro 2006; Nugraheni 2002). Kedua golongan masyarakat ini ialah masyarakst adat kasepuhan dan masyaralrat Non-Kasepuhan. Masyarakat kasepuhan adalah suetu lcelompok masyarakat yang berasal dari satu garis lceturunan yang mengaku sebagai 'Warga Kesatuan Adat. Bantcn Kidul. Mcnurut sejarah pengelolaan kawasan TNGH (Lampiran 7), cara hidup masyarabt
kasepuhan berptndah-pindah dan pada umumnya tinggal di
bukit-bukit dan gunung-gunung
Di TNGH ada empat kelornpok kasepuhan
besar yaitu Citorek, Cisungsang, Sirnarasa, dan Cisitu (BTNGH 2000b. 1-3 l s/d32) Sumber lainnya menyebutkan bahwa tcrdapat 3 kasepuhan yang dipercaya oleh 9 lcomuniras untuk: menjaga Halimun yaitu: Kasepuhan Urug, Kssepuhan
Ciptagclac (dulu di Ciptarasa), dan Ka~ban Citorck (HAna£i et al. 2004; Moniaga 2004). Masyarakat Kasepeban umumnya. memililci hubungan lcelcelu111gaan yang masih erar dan patuh pada pcmimpin adat yang disebut dengan sesepuWkokolot
(BTNGH 2000a). Pola kepemimpinan dalarn mas)•arakat adat btrsifat monarkhi dimaoa kepata adat dan perUlg)catnya dipilib berdasarkan
garis keturunan
(Adimihardja 1992; Saputro 2005; basil interview dan obscrvasi lapangan). Meskipun
umumnya
beragama
islam,
masyarakat
ini
memiliki
karalcteristik. budaya SWlda abad 16 yang masih terpelihara deagan bail: (Adimihardja I 992). Hal ini ditunjukbn da!am 15Ctiap kegiaten. mereka masih melak.ukan upacara ritual yang diwariskan nenek moyangnya. Upacara ritual tersebut
umumnya
dilalcuklJI
wrt.uk kegiatan yas>g berhubungan
dengan
perta.oian76, kehidupa11r. dan ritual kcagamaan71 (Saputro2006). Masyaral:at
Kasepuhan
umumnya
bekerja
sebagai
petani.
Mereka
memandang hutan sebagai sumber kehidupan. Mereka membagi tiga jenis hut.an menjadi L~~Ul!g Ko1ot"19, Leltwe1mg TilipanfJfJ dan Leuweong Cadangan81
99
(A.dimihaTClja 1992; Rosdiana 1994; Harada el a/_ 2001; Nugraheni 2002; Kumiawan 2002; Saputro 20o6). Pembagian jenis hutan ini turut menentulcan jenis pemanfaatan sumben:laya alam yang dapst dilakukan oleh masyarakat. Kehidupan masyarakat kasepuhan pada beberapa kampung membaur dengan ma~yllrakat non·k~blln-
Mtn:ki tidak menutup diii dlthun pergaulan
dengan masyarakat desa umumnya. Sikap keterbukaan ini membedaka.n mereka dengan masyarakat Baduy yang tinggal tidak jauh dari kawasan Gunung Halisoon, Warga non-kasepuban diperlcirakan mulai bermukim di kawasan TNGH pada ahad ke-I 7 ketika kawasan ini dibuka untuk perkebunan-perkebunan oleh pemerimahen pcnjajah Belanda (Lunpiran 7). Lokasi pemukiman nterekn
umumnya dekat jalan akses menuju pusat pelayanan atau pemerintahan. Karena interaksi yang cukup baik dengan masyarakat di Illar desa dan masuknya media. telckomunikasi scperti TV, clan radio, selain menggunakan bahasa Sunda sebagai pengantar mereka juga fasih berbahasa Indonesia. Seperti warga Kasepuhan, umumnya masyarakat non-kasepuh.an juga memenuhi kebutulian hidupnya dengan bertani. Banyaknya lahan tidur yang ditelanlllcbn oleh perkebunan-perkebunan besar dan lahan bekas garapan
PERHUTANL membuat masyarakat meogambil alih pengelolaan lab.an tersebut (MUlung). Dengan biaya yang relatif murah mereka dapat meodapatkan sertifikat
hak guna usaha y1111g diurus oleh kaotor desa87. Karalcteristik budaya masyarakat di Lokasi studi disajikan dalam Tabel 20. 4.6
Kekmbagaan BTNGB daa Lokal
a. KeJembagaao BTNGH Balai TNGli 3dalah aparat pemerintah pus.at Yllll8 wilayah k.erjanya berada di daerah. Aparat ini tergabung dalam sebuah Unit Pclaksana Teknis (UPT)
bl ....~ )'Ill& W!lllO. Ka......, h\llaa llllflll<.bp
"Lni•...na
n,,,.,, · ~....,,
Ull lidAk
'boJeb di-
lc<>P tOlmbcr >Im)'&
- "'""""~ .....t. .;,.
oil<~ NJ>Mi "-- di wl
Sit>M Cibe4ua.
dajlll dimonfufkao
n ....... ......, Y"'8 ......,w ..ia. _..i. ioi bi&a1ya magcliliagi i..-.g kolol. lllptl
" 1'aWU&ll ""'"""".... ~ : !
,.m,.••A:"O'llllOl<~Awah.kdllm.l&im.~----drilbyublbr. 11 lol«vitw ......... ..i.h - ......., linb Dt11 CU..... ()I -
Mln>ari 2007).
ol
•h]IQ•. don bril~
.. ~ adll. 10.. ini kdak dlpat
200'7 )la mn -Z
JOO
Taman Nasional Gunung Halilnun.. UPT ini dibentuk berdasarkan Surat Kepunisan (SK) Menteri Kelwtanan No. l85iKpu-11/1997 dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam. Departemen Kehutanan (BTNGH 2000a)
Tabel 20 Karaktecistik budaya m.asyarakat di lokasi studi No 1
Lokasi Desa Cirorek
2
Desa
Kfterangan
Sirnarasa
Masyarakat Xasepnban Citorek dan Kasepuhan Cibedug dan Non-Kasepuhan Masyarakat lfasepnban Ciptarasa dao NanKasepuhan
3.
De:sa Malasari
Non-Kasq>i•han
4.
Desa Cisarea
Noo-K¥Cp1•ban
Struktur organisasi BTNGH berdasarlwl SK menteri tersebut terdiri atas:
orang Kepala Balai, I orang Sub-Bagian Tata Usaha clan I orang Seksi Konservesi
yang membawahi 3 Sub Seksi Wilayah Konservasi (Wilayab
Konservasi I Bayah di Kabupaten Lebak. Wilayah Konservasi II Cigudeg di Kabupaten
Begor,
dan Wilayah
Subbumi)
Masing-rnasing
Kooservasi
Sub-seksi
m
Cikidang di Kabupaten
dibantu o!eh Jagawana dan Teknisi
Kehutanan (Bidang Kawasan Hutan, Konservasi Jenis Sumberdaya Alam, dan Bidang Bina Wisata Alam). Status jagawana dan teknisi hutan ini ia}ah pegawai
fung&onal. b. Kelembagun Lokal
Seperti yang sadah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, kawasan TNGH berbatasan laogsung dengan kawasan pedesaan di tiga kaboparen yaitu Kabupaten Sukabumi, Bogor dan Lebak. Kondisi ini menimbulkan adanya kebutuhan untuk bekerjasama antara BTNGH dengao institusi lolcal. Berdasarkan hasil penelusuran dokumcn dan observasi lapangan, di lokasi studi
terdapat
dua struktur lembaga yang berpeagaruh dalam kehidupan
masyarakat setempar. Lembega tenebut ialah lembaga formal seperti kamor desa, kecamatan sampai da~an kabupaten. Lembaga Iainnya ialah lembega non-formal seperti lembaga adat atau biasa disebut sd>agai kasepuhan.
IOI
Lembaga desa dipimpin oleh kepala desa. Kepala desa dan peranglcatnya dipilih secara demokratis olch masyarakat. Disisi lain, lembaga adat dipimpin
oleh seorang .resilpuh yang dibantu oleh peranglcat lembagit adat yang biasa disebut bans knlnt Pemimpin adat berikut dengan peraogkatnya dipilih secara garis keturunan. Kedua lembaga formal dan non-formal ini memiliki fungsi yang berbeda di tingkat lokal. Kelembagaan desa mengatur ha\-hal yang bersifat administratif kepemcrintahan scperti pencatatan kependudukan clan hubungan dengan lembaga pemerintah di atasnya. Sementara kasepuhan mengatur tata can. kehidupa.n keseharian warganya yang terkait deoga.n eara bertani, ritual budaya, pengaiuran dan pcmanfaatan ruang serta imeraksi antar warga dengan aoggota masyarakat lainnya Lembaga lain yang ada di desa umumnya lembaga formal seperti Lcmbaga Komunikasi Masyarakat Desa (LKMD), lembaga pendidikan dan kesehatan Sedangkan lembaga non-formal lainnya yang ada bersifat pengembangen profesi seperti misalnya kelompok tani, PKK., dan karang taruoa. Jeois kelembagaan lokal di empat lokasi studi disajikan pada Tabel 21 berikut ini.
Tabel 21 Kelembagaan lokal 1.
Kampuog
Ciblxlug
•
I,em~
Fmmal: Kantor Do:sa Cuorek, Kc:>:amallW
Cibeber. Kabupatm Lebak • 2.
3.
KamJ)llll8 ~yansim Kampung
C.:italahab
•
• •
Ccotral •
4.
Kampung Leuwijamang
• •
U:mbaga Nun-formal : KasepuhanC1l>Mag dan Kasepuban Citorek Lembaga Formal: Kantor Desa ~ Kccamatan C.:ikakak, Kabupatcn Subbumi Lemb,,ga Non-£~:~ Cipmmsain Lemb.lga Fonnal: Karttor Desa Malawi. Kecamatan N3J188UDg, Kabupateo Bogor Lembaga Non-formal : Lembsga Formal: K3Dlof Desa Cisarua, Kecam•tiln Subjaya, Kabupaten Bogor Lembas;l Non-formal . -
Sumber: Hasil dJservasi tapang.m
"Sejlllt lohlln lOolO.,..... w•pulw1 b
102
4.7
Sejarah Pen1elolaan Kawasu TNGH Kawasan TNGH mulai dikdob. pada sekitar tahuo 1916 ketilca diternukan
bijih emas oleh jawatao geologi pada masa itu (BTNGH 200b:I-7). Pada ta.hull 1924 penambangan rnulai dilakukan di daerah Cikotok oleh
WF Oppennorth
(BTNGH 200b:I-7). Pada tahm yang sarna, dibawah pemerintahan Belanda, kawasan Gueung Halimun ditetapkan sebag.t.i hutan lindung dengan luas 39 94 l ha (BTNGH 2000b:I-33s/d34; Widada 2004:46). Sela.ma rentang walctu 19242003, Kawasan Gunung Halimun dengaJt status lcawasan yang berbeda sudah
mengalami delspan kali pergareian lemhaga pengelola LAw belakang pengelola
kawasan ini sangat bcrvariasi mulai pemerinlnh pusat (seper1i pemerintah Betanda, Dirjen PPA clan UPT BTN), pcmerimah daerah (Jawaran Kehutan.an Provinsi Jawa Baral), dan Badan Usaha Milik ~egara (Pcrum Perhutaoi). Selain latar belakang pengelola, status lcaW11S811 juga berubah sebaeyak tigo. kali yaitu mulai status kawasan sebagai huun lindun_~ agar alam, sanrpal dengan taman nasional Sejarsh perubahan status dan pe.ngelola lcawesan ioi disajikan pada Tabet 22. Selain aktlvitas konservasi di kawas.an Gunung Htlimun, sejak tahun 1936 sampai sekaraog, aktivitas pcnambangan di lcawasan tersebat terus herlanjut dengan pengelola yang juga berganti-gsati, Pada 1936 NV MijnbowMaatschapay Zu1d Bautam, sebuah peiusabaa.n swasta mulai mcnamball(l. di bagian timur dan
timur laut d&l&m kawasan TNGH (B1NGH :WOOb:l-7) Selama
mast
Pera.og
Dunia ll, ta!wn 1942-1945 peft&mbanga.n Cikotok mulai dikelola oleh orang Jawa (B1NGH 2000b:l-7). Pada tahun 1950, peaambangaa
dibuka kembali oleh ~
Tam bang Emas Cikotok (BTNGH 2000b:I-7). Pada tahun 1968 nama perusabaan
ini diubah menjadi P'I Aiieka Tambang (BTNGH 2000b:I-7) lmplik.nsi dari adanya kegiatan penambaogan ini ialab tumbuha.n pcmukiman penduduk disekitar kawasan sebagai dampak dari kebutuhan masulcnyatenaga lcetj a. Selain aktivitas penambangan, di kawasan Gunung I Ialimun juga dibuka beberapa perkebunan. Di Sukabumi dan Bogor, pembukaan tanah-tanah perkeounan dimulai sejak tahun l 700an (Galudra 2006) Pada tahun 1913, tanahtaoah perkebunan di Kabupateo Bogor diberikan hak kepemilikannya kepada masyarakat oleh pernerintahan Beland.a. Pada masa penjajaban Jepang ( sekitar
103
Tabet 22 Sejarah perubahan status dan pengelola Kawasan Gunung Halimun No 1
2 3
1961-1978
4
Pengelola
Status Kawasaa
Tahun 1924 1936-1961
Pemeriorah Pcniaiah Belallda D1awaian Kclwtanan Jawa Barnt
Hutan Li
1979
r~~· Alam" Cagar Alam Hali mun Cagar Alam Hali1Wlns6
Gwwng
Perum Perhutam ;
Perhndungan Gunung Dmen dan Pelestuian Alam (PPA) di.av.asi
oleh dart kantor Pclestarian SDA Jawa Barat
s
1979-1990
-· 6
1990-1992
7,
1992
8
1997
&la1KSDA
m
Cagar Alam Hahmun Ca gar Alam Halill1llD
Guoung
Nasional
Gunung
Bala1 TN Gtde Pangrango
Nasional
Gunu11g
UPT BTNGH""
Taman Nasional ..... HaliJllup Salalc'0
Gunung
UPTBTNGH
TNllllll
Gunu11g D
Hanmun " Taman
--···
..
Habmun 9.
2003
Sumbet:·-·}lamda
It
al. 2001. Widado 2004:46. situs ianu TNGH www lnbohmQ11.s1ud;BlN()ff 2000a VJ-
S, l:ITNuH 2U00b:l·3 t./d41
tshun 1944), terjadi pembukaan hutan oleh masyarakat diseluruh Kawasan
Guoung Halimun (Galudra 2006) Selain karena ndak adanya kepastian hukum, kondisi ini dimanfaatkan penjajah Jepang pada saat itu untuk mengambil hati rakyat dengan menyebutkan
bahwa hutan bukan lagi milik penjajah Belanda
Sejarah perkebunaa ini diduga merupakan cikal bakal pemukiman yang berada di Kampung Leuwijamang dan Citalahab. Selain pemu.k.iman penduduk yang berasal dari pekerja pertambangan dan perlcebunan, di kawasan Ounung Halimun juga bermukim masyarakar Kasepuhan . .,. kb.~ U...!\g JhfintJ• ..tst"'"'J'Un acbapl hiJf&a l1Aduag dqan iaa., 39 9•1 Ila (BTMOH 20001';[.j3-.'434.. WiJida 2004:-16~ "8'als l\ulall b...,re"'' k
l>j.--
Widda 2004•46), " ata ""'lao .......,; PPA de .,.._., Oubcn>ur fa ... 8'l>S. b.....,. c.pi AWn O...ung Halm1'"' d>J.l"i... """Jado 40 000 Ha. T~ .,; bcrual don ......., .....,, li•da.,... P-Pe.ja)llM Be- (BTNGll2000b1-33} "26 Pebruan 1992 n!OH.tlcui>km-,..i""""' nuioml haduuUJJ Slo:Melll!ulNo 2~11/1992 Ti•"•b l)O!la>lioW.. bu.do di l>o...ti TN OUmlog 0<4e PanSK Dirjcn 'PllPANo 134"4/Df· Vl/lNl992 (ll'NGH 2oooa; l'>TNGll lOC
104
Ada dua. kasepuhan yang masuk dalarn lokasi siudi yaitu kasepuhan Cipta.rasa di bagian Selatan dan Kasepuhan Cibedug di bagian Barat B erdasa.rkan penelusuran literatur, Kasepuhan Ciptarasa sudah be.nnukim di Kawasan Gunung Halimun sejak sebelum tahun 138I (Catatao Sesepuh Girang da\am Rahayu 2004}. Sedangkaa mengenai keberadaan Ka.sepuban Cibedug tercatat mulai awal tahun
I 930an (Galudra 2006; Arsip Nasi<Jnal Republik lndonesiadalam Moniaga 2004; dan van der Hoop 1932) Sejarah pengelolaan di kawasan Gunung Halimun, tennasuk di empat iokasi seudi, disajikan secara lebih rinci pada lampiran 7
Tata Batas Cagar Alam Gullung Halimun mulai dilakukan sejak tahun 198 S. Pal batas merupalcan tanda mile di Japangan yang belakangan hi tang atau rusak. Pada Tahun Anggaran I 994-1996 dilakukan kembali pelak.sanaan orientasi
dan rekonstrulcsi tata batas terutarna dengan
enclave
Nirmala. Pada tahun J 999
pelaksanaan orientasi dan rek:onsrruksi ja1ur batas luar baru direalisasikan oamun proses penataan tata batasnya sendiri belum dilaksanakan (BTNGH 2000a. V-2)
Tahun 2000, Rencana Pengelolaan TNGH merekomendasikan uotuk membagi TNGH menjadi 5 zona zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan imensif; zona pemanfaatan tradisional, dan zone rebabilitasi (BTNGH 2000a, Widada 2004:47). Narnun demikian, sampai Desember 2003, TNGH belum
memi I iki zonasi kawasan yang definitif (Harada et al. 200 l : Widada 2004 4 7)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Karakteristik Konflik di Lobri Studi Tujuan dari analisls konfh'k ialah W1IUk mema.hami peayebab, tipe, dan
faktor yang mempengaruhi konfh"k di lokasi studi. Tujua.n selanjutnya ialah memet.1lwi
imeositas konflilc ber>i!!•rbn
hubungan anrer para pihak dan
mengidentifikasi useba apa saja yang sudah dilakukan untuk merespon konflik tersebot, Berikut ini uraian dari llasil analisis konflik tersebut.
5.t.l Pmyebah KoufJik Berdasarkan peneluSW'3ll litenrur terlJadap 84 dokwnen dan data primer
dari 60 responden, adanya kontlik diirutibsi oleb 81,7% responden dan 50"/o dokumen. Mengacu pada definisi k:ollflil(IO yang disebutkan oleh Fisher et al. (2001 ), Malik et al. (2003), serta Kanodibarjo
sasarui
arau lcepcntingan yang tidak sejalan
sehingga menimbulkan adanya prdktik·praktik penghilangan hak seseorang atau
kelompok atas sesuaru (lahan dan akses terlladap sumberdaya alam). Ada empat penyebab kollflik. Pertama, kontl.ik rnengenai perbedaan sistem nilai, Kontlik iui diindikasikall oleb 25% dokumen dan 41, 7% responden, Kedua,
konfilk mengenai ketidaksepakatan sutus lahan. Konflik ini diindi kasikan oleh 33,3% dokumen
Keempat,
konflik
mengenai ketidakpastian
akses masyarakat terhadap
snrnberdaya alarn di kawasan TN<JH. Konflik ini diindikasikan oleh 42,9% dokumen dan 78,3% responden, Infonnasi ini diranglwm dan disajikan pada tabel 23.
" KaNJ;t adolob imooapn ....,. dlla pbl< •m lctdl (iid'fi
!'<'lF·la- hak """""8 J
leblh db - ~ dari .......... ,
doo-
- ........
2000~
1()5
~
memlliti, 1ta11 .,.... '"'".WIO, °"'">" pralill<-praklit
bcnda - ........... (Mahl< "'al. 2.QCIJ~ -'al """)llll>bl yaog !lm>buh dileopb.le!lph
106
'l'abel 23 Penyebab kooflik menurut dokumen dan responden (%) SUMBER.
VARIABEL
DOKUMEN1
RESPONDEN2
(%)
(I<)
KONFLIK Jm.olS KOl'
50,0
g1,1
SJStem Nilai
25,0
Laban Tatt.B~ Abes
33,3 27,4 42,9
41,7 15,0
66,7 73,3.
Keterallgm: 1 WiJ idercifikasj dari 84 dolmmca(Lampirm 2). 2 llasil 5Uhei lmladap 60 mpnodcq (fab:l 4).
A. Konllik Petbed•llD Sbte:m Nil•i dlllam l\lengdola SDA
Menurut Koentjaraningrat (I 992), sistem nilai ialah konsepsi mengenai apa yang bernilai bagi kelompok masyarakat tertentu. Di lokasi studi, tezutama di Desa Sirnarasa (Kasepuhan Ciptarasa) dan Desa Citorek (Kasepuha.i1 Cilmlug)
sudut pandang antara masyarakat Io!W dan peou:rintah dalam membe:ri nilai terhadap SDA yang herada di kawasan TNGH berbeda (Harada 2003; Widada 2004). "Bagi 111asyarakat relasi mereka dengan hutan mcrupakan relasi yang bersifat scsial, ekonomi dan spiritual (Admihardja 1992; Adimihardja et al. 1994; Asep 2000; dan Saputro 2006). Hutan tidak bar.ya beifuogsi untuk memenuhi kebutuha.n dasar namun juga tempat dimana mereka melalcukan aklivitas sosial
budaya dan ritual kepercayaan. llutan dipandang sebagai milik. bersama (''Qmmun goods). Semua anggota masyarakat mempunyai hale untuk mengakses SDA seperti juga mempuoyai kewajiban yang sama untulc melestarikannya sesuai aturan adat Akscs teriladap hutan bukan barang yang dapat diperdagangku
(common properr/1) dan pelestarian hutan merupakan bagian dari praktek kehidupan sosial budaya, Disisi lain, pemerintah memandang status hutan bcrdasarkan kepemilikan (pruJNrfY right). Hal ini dapat dilihat dari beberapa peraturan perundangan
mengenai pengurusan butan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hutan yang tidak jelas kepemilikannya dapat dilclaim mcnjadi hutan negara atau state property
"°"""'1aWl lallm ~·-(11411< dll>op) odllallllilwl.,..._llldea---)'IDJt_.,~-l>""'M!
dimil.l:i
olda .. IP' dlri .......WW i.t.l dall-
~ ... l"'J)
107
(Harsono 2005). Sumberdaya hutan dipandang sebagai aset elconomi yang dapat dipen:lagangkao (tradahle lifle). Sebagai contoh, bcberapa areal di kawasan ekosistem He.limun saat ini diberikan bak pengetolaannya lcepada perusahaan tambaog emas (ANTAM) dan paoas bumi (CHEVRON), perkebollall teh dan
karet, daJI BUMN, PERHUTANI (BTNOHS 2007; Hanafi laio, lcetilca pemerintah memandang butan sebagai aset butan di kawasan
tamllD
et
yarig
al. 2004). Disisi
hams dilestarik:ao,
nasional barus steril dari alctivitas manusia sefain yang
ditentukan oleh undans-undang92• Penetapan kawasan TNGH juga mengabailcan fal:tor budaya, eksistensi organiiasi lobl, serta sistem nilai93 yarig Slldah ada clan mengabr
pada
masyarakat loka.L Kawasan yang aemulA dike\o\a oleh lembaga adal'4, setdah dilunjuk sebagai kawasan TN berdasarkan UU No. S/1990 Bab to dan PP No. 25/2000 p8$11] l, k:ewenangaonya berada di tangao pernerintah pusat. Akibatnya, po6lsi lembaga adat yang tadioya pengelola kawuan yang diab.ii masyasal:at lokal bergesee menjadi pengguna bahkan menjadi perambah allll.l encrooc,,,ent. Kondlsi inl terjadi pada masyllfWt Kasepuhan Cibedug di Desa Citonik. Selain karena pcrbcd.wi sistc:m nilai, konflik antara masyarakat dao pemerintah tbnbul karena selarna lni sistem nilai yang diacu hanya peraturan perundangrut yang diteta.pkan oleh petnerilltah. Sistem nilai masya<~lcat lokal dalam pengelolaao hutan mesk.ipun dlakui dalam pernl\U1UI perundangOJ1" namun pada prakteknya dilapangan sulit diteraplcan sepeni contohnya dalam proses penetapan TNGH. Bcrdasarkau penelusuran Jitcratur dan observasi lapangao, setidakuya ada dua kondisl yang menyebabkao implementasi kebijakan pengaluan hale masyarakat adat tersebut wlit dilakukan. Pertama,
peraturan peninclangan
meaetapkan bahwa hukum adat dapat diakui keberadaannya jika mendopot pengakuan dari pemerintah lokal melalui Peraturan Daerah (Perda). Padahal, n Kegialu
)'11111'.
-p . . .
boJth & l•'1tbn di tanoM utiorsl ialth \#:~
~, .... ,..,._ ....,,.,,_;..,e _,,,,..,.,,,"'l•. Nibiod
l!n~:7~)
1ltWk k:~aim pmdili!Ul,.ilou ~,,.,,., 31 No. 31199()). ... ,., iwmm,.v. ...,...Wl, .... ~ ...... (Woolf .r <~
"'""'-""°'
Kon-'*"'di
<•I uu
" Mi..ioya "'"bof' •
~ .-c1o1
.... g.oo1K"""'-l'ud1(6),.
.... 67.
108
proses untuk mendapat perda ini pada kenyataaonya merupakan proses politik yang panjang. Memblltubkan waktu, daoa. dan kemampwm negosiasi yat18 umumnya tidak dimiliki masyarakal adat. .Kedua, unluk mendapat pe11gakuan, diperlukan dokumentasi hulcum adat sebagai alat bukti. Padahal. hukum adat umumnya disampaikan turun temurun secara lisan, B. Koonik Ketida.ksepakatan Status Laban Implikasi dari perbedaao sistem nilai dalam mengelola. SDA dan ~pan
sepihak kawasan TNGH adalah masu'knya beberepa wilayah adat
masyaralcat Jwepullan lcedalam wilayah TNGK Sebagai rontoh di Desa Citorek, seluruh wilayah adat Kasepuhall Cibedug masuk kedalam wilayah TNGH. Sedangbn
di Desa Sirnarasa, sebagian wilayah adat Kasepuhll
CiptaraSa
menjadi bagian TNGH. Seperti yang sudab dikemunkan sebelumnya, d<>sar klaim pemerintah alas wilayah adat ini didasari oleh kebijalmn agraria yang menycbulkan babwa lahan
yang kepemilikllllllya ridak dapat dibulctikan oleh yang menguasainya maka lahan tersebut menjadi domain negara (Harsono 2005 :44-46). Kebijakan ini diperkuat oleh Undang-undang Pokok Kehutanan No.S/1967 yang meskipun mengakui keberadaan hak ulayat namun menyebulkan hutan negara pada hutan yang bukan hak milik. Meskipun k:emudian pada Undang-undang Kehutanan No. 41/1999 mengenai Kehutanan Pasal 67 meuyebutlcan bahwa pengelolaan hutan adat dialrui keberadaannya namun hak tersebut dapat diberikan jika ada pengakuan dari Pemerintah Daerah (PEMDA). Selllin faktor pengalcmm PEMDA. yang sampai saat ini belnm ada, asumsi hukum yang digunakan pemerintah tersebut juga bertcntangan dengan kcsadaran hukum yang dimengerti masyarakat. Wilayah adat bagi merelca adalah common property atau lahan milik yang dikelola secara bersama Status tersebut ditetapkao
berdasarkan kesepakatan kolektif anggoca masyarakatnya (resource tenure). Sampai saal ini status masyarakat adllt yang tiogsal di dalam kawasan INGH iai menjadi encroachment atau pemukim liar. Status yang menurut masyarakat lokal saogat diskriminatif dan berimplikoai pada kurangnya tingl
109
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah56• Sementara konftik lahan
antara
masyarabt
non-K115epuban clan
pemerintah ditenwkim di Desa Malasari. Konftik disebabkan oleh .status lahan garapan yang tidak jetas. Masyarakat merasa sudah menggarap secara tlJtun temurun dan memberikan pajak penghasilan melalui petugas lapangan PERHUTANI tetapi secara sepiliak sebagia.11 lahan sengketa ini diberikan bak guna usahanya kepada perkebunan tell.
C. Kon1lik Kecidaksepakata11 Tahl Batas Penataal\ batas di kawasan Gmung Halimun sudah dilalmkan sejak kawu'ln ini bentatus Cagar Alain Gullllil8 Halitnun. Kegiatan ini mulai dila.kukan pada tahun 1985. Pal batas merupakan tanda .6sik di lapangan yang belakangm hilang atau rusak, Pada Tahun Anggaran 1994-1996 dilaknkan kembali pelaksanaan orientasi dan rekonstruksi tata
l>atas terutama dengan enclave
Nirmola. Pada tahun 1999 pelaksanaan erientasi dan rekoostnlk.si jalur bates hw baru direalisasikan namun proses penataan tata batasnya sendiri belum dilaksallllkan (BTNGH, 2000a: V-2). Ketidakjelasan tata batas ini berimplikasi pada ketidakpastian ju01lah desa di kawasan
penyangga. BTNGH (2000a)
menyebutkan sda sekitar 46 desa di kawasaa penyangga yang tersebar di 13 kecamatan dan 3 kabupaten. Sedangkan SllfVei yang dilakukan Widada (2004) mengidentifikasi sekitar S l 11 desa penyangga dcngan total jumlah penduduk sebeser 219.723 jiwa.
Pada tabun 200J, kawasan taman nasional ini diperluas melalui SK Menhut No l 75/Kpts-Il/200J Luas TNGH yang semula 40.000 ha menjadi ±ll3.3S7 ha. Dari luas kawasan ini sekitar 83,07 ha dianwanya merupakan
kawasan permukiman dan perkebuaan (!!.vy 2003). Hal ini diperkirakan tarena masuknya beberapa wilayah admini.stratif desa penyangga yang tadinya berstams diluac kawasan 1NGH. Kondisi ioi menunjukan bahwa penetapan dan peduasan kawalian ini lidak melalui proses illVentariSllsi ka wasan yang lengkap. Penetapan ini disillyalir ditentukan secara sepihak oleh pemerintah (Samo~ 2006 dan observasi lapangan). Selain itu, lidak diperoleh "11&1-~•-nmyvoblllldm "IC""'l"' lolaoi Sllldi d
iw.=l:i-i
infonnasi opakah sebelum
mi muokl
110
menunjuk kawasan tersebut sebagai taman nasiona, pemerintah mendapatkan surat pernyataan bebas pihak ketiga dari badan hukum yang berkepenti ngan terlebih dahulu atau tidak. Berdasarkan Kepmenhut No. 32/Kpts-II/2001 tentang
kriteria standar dan pengukuban kawasan hutan Pasal 7(2) dan PP No. 69/1996 tentang partisipasi masyaraku dalam tata ruang Pasal 12, 15, dan 18, hal ini rnenipalom salah saru tahapan proses ymg harus dilakukan. Karena iru, meskipun pada tahun 2007, BTNGH mengklaim behwa 91,4% (ll70 Km dari 1280 Km) panjang batas TNGHS su.Jab
ditatabata?
tc:nyataan dilapangan menunjukan
masih rendabnya pengakua n dari masyarakat dan pemerilltah daerah (basil observasi lapangan), lmplikasi dari belum selesainya penuaaa batas dan rekon.struksinya bagi
BTNGH sendiri adalah sulitnya mdaknkul pembagia.n zona. Pada tab.111 2000, dalarn Rencana Pengelolaan-TNGH (RPTNGH)
direkomelldasikan untuk
membagi TNGH menjadi S zona: zona inti, zona rimba, zona pemanfuatan intensit; zona pemanfaatan tradi.sio1lal, dan zona rehabilitasi (B1NGH 2000a; Widada 2004:47). Namun demikian. sampai Desember 2003, TNGH belum memililci zonasi kawasan yang definitif (Harada et al. 2001; Widada 2004:47). Kondisi ini masih bedanjut sampai penelitian ini dilakukan.
D. Konfiik Ketidakpastian A~
ttrbdap Samberdaya Alam
Menurut Ribot dan Peluso (2003), akses adalah kemampuan uotuk
mendapstkan manfaat dari sesuatu, Ddam studi ini, yang dimaksud dengan akses ialah kemampuan individu atau keloolpok masyaralcat untuk memanfaa11::an sumberdaya alam yang berada di kawasan TNGH. Sebelum diterapkannya kawa.'1&11 Gwmng Hallman menjadi kawasan taman nasional pada tahm 1992, ada setltar 11 [enis pemanfaatan yang biasanya dilakukan rnasyarakat (Gabdra 2003; Mimihordja et al. 1994). Ke-11 jenis
pemanfaatan tersebut ialah pengambilan kayu (uDtuk bangunan dan kayu bakar), tanaman ( untuk obat, koasumsi sehari-hari, keperluan ritual budaya, pakan temak, dan dijual), sarwa (burung dan babi hutan), bahan baku kerajinan tangan, Iahan pertanian, dan emas. " B'!NO!!S, lOC7· 6
Ill
Naman sejak ditetapkan menjadi taman nasienal melalui Keputusan Menteri
Kehutanan
memanfaatkan
Non10r 282/Kpts-II/1992,
SDA di kawasan tersebut menjadi
akscs masyaralcat untuk
terbaw.
.MemJrut Undang-
undang (UU) No. 5/1990 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 68/1998~, kawasati tarnan nasional hanya dapat dimanfaatk:an untuk aktivitas peoelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan wisata alam. Kondisi ketidd:pastian
i.ni
teotu
meresahkan
masyara.kat
karena
mtnimbulkan
akses mereka unlllk memenuhi k.ebutuban dasar mel'<:b..
Kasepuha.n Cibedug misalnya, dengan status seluruh wilayah adatnya masuk.
kedalam kawasan TNGH m.ak.a secara legal otomads tidal dapat meaumfaatkan SDA untuk memenuhi kebutuban dasarnya, Kondisi yang hampir sama dirasak:an sebagian warga Kasepuhan Ciptarasa. SedangkAn untuk. warga Desa Malasari, moeb lcehilangan akses untuk memaufaatkao hasll ladangllahan ~pan
yang
selcarang sudah dilclaim scbagai bagian TNOH. Semeuw-a untuk warg. Kampuog Leuwijamang, Desa Sukajaya, dengan I
statu.\
enclave kebutuhan mereka untuk
m~ma.ofaatkan sumb«daya hutan menjadi terbatas. Dari sudut BTNGH. konflik akses ini disebut sebagai gangguan atau aktititas yang mengancam tujuan ko113«V8si dan lcelestarian lcawasan. Merelca membuat tujuh kategori alctifitas yang termasuk ancaman dan tiga kelompok
pelalru yang disebut perambah. Ketujuh kategori aktivitM terscbut adalah 1) penambangan Emas Tanpa lzin (PETI); 2) pencemaran air oteh merkuri dari peogolaha.n ema.s; 3) pembanguoan jalan terutama ke Perkebunan Ninnala; 4) tumpang tindib kawasan karena tat.a batas yang 1idak jelas; 5) perburuan ilegal; 6) pemukiman; dan 7) pencurian kayu (BTNGH 2000b: I-48, BTNGH 2000a, : V36; Sudannadi 2000 dalam Widada 2004:5, 59; BTNGHS 2007). Kooflik antara
BTNGH deosau masyerakat dapat dilibat dari karakteristik gangguan di mssingmasing resort yang disajilcan pada label 24. Sedangkan tiga kelompok pelaku yang disebut perambah ialab (BTNGH, 2000a: V-44):
•
Kelompok A:. petani yang tidak memiliki lahan dan hanya menggarap lahan dalam kawasan TNGH;
""l:odan&~ No. l/1990 ._.,.; "-""""""
Kom<:
J;-._
Swka Alam doll Ka...... hi-Alm.
f!.ly.W -
d
112
•
Kelompok B: petani yang disamping mecambah kawasan juga memililci atau menggorop lahan di luM kawasan r= 0,75 halKK); clan
•
Kelompok C: kduarga peuoi yang sebenamya memiliki atau menggarap lahan >O, 75 ha dan juga merambah b:wasan TNGH. Tabet 24 Karakteristik
g&lll:l8IWI
lli ~
resort TNGH tahun 2002
Jellis Gml!l!UaD No Scksi/Resort
Pcacarian~
M' l 2
3.
Selcsi Wilay:lh Kabupatea Lcbak Seksi Wihyah Kabllf)allfil Bogcs
Selcsi
Wihyah
I 4.44 II 3.79
!!I
Puambahu Ha KK 256.68 371
PETI Ha
orang
36.55
100
12
147.!i9 769
29.25
180
65.110
2~0
m 22.37
19.90
76
524.57
l.Zl6
Kabupareo Sukabwni
l um lab Sumbet: ~
3-0.60
12
Balai 1NGH 1abun 2002 tlalJM Widam ?004:
S9
BTNGH =8akui bahwa koutlik pengelolaan t=ebu11idalc: terlepas dari permasalahan baik internal maupun ebtemal yang dihadapi oleh BTNGH. Permasalahan internal misalnya: terbatunya jumlah da11 kapasitas personil untuk menangani medan yang sulit dan laiwuan yADg relatif luas. Selain itu, belum
adanya sistem infonnasi kawasan yang
baik dan efesien untuk mendukung
pengelolaan (RTNGH 2000a: V-37; BTNGHS 2007:6-10).
Sedangkan pemwalahan eksternal yang dihadapi diantaranya kondisi desa-desa penyangga TNGH yang rdatif masih terbelakang dengan lcarakteristik masyarakai yang memi Ii lei pendi dikan dan pendapamn yang rendah (Tabel 18, Tabel 19 dan pemoabcsca pada sub beb 4.4). Selaia itu, ketergantungan masyarakat desa-desa penyangga tediadap
SDA di TNGH yang tinggi
(Adimihardja 1992; Adimihardja et al. 1994; Harada et al 2001; Widada 2004:5). Kondisi ini menyebabkan sul itnya membaogun kesamaan persepsi yang berkaitan dengan keberadaan dan fungsi kawa.san (Widada 2004:5). Hal ini juJ:!~ dapat
dilihat dari rendahnya pengakuan masymkat terhadap eksisteosi kawasan. Berdasarkan penelusuran liieratur dan sejarah penguasaan (Lampiran i), konflik akses dan koatrol terhadap swubccdaya al.am di kawasan Gunung Halimun sudab berlang:iung jauh sebelum kawasan iai ditetapkan sebagai tamao nasional
ll3
(Adimihardja 1992; Alikodra 1992, C.aludra 2006; Suharyono 2007; dan hasil obseevasi lapang11D). Di bawah pemeriotalum Republik lndooesia, k:onflik bcrawal ketika pada talam 1%1 Kawasan Gummg Halimun dan sekitamya ditetapkan sebagai Cagar Alam dan dikelola oleh Perum Perhutani (Harada et aL 2001; Widada 2004:46). S.1.l l'aktor-faktor Penyebab KonOik Ada tiga. teori yang dapat membantu 11J1tuk menjelasbn faktor peoyebab konfiik di TNGH. Ketiga teori ini ialah teori kebuwhan mauusia, teori hubu11!9lo masyarakat, dan teori t.ranstormasi konflik (Malik et al. 2003; van der Merwe 1997 dalam Fisher et al. 2001 ). Berikut ucaian ma!iog-masing teori tersebut. a. Teori Kebutuhan
Manusia membantu menjelask.an fenomena kooflik
ketidaksepakatan status laban dan ketidak:pastian akses di TNGH. Berdasarkan asumsi dasar teori ini, konflik kepentiogan disebabkan oteh kebutuhan dasar manusia - fisik, mental clan sosial - yang tidak terpeoubi atau diha.langi
Kondisi ini dirasakan oleb hampir semua responden di lokasi studi. Keamanan, identitas, pengakuan, dan partisipasi sering merupakan inti pembicaraan. Sasaran yang dapat dicapai dari konflik menurut teori ini adalah membantu pihak-pihak yang meogalami konilik untuk meugidenti.fik.asi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak tapenuhi menghasilkan piliban-pilihan ullllll memenuhi keblltuhan-kebutuhan itu; dan mencapai kesepakatan untuk mcmcnuhi kdnrtuhan dasar semna pihak. b. Teori Hubungan Masyarakat membantu menjelaskan konflik perbedaan sistem nilai dan ketidaksepakatan tata batas. Berdasarkan asumsi dasar teori ini, konflik yang berasal dari perbedaan infonnasi clan hubungan manusia disebabkan
oleh polarisasi yang terns tetjadi, ketldakpercayaan dan
permusahan di antara kelompok yang berbeda daJam S1J.1tu masyarakat. Di lokasi stud~ perbedaan informasi dapet diketahui dari perbedaan dokumentasi sejarah dan pemetaan bwllllan yang dilalull.an baik eleh pemerimeh maupun
masyarak.at lokal. Klaim bak atas .lahan dan tata batas ditetapkan berdasarkan sudut pandaog masiog-masing pihak. Sulit mencapai titik temu. Polarisasi persoalan semakin diperlebar dengan hadimya pihak ketiga, LSM .Deoga.n
ll4
keterbatasan kapasitas personilnya dalam memahami konflik dan proses pcaanganannya, pihak la:tiga meecoba menyelcsaikan pcrsoalaa dengan memberikan solusi yang tida.t
tq>at
sasaran, Sebagai comoh ialah
kasus
sertifikasi lahan milik adat di Desa Citorek untuk menghindui masuknya laban adat tersebut kedalam wilayah TNGH. Padahal, jika mengacu pada syarat pen_gakuan status masyarakat adat dalam peraturan penmdangan. solusi ini dapat meogancam pengakuan status adat kasepuhan tenebut. Peoyelesaiu knnOik yllllg
disorankan oleh teori bubungan masyarakat ialah meningkatbn
kotmmilwi, sating pengcrtian dan toleransi antua kelompolc-lcelompok yang meugalami lronfiik. c, Konflik pecbedaan sistem nilai juga dapat dipahami deogan pendebtan Teori Transfunnasi Konflik. MemJrut teori ini kollfli.k yang bemunber dari uwalah stnlktural disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-nwalall sosia1, budaya dan ekonomi Di lobsi studi ketidakselaram iru dapat dilihat dalem proses pengambilan keputusan.
Berdasarkan observasi pada beberapa pertemuan untuk menyusun kebijakan pengelolaan TNGHJS (Lampiran 1). BTNGH hanya mengundang perwakilan dari institusi akademis, Pemda. dan LSM. Masyarakat lokal direpresentasikan
oleh LSM100• Mereka hanya dilibatkan dalam proses konsultasi dan pengumpulan iaformasi, Penyelesaian konflik yang ditawarkan menurut teori ini adalah mengul>ah berbagai struktur daa kerangka ketja yang menyebabbn kelidit.kS1:11U11an dan kttidakadilan, meningkatkan
jalinan
hubungan
tennasuk dan
;ikap
kesenjangan
ekonomi;
janglca paDjang;
dan
mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosika1t pemberdayaan, keadilan, rekonsiliasi, dan pengakuan. Selain ketiga teori mengenai faktor penyebab konflik tersebut, fenomena konflik di TNGH dapat dilibat berdasarlcan teori mengenai hubungan antar stakeholdcmya. Teori konflik yang dikembangkan oleh lewis Coses meoyebutkan bahwa konflik dapat membantu mengeratkan ikatan kelompolc atau dapat membangun kohesi deogan kelompok lain melalui aliansi. Di TNGH fenomena ini dapat dilihat dari terbentulmya aliansi antar kelompok masyarakat dan alian.si
JIS
antata kelompok masyarakat dengan kelompok pendulrung (LSM)101• Tcori Coser iDi juga menyebutkan bahwa kouflik dapat mengaktitkan peran individu yang tadinya terisolasi dan membanm fungsi kommtikasi yang sebelumaya macet. Fenomena ini dapat ditemulciu1 disemua lokasi studi. Melalui observasi pada pertemuan formal maupun non-formal yang diodab.n para pibak,
111<1Syankat lokal, baik warga Krepu•an maupun yang Non-Kasepuhan, memiliki tokoh-tokoh yang berperan aktif' dalam proses penyelesaian konf.lik. Secara umum, konflik di 1NGH juga mendukung teori konflik yang dikembangkan o!eh Randall Collim. Ammsi dasar dari teori ini menyebutkan bahwa orang dipandang mempunj8i sifiit sosial dan mudah beztonflik dalam kebidupan
soilWnya. Mun15ia
jusa
bempaya meogoptimalkan "status
subycktifuya". Hal ini tergantung pada ~ya mereka maupun swnberdaya orang lain dan dcngan siapa mereka berurusan. Slralifilcasi sosial dipandang sebagai institusi yang menyentuli begjtu bmyak ciri kehidupan dan penyebab timbulnya lconflik.
negosiasi,
baik
Kondisi ioi dapat dililw di lokasi studi. Dalam proses
BTNGH
masyarabt
maupun
lokal
selalu berusaha
mengoptimalkan kepentingannya. BTNC.H dengan program srerilisasi kawasan dari aktifitas manusia. Disisi lain, masyarakat lokal dengan kceutuhan mcngcnai lahan garapilllnya.
.Berdasarkan hasil identifikasi jenis konflik serta pembahasan teori konllik. faktor-faktor yang dias.1msibI' manpengaruhi koeflik di TNGH dianwanya: l) bubungan amar maraisia yang dapal dilibat dari peebedaan persepsi 102 terhadap
nilai SDA. Faktor ini juga dapat dilihat dari kurangnya kualitas dan kuantitas komnnibsi setta koordinasi antan BTNGH dengan stakeholder lainnya 103•
2) masalah 3truktural karena adanya pabedaan posisi delam pengambilan
keputusan dan kewenangan yug menyebabkan ketimpa.ngan akses dan kontrol. 3) perbedaan infcrmasi karena metode pengumpu!an dan cara menterjemahkan data yang berbeda, Kondisi ini dapat dilihat dari bagaimana masing-masing pihak mendokumetasi sejacah pengelolaan kawasan. Mlsalnya dolcumen yang ------······--
"'*
'" tolMlm~PaulJuA
"'-don ........,.,..doilpowww
•
bo& ""riam)Wllbl. LS!l -
SlafBTNGJL
116
dikeluarkan BTNGH hanya me~
sejarah pe~elolaan
oleh
penu:rintah tanpa menyajikan ffiltang waklu dimana masyarakat lokal sudah
berada
dilokasi
yang
sama
Contoh
lainnya dapat
dilihat pada
ketidaksepakatan meegenai tata bataa di Desa Citorek dan Mab.sari. Di kedua lokasi terseblll, ada dua versi wa buas yaitu versi BTNGH versus versi Pemerimahan Oesafl(ecamatan. 4) rnasalah kcpcntingan yang dipiru olch owalah mendasar yaitu pemenuhao
keburuhan dasar bagi masyarakat lokal versus kepentingan lronservasi dm pelestarian alam untulc DephutlBTNGH. Rangkuman mengenai penyeb
disajikan pada Tabel 25. 5.1.J Tipe Koofllk
Kebijakan penunjukan lcawasan Gunung Halimun menjadl taman nasiooal bulcannya tidalc mendapatkan perlawanan dari masyaralcat. Jilca mengacu model penahapan kontlik yang dikembangkan Loui3 R Pondy (Winardi 2003), mal:.a konftik di lokasi studi sudah mencapai tahapan k.onflik yang termanifestaslkan. Pa.da tahap ini ma.~ing-ma~ing kelompnk Yll"S beri(onnilc
sudah saling
memberikan reaksi sehingsa menghambat pencapaian kepentingan pihak lainnyo. Tabet 25 Penyebab lconilik clan faktor-llllctoryaog mempengaruhinya GAP
PENYEBAB KONFLIK
FAKTOR
Kebijakau Pengelolaan SDA:
B.ERPENOARUH a. hubung110 paia pihak yang tidak harmonia b. perOOjaan struktural
l'cmcrintah (?roperry Righi) versus Masyai:akat
c. pcrbcdaaa infunruisi d. pclbedaao kepentingan
P~
pendelcatan
(Common Property) Perbedaan sistem nilai dan
I. l'erbedaan Sirtern Nilal
2. Status Laban
informasi
Perbedaan informasi
3. Ketidaksepa.katan. Tata Batas
Kepenlingan: Pemcriolah (Komervasi) versus Masyarak.at (Pertanian
4. l(ctidakpastian Akses
SUb$lstence)
ll7
Berikui ini uraian konflik pada setiap tahapannya: a) Kooflik lalen104 tcrjadi discmua lokaai :itudi baik: pada. konflik deogan
masyarakat maupun pad/l k:ontlik amar institusi pemerintah. Pada tahap ini lrontlik disebabkan karena berbagai faktor perl>edaan yang sifatnya vertikal d:ilam memperebutkan sumberdaya. Konllik: laten antar pemerintah dan masyarakat dapat dilihat dari kooflik kepentingan dan perbedaan sistem nilai dalam mengelola lahan. Menwut Malik et al. (2003), konflik seperti ini perlu dia.ogbt ke permukaan sehingga dapat ditangani secara c:foktif; b) Konflik yang dipersepsi'0' r,erjadi di semua lolwi studi. Walaupun masyarakat
rnendulcwig usaha konservasi (Harada 2003 dan Widada 2004). namun mereka mcrasa bahwa ada kepenlingan mereka yang terganggu deogAll penetapan taman IWional (Hidayati 2004; Galudra 2003; Hendarti 2004 dao basil observasi lapangan). Deroi.kian juga sebalikny11, BTNOH merasa masyarakat ridak cukup kooperatif mendukung esaha k.o11Se1V1Ui kawasen. Kondisi ini
membuat maslog-maslng kelompok: merasa kepentingannya terhambat karena kelompok lainny.a. c) Kooflik yang diraa.akan106 dapat diidentifikasi pada beberapa perterrwan (Lampiran I).
Hal ini dapw. d.ilihat ketika masing-masing keiompok
mengemukakan pendapatnya tentang pihalc: lainnya, istilah "kita dan mereka"
kerap
digull4but
untuk
mengarosiasikan kelompok ya.og
111emlliki
kepenl.ingan yug berbeda. Pada tahap ini. masiog-1114Sing kelompok mulai memberik:an reaksi dan mengembangkan aliansi1D7. Aliansi yang dilalrukan masyarakat dapat dilihat dengan terbcntuknya Persatuan Adat Bante« Kidul dan Forum Komunil
......,..muiog
1oo1-..
-
118
d) Kooflik
di
lokasi
tcrmanifestasikan
juga rudaJi sampai
studi
°'. Pada
1
tabap konflik
yang
tahap ini kelompol yaog berkonflik mulai saliug
melalrukan aksi yang dapat menghambat tujuau kek>mpok lav.'llllDya. Bentuk aksi dapar berupa agresi1°' terbuka maupun tertutup. Menurut BTNGH {2000a: V-37 s/d 44) agresi terbuka pernah terjadi sekitar t.ahu11 1997-1998, dima.na situasi kawasaii TNGH sempat tidak:
sehingga memerlukan
an:wJ
bantuan operasi gabungan antara ABRI d11D Pemda setempat. Berdasarken
wawancara
Japangu, agresl ini
kemuogkinan terjadi akibat perlawaoan masyerak:at Desa Malasari110 yang menuntut lahan garapan yang kini dikuasai perlcebunan teh dan warga Desa Cisarua111 yang tidak menerima perilaku polisi hutan. teitutuJ) unrumnya dilalmkan
Sedangkan agr-esi
oleh muyaralca1 KAsepuhan. Salah satunya
dengan tetap bertahan untuk bennulcim clan berladang di wilayah adatnya. Intensitas ko11flik ini dipetabn dalam bemulc bubungan antar alctDr, utama dan peodukung. Berda.suklln pemdaaa tersebut, ada awn tipe hubungan anlar
stakeholder. Keenam tipe hubuog&n tersebut ialah hubungan: dengan lconllilc, aliansi112, kcrj~ma113, struktural formallkoordinu~ koordinasi114 yang tidak optimal, dan lcomunikasim yang tidak optimal (Garnbar 7).
S.l.4 Penaogaoao KonJl.ik
Dalam merespon ·•gangguu"'" atm konDilc, BTNGH sudah melakuka.n bebcrapa pendekatan
diaotaranya dengan
melalrukan
pembinu.n
daerah
penyangga, Sampai deoga.n tahun 2004, program pembinaan daerah penyangga ini
per.-
'" X
"' AvcM · """"""" ll)
-
yug l>cmr.l _,..,....
,...l
op
100}~
-
-
P'*" IC1h>dap plbat lauiay•
{°'¥"•-
:ZOOS:
u. ....
"' ~;... d<:epo ............. dui lrl1
w••
-.-w.nl""'._..,._f
"'"":apellojwa..,_(Kmw•_._W "'ltooo&w ....,. •
.a..,...,,....,, ma1jpAw-vz
·
-t.oi;-
.........
r--
.._~-!Mal<
Q"8-...,..(!Umuoa.-O.lzldo • , 011 9 ••ivlS"9l~ .Js WA ~ da.n f~ png .. baita ........ 6IUI .,.... mu. ldlJii ~ ~id.oootdi ....... {i:a-Bcws.o...~D; 1• n2CAl5'5U). llldl bo• -~-k
..:......,a..;
"' 0..-
JloeND Y""I
119
Kabupaten Sukabumi117, 4 Desa di Kabuparen
sudah rnencakup 7 Desa di
Bogor111, dan 13 Desa di I
program pemolnaan daetah penyangga ini. kecuali Kampw1g Cibedug, tiga lolwi studi lainnya dijadikan lokasi penge:u•"•ngan ekowisata.
Tabel 26 Pembioaan daerah penyangga TNGH No 1.
2.
Tujuaa · Mcmbaikan
peotingoya konserwii ~ ketnlmpilan benrimlsaha
cf)
J.
Peoddau:msasial~
Baptmn
bil7lt larqman ms
a) Tum! dalam acam S3lllSChaD masymbt Kasep•bap bl Menbina dal1 mmhmJDg upll)'2 pelemrisan buda)oa nmyarabt bsepuhan di scki1arka...asan lNGH.
4.
Menjalin kcmitiam
a) l'embeatt.-a& lakri.~ bl Fanbu1tukaol pcnganman swakam
SWllbct; diolah dari Wldada, 2IDI: ~~ 7
Selain pembinaan daerah penyangga, usaha lain yang dilakukan BTNGH ialab
menawarkan opsi transmigrasi atau resetlemem kepada warga kasepuhan Cibedug dan Ciptarasa Namun tawaran ini ditolak. Sedangkan untuk meningkatken k01JDJnibsi clan koordinasi, DlNGH llleJISUlmngperwakilan instaesi P e111..rintah
pusat dan daerah terkait pada acara workshop, seminar, FocusGroup Discusston (FGD) dan konsoltasi publik. Usaha penyelesaian konflik juga dilakukan oleh mesyarakat, Masyarakat Kasepuhan
Cibedug
di
Desa Caores,
misalnya,
sejak
tahun
2000
120
Selain
status adat dengan difasilitasi oleh LSM, RMI
memperjuangkan
membuat dokumentasi hu!rum adat dan beraliansi dengan ma.syarakat kasepuhan Jainnya dalain forum Kasepuhan Banten Kidul, mereka juga melobi pemerintah daerah, Sampai swdi ini dilakukan, proses untuk meodapat pengakuan dari
PEl\.IDA masih i>erlangsung. "'Vesa ~11"'.Cipcul"')', °"IMtlD& "'cil
Ld>Wil>I.
-
~Cildll,c;..a..,da-..m
..... --.
)(aj..,_ ~ca...,,~~
1211~WWWW&
.....
L••t
Submaju,
htd&6RML
c.tuj,
Ma)asori, Lei..tydok, don
,
··--· ·-··
L ·-··········-····-··············
_----
·---------
-- ------·-· ···-··..-·······-······~--·~
e
121
Selain persealan teknis seperti kapasitas masyarakat dan pendanaan, faktor yang menjadi hambatan untuk mendapa; peog..tr.u1111 ini ia.lah poilaha elit politik yang menjadilcan perjuangao masyarabt ini menjadi komoditas politik. Misalnya untulc meraih suara dalam pencalonan bupati. Di Desa Sirnarasa, masyarakat kasepuhan bekerja sama dengan para peneliti dari perguruan tinggi dan instansi pemerintah untulr rnendolcumentasikan hulrum adat dan sejarah mereka, Seperti I
sayangnya hasil pemetaan parti3ipatif ini malab tidak digunakan warga karena setelah dihituns, luas wilayah desa bedasarlca.n pemetaan partisipatiftemyata lebih kecil yaitu
4. 750 Ha {Hanafi el al. 2004:64) dari luas wilayah desa versi
pemerintah seluas 8.262,22 Ha (.Monografi Desa Malasari 2006) Menurut Malik et al. (2003) dan Winardi (2003), secara teoritis konflik deagan karakteristik seperti yang diuraikau sebelumnya dapat diselesaikan dengan cara. • mengangkat kepennukaan kon.Oik laten agar dapat ditaogani lebih lanjut; • meningkarkan kualitas dao kuantitas komunikasi agar perbedllllll persepsi dan infonnasi dapat diselesaikan; dao • mengidentifikasi
dan meogatasi
llkar/:rumber penyebab konflik yang
termanifest113ikan atau konilik tetbuka.
122
Karakteristik kontlik di masing-masing lokasi studi dirangkum dan disajikan peda Tabcl 27. !§.2 Analisis In1titusi Penetapan TNGH Tujuan dari anali3is institusi adalah 1) untuk: mengidentifikasi individu atau
organisasi yang terkait dengan proses penetapan taman nasional;
2) mengidentitilcasi atulllll formal (peraturan perundangan) yang mengatur peran
para pihak tetsebut serta menganalisis pelabanaan atau implcmCDWi kebijakao l~ut
di lokasi studi; dan J) menganalisis kebutuhan para pihak dalam
menyelesaik.an kontlik. Uotuk mencapai tujuan tersebut digunakan tiga teknik analisis yaitu analisis stakeholders, analisis asumsi umuk kebijalcan, dan analisis kebutuban. Berikut ur~an basil dari ketiga aD/llisis tersellut. 5.2.1 Analisis Stakeholder
Tujuan dari analisis stakeholders adalah untuk unluk mengidentifikasi individu atau organisasi yang terkait dengan persoalan pengurusan hutall di TNGH. Hasil dari analisis ini adalah daftar stakeholder yang terkait berilrut
kategorinya, hubungan antar stakeholder dan pengaruhnya terhadap proses
penetapan TNGH. Dcngan menggunakan definisi dan tahapan analisis stakeholders yang telah diuraikan pada Bab ID, tabap pertama analisis ini ialah mclakukan identifikasi stakeholder. Berikut uraian hasil analisis stakeholder. I. Stakeholder Utama Stakeholders utama (primer) merupakan stakeholdera yang terkena dampak langsung baik positif 1naupu1111eg11tif oleh suaiu reneana atau proyek serta mempunyai kaitan kepentingan langsung dengaa kegiatan tersebut (Maryono et al 200S). Berdasarkan defmisi tersebut, keempat kelompok masyarakat lokal di lokasi studi masuk dalam kategori stakeholder utama. Dalam kelompok. masyaralcat ini terdapat unsur-unsur masyarakat seperti masyarakat K.asepuhan dan masyarakat Non-Kasepuhan. Dampak. utama penunjukan kawasan Gunuug Halimun menjadi taman
nasi<>nal bagi masyarakl!.t lok.al ialah terjadinya perubahan status lahan. Bagi
i.j~-·~111
J li1 !j~ .~ ... ~ ~ ~ ~
...M
JJja1.· ial S:
Ij·t ·~~
I
-· ~ ~iJl I 1Ilh1t~ J [·f rr
1Jtii 1JliJfi111· 1111111111111rr11
~
l t
1~
1!·11!1 Jj·flil Ii iii l!·i!itJJ "'.D
i ~
,g '5
....
·8-
....
ra·5 ~
:><: ~
U-d
d .0
j@,.,}f~ j~ ~a ~~ii t~1
l
i
:x: ~ ~
c:i""
·f
11
·~
.; .d
I~
~
lo..
~
6
~
~
1 i j
"'
11 jl
i ~l
l~-
-c
6l
"" •
d .0
~
~
f i~ 01ill 0 J~~
u-=-
/j
if~
.. .o
§
c.>-0
]
j1•~
l IJ i!Jl
1.§ .d
21.[
if
x~. 1 -~ ;1 JII '!-ti
! !I.
f]1~ I
1~1 !."'
;110
j{J
1-·1
ll~-'
,!!
.u ~111 ii ~~
I ·u11 ·~ II f ~ca.
1~
j
J ~tj'K·i ~ ! f i J I ~i~· ~J ~~- s g
8
!>l)~
ee
j
lf!J}i j 6 j ~tt ~i
jJ iii 1 Jli1I ~J}1~ I· 1.i
-l.§
cJ "O
.. .0
e
~
~
l•
i!piI ~llt
II~ 5 1til f Ir• 1~ i J,1)1 JI. iJa ~J Cl
cJ
•
..::
itsif
j°'IQ ulJ 8 ~::i
.A
-'111~ !J~
u
iii "I:,.a jl ri! .~~.. ~~
~jJ
!1i ~lt ~1~ i~ ~
....
l~1~ -!II>!'il.
si-"' :! . $~.
f~~!i _g
12A
masyaralcat Kasepuhan Cibedug dan Ciptarasa. perubahan ini terjedi peda status wilayah kasepuaan mereka, Sementara bagi masyarakat non-kasepuaan, seperti di Desa Malasari dan Desa Cisarua. ia.lah perubaban status lahan garapan. Perobaban status
ini merubah tatanan lcelembagaan dan aturan main pengelolaan yang
sebelumnya ditingkat lokalllromunitas menjadi nasional. Padahal bagi masyarakat ini, lahan merupakan sumber k:ehidupan yang memermhi kebutuhan primer. Untuk
masyarakat kasepuha!l lahan juga maupabn mandat Jeluhur yang barus dijaga secara turun temurun jauh sebelum Iadoaesia merdelca. Mengingat bukri sejarah
keberadaan mereka di kawasan tersebut
(Adimihanlja 1992; Hanafi et al 2004; Moniaga 2004; Rahayu 2004; Galudra 2006), pengaruh masyarabt terbadap peoses paietapa.n TNGH seharusnya cakup
tinggi. Namun demildan, bcberapa kererbaluan
teknis yang di mil ild masyaralcal
unfuk berdialog dan bemegosiui dengaJl pihak yang berkepentingan seperti bahasa, tingkat pendidikan, kesamaan data dan informasi serta hal teknis lai nnya
menyebabkan posisi rawar merelca menjadi reodah. Bagi kelompok masyaralcal yang sudah banyak berintcraksi dcngan masyaralrat luar dan mendapat dukungan seperti Kasepuhan Ciptarasa dan Desa Malasari, posisi tawar mereka untuk
mempengaruhi proses peoetapan kawasao mer~adi wkup kuat.
Berdasarkan basil observasi dan wawancara, masyarakat lokal umumnya mendukung konservasi kawasan Gum.mg Halimun. Kesimpulan ini didukung oleh basil penelitian yang dilakukan oleh Harada
el
al (2001), Harada (2003), dan
Widada (2004: 133). Namun merelca menolak pembatasaa urauk memaufaatkan sumberdaya alam di dala mnya. H asil observasi ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni (2002: I 07).
Ada dua opsi penyelesaian sengkera laban yang dirumut olelt masyarakat Opsi pertama ialah menuntut dikeluarbnnya Laban adat den garapan mereka dari
kawasan TNGH agar dapat dikelola secara mandiri oleh mereka. Opsi ini terutama dikemukakaa ole.h masyaralcat ka.•epnhan Opsi kedua iala.h bekerjasama dengan
BTNGH umuk mengelola
lahan tenebut terutama Jahan yang masih berupa
b.itan121 _
Penyelesaian opsi pertama, bagi lmS)'llI1lkat kasepuhan, dapat diselesailcan
125
jika Pemerintah Daerah setempat sudah mengeluarlam Peraturan Daerah yang
1nengakui keberadaan mereka sebagai masya.rakat kasepulw1. Sedangken bagi masyarakat Non-Kasepuhan, peoyelesaian dapat dilak:ubn jika mereka dapat menunjuka.n bukti kepemilikan atas laban tersebut Untuk opsi kedua, ada dua cara yang dapat ditempuh oleh DTNGH. Pettama. yaitu dengan memberikan ruang dalam kawasan INGH uutuk dilcelola. bersama. Misalnya dalam zona pemanfaatan, zona khusus dan Z(llla ttadisional seperti yamg dimunglcinkan oleh peraturan perundangan yang ada. Misalnya dal!lm Peraroran Menteri Kebutanan No.561Menhut-W2006 tentang Pedoman Z.Onasi Ta.man Nasional Pasal 3 dan 6. Cara yang kedua Wah dengan melakukan ketjasama formal dengan pcrangkat desalkecamatan atau bade usaha milik desa, Landasan hukum yang dapat digunakan ialah W No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 213 & 214. Dalam undang-widang tersebut Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan petensi desa danfatau melakukan kerja sama dengan pihak ketiga. Ranglruman basil analisis terhadep stakeholder utama ini disajikan psda Tabel 28 berikut ini.
Tabel 28 Stakeholder utama penetapan TNG1i PENG ARUH'
OPSl Pl!tlYl!U!SAIAN
Schuuh adat
m1ayah
masuk.
adat dilcduaibn
lwlal;om
TNGH
dati
dan ferOOlasnya ai.- Uodp SDA
SclUJU'b.
wilaylth TNGH;
.......... li>aloo. SDA yang l""lllri; lDltuk wilayah :Jdat yang
Ktrj3SalDl
Sd»lgian wilayah Seclang adat 1I111ouk 1NGH
aan
wt>awnya
masih berllcAlllk hu1aa
akscs thdp SDA DesaCiwua
Abes lelbadap .Reodah SDA tc:Ibatas
Dcsii Mlllasari
lallan garapan Scdang berada di dalan1 kaW3S311 TNGH
Laban sampan dileluaitlw dari
TNGH:
dan ·~ SDA ables !hdp Suml>er. Hasil Aaallsis
Ki:terani;an: 1Pengaruhtmiad.111 pr~ peDCt1pQll TNGH
Pcm•nfa•taR SDA
((;llari; Kerjasarna dengan )'3Dg
B'INGH
126
2. Stakeholder Kwici Stakeholden
kunci merupakan st.akebolden yang memilild kewellallgan
legal dalam ha! pecgambilan lceputusan (Maryono et al. 2005). Dalam penelitian ini, stakeholders
kunci diidentifikui beedasarkan kewelllll1g8nllya
dalam
mengambil lceputusan lt:¥kait deJ18llll proaes peneupan kawasan taman nasionaJ. Menurut UU No. 4111999 tentang Kelwcanaa Pa.ul IO, pro!lel; penetapan kawasan atau pengulruhan kawasan terdiri dari empat tahapan yaitu tahap penunjukan,
peaataan b11La11. pc:melll;ui, dan penetapan. Tahap
penunjukan
dapat dilalrukan
setelah kegiatan invemarisasi kawasan selesli dilalrsanabn. Menurut UU No. 4111999 teotmg Kehut.anan, sehagai kawa.san taman nasional kewcll8Jlgall pengurusan
TNGH berada di Pemerintah
PuMt..
Cq.
Kehutanan. Sedangbn Balai Tamsn Nasional Gunung Halimun
Departeroen
merupalcan. Unit P.ialuaaa Telalls (UPT) dari Departcmen Kdrutanan. Namun secara admininratif TNGH masulc ke daltm wilayah 2 provinsi dan 3 kabupaten yaitu Provinsi Jawa Barat yang meliputi Kabupaten Bogor dan SulrabulT'li, dan Provinsi Banten yang meliputi Kabupllen .Lebak beckaitan dcngan kesejahterun
Karena ilu, konflik yang
masyarakat 5CJ)Cfti lahan, tata bans dan akses
terhadap SDA menjadi tanggung jawab dan kewenangan pernerintah daerah. Se!anjulJtya daWn studi ini, untuk identifilcasi kewena~ pcruadangan,
dari peraturan
pemcrintah daerah d::an dilillat sebagai enlitas 1Ullggii.l tidak pee
lok.asi. Berikul uraien masing-masing stakeholders kunci tersebm: A. hmt.rintllbPuat Berdasarkan an.ali$is terhadap 47 peraturan perundangan (Lampiran 3), ada tiga instansi pemerintah pusst yang tetkait dmgao pesoalan penetapan taman
nasional. Ketiga irutaosi tcrscbut i.alah : Departemen K.ehutanan (C.q. Dirjen P.HKA, BAPLAN, Dirjen Inventarisasi dan Tata Guaa Lahan dan BTNGH)u2; Departemea Dalam Negerim, serta Menteri Koordinetor Tata Ruang N115iona11'4. •a~~ ~~ UUNo
Tallcu 1999IDDut-lhl
X-.1>·••·
lClllOOl tad.a>g· T-Foopi,l(,w-pa,S......,o.pu ... ~ donT.,.K<(Ja j/)990tentu.g\" me nai~...-i9t ' dw-_!alllll}'ll-Sbca-tt<::losidrmys;UUNo.41
K-.
--l:&-
Nog,ri,~1'.<Jlll
c1a
r
m_..,..,
127
Departemen Kehutanan berlcepentingan untulc rnelaksanakan iugasnya dalam pengurusan kawasan huwi. Demikian juga dengan Dirjen PHKA, BAPLAN, serta Dirjen Jnventarisasi dan Tata Guna Lahao yang bertugas melaksanabn pengaturan tata bata& dan penge!olaan KPA. Sedangkan BTNGH merupakan unit pelaksana tekoi~ dari Departemen Kehutanan yang melaksanakan pengelolaan KP A di lapangan. Peran Departemen Dalam Negeri (Depdagri) dalam proses pcnctapan
TNGH terutama pada ll1h
Daerah, tugas Deixla!!ri diantanmya ialah Membeotulc Tirn Penetapan dan
Penegasan Batas Daerah (PPBD) Tingkat Pusat dan menanclatangani peta batas dae:rah. Btrdasarkan W No. 24/1992 mengenai Penataan Ruang Pasal 19; UU
No. 3212004 tentang Pemerinlahan Daerah Pasal 13, 189; K.eppres No. 3211990 tentang Pengelolaan Knwasan Liiwlung Pusal 35, diketahui bahwa dalam proses penetapan tarnan nasional Menteri KuO{dinator Tata Ruang Nasional dapat berperan dalam proses penunjukao, penataan batas, clan pemetaan. Stakeholder ini juga dapat berperen sebagai mediator lcooflik
128
Pemerintah Provinsi Yll118 masuk dalam lokasi studi ialah Provinsi Ba.nten dan Pmvin~i fawa Barat, Dampak langaing yang dirasakan ialah pe:nibahan fungsi lahan, tata batas wiJayah, statw pemukiman warga, dan status aset obyek wisata daerah. Bagi daerah, kedua dampak teniebut rnembawa konsekuensi terhadap peoalaan kembali tm nang daerah, pendoduk berserta penyecliaan sarana dan
prasarana sosialnya. Menurut peraturan perundangan ynng eda, PEMDA dalam proses penelapllll tunan nasiooal berperaa mulai dari tabap inventarisasi, penunjultan, peua1aan bstas, pemetasn, sampai dengan peaetapan. Dalam tahap inventari!lllsi,
menurut PP Np. 2S/2000 teniaog Kewenangan Pemcrintah dan clan Kewcnangan Provinsi sebegai Daer.ii Otonom PilSll 3 (5), Pemsrintah Provinsi berwenang membuat pedoman penyelenggaman i1111eatarisui
dan pemetaan lrawuan hutan.
Dalain tahap penunjubn t.amJIJl nasional, Meoteri Kehutanan menuojuk kawasan tcrtentu sel>1gai kawasan peleswia.a &lain (wnan nasional) halUs berda.wkan
pertimbanpn Gubemur (PP No. 68/1998 teotang Kawasan Suaka Alam dan .Kawasan Peleitarian Alam Pasal JO) dan usulan Pemda Kabuplllen (Kepmcntwt l
No. 32/Kpts-ll/200! IClll&ng Kritcria dan Standar Pen~ukuhan Kawasan Hutan Pasal II) Dalam tabap penataan bataa, mmwut UU No. 24/1992 P$1Waan Ruang Pasal 8; UU No. 3212004 tenlallg Pemerinuhao De.erah Pasal 189; PP No. 62/19911 tentaiig Penyerahan Sebagian UM&u Pemerint.a.b di Bidang Kebutaoau PaJal 2, peran Pemerintah Provinsi iafah rnengkoordinasikan penataan ruang yang meliput.i lebib dari satu kabupaten den membuat pedoman penyelenggaraan rekonstruksi dan penataan batas hutan. Sedangkan Pemerintah Kabupaten, menurut Kepmenhut No. 32.'Kpts-Il/2001 te:otang Kriteria dan Standar Peogu.kuhan Kawasan Rutan (J>asal 8,9, 12,14 dan 16), mempunyai peran dalarn membemuk panitia tata batas, meajadi aoggota panitia, membetikan pengaknan bebas hak-hak pihak ketiga terhadip areal yang ditata batas, menyetujui dan menandataogani berha acara tata batas (BATB). Semcntara Pemerintab Desa menurut kcbijakan yang sama juga mempunyai pcran dalam haJ persetejuan dan penandatanganan BATB. Dalam posi!i pecan dan kewenangan tersebut, seharusnya pengaruh PEMDA dalaln pengam.bilan keputusan cukup tinggi.
129
Berdasarkan observasi lapangan, sikap perangkat PEMDA terhadap
kcberadaan TNGH sangat ditemukan oleh Kepala Daerah aiasmg-masing wihiyah yaitu Gubemur umuk PEMDA TK I dan Bupati untuk PEMDA TK Il. Sik.ap ini
dapgt dinegoiiiasikanjika BTNGH dapat .membangun komunilcasi, kocrdinasi, da.n ketjasama yang baik dcngan jajaran dinas-dinas ter'kait dibawahnya seperti Dinas
Kemnanan, Pariwisata, dan
Masulcan dari dinas teikait kepada pimpinao daenh inilsh yang kemudian dapat mempengaruhi keputusan akhir Kepala Sosial.
Daerah. Sampai dengan penelitian dilskukan, berdasarkan rekaman proses penyusunan Rencana Pengelola.an Taman Nasional (RPTN) I di Subbumi pada 79 Agustua 2006, pemerintah cberah Lebak belum menentukao sikap karcna belum
ada kejdasan tata basas. Demikian jug& hasil wawancara deogan natll!Wllber di Dims Kehutanan dan Dinas l'ariwisata di Kabupaten Sukabumi dan Bogor. Hasil wawancan dengan k.epata BTNGH1:1) diperoleh informasi bohwa BTNGH akan mcmbuat nota kesepahaman (MoU) dengan tiap·tiap kepala daeJah. Berkaitan dengan hal tersebut, responden dari instansi pem«intah umumnya menunggu
hasil kesepakatan tecsebut baru akan IJ\~)'\Jsun program-program yang dipcrlukan. Sikap Pemerintah Provmsi Jawa Barat terhadap keberacban 1NGH sebenarnya dapat dilibat dalam Penta No. 2/1996 tentaitg Pengelolaan Kawasan
Lindung di Provillsi Jawa Barat. DaJam Perda tersebut, Pernerintah Provinsi J11wa Baral mengalokasikan sekitar 30% luas wilayahnya uruuk kawasan lindung. Hal
ini secara tidak langsung
mengakui perlunya keberadaan TNGH. Namun
demikian, alokasi ruang dan tata batas perlu dicokonstrultsi ulang sehingg11 &esuai dengan perencanaaa tata ruang provinsi l21>. C.DPRD Menurut W No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal l dan 40,
Dewan Penva.kilan Rakyat Daerah (DPRD) adafah lembaga perwakilan raJ...--yat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. DPRD memiliki fungsi
OU
w.-
dol>Zi14 Brpt.l:. ~
16.00-18 00.
, .. pcmy>lalD •..!
Kq»la ~Oii,
di"""1wi ci. IU~
W'i$'1 l9 f.t
1•""-...... ._ k""""1ui ,.mlilr. lll'TNOllSt.u>gpl llroinoo? di !lop.
13<)
Iegislasi, anggaran dan pengawasan (Pasal 41 }. Dalam konteks persoalan dengan penetapml
TNGff' dan kont1ik masyarakat lokal, setidaknya ada dua. tugas dan
kewenangan DPRD yang rclevan sesuai dengan PasaJ 42 UU No. 3:7/Z004. Tugas dan wewemng dan lcewenangan tersebu1 ialah: l) melllbahas rancaogan,
menyetujui dan mengawa.Y pelaksaoun P~
bersama dengan kepala diierab; dao
2) memberikan perseni juan tertiadap rcncana lceija wna antar daerU dan dengan
pihak lcetiga yang membebani masyanbt dan daa-sh. Jika kedua lligas dan kewenangau ir.ti dilaksanakan, scmcstinya koofiik di TNGR tidak berla.rut-larut dan masyarakat lidJk perlu berba.dapan Wigsung deQgan .IITNGH sebagai unit pelabana teknis pelllerintab pu&at. Sampai saat survei dilakubn, hanya DPRD Lebalc yang tedihac ikut aktif
dalam pembalutsan Perda pengaki•an masyaukat !Usepuhan untuk Xuepu)wl
Cibedug dan Citorek. Wal1111pwi lremaj~ya sampai saat ini baru dukungan scc:ara politis saja. Sebagai Slakeholdet
yaiig
sesu11gguhnya rnc:megang peranan
kuocl, DPRD sebaiknya dilibalka.n dalam proses penetapan TNGH dalaJn ha.I berbagi informasi, konsuk.asi da.o. kontml Bef'dasarkan nn&lisiJ di.tas, seluruh .stakeholder! k:unci hams dilibalbn datam semua tipe partisipasi. Kh1uus untuk i11staosi yang wilaya.h kerja dan/atau
sub,taMi l:.ewenangannya terkait lug.sung dengan rNGH sebaiknya dilibatlcin sebagai mitra pengelolll&4 TNGH acpcrti amanat Pasal 17 UU No. 3:l.l2004 yang mewajibkan pemerintah pusat 11.QtUk bekerjasama dengan pemerittah daerah dalam hal pcnytrasiM lingkungan d4n tata ruang serta pe
kewenangan, pengaruh dan estimas! sikap masing-masing st.akeholder dirangkum dan disaji kan pad a Tabel 29 3. Stalcebolder Pendukullg
Stakeholders pendulc1mg merupakan stakeholders yang tidak me!Jli!iki kepemingan langsung terhadap pl'O)d: tapi mcmiliki kepedulian. Mereka dapat menjedi intermediaries atau fasifrtator dalam proses dan cukup berpengaruh
terliadap pengamhilan lceputusan. Ada enam keloropok yang masuk dalam kategori stakeholders pendukung uDC.ul TNOH. Keenam kelompok ini ialah :
J3J
Lembaga Swadaya Masyarakat, ln...U01si Pendidikan dan Lembaga Pen~litian, Swasta, Leinbaga Donor, lndividu, dan Forum Kon:amikasi atau Organisasi Masyarakat. A. U!mb•ga Sw•daya Miuyarabt{I.SM) Bccdasarkan ha!il obsef'lll8i dill peneluSUtllll literatur (Lalrlpiran 2).
setidakoya ada enam LSM yang beraktiviw di lolrasi smdi. KeenalD LSM tersebut yaitu RMI, LATIN, PEKA, ABSOUIT, dan Y•yasan Ekowsisat.a Halimun. RMI mulai melabihn kegiatan di TNGH pada W1Un l992 di Desa
Malasari dan Curug Bitung. merebi mengembangkan prognun kebun eoergi. Pada Wlun 2003, RMI muJai monjalin terjasama clcngan iuasyarakat Kasepuhan
di Desa. Citorek: wrtuk mernperj1unp
J)Cllgakuan IU!at dari pemerintah daerah.
LATIN muJai mel1kuk:aq kegialarulya di TNGH pada tabun 2000. Desa Simarasa merupakan salah satu deaa
!U81an
dafan ll\Cllgembanakan k:egiatan
huian kcrn1syarah•S11 di k.awuan lindunglltonsc:rvasi. Program utama yang
dlkembangkan di desa ini ialah penguawi kelembagaan. T<egiatan pengemb111gan elcowisata. meiupaklll salah ~
agenda program penguatan keleml>agaan ini
Dala111 melalcSAJ1abn kegiatannya, LATIN bekl:rjasama dengan Ptrllutani dan Dinas Kebutanan seternpat (Huit wawancara deagan sraf LA TIN-Sulcabumi:
Bapak Ahmad Suwarno dan Denni pad& 19 Febru3ri 2007. Hasil wawencara dilengkapi dengan basil dolrumentasi cataan lap1111gan LATIN di lowi studi. PE.KA rnulai berakt.ivitu di kawasan TNGH pada tah1111 1997. Program yang dikembanglcan dianta.ranya llletJ8ea.ai J)elldidibn lingkungan hidup melalui pendirien perpustakaan dan penguatan C>rganisa:si 1J1BSyarakat mclalui kelompok
taoi di Desa Cisarua, Simara.st dan Cipeuteuy. ABSOLU1' awalnya adalah lc.elo111pok pemuda daa pemudi yang berasal dari Desa Cipeteuy dan sel:itarnya deogan tujuWI membuat kegiatan ytlllg dapat mengisi wak.tu. Tujuan ini berkembang sejalan dengan banyaknya LSJ\! yaag
beraktivitas di desa mereb. dan dikembangbn.nya ekowisata di CitlJa.bab. LSM ini mulai mengembangkan kapesitas anggota dengan berpartisipasi dalam berbagai pelatiban seperti: guide dan intCrJRt~.
133
Yayasan Ekowisata .Ha)imun (YEH) didirikan oleb beberapa staf yarre terlibat
dalarn Konsorsium
Program
Pengembansan
Ekowisata
TNGH
(KPPETNGH). Yayasan ini didirikan setelah aktiviias KPPETNGH berakbir selling dengan berakhimya proyek yang didanai oleh BSPIBCN pada tahun I 998.
Tujuan didirika1111ya YEH adalah untuk menjaga komitmen dan hubuogan moril yang sudah dibangun dengan anggota KSM di Desa Cisarua, Desa Malawi dan Desa Siroarasa. Kepentingan lembaga ini di TNGH wnumnya UDtuk melak.•analcan program pendampingan dan pensembangaii masyantbl lob.I. Dalam melakukan ptmlampingau masyarakat, LSM umwnnya beckolaborasi dengan lembaga lain seperti lembaga penelitianfpendidikan (CIFOR, ICRAF, dan IPB), LSM lainnya,
dan lembaga dl)nor (Yayasan KEHATI, Yayasan Kemala, dan JICA). LSM juga berkonsultasi densan beberap• naris.sumber dari i.mtansi pcmerintah, swasta dan masyarakat sendiri. Namun demikian, LSM yang beraktifuas di lokasi studi walaupun mempunyai lokasi kerja yang sama nanwn klll'Cna tema program yang beebeda maka mereka bekcrja sendiri-~1mdili. Berbeda dengan institusi pemerinlab. .keberadallll lSM di TNGH tidalc diikat oleh suatu kewajiban balk untuk. jaegka panjang maupun pendek Lembaga ini secara legal formal tidak mcmpunyai kcwenangan maupan hak veto dalam peogambilan keperusan. Namun demikian, karena kedekatan den ketertibatannya seeara la.ngsung dengan persoalan masyarakat, mereka mempunyai pengaruh yang c1dcup besar untulc mempe11garuhi pendapat masyarakat dan merubah .keputuWJ. Salah satunya dengan memobilisasi masvarakat lokal. Terbentuknya forum Komunikasi Masyarakat Hallmon Jawa Barat-Banten (FKMHJBB) merupakan salah satu contoh yan8 diinisia.si RMI dau beberapa I.SM lainaya. Berda.sarkan kcpcntinga.n dan pengaruhnya tersebut, stakehuldi:r ini perlu dilibatkan setidaknya dalam pengumpulan intormasi, dan konsultasi, Lembaga ini dapat dilibatbn sebagai mitra kerja dan pads tahap evakiasi (kontrol) jika. LSM tersebut eukup
mengakar di mosyarakat. B. Tnstitusi Pendidikan atau Penelitian TNGH sudah menjadi lokasi peneluian bagi mahasiswa, peneliti dan
134
pendidik dari tujub insiansi yang masuk dalam karegori lnstitusi Pendidikan dan lembaga penelitian.
Ketujuh instansi ini adalah instilusi penJidikan seperti
Jnstitut Pertanian Bogor (IPB), Universiw Indonesia (UI), Universitas Padjajann (UNPAD)f
Indonesian Resoore6 Center fer
Lembaga llmu Pengetahuan
IndigBTIDtlS
!(71l)w/tdge 1NIUK,
lndoue~ia (UPI), ICRAF, dan Orgenisasi
kemahasiW11an seperti Bil>lbgical Scienee Club (BScC) dari UniveTSitu Nasional (UNAS). Hampir semua lokasi studi pernah menjadi obyek peueliti1111 dari instilll$i ini.
Sebagai pengguna laiwasan TNGH haik untuk penelitian maupun pendidikao, stllkehoJder ini tida.k memililci hak veto da.lam pengainbi Ian lceputusan. Penetapan 'fNOH juga berdampak tidalc lang,110g tedwlap mereka.
Namun dem.ilcian., pemahaman dan kontnlrusi basil penelitian mereka dapat dijadikan masulcan untuk mempecbaild proses perencanaao dan k.inerja pengelolaan kSWlWUI. Karena itu stakeholdtt ini sebalkuya diliba.tlc.an minimal pada tabap inroonasi dan lconsultasi. (
C. Swast11 Ada tiga perusahan swasta yang cukup besar yang beraklivitas di lokasi
l!tUdi. Ketiga perusaban tersebut ltdah PER.UM PBRHUTANJ131, PT Perkebunan Ninnala Agung, dan PT Alleka Tambaog (ANTAM). SebasaJ lembaga BUMN milik Depanemeo Kehutanan, Perhutani tidak JDemiliki hak veto terhsdap Jcebijak.an yang dibuat oleh negara, Namun demikian, mengingat kapasitas personil dan modal yang diwiliki, Perhutani dapat menggunakan jalur Jobi untuk mempeagaruhi keputusan. lJisisi lain, berdasarkaa basil wawancara dengan masyarskat di eJDpat lokasi studi u•. citra Perhutani sangat bwuk di mata
masyarakat. Selain dipandang lidak. 111Cltllrukan tugasnya meujaga Cagar Alam dan membina masyarakat disekiearnya, oknum perhutani dilaporkan sering rnemungut hasil panen masysrakat secera paksa. Mere.lea mewajibkan masyarakat
tP Pl>RUM PE~llUTANI o
km).., Nepn
Mdik N'll"'
acl>opi .....
dial"1 daWu UU l
I.•"'1i..i.ri, dimmo xltaWo mo4aloya 4D1ili.\i Ncpra IJm'!"' doa ~dd:~ ..., -.. (l'I' Na.)012(10J ,.... ) ")'1' I)\ Tups dul kew.,,..,...
""al
}'1118 dip-.,
PllRIJM tdallh mniyelcn~
~Cii""" p<11gt)olaAn 9-
dalam mlayall l
7U3 .,_. ptdt Rl'H llcrda...u. pUldp ,......_ aylll I,~ l)"I l~ Padl reutqg WNa JP61·19'!S, C>;or Alam
~!Wimwtdil:elolaokllF.....,l'erlJWni(lllRdadol'.IOOl
yang menggarap laliao yang diasumsikan
13'
lahan Perwn untuk. menyenbkan
sebagian basil p&llCtlnya (Hanafi et al 2004; basil wawan~). petugas
lapangannya
semakin
memperburuk
hubungan
Sikap arogan
mereka
d~an
masyarakat. Perlu waktu bagi Pert.rtani ul\lllk memulihkan kepecc.tyaan masyarakat. Bcr.ula di el'ICkMJ TNGH dan beroatasao Jangsung deagan Desa Mlllasari, PT. Nirnlala Agung adalah perkebunan di Kawas!lll TNGH yang sud.ah Ilda sejalc zaman pemerintahan kolooial Belaade, Sejak: dihmbaJ!8kaonya
kegiatan
eloowisata. di TNGH, bihun 1997, pmdlunllD roulai membuka diri untuk meojadi salall satu obyek wisata. Program yang dikonbangkan ialah pengeoalaa proses pengolaban dan pembuatan tell. Kerjasaina juga dibaoguo dengan pe.111andu yang berasat dari masyarakat lokal. Kondisi ini m~pakan peluang untuk JDenjadikan peckebunan teh sebagai mitra TNGH. PT ANT AM mempakan peruubaat1 yq
dimiliki pe111erintah Indonesia (Hanafi
el
sebagian besar ~nya
(65%)
al. 2004). Sejacah dimulainya
penambangan bijih emas di Kawasan Ekosistem Halimun dimulai sejak tahun (
1916 di Cikotok dan beberapa lokasi lainnya (Lampiran 7 Sejarah Pengelolaan
TNGH). Pada 20 April 1992, PT ANTAM mendapat Kontrak Karya baru untuk w.D.ru 30 laliwi116• Wihtyah koJJt:rak kerja penambaagan ioi terdapat di Ciguha,
Desa Malasaii; Kubang Cicau di bagiao tengah, dan Ciurug, bagian Se~ao kawasan TNGll LoklW ini berada diautara Go. Pongloor clan Gn Burak di SubDAS Cikan.iki yang mempakan kawasan 'INGli (Haa.ati et al 2004). Hubu11gan PT M 1 AM dengan masyarak'at sekitarnya retatif c:uhip baik. Hal ini dapat
dilihat dari beberapa program keMasyarakatan PT ANTAM sepecti penyuluhan, peugobatan masal, pembentukan KUO dan pendidikan bagi 65 peagusaha kecil (Hanafi et al 2004). Pola hubuogan yang sudah terbangun sepeni ini merupakan poten~i yang dapat dimanfaatkan 8TNC'YH \1ntuk menjadikan PT ANT AM sebagai mitra kerja.
·~ •4iu.11S&taJI" ""-'*!i .. -""" sap«\i ... C.1>«lq. ~.... bl>al'oum.!d...U--ba
-
-
136
D. Lembaga Dllqor Ada tiga lembaga donor yang
mendukung
beibllgai aktivitas Jembaga
teitait di lokasi 5tudi. Mmka adalab United State Aid for Imemationa! Developmem (USAID), Japan lntmrariOl'rti/ Corporation Agency (JICA), dan Yayasan KEHATI. USAID merupakan donor pada. lahun 1995 yaitu tahap iaisiasi pengembangan ekowisata.. Dana dari USAID disalwkan lc:epada .KPPETNGH. JICA 111enJpakan Jembaga ytlD8 menyalurlran dana hibah dari pemerintah Jepaag uotuk 1110ndulru11g kol\SCt\lUi kwiehragaman hay•tidi Indone9a. Untuk
TNGH, bsntuan ini disalurkaJI melalui proytk Biodil>usityConsenation Program (BCP) yang dimulai pada tiulan Juli 1995 di TNGH ata1 kerjasama dengan
Departemc:n Kehutaoan dan LIPI. Yayasan KEHATI inerupakall
lembaga
yang dibenruk: oleh tokoh
Pernerintah dan LSM untuk tnef18elota dan meoyalurkaa
tersebut digunakan
untulc
kegiatan
y~
dana hibalt Hibah
bcrkaium deng.o
konservasi
keanekaragaman htyari. Di TNOH, yayasan ini pernah membiayai dana operuional pendampingan masyarakat untuk lc:egiat&11 dcowisala sefama kurang lebih satu tahun. Penmpan TNGR tidak berdampalc ta1iadap keberaJaan l~mbag11 donoc. Kepeningan lembaga ini adalah menyalurkan dana bibab untuk kegiatan yang sesuai dengan 111isi11ya. Meskipun memiliki pengaruh terliadap keberadaao dana operaaio1U1~ namun pelll!gUl!llall daa pcmwuian daoa lwus bcrdasalkan k.ebutuban dan k.epenti.ngan kedua belali pihak (fNGti dan lembaga donor). Karena itu, st.lceholder ini sebaikllya culwp dilibatlcan pada lahap informasi, konsultasi dan mitra kerja. E. Individu (J>eneliti dan Wiutawaa) Penetapan TNGH tidak befdampak
lang.!Ung baik kepada wisatawan
maupun peneliti. Namun mereka memiliki kepentingan sebagai pengguna TNGH. Sebagai pensguna k.awut.n TNGH baik untuk peaelitian maupun rekreasl,
stakeholder ini tidak roemmki hak: veto dalam pengambiIan keputusan, Penetapan TNGH juga berdampak tida.k lang.sung terhadap mereka. Namun demikian, basil penelitiaa dan
keberadaan m«eka merupahn parameter sukses tidaknya
pengelolaao ltawasan. KlreDil itu slakeholder ini sebaiknya dilibatkan minimal
137
pada tabap infnrmasi dan koosuhasi, F. Forum KoJDuofkasi atau Orgaueet Masyarabt Berdasarlcan basil penelu.
}llJl8
pernah atau masih beraktivit.as di
lokasi stud.i. Kelima orgaoisasi terSebul ialah Forum Komunikasi Masyarakat Halimu11 J11.wa Barai-Baerea (FJ(MHJBB), Persatuan Adat Bauten Kidtll (PABK), Konsorsium Program Pengembangan Fkowisata TNGH (KPPETNGH), KSM dan Himpunan Pema11du Indonesia (HP!). Sebagai cotttoll be:rdirinya FKMHJBB dan PABK yang merupakan forum b>mumbsi
antar
posisi meteka terhadap setiap kebijabn yq
masyarakat uJitul: menyuarakan b«dampak terhadap kehidupao
mereb. Peegaruh forum ini temadap peogambilan keputusan di TNGH cukup tinggi. Selain merupalcan representasi dari masyarak:at lolral keberadaan aliansi
masyanlcaf i11i tidak terlepas dari duku11ga11 berbagai lembaga sw1ulaya masyaraker seperti RMI. AMAN, KE.MALA, HUMA. dan Sawi1 Watch. Karena itu stakeholder ini sebailcnya dilibatbn pa4a semua tipe partisipasi. Disisi Iain, potensi ekowisata. di lNGH telah menarik berbagai pihak untuk. memb~ntuk memberikan kontribusi. M'isalnya, .KPPETNGH, KSM, dan
HPI. Kedua kelou1polc stakeboldec ini mempunyai misi yang sama yaitu menjadilcan kawasan TNGH sebagai saiah satu daerah tujuan wisat.a. Saywgnya, sejak tahun 1998 KPPIENGH tidak beraktivitas lagi di TNGH. Sementara HPI masih berkomunikasi dengan anggota KSM mo:skipun tidak rutin. W&laupun
tidak memiliki k:epentingan secara lallg5Ung. namun kedua bentuk organisasi ini memi liki kapasitas dan jaringan l:erj&Sama dengan cakupan wilayah yang luas. Karena itu, kcdua organisasi ini mcrupakan stakeholder yang berpotensi untuk
dijadikan seoagai mitra kerja. Karskteristik stakeholder pendulrun.g di lokasi studi dirangkum dan disajikan pada Tabel 30.
4. Hubungan Ketel'lcaitan Antar Staktho1tkn Selain mengidcntifikasi stakeholder yang tctbit dengan pengurusan hutan di TNGH, pada bagian ini dianalisi&juga bnbungan alltar stakeholder. 1'ujuan dari
13&
Tsbel 30 Stakeholder pendnla.mg di lokasi srudi LOKASI STUD!
STAKEHOLDER PllNOUICUNQ
\.LSM
PE.RAN D/ILAM "PROSES PENETAPAN lNGH/S
Pa5ilkasi
PERDA
masyanibt~~ ~ ~ 2.~iti
IPB, I.II
3 F~mnn KOlllUlliWi
l'KMHJBB; J>ABK
1.LSM
LATIN VEl
~llllll
dolcoDtern2si
hnicmarilWi clan dokumcutasi sejanh llCt1ll budaya lokal A~ pcngalmanaclat l'e!igu11n orpaisasi pe1lirli Pc11dampingan masysraUt dolam ~dcowisola Pe!liJlgblaa
1-:qmno• ~
~el:IJ\\U..U.
1"'emari!ll5i stjarah
3 Forum Komunibti
Ocsa Ci§alUJ
I. LSM
daD
dokaltlealaii
budaya Jobi
FKMJ{JBB, clan Advokasi pcngalruan Ilda! PA.BK YEH
Pendampinpn
masyarabl dalam
Q\CSll!Clnba~ku ekow1sata l'eagcmllrmp1 ck'ol>tsaui l'cneliban sosi;ol budaya Jrecnek:aragamrui bayati
KSM 2. h1.stiluli
scrtJ
UPI, 1PB
~dldikW
dan
PIOIKtilW
1H::sa Malasari
l. LSM
2.lmtiluli
Pe.ididWm. partisipotif,
krilis,
~ m~iglcu
masyarabt dal.
pem<'S!"
elawiuta Kampenye ~ Ji.aglrunpo, pcaiogkalaD bpas!IJls rossyambt lokal ~olrowisaia
KSM UP{, 11'8
h:neli1w1l
!'(ndidlkaJll
ffayati.
Lanstkap, Ekowisata
~eliliao 3. 51'-a.ll.
4.~s;i Donor
~mbenm pclabanaan
3.lndlvidn 6. Forum
proocs
pene13JXlD clan peogelolaan Tl'IGH
Wisa!aalam
,.;satawan f1CMlf.lBB
.KonuuWi Sumiier: fusil peneluwam !ilen.1lit daR ~
Advobsi pmyelc5aia.u..krotfil ~
139
analis.is ini adalah untuk mengidentifika.si ko11flilc: hubungan stakeholden dalam pengurusan hutan. Sifat hubungan yang diidcntitikasi dibagi kedala.m enam kategori yaitu: I) kerjaisama; 2) hubW18an sauktural; 3) .lroordinasi yang tidalt
optimal; 4) lcontlik.; ; ) komunikasi yang tidak optimal; dsn 6) aliansi. Si.fat hubungan ini diga)i berdasarkan penelusuran literatur dan fakta di lapongan.
Oerdasarkan basil analisis
ini, dapat diidentifikasi bahwa .lronftik dalam
pengurusan butan di TNGH disebabkan ole& hubungan anw stakeholder sebagai berikut. • Konflik. antsra masyarakat deogan BTNGH kareoa ada ketidaksepakatan
masa!ah staws dan akses terhadap lahan. Hal ini dipieu oleb ldaim BTNGH deogan menetapkan peranmm dan perundangan yang diengg.op 3epihak du membuat pemetaan kawasan tanpa melak.ukan verifibsi lapangan; •
Kurang optimalnya komullikasi autara masyarakat dengan Pemerintah Daerah
selaku stakeholders kunci dan pasifuya peran PEMDA dalam menyikapi persoalan di lapangui
menyebabkan ma:iyarakat berkonfronwi langsung
dengen BTNGH. Situasi ini dipenmcing oleh peran beberapa LSM yang tidak netral atau tidak jelas posisinya dalam membantu penyelesaian kontlik sehinggu komunikasi para pihak semakin tidak ko11dusif; • Kurangnya optimalnya koordinasi
yang dilakukan BTNGH dengan
stakeholders kunci lainnya. Komuoikasi dan koordinasi yang sudah ada selema ini barn sebatas saling berbagi pandangan dalam forum diskusi, seminar, l
tidal:: proaktif dalam melakukan kornunikasi dao
koordinasi. Kondisi ini menyebabkan banyaknya persoalan di lapangan yang tidak terselesaikan dan menimbullcan k:etidalcpa!!tian bagi masyankat; • Secara struktural dan legal fonn.il, pemerintah kabupaten, provinsi dan DPRD memiliki lrubungao kerjasama. Demikian juga dengan pemerint.ah pusat. Namun tidak diperoleh informasi meogenai kerjasama dan koordinasi untuk isu konOik dalam pengunisan hutan di TNGll. • Kooflik anwa
rnasyarakat dengan pihak swasta (terutama
PERHUT ANI) menimbullcan trauma.
PER.UM
Karella terliataso.ya pengetahuan,
140
masyarakat menganggap posisi BTNGH, sebagai pengelola kawasan yang bani, sama dengan PERHUT ANI. Kondisi ini mcmbuat rasa saling percaya sulit dibangun. Matriks hubungan keterkaitan antar stakeholder dalam pengurusan butan di TNGH disajikan pada Tabel 31.
5.2.2 Analiris Kebijakan (Anallilis Asumsi) Tujuan dati anal.isis kebijakm ini adalab untuk I) mengidentifikasi peran pelalru lebijakan dalam proses penetapan taman nasional dari aspck legal fQ!111W; den 2) mengidentifikasi realisasi
atau
implemmtasi peran tersehut di lokasi SbJ(i;.
Dalaiu studi ini, atUntsi pemt pelaku diidentifikasi dari 47 (empat puluh tujuh) penturan pcnmdansan yang dapat menjadi pedoman pemerintah pusat dan
dacrah dalam proses penetapan taman 1Wional (Lampiran 3 nomor I sampai dengan 41). Sedangkan untuk mengideotifikasi realisasi atau implementasi pee-an t«.sebut di lokasi studi data yang digunakan berasal dari hasil content analy.;is terhadap 24 dokllmen kebijakaa ditingkat loka.I (Lampican 3 nomor 42 sarnpai dengan 71 ), serta h.uil observasi lapangan dan wawancara.
V ariabel yang digunakan untuk mengidentikasi per an stakeholda- dalam proses pene~pan uman nasionai diambil dari pengenian dalam UU No. 4111999 tentang Kehutanan Bab
m
Pasal I 0. Berdasarkan uodang-uodang tersebut,
bgiatan penetapan atau pengukuhan131 tamao nasional ada lima sub kegiatan yang harus dijalankan secara bahap demi tahap. Kelima sub-kegiaum tcnebut ialah kegiatan inventarisasim, penuojukan13?, penataan Batas ..0, pemetaa.n141, dan peaetapan142• Berdasarkan kegiatan pengukuhan tersebut, diidentifikasi siapa '" r..~ !( ...... ,.,,...~
i.. p.. ~
"'-
"'*""'
....,,b
dl'lab.ba.......,.
bwr • ...,,,....,,d.np<11ulioo bukim ldlk, ....... cloJ lu>S ...... wil&y.hyng ...W. lit~~ la"""" ....... nta?
""""""°
""''l""i ..... """~UM&
""°""'"-..,
"""""I"'"
.... ....
-
,..
,
'
~· . .... .. . ;
142
sajakah stakeholders terlcait dan apa perumya. Ada empat kata kunci yang membantu proses identifikasi ini, yaitu wnan nasional, kawasan pelestarian alam, kawallall konservasi, dan kawasan lind!mg Kata k:unci ini dipilih berdasarkan
detinisi dan kategori kawasan dimana tamm nasional dida.lamnya. Alasan lain, lweoa umwnnya peraturan pemn
Berdasatkan identifilwi variabeJ pengurusan butan terhadap 47 dokumen kebijakao, diperoleh dismllwi
doluioeo yang membabas masing-muing variabel
tenebut yang disajilcan pat.la Tabel 32. Dari tabel tersebut terlihat balrwa total
peran dalam proses penetapau tamAn nasional ada sekitar 13 0. Stakeholder yang paling banyak niendapatkan pecan iaJah pemerintah pusat sebanyak 42,3% atau 55 peran. Sedangkan stakeholder yaog pafins sedikit mendapat peran ialah pemerintah desa yaitu 3Cbanyak 3,8% atau 5 peran, Persentase jumlah peran irti
yang dimiliki oleh masing-masieg
meneerminkan besarnya kewena~
stakeholders T abel 32 Disuibusi peran stakeholdels dalam penetapan tama.n nasio-oal ST AKE!roLDER M<>7lll3bt
--
PtiRAN
·--
Jll\'marisasj
6
l'ellJIDjllkan
~
l'Cl!IClaall Peoetapm
!lam 7 4
2
Pemcrin!al> Desa Pemerilllah .Kaliupalal
J
9
JML
%
4
.2()
s
IS,4 3,S
5
15
11,S
25
li>,2
~
4
6
Provillsi l'ema1ntah Pusat i...m-im
5
2
3
9 6
R
14
3
21
TOTAL
4
26
16 Snmber '. Hasil analisis dari 4 7 dobmcn peaiir.in~
Berikut ini uraian peran stakeholder penetapan tarnan nasional:
sccaI1I
43
55 42,3 10 7,1 6 19 130 JOO (Lampiran l DO 1 $Id 47).
nonnatif dalam setiap tabapan
(I) I nventarisasi Pada tahap irrventarisasi semua it•keholders kecuali Pemerintah Desa
143
mempuoyai peran. Masyaralcat berpeian dalain ha! memberikaa saran, identifikasi masalah, dan melaporlcan keberadun konwnitas adat terpencil, Pemecintah Kabupatea berperan dalam ha1 meiryelengganlt
kegiatm inventarisasi
Pemerintah Provinsi berperan menyusun pedoman, menetaplr.an kriteria dao standar, dan menyelensguakan
inventarisasi kll'NaSan. Pemerintah Pusat berperan
dalam me.mbuat kebijakan, menetapbn
kriteria dan standar, meoyelenggarahn
kegiat.an in'o'~SUi, dao mengarur sistem Infonnasi. Seel a ngkan stakeholder peodukung berperan dalam men~
da.a melaksanakan kegiatan.
(2) Peaanjukan Pada tahap peounjullan
Pcuterintah. Pusat
yang
m~
~
masyarakat, Petnerintah Provin,j, dall peran. Masyarakat be(peran
dalam
mengusulkan lobsi ka wasan. Jika mengalarni .kerugian, pada tahap ini, masyaraka! berhak memperoleh ganli rugi. Pemerintah Provinsi membeeikan pettimbangan, mengusulkan, ~
dan menecapkan peoonjukan kawasan
Dallllll menjalankan perannya, Pemerintah Provinsi berkewajiban berlroordinasi dengan Tim Tata Ruang Nasiooat Pemcrintah Pusat berperan dalarn menetapkan kriteria dan standar, menyusun perencmaan,
melakukan penunj ukan kawasan,
memutusbn penuojuka11 kawa.sau dan meaetap.lcan peta penunjukan.
(3) Penataan Batas
Pada tahap penat.aaa bates semua stakeholders mempunyai peran. Masyarakat berperao dalam hal memberikan masukan, penga)ruan bebas hale pi hak ketiga, dan menjadi anggota panitia lllU bat as. Masyarakat juga berhak mendapal informasi pclaksanaan tata batas, Pemeriutah Desa berperan sebagai
llllggota panitia peoataan bates dan menanlatangani berita acara tata batas (BATB). Pemerintah Kahupaten berperan dalam membentuk dan menetapkan tim panitia tata batas, menyusun dan meoeupkan pelaksanaaa tekni s, dan menyetujui BATB. Pemeriuiah Provinsi berperan dalam menetapkan tim penataan batas, berkoordinasi,
meoyusun pedoman penyeleoggaraan, dan menjadi fasilitaror,
Pemerintah Pusat beeperan dalarn membuat kebijr.kan; menyu:sun pedoman; menetapbn
kriteria dan standar, membeutul: dan menetapkan tim/panitia tata
144
batas; membiayai dan menyelenggarakan kegiatan; serta menandatangani,
menyetujui dan mensahkan BAm StakeholdeN pendulrung daper berperan sebagai pelaksana penataan batas, ( 4) Pemetaan Pada. lahap pemetaan banya masyankat, Pemerintab Provin~i dan Pemerintah Pusat yang memJlllllY8i peran. Masyarakat berperaa dalam ha! membcrik.an infonnasi. Peroerintah Provinsi bcrpe:ran dalam memb!W pedoman pemetaan. Sementara, PemerinWt Pusat berperan dalam membuat peta lcawasan. ( 5) Peoctapan :1-'ada tah&p penet&j)tlt semua stakeholden lcecullli !>1Bkeholders peroukung (lain-lain) yang mempunyai pera.n. Masyvak:at berhak memberikan pandangan,
mcmperoleh i1Jformasi dan ruendapat lcompcnsasi. Pemuintah Desa berperan dalam mengusullc.an pescrta kegiatan pcnetapan.. Pemuintah Kabupaten bemak dalam mem peroleh informaai sett a baperui da.laJn h41 memberikan rekome11dasi, menjabarl:an penetapan kaw&!an, du rnetnbe1ikan informasi kepada masyarakat. Pemerimah Provinsi berperan mendapatlcan informasi, memberikan rekorneodasi. membuat peraturan daerah, dan ~ilwi infonnasi kepada mssyarak.at. Pemaintah Pusat berperan dAlam meoctaplcankrituia. standar den status kawasan sena membantu pcnyelesaian konflik. Hasil identi6kui peran S1akeholder dalam
peraturan perundaagan ini din~
du disajibn pada Tabel 33.
B. iu.Iiras Peran Staktllolders dalam Ptogurusan Hulan di TNG.11
Becdasa.rlcan identi6kasi peran
masing-masing stakeholder dalam
dokwnen peraturan perundangan, laiigkah analisis kebijakan selaojutnya ialah melakukan identifikasi implementasi
pelaksanaan peran tersebut di lnkasi
studi. Deegan menggunahn metode aoalisis asumsi, realisasi pecan stakeholder
dalam pengukuh.ao hutan di TNGH diidentifikasi dari hasil observasi lapangan, wawancara dan analisis 24 doknmen kebijakan yang berlaku di tingkat lokal dan INGH (Lampiran 3 no 48 -71). Berikut unian baail analisis tersebut : ( 1) Inventarisasi
·.i;.
•. .
.. .
:·.<_.,_·.~: ...• ••'1•.=_:
~
~.
:::<~;_ . fr
d!
. ; .:
i
~
..
l.li
. :
~11 I
1
:·>·
·:··'..
·~:
~>- ;
~ j
-!
··;,
.
.. '
JJ .. ·
~
d
~ ~~ 3
I
'1
I
i
t
i
IJII · .J l
; ~" u u .
~ ~
I
~ :"
I ]
I ht
J•
1.
I
h .l
J
{g
1 iH I 1
·111 j
f~ i~
I ~ ! bl
146
Pada kegiatan invetarisssi, BTNGH belum melakultan inventarisasi kawasan secara lenglcap. Inventarisasi bani sebatas keanekaraga.man hayati di dalam kawasan (8TNGH 2000a; 2000b; BTNGHS 2007). Dokumentasi penelitian mengenai m~arakat disekitar kawasaa TNGH yang dilalcukan HCA baru mengidentilikasi karakteristik soaial ekonomi dan budaya pad& beberepa d~ sample saja (Harada et al. 200 l ). Masyarakat dibeberapa lokasi sudah berperan dalam hal memberilcAn saran, identi:fikasi masalah, dan melaporkan keberadaaD komunitas adat terpcncil. Sementara peran serta Pemaintah
Kabupaten dan
Provinsi dalam penyelenggaru.n kegiatan inventarisasi hauya dapat diidentifikasi melalui dokumen-dokumen adrninistrui
kemasyarakatan yang ticbk oocara
1angsung diperuntulcan untuk kepeotingan
penetapan TNGH. Sedangkan
slllkeholder pendulcung seperti LSM dan lembaga penelitian (UPI) sudah berpartisipasi dala.m penyelenggaraan dan pelaksanaan kegia:tan inventarisasi. (2) Perunjukan
Berdasarcan has.ii observasi dan wawanca.ra, pada tabap penunjuldcan. masyatalcat tidak berperae dalam mengusulkan lokasi kawasan. Berdawlc:an enali!is pada teks lcedua Keputusan Mcnteri Kchutanan mengenai TNOH dan TNVHS, pada bsgian paragraf menlmbang. dapat disimpulkan bahwa penunjukan kawasao tersebut D1W"ni berdasarkao pertimbangan petl.indungao KH dan ekosistcmnyo
••l.
Tidak ada io!onna.si yang rnengindikasibn pcran Pem«i.Dtah
Provinsi dalam meogusulkan, me111utuskan dan rncnetapbn penunjuk.aD lcawasan. Mel1UJlJ1 peraunen penmdangan perrunjulcan kawasan sebagai l<.SA atau KP A haru.s berdasarkan penimbangan dan usulau Gubernur yang didukung oleh DPRD14'. Kondisi ini roenlmbulkan rendallnya dulcungan PEMDA terhadap keberadaan Tl\GR Padabal hampir semua Kabupaten dan Provinsi di lokasi studi sudah menetapkan perscntase kawMan lindung berikut menyebutkan TNGH
'"T•~ ..... Ahro
.,.rm~.W ... ~utN-:'ISVJC,...umT..._P
°"""8 IW ......
Pt.viwii,
Ti~
Yang
l J-.w. Bani
s.tuae :I:. 40000~
N..;..,.a ~Halm""'.._ ~No. Dao P...,,,.,_ P.,,,p Ko""... II-
K.lv-
.... bthm~Donl'nvajubn<'<>tw 9ogw Dao D
,..,,""1 Di l:elNpol
f-
...... gP.......,,.... KA,._T.,... ~ G1•>01111iloWm>• i..,. .BAn1 o.. Ptt.vlmi o.n... M
°"""''
I~
J"iaelW R
s.i... .t 113.3S7 lld"3r Pi ... ....,
"""'IAmjoir>ll
147
sebagai salah satu taman nasional )18118 berada di wilayah mereb.14'. Pemerimah Pu3at beTpenn da1am menetapka.n kriteria dan stander, menyusun
perencanaan,
melalcubn
pe11U1tjukm
kawasan,
memut\1$kan
penurtjukan kawasan da.n menetapkan peta pcnunjulcan. Semua peran tersebut
sudah dilakukan Pemerimal! Pusat. (J) Penataan Batas Seperti diakui BTNGH dalam beberapa dokwnco laporaanya, peoataan
batas TNGH sarnpai saat ini belum $Clesai dilalcukan (BTNGH 2000a; BT'lllGHS 2007). Berdassrkan hasil wswancan
dCJl8llll beberapa nar/lJlllJnber, dialrui
b•hwa
hampir ~emua stakdioldcn dilibstkan dalam pelal'.sanaan penat.un batas. Namun, demildan ada indilwi bahwa proses penetuju.i bebas pibak: k:etiga dari masyarakat dan penctujuan 'RATB tidak melalui pro!eS partisipaai masyarabt
yang benar. Kol\disi i.ni menimbullcan k.onflilt ketidaksepakatan atas tau. batas. Dalam merespon persoa!an i.ni, Pemerintah P1ovinsi dan Pusat tidak berperan sebagai fasilitator
dan mediator. Pen in.i diamanat.bn
dalam peraturan
petUndangan.
'
(4) Pemetaan
Berdasarkan penelusuran literatur dan observasi lapansan, pada taha.p
pemeraan, hanya pemerintah pu&t clan S1lllceh.oldc:rs pendukuns (IlCA) yang berperan . .P~ proses ini, sebagai Slabholder pend\llcuJlg JJCA su.dah berperan melebihi !1lllllWnya. Sebagai contoh kl!fuamya peta kawasan TNGHS pada tahun 2005 yang dibuat oleh Departemen Kehutan.ui dan
ncA. Pemctaaa
ini dilakukan
belum mempt:rlimbanglcan informasl dari basil inventarisasl y&Jlg menyelwuh, penataan ruang wilayah (3 kabopaten dan 2 provinsi) dan veriflkasi lapangan dari masyarakat. Hal ini dapat dilihat pa
ya.as dicantumkan
pada
kolom legcnda. Disana di.scbutkan balawa sum.ber peta berasal dari; I) Peta
Rupabumi
skala
1:25.000
ta.bun 1999, BAKOSURTANAL; 2) Batas TN
berdasarkan SK Menhut No. I 751Kpts-Il/200J; 3) Mesh mop skala I :50.000 tahun 1999 BiucliversjJy Conservauon Project.
"'l'wl l7FttdtNQ3/100)-.. -T... bloc Wi!>JU(Xl1W}~ JABAltlGIGdaoltPlM200'J.:!Qtz .,_ ~ l"'l&di&al -'lllOH IU:ui J?IG.IS; -Tola~ Wibyab JCio~ 8op ..W.i !'ft flo. 1712000; Po
148
(5) Pe&1e1apan
Belum ada penetapan penub terhadap status TNGII. Sepcrti yang sudah dijdaskan i!ebelumnya, sa1ab satu penoalan belum adanya penetapan status ini karena belum tuntasnya lahap inventarisasi, penataan baras dan pemetaan, Namun demikian, pada tahun 2003 bluar Kepmenhut No. 17512003 tentang Penunjukan Kawasan Taman Na~ional Gunung Halimun clan Perobaban Fungti Kawasan Huf.an Seluas :t 11:3.357 Helctar di Provinsi Jawa Barat dan Provimi Bamen
menjadi Ta.man Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS). Dapat diperkirakan bahwa persoalao dalam proses peaetapea aJam sema.tio meluas. Hasil identifikasi realisasi peran stakeboldeis dalam penetapan TNGH ini diranglrum dan di9ajilcan pada Tabel 34.
Berdasarkan hasil identifil:asi pada Tabel 33 dan 34, dapat disimpulkao bahwa bampir semua stakebolden belum menjalankan perannya secara optimal. Sebagai contoh:
a. Pem«intah .Pusat rneskipun bcrperan sebagai pembuat kebijakan. Namun
•
dalam pelaksanaannya. Pemerintah Ptisat melakukan penyimpangan atas kebijakan yang dibuatnya sendiri, Contohnya dalam proses penetapan di TNGH,
proses yaug sehlll'llsnya dilakukan
sccara bert;ihap140 pada
kenyateanuya dilakukan secara hampir bersamaan (para.lei) dimana tahapan berikntnya dilalrukan meskipun tahapan sebelumnya belum selesai
atau
tuntas
diselesaikaa. Padahal ada bebecapa tugas mendasar sepeeti inv~ntari~ d&n tata batas belum dilaksanakan sampa.i tunla&. Preses ini menimbulkan kontlik
dimana pemerintah secara nonnatif juga 1eharusnya berperan seoagai mediator dan fasilitator. Namun pada kenyata.annya peran ini juga tidak dapat dilakukan. b. Pemerintah Provinsi secara normatif berperan sebaga.i fasilitator pelaksanaan penetapan dan invemarisasi kawasan, Di lokasl studi kedua peran ini tidak dijalankan oleh Pemerintah Provinsi. PE.IDA hanya berperaa sebagai pelaksana/k.oordinat
-
.... 0\
'
150
c. Pemerintah Kabupateo belum berperm sebagai pelaksana inventarisasi dsn pengambi I keputusan dalam pel.aks&naan penetapan TNGH. d. Pemeriotah .De5a meskipun diberikan
peran yang relatif kecil dalam
penet.apan kawasan, namun hampir semua. peran $Ud&b dijalankannya. Pecan sebegai pemberi per3etlljuan dalam penataan betas baru dil aksanakan sebagian kecil perangkat desa. e. l\>fasyarakat
nieslcipun mendapat porai peran lebih besar dalam proses
peeetapan taman aasional dibandingbn pemerintah desa. Namun kebanyakan perannya bersifat pasif (penerima). Pervi ini tidak dapat dilakukan dengan
optimal jilca tilblc:
w
media atau mekanisme untuk melalrulcannya.
Berda.sar!can observasi, llUL\}'araUt biaaanya titlak diundang dalam
1)!'06eS
pengambilan keputman. M«tka banya dilibat.b.n dalam proses .k-onsulWi
kompensa.si mu gami rugi bagi
masyaralcat yang terll:ena dampak ata penunjulcan kawasan TNGH. f. Di TNGH, stakeholder pendukung yang cukup menonjol p«n.nnya ialeh JICA
'
sobagai Donor, konsultan IlCA, dan LSM. Berdasarkan hasil observasi dan penelusuran
literatur, stakeholder
kewenangannya
yailll terlibat
ini sudah berperan
mefebihi kapa.sitas
dalam pembuatan kebijakan dan proses
pengambilen kcirutusan. ~erelu mccumoskan kcbijalcau
pc;nyu:sunan rencana. pengelolaao.
l)aJam kondisi
ini LSM dianggap
merepresentasikan masyarakat. Semeo<ara, JTCA mewlis dao menerbitkan beberapa dokumen kebijakan :seperti Ecotourism Action Plan dan peta
kawasan TNGHS. Hasil analisis esumsi kebijakan ini dirangkum dan disajilran pada Tabel 35.
5.2.3 Halli! Al\llisis Kebut•han Tujuan dari analisis kehulllhan adalah untuk mengideJJtifiwi
kondisi saat ini dengan kondisi yug diharapken
serta
gap antara
ko11disi seharusnya
dilalruka.n psda konflik penetapan ThGH Hasil yang diha.rapkan dari analisis ini
adalah tenusunnya altematif peJ!Yelesaia.n y:mg sesuai dcngan kebutuban para pihak Dalam studi ini, target grup dipilih berdasarkan pihak yang terkena dampak
I
r1~~!
I ~~
I
f-.,
I lII
-
..,....
151
langsung dan pihak yang menabenlcan dampak yaitu stakeholder utama dan stakeho\@r kunci. Data dan informasi unlUk mengidentifikui gap antara kondisi saat ini dan yang diharapkan diperoleh dari basil observasi, wawancara, dan penelusuran Iiterarur. Berilart ini intisari basil analisis kebetuhan: I, Ka.!lepllhsn CiMdug, Deaa Citorek, Kecamata• &yah, KabupateD LetJ.l Ada empat jenis ko.oflilc di Kasepuhan Cibedug, Desa Citorek yaitu
petbedaan !istem nilai, status laban stallls saat ini sebagai
c11C/'OQC}uncr,t,
kd idak:pastia.n akses.. Koodisi saat lnl di
ketidaksepahtan Uta batas, dan
lapangan mellllDjukan bahwa walaupun secara de jrtre peraturan perundangan menjadi saln-tahmya acuan dalam rnengelola kawasan tetapi secara de sisrem nilai adat maslh dijal~
Karena beium adanya la.ogkah penyelesaian
balk: dari B1NGH maupun Pm.IDA setempat
encroachment.
Status
ini
facto
berimpli.kasi
status lahan masih sebagai pada
masih
berlangsuognya
kctidalcsep&katan alas tata baw yang ada. Staius lahan lni juga berimplikasi pada ketldalcputian alcses tethachp SDA Rerdasarlcan hasil wawaneara daa obsen-asi lapangan, ~arapan masyaralcat terhadap p~lllal\
yang dihadapinya ialah meialui pelestarian hukurn adatnya
mereka dapat mengontrol pengelotaan wilayah adatn~. Mcngena.i stews lahan, masyaralcat menginginkan status wilayah adat berada di Juac BTNGH. Mereka juga meagioginkan rekoll3truk3i tau l>Gltu dan dapat mengakses SDA dengan aman Sedllllgkan berdasarkan
hasil wawancara
harapan B'INGH dalam mcn:spon
persoalan
dan peaelusuran
literatuT,
status lab.ut ialah PEMDA
ruel)lbaika.n kepastian sikap dalam haJ pengUu8Jl terhadap masyarakat adat di wilayahnya.
Hal ini diperlukan karena akan berimplikasi pada penyelesaian
konflik lainnya seperti tJlta be.tas dan akse& masyarakat. Mengenai keinginan masyarakat untuk meodapatkan alcscs dan kontrol terhadap SDA, BTNGR rneoyebutkan beberapa fa.k:ta di lapangan. Misalnya, akses yang dilakukan m&syarak.at tcrl>adap SDA selama ini bersifat ekspaniif (pe111buban lahan untuk pemukiman, pertanian dan kebun) dan eksploitati f seperti peoebanga.o kayu daa penaaibaogan emss. Kebutuhan seperti ini tidak dapat dipeo.uhi oleh kawasan Taman Nasional. Aktivitas pemenuban kel>uruhan
153
seperti ini seharusnya diakomodasi di mar kawasan konservasi. Disisi lain, fakta tcrjadinya degradasi lingkungan dan pencemaran ling)cungan di bwasan TNGH
di wilayab Kabupaten Lebak mcnj.adi bukti bahwa kearifan lokal yaug ad& di masyarakat tidak dapat llle®)ntrol ~
SDA yang ad& (Gambar 8 clan 9).
Ben1asarkan jenh \:oTifrll<, kandisi saat ini, dao harapan stakeholder, ada
empat kebutuhBn yang pcrlu dilaloihn di lo~asi studi untuk menyelesaikan kontlik.
Peitama,
memanfaatkan si1tem nilai masyarakat yang dapat mendukung
tujww lroa.seLVasi tnelalui kemiuaan. Kedua, menyelesaik:an siBtus lahan molalui
proses negosiasi
deilSJll1 PF.MDA
Selanjutny-, bail: inasyarabt
Kc:tigl. mel .001b.n rekonstruksi taia blllas.
maupun BTNGH melakukan peogembangan akses
terhadap SDA yang leswi dan menddbmg fungsi
nwasan.
2. K.uepuhan Ciptanua, Desa Sirna...-. Kec:amatan Ciltabk, KabllpaWI Sukabumi
Seperti di Kasepulwl Cibedug, sda ernpat jenis kontlik di Kasepuha.n Ciptaeasa, Desa Siman.sa yaitu perbedaan sisrtm nil ai, sranrs lahan status saat ini seoagai encroaclrmenr, ketidaksepakatan tata batas, dan
l.:etidakpastian akses.
Kondisi saat ini di lapangan mem.mjukan bahwa walaupun secara de Jure peraturaa perundangan mcujadi satu-satuny1. acuan pengelolaan SOA, td.lfpi secaca de facto sistem nilai adat masih dijalankan. Untuk staais lahan, sebagian
wilayah adat Kasepuhan Ciptarasa masih berstatus sebagai bagian dari kawasan TNGH. Hal ini di sebabkan kareoa bdnm adsnya langkah penyelesaia» bail: dari
BTNGH maupun PEMDA Status ini berimphkasi pada masih berlangsungnya ketidwepalcalan aras tata batas yazig ada. Status laban in i juga berimplikasi pad a
ketidakpastian akses terhadap SDA Namun, karena longgarnya pcngawasan, masyarakat masih dapat mengakses SDAdi Lawasan TNGH.
Berdasartan hasi l wawancara dim observasi lapangan (!ampiran 1 ), harapan masyarakat terbadap persoal.an yang
dihadapinya i atah adanya
kepastian sbtus mercka, Selama ini stalU3 perambah dan pemukim liar (encroachmem) melekat pada sebagian masyarakat Kasepuhan yang bermukim di
dalam kawasan TNGH. Status tersebur hanpannya dapat di cabut. Pcrsoalannya terdapat dua kcbijabn )'llll8 saling berteotangan. Pada satu
-
..... .,..
"
.,, •
I
I
a
R
•• &
~
g::• e
"'_,
)
'*·
i~ §
'l
. I~n iW: i
x., 4 .. e "~ ;~ ! ~ "~
~p ••
.Ii2
.. :I
!
..
~ .0
...i
l :I
..-·.-
3 6 (::
-
~
"O
·.;;
;
~
I
'"' 0\
::i
1
(!)
\
156
sisi, t'.t:.MOA memberikan status kependudukan resmi dan peluang untuk pemekaran desa tapi disisi lain wilayah administratif desa diklairn pemecintahan yang sama sebagai kawasan taman JWio1141. Dalam merespon persoalan ini, pihak l'l:iMDA ben1ikap pasit: Selama ini,
nwyaralca.! dibi.ulcan berkontronlasi
langs:nng dengan BTNGH padahal masalah kejelnaan status ini mcropakan kewenangan l'EMDA. Seisin itu, LSM sebagai lembaga pendamping, le.arena keterbatasan kapasita\ sumberdaya manusianya, sering memberibn informasi yang tidak sesuai, bahkan ceoderung provolcatif'.n. Berkaitao dengan h4l tersebut, pihak BTNGH berharap adanya kepastian sikap PEMDA mengenai pengalruan st.alUs k.elompok adat dan jaminan dari kelompok adat uutuk menjaga kelestarian
kawasan. 8erdasarlcan jenis lconflik, lcondisi saat ini. dan llarapan stai:eholder, ada empat hal yang perlu dilakukan di lokast sllldi untnk menyelesaikan konOik.. Pertama, memanfaatkan sistent nilai mllll)'arak11t yang dapat mendukung rujuan
konservas] melalui kemitraan. Kedu11, menyelesaikan status lahan mclalui proses negosiasi deogan PEMDA dan masyarak.at. Ketiga, melak:ukan re.konstruksi tata baras, Keempat, baik
ma$yarakat maupun BTNGH pcrlu
mclakukan
peegembangau pe1nanfaallll1 SDA yang lestari dan mendukung fungs] kawasan. Kerjasama dengan para pihak, terutama PEMDA, dihutuhka.n agar program pengembangan dapa.t berjalan dengan optimal. 3. Desa Cisarua, Kecamatan Sukajaya. Kabupalm Bogor Hanya ada $alu jenis konflik di Desa Cisarua yaitu meealah akses terbadap SDA di 'INGH. Kondisi saat ini di lapaugan masih menunjukan adanya aktivilas penebangan kaju dan penambangan liar. Menurul respcnden, lida.k semua
alctivilas, yang menW\lt BTNGH liar tecseout, dilakukan mosyoraknt lokal. Pelakunya kebanyakan bcrasal dari orang luar yang memanfaatkan keterbalasan sumberdaya .BTNOH untuk melakub.n peogawa.sandan peng.amanan. Berdasarkan .basil wawancara, masyarakat berharap a.ktivitas tcrsebut dapat dikurangi karena selain mencemari dan menisak lingkungan juga meresabkan warga ya11g biasanya dianggap sebagai pelaku utama. Dalam 1"
w.--.
..s.la~
pt•
4oagoa .Wlm!OR --W.....M.1Selolt """ oodob t.ao b.romul yaog ~ LSM ..,.;filuoi l.i.e tJU>f'OD cb l'l!IU!Vl'ANJ
157
merespon persolan ini, BTNGH sendiri berupzya untuk mengembangkan lcegiatan
pelllllllfaatan SDA seperti pengembsngan ekowisata. Selain dapat
alternatif
mcmberikaii peningkat.an kc3cjaltteraan bagi masyarakat lokal juga secara 1idak
langsung melibarkan masyarakat untuk menjaga kawasan. Namun demikian masib dibutuhkan kerjasarna dengan pihak lain as- dapat berkembang dengan optimal. Berdasarkan jenis kootlik, koodisi saat ini., clan harapan stakeholder, langlaih
penyelesaian yang dibutnl*an
untuk meoyeleWkan konflik
ialah
meegoptimalkan pengembangan ekowisata dengan mernbuka kerjasama dengan para pihak, terutama PEMDA. Selain dapat meninglcatkan aksesibilitas dan ketersedia.an sarans prasarana, kerjasama ini juga dapat membangun lcornunikasi
antara PEMDA dan BTNGH. 4. DesaMaluari, KttamatanN••gp•g. K1b11p11tenBogor Di lowi Desa Malasari, terdapat tign jenis konflik yaitu status lahan ketidaksepuatan cata batas, dan kctidakpastian
ak;cs
temadap SDA. Ada dua
laban yang diseog)cnakan, yaitu lahtn garapan masyaralat pada l11han bekas elcs PERHUTANI clan bebecapa kllmpung yang diklaim BTNGH adB di wilayahnya. Konflik lahan ini berimplikasi kepada konflik tata batas, dan akses. Sampai saat
ini, meskipun ixrtcnsitas konflik sudah sampai pad.a. konffilc: terbuka pada uhun 1998 namun belum ada penyelesaian Berdasark.an basil wa.wucara, masyarakat menginginbn kedua status lahan terseeut
kembali dapat dikelola oleb mereka
Persoalannya, terdapat
perbedaan persepsi mcngcnai hak kepemililnmfpengusahaan
atas tanah yang di
petakan, BINGH belum me!ak.ukan proses inventarisasi termasuk memastikan status bebas hak-hak pihak ketiga alas lahan tersebut pada badan bukum. Sementara itu, PEMD A jug a tidak berperan untu.k mcmbantu mcnj edi mediator persoalan ini. Dalarn
mcrcspon
mengembangkan
persolan
ini,
BTNGH
sudah
berupaya
uotuk
kegia11u) altematif pcmanfutan SDA sepeni pengembanga.o
ekowisata di Kampung Citalahab Central. Selain dapat memberikan peningkatan kesejahteraan bagi mas yank at lob! juga secars tidak laogsung melibatkan masyarakat
untuk
menjaga kawaMn.
Namun
demikian, masih dibutuhkan
158
kerjasama dengan pihak lain agar dapat btlkembang dengan optimal. Berdasarkan jenis konflik, kondisi saat ini, dan harapan stakeholder, a.da empat langkah penyetesaian yang dibutuhbn di lokasi ini. Keempat langkah ini ialah penyelesaian status lahan, rekonSUllksi tata batas, mengoptimalkan pengembangan ekowisata yang sudal\ ada, dan membangun kerja.sama dengan para pihak .
.Berdasarkan analisis teisebut, kebutuhan stakeholder utama masih herlc.iwdalaill pemenuhan dasar fisio!ogis dm keamanan, Pemenuhan dasar fisiologis tidak dapill ierpenuhi ji.k.a sengketa lahan dengan BTNGH belum terselesaikan.
Karena itu pnoritas Jcebutuhan yang huus dipenuhi adalah penyelesaian statu~ lahan clan l)enataan batas wilaydi. Tllntasnya peesoalan terscbut alcan mcmpcrjcles i.uslallsi
mana
yaug
memililri
tugas
clan .kewenangan
umu.k menangani
pennasalahan sosial, elconomi dan bodaya masyarakllt Masymkat juga dapat memiliki lcejelasan di zona atau lc:iwasan yang mana merck:a dapa1 mcngakses SDA untulc. ltbutuhan ter~.
Disisi lain, sebagai instaosi yang bertanggung jawab dalam penguru$9.o hutan dan penselolaan TNGH, ada empat kcbutuban yang harus dipenubi olch Departemen
Kebutana.n dan BTNGH. Keempsr kebutuhan 1ersebu1 ialah I)
k.elersediaan sumberdaya.. 2) stabilitas Kawuan, 3) dulcurigan dtii lcerjasama para pihak, dan 4) tunta.snya proses peng1dcuhan kawasan dan berjalannya rencana p~clolaan TNG.HIS.
DTNUH
dalam
men j aJankan
tugasnya
mengalami
keterbatasan
sumberdaya seperti keterbatasan dana, sumb«day1 manusia (SDM), serana dan prasersua Dibandingkan dengaa luas Jrawasan yang harus dikelola dan diawasi sumberdaya yang tersedia saat ini tidalr menculmpi. Pemanfaatankawasan, seperti ekowisata, belum mcmberikan kontribust dana swadeya yang signifikan walaupun
cukup menarik. bagi beberapa lembaga donor uruuk berkontribusi. Persoalan yang lain adaJah belum
terliangunnya kerjasama yang optimal dan
saling
menguntungk:an l\D.tan BTN
Stabilitas kawasan dibutuhksn agar tujuan dao fungsi kawasan tercapai. Namun kondisi saat ini menunjubn tetja.dinya aktivitas yang dilarang seperti pcrambaha» hutan untuk ladang dan pemu.kiman,
PETI, dan penebangan kayu
159
ilegal, Sumber persoalan terjadinya k:etidakstabilan kawasan diantaran.ya karena kurangnya sumberdaya unmk menjaga kawasan. Persoalan lain adalab adanya fakta kosdisi sosial ekonomi nwya.rakat yang reodah
Selain itu kurangnya
dukungan para pihalc karena tidak terbanguonya komunikasi, dan lemah tingkal lcepercayaan antar stakeholder
Eksisteasi TNGH membutuhkao dukunglln dan kerjasama dari para pihal::. Sayangnya kondisi saat ini menunjukan adanya penolakan perluasan TNGH dan rendahnya dukungan para pihak terhadap berbagai program TNGH. Hal iru depat dilil1at dari rendahnya kuantitas clan lrualitas kerjasama yang t(:l'bangun dan tidak adanya koordinasi program dengan PEMDA, LSM dan pihak lainnya. Hal ini
diseha.bkan karena konmnikasi yang tide.le berjaJan dcngan baik. Selain itu, belum terbangunnya rasa saliog percaya antar para pihak. Kebutuhan lain dari BTNGH/Dephut adalah tuntasnya pl'OSC$ pengukuhan kawasan dan berjalo.nnya renuna pengelolean TNGHIS. Naro.un falcta di lapangan
menunjukan belum selesainya proses pengukuhan kawasan tcnnama proses penata.an batas. Sa!ah satu indik.asinya ialali adanya penolalcan dari masyaralcat dan pemerintah daerah terhadap draft RPTNGHS. Penoalan ini bcnumber pada ketidaksepahaman para pihak meegenai alasan kebutuhan perluasan k.awasan TNGH. Kebijakan pen&iJkuhan juga dianggap top down dan tidak berdasarkan inventarisasi kawasan yang baik. Sama halnya deiigan pcnunjukan kawasan, proses p1myusunan RPTNGHS juga dianggep lop down karena tidalc melibatkan stakeholder utama dan hanya melibatkan sebagian lrecil instansi PEMDA. Dalam proses tersebut, legitimasl LSM yang dianggap sebagai wakil masyarakat dipcrtanyakeu.
Berdasarkan uraian diatas, dukungan dan ketjasama p8111 pihak merupakan sesuatu yang paling prioritas hams diperoleh BTNGH/Dcphut. Jika komonikasi
dan kepercayaan sudah terbangen, maka dapat diri11tis kerjasama dengan para pihak untuk mengisi kekurang1m sumberdaya yang dihadapi oleh BTNGH. Kerjasama ini dapat diarahkan untuk. menyelesaikan proses pengukuhan kawasan, Jika proses ini berjalan dengan balk dan kerjasama dengan para pihak tetap berlaogsung secara berkelanjutan maka dapat diharapkan stabilitas kawasan. Kerjasama
harus
dibangun
berdasarkan
kondisi
YlillS
saling
160
rnenguntungkan. Berdasarkan wa"'8J1Cafa dan basil observasl, kebutuhan Pemeriotah Daerah yang teridentifib.si yang terkait dengan kawasan TNGH ada
dua yaitu manfaat nyata kawasan TNGH uotuk PAD da11 sinkronisasi program di kawasan yang saling l:>erbatasan. Keberadaan 1NGJ-l/S selama ini dianggap tidak memberikan kootribusi nyata kepada PEMDA. Sehingga belum ada program
daerah yan@ secara khusus dan tang.sung tcrkait untuk mendulcung kawar.an TNGH/S. Padahal tujuan kawasan TNGtf dikelota pemerintah pusat setain untuk kepemingan nasional juga untuk melindungi
kawasan bawahannya. Karena itu,
BTNGH harus mampu meyakinkan PEMDA keuntungan apt yang akan diperoleh jilca kerjasama disepalcati. An1iisis kebutuhan
stakeholders
dalam penetapan lcawasan TNGH
selengknpnya dirallg)alm dan disajibn pada iabcl 36.
5.1.4 lmplikasi EIWsting ln1tita1i Terudap Konflik Me11uru1 tinjauan literatur fungsi du tujuaa institusi diantaranya yaitu
memberikan pedomen untulc beqierilaku (Hayami &. Kikuchi 1981 dalam Suhaeri \ 994); meningkatkan efisicasi (Gordillo de Anda 1991); dan mengurang) kctidalcpastian (Gordillo de Anda 1991). fungsi dan \ujunn tersebut dicapai
melalul pengaruran hale dan kewajiban seseorang berdasarkao kesepakatan yang diakui. Berdesarkan
analisis
stalceholder,
aoalisis
kebijllk.lill
dan
analisis
kebutuhan, dapat dislmpulkan bahwa institusi penetapan taman nasional di TNGH tidllk berfungsi dengan bailt karena tidalc dapat mengatasi konflik di lokasi studi Aturan format yang dibuat tapi dalam
pelaksanaannya
walaupun memberik1111 pedoman untuk berperilsku ttdak cutup
efisien untuk rnengueangi derajat
ketidakpastian hak bagi stakeholder utama, Mengacu pada kriteria kiol:lja imtitusi1u menurut Uphoff (l997) dan faktor yang mempengaruhinya (liarnmergren 1998; dan Suroarga 2006: 7-IO). maka tidak berfungsinya kinerj1. institusi penetapan taman nasional di TNGH
disebabksn oleh: I. Pengambitan keputusan yang tidak partisipanfkarena falctorlcepemimpinan; •• ).'.1~
~
inajtye:i~di.\
lbObtl,::1113'diinmaoaj~
~d.p,
ft ~ caiba Ciffwpi6t &u~ )'IU~ pcnpmib).o,)c~f.u;uL komimba ct.. koord...•k, -. pc.l)'dcwllll Wci!lik (t}phol( f9?7:8""9)
t.ilpilllo.Qll --
I... i ~
f
"'-
•
•
;
l
163
kapasitas SDM; serta ketersediaan standar operasioae], sarana prasarana dan pendana.an. Pe~mbilan keputusan juga dipeagaruhi oleh kebijakan dan
5C8UaL Kebijabn penetapan tarnan nasional
pembagian peran yang tidak
didominasi oleh pecan didornina.si. oleh pemerintah pusat. 2. mobilisasi
sumberdaya yang dirasakan tidak adil oleh
dan manajemen
masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosial ekonomi masyarakat
sekitar kawasan yang rnasih rendah. 3.
melranisme l:omunikasi dan lcoordinasi yang tidak berjalan denga.n baik Hal ini dapat dilibat dari analisis hubungan stakeholders dan pemetaan konflik.
Walaupun hak, tllgal, clan keweoangan sudah diatur dalam kebijatan formal ' unruk masing-rnasing
dileksanakan
lltakeholder pada kenyataannya banyak yang tidak
arau tidak dipatuhi. Beberapa atasan ya~
melatarl>elalcanginya
ialah:
Jcetidaktahuan.
ketidalcpedulian
diperk.iraluw atau
lldanya
persoalan adminismsi pelalcsanaan yang tidak sesuai dengan keburchan di
lapangan, 4. penyclcsaian lconfliJc melalui program-pcogram yang tidak tepat sasarsn dalam menjawab persoalan dilapangan sehingga konflik berkelanjutan. Dari ernpat penyebab konflik, program BTNGH y1u1~ ada selama ini baru menjawab
persoalan dalam konflik akses ltu pun belum dilakukan disemua lokasi yang terkena dampak ('fabel 26}. 5. tidak terpadunya
program k:emasyualatan ytng diWtulcan bailc oleh instansi
. di tiagkat Pemerinlah
Pusat.
Pemerintah Daerah maupun I.SM. Hal ini
membulctikan teori pilihan rasiooal (Peters 2000) yang menyebutkan bahwa individu-individu
atau kelompok sudah merniliki preferensi yang tidak dapat
diubah oleh keterlibatannya dalam insti11.1si 5.J Analuis Ekuwisata Peogembangan ekowisata merupabn salah satu kegiatan pemanfaatan SDA yang lestari, mendukung tujuan konservasi, dan melibatkan para pihak.
Kegiatan i ni sudah dikembangkan di TNGH :stjak taht.tn 1997. Untuk mengetahui sejauh mana implikasi kegiatan terhadap lronflik yang ada maka dalam penelitian ini akan dilalrukan dua an.alisis. l'crtama, analisis kriteria kecukupan ekowisata
164
untuk mengide111.ifikasi apalah lomcp dwwisata yang digunakan di lokasi studi
sesuai dengan kriteria ideal dalam literatur atau tidak. Kedua, analisis instinisi untuk mengetalwi para pi hale yang terlibat, kebijakan yang terkait dan langkah
yang dibutuhkan untuk mengoptima!bn kegiatao yang sudaii ada. S.3.1 Koodiri Eksiatiog Peoge111banpn Ektlwinta A. Tujun Berdasarkan buku .Rencana Pengelolaan Taman Nasional tahun 20002024, tujuan dari pengembangan ekowisata diantaranya untuk mengoptimalkan
pemaafaatan SDA bagi keacjahteraan masyarUat:. Ekowi511ta juga diharapkan dap!d meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap konservasi TNGH khususnya clan SDA pada umumnya (BTNGH 2000a: ill-1-2). Sementara, Hartono (1999) dalam artikelll)' ~i proses pengembangan c:kowisata
TNGH menyebutkan bahwa. pecgemba:ngan ekowisata
yang diinisiasi oleh
sebuah konsarsiwn dan KSM lokal benujuan untuk pelestarian da.n pemanfaatan bcrkclanjutan keanelcaragamm hayati, membuka peluang usaha-usaha konservasi yang berbasis masyarakat lokal, peningkaran pendaparan masyarakat, dan peningkstan kapasitas T<SM dan I SM (Harrono 1999). B. Seja.rab Peogembangan Ekawiu1a DJ TNGH Sejarah pengembangan Elrowisata di TNGH berawal ketika beberapa kawssan, yang sekaraog menjadi lokasi pengembangan ekowisata, menjadi daerah ek1:1pedisi dan studi lapangan mahuiswa dari bert>agai perguruan tinegi1"'. Atas
masukan dari hasil ekspedisi dan S1lldi lspangan inilah BTNGH berencana mengembangkan kegiatan ekowisata. Beberapa alasan yang melatarbelakangi dikembangkannya ekowisata di TNGH dianiaraoya (Sproule dan Suhandi 1998): •
pada tahun 1993 kegiatan wisata menyumbang 6,6% terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia; • goloagan ekonorni meoeogah mcrupakan penduduk terbanyak di Indonesia yang membutuhkan kegiatan wisata tenmima wissta alam;
J-
'" Pld&t.m..J 19'• U~.
165
•
adanya 2 hari libur diakhir pebn sejak bulan April 1995 memberikan
kesempatan pad.a golongan ekonomi lll«lengab untuk lebih lama berlibur; •
dapat diakses dari Jakarta hanya dengan waktu tiga jam; dan
•
tidak adanya kompetisi
untuk mendatangi TNGH bagi orang Jakarta,
meagingat TN Gunung Gede Pangrango akan dipadati oleh sekitar 10.000 pengunjung pada waktu yang sama. Untuk tujuan tersebut, pada tabon 1995, dibenruklah sebeah Konsorsium
Program Pengembangan
Ekowisata
TNGH
(KPPETNGH) . .Konsorsium ini
beranggotalcan institusi pemerinlah C.q. BTNGHIPHKA; LSM nasional (BS-OC); LSM Ieternasional (Wildlife Proeectio« Trust lntemationaf-WP11);Pusat Konservasi Biologi-Ul, dan Swasta, McDonald (Sproule dan Suhandi l9'J8;
Hartono 1999; Hartono 2005; Wtdada 2004). Bekerjasama dengan Kelompok. Swadaya Ma:iyarakat (KSM) lob],
koosocsium ini memperoleh daaa dari
Biodiversity Support Program (BSP) melalui USAID selama empat talY.in. Dibawah peogelolaan korsorsium, dana berasal dari USAID yang digunakan diantaranya untuk (Widada 2004:52-~): •
pengembangsn obyek drowisal.a di tiga lokasi (Kampung Leuwij amang,
Kampung Citalahsb, dan Kampung Pangguyangan);
• pembangunan fesilitas, sarana dan prasarana ckowisata •
penguatan kelembagaan di tiga lokasi yang difasilitasi BScC
• pelatihan teIJtallg ekowisata bagi masyarakat lo.Ir.al • promosi dan publikasi ekowieata Namun aktivitas konsorsium ini berbenti scja1an dengan selesai pendanaan proyek
yang disponsori oleh USAID. Sebagai bentuk komitmen
terhadap
anggota KSM di tiga
lokasi
pengembangan, pada tahun 1999, beber8pa anggota konsorsiurn membentuk
l'ada tahun yang sarna yayasan ini
Yayasan Ekowisata Halimun (YEti).
bekerjasama dengan BTNGH, Kantor Kemeoterian Kebudayaan dan Pariwisata dan Yayasan Kebati untuk melalrukan
peodampingau masyarakat dalam
pelaksanaan peogembangan ekowisata di tiga lokasi (.tiartono 2005). Peda saat itu, Yayasan Kebati hanya m~
dana operssional selarna I tahun. Sejak
tahun 2000. sekatang, YEH dan KSM berswadaya untuk menjalankan kegiatan
166
ekowisah1 (Harwno 2005) Padllhal pada tahun 2000, kegiatan ekowisata di TNGH sudah masuk kedalam link Com111w1ity Based F.£()t{}Urism (CBF..) Sustatnable Tourism dari organisasi World To11rism Organitati<Jt1 (WTO). Disisi lain, BTNGH mendapat dana dari proyek B10di¥ersity Conservauon Project Phase TT -nCA untuk kurun walctu tahun 1998-2003. Dana yang dikelo!a oleh flCA ini digunekan antara lain untuk penguatan sumberdaya manusia TNGH,
pembangunan sarana dan prasarana ekowisata, dan penyusunan materi infonnasi elcowi~a seperti leaflet, guide book, CD, dan pet& ekowisata (Widada 2004: 53). Pada tahun
1999, DTNGH bekerjasama dengan JICA mengadllk.an
Lo!cakarya Pengemba.ngan Ekowisata di TNGH. Kegiatan ini dila.njullcan pada
2001 dengsn menyusun dan menerbitkan dolrumen Ecotourism Action Plan (Rencana Alesi llkowisala.) di TNGH dalam versi Bahasa I088fis (Widada 2004: 146). Penerbitan reneana aksi ini diilruti dengan kegiawt ~urvei dan idem:ifikasi potensi ekowisata di t.iga lokssl pengembangan yaib.J Citalahab, Leuwijamang, dan Pangguyangan (Widada 2004:146). Pada tahun 2002 beberapa kegiatan yang didanai JJCA diamaranya (Widada 2004: 146): pembuatan peta trail ekowisata di masing-masing wilayah; peninglcatan sanma dan prasanma ekowisata dan media informasi; pt:latihan 12 urang 'YJ1mtsrpart National Park Manaxement di Jepang; pelatihan interpre(asi bagi petugas dan pemandu lokBI; den pelatihan staf yang alran melatih pemandu lolOll. Persoalannya, meskipun kq9a1an yang didanai HCA inl seperti meneruskan kegiatan pengemba.ngan ekowisa.ra sebelumnya yang dirintis K.PPETNGH namuo berdasarkan hasil observasi dan wawancara menunjukan
bahwa masyarakat pelaku ekowisaia di lapaugan hanya dilibatkan secara pasif. Mereka terlibat jika koosultan proyek RCA membutuhkan informasi snja Beberapa narnsumber bahkan tidak rnemahami dan mengelahui kcbcradaan Ecotounsm Action P/011 yang diterbitkan oleh IlCA. Demikian juga dengan bukubuku petunjuk yang seluruhnya dibuat dalaJn bahasa lnggris Persoalan lainnya ialah obyek eks wisata yang selama ini diklairn menjadi obyek dan daya tarik TNGH yang beberapa diantaranya berada di wilayah administrasi desa atau wilayah adat penduduk sekitar TNGH. Situs Cibedug,
167
misalnya, dildaim BTNGH sebagai obyek dan daya larik: ekowisata TNGH150.
Padahal situs ini dipelihara secara swadaya dan diakui oleh muyarakat kasepuhan Cibedug sebagai ptninggalan lelubur mereka. Kunjungan wisa1awan Ice Kampuog Cibedug juga sudah berjalan jauh seoelam proyek pengembangan ekowiwa dimulai di TNGH. Bahkan sampai sekarang, meskipun masyaralcal kasepuhan inl tidak dilibatkan dalam pengembangan ekowisata di TNGH, kampung ini masih
rerus menerima l1mjungan wisetawan dan berkembang tanpa ada intervensi Juar dan pengaruh krisis moneler. Sejarah pengembangan ek:~ta
di TNGH secara
lebih rinci disajibn pada Lampiran 8. C. Potensi dan Faailita1 Wisata Mcm.uut buku Rencana Peugelolua TNGH 2000-2024, "program ekomrisme" merupakan program yang aJcan dikembangkan baik di dalam maupun di sdcitar kawasa.n TNGH dan direncanakan secara insidemal di zona rimba d.an zoaa pemanfaatan intensif(BTNOH 2000a: V-57; BTNOH 2000b: 1-36). TNGH
'
sangat lcaya dengan keanekaragaman sumberdaya hayatinya. Di kawasan ini terdapat sek:itar 53 jenis mamalia, 147 jenis burung, dan 1000 jenls tumbuban (BTNGH 2000b.I-13s/d14). Sampai deogan tahun 2003 telah ditemukan 275 jenJs aoggrek dan \3 [enis rotan (Widada 2004:48). Keaoekarag.aman sumberdaya hayati ini meoj1dl salah satu daya tarik wislltowan untuk berl-unjung ke kawasan Ull.
Selain sumberdaya hayati, TNGH juga memililci beberapa gejala alam yang potensial sebagai obyek wisata alrun. Sebagai comoh, TNGH memiliki 11
air terjun, 4 puncak gunung, 2 danau, 2 lembah, dan 2 situ.s/candi. Obyek wisata yang potensial untuk dikembangk3Jl di sekitar TNGH adalah & buah sumber air
panas di Ka.mpung Cipanas, I situs di Kampung Ciarsa, olahraga arus deras (rafti11i,") di Cikidang, perkebunan teh serta lokasi bekas tambang emas di Cikotok.
Beberapa gejala alam yang potensial untuk dikembangkan menjadi obyek wisata diantaranya (Ambinari 2003) : a) Air terjun: Terdapat 11 air terjun yang beberapa diantaranya ~udah dikembtu1gkan seperti Cikudapaeh, Walet, Piit, Ci~an,
Ciarnisah. dan
168
Cipa.mulaan. b) Danau: T erdapat 2 damw, yaitu DalllllJ Ciamisah dan Danau Pasir Cublllk. c) Puncak gunung: enam puncak gunung, yaitu Ga. lfalimun Utara (1929 m dpl),
Gn. Halimun Selaian (1744 m dpl), On. Sanl!S"1•uana (1919 m dpl), Ga, Andam(I463 m dpl), On. Botol(l720 mdpl) dan Cin.Kendeng(l400 m dpl).
d) Lembah: terdapat dua lembah, yaitu lembah Cikaniki dan Citalahab. Saat ini, hutan Cikalliki dan Citalabab sudah dikembangkan cukup intensif dim!Ula di dalamnya sudah tersedia trail dan shelter yang akan mendukung aktivitas pengunjung seperti trekking, foto hunting, birdwatching, penelitian araupun sekedar menikmati suasana butan. Disini juga terdapat canupy trail yang benipa jembatan gamung sepanjang 100 m yang dipasang seti.og.i 25-30 m di atas tanah diantara tajuk-tajuk pohon besar, Fungsi canopy trail ini
terutama
sebagai
faailitas penclitian yang dapal digunalcan juga sebagai saraaa wisata (Ambinari 2003). Untuk mendukung lcegiatan e.kowisata di dal11111 .kawasan TNGH, saat ini
dibangun bcrbagai jeni5 fa$i(itas ekowisata seperti wisma tamu, stasiun penelnian, jalur tracklnt(, dan area perkemahan. Mengenai lokasi dan aksesibilitas untuk mencapai fasilitas tersebut dapat dilihat pada Tabel 37. Berdasarl::an basil survei lapangan yana dilakukau pcnulis pada bulan Desember 2006-Februari 2007. Fasilitas wisma ramu di LeuwijantaJJg sudah tidak ada karena ~jak awal rahun 2000 tidak terpakai sehingga mengalami kerusakan Sementara, lcondisi wisma
tamu lainnya seperti di Ko.mpung Pangguyangan den Citalabab perlu mendapat perhatian untuk perbaikan dan renovasi. Berdasarkan potensi obyek wisata yang dimiliki, produk wisatarn yang ditawark.an 1NGH antara lain (Hartono I 999) : I) atraksi wisata alam
(pengamatan flora dan fBUna), wisata budaya (mengunjung kampung-kampung adat dan mempelajari budaya, sistem nilai serta gaya hidup), dan wisata
pendidikan (mengunjungi pabn1c teh, penelitian, pelatihan outbond); 2) fasilitas wisata sepeni pondok wisata, tenda, alat-alat lapangen; dan 3) wisala lr.uliner·
makanan tradisional; dan 4) jasa : transportasi, pemandu, porter, pijat, dan lainlain. "' ...,_ ..U... wm •• mdl]Jal-
,.,_
a'l)'k ,.,...,. yq oltfl ...,_ oc1 .... ~"' l1s!lllaa,..;-dook~~banymadi•'IJl'lt•nn;11(Npra.1"1:ln·2D)
"'*"' P"i-
....-.
169
Tabel 37 Fasilitas elcowisata di Taman Nasional Gunung Halirnun No.
Nama
Mobil Cigudcg-
Kampuog
Leawilmjang
CISallla. Jalan 'taki samp&
Kampmig Cjta!aba!) Sailntl
Jakasi
Mobll!lan
AkODlodasi WllUlc JO orq
KD"'P'lDg
'((itbantl!!Qgan Mobil, Pe!ab!han
Pag11ya11g1n
Rant· Cip(ansa
lllll1llc I 0 oraog
Mobildari
~!Ha
AkolllO
KabaN111ngan J
4
Loop lral/
CQ1f()f1JI 1rrlil
K >mpJDg Cisarua1.&wijAmang dAn air
Mohilsampli ~ Mobd OgudtgCUaroa. Jalan Qlci
terjua CibcraQg
sampai lokasi
Ciamiki
'Molli! dari
.K3benclungnn. Cilcazllld
Tioggj 20-'.1-0 m .Pujug 100 m. oana dari ncA Baham tndooesla dao
Inggris; 6
Pnn gerboag
Ja!811anwa
Mobil,
Jalan !llaSuk
l
K~· Ninnala Mobil Cigodcg·
utams dari limur
Nirmala Jalan IJ\31Uk Cigudcg· Levwlja.maag 7
SWiun Pend.itian Cikanild
Cikaail1
8
Kmuor TNGH
"2batdlngaa
Cisarua.. Jalall tali &tml)lll
loka&i
Mobi~ ~nrt.m,,.... Obnjb
AkOOlodasi UDlUk 10 orang. Oaoa dari JICA
D. K ar:dcteristik Wb.11t.twa.u1~ Perseetase jumlah peJ18Unjuog TNGll 90,9"/oadabh wisatawan lob.I da.u 9, l o/o wisatawan man.canegara (Tabet 38).
Daerah asa! wisatawan nusantara
diantaranya berasal dari Jakarta (45%), Bogor (30%), Suksbum], Bekasi,
Tangerang, Bandung dan Cianjur (Widada 2004:74-79). Sedangk.an, Wisatawan Mancanegara (Wisman) umumnya berasal dari Belanda (44,65%), Jepang ( 12, 92%), dan selebihnya berssal dari .Perancis, Inggri$, Jerman dan Australi11 in ~I UP ~ • .._.,.Jn ....._ cjriq, p
hi-.rt•
Yllll
,pat•
d:ikcml mtM ...............
manbaU.Q
170
(Widada 2004:7.S, 77). Besamya lrunjungan turis Belanda dan Jepang Ice TNGH diduga karena adanya ikatan sejarab dan kerjasarna bilateral yang tetjalin selama 8 tahun terakhir (Widada 2004:75). Usia wisatawan yang datang berkunjung Ice TNGH berkisar l l sampai >51 tahun. Berikut ini perseatase usia wisatawan berdasarlcan ha$il penelitian Widada (2004:76): l l-20thn (19%), 21-30 thn {33%), 31-40 thn (23%), 41-50 thn (23%), >SI thn (2%). Tujuan wisatawan terbesar ke 'fNGH yaitu untuk berekreasi. Tujuan lainnya ialah untul:: pendidilcan, penelitian dan pendakian (Tabel 39). Lebih dari 90% pengunjuoSfwisatawan TNGH berada di Cikaniki-Citalahab (Widada 2004:147). Berdasarkan penelusaran literatur dan observasi lapangan, karakteristik
wislltawan yang mengunjuogi lolwi studl ltawpir sama uengan karakteristik wisatawan TNGH pada umumnya. Namun demikian jumlah dan tujuan wisataW1lJ'l
Ice masing-masieg lolca.si studi cukup bervariasi. Berdasadcan rata-rsta kunjungan pertahun, lokasi ekowisata di Citalahab Central dan Kampung Cibedug merupakan lokasi yang terbanyak. dikunjUJtgi wisatawan (Tabel 40). Tabet 38 Juiulah d1111 kalegori pengunjung tahun 1998-2002 No
TA (April·Marct!
l.
WisiQm
Wisou 146 115 209 249 271 9'JO
1998
2. 3.
Ju.m.lah 986 1506 1297 2033 2621 3443
1999 2000 4. 2001 5. 2002 Total Swi.ber. lapOJanBalaiTawm Nasiooal Oummg !l•limun TahUD 206.i """""' Wid.odo. 2004 S4-S5
1132 1621 1506 2282 2892
Tabel 39 Tujuan wisatawan ke TNGH tahun 1997-2000 Tu·
TA (April-Maret)
RiBet
1997/1998
49
11198/1999
123 135
199912000 Total 307 !lualhet: BTNQll 2000b 1-18.
Rdreasi 176 607
723 1506
Peodakian 73 91 86 2S()
Pcodidftw1 5'.l
Lainnya 0
505
0
1326
382
55 55
1381
?40
Jwnlah 3~1
3058
171
Tabel 40 . .Rata-rata kunjungan dan tujuan wi~11.wan ke Jo.kasi studi Lokasi
No t.
Kampung Cibedug
2.
KamJ)Wl8
;,
Kampung Citalallab
4.
Kampung Leuwijamans
lbta.rala
/Tahun 178 omig
l'lsjllall Wisatamm
K1111~ 3Cjarah (penc!idikrn), jiamb, dll
Pangsuyaagan
33 omig .HI 01311&
Mendaki
silahtur3hmi, Jdaeasi Rekreasi, pendidibP, daD penelllian gllllllQ&
Central 39
oraug ~,J.)Cllditia.11,
danrugas
KdU8Jlll.V\.
Dio!ah dari d&a toh"" 1999 std 2006 bub!Wllll l<Jul\pq C1bed.ig(haso1ourvei biilt1n Jlll\Uml 2007~ Dioblll dart 4411 !abun 1999 9'd 2006 bl!lal ~11118 Ire Dm.PUl'B CipllnSI (koodi .... 1994j; bulu t.unu l'cmdok W1salll (ba!il smvet Jammi 2007); llulm blmU Pond<>~ Wi>ata dalam Nugimcm 2002; YEHdalamAmbinm ~ 3. .:MJ.h d8!l dala i..ln!n 1999 .td 2006 calalan ~ TNGH di Pas C1paittUY dalam ~ 1994, buku wnu l/\mclok wu.i.. dalam N~ 2002:~YEH dalam Ambiual:i 2003; bukn WllU I
z
4.
Pood<>k W~Cl-1 ,....,.; bul., Felmmi 2007} Di<>lah dari dala tahwl \ 996 sld :2006 INEI tawa mam..o Lwah Ujoog (baait-.U
laJ>lllP'I Fclirucn
2007).
5.J.2 Analisb Kriteria Keeukupan .Ekowi.sata
Berdasarlcan pengcnian ekowisata yang dioraikan pada pembahasan sebelurnnya, falctor yang akan diteliti dalam analisis penilaian kriteria keculcupan ekowis.ata ada lima faktor. Kelima. faktor tersebut iala.h: (1) tujuan pengeloloon; (2) partisipasi masyarakat; (3) pengembangan ekonomi lokal; (4) produk wisata,dan (S) dampak lingkungan. Dau yang digueakan dalam saalieis kriteria kecukupan ekowisata ini ialah data sehmder dan pcimer. Untuk data sekueder, dllri peneluwran ktp1.1stakaan, diperoleh 43 dokumen yang terkait pengembangan ekowisata. di TNGH. Tigapuluh delapan (38) diantaranya terpilib seb$gai dokurnen yang akan analisis
karena memenahi krneria yang ditetapken pada bab Ill Metodologi Peneliuan (l.ampiran 4). Berikut uraian mengenai karakteristik dokumen ini ialah . • jenis dokumen terdiri dari 21,l % laporan instami;l5,8% hasil penelitian; 36,8% berupa makalah, artikel atau bahan presentasi di seminar, lolcakarya. atau forum diskusi Jainnya; 2,6 % berupa notulensi atau hasil n11n11san di seminar, lokskarya atau forum diskusi Iainnya; 13,2"/o buku; dan 10,5% leaflet; •
bentuk dokumen yaitu 89,S% berupa dokumen cetak. dam 10.5% berupa digital (CD atau elektronik file);
172
•
bahasa yang digunakan dalam dokumen 68,4% bahasa Indonesia, 29,0% bahass Inggris, dan 2,6% dua bahasa; dan
• jenis publilcasi dokumen 89,5% merupakan publikasi teroatas ( milkalah seminar atau dokumen yang didistribll8i.kan pada kalangan terbatas); 5,3% dipublikasibn seperti buku yang dijual umum; dan $,3% dokumen Y&DS tidak dipublikasikan.
Data primer diperoleb densan dua cara ya.itu melalui kuesioner dan wawancara mendalam (depJh interview). Kriteria responden uotuk kuesieaer ialah masyarakat lokal yall8 t(lflibat atau tshu mtn8enai akliWW peogembangan ek.owisata di lokasi studi. Sedangkan kriteria respenden uurulc wawancara ialah pengambil keputusan (seperti kepala BTNGH), tol
kepala dess.), LSM lokal atau yang memiliki kelompok binaan di lokasi studi (LAl'IN, RM.I, ABSOLUT), Swasta (PT Ninnala Agnng) da.n pemerimah daerah (DinB!I Pariwi$&ta dan Dinas Kehutanan). Berdaearkan k:riteria tersebur, selama penelitian lapangan dilakukan diperoleh 6() reepoaden. Baik data sekunder manpun primer dianalisis dengan menggunakan metode content tmt1/ysisw. To.be! analisis disajikan pada Lampiran 6. Adapun hull analisis tersebut diuraikan seb~I berikut: I. Tujum Pengtlolaaa Ada dua variabcl yang digu.nakan untuk mengetahui tujuan pengelolean ekowisata di TNGH. Variabel pertama ialah definisi ekowisata Variabe1 kedua ialah tujuan pengembaDgllllelrowisata. Beril:ut uraian basil analisis: a. Definisi Ekowi3ata Dirangkum dari beberapa literatur, secara ideal defiuisi ekowisata ialah
konsep pengembangan dan
penyelenggaraan kegiatan pariwisata yang
rnemantaatkan lingkuogo.n dengan tujuan konservasi melalui peugembangan ekonomi lokal yang melibatkan partisipesi aktif masyarakat dan peuyajian produk wisata yang bermuatan pendidikan dan pembelajaran serta berdampak negatif minimal terhadap lingknngen (Fe1U1el 1990; Stewart & Sekartja.krarini 1994; Furze et al. 1997; Sproule & Suhandi 19\18; Kembudpar 2004; Quebec
"' C..0,,........,.
Umut ~
---()>nr~dijtlulwpeda
.W... qi>it, i1an)'I reopoodi yaogdihilloag. -.,. holil iaf\mwi ""1l\>ohan -.. meog11111110 ""'IJ'llO seboli
173
Declaration on &mwrismpada 1ahun 2002). Hasil penelidan menunjukan bahwa lebih dari 90% dokumen dan responden menyeeutken atau mengenal istilah
elcowisata uau wisata alam. Jika sekitar SO"A.dokumen menicfinisikan ekowisata sebagai akti.Jitas wisata alain, tidak demilcian dcngan pemahaman yang diperoleh responden.
Sebanyak
41,2%
responden
mendeiinisikan
ek.owisata sebagai
pengembangan wisata yang memberi manfaal ekonorni bagi kawa.san konservasi dan m.asyarakat lokal.
Sekitar 23,5% resporuten juga secara praktis
mendefmisikan bahwa ekowi.sata adalali lcegiatan membawa turis ke obyek
wisata. Selengbpnya tebulas.i hasil analisis ini disajibn pad& Tabcl 41. Tabel 41 Defini&i ekowisata Hasi1 Anallsis (%) a.
b. e, d. e,
•
t.
Abivims Witaa :dam AktivilJs Wi!lua buda;va A.l:tMiac wisala at10 A.lnMm pcne!J!lao Pctl8tll'bl!lpn wi5aa YI.Ill memheri manCw dronomi bagi lciwuan konservasl daft nasyat:lkal lokal Keglawi membawa 11111s ke ob)'dl: wiwa Pendldlbn bnglnY>Cftll anlllk ~
SO,O 2,6
o,o
11,B 0,0
e.o
0,U
U,11
10.S
41,2
2,6 23,, 8· l,6 S,9 h. Wisai. lin8kwls;m 10,S 0,0 l Kegialall altematif l.lllllk mengwugi ltbw\ l'cnduduk ?.9 j. Pilihan a, b, da/1 c 5,3 17,6 k. Pilibao a dau Ii ,,3 41,2 h. tidU. tthu/ Tidak 1lda inf'Onmsi 2-6 n.s Sllmbcr. Wil!l!!•iii;. ----------------
o.o
~
'Jori
33 dd(-
(LempiRil ~~ 160 _..,_
b. Tujuan Pengembangan Ek.owisata Seeara ideal, tujuan ekowisata ialah pcmanfaatan sumberday11alam uutuk
pelesiarian dan perlindungannya (Ceballos-Lascurain 1996; Wall &. Ross 1998; Fennet 200 I; Stewart &. Sekartjakntrini 19')4; Kembudpar 2004). Hasil analisi s meaunjukan
bahwa selcitar 31,6%
dotumen mengindikasik&n bahwa tujuan
pengembangan ekowissta di TNGH adalah untuk konservasi dan pemberdayaan masyarak.at sekitar. Sedangkan tnjuan dcowisatamenunrt 52,9% responden adalah untu.k pemicu pertwnbuhan ekonomi kawasan sekitar. Selengkapnya tabulasi tujuall ekowisata .menurut dohune11 clan responden disajibn pada Tsbel 42.
174
Tabet 42 Tujuan ekowisala Tujuan Elrowi581ll di TNGH
Hasil Analisis (%)
a.
Pmgeoalan aim dan pendidil
13,2
0,0
b,
wisalaw.ui KollSCOasi dan pembenlayaan masyaraUI ICkitar
Jl,6
0,0
c.
Mtmingkatkan
J0.5
0.0
0
(),0 23,S
d e. f. g. h.
i.
parlisipasi dar11:01W:im>"!
masy=bt SUmbcr iDcoole bagi bmsaa kml:si:n'2Si .Ki:msew.isi/pelestarian Penelili311 Pemicn permmbulum ekoGomi bw Rkllar Men~ 1ckan:.n peadDdut redw!ap TNGH Ti
7,9 5.3
2,6 13,4
S2.9
10.5
13,S
Swnber: hasil -iiJi3 Kettraagm 1dari 38 dQl:um.ea (Lampinm 4~ 'f.o1""1o+!eq
Dari basil analisis dua paramU« tujwm tersebut, dapat disimpulkan bahwa belum ada kesamaan persep si mengeuai koosep ekowisua antara dolrumen, yang keoanyakan ditulis oleh install5i pemerintih atau tenaga ahli, dengan konsep yang dipahami oleh .111B.syaraka1. Basil interview dengan narasumbcr juga rnemmjukan hanya 8,3% responden (LSM dan Oiparda Begor) yang dapat menjelaslcankonsep ekowisata. z, Partisipa&J Masyanikat
Ada tiga variabel yang diguuabn untuk mengukur parrisipasi masyarabt.
Ketiga variabel tersebut ialah karakmistilc
masyarakat, level keterlibatan
masyarakat, dan inisialif partisipesi dalam pengembangan
ecowisata (Pratiwi
2000; Furze et al. 1997, Reimer 1994; Rahmenal992; Gakahu 1992). Secara ideal
panisipasi rnasyarakat barns melibatlcan semua unsur masyarakat pada semua level partisipasi (dari inisiasi sarnpai peagambilan keputusan). Inisiatif'partisipasi
sebaiknya berasal dari masyarakat. Partisipasi masyarakat di tiga lokui pengembangan ekowisata sebenamya cukup baik. Mereka dilibatkan scbagai: ~ola guest house, dan dilatih sebagai pemandu wisata, potter dan kader konservasi, Seperti yang sudah dij elaskan
sebelumnya, pendekatan yang dilakukan awalnya dengan membentuk Kelompokkelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
175
Strulltur KSM tcrdiri dari Badm l'engav.·as (Penasehat) dan Bad an Pelaksana. Badan Pengawas/Penasehat terdiri dari wskil-wakil Kampung. PBMDA, Peraerietah Dess, LSM dan BTNOH. Sedangk;m BadaIJ Pelaksana terdiri dari 1cetua, sek:retaris, bcndahara, manager pondok. wisata, man.ager dapur,
manages- pemandu, dan manager lcerajinan. Kelompok ini dianlhbn untuk meniadi cikal bakal koperasi wiJata alam (Hartono 1999). Jumlah anggota KSM di masing·masing lokasi berbeda yaitu: 15
oraug di KSM Sirar Wangi
(Pall8SllY&DBan), 30 oraos di KSM Wuga Saluyu (Cimi.hab), dan 55 orang di KSM Pada A:sih (Uuwijamang). Mtiyarakat
dilibatbn
mulai ~
perencanun, pelahanaan dan
penentuan lcebija.kan ateu aturan main. Sebagai 00111oh, ru.Jam pr<MeS pcrcnCllWln KSM turut menentukan siapa saja yang duduk .menjadi di Badan Pelaksana sampai dengan penentuan lolcasi pemb&Jl8UND wisma tamu. Pelahanun pembangunan wt~
tllJl\U
bcrikut
pe.nga1Unln pengurusa~
juga ditentubn
olc:h muyarakat. KSM melalui nrusyawanh temudian membuat
•
a.turan
pembagian hasil.
Komponen dan rincian perx11tasenya pada ma,ing-masing KSM dapat dillhat pada Tabcl 43. YEli, KSM dan TNGH juga membuat
Sllr&t
kesepllicAtan saling
pengenian dan lcerjasama. lsi kesepakatan tersebu.t diaotaraaya menyebutkan babwa (Hanono 1999):
-
BTNGH selaku wak.il
pemerimah
teblp
memberikan komitmennya
mendukung usaha-usaha elcowisala yang berba.sis masyarakat agar terus berjalan;
-
KSYl-KSM sebagal salah satu ujung tombalc yang ada di lap411ga11 akan
berkomitmen untuk terus mendukung koaservasi di TNGH dan menjalanbn usaha ekowisata;
-
YEH sebagal LSM yang
mengkbt .. uskan
diri dllam pengembangan ekowisata
di TNGH ale.an tetap berupaya meojadi fasilitator, mediator, dan komunikator dengan pibak 1uar agar program ckowisata tetap berjalan.
Tabei 43 Persentase pembagian basil KSM Kompoaen
KSM Pada Asih (Desa Cisarua)
Rdribusi!Pajllk KOl>Scrvasi Pcmilik Tanah
S,0% 15,()% 10,0% 6, 7%
Gaji
3~0%
Sooial Pendidikan
13,3% I 0,0% 10,0%
PenlMlan
Kai
1'SMWup Saluyu
KSM Sima Waxrgi (Desa Sirnazasa)
(Des! Malasari) ),0%
5,0%
15,0% 15,0%
15,0% 10,0%
-~.0% 15,0%
30,0%
12,5%
10,0"/o 10,0%
10,0%
7,5% 100%
•
Untuk mengukur kriteria kecokupan partisipasi masyarakat di lokasi studi, ada empat parameter
yang diguD8k&J1 uatuk menilai partisipasi muyarakat.
Keempat parameter tersebu; iaJah· karalcteristilc masyarakat, level keterlibatao masyarakat, dan inisiatif partisipasi,
Ranglw.man huil analisis ptrtisipas.i
masy111:akal. di&ajikan pada Tabet 44 dan 45. Berdasarbn huil lllllllisis yang disajikan pada tabel tersebur, dapar disimpulkan babwa keterlibatan masyarakat :iecara konsisten diindikasikan bailr oleh dolrumen (76,3%) meupun responden (64,7",{,). Namun demikian, sebagian besar info[Ulas.i yang disaropailcan dalam
dokumen tidak membahas karakteristik masyarakat yang terlibat 11.tau dilibatkao. Sementara infonnasi yang diperoleh dari respondea menyebutlcan bahwa karakteristik rnasyacakat yang terlibat menwut responden adalah kebanyakan masyarakat Non-Kasepuhan (82,4"/o) yang bennu.kim di daerah enclave (58,8%) maupun di dalam d.an luar kawasan TNGH (41,2% ). Selim 47,1 % responden sepakat bahwa semua un.sur llla1)'ullal terlibat nanwn 29,4% menyebutkan hanya tokoh masyarakat saja yang dilibatkan. Sebanyak 58.8% respoaden juga menyebutkan bab.wa balk perempuan maupun laki-laki dilibatkan.
177
Tabel 44 Karakteri!ltik partisipasi masyarakat P~
HlliJ Analisis (%)
Paltisipasi
Ookumen1
l. Kderh'balan Mas,aiabl 2. Jnisialif pertili.pa$i
76,3
a.BTNGH
42,I
b ~ldanl.SM
Respondeo2 64,7
64,7
istik ma&)'llrakat a. Lolwipe11111kiman • Tidal ada infonnasi • Enclave b. SIJUll8 sosial • ~\la lll\SUl misyamkal • Tidat ada infonnasi c, status ekoomni 3. ~
•
Tidal< ada iofomwi
•
Meoengnh
5(),()
58,8 47,1 68,3
92.1 76,S
d Gender
•
•
TI
92, I
• LakJ.lakl
~8.8
Sementara pada variabel level partisipas! dimena masyarakat dilibatkan (label 4S), terjadi inkoruistensi antua informaai dari dokumen dengan responden. Sekitar 34,2% dokumeo menglndiwi.kan ma:;yarakat terllbat hanya pada proses nominal semeotara sekitar 47, 1% responden percaya bahwa mereka dilibatkan sa.mpai pada level pengambilan lceputusan.. Jika 42,1% dokumen tidak memberikan ioformasi mengenai level dimana ma.syarakat dilibatkan, sekitar 3 S,3% responden tidak yakin atau tidak tahu level keterlibatan mereka dalam pengembangan ekowisata, Berdaserken
data
diatas,
dapat
disimpulken
walaupun masyarakat
dilibatkan dalam proses pengembangan ekowisata namuo beberapa indikator keberbasilan
pelaksanaan panisipasi
seperti karalcteristik mesyaraket yang
dilibatkan belum menjadi perhatian. Hasil wawancara dengan natasumber mengiodikasikan adanya bias dalam pelak~naan
partisipasi. Dimana hanya
sekelompok masya.rakat tertentu saja, kelompok: elit (elit bias )dan kelompok yang berada dekat lokasi obyek wisata (by the road bias) saja yang dilibatkall. Karena
17&
itu, pengembangan ekowisata walaupun partisipatif masih menimbulkan konflik
horisontal. Tabel 45 Level partisipasi Hasi1 AnalistS ("lo) Dokumen1 Resporidcn2 a. 'Berbagi infonnasi
b Proses nominal c d.
Koosultasi Pilihan g;ibungan jawaba a&!> e. P1hhan g;ibungan jawaban a&c f. lnisiasi aksi (gabuDgan a,b,&c,) g. Pcopmbilan kepmiuan (a,b,c,.bf} h. Tidalt tabu/ ll
0,0 34,2 0,0
0,0 l7,6
0,0
0,0 0,0 0,0 47,1 3S,3
0,0 lO,S 13,2 42,1
o.o
w....,.. ...
Indikator lain dari partisipasi ma.syarakat ialah level dimana masyarak&t harus dilibatkan. Jrulikato< ini juga tidak menjadi perhalian yang dibalw dalam dolrumen. Disisi lain, masyara.kat, meskipun dilibatlcan secara aktif dalam pelaksanaannya ditingkat lokal saja, na11111n mcmilild persepsi bahwa mereka •
sudah dilibadcan pada level yang lebih tinagi. Pada.hal seharusnya mercka di!ibatkan dalam proses perencanaan yq
lebib makro serta proses evaluasinya..
Dokumentasi sejarah pengcmbaogan ekowisata (Lampiran 8) mcnunjukan bahwa BTNGH tidak. melibatkan awyarabt pada level tersebut, Sebagai contoh, dalam ha.I penyusunan dokwncn ewtourlsm acllon plan clan workshop masierplan ekowisata
yang baru. tidak ada perwahlan dari masyarakat. M.asyarakat
diposisikan hanya sebagai oata.l<.Ullbcryong pBl!if pada level berbagi infonnasi. Infonnasi dari dokumen, l'Cllp()llden dan narasumber mengindikas\kan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata di TNGH didasari oleh adanya kondisi yang SAiing menguntuogkan. Hill ioi mendukung salah satu teori parlisipasi
yaitu social exchange theory yang menyebutkan bahwa
masyarakat biasanya terlibat dalam ahivitas sosial untuk mendapatkan manfaat (Homans 1961 end Blau 1964 da/am Howell et al 1987). Supaya pertisipasi dapat bertahan, teori ini menyarankaa tiga fiiktor penting yang perlu dibangun yaitu memirlimalisasi ongkcs, memaksimalbn
penghargaan, dan membangun
rasa soling percaya antar para pihak yang terlibat (Howell et al 1987). Nl1ID11n, berdasarlcao obeervasi dan wawancara deogan narasumber, mekanisme untulr.
179
penghargaan dan membangun rasa sating percaya di lokasi studi tidak ditemukan. Padahal 'osgkos' y.a.ng sudah dikelu.vkan masyarakat baik berupa tenaga, pikiran, walau dan dana sudah sangat besar, 3. Produk Wisata
Ada tiga parameter yang
diguD&kan
untuk mengetahui apab.h produk
elrowisata yang ditawarkan di lokasi studi mengaadung unsur pembelajaram atau tidak. Ketiga parameter tersebut ialah: jenis aktivitas, persepsi respondenlpeoulis dokumen, dan tujuan wisatawan. Rangkuman basil analisis ketiganya disajikan pada Tabel 46 berikut ini: Tabel 46 Produk ekowisata Hasit Analisis (%)
Oolwmen' I Jems Aktivitas • Wlsata II.lam • Wisata allllll, agro, sejarah &buda~'ll
•
23,7
58,8 29,4
60,S
41,2
• Rd
23,7
11,R
•
49,7
64,6
2. PrOOlik wisata mengandung UllSUJ' pe111bel.ajarm dan Rk1¢Mi
JO,O
Respoo.den2
·
3. Tujuao wis.a.t.a'Mlll Pendid.il
SWlber. hlld IDAhlis 133 K~ dokumaa(J..ampirui 4). 'GO r"'l)Clll(lroi
Berdasarkan informasi dari Tabel 46 tersebut, dapat disimplllkan bahwa adanya konsistensi antara informasi yang diperoleh dari dokumeu dan responden untuk ketiga variabd produk wisata. Untuk jenis aktivnas wisata, baik dokumen maupun responden mengindikasikan bahwa produk yang ditawark.an tidak h.anya aktivitas wisata alam tapi banyalc aktiviw lainaya seperti wisata agro, budaya clan sejarah yang dapat dikembangkan. Dari beragamnya poceasi produk ekowisata tersebut baik dokuroen (60,;o/o) msupun responden (41,2%) mensindilca~ihn bahwa produk yang dikembangkan diyakiai mA:ngamhmg unser pendidibn dan rekreasi, Asumsi
ioi diperkullt dengan data mengenai tujuao kedatangan
wisatawan untuk tujuan pendidikan (49,7"/ci dokumen dan 64,6% responden)
maupun data sekunder yang disajikan pada label 39. Berda.sarkan observasi
180
lapangan dan wawancara juga diketahui bahwa aktivitas wisatawan umumnya didampingi oleh soorang guide yaog jusa berpenm sebagai interpreter. 4. Pengembang1n Ekoooml Lokal
Dalam midi ini, dampak ekowisata terhadap pengembangan ekonomi lokal dilihat dari dua aspek yaitu dampak lqsung dan dampak tidak langsung. Dampak langsung diideniifikasi dari tiga parameter yaitu peluang kerja, peningkatan pendapatan, dan masnka11 untuk penclapatan da.erab. Dampak tidak la.ngsung diidentifikasi berdasaJkan acla tidaknya diversi.tiWi kegiatan ekonomi yug baru. Berdasarkan basil analisis data primer dan sekunder dipemleh infonnasi
baltwe pengembangan ekowisata memberikan peluang kerja bagi masy:mltat. Kesimpulan ini diindikasib.n uleh 60,S% dukumen dan 60,9"~ responden Adapun pelwutg kerja tersebut d.iantaranya sebagai pemandu, pensuigkut bai:img, petugas kebersih!Ul, dan pengelola usaha jasa (traosporw~akomodasi, cindera
•
mata atau konsumsi) .
Peningkatan
pendapatan
diulrur melahd dua sub-parameter
yaitu
pening)catan pendapatan terhadap masyarakat lokal sena pening)catan peadapatan terhadap BTNGH
dan Daenh (desa, kecamatan, dan kabupatw). Untuk
peningkatan pendapatan yang diperoleh masyarakat, hasilnya menunjukkan hanya 31,6% dokwnen yang mengindikasikan adanya peningkatan pendapatan dari ckowisata. Sedangkan 64,7 % responden
memberikan infoTT11asi adanya
peningk.atan pendapasan dari peluang kerja tersebut.
Berdasarkan basil
wawancara, diperoleh informasi bahwa pendapatan yang diperoleh masih dibawah pendapatan pokok dari bertani dan tidak tentu. Informasi ini diperkuat oleh hasil studi sebelumnya yang disajikan pada Tabet 48. Untuk dalll{lak elconomi ternadap BTNGH dan Pendapatan Asli Daerah (PAD), hasilnya menunjukan banya sekitar 23,5% responden meoyebutkan bahwa &ebagian keuntungan dari ekowisa.ta disetorkan untu\c. kas desa (k.omponen sosial Tabel 43). Meskipun sebanyak 64,5% responden menyebutkan tidak ada keuntungan yang dapat dibagikan k~a.
kas desa, Baik rcsponden maupun
dokwnen tidak: memberikan indik:asi adanya kontnbusi ekonomi dari ekowisata
181
terhadap kecamatan.
Sedangkao kootribusi ekonomi untuk Kabcpaten hanya
diindikasikan oleh S,3% dokulJ'len. Respcnden sama sekali
tidak
tahu.
Selanjutnya, sekitar 23, 7%, dolcumen dan 76,5% responden sepakat menyebutkan bahwa BTNGH menerima pembagian keuntungan dari kegiatan ekowisata (kompoeen lconservasi Tabet 43). Dampak tidak langsung dari ekowisata dapat dilihat dari ada tidaknya peluang kerja barn akibat dikembangkannya ekowisata di tokasi srudi. Huil
analisis memmjuldcan sebanyak. 57,9% dolcumen dan 94, 1% responden sepakat bahwa pengembangan el:owisata memberikan peluang kerja baru bagi masyarakat lokal. Sekitar 26,3% dolrumen dan 64, 1"!. responden menyebutJc.an bahwa peluang
kerja yang diberikan berupa pekerjaan di bidang jasa dan produksi. Hasil analisis dampak ekowisata terliadap ekonomi lokal ini dirangkum dan disajikan pada tabel 47.
Tabet 47 Dampak ekowisata terhadap ekonomi lokal Dampok Ekonomi
•
~i)
~Mli$\S (%)
Dokumen
RS?oodenJ
t. Dampalc Langsung a. Peluaog ktt)a • Ya • Tidak /1Jchlr ada infomwi b. Peningkalu pendapat.an • Ya • Tidak/tidllk Ilda infumlasi e. Masukan unruk PAD
60,S
60,9
')!I.~
31,6 68,4
64,7 29,4
• Desa
7,9
23,S
• • •
5,3
Kccamatin Kabupllllm.
BTNGH 2 Dampak ti.da.k langsUl)g Diverstfiklll!i lapangllll kcrja a. l'elulDlg kerja b. Jeui~ pekcrjaan • Jasa dan produbi • Tidak ada infurmasi
.Sumbcr: lwil
23,7
76,5
57,9
94,!
26,3
64,1
50,0
Untuk mengetahui lebib dalaru mengenai berapa pendapatan yang diperoleh pcnduduk dari ekowisata dibandingbn
deogan pendapatao dari
182
kegiatan lainnya maka dilakukan studi terbadap beberapa basil penelitian sebelumnya dan wawancara mendaJam dengan responden. Hasilnya men.unjukan bahwa pendapatan rata-rata penchiduk dari ekowisaadi empat lokasi tidak sama. Di Kampung Cibedug, berda.sarlwl hasil wawancara dengan penduduk
yang mengelola obyek wisata situs Cibedug dan LSM pendamping, diketahui bahwa sumber penghidupan utama di lcampung ini ialah bertani. Basil pertanian ini secara formal tidak diperjutl belikan. N1J11un cukup untuk memenuhi kebutuban hidup sehari-hsri, Meslipun aidak mendapat pendampinge.n dari YEH Dl4llpull
BTNGH untuk pc!lgembangan ekowisata, :sejak talmn 19SOan penduduk
sudah mendokumentasikan kedatangan
wiu.tawan yang DJellgunjungi situ.~
Cibedug. Pada saat surwi dila.kukan, untulc dlf)at masulc lee daJam situs wisatawan dipungut Rp. IOOO/Ofllll8. Dcngan ~&-nda lamjungan 15 ormig perbulao (Tabet 2), maka pengbasilan dari kegiatan wisata reta-rata per bulan Rp, 15.000. Pendapatan
ini dapat bertambah dari peogunjung yang memberilcan biaya
pcmginapan da.n konsumsi.
•
Nugraheni pad.a tahun 2002 m.elalrubn srudi lcepada lO responden di Kampun8
Pangguya.ngan, Citalahab Central, dan Lwwijam1111g. Hasilnya
mequujukan bahwa, deogan raia-rar.a kunjungan wisa1awan sebanyalc: 83 orang/tahun (Tabel 40), rat&-rara pend&pltan 11nggota KSM di Pangguyangan
sebesar Rp 22.S001bulan. Jika d.ibandingktn dcngan pendapa.tan pcnduduk dari pengh&silan lainnya yang rata-rata Rp. 125.000lbulan rnaka pendapatan dari ekowisata sekitar l?,6o/o dari pengbasil tetap Jainnya.. Untulc Kampung Citalahab Ceotral,
Sedangkan untuk Kampuug Leuwijamang. dengan rala-rata kunjung.im wisatawan 39 orangltdiun (Tabel 40}, rata-oita pw;lapatlll anggota KSM sebesar
R.p. 9.235/bulan. penghasilan
Jika dibendingkan dengan pendapatao penduduk dari
lainny11 yang
rata-rata Rp. IOS.OOOJbula.n maka peodapatan dari
183
ekowisata. sekitar 8,8% dari peoghasil teta.p teraebut. Ha.sil identifikasi im dirangkum dan disajikan pada Tabel 48. Tabel 48. Rata·raJa pendapata.n dari ekowisata No Lokasi Elrowisaia -=-~~~~~~=-~---= I. l
2.
Basil
situs K t11DMllla lapwl8llD kunjungan per bulan wawancam. = Rp. 1000 x 15 OrQl>A
15.000/bul.m Rp. 22.SOO!bulan
Sumber lainnya 1
Ke«:rangan obecl\"Mi daO
Haall perlanian yang lidall: dlpeljnal bclik.an dan ~sukorela dari pellgUlljuDgsltus
Rp.
Has:il klleSioru:r dmi. Rp. 125.000/bla 90 retlp()«lden a.tan JO ditiap loka!i
3.
Rp. 78.313/bulan
4.
Qp. \l.235/bulan
(Nugraheoi 2002). Hull lcu4:8i<111cr d2rl Rp. 16'7J)001bln 90~ allm:J
90 responden dlliap
s.
lllaU
30
IClltasi
(Nugrabenl 1002).
dcnpn Rp. 388.S73iblo metfillnakan metode
l\p. 1,27 mUyar/tillull Oihitung
dari 11 ~ lllSJ)ODdell (Widada 2004). w1/llngnus lo pay
S11111ber.N"ll!*eni 1002 116; wlood. 2004:6),7&.l)0, 121,ba&ilwoWllDOll'ld& 1aeillw90,4'6 KclARJJglm. p!nduduk bdl:a;J• ~ pelaDi lWlded.a2004~
•1*nMI
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan babwa pengembangan ek.owisala
memberilcan pel1111og kerja bagi masyarak:at lokal. .Peluang ketja ini secant tidak langsung memberibm diversifikasi pekerjaan bagi masyarakat lolcal yaug tadinya kebanyakan bckerja sebaaai petani, Namun denukian, ungkat pendaparan dari ekowisata ma.sill tidak tenni dan dibawah perdapatan rata-rara basil bertani Lebih lanjut., keuntuogan ini baru dapat dirasaka« sebagian kecil penduduk desa (ansgota KSM Mau pengurus obyek wisata). 5. Dompek Linglmngan
Mengacu beberapa Iiteratur mengenai dampak lingkungan yang da.pat ditimbulkan oleh ekowisata (Selcartjakrarini dan Legoh 2004; Ceballos-Lascurain 1996; Boo 1990; Soemarwoto 1986), faktor dan variabel dampak lingkungan yang dianalisis dalam peaelitian ini adala.h biofisik (tanah, air, vegetasi dan
184
hidupan liar), dan sosial budaya. Data untuk mialisis ini diperoleh dari hasil idemifikasi data sekunder dan observasi lapangan secara langsnng Untuk data se!runder, tidak semua variabcl diperoleh infonusinya dari hasil content analysis. Hal ini k.arella terbatasnya jumlah dokumen yang membahas variabel tersebut. Berik:ut basil analisis dampak. lingkungan pengembaugan ekowisata di TNGH: A. Dampd Bi11-f'l8ik
Untuk menganrisipasi dampak terhadap bio-fisik kawasan alooat kedatangan pengunjung, pihak BTNGH sudah menyiapkan beberapa aturan untuk mOlllllsuki
kawasan TNGH154.
membawa hewan pelihanao
Peraturan tcrscbut dia.ntanmya tidak belch
arau binatang
lainnya; tidak dipede11311kan
membawa radio atau barang elektronik; rejalan kaki hanya diperbolehkan melintas dijalur yang sudab disediakan dan tidak diperbolebkan mcmbuk.a jalur
baru; beristirahat hanya ditempu yang sudali diteotukan; dan membawa kembali semua sampah ke Stasiun Penelitian Cikaniki. Namun demikian, sampai dengan penelitian lapangan dilalmkan (Maret 2007) ditemukan beberapa indikasi dampnk
•
lingkungan baik di dalam maupun disekitar obyek will~ta!Albagai berikut: l)Tanah Dampak terhadap tanah yang dapat terlihat langsung akibat aktifitas manusia (dimana ekowisata salah sistunya) terbadap tanah ialah pemampatan tanah di beberapa jalur lintas alam dan pencemaran, Pemampatan tanah dapat disebabkan banyaknya pemanfaatan jalur bailc segi 1..-ualitas (frekuensi) maupun kueatitas (jumlah pemakai jalur), Persoalannya. apakah
ha)
tersebut disebabkan
oleh aktifitas ekowisata atau aklivitas lainnya rnengingat dari data jumlah kunjungan yang relatif sedikit kc lokasi studi (Tabel 40). Pencemaran tanah adalah dampak lain yang dapat dianiati langsung di lokasi studi terutama di Kampung Cibedug, Jalur menuju Kampung Ciptarasa (Pangguyangan), dan Kampung Citalahab Central, D~ Malasari. Pencemaran 1anah disebabkan bnik oleh limbah padat sepeni plastik dan kaleng bckas
pembungkus makanan, maupun limbah cair seperti sabun, shampo dan odol. Hasil
peogamatan ini didulwng oleh dua penelitian sebelum yaitu Widada (2004) dan Naibabo (2002). Namun demikiao, diperlukan pcnelitian lebih lanjut apakah
185
dampak ini sepeouhnya berasal d.ari alailitas
wisata atau aktifitas Jainnya
mengingat jalur lintas alam juga merupakan jalur limas penduduk da!am menjalankan aktifitasnya sehari-hari.
2) Air Sepcrti juga tanah. pcncemaran air disebabkan oleh limbah padat dan cair. Sampah padat clan cair yang mencem•ri sungai dapat dilihat di Kampung Cihedug, Desa Citorek, Kampung Pangguyangan, Desa Simarasa dan Kampung Ciuat.hab Central Menurut Naibaho (2002) kondisi ini disebabkan belum adanya sistern sanitasi yang memadai. Se
3) Vegetasi du Bid11pa11 Llar
Studi yvig dilakukan Widada (2004: 159-160)
•
degradui
ltea.nelwagaman
menyebutkan te.rj~tH
hay aii sq>erti rusaknya tanunan perdu dan anggrek.
hutan disepanjang jalur lintas alam. Studi ini juga menyebutkan adanya gangguan tcshadap hidupan liar Hal ini dapat diidentifik.asi dari jalur lintas Satwl yaog meoj auh dari j alur lintas al am
8. Dampak Sosial Budaya Pengembangan
ekowisata
dapat berdampat
positif maupun
negarif
terhadap kondisi sosia! buda.ya masyarakat (Sekartjakrarini dan Legoh 2004 dan Ceballos-Lascurain 1996). Derdasarkan basil observasi t1i11 penelusuran literatur
berikut perkiraan dampak ekowisata terhadap sosial budaya masyaralcat di lokasi studi:
1) Da111pak positif Seki ta. 5 7 .9"/o literatur menyebutkan bahwa pengembangan ekowi sata dilokasi $!udi menimbulkan peluang kecja bacu. Kesimpulan ini juga didukung oleh 94, I o/o responden yang menyebutkan haJ yang sama Salah satu peluang kerja tersebut ialah sektor jasa. Hal ini mengindilcasikao adanya perubahan mata pencaharian terutama disektor jasa, Sebagiaa besar pcnduduk yang tadinya hanya
1&6
sebagai buruh tani kini merperoleh pduaog pekerjaan barn seperti porter,
penunjuk jalan (guide), kebersihan, keamanan dan lain sebagainya Berdasarkan basil observasi d&n wawancara diperkirakan ada perubahan sistem ekonomi masyarakat. Pada awafnya, j a.sa pelayanan wisata diba yar dengan
sistem pembayaran sukarela dari pengunjung. Namun kini sistem pembayaran lebih terulcur karena sudah ditentukan oleh KSM Masyarakat belajar dari LSM
pendamping untuk menyepakati dan meneupkan biaya pelayanan sehingga lebih terukur bagi kedua belah pihak (penyedia dan pengguna). Perubahan juga terjadi pada sistem nilai dalam memandang orang baru atau pengunjung. Sebe!um
ekowisata dikembangkaa, masyaralcat awalnya takut bertemu dengan orang luar, lcini berani bahkan mau berkolllllnikasi.
Selain itu, perubahan juga terjadi pada ga.ya hidup masyarak:at. Tuntutan pengunjung untu k tersedianya si stem sanitasi yang lebih permanen dan 1erjaga
kebersihannya dapat merubah kebiasaan sebagian masyarakat untuk hidup lebih sehat denga.n memperbaiki sistem sanitasi. 2) Dampak n~atif Pengembangan ekowisata di TNGH saat ini baru melibatkan sebagian kccil masyarakat di lokasi studi. Ma.&yarakat di Kampung Cibedug, dimana salah satu obyek ekowisata unggulan berada. bahkan tidak pemah dilibatkan sam a sekal]. Jadi, manfaat ekonomi dari ekowij8!a baru dapat dirasakan oleh sekelompok sehingga
masyaraket saja Kondisi ini menimbulkan keccmburuan
menimbulkan
konflik horisomal di masyarakat.
sosial
Kesimpulan
ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleb Widada (2004: 160). Dampak
negatif wisata
lainnya
yang teridentifikasi
ialah
adanya
perubahan tara nilai dan kebudayaan Sebagai comoh. kebutuhan atraksi wisata untuk menarik pengu njung menyebahlran heberapa ritual budaya dijadilcan sebagai komoditas komersial. Namun disisi lain, kondisi iai juga dapet dijadikan
sebagai jalan untuk menghidupkan kembali budaya yang hampir punah, Kedatangan pengunjung yang dapat memberikan keuntungan finansial juga menimbulkan kriminaiitas terhadap wisatawan. Sebagai contoh, moduJ
krirninalitas terhadep penguajung yang ditemuk.an penulis seiama observasi
IR7
becupa penyesaian informasi jalur jitlan urrtuk mencapai lokasi. Pengunjung digiring untuk rneaggunakan jasa t11lmpOrtaSi [okal dan jalur jalan tertentu dengan biaya yang ditetapkan sepibak.
Berdasarkan uraian mengenai ana!jsjs kriteria kecukupan ekowisata, dapat disimpelkan bahwa pecgembangan ekowisata di lokasi studi saat ini belum
memenuhi kriteria kecukupan idealnya. Dari lima kriteria, hanya kriteria produk wisata yang cukup relevan dengan kriteria ekewisara, Salangkan kriteria dampak
ek:owisata terhadap ekonomi lokal sebenar culrup positif narnun belum optim.al. Namun demikian perlu penelitian lebih lanjut mengenai sejauh mana produk ini dapet
meogubah
persepsi dan perilalru (behaYiour) pengunjung maupun
masyarakat terhadap program konservasi di TNGH. S.3.3 lnstitusi Pengcmbangao E1wwilata Selain menganalisis kriteria keeukupannya, untuk memahami kontribusi eknwisata
konflik diperluhn
terhadap
juga pemahaman
terhadap
institusi
ekowisata. yang bcrlaku. TujUill dari analisjs ekowisata ialah I) untuk mengetahui
para pihak yang memiliki kewenangan dan kepentingan dalam pengembangan ekowisata; 2) mengidentifikasi
pecan stakeholders yang diamr dalam peraturan
perundangan dan implementasinya; dan 3) mengidentifika.si gap amara kondisi saat ini dan yang diharapkan serta mengmalisis langkah yang diperlukan.
S.3.3.l Analisis Stakeholden Peagembaoga• Ekowisata di TNGH
Dengan rnenggunakan definisi clan tahapan analisis stakeholders yang telah diuraikan sebelumnya, teridenlifikasi 32 stakeholder yang relevan dengan pengcmbangan ekowisata. Stakeholders ini terdiri dari : stakeholders utama (6), stakeholder kunci (15) dan 3tftkeholders peodukung ( 12). dan
kunci
yang
terkait
deagan pengembangan
stakeholders yang terkait dengan
katcgori stakeholder
peosurusan
Stakebolders
ekowisata
sama
utama dengan
lrutan di TNGH Sedangkan untuk
pendukung, dari 24 stakeholder yang ter.kail dengan
pengurusan lrutan di TNGH. 12 diantaranya juga merupakan stakeholder dalam pengembangsn ekowisare di TNGH.
18&
Berdasarkan penelusuraa sejarah pengembangan ekowisata di ~GH (Lampiran 8). interaksi aatar stakeboldess dalam pengembangan ekowisata dibagi pada dua tahap yaitu: l) tahap inisiasi program dimana stakeholders beke:rjasama dalam rnenggalang peudanaan, partisipasi masyarakac dan pembangunan fasilitas;
dan 2) tahap pelaksanaaa ialah tahap dimana stakeholders bekerjasama untuk melakuka.n promosi dan pemberian pelayanan kcpada wisatawan. Pada tahap inisiasi program, hubungan antar stakeholder diwarnai deogan keqasama
dan
koordinasi.
Hubungan
ini ditandai
dengan
terbentuknya
Konsorsium Pengembangan Program Ekowisata di TNGH (KPPETNGH). Selama meojalankan program inisiasi, konsorsium mendapat dana hibah dari US AID yang dikelola oleh secara maniri oleh koosorsium. T ahap pelaksanean rnerupakan tahap setelah tahap inisiasi program yang ditandai
dengan terbentuknya Kelompok
Swadaya Masyarakat
(KSM) dan
terbanguanya fasilitas penginapan di 3 lokasi Tahap ini ditandai juga dengan berakhimya proyek KPPEiNGH yang berarti KSM harus mampu secara mandiri mengembangkan
kegiatan ekewisata, Pada tahap ini ada 2 konflik yaitu konflik:
horisontal dan vertikal. Konflik horisootal terjadi antar anggota KSM atau dengan anggota masyarakat lainnya. Konflik muncul seeara cukup terbuka don umumnya dikarenakan Semeotara
kesempetan
kerja dan bltgi basil yang dianggap belum merata.
konflik vertikal tetjadi antara iastansi P.EMDA deogan BlNGH.
Konflik muncul secara laten deogan penyeba.bnya aotara Jain masalah ldaim obyek wisata yang masuk kawasan TNGH.
Pada tahap pelaksanaan pula hu!J11ng;m masyarakal dengan stakeholder kunci yang umumnya didnminasi oleh terliatasnya komunikasi sampai tidak ada sama sekali. Berdasarkan 'ditinggalkan'
basil obscrvasi dan kuesioner, masyarakat merasa
padabal apa yang mereka lalmkan untuk kepentingan bersama.
Kurang optimalnya kerjasama daa kooedinasl juga mewamai hubungan antar stakeholder kunei. Hubungan yang ada hanyalah komunikasi seperti saling berbagi pandangan dalam forum dislw.si, seminar, koosultasi publik ataupun lok:akarya yang diselenggarakan BTNGH.
1&9
Hasil analisis stakeholder dalatn peogembangan ekowisata di TNGH selengkapnya disajikan pada Lampiran 9. Sedangkan hubungan keterkaitan antar
stakeholder dalam peogemba.ngan ckowisata di TNGH disajikan pada Tabcl 49. S.3.3.2 Anali1is Kebijalw! Pe11~bangan Ekowiaata Tujuan dari analisis kebijalcan dalam pengembangan elcowisata adalah untuk mengidemiflkasi peran para stakeholders dalam peraturan penmdangan yang ada berikut pelaksanaannya di Japanga11. Berilcut basil dan pembahasannya:
A. Kebijabo Pengc:mbanga11 Ekowisata
Dokumen yang digunak:an sebagai obyek analisis ini merupakan dokumen kebijakan yang sama dengan dolrumen yang digunabn dalam analisis lcebijalcan
pengukuhan taman nasional (Larnpinn 3 nomor 1 sampai dengan 47). Untulc membantu mengidentitlkasi peraturan perundangan mana saja yang relevan dengan pengembangan ekowisata digunalcan bebenpa kata kunei, Kata kunci tersebut inlnh,: ekowisata, pariwisa.ta, pariwi~at• alam, rekreasi, wisata, wisata
•
agro, wisata alam, wisata bu.daya, wisata buru, wisata ilmiah. wisala lingkuogan. wisata minat khosus, dan wissta petualangan alam, Kata kunci ini dipilih berdasarkan terminologi yang biasa diasosiuikan deugan kegiatan ekowisata arau
pengembangan pariwtsata secara umum. Rangkuman hasil anal.isis disajikan pada Tabet 50. Hl!llil analisis kebijakan menunjulcbn bahwa hanya 4,3% atau 2 dokumen
peraruran perundangan yang mengatur tentang ekowisata secara khusus.Wi sata umum merupakan terminologi yang dominan diatur dalam kebijakan (40,4%) diikuti oleh terminologi pariwisara (34,8%), wisata alam (32,6%), serta pariwisata
alam dan rekreasi (26.l) r>ari dokumen yang sama, diidentifikasi juga kebijakan yang mengatur kriteria kecukupan ekowisata, Hasil idet11ilihtsi memmjukan bahwa penetapan tujuan terdapat pada 34% dokumen. Kriteria partisipasi masyarakat diatur dalam 25,5% dokumen kebijakan. Sekitac U,9% menyebutkan dampak ckonomi dari
kegia1an wi sata.
Sedangkan dampak liugkungan dan produk wisata masing-
masi.ng dibahas oleh 21,3% dan 4,3% dolcuroen kebijakan. Rangkuman basil
identifikasi ini didajikan pada Tabel SJ
"). "'• "'\.<'\."I. M----M..~;..M,,.M.,.M.,
M--,...;-.....,.
M
C""l---MM
M---M<"">
0
M.. f"1.M ... q ... .q.... M---~,....
• ...._
N
"' -
191
Tabel 50 Jumlah peraturu perundangan yang terkait dengan elrowisata lumlah Dokumen
KataKWJC:i Elcowisata
%
Pariwisala
2 16
4,3 34,S
J'ariwisata alam
12
'"·'
Wisam
14
40,4
Wwmagro Wisatlalam
2 15 3
4,3 32.6 6,S
4
8,7 2,.2 2,2 4,3 4,3
Rekreasi
12
Wis.at.a budaya Wisataburu
Wisata ilmiah
I
Wiaala li:ogkunpn Wisa!a rnina:I khusus Wim pe1llalangan alam
l 2 2
26, I
Snmbcr: IWiJ ma1W % • pcrsen\iao dan 47 4olruinea yana dianaJilis (lampirm) l mo. I s/d 47).
~
Tabel SI Jurnlah peraturan penindangan yang mengatur kriteria keculrupan Kriteria Kccukupan
Ekomsua Dampak Ekonomi Lok.al
'
Dampak Li11glcungan Part!.$lpas1 Ma.syaralc:at Penctapan Tujwm Produk Ekowisata
TOTAL $11111~ r!Utiana/W
.... .•
Jumlah Dolcumell
%
7
14,?
10 12 16 2
21,3 2S.S 34,0 43
47
100,0
Ketaiinpo: ~ • per.!
Berdasarkan dnto pada Tabet 50 dan 5 l di MM, dapaa disimpulka.n bahwa masih kurangnya kebijakan yaog mengatur pengembangan elcowisata secera khusus. Pengemhangan ekowisata selama ini harus mengacu pada aturan pengembangan pariwisara umum lainnya Demikian juga dengan kebijakan yang mengatur kriteria kec.ukupa1U1ya. B. Peran Stakeholder
Ada dua peran stakeholders yang diidentifikasi dalam dolrumen kehijakan. Pertama, pf'nm stakeholders dalam pengembaogan ekowisata. Informasi ini diidentifikasi dcngan menggunakan kata kunci (keyword$). Dismbusi dan jumlah peran stakehoder disajikan pada Tabel 52. Berda.sarlcan ha~il identifilwi tersebut,
dapat diketalwi bahwa peran pemerintah pu.sat da.lam pengembangan pariwisata
192
sangat dominan (63,5%). Sementara pemerintah daerah, baik di tinglait provinsi lllAllpun lcabupaten, banya mendapat porsi masing-masing 7,f!OA. dan 6, 1 %. Peran
yang cukup besar diberikan kepada S1alceholders pendukuog yaitu sebesar 19, l %. Tabcl 52 Disu'ibuai danjumlah pen.o. srakeliolder!I dalam pcngembangan ----------.... _._ .. - ·-----------
ekowisata
....... _
KATA KUNC!
l'cnduk.ung
~
Elcowisala Pariwisata
2 9
Pariwisar.l alam
9
Wiea1a wisata alltm
STAKEHOLDERS Pemcrint.ah Pemcrintih
GraiidT(b) %
Provins!._6__ . _ ~
Kabu~
3
2 22
PemeriEmh 11 7
1
I 4
7
I
n
I
18 lO
9
7J
19,1
Berdasarlcan tabulasi pembat!ian peran yang disajilcan pada Tabel 52, dapat diidentifikasi peran masiog-masing stakeholder dal1.n1 tiap-tiap kriteria •
ltecukupan ekowisata. Huil identlfikasi ini disajikan pada Tabel 53. Dari data tersebut, dapat dilibat bahwa partisipasi masyara)(at merupak:an kriteria yang paling banyak diatur dalam dokumen k.ebijakan (44o/o). Sementara, Pcmerint11h Pus.at (4-0%) dan stakeholder pendukung (18,4%) diberikao peran yang besar
dalam pemenuhan kecukupan el(Qwisata. Tabel S3 Diatribusidau Jumlab
KRITERIA
Peoieriniith
Peodukunjl
Dauipak Lingln•ngan f'anisipasi
Masyarakal Pcnetapm Tujuan l'loduk Ek<miwa
Gtll&d T<Jlal %
dalarn ltriteria looculrupan ckowisata
P£RAN STAKEHOLDERS'
KECUKUPAN F.1(0\VISATA DampftkEkooomi Lllkal
p11rnn stakeholders
Dil--• dlri 47 p
'.}
MasVlllllkal Kal>uE!ten 4
3 J2
4 l 23 18,4
Pemeri~tah Provin5i
13 3 20 16
peruoduipo l"08 tedl.ail~
Pcmerilx.ab Puaat
I
7
J
s
10
g
6
16
2 I
I I
13 4
15 12
17
.IO
136
4-0
J""' I sld47).
193
Jenis peean masing-masing stakeholders dalam pemenuhan tiap-tiap kriteria kecukupan ekowisata diidenrifikasi dari dokumen kebijakan yang sama. Hasil identifikasi ini disajikan pad& Tabet 54. Berdasark:an basil identifikasi tersebut dapat diketahui bahwa peran :
a. Pemerintah
Pusat berperan sebagai wilitator,
survei dan inventarisa.si,
pelaksana,membuat kebijabn, penganbil keputusan, dan koordioator.
b. Pemerintah Provinsi bcrperan sebagai pelaksana,
membuat kebijakan,
mengambil keputusan, monitoring dan evaluator. c. Pemerintab Kabupaten berperan sehagii pemberi rekomendasi, informasi, monitoring, penerima manfaat, dan pcnsambil keputusan. d. Masyarabt berperan sebagai pemberi rekomeodasi, ieformasi, monitoring, peoerima manfaat, dan pengarnbil kq:nrtusan Stakeholders lain-lain (pcndukung}berperan sebaga.i pelaksana dan monitoring. Tahap selanjutnya ialah melatukan
identifikasi realisasi peran stakeholders da.la.m pemenuhan !criteria kecukupan yang disajikan pad& Tabet S4 di TNGH. Hasil identifikasi disajikan
pada Tabel 55. Berdasarkan hasil
identifikasi ini di ketahui bahwa unruk memeouhi kriteria kecukupan ekowi sata : a. Pemerintah Pusat berperan dengan melakubn inventarisasi pctensi ekowisata dan peluang pengembangan ekonomi lob! U$• fasilita.tor dalam pengembangan
ekonomi lokal, pelaksana daJam monitoring dampak lingkunga.n clan panisipasi rnasyarakat, membuat kebijak.an dan mengambil lreputusan dalam pelaksanaan panislpasi masyarabt, penetapan tujuan dan produk wisata b. Pemerintah Provinsi berperen memberi1can rekomendasi namun pelaksanaan
peran lainnya tidak teridentifikasi. c. Pemerintah Kabupaten
berperan memberilron rekomendasi namun peran
lainnya tidak teridcntifikasi.
d. Masyarakat berperan sebagai pemberi rekomendasl, informasi, monitoring, dampak lingkungan, penerima manfeat, serta membuat dan mengambil keputusan di tingkat lokal dan ope:rasiooal
Stakeholders pendukung berperan sebagai pemberi rekomendasi (peneliti dan LSM), fasilitator dan pelaksana dihampir sem.ua kriteria keculrupan e~wisata
194
(YEH), Jlle!akukan
penelitiu
dan monitoring dampak linglc.ungan
dan
pe!lll:sanaan partisipasi masyarakat (pcoeliti dan LSM). JICA sebagai salah sam stakeholders p(ndukung membuat kd>ijak:an dalam penetapan tujuan, produk wisata dan proses partisipasi masyarabt.
Tabel 54 Jellis peran stal:eholden dalain laitttia lcecub1pan ekowisata (normatif) KRlT£RIA KECUKUPAN
l!KOWlSATA2 l. Damplk Eko!IOllli
Lotal
Pendukuoi ~ Pellkw4, l'\ho11....,,,,,
STAICBHOLl>ERS' Pe1oe1h11ab PemtriD1a1t
~-·
dallpenalma
IC•hnpo1en
Provinsi
r.i-.
~ Pu...i Sonei.t.
l!wcntarisasi.
-r..t
manbuat
k
-
mtbni.tmo pellltsanaaQ
2. I)nnp•k
}>dak's.yw•
Lingbmgan
.lllClllbual
ttbijlkan,
ktbijoklm, """'~1"1
f'elWlm.
hp!JI--, R=tc:omd•;
.~ moail«\as. peoaimo muful ~Uboma
dimanflltl l .,_.,_
PelW...
Fasib....,,
Monitorins
lllDfti!l:lriag din evaluaur Pdal:lmo, f•sil;•••cx r-•11j1~
p,,1w..,,
Pt-lskSIDI,
PCQPl!lb~
manbuat
~
kcbilaklm. Pea@tmbil k~
KooRli.nalar
Pdaksana, membnal
kebi)nkan,
lia~il itfontifikasi dari Tabet 54 dan SS ini k:emudian diana.lisis untuk
mengetahui gap antara kebijakan/ aturan main yang bersif&t normatif dengan implementasinya. Basil analisis ini disajikan pada Tabel 56. Berdasarkan basil
analisis ini dapat diketalrui babwa peran pemerintalt daeeah dalam pengembangan ekowisata dilokasi &udi sangat kecil (rdtomendasi). Sementara pemerintah pusat
sudah melakukan eebagian besar perannya kecuali fungsi koordinator dalam penetapan tujuan. Ma!yarakat dan stakeholdeis
pendukung ternyata mampu
herperan lebih dari yang diamanatkan dalam pe:raturan paunda.ngan.
195
Tabel 55 Implementasi per.m stakMo!ders dalam pengembangan ekowisata di TNGH KR1TER1A
STAKEHOU>ERS1 Pemerimah Pc:mainlah
KECUKUPAN
EKOWISA1'A'
~
IUll>upatal
P,IM
11" i•• menfMt ,
Pro>iWi Sunci.t Invc:nU!ri!&SI, ftsj}jtaw
mpmbp1
~
• '3
lojl
kq•• ••
2.~
l'
M••• . 'i
da!i
I ingkmgiio
M
3.Partisip!W Misyoiukal
membuat kebijmn
--
p;;;;;,,
Pc~ ~ bbijobmdan """'P"'liil bptnmt
""I bbijablll, yJ
[!
i&
Hlbi)
kq•• 4. Penc1apa11 T ujwn
F...Wlaiaf,
Pelabara. membuat
•
kebi)Sba
P,.la\wwdaq
'"'* nm6ol, F
'IS'''" ti) k
5. Produk Ekowisaia
pelaksan•
......oo.w kd>ijalom daZI ID"'ISIJDibil kqxJ:wan
Surveidaa
Pe]abana
Jn~CD!arua·
membuat kebijataa, dan meneaml>il
"1,PcW: ......
""""OOat 1<ei,;_iw.a
kg?l!lu.r
C. I.nstitusi Ekowisata di TNGH
Berdasarkaa basil analisis kriteria
keeukupan ekowisata, analisis
stakeholders, dan analisis kebija.kan elcowisata dapat disimpulkan bahwa: • Organisasi: belum ada mekanisme yang jelas di TNGH yang mengatur pclaksanaan peran dan keterkaitan antar stakeholders. Hal in i dapat dilihat dari tidak adanya kerjasama yang nyata lllt8ra BTNGH1s6 dengan PEMDA1s7•
"' B'INGH OJdah .. e.o-Um ~Qm Plut(l:qi ct o1. 200 l) dul pi
I'm....,._,......
196
Padahal lcedua instansi ini sudah bcberapa kali melakukan rapat koordinasi ts• dan masing-rnasing sudah memihl
satu
mekanisme kerjasama yang pernah
dis.arankan Bapeda Jawa Bara1 (1999) ialah membentuk forum koordinasi panwisara yang disebut Komisi Koordinasi Pemanraatan Obyek Wisata Alam (KKPO-WA) uotuk di tinglcat nasioml. Sexlaogkan untuk ditingkat lokal,
disarankan untuk membcmuk KomUi K.oordioasi Pemanfaatan Wisat11. Daerah (KKPOD} KKPO-WA dll1entuk dan ditetapkan oleh Surat Keputusan
BetS&IDa antara Depertemea Kehntanm ( saat itu Dephutbun) dan Departemen Pariwisata. Sedangkan KKPOD ditetapbn oleh Gubemur melalui kantor
wilayah masing-masing, Persoalanoya komisi ini sudah tidak aktif lagi sejak tahun 1999 karena kesulitan anggotanya untul melakukan evaluasi program yang sudah dijalankan. Ditingbt lob!, masyarakat dao LSM sudah membentuk KSM yang siap mmjadi operator lapangan. Peluang ini tidak ditangkap baik oleh BTNGH mnpun Pa.IDA
• Tabcl 56 Analis1s asum.si peran sWcd!oldm dalarn pemenuban kntcna kecukupan c:ko\\isata di TNGH ICJUTERIA KE<:UKUPAN
~
STAKEIIOLDERS'
.EKOW!SATA2
Normatif
R"'='eoda si~ , morutoring
.
infnmuni
iihllljh+Ht;.
.
J)""trima
Mff-rL
1pqpbyrd
mqpbuat kebiptrn
kebijakan me:npmbil
!!!mUDlbi!
monfaol
Bmtqmi
mnnltrninp
rru.!Utmns
d3n e'1!l••tq
dlU1 e:ral,1181or
lmpJC
Rekornenda
Rd::••••
Je
siimfttui· .""'--. sasi. fasili1a- mreit&e .!'1r.mmit-0r-
ing,pelabtJ'RI,
nu:mbwif.
---. Dij...
,a. •• ; ca.;
' Kcmba4pc 2004
"' ~
Iboaia> B.
kd!ijabn
ll " it•w
nmnfaat.
waubud; •dao
'rl·-.
T500!!!b!
kl/ '
I
ktpu!wen
Rsg)ymquirj
F'asilita!ai'. 3111"'1'i...;
inl'elttarisasi, PcJeksan•. lllmibual.
l:emjabn.
J>cnsmoml tepublSan. Koocdillalor FosilitBm, Suma
hm:1111JJISSSi,
Pelotsen••
197
• Aturan main: masi h tel'batasnya
pel'1ltUr8n
perundangan yaog secara khusus
memberikm arahan umum clan telmis/operasional. Hal ini menyebablr.an masih biasnya pcmalwnan stakeholders mengcnai pabcdaan antara ekowisata dengan konsep pengembengan
pariwisata lainnya. Pe.rsoalan lainnya ialah
faktor para pihak yang masih rendah kesadann hukumnya. Berduarkan hasil
observasi dan wawancara, pengelahuau
sCUebolders mengenai hak dan
kewajibannya yang di atur dalam peratura perundangan sangat rendah. Dalam hal pembagian peran, aturan main yang ada belum membecibn pecan optimal kepsda masyaralcat dan Panda. Kewenangan
dan peran terbesar
rnasih
dikendalikan oleh Pemerintah Pusat Padabal lolcasi pengembang&n ekowisata umumnya berada di daerah terpeocil yang debt dqan masyaralcat lokal dan membutuhk:an pemantauan Yilll8 b:tu dari instansi pemerintah. Dari sisi masyankat, peran
yang diberikan ma.sib benifat p1111if dan tidsk mendoroog
mereka untuk lebih proUti( Sehingga masing-muing
stakeholders belum
mcnjalank.w fun!j.$i11y& SCCII1I optimal. '
•
Kiocrja jmjtusj penQMlbanqan elcowiMta: persoalan yang terd&pat dalam organlsasi dan pelaksaoaan
aturan main mempengaruhi
kinerja institusi
peogexnbangan ekowisata, DI TNGH, llal ini dapa.t diliha.t diantaranya dati tidak b~inya doknmen Ecot()ltrism Action Plan yang disusun JICA dan BTNGH. Selain itu, hal ini juga dapat dilihat chri obyek. wisata yang tidak terkelola dengan ba.ik alcibat dari kurangnya komuniltasi dan koordinasi
dengan instansi terkait. Penoalan la.in adala.b belum terl>angunnya mekanisme penyelesaian konflilc, baik yang benifat horisontal maupun vertikal. Selarna ini, konflik horisontal yang ada dalam masyarakat diselesaikan sendiri oleh merelta ateu dibiarkae b«lanjut karena tidal: adanya mediator dari instansi yang berwenang15'.
5.3.3..3 Anilisil Kebutuhta Peogembanpn. Ekowisata Tujuan dari analisis kcbutu.ban ad&lah umuk mengidentifikasi gap autara kondisi saat ini dengan kOlldisi yang diharapkan serta kondisi seharusnya dilaki1kan pada k:onflik peQgembangan ek-Owisata. "'iw;1 ... -.
................mc-c1
_
Hasil yang diharapkan dari
198
analisis ini ad.Jab tersusunnya akcmatif peayelesaian yang sesuai deogan kebutuhan para pihak Dalam studi ini. target grup dipilih berdasarkan pihak yang tericena dampak langsuag dan pihalc yang memberikan d&mpak yaitu stakeholder utatnA
dan stakeholder kunci. Data dan infonnasi untuk rnengidei:nifikasi gap
antara kondisi saat ini dan yang
Meskipun memiliki obyek wisMa unggulan yaitu Situs Cibedug, masyarakat Desa Citorek, tautama masyarakat Kasepuhan Cibedug, tidak dilil>al.luui dalam program pengembaogan ekowisata di TNGH. Merelra juga tidak. mendapai
pendampingan baik dari LSM, Pemda maupun BTNGH untuk
mengeiola situs dan mela.yani wisatawm Selain itu, stakeholders kunci hampir tidak pernah mellkukan monitoring dan eva1uasi ke lokasi i ni. Masyarakat mengbanpkan l»mbingan dan kerjasama dengan pihak lain •
untulc mengembangkan ekowisata. Namvn, status yang ma.sih encroachment dapat menjadi penghambat BTNGH uutulr meh1lcukan pembinaan. Disisi lain, PEMDA tidak melihat adanya keuntungan PAD. Ada tiga hal yang perlu dilakukan uotuk mengembangkan ckowisata di lokasi ini. Pertama, status kawasan harus 00e[esaika.n sehingga ada kejelasan instansi mana yang memiliki k:ewenangan dan hentuk pemanfaatan seperti apa yang dapat dilakukan di lokasi studi. Kedua, peaingkatan kapasitas masyarakllt dalam semua aspek pengembangan ekowisata Ketiga, membangun kerjasama dengan pihak Jain unruk promosi, pendanaan, penyediaan sarana prasarana, monitoring dan evaluasi. l. Desa Simarasa. Kecamatan Cibkak, Kabupalell Sukabumi
Di Desa Sirnarasa, sudah dibeatnk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) untuk mengelol a kegiatan ekowisala Karena karakteristik penduduk Desa
Simarasa terdiri dari masyarabt Kasepnhan dan Non-Kasepuban maka anggota. KSM juga mcwakili karakteristik tersebut. Namun, jumla.h enggou1 masyarakat
199
yang terlibat masih rendah. Anggota KSM Sinar Wangi, Pangguyqan hanya IS orang atau 0,23% darijumlah peoduduk tahun 2006166. Dalarn menjalanl<JUl program pengembangan ekowisata, setelah tahap inisiasi pada tahun 1998, masyarakal hanya didampingi oleh YEil LSM ini membantu masyaralat dalam promosi dan pemasarsn kegiatan ekowisata dan mendampingi mereka jika ada persoalan internal KSM. Pcndampingan, monitoring, dan evaluasi dari Pemerintah Daerah maupun BTNGH praktis tidak ada Padahal masyarakat mengharapkan peran merelca dalam ha1 promosi,
pembinaa.n, petebangunan dan pemeliharaan
5arao4
prasarana. Persoataonya,
bcrda:wlcan wawancara dengan narasumber, PEMDA tidak melihat 11.danya keuntungan 1> /\0 dalam mendukung kegiatan ekowUitta di TNGH. Disisi lain, BNGH juga menangsni program pengembanga.nek:owisata sebagai kegiatan yang bersifat proyek, bukan rutin. Kondisi Guestnouse yang dibansun a1as kerjasama KPPETNGH sudah tidak terawat. Hal ini dikarenakao jumlah wisatawan yang meminta jlllNI. KSM
sangat ~ilcit. Wisatawan lcebanyakart langsung berbubung.an ke Kasepuhan di Ciptatasa. Dilli~l lain, anggnta KSM juga belum cuk.up ku.at untuk mengorganisasi diri dan
mengelola keuangan. Sebag.'li coutoh, di
KSM Sinarwangi,
Pangguyangan, isu lni meojadi konflit laren antara anggotanya. Sementara in.i, dana dari lembaga donor yang dikelola BTNGH W1tulc pengembangan elcowisata belum menyeutu.h kebutub&t pembinean dAD pcndampingan KSM di lokasi stud! serta pemeliharaan fasilitas yang diberikan oleh lembagadonor sebelumnya. Selain kontlik: internal, beberapa hal yaos menjadi sum'-
persoalan
diantaranya ialah adanya bias pemahaman antara masyarakat dan staf BTNGH mengenai konsep ekowi.sata. Selain ilu, karena lrurangnya promosi KSM juga kurang dikenal dibandiogk.an Kasepuhan. Hal lain yang menjadi sumber persoalan ialah tidak dilibatkannya masyarakat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan di tingkat TNGH. Ada 1iga hal yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki kinerja
pengembangan ekowisata di Iokasi ini. Pertama, melakubn program penguatan '" ...,._ ... KSM SiNr w..,.;. ""'-15 """ll (0.'U%4'njumlll ""'dudult 0- 3..,...... W..,, )006). K.8M W- s.luyu. Ci
i.....,.....,.
200
institusi (KSM) yang sudab ada m~lldui peningkatap kapasiw masyaraiat dalam pengembangan ekowisaaa. Kedua, membangun mekanisme kerjasama di tingkal
lokaf, regional dan nasional. Ketiga, membangun kerjasama dengao piha.l: lain wituk promosi, peedanaan, penyediaao sarana prasarana, monitoring clan evaluasi. 3. Dua Cisarua, Kec:amatan Sukajaya, Kabopaten Bogor
Saat peneliuan ini dilakukan, kegiatan peogembangan ekowisata di lok.asi studi praktis suda.h tidak ada. Bangun.ao Gu&·thquse yang dibangu11 pada tahun 1997 suda.h rata dengan tanah. Kondisi ini terjadi diantaraoya karena jumlah penguojung yang menurun drastis schingga pendapatao yang dipero!eh tidak menculcupi unhtll: gaji anggota KSM161 dan biaya perawata11 fuilitas ekowisata.
Selain iru, tidak ad11JJ.ya pcndampi.ngan, monitoring dan evaluasi dari BTNOH dan PEMDA. Selama inl, KSM hanya mendapat pendampiogan dari YEH. 8erdasark.an basil wawancara dan observasi lapanga.n, masyaralc.at masih sangal antusias untuk mengembangkan kembali kegiatan e.kowisata. Namun untuk merevitalisasl lcembali KSM diperlukan peningkatan kapasitas mengenai konsep ekowisata dan kriteria keculcupannya. Selain itu, perlu membangun mekanisme kerjasama dengan pihak lain untuk promosi, peodanaan, penyedlaan sarana
prasarana, monitoring dan eva.luui baik di tiogkal lokal, regional ciao nasional. 4. De&a Malaaari, Keamatan NanggWlg, Kabupateo Bogor
Lokasi pengembangan ekowisata di Kampung Citalahah Central, Desa Malasari merupakan lokasi ckowisata dengan jumlah pengunjung torbanyak. Kond.i.si pcngembangan ekcwisata di lokasi studi wit ini diwamei oleh adanya konflik horisontal. Hal ini diantaranya disebabkan diantaranya oleh bagi basil
yang tidak transparan untuk leas desa. Selain itu, jumlah
masyarakat yang
mendapat manfaat masih daogat sedikit dan diwarnai isu nepotisme. Anggota KSM Warga Saluyu berjumlah saat terbemuk ada 30 orang atau hanya 0,39"/. dari jumlab penduduk Desa Malasrui tahun 2006.
201
Selama melakukan kegia!an operasionalnya. KSM ini hanya didampingi
oleh YEH. Nanwn KSM ini mampu memba.ngun k:etjasama yang baik dengan LSM Absol111 dan PT Perkcbunao Nirmala. Selama ini KSM saoggup rnendanai pemeliharaa.n fasilitas dan gaji anggota KSM secara swadaya dari kontribusi pe.ngunjung yang datang. Mcskipuo
mempakan lokasi yang mendapat pengunjung 1eroanyak, n111111Jn penghasilao tidak memadai
unt\J.k membiayai
pemeliharaan
r'1t1estl1011.w yang
dibangun
KPPETNGH. Karena itu, untuk peogunjung skala kecil ditampung di homesJay milik anggota KSM. Masyarakat berharap agar anggota KSM maupun anggota masyarakat desa lainnya mcndapat kesempatan yang same. Persoalannya, inst811Bi pemerintah yang bereugas melalmhn pembinaan masyaralcat luput melihat program pengemhangan
ekowisata di lokasi studi sebagai peluang untuk meninglcatkan k:esejahteraan maayarakatnya. Selain itu, ID.lillylll'wtjuga berharap agar jumlah muyarakatyang t.erlibat meningket clan kegiabm EkowiAata serta KSM dapa.t menjadi bagian dari program pembangunan desa sehingga mendapat dulrungan dari semua warganya. Ptlrwa.lwmya, keteroatasan pengetahuan
mengenai konsep ekowisata dan
kesamaan persqisi semua. &11880ta. ma.'l}'arakat maupun aparat desa terhadap prospek pengembangan elrowisata bclum ada. Setidttknya ada dua bal yang perlu dilalcukan ulll.Uk meningkatkan kinerja pengembangan ekowlsata di lokesi studi. Pertama, melalrukan penguatan iostitusi yang ada melalui peninglcatan kapasitas dan partisipasi masyara.kat yang lebih luas. Kedua, membangua mekanisme kerjasama dengan pihak lain untuk promost, pendanaan, penyedlaan sarasa prasarana, monitoring dan evaluasi di tingkal lokal, regional dan nasional. Hasil analisis kebutuhan stakeholder utama d.alam pe.ngembangan ekowisata diraogkum dan disajikan pada 'fabel 57. B. Sta~cholder Kunc:i
Seperti dalam peugurusan hut4ZI di TNGH. stakeholder kunci yang dianalisis ada dua kelompok yaitu instansi yang berweeang d.ala.m pengembangan ekowisata di TNGH. Kedua imtansi tersebut ialllh PEMDA sebaglli inscansi yang
iJ f3f(i! JI I· ~I
~N
J1l1 n a·11l,,1K11•
I!
&
g ~
.;
!..
. ·~ ....
i'
1i!
j
!j
j.
·ii
ci)
f.l
.&;
-c
.,~
:....
c,
..
...
.;
-
;;;)
ii
~~
"O
_g .2"
, s ii~ i· i
~
21
"'
V')
.... il
""
~
.!::
.ci ..)
g~
.c
...
!
i. ·-r ~~ ~ ~
i~ Jij&-s ~1!..
e ]~3~i~~~~ ~
6 =i t)
00 ~
:3
.c
.;
iJ
! ~~
~JjJj
fxt ! lI!11~1~ .. 1hi ~~-j
]'
1~11~1~ =J·~..::·s:-.. :j I t.t
l ft f-111( ~~~·r Q
< rj
~
}JJ 1~111 I 1~ili
::am~.,.[~ g@li·iil[
~~
::..: i:i
u
Q
J J.9 f
....
'"'
·lIi c
~ 1:1
1,...
~
a;
·~ ~ i
e
.~
j
oi
RI~ fj ~·=S!ej~ ~ §.I . I -i·~i~ ~""i-1"' fai I ..,I ~~]~ .. ~ f if ~
~
~
t
~
·-fl
"°'.'
j
)I j~sj!al3{(i!i~
lfl! .t:i l 11fi .4fl -a- ~i... 111111111 .~~ rll1t Ii j ..... "
'
...~
.,;
d: ~
Ill{![
fli~Jil1ll ... .;
~
.;
1
ii
il~i t ji~ ij a} t:zi ~
] . . ~ i~~ lf!i~flilj.. ai
.A ti
-ct
I
""
I j
..... Ii
Ii ~
.5
·11
i ~
I ;
~l
]
~JJjj
l
I ~~
204
mcmiliki tugas dan kewenangan dalam hal pembinaan masyarakat dan pengelolaan obyek wisata, clan BTNUH. Berdasmkan analisis kebutuhan, baik PEMDA maupun BTNGH memiliki dua kebutuhan untuk dipenuhi agar dapat berkontribusi optimal terhadap pengembangan ekowisara, PEMDA memburuhk:au kejelasan manfaat yang dapat diperoleh daerah untuk mtndukung pengembangan ekowisata di TNGH meagingat peogclolaan taman nasional merupakan kewenaogan pusat, Kejelasan
manfliat
ini sd>enamya
dapat diwujudkan dalam mekanisme pembagian peran clan basil yang saling menguntungkan. Ji.ka melcanisme ini sudah disepakati, maka dapat disusun program pcmbangunan dan kerjasama.. Persoalannya, sampai antan. PFMDA
clan BTNGH
belum lerbangun
saaL
ini kummibsi
dengan baik $ehingga
menumbuhkan kesepahaman dan saling percaya. PEMDA juga selama. ini bersikap puif. Padahal menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dacrah162, PEMDA bertugas melakulain pelayanan dan pemberdayaan untuk kesejahteraan ma~yaralcat.
Kebutuha.n BTNGH dalam pengembangan ekowi:iata yang teridentifikasi adalab kebutuhan akan sumberdaya dan kerjasama dengan para pihak Seperti dalam isu pengurusan hutan, kendala BTNGH dalam mengembangkan ekowisata adalah keterbatasan sumberdaya manusia, dana, serta sarana dan prasarana. Masih terbatasnya pengetahuan pe!1!0nil BTNGH tedladap Jooosep ekowisara clan implementasinya. membuat program pengembangan ekowisata tidak terarah. Kondisi ini bdang dimanfaatkan oleh lembaga donor untuk mengintervensi
pengguaaan dana hibah untuk kegiatan yaog sesungguhnya bukan kebutuhan prioritas di lapangan Sebagai conroh., penyusunan dokumen Ecatourism Actian Pkm dan buk11 panduan dalam bahasa lnggris misalnya. Dokumcn ini lidak dapat digunWll oleh para pihak yang saat itu ::;udah menjalankan roda kegiatan ekowisata di lNGH. Sela.in kendala bahasa, program ak~i yang disusun tidak sesuai dengan arahan kebijakan pengembangan pariwisasa di Qtasnya. Sebagai contoh, program aksi yang disusun dalam dokumen Ecotourism Action Plan banya mengandalkan peran LSM, peneliti, masyarakat dan BTNGHsendiri. Tid.alc ada opsi program maupun pera-. yang melibadcan pihak PEMDA daa swasta.
2()5
lsi dari dokumen terseout tidak mencerminkan kebutuhan BTNGH yang
sangat membutuhkan dukungan dan kerjasama dari PEMDA rnaupun swasta. Banyak aspek-aspek penge111bangu ekowisata yang tidak tertangani karena 1erbawnya
personil dan daDOI BTNOH. Persoalannya, k.ualitas clan kuamitas
komunikasi yang selarna ini dibllllgUn tidak berjalan dengan baik. Juga tidak terbangunnya
rasa ealing percaya diantara
para pihak terutama pembagian
relribusi kawasan Karena itu perlu dibuat mekanisme kerja.sama yang disepakati dan meuguntungkan para pihak. Anali!iis kebutuban s1akcholdcn kunci dalam pengembangan ekewisata di TNOH diranglrum dan disajikan pada Tabel 58.
5.3.4 lmpJikasi Pengembanpn .Ekowisat. Terh•d•p Kooftik di TNGH
Meogacu pada karakteristik konflik yang disajikan pada Tabel 27, ada empat penyebab konf1ik di TNGH. Keempat konllik tenebut ialah ptlfbedaan sinem nilai, ketidaksepakatan 3Wtls l4han, ketidaksepakatan tata b•tas, Jan
ketldakpastian akses terbadap SDA. Berdasarkan karakteristik lconflik tersebut dan penjelaun lconl'ICJ) ekowisata serta implementasinr- di TNGH, dapat disimpulkan bahwa ekowisata memberikan implikasi 1erlwlap penyelesaian konflik di 11\0H balk secara laogsung m311pu.n tidak langsuog.
Peogembangan ekowisata m~berikan implikasi secara langsung terbndep konlllk keterbatasan akses. Scdangkan terhadap lcetiga konflik lainn ya, ekowisata memberikan implikasi secara tidak langsung. lmplikasi pengembaiigan ekowisata terhadap konflik lretidakpastian akses yaitu dengan terjembataoinya pencapaian kebutuhao dasar bagi masyarakat (lapaogan lcerja dan penghasilan tambahan) dan kebutuhan organisasi bag] BTNGH (konservasi).
Dari sisi masyarakat, hal yang meadasar dari konflik ini adalah tuntutao untuk dapal memenuhi kebutuhan dasar hidupnya dan pengakuan terltadap elcsistensi/perannya dalam pengelolaan S.DA Sedang.kau dari sisi BTNGH, masyarakat dapat
mengakses SDA di TNGH
hanya untuk kegit!Ula yang
mendulrung konservasl yang ditetapk.an undang-undang. Semenrara kewenangan tetap berada di tangan pemerintah.
201
Sebagai konsep operasional dari pariwisata.yang berkel&njutan, kebutuhan akses masyarakat dapat diako modasihn dengan melibatlcan mereka secara ak:tif dalam setiap tahap pengembangannya.
sebagai penonton atau obyek
Masyarakat tidak hanya diposisikan
toorona!W'wisata, tetapi
sebagai operator/pelaksana,
pemilik: dan pengambil keputusan. Sebagai operator dan persifik, jasa yang diberikan masyatakat kepada wisatawm dapat mengh&silkanpendapatan (i11C0me) yang dapat digunakan untuk mei• iein1hl kebutuban hidup mereka. Sedangkan
sebegai bagi.u. dari pengambil keputusan, masyarak:at dapat menjalankan fungsi kontrolnya. Untuk kasus pengemba.ngan ekowis8ta di TNGH, pada tabuo penama ekowisata
dapat memberikan peluang lapangan kerja yang baru, pendaJ)BWI
tambahan, dan peningkatan lapasitas masyuakat yang tcrlibat aktif di KSM. N amun pada taliun-tahun selanjutnya, Pf05CS pengembangan ekowisata tni seperti menuju ke titik: eol, Berdasarkan analisis kriteria bcukupan ekowisata, ditemukan indikaai
bahwa pemenuhan kriteria kecukupan pengembangan ekowisata di lokasi srudi tidak optimal Sedangkan hasil analisis institusi dalam studi ini menunjukkan 3
hal yang menyebahkan pcngembangan elrowisata tidak berjalan dengan bailt. Ketiga bal terseout ialah hubungan antar stakeholdt:r yang tidak berjalan dengan balk,
peraruran perunclangan yq
secara khusus dapa; diaai
untuk
meegembsngan ekowisata sangat terbatas dan belum memadai, da.n tidak optimalnya peran stakeholdees dalam mendl1kung peogembangan ekowisata di lokasl studi, Pengembangan ekowisata memberibn implikasi secara ndak langsung terhadap peayelesaian konflik perbedaan sistem nilai, ketidaksepakaran
status
lahan dao tata batas. Untuk konflik perbedaan sistem nilai, dalam pengembangan ekowisata adanya apresiasi terhadap lrearifan lokal da.lam mengelola sumberdaya alam lestari. Pengetahuan ini dapot digu111kan scbagai materi pembelejaran bagi wisatawan dan staf BTNGH. Selaia im, dengan pemahaman terhadap kearifaa
lok:a.J ini, B'TNGH dapat membaogun kerjasama dengan masyaralart yBJJg memiliki kearifan Iokal yang sesuai dengan flljuan konservasi kawasan.
208
Untuk konllik l::etidaksepakatan status lahan dan tata baias, pengembangan ekowisata membutuhkan kepastian ruang. Kepastiftll ruaog ini dibutuhb.n. untuk mlllllberikan kejelasan pembagian kewenangan dalanl mengelola, penyediaan lokasi sarana presaraua .t.n investasi, Di TNGH, kebutuhan akan kepastian ruang ini dapat dipenuhi jika konflik status lahan dan tata batas dengan masyarabt sudab diselesaikan. Implibsi
lain dari pengernbangan ekowisata terhadap
penyelesaian konflik ialah sebagai salah satu media untuk membangun lcomunikasi & hubwigan antar stakeholders yang lcolllltrulctif. lmplikas.i pcngcmbangan
ekowisata terhadap peuyelesaian
konflik di
TNGH dirangkum dan disajikan pada Tabet 59. Tabel 59 Implik&i pengembanganekowisataterhadap kon.Oik KONFLIK I. Perbedaan sistem nllai
TMPT .11(.i\S[ Mendu.kung pelestarian slstem nila.i lokal sebagai materi pembelajaran bagi wisatawan
2. Ketidaksepakatan status bhan 1. T(etldaksepakatan tata batas
Mendorons penyelesaian status lahan untult kepe.stian pembagian kewenangan, manajemen pengelolaa.a, dan invcstui.
4. Ketidakpastian aksee
Mcnjembal.llni pcrnpaian kebutuhao dasar bagi masyarakat (lapangan k.erjii dan
peoghasllan
tambahan)
dan
kebutuhan organisasi bogi BTNGH (konseivasa).
Agar pengembangu ekowisata di lokasi studi dapat berkomribusi rerhadap kontlik yang ada, ma.ta diperlukan langkah-langkah perbaikan seperti yang diindikasiken pada analisis kebutuhan. Untuk itu, dalam disertasi ini dibangun suatu model pengembangan institusi ekowisata yang dapat roenjadi acuan dalam pelaksenaannya
Sebagai bagian dan hasil dari penelitian ini,
penyusunan model pengembangan ekowisat11 disajikan secara khusus pada Oab YI.
VI. MODEL PENGEMBANGAN INSTITUSI EKOWISATA Derdasarkan basil pembahasan ~ebelwnnya. konfiik. di TNOH ditinjau dari aspek institusi disebtbkan oleb kuraognya pecan clan kapasitas 81.akeholders dalam penyelesaian konflik
Selain itu, peraturan perundangan yang ada tidak dapat
menjawab persoalan kontlik hak. dan akses. Untuk itu dibutuhkan peJJgemb11Dg1Z1 dan peneuatan institusi yang sudah ada ap dapat berkurang.
suani
model 163
illttmit8$ konflik
Ekowisata merupakan bagian dari institusi pengelolaan taman nasional
yang sudah Ida di lokasi studi. Secara empiris pengembangan ekowisau terbukti dapat berkontribusi dalam penyelesaian konJlik akses, Untuk itu, model institusi yang akan dikembangkan dalam penehtian ini ialah modo=I peogembangan instirusi ekowisata.
Secant konseptual, model yang akan dibangun seperti yang digambar pada Gambar 10. Dalam koasep tersebut digambarkan bahwa ada dua faktor yang membentuk institusi yaitu stakeholders dan aturan main. Kedua faktor tersebut
dipengaruhi oleh situa.si atau kondisi yang ada, Sebaliknya, institusi ini juga dapat mempe11garuhi perilaku
stakeholders
dan menghasilkan
kinerja diantanmya
berupa kontlik( A). Unruk memperbaiki kinerja institusi tersebut. diperlukan perubahan atau perbaikan terhadap kondi~i yang ada sehingga. diperoleh kinerja
yang lebih baik seperti berkuraognya konflik. atau bahkan terselesaikannya konflik yang ada (A'). Perubahan
yang peclu dilakukan dari stakeholder
ialah
persoalan
peningkatan peran dan kapasitas. Sedangkan dari faktor atucan main, perbaikan yang perlu dilakukan ialah persoalan ruang dan pembagian kewenangan. 6. 1 Peniogkata11 Peran Stakeholden
Scjak
tabap
inisiasi
program,
partisipasi
mkeholders
dalam
pengembangan ekowisata di TNGH selama ini sang;at terbatas164. Di Kasepuhan
4..sa..,., .m....
'"Model adoloh......., l'*"I ~· - .... r-.11.,,..;r.,..senol Nllf.......i ~ aspelc dabn k....... n,..U-di~(llok<,&ZJm,li-2J) '" Pa.la lat.in I\>?$ olt ,;.....,.,;,.. Pn>grwn Pmgmt>w8'" Elo>wi.... TNOll. ADsgo1-!y> tm
209
210
Clbedog, masyarakar lokal dan pemerinuh daerah tidak dilibatkan dalam pengem bangan ek:owisata. Sedangbn
ditiga lo kasi lainnya,
tidak adanya
partisipasi PEMDA dan instaosi pert*Ullab pusat berimplikasi pada keberlanjutan program ekowisata yang sudah ada. Hal ini dapar dilihat pada rusaknya fasilitas ekowisata dan tidak: berjalannya OJgl!Disasi Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang dibangun pada tahap inisiasi. Koadisi ini tcrjadi disemua !owi
studi.
A
i~~NftMAIN;;,;;imi;r-,A~'-::::::::L...__ KINER.IA INSTITUSI
A A'
Ai ~ LOKASISTUDI ,
, ·-··--··-··. ··-·
A' A
'.
A'
--
······-···· ······.
·--·-·-·----·--~
.
--- -· --· ·-·-·-·· ··-·
·-
. ·········1 , ., ·A~-j
K.W•ng•n: A • kcloldl•i institusl ... penelllian di!Mllkan A'• kaldlsl lltStitUll ellowlsalla1 ' lab di"--bartQkan A~ A' ~ l
Gambar I 0 Konsep pengembangan model institusi ekowisata Sebagai sebuah konsep operasional dari pari wisata yang berkelanjutan, pcngembangan ekowisara memb1d11hkan keterlibawi semca pihak baik di tingkat pusat maupun !okal. Berdasarkan hasil analisis stakeholder diketabui bahwa keterlibatan para pihak
yang
pengembangan ekowisata rnasih
memiliki
hak dan kewenangan deagan
sangat terbatas,
Untuk mengetahui siapa saja
yang kemudian perlu dilibatkao mak.a dilalrulc:an identifikasi terhadap peraturan
perundangan yang ada dan observasi laptngan. Dalam model ini stakdiolder
Pada _. pdobonuQl!Myal..SM, BTlll'.lfl8 ..... belMnlj>& Ao!
"1>"" JICA bao.ya l>d;aja ~
zn diidentifikasi berdasarkan peran dan keweoangannya dalam pemenuhan kriteria kecukupan ekowisata. Berikut uraian masing-masil'.{!: kategori stakeholders: 1, l\tasyarabt lokal
Berdasarkan peraruran perundangan, umumnya peran yang diberikan kepada m.asyarakat didominasi peran yang bersifat pasif. Misalnya pemberian
saran, informasi, atau obyek dalam program yang diinisiasi pihak luar. Hasi I analisis asumsi (Tabe{ 56) mengindibsikan bahwa masyankat mampu nntuk
bersikap pmalctif. Misalnya menjadi fasilitator diantalll anggotanya, merabuat kebijalcan clan mengambil kcputusan ditingkat lokal, Berdasarkan hasil observasi lapangan dan !elub litentur, ada lima unsur masyanbt yang dapat berperan dalatn peogembangao ekowisata. Kelima unsur
tersebut ialah individu, aparat desa, aosgota Badm Perwakilan Desa (BPD), perwakilan lembaga
adat, dan pecwakilau organi"8.'li lokal.
Unsur-unsur
masyaralcat ini dapat diliba1k111 dalam pemenuhan kriteri4 kcculcupan ekowisata berikut ini: a. Krheria I penetapan tujuan : semua uasur masyaralc.tt dapai tertibat dalam
penetapan tujuan pengembangan
peraruran
perundangan,
masyarakat,
Namun
ekowisata di wilayahnya. Berdasarkan
kelembagaan
pet1111
desa
dapat
merepreseetasikan
lembaga ini tidak cukup berpeogsruh
bagi
komunitas adat lcuepuhan di Cibedug tbn Ciptaro.sa. Karena itu lembaga adirt
pcrlu diberi ruans dalam proses pe1181Wlbilau kepurusan dalam menentukan IUjuan. b. Kriteria 2 partisipasi masyanbt : semua unsur masyaralrat dapal berperan
aktif di semua level partisipasi, KeLerli.batan ini dapat menumbuhkan rasa memiliki terhadap program yang ~ang dikernbangkan, c. Kriteria 3 produk ekowisata: perwalilao .Bl'D, aparat desa, dao lembaga adat dapat berpcran dalem m~negosiasibn produk wisata apa saja diwilayahnya yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata. Hui! negosiasi sebaikoya disertai dengan rumusan pembagian basil dan kewenaagan pengelolaan yang sesuai
para pihak, d. Kriteria
4 dampale terhadap
mernpunyai hak yang
ekonomi lokal: semua unsur masyarakat
S3lM Wltuk
berperan aktif da\am menyediakan fasilita~
212
produk maupun jasa untuk mendtdrnng kegiatan erowisara Perlu ada kesepakatan ditingkat lokal agar pernlapatan yang diperoleh dapat dirasakan secara merata oleh semua unsur masyarakat. Namun demikian, masyarakat
juga pcrlu memiliki stander minimum k:ualitas pelayuulll Yi!Ilg sama untuk diberikan kepada wisatawaa. e. Kriteria 5 dampak lingkungan : semua unsur masyarakat daper dan harus berperan aktif dalam menj aga kualitas liegkungan baik yang berada di dalam maupun di luar kav.'88111 TNGH. Sela.in untuk mendukung program konservasi, dalam kegiatan elcowisata, li11gbmgan yang beesih dan alami merupekan daya tarik utama pan~
ekowisata (ecohlrists).
2. Pemerintah KabupateuJPropiaai
Berdasaskan peraruran peru Mangan, tugas pokok Pemerintah Daerah, bai k di tingkat Provinsi maupun Kabupaten. adalah mendorong pengembangan kawasan pariwisata Tugas ini dilabilcan diantaranya dengan rnelalrukan sosialisasi program pemerintah, pent:Sllkan hukum, pem binaan, monitoring da11 evaluasi serta rekomendasi izin pariwisata Selain peran-peran tersebut, PE.MDA dapat dijadikan sebagai partner dalam pengembangan ekowisata. Misalnya, dengan bekerjasama membangun senna. prasarana da.etah di daerah tujuan wisata sekitar TNGH. Namun faktanya sebagian besar peran PEMDA im tidal:
dilakukan Karena itu perlu dilakukan revitalisasi peran PEMDAtersebut. Berdasarkan observasi dan telaah literatur, ada sepuluh unsur l'EMDA yong dapat
berperan, 'Kesepuluh unsur ini ialah; I) Kepala Daerah
(Bupati/Gubemur), 2) Sekretariat Daerall,
3) Badan Perencanaan Daerab
(BAPEDA), 4) Dinas Pariwisata, 5) Dinas Kehutanan, 6) Dinas Sosial, 7) Dinas Lingkuagan, 8) Bedan Peogenali Dampak Llngkungan Daerah (Bapedalda), 9) Aparat kearnanan (INI dan l'OLRI). dan 10) Lembaga Legislatif (nPRI>)
Berikut peran masing-masiag unsur PEMDA tersebut dalam pemeeuhan kriteria keeukupan ekowisara: a. Kriteria I penetapan tujuan : Bupati/Gubernur sebagai pengambil keputusan, Sekretariat Daerah sebegai lernlnga koordieasi ditingkat daerah, BAPPEDA sebagai lembaga pereocane dan penyusun kebijahn pembangunan daerah,
213
serta lemb¥
legislatif (DPJID) sebagai
lembaga yang memberikan
persetujuan atas usulan program pembmgnnan daerah. b. Kriteria 2 partisipasi masyarakat: semua unsur instansi daerah yll.llg terkait, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, dapat melibatkan masyarakat dalam program yang relevan dengan kegiatan di:owisata. c, Kriteria 3 produk ekowisata: lwena produk ekowisara di lokasi studi berupa wisata alam, wi sara agro, wisata budaya dan sejarah maka Dinas Kebutanan, Dinas Pariwisata dan Dims Sosial merupalran instansi daerah yug relevan untuk dilibatlcao. Kerjasama antar dioas terlrait ini dapat dilakukan dengan membemuk Komisi Kerjasama Peogeotbangan Obyek Wisata Alam/Daerah (KKPOW AID). Bupati/Gubernur dilibatkan SEbagai pen@ll!llbilan keputusan tertinsgi di daerah. d. Kriteria 4 dampak teibadap c:koflOIDi lokal : berdasarkan peraturan J)el'Ulldangan BupatifGubemur, Sekreuria.t Daerah, dan BAPEDA merupakan
pejabat dan instansi daerah yang memiliki kewenangan dalam rncncntukan IUah pengtmbangan
ekonomi dacnh. Dinas yang terkait dengan kegiatan
pariwisata dapat mernberikan masnkan kepada pejabat dan instansi tersebut. e. Kriteria 5 dampak lingkungan: ada tiga
UllSUT
PEMDA yang bidang kcrja.nya.
relevan dengan isu dampak linglcungan yaitu Dinss Lingkungan
Hidup,
BAPEDALDA, Dinas Sosial dan pant keamanan Selaio itu diperlukan keterlibatan Sekretariat Daerah sebagai lembaga yang mengkoordinasikan peran ketiga instansi tcrscbut, Uutulc mendukung pemenuhan kriteria ini perlu j uga ditetapkan tim monitoring dan evaluasi yang dapat bekerja secara rutin.
3. Pem erintah Pusat Memu:ut
JNPRES
1'b. l 6/200S
tentang
Kebij akan
Kebudayaan dan Pariwi sara,
5e1!lU3
pecan dalam pembangunan
pariwisata. &idasalkan observasi
U11SUT
Pembangunan
di pemerintahan pusat mempunya.i dan analisis
kebijakan terbadap peraturaa perundangan yang terkait, ada sembilan unsur pemerintah posat yang dapat be! peran dal.am pengembangan ekowisata. Kesembilan unsur ini ialah Departemen Kebudayaao dan Pmiwisata (Debudpar), Departemen KehutmalllBTNGHS, Departemen
Dalam Negeri (Depdagri),
214
Departemen Sosial (Depsos), Kementrian Linglcungan Hidup (KLH), Departemen Keuangan
(Depkeu), Kemente:rlln Pemukiman
(Kimpraswil),
Badan Perencanaan
Pembangunan
dan
Pruarana
Wilayah
Nasional (Bappenas),
dan
Aparat Keamanan (TNI dan POLRI). Peran instansi Pemerintah Pusac dalam pemeraihan kriteria keculrupan ekowisata: a Kriteria I penetapan tujuan : Departemen Kebudayun dan Pariwis.ata untuk peaetapan tujuan elcowisata secara umum, Departemen Kehutanan ursuk penet.apan tujuan ekowisata
di ~
nasiona~ Depanemen Dalam Negeri
untulc sosialisasi peoetapan tujuan ini kepada Pemerintah Daerah, dan f\adan Perencanaan Pembangu11&11 Nasional aebagai lembaga koordinui dilingkat pusat,
b. Kriteria 2 panisipasi masyarabt: semua unsnr instlmi pusat yang relevan, c, Kriteria l produk ekewisata; Oepartemen Kebudayaan dan Pariwisata untulc
peeetapan produk ekowisata ~
umum, Depancmen Kel:mtanao untuk
penetapan produk ekowi.sata di taman nasionat, Depe.rtemen Dalam Negeri untuk sosialisasi produlc: ekowisata kepada Pernerintah Daerah, den Baden Perencanaan Pemb11Dgunan Nasional sebagai lembaga koordinasi ditingkat pusat, d. Kriteria 4 d:llllpak terbadap ekonomi lolral : Departemen Kebudayaan den
Pariwisata uatuk pengelllb&ngan sistem pengelolaan ekowisata, Depanemen lCehutanan untuk penetapan b.wuan yang dtpat dimanfaatkan untuk
ekowissta, Departemen Keuangan uatuk kebijakan in sentif bagi pengcmba.ng, dan Departemen Dalem Negeri untuk soslalisasi dampalc ekonomi ekowisata kepada Daerah, e. Kriteria 5 dampak lingkungan: Aponrt kcamnnan (TNIIPOLRI) untuk peoega.kau bukum,
Departeme11 Kebudayaan dan
Pariwisata untuk
pengembangan protokolpengelolaan, Deputemen Kehutanan untuk penetapan zonasi dan daya dukung ling)nmgan, Kementeriaa Prasarana dan Sarana Wilay&.h (Kimpraswil) untuk: pedomao pemintakatanhonasi kawasan, Kementerian Lingkungan Hidup untul: indikator dampak lingkungan, Departemen Dalam Ncgeri ulllllk sosialisasi kepada Pemerimah Daerah, dan
215
Sadan Pereocanaan Pembaogunan Nasional sebagai lembaga koordinasi ditingkat pusat
4. Stake.holder Peadukuug (Lainoya)
Pada btegori
ini ada enam kelompok yang dapat dih'bat dalam
pengembangan ekowisata. Keenam kelompok tersebut ialnh : individu (pemliti, atau prakti.si), Lembaga Swadaya Masy111:llbt (LSM), Swasra atau Sadan Usaha
Mili.k Negara/Daerah (BUMN/D), lembaga donor
atau l!"e>••ngan
(Banlc), Institusi
Pendidikan. Peean yang dimandatkan kepada kelompok diantaranya sebagai pelaksana, pemberian modal usaha, jasa lcoDSUltasi, fusilitasi dan pengembangan program pelatiban. Berikut
UDSUr
stakeholder pendulrung yang dapat dilibatkan
dalam pemenuhan kriteria la:cukupan ekowisata berdasarkan analhis kebijekan normatif dan observasi lapangan: a. Kriteria 1 penetapan tujuan : LSM, Swasta atau Asosiasi dapat memberibn masukan. b, Kriteria 2 part:isipasi masyarakat: semua pihak
c. Kriteria 3 produk ekowisata: LSM dan Asosiasi d. Kriteria 4 dampak terhadap ekonomi lokal : semua pihak e. Kriteria 5 dampak lingkungan: scmua pihak.
Model peningkatan panisipasi dan peran stakbolders ini dirangkum dan disajikan pada Tabel 60. 6.2 Peoingklltao Kapasitas Stakeholder
Hasil analisis instnusi dan kecukupan ekowisata mengmdikasikan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan tidak optimnlnya institusi yang ada ialah lemahnya kapasitas sumberdaya 1mmusiit. Berdasarkan basil observasi dan
wawancara, kurangnya peogetalman dan pemahaman mengenai hak, kewajiban dan kewenangan yang diatur dalam peraturan perundangan yang ada merupakan
h«I yang cukup menonjol. Hal lain yang perlu dipt)[hittikan pemahaman mengenai pentingnya mempelajari konebitas atau keteikaitan antar kebijakan selctoral yang ada sehingga. sumber konflik akJ'bat pengetahuan yang tidak sama dapat diku1'3Jlgi.
0
\0
~ i-' ~
J ....
Jl1 "'
I
,.;
j...
217
Dalam konteks pengembangan ekowisata, berdasarkan analisis kriteria kecukupan
ekowlsata,
dapat
disimpulkan bahwa
ada
bias pemahaman
mengenai ekowisata. Hal ini dapat dilihal dari adanya gap infonnasi yang diberikan aleh respondeo dengan informasi yang diperoleh dari dolcumen. Berdasarlcan basil analisis tersebut, untuk peningkatan kapasitas ada tign sub&tOD11i pokok yang perlu dipahami oleh pasa stakeshold'-'I"~. Ketiga hat tersebut ialah pemahaman mengenal peratunm perundangao yang terka.it baik ditingkal pusat maupun lokal, pemalwnan terhadap konsep ekowisata beserta implementasinya, dan pemahaman teataeg teknik pemenuhao krit.eria kecukl.lpan ekowisata.
Program peoingkatan kapasitas ini dapat diblrukan melalui kegiatan pelatihan, penyuluhan dan pembinaan. Kegietan ini dapat dilalruka11 baik oleh instensl pemerintah
maupun oleh LSM atau lembaga
pendidikan. Sumber
peodanaan kegiatan ini dapat diperoleh baik dari APDN, APBD m.a.upun dooor. Berdasarkan analisis kebijakan mengenai peran dan kewenangan stakeholders dalarn pemenuhan kriteria ekowisara, ada enam instansi pemerlntah daerah dan delapan instansi pemerintah pnsllt yang dapat menjadi pena11B311n9 jawab peninsJca1an k:apasitas stakeholders Keenam instansi pemerintah daeuh tcrseb1.11 ialah Sekda, Bapeda, Dinas Pariwisata, Dinas Sos!al, Dinas Lingkungan
Hidup, dan Bapedalda. Sedangkan kedelapan instansi pemerintab pu!lllt ialah DephutJB~GHSS, Debudpar, Depdagri, KLH. Bappenas, Depsos, Kimpraswil, dan Depkeu. Rekomendasi ini diranglrum dan disajika.n pada label 61. 6.3 Pengatllrao Ruang dan K~we11aagao Peugaturan ruwg dan kewenangan dibutuhkan dalam pengembaogan
ekowisata. Selain untuk mengatur pergerakan aktivitas wisatawan dan penyediaan sarana prasarananya juga untuk keamanan mvcstasi pengembangan ekowi.sata. Di TNGH, kejela.san ruang dan kewenangan untuk pengembangao ekowisata belum tercapai karena fakta masih adanya konflik lahan dan tata batas dengan masyaraket lokal. Sclain itu, kejelasan status lrepemilikan obyeli. wi1W1.lll antara
BTNGH versus Pemerintah Dserah juga perlu diselesaikan. Berdasarkan basil observasi lapangan, kegiatan ekowisata membutubkan ruang baik di dalam kawasan TNGH maupun di kawasan sekitarnya, Kedua
218
kawasan ini secara normatif berada dtbawah kewena.ngan instansi pemerintah yang berbeda (Gambar l 1). Kawasan TNGH merupakan Jcawasan yang kewenangannya. berada di Pemcrintab Pusat, Cq. Departemen Kehutanan, Balai
Taman Nasional Gunung Halimun (sek:arang STNCiHS) merupakan unit pelaksana teknis dari departemen tersebut. Sedangkan kawasan sekitar TNGH
kewenangannya bcrada dimasins-masing kepala daerah. Tabel 61 Model pengembangan kap~itu stakeholder Pf!NANOOUNO JAWAB1 Pl!MDA PEMBIUNTAH PlJSAT
SUBSTANSl I.
!Cdlijalcm 11. Kd>ijokan Taman NUonal
BAPilDA.Dinas Pariwisala
). Peroentlllal\ Kriteria K«n!n1pan ~JI a. ~tapoin Tuj11311 • • b.
c
Bert.elaojuw. Panisipasi Masyamka1 • M.ltoclo
• d
Komerva.si SOA Komcp Pcmbanguao l'ariwisaca
Peudidihn lingJt1111gaa bidup
Dmqxilr. Ekwo!Dl Lob! • Jellis usab.a d.an ianik pcm.1sarao pari"isal.a • Val~ dtOllOIDI SDA • Sistem pcu.gdolaall usa11a pariwisala sbl3.bcil
e. Dampak Lin8bn8l1Jl •
•
ADalisis daropU lingknc@;ln Yariabd. dao. iDdika1nr da.mpak
Sckda. BAPEOA,
Dimi Pariwisata
J)drudpar, Deplrul, Oq)dagrl. KLH, Bappcnas
BAP'f!OA, Oi11as terl
DdJudpar,Dephut, ~KUL Depso11, K.impraswil
Sekda, Dinas
o..budpar, Dcpbu~
Pariwisalll,Du•15
Bappenas
Sosial Debudpar,Depl•u~ BapJlCIW', Depkeu. Kimpraswil
Sckda, Dinas Sos:ial, Debudpar, Oeplmt. Dims LH, Bapedoldo, Dcp.90&. .Bapponu. KLH, Kimpraswil
219
Lok•i ooyel{ wisata dan fasillas telt>a111$
Lokasi pengembangan
ekOWls.ata
LoQsi obyek 'Muta serta pembqunen sarana dan ptas.aran&
Gambar 11 Konsep pengembangan kebub.Jhan ruang untuk ekowisata A. Peoptaraa Ruang Tata cara peagaturan ruaog diidentilikasi dari hasi l analisis kebijakan, literatur pendukung serta observasi lapangan. Berdasarkan hesil identifikasi tcrsebut, diketahui bahwa kawasan ta.man nasional dapat dibagi kedalam empat kategori zonasi. Tiga zona diantaranya dapat dimanfaatlean untnk k.egiatan pengembangan ekowi sata, Ketiga zooa tersebut ialab zona rimba, zona pemanfaatan dan zona lainnya. Di dalaJn
Z01U1
Iainnya ada tiga sub-zooa yaitu
zona tradisional, zona religi, budaya dan sejarah serta zona ldwsus. Sedaagka n di lnar l
lain.
masyarakat adat kasepu'1an sudah memiliki konsep
pengelolaan hutan. Kawasan hutan milik adat dibagi menjadi 3 yaitu: leuweung kolot, leuweung titipan dan leuwamg sampalan. Masing-masiag dibagi dengan kriteria dan ketenruan yang hampir serupa dengan pembagian zonasi di taman nasional. Hal ini dapat dilihu pada uraian di halaman 98. Karena itu, langkah pertama untuk menyusun model pengaturan tuang ialah dengan merubmd konsep
pembagian ruang berdasarkan pendekaun nonnatif clan budaya.. Konsep ini disajikan pada Tabel 62.
220
Tabet 62 Konsep pembagia.n ruang berdasarkan peraturan perundansan versos masyarakat kasepuhan KONSEP RUANO NORMATIF'
KONSFJ> RUANC'l MF.NURITT MASYARAKAT KASEPUHAN Leuweung Kolot16S
I. Zona Inti ill 2. Zona Rimba1$ 3.Zoie Pemanfaatan1i'O 4. Zona. laionya171
x
x
x x
x
~Zona
Tradisi<=i b. Zona Religi., budaya clan !IC;jarah c. 7.ona Khusus X be!damrkan Pasal 32-34 U'l) No. 511990 1t111ang Konaeivasi Sumbaday.l HayaO dart Ekoslslcmnya; l'aal1Jrall Mcruri Ket.J!amn No. 56/Mmlrul-D/2006 -.ng Pedomaa ZolUl$i TamaaNasiooal.
x
Berdasarkan konsep pembagian mang p11da Gambar 11 dan Tabel 62, maka pengaruran ruang yung dapat dirdcoroend11.sikan pada masing-masing lokssi studi ialah scb&giil berikut:
1) Desa Citorek, Kecamatan Bayab, Kabupaten ~bak. ProviD.si Hanten Ada du.a opsi yang dapat dil&lruk.an unruk menyelesai.lcan sengketa Iahan dan tata Oatas di lokasi ini. Pertama, jika lahan dipe:nahankao tetap diwilayah
TNGH. Maka inisiatif penyelesaian
dan kewenangan pengat:w-11Dnya berada
dibawah tansgung jawab BTNGHS. Rekomendasi pengaturan ruangnya ialah
"'Leo-
Kohl : berupa ""'"" )"Pl ,...,h olomi. -oe>ola dacnh ..._air (Wu ,.....;). <1111 ......,~ .,::md1U kekmipn >""I ClllD. Ka......, lu"'1 i1u ~ bolch 4....p; ..,..i.a- "'1ll'l 4'1)111 ,._, ....... nW. wveo (~a um: Jtoeda '""'•· Bva4.t 2001;~2002: Kmma-1002: SaJIWO 2006J. '* Lun"8em,t 1lt1.oan bnupa INtan )'1W}I melfiOdlmgi cm1a w ... k......_. hut. yaag mttrt.~ •11.0. "...,U }'&.a! ~ l:&Wlllll m; ~ mqdilingj '""lDlc<. O.,.i dom...rua.... ~ .. "-" i)ia ..,..,..,. (AA!uniblldj• 19'2. Raodioo.t 1994:1!... dutal. lDlll;Nn.,,.ilOO~ 1'umolW1A 2002, :l005). '" JUJe.- COdoJtga• IAu ~ : lai.o.k di ~ di -. loM""'\f Mp<M. ~ boriiiopi .. bop; !ahlO cadupn lftlQak ~andiftM.• )'IW't .-kn dltug. (Mee.' dj1t.. 1992, ~ 1994; Uanda et ol. 2001~ ~uprum 200'2; J:u,...,,.,,._ 2~02,s..,. 2006). :• 7nu. •mi 111d111~h Zct!A Y..& mciniliki bo£a Gcik ~ ~hdliotlis.k. U..O. kktm dipciggu ~cl1 u.nwi)ai,, 1.JCffuagM wml
••ol.
s"""""
Nuioaal P...t 1 (6)). m Z... iai1ioya ..iaJ.i. zooa diluu U4W..-
a...,
"""'"'(l'ooJ•I..,, r.aJ 3l W ~~ 3'U90-,.~
-
Nip don -sio>•ci1otaJibo oeblpi
-•;~lial'c1
""'Ekoo;okmnyi).
>OCI&
221
dengan mC1Pbagi wilayah <1dat Kasepuhan Cibedug lcedalam 3 zona, yaitu: 1) zona khusus untuk kawasan pemukiman, 2) zona religi, budaya, dan sejarah untuk situs cibedug; dan 3) zona tradisional untuk wilayllh adat yang masih berupa \utan. Implikasi dari penyelesaian ini ad
pengelolaan zona khusus dan religi. Opsi yang kedua ialah jika Pemda Kabupaten Lebak mau mengakui status masyarakat adat Kasepuhan Cibedug. Sehuuh wilayah adat K11sepuhan Cibedug dikeluarlcan dari kawasan ThGH. Langkah yang harus dilakukan Pemda, sel!Uai dcngan UU No4111999 pasal 67, adalah mengeluarkan PERDA dan melakukan rekonstrulc:si rata bates dengan tedebih dahulu herlconsultasi deogan pihak Departemen Kehutanan. Proses ini dapat difasilitasi oleh Ocpartcmen Dalam Negeri, Departemen Sosial, dan Tim Tata Ruang Nasional. Pemda juga akan memerlukan data berupa dokwnentasi hokum adat dari masyaraker, Proses ini dapat difasilitasi oleh LSM. 2) De1a Sirnarasa, Kee. Cikakak. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Banit Untuk Kasepuhan Ciptarasa di Desa Simarasa, jika lahan adat tetap dipertabankaa tetap diwilayah TNGH. Maka inisiatif penyelesaian dan kewenangan pengaturannya
berada dibawah tanggung jawab
BTNGHS.
Rekomcnd11si pengaturan ruang ialah membagi wilayah adat kedalam 2 zona, yaitu: zona Jdwsus untuk kawasan pemukiman (Ciptagelar) dan zona tradisional
untuk wilayal adat yang masih beeupa butan Implikui dari penyelesaian ini ialeh BTNGHS membuat kesepakatan dengan masyarakat lokal untuk menjamin kelestarian fungsi kawasan. Sclain itu, bekerjasama dengan P.EMDA nntuk pengelolaan zona kbusus, Namun jika Pemda Kabupaten Sukabumi mau mengakui staius masyarakat adar Kasepuhan Ciptarasa maka seluruh wilayah adat Kasepuhan Cipta.rasa
dikeluarkan dari kawasan TNGH. Implikasinya Pemda Sukabumi harus mengeluarkan PERDA pengakuan tat.\
IJlllll}'atakat
adat dan melakukan rekonstruksi
batas dengan terlebih dahulu beckonsultasi dengan pihak Departemen
.Kehutanan Proses ini dapat difasilitasi oleh Departemen Dslam Negeri,
222
Depanemen Sosial, dan Tim Tua Rllaog Nasional. Pemda juga akan memerlukan data berupa doknmentasi hukurn adat dari masyaralcal Proses ini dapat difasilitasi oleh LSM dan tembaga pendidikan seperti UNP AI>IL'&IK. 3) Desa Cisarua. Kecamaun Sukaja:a. Kabllpatcu Bogor Unruk Desa Cisarua, 1weoa tidak ada sengkcta lahan maka opsi yang dapat diberikan menjadikan masyarakat sebagai mitra dalam mengelola. zona pemantaaran,
Implikasinya, BTNGHS membuat kesepakatan 8nWa masyarakat
lokal untuk menjamin kelestarian fungsi bw=an
dan bekerjasama dengan
PEMDA untuk pengelolaan zona peman6tatan tersebat.
4) DesaMal.asari, Kecamatan Naagpag, Kabvpatm ~or Persoalan k.on!lik. lahan di lobsi ini ialah keberadaan kampung·kampung dan lahan garapan di dalam kawasan TNGH. Jika BTNGHS mempertahankan keberadaan kampong-kampung
yang berada didalam kawasan TNGH, maka
kampung tcrsebut sebai lcnya diberikan status zoea khusus. Sedangkan untuk Jahan
garapan dlberi can status zona lracfJSional Implikasinya BTNGHS harus membuat kesepakatan
antara
ma syarakat
lob.I.
Selain
bekerjasama dengan P£MDA untuk pengelolaan
Willi
itu,
BTNGHS
sebaiknya
khasus.
Semenrara, jika m~arakat tetap ingi 11 lahan tersebut berstanis di Juar kawasan TNGH maka diperlukan relconstrolcsi penegasan tata. bstas wilayah adrninistrasi desa, Untuk tujuan ini maka penn Pemda sangat peming. Langksh penama Y'11l~ per!u dilakukan ialah meialrukan inventarisasi dan dokumentasi kawasan. Proses ini sebaiknya dilakubn bersama oleh BlNGHS,
Pemda dan
LSM yang selaraa ini sudah mendampingi masyarakat, RMI. Jika terjadi konftik rnaka dapai melibatkan atau bekerjasama dengan Tim Penegasan Tata Batas Daerah di Tingkat Pusat dan Daerah yang dibeetuk oleh Departemen Dalam N egeri. Rekomendasi model pengatUr311 ruang di Iokasi studi dirangkum dan
disajikan pada Tabel 63.
B. Pengaturall Keweoaagaa Secara konseptual pei:nbagian
lcewenangan
dalam setiap ruang yang
digunakan untuk pengembangan elrowism diilustrasikan pada Gambar 12. Dalarn
223
ilustrasi tet'llebut digambackan bahwa lobsi pengembangan ekowisa.ta terdapat pada ruang ya.ng membutuhkan intervensi lcewenangan baili: dari pemerintah pusat
maupun daeeah. Tabel 63 Model pe!)88tW1m ruang di lokasi studi LOKASI STUD!
SfAKB'HOLDERICl'NCI Ol!PHUTJBTNGHS PEMDA PENYELESAIAN1 IMPUKASI PENYELESAIA.'11 lMPLIKASI Dcsa Ci10rek Meajadikali ll-'ilayah Mcmbllal '-'Pebtan Meogabi status Meugeluarb.n ad3l kalalam J ZODI, arara llllH)'atal!al masy8r.!lad. adat PERDA yaitu: lobl dan sehingga eelCll'Uh penpkuan adat • ·7Jlll4 kbtsus UftllOI< BTNGHSIS. wilayah adal bcrdasaJlwt data kawasan pellllidman Kawp1h11 dari Jll8$)-arabl • ZQDa rcliii, hlxbya, BeMtjasuoa ckoDn Ciboclug den~ uJ11n1< PEMDA Ulllk dibhwkan dMlri FaaiUWi situs cibedug ~olaau"""" b~asan TNGH/S. pcru:13pa111ata • zooa llacMiOJial tlmaal
odat.
yang maslh berupl hWlD
Desa Sirnarua
Menjadikan wil)Q'ab adaL kedalam 2 20na. y:
Membllal kescpalcaian MellplQl.i S1a1uS McngchlallcaJt an11A masyamlau ma5)'m:abt adar. PEJU>A Jobi clan berilcut P""gaknan pengak11811 ad.at
• zoaa khusus uotuk .D'l'NOHSIS. 1ed~ sluruh lalwawt pcrouldm.an wi.layab adataya. (C':i)'lllgelai) llekegasama deopi • zoaa uadislonal PEMDA W'.llUlc zona IUllUk wlla)"all ad:u yang mAJih bcrupa
k1-s.
mitr.l da1ain "-!tlolG :i.ona ~
Fasi.lilasi ~ll!pilDtalll
bawv.ilayah
llama
Desa Cisarua Mamrakal lllaljl!di
bCJduan:an data dari masyarakat
adat.. Membwot ~ Menclak:ul>& ........ ..,,....... pengembenpo klkal dall bebrjasama etowisat.a c!eapa Pat!DA
Betaji!sanri
dea8'U'
B'INGHS uotuk
11111uk zoua
mcmb811gnn m.t menaga
~
kc:amlnan
bwasan. Desa Jl,falosari K.ampuog yang ma.suk. Mcuiroat JreRpaka1anRek.O
starus :zona lll!disional. lllllllk ZXlDll kbusus.
Ill\'elltatlsasi
hwasandan bekcrjasama dcoganTim
l'ncgasan Tata Balas Dacrah di
Tin8J
dan Oaerab. 1MacKillll<metol, Sumber: 1990- 2l4-l22;PW!Dl32-34 UUNo. S/1990tl:nlaagKonservasi Sumberd!oya Hayab dim Eloo
224
lnstansl Pemelintah Pusat dan Oaerah
OepartemenKehdanan dan BTNGH
·tfG..l
••
--"'7'::::'... •<:=.::..-:.:..
Gambar 12 Konsep pembagian kewel18Ilgall dalam pengembangan elrowisata Berdasarkan analisa ruang di setiap lokasi studi ada dua kategori zonasi di dalam taman nasional yang relevan yaitu zona pemanfaatan dan zona lainnya. Sedanglcan di luar kawasan taman nasional ada lcawasan peoyangga. Berikut ini uraian peran dan kewenangan dalam setiap zonasi yang dapat tliidentifikasi dari peraturan perundangan yang Ilda ditambah hasil veritikasi di lapangan. I. Zona Pemanfaatan Hampir semua stakeholder dapat berpcran sebagai pemanfaat di kawasan ini. Namun karena terletak di dalam kawasan 1N maka kewenangan pengambilan keputusan tetap herada di bawah pemeriotah pusat, Cq. Departemen Kehutanan. Jika dalam zona ini
terdapnt le~ung
cadanga11 masyarakat lokal, maka
pengarnbilan lepululW!ll harus berdasarkan hasil kesepakatan dengan lembaga adat serempat. Zona ini dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata serta penyediaan sarana dan prasarana terbatas untuk kcgiatan ekowisata. 2. Zona Lainnya
a. Zona Tradisional . merupabn bagian dari tamon nasional dimana. masyarakat dapat memanfaatkan SDA-nya secara lestari, Pemerintah Pusat, Cq. Departemen Kehutanan berperan sebagai pengarnbil keputusan. Lembaga adat dilibatkan dalam pengambilan keputusan jika leuweung cadanga.n mereka
225
berada di dalam zona ini. Kawasan ini dapat dimanfeatkan sebsgai daerah
tujuan wisata aJam, dan penyediaan sanna wisata terbatu seperti shelter atau lokasi perkemahan. b. Zona Religi. budava d&.n sej~
zoaa dimana didalamnya terdapat situs
religi, peninggalan warisan budaya, dan/atau sejarah. Di lokasi siudi kawasan scperti ini ICTdapat di Kampung Cibedug. Karena itu, meskipun berada di
dalam kawasan 1NGH namun kareoa situs mu peninggalan budaya tersebut rnerupakaa bagian sejarah kelompok ID8Syarakat lersebut maka pengambilan
keputu.san di zona ini harus melibatbn wisata
lemba~ adat aeteaipat. Zona ini dapat
dimanfutlcan
untuk: obyek
budaya,
religi
dan
~jaraJi serea
pembangunan
sarana dan pruanma terbatas juga pintu maauk kawuan
TNGH. c,
Zona. .khusus:
merupalcan bagian dari taman nasiona.l yang digunabn untuk
lcepentingan alctivitas kelompok masyuakat yang tinggal di wilayah tersebet sebelurn ditunjuk/ditet&pkan sebagai t&llWl nasional da.n sarana penunjang kehidupan Meskipun berada di dalam kawasan TNGH namnn lcarerui terdapat kelompok
masyarakat yang &udab bcrmukim scbclum ada TNCH maka
pengambilan k.eputu:1a11 di zona ini harus melibatkan k.elompolc muyarakat tersebut dan PEMDA Kondisi ini ditemukaa di Kampung Cibedug dan Ciptarasa. Zona ini depat dimanfaatkan sebagai obyek. wisata budaya dan
wisata agrn, Selain itu, penyc:d.iaan sarana dan prasarana wisata serta pirnu masuk kawasan TNGHjuga dapat dib~ngun di lokasl ini. 3. Kawasan Penyangga Kawasan ini berfungsi untuk rnengurangi benturan antara penggunaan tanah yang
tidak sesual antara kawasan konservasi dan kawasan yang berdek.atan. Kawasan ini dibawah kewenangan Pfil
sanna dan prasaraaa serta fasiiitas ekomodasi
dan
transportasi, pintu masuk dan kantor Dalai.
Model pembagian peran dan keweuaugan ini dirangkum dan disajikan
pada Tabel 64.
VU. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Seperti yang dJuraikan p&
mengidentifikasi penyebab lconflilc, tipe knnflik dan falctor-faktor yang mempenganihinya. Kedua, menganalisis konflik dari aspek institusi. Ketiga, mengevaluasi eksisting pengembangan ekowisata serta implikasinya terlwlap konflik di lokasi studi. Berdasarkan basil dan pembahasan ymg dijelaskan pada bab-beb sebelumnya mab dlljl11t disimpulkan bahwa:
I. ada empat penyebab kontlik di lokasi !lllldi yaitu perbedaan sistem .o.ilai yang be.rimplikai:i pada keti~
status lahan dan tata batas serta
ketidAkpestian .akisel, Penyebab kooflilc tersebut me11gindik:.asilcan
bahw3
konflik di lokasi studi adalah penoalan hak. dan akses. 2 berdasarkan pengamatan di empct lokasi studi, konflik hak dan akses baik keduanya rnenlmbulkan tipe konflik y.ng sama yaitu sudah sampal pad& tahap konflik terbuka, Hal ini disehabkan karena baik persoalan hale meupun akses mempengaruhi pemenuhan kebutuhao dasar ma.syarakat lokal. 3
mengaeu paclt teori kebutuhan maousia. ieeri bubunga.n komunilcasi masyarakat. dan teori perbedau aiste11J nila.i, fenomena Jconflik di lokasi atudi dipengaruhi oleh empat faktor. Keempat faktor terr.ebul yaitu hubungan para
pihak. yang tidak harmonis, perbedaan struktural dalam pengambilan keputusan, perbedaan informas.i dan referensi yang digunakan serta pcrbedaan kepencingan antara individu versus organisasi. 4
mengacu pada teori konflik yang dikembangbn oleb. Randall Co II ins, secara
empiris konflik di lokasi studi terjad.i lairena masing-mesing pihak berupaya mengoptimalkan "status subyelrtifnya" sehiogga suli1 untuk mencapai kesepakatan Studi ini juga mendukung teori konflik oleh Lewis Coser yang
menyebutkan bahwa kcnflik dapat meogaktiJkan pc:ran individu atau kelompok di m11.Sya.rabt yang ta.dinya tidak berfungsi. 5. dari aspek institusi, penunjukan kawasan TNGH tidak ditentukan oleh
persepsi kolektif sebinssa kurang mendapat dulc:ungan para pihak, Selain itu, peraturan perundangan penetapan taman 111Sional dao implementasinya tidak
227
228
dapat menj~in kepastian hak dan akses bagi masyuakat lokal. Hal ini
disebabkan diaruaranya karena lrendala
pengetabean dan pemahaman
mengenai peraturan perundangan itu sendiri, keterbatasan sumberdaya serta persoalan administtasi dan birokl'W pembangunan. 6. mensacu pada
l:OZ18ep
lrutitldionaJist Tel1W'eSecurity, kontlilc terjadi karena
institusi yang ada gagaI meoyepabti
aturan main mengenai status
kepemilikan atas lahan (ngilnt propaty) yang sesuai dengan masing-masing lokasi. Hal ini disebabkau oleh lw-eoa faktcr pemerinrallan yang tidak berjalan dengan baik (kurang optimalnya koordinasi dan l::omunikasi) dan hubungan antar aktor yang berkonflik, Dari en.ant faktor yang mempengaruhi rel asi antar aktor; tilktor sejarah kekuasaan,
~Slelll
Dilai, dan rejim hukum yang berlaku
(peraturan perundangan) meropakan fakror yang cukup berpengaruh, 7. secara empiris, elcowisata terbukri dapat berperan scbagai salah sam cara
untuk menyelesaikan konflik kttidakpastian akses. Peran ini befum optimal karena konsep ekowisata yang dignnakan di lokasi studi belum memenuhi kriteria keculrupan ekowisata yang ~. Kondisi ini juga dipengarulti oleh institusi ekowisata yang ada be4um dapat mendukung pemenuhan kciteria
ekowisata tersebut kareaa faktor kebijakan yang belum lengkap dan kapasitas stakeholder yang masih rendah,
8. pengembangan ckowisata dapat menjadi &timulan untuk penyelesa.ian konflik lairmya, Pentingnya k:epastian
status
1aban dan tat a batas untuk tejelasan
manajemen pengelolaan dan !ceamanan investasi pengembangan ekowisata dapat mendoeong penyelesaian konflik lahan dan tata betas, 6.2 Sarao
I. Konflik perlu diselesaikan dengm mcmbangun kepercayaan antar para pihak, meningkatkan
komunilrasi
agaT
perbedaan persepsi dapat dilammgi, dan
metakukan negosiasi dengan mehliatkao mediator yang independen. 2. Penunjuldcan taman nssional per!u ditetapkan bcrdasark:an persepsi kolektif para pihak dan proses peoetapimJIYll dilakubn sesuai dengan tahapan dalam peraturan perundangan, Dengan meJibatkao secara aktif para pihak, terutama stakebolders utama. dan !runci, multi di tingkat lokal :1&111pai naslonal baik.
229
dalam penetapen dan pcngelolaan taman aasional akan mendapat duk:ungan dari para pihak tersebut.
3. Melakulcan evaluasi terhadsp program pengembangan ekowiaaro yang sudah ada, Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahli faktor·faktor apa saja yang
munglrin dapat menj adi pengbambat atau pendulrung dalarn proses pengembangan ekowisata selanjutnya. 4. Menamhahlcan ketersediaa» dan kesi.apan in$lltusi (orgllllisasi dan aturan main) sebaga.i salab satu kriteria kec:ulrupan ekov;iaata
5. Studi ini mengindikasikan perlunya peningkatkan peran serta stakeholder yang lebih luas untuk mcmbamu pengembangan elmwisata di lokasi studi. Peran stakeholder yang diharapkan
terutalJla
da1ain ha! penyediaan sarana pra~arana,
promosi, manajemen pengel-Olaan, fasilitasikonflik dan peningkatan kapasitas pelaku wisata. Peningkatan peran ini perlu didukung dengan mcmbuat pengatllt1Ul nsang unlllk kejelasan manajemen pengelolaan, optimalisasi
pernbagian peran dan kewenangan untuk para pihak yang terlibat. 6. Kurang optimalnya koonfmasi dan knmunikasi para pihak dalam merespon
persoalan di lapangan mengiOOilcasibm perlllnya penguatan organisasi dengan membentuk komisi I forum untulc lmnumikas~ koordlnasi, dan peeyelesaian konflik baik ditingkat lokal, regioual niaupun nasional. 7. Ad.anya perbedaan kiuakteristik budaya di masyarakat sekitar kswasan TNGH ~ngindikasikan perlunya membuat kesepabtan-lceirepabtandi tingkat Jobi
untuk merealisasikan program pengembangan ekowiseta yang scscai dengan karakteristik budaya tersebut. 8. Penelitian lanjutan yang diperlukan diantaranya mengenai bentek aturan main
dan organisasi (irutitusi) yang dapat menjembatani para pihak di tingkat lolral d~an
para. pihak di tingkat nuional. Topik penelitian lainnya yang
direkomendasikan ialah pengaruh faktor budaya, clan dampak produk ekowisata delam mengubah persepsi dan perilaku pengunjung maupun masyarakat tcrhadap program konscn.-asi
di TNGH. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat tnemberikan finiasi dalam mendukung pengembangan
ek.owisata selanjutnya serta m~
implikasi yang positif terhadap
penyelesaian kontlik dan prognmkoruervasi di TNGH.
DAFI' AR PUSfAKA ] 2006. Bulru Registrasi Kelembagaan Masyarabt Dcsa Rutan (KMDH)
[
"Karya Asih". Kampung Cihangua· Dess Simarasa, Kecamatan Cikakak, Kabupatcn Sukabumi. 2006. Hak Masyarakat Hukum Adat dalam Pengelolaan Hlrtan di Indonesia. Malailah yang wsampaibn pada Seminar Sehari "Mcncngok
Abdurrahman
Wacana Kebijakan dalaJn Konteb Peogelolaan Sumberdaya Hutan Berbasis Masyarakat (Adat dan Lokal) di Kawasan Ekosistem Halimun". Boger, 26 Juni 2006. RMI. The Institute fur Forest and Environment. Ackerman, E.A. 1965. Population and Natural Resources. Di dalam Burton, I., R. V.'. Kates, and L. Durtoll [Editors]. Readings in Resource M1magement and Conservation. Chicago: The University of Chicago Press. Adimihardja, K 1992. Kasepuhan yang tumbuh di etas yang luruh. Bandung:
Tarsito. Adimihardja K, AM. Kramadibrata, dan O.S. Abdullah. 1994. Penelitian Hubungan Timbal Balik Masyambl Pedessan dengan Hutan di Kawasan Gunwlg Halimun Jawa Baral Bandung· BAPPEDA Provinsi Tk I Jawa Barat dan INRIK, Univeesitas Padjajaran. Affif,
S. 2005. Tinjauan atas Konsep "Tenure Security" dengan Beberapa
Rujukan pada Kasus-kasus di Indonesia VlaC811a Jurnal Ilmu Sosial Transformatlf'Bdisi 20 Tamm VI 2005: 227-249. Yogyllk:ana INSIST Press. Agrawal, A, K. Redford. 2006. Poverty, Development:, and Biodiversity Conservation: Shooting in the Dark WCS Wodcing Paper No. 26. New York: Wildlife Cooservatioo Society. available at http/!www.wcs org/scienoe
Alikodra. HS. 2005 Pengembangan Institil3i Llngkuagan Hidup. [Dil(ta! Kuliah KSH 701] Bpgpr : Jurusan Konservasi SUTl1berdayaHutan, InstitutPertanian Begor.
Alikodra, HS. 1992. Pengembangan Kawasa.n Cagar Alam Ounung Halimuo, Jawa Barat. Di dalam Ryadisoetrimo, B. [Editor]. Konservasi dan Masyarakat: rumusan workshop Keanekaragaman Hayati TIUllaD Nasional Gunung Halimun Jaws Barat, Jakarta: Biological Science Club (BSsC). Hal 11-19, 28-42 Alwasilah, A.C. 2002. Pokoknya Kualitatif
Dasar-dasar Merancang dan
Melakukan Pcnelitian Kualitatif.Jabrta: Pustaka Jaya. Ambinari, M. 2003. Pcngbj.ian Tc:-rlwlap Strategi Promosi KegiatanEkowisata
230
di
231
Taman Nasional Gunung Halimun [T esis], Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Boger, Bogor Aridka, IG. 1999. Aspek Kdcmbft8118n Dalam Pengembangan
dan PengeJolaan
Potensi Ecotourism, Makalah Y8118 disampaikan pada Seminar Prospek dan Mimajemen Ekoturisme Memasuk:i Milenium Ketiga yang diselensgarakan oleh Departemen Kehutanan pada tanggal 25 Maret 1999 di Hotel Salak, Bogor. Asep. 2000. Kesatuan Adat Banten Kidul: Dinamika Masyaral:at dan Budaya Sunda Kasepuhan di Kawasan Gunung Ilalirnun, Jawa Baral [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana., Instnut Pertanian Boger. Aolci, M. 2000. Institutional Evolution as Punctuated
Equilibria. Di dalam Meiwd, C. [Editor]. lrlstitutiollll, Conmu:ts, and ()rsani7.ations: Perspectives from New Institutional Economic. Northampton: Edward E'8111.
(BAPEDALJ Badan Pengendalian Dampak Lingkuogan. 2001. Laporan pelalc.sanaan proyelc · kriteria pengembangan elrowisata dalam rangka pengendalian kerusakan kawasan konservasi dan lnltan lindung. Jakana: Proyek pengelolaan dan pemulihan kerusakan lingkungan, Bapedal. [BAPPEDA) Bad.,, Penelitian dan Per~canaan Daersh K.abupaten Sllkabumi. 2003. Rencana Tata Ruang dan Wilayab Kabupaten Sukabumi 2006-2010. Sukaburni BAPPEDA. [BAPBDA) Badan Pcrcnc11JJM11 Daerah Provinsi Jawa Baral. 1999. Peranan Pemerinlah Daerah Oiilam Mendulrung Pengembaugan Wisata AJam di TNGH. Makalah dipresentasikan pads acara Worslchop on Ecotourism Development. in Gunung Halimun National Park, Caringin-Bogor, 9-10 Maret 1999. [BAPEDA) Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jawa Baral. 2005 Rencana lnduk Pengembangan Pariwisara Daerah (RIPPDA) Provinsi Jawa Baral. Bandung: .BAPEDA [BAPEDA) Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jawa Barnt. 2003. Reucana Tota Ruaog Wilayah Provinsi Jawa Barat 2010. Laporan Utama. llandung: BAPEDA Jawa Barat. [BP:MD) Badan Pemberdayean Masyarakat dan Desa. 2006. Profil Desa I Kelura.han: Desa S.imarosa, Kecamatan Cilrakak, Kabupaten Sukabumi,
Provmsi Ja.,.,11 Barat, Sukabumi: Pemerintah Daerah Sukabumi [BAPPBDA) Badan Pereucauaan Pembangunan Daerah Provinsi Banten 2007. Re11C811& Pembangunan JafJ8h MenengahProv~i &nten (RPJM) 20072012. www.bam~prov.go.id diakses tanggal 20 Agustus 2007.
232
[BAPPENASJ Badan Perencanaan Pem!>angtinan Nasional. 200J. Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2003-2020. Dokumen Nasional. Jakana; Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Linglrungan Hidup, Badan Paencanaan Pembangunan Nasional [BAPPENAS) Badan Perencanaan Pembangunan Nallional. 2004. Sumberdaya Alam dan Lingknngan Hidup Indonesia: Antara Krisis dan Peluang. Jakana; Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Linglrungan Hidup, Ballan Perencanaan Pembangunan Nuional. [BTNGH) Balai Taman Nasional Gunung Halimun.2000a. Rencana Pengelolaan TamlUI Nasional Gunung Halimun 2000-2024 ; Bulru I Rencana Kegiatan Pengelolaan. Kabandungan; Balai TNGH, Direktorat Jenderal Perlindungm dan Konservasi Alam. Departemen .K.ehuta11an dan Perkebunan. [BTNGHJ Balai 'faman Nasional Gunung Halimun.2000b . .Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun 2000-2024 ; Buku II Data Umum dan Proyeksi Analisis. Kabandungan: Balai TNGH, Direktorat Jenderal Pcrlindungan dan Konservasi Alam, Depanemen Kehutarian dan Perlcebunan. [BTNGH] Balai Taman Nasional Gumng Halimun2000c. Rcncana Pengelolaan Tarnan Nasional Ounung Halimun 2000-2024 : Bulru III Rencana Umum Tata Ruapg Kabandungan: Balai TNGH, Dircktorat Jenderu.l P«lindungan dan Konservasi Alam, Departenen Kehutanan dan Perlcebunan (B'Th'GHS) Balai Taman Nasional Cnmung Halnnua-Salak. 2007. Pengelolaan Peogclolaan Taman Nasional Ounung Halimun-Salak. Balai TNGHS, Direktorat Jenderal Perlindungan Alam dan Konservasi Alam, Departe:men Kehutanan. Dipresentasikan pada Semilolca Peogakoan Masyaralcat Adat Kasepuhan Kabupaten Lebak di dala.QJ dan sekiw Kawa.san TNGHS di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak pada tanggal 13 Desember 2008 yang diselenggarakan RMI. Balai Taman Nasional Gummg Halimun-Salak. 2006. Dipresentasikan pada konsultasi publik tanggal 21 Febmari 2007 di Hotel Bra.jamustika. Begor
[B1NGHSJ
Babbie, E. 1998 The practice of social research, Belmont, CA: Wildsworth Publishing Company. Banana, A. Y., W. Gombya-Seembajjwe. 2000. Successful Forest Management: The Importance of Security of Tenure and Rule Enforcement in Ugandan Forest. Actilcel dalam Gibson, C.G., :M.A. McK.e;in, 2000 People and Forest: Community, Institutions, and Governance. Massachusetts: The MIT Press. Barrow, C.J. 2000. Social Impact Assessment; An Introduction. London: Arnold.
233
Benham, A., L. Benham. 2000 Measuring the Costs of Exchange. L>i dalam Menard, C. [Editor]. Institutions, Conttacts, and Organizations: Perspectives from New Institutional Economic. Northampton: Edward Elgar. Boo, J:i. 1990a. &otourism: The PotentialR and Pitfalls. Volume l. Washington, DC.: World Wildlife Fund. Boo, E. l990b_ Ecotourism: The Potentials and Pitfalls. Volume 2. Washington,
D.C : World Wildlife Fu11d. Brenner, R 2007. The Hierarchy of Needs for Project Organizanons. Cambridge: Chaco Canyon Consulting. www chacoCanyon.com dial:!!.ej) tangsal 31 Januari 2007.
Brundtland, OH., M. Khalid, S. Agneli, S.A. Al-atbel, B. Chidzero, L.M. Fadika, V. Hauff, f. Lang, M. Shijun, MM. de Botero, N. Singh, P.N. Neto, S. Okita, S.S. Ramphal, W.D. Rnckeshaus, M. Sahnoun, E. Salim, B. Shaib, V. Sokolov, J. Stanovnik, M. Strong [World Commission on Enviromnent and Developmentj. 1987. Our C0111111onFuture. Oxford· Oxford University Press. Butler, R.\V. 1990 Altema.tive tourism: Pious hope or Trojan horse?". Journal of
Travel Research, Vol. 28 (3). 40-45. Burton, I., R.W Kates, and L. Burton [Editors] 1':165. Readings in Resource Management and Conservatton. Chicago: The University ofChiCAgo Press. Boyce, J.K, aod M. Pastor. 2001. Building Natunl Assets: New S1ta1egies for Poverty Reduction and P.nvironmental Protection. Amherst : Political Ecoaomy Research Institute and The Center for 'Popular Econoro.ics, Uoivernity ofM11ssachusetts-Amhecst. Boyce, J.K., and B.G. Shelley. 2003. Notural Assets: Democratizing Environmental Ownership. Washington: Isla.od Press. Borg WR. and M.U. Gall. 1989. Educational research: An introduction. New
York. Longman. (CWPD] Center for Water Policy and Development. 2005. Institutional Development ·Netherlands Support to the Water Sector 1988-1998. Leeds: School of Geography, University of Leeds. Diakses pada tanggal 11 November 2005. C11pn1, F. 2000. Titik Batik Peradaban: Saias, Masyarakat dan Kebangkitan Peradaban Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya. Cebellos-Lesceram, H. 1996. Tourism, ecotourism and protected Switzerland: IUCN.
area,
234
Creswell, J.W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing among five traditions Thousand Oaks: Sage Publications. Cemea, M. I98S. Putting people first: Sociological
variables development Washington, D.C.: Oxford University Press.
in rural
Chambers, R l99S. Rural development: Putting the last first. England: Longman Group Limited. [DEPDAGRl] Departemen Dalam Negeri. 2006. Profil Desa/Kelurahan: Desa
Citorek, KP("•matan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Daer-ah Tingkat I Bantea
[DEPDIKNAS] Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Iodoneeia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustalc.a. [DEPHUT] Departemen Kchutanan. 1998. Buhi Pdllnjuk Pariwisata Alam di Hutan Lindung, Taman 'Ruru dan Suaka Margasatwa. Bogor: Direktorat Bina Kawa5311 Pelestarian Alam, Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam, Departemen Kehutanan. [DEPHUT] Departemen Kehutanan. 2000. Studi Awai: Pengembangan Eco-
iourism di Kawasan Konservasi di Indonesia. Jakarta: Kerjasama Direktorar Pengembangan Wisata Alam, Hutan dan Kebun, Dirjen Perlindungan dim Konservasi Alam, Depbut dengan JICA dan RAKAT A. [DEPHUT] Depanemen Kebutanan. 2005. Kawasan Konservasi. Jakarta: Direktorat Jcnderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Dedi, R., dan Andianto. 2003. Ecotourism Guide Book Guflllng Halin1un National Park; Ciptanua Village. Setyono, D., K. Hiroshi, A. Muzakir, T. Harteno, G. Mlllcahy, and 0. Seiji [Editors]. Kabudungan: BCP-IlCA. Dewar, J, CH. Builder, WM. Hix, and M.H Levin. 1993. Assumption-Based Planning: A Planning Tool for Very Uncertain Times. Santa Monica, CA: RAND. Dewar,l., I.A.lsaacson, and M.Leed. 1996. A=>$Umption-Based Planning and Force XXI. Arroyo Center. Dick,B.1997. Stakeholder Analysis [on line]. Available at www scu edu.au/11Choolslgcm/ar/arofs1ake.h1J11l diakses tanggal 12 Desember 2004.
Dilw Sosial-Provinsi Jawa Barat. 2005. Profil Komunita.s Ad11t Terpeneil di Jawa Barat. Cimahi: Sub Dinas Pengembangan Sosial, Dinas Sosial-Proviosi Jawa Baral.
23~
Djubiantooo, T. 2005. Geo-arkeologi Kawasan Lebak Cibeduk. Siddhayat.ra, Jurnal Balai Arkeologi Palembang, Volume IO Nomor I Mei 2005.
Palembang: Balai Arkeologi. www.balarpalemba.ng.go.iddiakses taoggal 14 Desember 2006 jam 7:00 A.\1. Dorn, H.F. 1965. Pitfalls in Population Forecasts and Projections. Di dalam Bunon, I., R W. Kates, and L. Burton [editors]. Readings in Resource Management and Conservation. Chicago: The University of Chicago Press. Drake I 991. Local participation in eco-toerism projects. In T. Whelan. (Ed.). Nature toorism: Managing for the environment. (pp 133 - 163) Washington D.C.: bland Press.
Dunn, W. 2003. Pengantar AnaJisis Kebijakan Publik. Yogya: Gadjah Mada University Press. Echols, J. H, Shadily. 1992. Kamw lnggris-lndonesia.Jakarta: PT. Grarnedia Ellsworth, L. 2-004. A Place in the World: A Review of the Global Debate on Tenure Security. New Yor IC' l:'ord Foundation
Everhart, W.C. 1983 The National Park Service. Boulder: Westview Press. Evy, 0. 15 Nopember 2003. TN Gunung ff.alimun - Salak, Permata Hijau Khatulistiwa. Kompas. www kompas com diakses pada tanggal 23 Februari 2006 jam 09:43 WIB.
Fennel, D.A. 1999. Ecotourism: An ln!roduc:tion New York: Routledge. Fennel, D.A. 2001. A Content Afllllysis ofEcotourism Definitions. Cunent Issues in Tourism Vol. 4(5):403-421. Fisher, S., J. Ludin , S. Williams, D.I Abdi, R. Smith, and S Williams. 200 I. Mengelola Kontlik: Keterampilan & Strategi untuk bertindak. Kartikasari, S.N., MD. Tapilatn, R.. Maharani, dan D. N. Rini [Penerjemah); SN
Kartikasari [Editor]. Jakarta: The British Council, Indonesia. Fisher, J.L. 1965. Perspectives on Population and Resources. Di dalam Bunon, 1., R.W Kates, and L. Burton [Editors). Readings in Resource Management and Conservation. Chicago: The University of Chicago Press, Furze, B., T. De Lacy, J. Birckhead, 1997. Culture, conservation and biodiversity Chichester: John Wiley & Sons. Fraenkel, J.R, E.W. Norman 1996. Bow education. New York: McGraw-Hill.
to
design and evaluate research in
236
Galudra, G. 2003. Conservauoa policies versus reality: Case study of flora, fauna, and land utilization by local community in Gunung Halimun-Salak National Park. Boger. ICRAF Souteast Asia Working Paper, No. 2003_4. Gakahu, C.G. I 992. Participation of local communities in ecotourism · .Rights, roles and socio-economic benefits (Masai Mare/Serengeti Ecosystem). Gakahu, CG., aod B.E. Goode [Editors]. Ecotourism and Sustainable
Development in Kenya. Pp. 117-123. The Proett
&"'.
Gurung, C P 1995. People and Their Participation: New Approaches to Resolving Conflicts and Promoting Cooperation. J.A. McNedy [Editors]. Exranding
Partnership in Conservation. Washington DC: Island Press. Gurung, C.P., M. De Coursey. 1994. Chapter 11: The Annapurna Conservation Area Project: A pioneering example of sustainable tourism? In Cart«, E., and Lowman, G (Editon;). Eootouri~m: A sustainable Option? (pp. 176194). Chichester: John Wiley & Sons Ltd. 1998. Institutional Strengthening and Justice Reform. W11Shington, DC. Center for Democracy and Governance, Bureau for Global Programs, Field Support, and Research, U.S Agency for lnLt:rrnttional Development.
Hammergren, L
Hanati, I., N. Ramdhaniaty, B . .Nurzaman. 2004 Nyoreang Alam Ka Tukang, Nyawang Anu Bakal Datang : Penelu5Ul'all Pergulatan di Kawasan Halimun Jawa Barat • .lJanten. Hidayali, U . dan I. Hendarti [Editor] . Bogor: RMI Harada, K., A Muzakir, M Rahayu, Widada. 200 I. Research and Conservation of Biodiversily in Indonesia Voknne Vil : Traditional People and Biodiversity Conservation in Gunung Halimun National Park. Boger: LIPL PHP A, fl CA. Harada, K. 2003. Attitudes of Local People Towards Conservanon and Gullung Halimun Narional Park in West Java, Jndon~ia. Journal FOO!stry Research (2003) 8: 271-282. Tokyo: The Japanese Forestry Suciety and Springer·
237
Verlag
Hardjasoemantri, K 1993. Hukum Perlindungan Linglrungan: Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ek0$istemnya. Yogyalwta: Gajahmada University Press. Harsooo, B. 2005. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentulcan Undangundang Pokok Agrllria, lsi dan Pelalcsanaannya. Cetakan lesepuluh. Jakarta: Djal!!batan. Hartono, T. 2005 Catalan Proses Perkembangan Aktivitas Wisata Alam di TNGH. Dogor: Yayasan Ekowisata Halimun Hartono, T. 1999. Ri11glwan Pengalaman Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat Lokal, Taman Nasional Gunuog Halimun, Jawa Barat. Di dalaJn Sudar1u, G. Ekowisa.ta: Wabana Pelestarian Alam, }'engembangan Rlronomi Bakelanjutan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bckasi: Yayasao Kalpataru Baheri. Hal 78-84. Hasibuan. G. 2003. Pengembangan Ekowisata di TNGH. Lokak.arya Pengembangan Model Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun, Hotel .Kinasih, Caringi» - Bogor 18-19 Februari, 2003. Dept. Kehubnan dan SCP, IlCA Hendarti, L. 2004. No Land No foods. SPARK News Letter Issue No. 17, June 2004 English version: 3-4. Quezon City: Voluntary Service Overseas Philippines ( VSO) and Environmental Science for Social Change (ESSC). Henderson, K.A. 1991. Dimensions of choice: A qualitative approach to
recreation, parks, and leisure research. PA: Venture Publishing, Inc, Herfindahl, 0.C. 1965. What is Conservation? Burton, I., R.W. Kates, and L. Burton [~ditorsj 1965. Readings in Resource Management and Coo&ervation. Chicago: The University of Chicago Press, lfidayat~ U. 2004. Non-existence within existence : a case study of the excessive burden placed on women peasants in two villages in the Halimun Ecosystem. Down To Eanh (DTE) No 63, November 2004· 5-7. London· The AsiaPaciiic Peoples' Environment Network. Home, R 2000. Negotiating Security of Tenure for Peri-urban Senlemem: Traveller Gypsies and the Planning System in the United Kingdom. Habitat International volume 26 page 335-346. Elsevier Science Ltd. Horiaeb], H 1997. Study ofEcotowism in Gunung Halimun National Park da.lam Nijima, K H. Horiuchi, N. Sukigara, K. Harada [Editors]. Research and Conservlltiun of Biodiversity in Indonesia Volume I: General Review of the Project. Bogor: LIPI-JICA-PHPA
23&
Horiuchi, H 1998. Study of Eootourism in Oummg Halimun National Park-2-. Di dalam Horiuchi, H, Y. Sa1.11ma [Edaors]. Research and Conservation of Biodiversity in Indonesia Volume III. Infocmation System and Park Management ofGunuog Ifalimun National Park Bogor. LIPT-JICA-PHl>A Hornby, A.S, E.V. Gatenby, H. Wakefield 1958. The Advance Learner's Dictionary of Current English. London: Oxford University Press. Howell, R.E, M.E Olsen. D. Olsen, 1987. Designing a citizen involvement program: A guidebook far involving citizens in the resolution of environmental issues. Corvallis: the Western Rural Developmem Center,
Oregon State University. Idea. 2000. Ku inpulan Makalah: lolralcarya Pengembangan Pariwi811ta Alam di Kawasan Konservasi, Bogor 24-27 Juli 2000. Diselenggarakan oleh Departemen Kehutanan deagan New Zealand Official Development Assistance ~ODA), dan Forum Mitra Wisata Alam.
Institute of Development Studies (IDS). 2006. Understanding Policy Processes : A review of IDS research on the environment. Brighton · Knowledge, Technology and Society Tram, Institute of Development Studies at tbe University of Sussex, Jones, LG. !997. A participaory design process to prepare a conceptual ecotourism plan for the Calakmul Biosphere Reserve, state of Camphece, Mexico [Thesis]. College of Environmental Science Bild Forestry, Syracuse,
State University of New York. [Kembudpar] Kantor Kemeaterian Kebudayau dan Pariwisata. 2004. Rencana Strategis Nasional Ekowi sata. disusun oleh Selcartjalmrini, S ., d!lll N. Legoh, Jakarta: .KantorMcnteri NegacaKebudayaan dan Pariwisata Indonesia. [l
Kartodiliasjo, H., dan H. Jhamtani [Bditor]. 2006. Politit: lingkungan dan K.ebmsoan di Indonesia.Jakarta: Equinox. Keefer, P., M.M. Shirley. 20-00. Fonna.l versus Informal Institutions in Eoooomic Development Di dalam Menard, C. [Editor]. 2000. Institutions, Contracts, and Organizations:
Perspectives from New Institutional Economic.
Northampton. Edward Elgar. Keiji, N., 0. Seiji, Sudarmadji, Abdurrozak, P.J Manikam, Widada, L.W. Muslihat, Genman, E. Wahyuningsih, D. Purwanto dan Glen 2001. Ecotourism Action Plan of Gunung Halimun National Park. Keiji, N.
239
[F.ditor]. Boger: Biodiversity Conservation Project-Japan International Cooperation Ageocy (BCP-IlCA). Kiah, R B. 1976. A oontent analysis of children's contemporary realistic fiction about black people in the United States to determine if and row a sampling of these stories portray selected salient shared expe£ien~ of bla(;k people (.Doctoral dis.YertationJ, Dept. of Elementary and Special Education CoUege ofF.ducation, Michigan State University, Elm Lansing, Michigan. K.oentjaraningrat. 1992. Sunga Rampai Kebudayaan, Pembangunan. Iakana: PT Gramedia Pustab. Utama.
Mentalitas
dan
Krippendorl'f; K 1980. Content analysis : An introduction to its methodology.
Beverly Hills: Sage Publications. Ku~lt'J", J. [F.
Selcitar Taman Nasional Gunung Halimun [Skripsil. Bogor: Jurusan Manajemen Hulan, Fakultas Kehutanan, Institul Pertanian Begor, Kraus. R , I. R Allen. J 997 Research and evaluation in research. parks and leisure studies. Arizona: Gorsuch Scarisbick. Ladkin A., AM Bertramlni. 2002. CoUaborative Tourism Planning: A Case Study of'Cusco, Peru. Current issues in Tourism. Volume S (2) pp. 71-93. Lama, M.T.T. 1995. Annapurna Conservation Area Project. Annual progress report, lSOb. July 1994 - 14111 July, I99S. Nepal: King Mahendra Trust for Nature C
240
the Pacific Lindberg, K., M.E. Wood, D. Englednnn (Editors). 1998. Ecotourism: A Guide for Planners and Managers. Volume 2. Nonh B&nnington, Vermont: The Eootourism Society. Loomis, J.B., R G. Walsh. 1997. Recreation Economic Decisions Comparing Be11C1tits and Costs. Second Edition. Pennsylvania: Venture Publishing, Inc. Lynch, OJ., E Harwell. 2002. Whose Natural Resources? Whose Common Good? Towards a New Paradigm of Environmental Justice and the National Interest in Indonesia. Jakarta: Lerobaga Studi dan Advoka&i Masyarakat. [MSH &UNlCEF]. 1998. Stakeholder Analysis [on line]. A Joint Effilrt of Management Science for Health and United Nations Children's Fund. Available at .http:l/erc.msh.orWqua!ity/ittools/itstkan Cfm diak.ses tanggal 12 Desember 2004.
MacKinnon, J., K. MacKinoon, G. Child, J. Thorsell. 1990. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropilca. R.H. Amir [Penerjemah}. Terjemahan d:ui : Managing Protected Areas in the Tropics. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (lUCN). VoS}'akarta: Gadjah Mada University Press Malik, I., B Wijardjo, N. Fauzi, A. Royo. 2003 Menyeimbangkan Kelruatan: Pilihan Strategl Menyelesaikan Konflik atas Sumberdaya Alam. Jakarta: Ya.yasan Kemala. Mardiastut~ A 2004. Arab dan Skenario Pengembangan Konservasi Sumberclaya. Hutan IPB: Depancmen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fa.kukas Kehut!IDal1. Maryono, li, S.A. Kuswanto, M. f"ietteng, T. Ahmad, S. Mulyasari. 2005. Pelibatan Publik dalam Pengambilan Keputusan Jakarta: LP3ES. Manono, S., 0. Suwutapradja. 2006. The Sociography of Sirnarasa Village, District of Sukabum~ West Java, Indonesia. Hnp.//www.goocities.com/inrik/sosio htm diakses tanggal 14 Desember 2006.
Mcintyre, G. 1993. Sustainable Tourism Development: Guide for Local Planners. Madrid: World Tourism Organization. McLaughlin, WJ.. A Ahastaflor, J. Coumu, A Drumm, S. Edwards, P McFarren, B. Rossmiller, R. Taylor. 2002. Bolivia Ecotoorism Assessment. Final Report International Resources Group. Miles, M.B., AM. Hubennan. 1992. AMlisis Data Kualitatif. T.R. Rohidi dan
241
Mulyarto [Penerjemah). Tetjemahan dari Qulllitative Data Analize. Jakana: Ul-PreM.
Mitchell, E.G.R. 1998. Community Jntegranon in Ecotourism: A Comparative Case Study of Two Communities io Peru (lhesisJ. The University of Guelph, Canada Moleong, L.J. 2002. Metodologi Penelitian Kualita1if. Bandung: Pl Remaja Rosdakarya. Moaiaga, S. 2004. The National Park is Their Homelands: A Study of the Reconciliation Possibilities of the Contlicting Laws on Land Tenure System in Lebak District of Banten Province, Indonesia. Makalah dipre~enlasilum dalarn Congress on folk Law and Legal PhrraliAm ke XIV, Fredericton, Canada, Agusrus 2004. Moyini, Y. 2006. Uganda Ecotourism Assessment. Kampala: Ministry of Tourism & Jndustry-UNCT AD Export Development Program - Uganda Export Promotion lloanl (UEPB). Nailn•ho, HA. 2002 Stud! Perllalru Pengunjung Dalam Kegiatan Elcowisat.t di Tarnan Nasional Gunuog lfalimuo (Skripsi). Begor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kelrutanan, lnstitut Pertani.an Begor,
Ngatenan, M. 1991. Kamus Pariwisata. Semarang: Dahara Prize. Nijima, K. 1997. Summary of Draft of Gunung Halimun N111ional Park Management Plan Book U. Di dalam Research and Conservation of Biediversity i11 Indonesia Volume I: General Revio:w of the Project. I 997.
Bogor LIPI, IlCA dan Pl:il'A. Nugraheni, E. 2002. Sistem Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarokat di Taman Nasional: Studi Kasus Teman Nasional Gunung Halimun [Tesis]. Boger: Sekolsh Paseasarjana, lnstitut Pertanian Bogor, Noertjahyo, LJ., M.A. Safitri. 2000. Anotosi Pcraturan Perundang-undangan berkaitan dengan Akses Masyarakat Adat pada Sumberdaya Alam di Indonesia. Jakarta Lembaga Studi dan Advokasi Mlll!ylllllkat (ELSAM). North, D 2000. Understanding lnstitutions. Di dalam Menllfd, C. [HditorJ. Institutions, Contracts. and Organizations: Perspectives from New Institutional Economic. Northampton: Bdward Elgar. (ODA] Overseas Development Administration. 1995. Guidance Note on How to Do Stakebolder Analysis of Aid Projects and Programmes [on line). Social Development Department, Overseas Development Administration. Available at http·.'/www cuforic o!¥1gb/stal!.el .hlm diakses tanggal 12 Desember 2004.
242
Odum, E.P. 1993 Dasar-Dasar Ekulogi. Edisi ketiga. Sammgan, T, B. Srigandono [Peoerjemah]. Terjemahan dari: Basic of Ecology. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Olinda, P. 1991. The Old man of nature tourism: Kenya (Masai Mara/Serengeti Ecosystem). Di dala!n Whelan T, [Editor]. Nature Tourism: Managing for the environment. Halaman 23-38. Washington DC: Island Press, Owen, J.L., E. Harwell. 2002 Whose Natural Resources? Whose Commoe Good?: Towards a new paradigm of enviromnental justice and national inkfest in Indonesia. Jakarta: I .emOaga Studi clan Advokasi Masyacakat (ELSAM).
(PEMDA] Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. 2000. Peratiran Da.erah Kabupaten Bogor Nomor 17 Talrun 2000 tea.tang Rencaoa Tata Rwmg
Wila.yah Kabupaten Bogor. [PERDA] Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tabun 2003 tentang Rercana Tata Ruang Wilayah Pravinsi 1awaBaral Palacios, K. 2003. Developing A Comprehensive Needs Assessment Model for Implementation in Continue Educatioo {17tesis]. The Department of Political Science, Southwcts TCla!S State Univenity. Peluso, N.L. 1994. Rich Forests, Poor People: Resources Control and Resistance in Java. Berkeley. University of California Press. Peters, B.G. 2000. Institutional Theory: Problems and Prospects. Viena: Instinne for Advance Studies. Peters, W.J. 1997. Local participation in conservation of The Ranomafana National Park, Madagascar. JC'llT11Q/ of World Forest Resource Management 8: 109-135.
Perez, C.A.
1997. Negotiating beneficiary involvement in agricultural
development projects; Experiences from care. Praaicmg Anthropology Vol. 19 (3), Jl-35 Perman, R., Yue Ma, & McGilvray, I. 1996. Natural Resource & Environmental
Economics. New York· Longman. Pratiwl, S. 2000. Community Panicipatioo in Ecotourism Development: A Critical Analysis of Select Published Litcrarure [lhesisl. East Lansing, Michigan : Michigan State University. Primack, R.B. 1998. Biologi K011Sen>a.1i. Jabrta: Yayasan Obor Indonesia. Price, E.T. 1965. Values and Concepts in Conservation. Burton, I., R.W. Kates, L.
243
Burton [Editors]. Readings in Resource Management Chicago: The University of Chicago Press .
11Dd Conservation
.l'urwanto, D., M. Pakpahan, N. Keij~ A. Mujakir 2001. Ecotourism Guide Book Gunung Halimun Natfonal Park: Leuwijamang Village. Sudannadi,
Ahdunor.il; P.J. Manikam, Widada, E. Wahyuoingsib, K. Hiroshi, dan 0. Seiji [Editor]. Kabandungan: BCP-JICA. Putro, H.R 2006. Analisis Para t'ibak (Stakeholders Analysis) Taman Nasional
Gunung Halimun-Salak. Draft 18 Mei 2006. Bogor:
ketjlllllllnll
BTNGHS-
JICA. Rahayu, SS. 2004. Makna Hutan Bagi Masyaralcat Adat: Sllldi Kasus Kesanian
Adat Banten Kidul, Kasepuban Ciptagelar [Skrip&i}. Boger: Departemen llmu-ilmu Sasial f.kooomi Pertanian, Fakultas Pertaniao, lnstitut Pertanian
Bogor. Rahmena, M 1992. Participation. In Sachs, W. (Editor.). The development dictionary: A guide to knowledge as power. London: Zed Books Ltd.
Reimer, G.D. 1994. Community participation in research and development: A case study from Pangnirtung. Northwest Territories. Master thesis ,
McMaster University, Canada. Reksohadiprodjo, Sukaoto, Pradono, 1998. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Energi (F.disi 2) Yogyakana: BP.FE. Ribot, JC, N.L Peluso. 2003. A Theory of Access, R'llTal Socto1ogy 68(2): 153181.
Ricthie, J.R.B., C.R Goeldner. 1994. Analyzing Media Messages: using
quantitative content analysis in Research. Mahwah: Lawreece Btbaum Aswciates. Riffe, D, S. Lacy, F.G. Fico. 1998. Analyzing media messages: Using quantitative content analysis in research. Mahwah: Lawrence li:rlbaum Associates Ritzer, G., DJ. Goodman. 2005. Teori Sosiologi Modem. Edisi ke-enam. Alimlllldan (Penerjemah]; T B. Santoso [EditorJ. Terjemahan dari : Modem
Sociological Theory. 6!h Edition. McGraw-Hill. Jakarta: Prenada Media Riyanto, B. 2001. Pokok:-Pokok Masalah l'engusahaan Pariwisata Alam di
Kawasan Pelestarian Alam. Bogor. Lembaga Pengkajian Hukum Kehutanan dan Lingkungan.
Rouda, RH, M.E. Kusy JR. 1995. Development of Human Resources Pait 2. Needs Assessment-the first step. Tappi Journal, Volume 78 (6): 255-257.
244
Rosdiana, E. 1994. Pengembangan Wisata Alam di Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Bae at (T esis]. Boger: Sekolah Pascasarj a.na, Institut Pertallian
Bogor Runte. A 1987. National Parle The American fuperience. Lincoln: University of Nebruka Press. Ruttan, V.W. 1999. Induced Institutional Innovation. paper presented at a conference on "Induced Technol-Ogy Change and The Environmera," Internatiooal ln5titute for Applied Systems Analysis, Laxenberg, Austria, June 21-22, 19'J9.
Santos, R, M. de Jesus {Editorsl 2003. Proceedings of the SPARK "rural livelihoods" workshop. October 15 to )7, 2003, Bali, Indonesia. Denpasar: VSO, LATIN, ESSC dan DFID
Santosa,
A
2006.
Kampung N}'llDgalDg Mclanjutkan Hidup. Bogor: RMI http://www.kpshk ors. d.iakses pada tanggal 23 Februari 2006 jam
04:40WIB
me
Saunier RE, RA Meganck, editor. 1995. Conservation of biodiversity and new regional planning. Wasbingtoa. D.C .. Dept, of Regional Development and Environment, Executive Secietai iat for Economic and Social Affairs, General Secretariat, Organization of American States.
Saputro GE. 2006. Modal Sosial Dalain Pengelolaan Sumberdaya Hutan Pada M3$)1arakat Adat Kasepuhan Ban!eo Kidul [Skripsi]. Boger: Departemea
Manajemen Hutan, Falrultas Kehutaoan, Institut Pertanian Bogor Schmid, A 1987. Property, Power. and Public Choice. New York: Praeger,
Sebo, RE. 1996. Introduction to tourism texbeoks: A descriptive content analysis (Disertasi]. University of~. Sekmtjakrarini, S. 2003. Pengelol&UJ dao Pengembangan Eco-tourism di Taman Nasional. Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya "Pengembangan Model Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun" , Hotel Kinasih, Caringin, Boger, 18-19 Februari 2003. LIPl-JTCA-BTNGH. Sekartjalcrarini, S., dan N. Legoh.. 2003. Telaulc Iruerpretasi Jakarta: Idea Shaw, K.A. 2005. Institutional Change: The Why and The How. Paper presented at the TIAA-CREF Institute Conference: The New Balancing Act in the Business of Higher Education. New Yotk City, November 3-4, 2005.
S irait, M. 2004. Membangun Part.isipasi Masyarak:at dalam Pengelolaa.n Sumberdaya Alam di .Kawa.san Ekosistem Halimun. Rangkuman Semiloka.
245
Begor 23 Desember 2004, RMI-FKKM-Oep. Kehutanan-EU-FlB Sitorus, M.T.F. 1998. Penelitian Kualitatif Suatu Perkenalan. Begor; Kelompolc. Dolrumentasi Ilnw-ilmu Sosial untuk Labcratoriom Sosiologi, Anlropologi, dan Kependudukan, Jurus1111 Umu Sosial dan Elmnomi Pertanian, Fakult.as Pertanian, li'B. Socmarwoto, 0. 1986. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangun1111. Jakarta: Djambatan Spoehr, A. 1965. Cultural Differences in the Interpretation ofNatural Resoun:e~. Di dalam Bunon, L, R W. Kates, and L Burton {Editors]. Readings in Resource Management and Co~ation. Chicago: The University of Chicago Press. Sproule, KW., AS. Suhandi. 1998. Guidelines for Community-Based Ecotourism Programs: Lessons From Indonesia. Di dalam Lindberg, K., M.E. Wood, D. Englednun (Editors). Ecotourism: A Guide for Planners and Managers. Volume 2. North Bennington, Vermont: The Eeoiourism Society. Stewan, W.P., S. Sekartjak:rarini. 1994. Oisentangling Ecotourism. Annals cf Tourism &searchJournal,Volume 21(4) page 840-843. Stolroy,E .• R. Zechauser. 1978. A Primer for Policy Analysis. New York: W.W. Norton & Company Sudarto, G. 1999. Ekowisata; Wahana Pelestarian Alam, J>engcmbangan Ekonoml Berkclanjut.m dan Pembcrdayaan Masyarakat. Belwi: VayMM l<.alpataru Bahari. Suhaeri. 1994. Pengembansim Kelembagaan Tam1.11 Nasional Gunuog Halimun [Tesis]. Begor: Program Pascasarjana, Insritut PertaoiaJ1 Boger, Suharyono, D. 2007. Dilema, Mengamankan Hutan: Konservasi TNOHS Wilayllh Sukabumi. Cataten Lapangan StafLSM LATIN. Sukathme, P.V. 1965. The World's Hunger and Future Needs in Food Supplies. Di dalam Burton, L, R.W. Kates, and L. Burton [Editors]. Readings in Resource Management and Conservation. Chicago: The University of Chic88() Press.
Sunwga, A 2006. The Transformationof Fanner Institutions in Rural Areas: A Case Study on Fanner Groups Development in West Java Province [17n!sis). Goningen; The George-August University. Sutton, R.1999. The Policy Process: An Overview. Working Paper 118. London: Overseas Development Institute.
246
Suwarno, A 2003. Narasi Kegiatan Lapangao April 2003. Sukabumi · LSM
LATIN Trioeo, T., N. Keiji, G.N.S. Mulcahy, 0. Scij~ A Muzallir, A. Supriatna, Sopian. 2002. A Guide to Cikmliki-Cita/ahab Loapuail Oummg Halimvn National Park, We.st Java, lndooesia. Sudarmadi, Abdurr~ak, Widada, E. Wahyuninasih. G.N.S. Mulcahy, K. Hiroshi, and 0. Seiji [Editors]. Kabandungan: BCP-flCA. Tesosa, MS. 1993. Evaluating community participation in tourism planning: The case of Ascroft and Lytton, RC [Thesis). Canada: Dept of Geography, Simon Fraser University. Uphoff; N. 1997 Institutional Capacity and Decentralization for Rund Development. Romo: FAO Van Vugbt, M. 2002. Central, Individual, or Collective Control? Social Dilemma Strategies for Natural Resource Management. American Behavioral Scientist (2002) vol. 45, pp. 783-800. (WCEDJ World Commission on Environment and Development. 1987. Our Common Future. Oxford: Oxford University Press. Wall G, and S. Ross. 1998. Ecotourism towards congruence between theory and practice. Waterloo, Canada: Faculty of Environment.al Studies, University of Waterloo . Paper was presented at 711. International Symposium Society and Resource Management, May 27-31, 1998. University of Missouri-Columbia. Weaver, D.B. 1998. Ecotourism in less Developed World. Wallingfurd: CAB International. Widada. 2004. Nilai Manfaat Els.onomi dan Pemanfaatan Taman Nasional Gunung Halimun bagi Masyarakat [Disertasi]. Bogoe: Sekolrih Pascasarjana, Institut PertanianBogor Wight, P. 1993 Ecotourism: Ethics or eco-sell? Jouma! of Travel Research, 31(3), 3-9. Wight, P. I 993. Sustainable Bcotourism- Balancing Economic, Environmental. and Social Goals within an Ethical Framework. JoomaJ of T011ri8/n Studies, 4, 2, pp. 54-66. Wijaya, H. 2007. Kondisi, Potensi dan Kendala Pengembangan likowisata di
TNGHS. Counterpan GHSNP-MP. Makalah dipresentasikan psda acara Diskusi dan Koordinasi Penyusunan Rencana Strategi dan Aksi Pengembangllll Ekowisata 1NGHS, Begor, 14 Fc:bruari 2007. Acara ini diselenggarakan oleh BTNGHS dan JICA. Winardi, J. 2003. Teori Organi~a~i dan Pengorganisasian. Jakarta: PT. Raja
247
Gmfindo Persada Wondolleck. J.M., S.L. Yafw. 2000. Making Collaboration Work: Lessons from Innovation in Natural Resource Management. WllS.hington, DC.: Island Pres,s.
Wood, 1\1.E. 1998. Meeting the global challenge of community panicipation in ecctourism: case studies and lessons from Ecuador. Arlington: The Nature Conservancy. Wood, M.E, F. Gatz, K Lindberg. 1991. The Ecotourism Society: An Action Agenda. J. Kusler [Edilor1- Eootourism and Resources CODSerVation. Selected Papen from the 2"'1 Jntenational Symposium: Ecotourism and ReSOW"<:e ConservatioJL Madison: Omnipress. WoolfHB, Artin E, Crawft>rd FS, Gilman EW, Kay MW, Pease Jr RW (Editors). 1976. The Merriam-Webster Dictionary. New York: PQcket Boob. Wu!an, Y.C., Y. Yasmi, C. Purba C, .E. Wollenberg. 2004. Analisa Konflik Sektor Kehutanan di Indonesia 1997 - 2003. Begor. Center for International Forestry Rcscacch (CIFOR). Wordnet.prinoeton.edulperl/webwn diakses tanggal 17 Desember 200~ www.polity.o~.2ce/ht1111/govducsfwhite tanggal I I November 2005
papers/social9711loss-.html
www.undp orsirnec/nhd!!/1996/georgia/glossary.htm
I I November 200S
diakses
tanggal
www meriam-webster.0001/dictionaoifneed diakses tanggal 27 Februari 2007
www.tnhalimun.uo id. diakses tanggal 14 Desember 2006
LAMP IRAN
Lampiran 1 Observasi dan pengambilan data lapangan
A. No. I
WAKl'U 23-25./04/2'07
p ertemuan vana d'iku. 1 ti
TilMPAT C1tont.
A CARA Pertanuan (llrunsan) '[,...pnhan Bonren
l:Aholj\'!(m
Kid\11 kc IX
P!lNY.l!Ll!NGGARA Kaoepllism .... dukm!g&n I.BM: RMI, llwna, WO TC111111!, Slwil Wet<:h,
Lebak
'. Bnjanrastib,
2
2 I lll2f1007
3
I4K12/'JJllY1
~
4
l.61100006
Oadog.Kab,
I Bogor
28111/2006
RTNGJIS.JJC.A
Disklmdm ~ Pmyn.<»nall .Kencanti Stn!egi dat! Abi~
B'IllGHS da!IJ!CA
llkov.isata TNGHS ~ T11'1Kecil. I.FA R.1'111-'lNGHS
BTNGHS-IlCA
ClllUB~
Dilirusi~
l<erptbtgn
K.ah
Desa Dalmt Mmala
Ka..-nKmiserv..,.
.llMJ
Uogo< ~
Kemala Kmsultam PllblikRYlNGHS
ll"V'<
6
7-91tJWltJU6
SebbinUoa. &bbumi
7
JIW2006
ll'B
.......
~Mqabr Pada lM!aya doll Pcogelah..., S.:'"1Dp81 LC>kalmya Logical FJ'll!ltCWOd: Appood (1.FAJ R.r>oam PmseJoiaa.i l'N'G& Semt!nb ...._..,_ KomJlDilas: Upaya Mld)'ankat Ka.,,._ J;t,w•em IJalimUD Mmala Ruang Ullluk l<ebaial!jlllall
! ; R'NGH.JICA-UPI
RMI dan l.leparlemm Atstt.U. Landsp IPB
l:lichqnya 8 211ro6/2006
Bogoc
-·--
w........
&millar: Mm=gok Keliijalam .i..1- Kmul(s l'engelolun SD bulaii lkdJosls Masyarabt(A
RMI
B. Do.lrumentasi pertemuan No. I
WAKTIJ 13112.l2006
TEMPAT Rani;k.. ln...... Kabupatm Lebal
2.
13-14/09/2006
3.
24-2Sl08n.006
4
1!. l OAJIV1006
ACARA S..1rilub· ~
~Kabupaten setitar
Masymalall Ada1 Lcbak di dalamd"'1
Xawasan 1NGHS
Cisarua, B-Og()!' ~LFARFmmlSill w....... Lal:abrya I.FA Rl'TNGHS K.inasih, Do&or Carin.sin, Kab Lomlb1lh.EkOW>38la
n
Bog«
B'INGHS-JICA BTNGHSJlCA
Dmat Kebudo~ clan Pari~ Kabupalen 8o)l(lf
s,
7/]Q/2003
6
IS.! 9/0212003
1.
P£N'iELENGGARA KM!
9-J0.1>311999
Gn>up onfoccst Laad tcnare
Bo&'« Caangin,
WOlking
Bogor
Model Pengelola811 Ta.man Nasl-Otal Owl\lllll HalU1)1JllM Lol:4lcar)'8: ~li<mpi !llm...;'818di r-= N&Siooal Gmmn;i llalimun'"
Cmingin, Bogor
Semimr dan Lol:Wl\'a: "P~
248
WGT
--
249
C. Observasi lapaogan _No. WAKTU I 6-B lanlWi 2007 : 22 Februari 2007 2 ! 16-l& Februari2007 3
18·20 Fc:bruari 2007 Desember 2006 28-29 Januari 2007 22 Februari 2007 36-31Ianuari2007 9
4
-·-··-··-
.KIITERANOAN Kampung CibcWg, Desa Citorek, K~ Cibeb(c, " - en.Ld>ak Bitun" ubak Kampwig Pangguyangan, Desa S~ 'K=lmat.ln Cika\:ak,
" Sukabumi. Kampung Citalahab Caitral, Dcsa MaJasari, l{ttamatJin N • . Boitor Kampung Malasari, Desa Malasari, Kecamatm Nanggung.
.
• BogOI' Kccamatan N en Booor Kampung Leuwijamang, Tlesa Cismi3,-K'OC..matan Sukajaya, Boo or Kab
D. List wawancara WAKTU -Nov2007
. sld Sq>! 200f . 6-9~1aoo? 22/03/2007 22IW2007
14/031'200'1 17-Jsml2007 191D212007 21/0l/2007 ~ I 'lJ02/i007 7108/2006 29/()1J07 3<WOl/2007 I 411121.!0ll7 I 9.l02!10117 22/f11J'1rJfn l 91{)2f1JJff1 -2llV2007
LOKASl
INSlTIUSI
ISSUE
Bogor
RMI
Bogoc
ElrolvisatL Kmdlik
YEH
~Konllik
Cibedug Citorek T<aruor Sel
~adal Masyarakal adat
.E!kowisala,KolJOik Ekowisota,Konruk
B1NGH
ao.ruata. Ko.nflik
Dinas INKOS81.JDl'AR.
Ekowisata,
Kab. Ld)ak. Masyamkal Ada! .t
l'angguyangant Pesa Sirnarasa. Kabupatcn Sulabwni
Elrowisa1D. Konllik
Noo-Adal I.SM/LA TIN
Kabul)allill Slllabumi
Ekowisam, Konlbk
Dipanla .Kab. Subbumi lnshalbun i Ka. SUlcabwnl
AC3l'a LF A, Sukabumi Cilalah3'b.l Des:i Mal~ Lellwijamang/lJesa Cisarua
JmlGH.IlCA Non·Adat
Bogor Cipcteuy, Cilalahab Senbal
DipaldaKab. Bogar LSMIABSOLUT &Pf
Non-Adat Ninnala
KantorSeksi .Kantor .IITNGH. Kabamlungan 3Kecamabn .BaDdw1g, Konsultasi N>lik Boom
DTNOH
BINGH
EkowiAAtll
llkowisala, Konllllr.
I
-.
Kocem-,tan Bappeda PropiDsi Jabar
Elcowisaia, Ko!dlik Elwwisata, Kollllik F.kowisata., KollllikEkowisam
EkDWiMto,Knnflik Ekow:lsaia, Konllik EkoMsats, Kollflik Elwwisata, Konftit Ekowlsam, Konllik
Lampiran 2 Daftar dokumen untuk data sekuncler 1. [
]. 2006. Buku Regimmi Kelcmbagaan Masyankat
Desa Hutau
{KMDH) "Karya Asih", Kampung Cihangasa· Dess Slmaraea, Kecamatan
Cikekak, Kabupaten Sukaburni. 2 (BPMD] Badan Pemberda.yaan Masyankat dan Desa, 2006. Profil Desa I Keturahan Desa Sirnarasa, Kennnatl.111 Cikakak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Sukabumi: Pe:merintah Daerah Suka.bumi. 3. (BTNGH] Balai Taman Nasioul Gunung Halimun 2000a. Rencana Penaelolaan Taman Nasional Gummg Halimun 2000-2024: Bulw I Rencana
Kegiatan Pengelolaan. Kabandrmgan: Balai TNGH, Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam. Departemen Kehutaaan dan Perkebunan. 4. [BTNGHJ Balai Taman Nasional C'1ll1Rlng Halimun. 2000b. Rencana Pengelolaan Tainan Nwonal Gumms Halimun Z000-2024 : Buku II Data
U mum dan Proyeksi Analisis. K.abaudungan: Balai TNGH, Dircktorat Jenderal Perlindungan dan Konsezvasi Alam. Departemen Kehutanan dan Perkebunan 5. (BTNGHJ Balai Taman N85iooal Ounung Halimun. 2000c. Rencana Pengelolaan Tainan Nasional Gumng Halimun 2000..2024 : Buku III Rencana Umum Tata Ruang, Kabandungan: Balai TNGH, Direlrtorat Jenderal Pedindungan dan Konservssi Alam, Depanemen Kehutanan dan Perkebunan. 6. [BTNGH] Balai Taman Nasional Gullung Halimun.[Tanpa Tahun}. Upaya Pengelolaan Taman Nt!3ional Gunung Halimun Kabandungan: keljasama Balai TNGH,
Direktorat Jenderal Perlindungan
dan Konservasi
Alam,
Departcmcn Kebutanan dan PerkebO™'" dengan HCA 7. [BTNGH] Ralai Taman Nasional Gunung Halimun [Tanpa Tahun]. Taman Nasional Gunung Halimun. Kahandur~.m;kerjasama Balai TNGH, Direktorat Jenderal Perlindungan dan Koaservasi Alam, Departemen Kehutan&n dan
Perk:ebunan dengan nCA 8. (BTNGH] Balai Taman Nasional Gunung Halimun. 2005. Taman Nasional Gwwng Halimun Salak. K.Wmdimgan: Balai TN'GH, Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi AJun. Dcpartcmen Kchutanan dan Perkebunan, 9. [BTNGHS] Balai Taman Nasional Gullung Halimun-Salak. 2007. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Oummg Halimun-Salak 2007-2026 : Ringbsan. Balai TNGHS, Direlrtorat Jende.ral Perlindungan Alam dan Komervasi Alam, Dcpartemen Kebutanao. Dipresen1asikan pada konailtasi publik ianggal 21 Februari 2<Xf1 di Hotel Rrajamustib Bogor. 10. [BTNGHS] Balai Taman Nasional Gullung Halimun-Salak. [Tanpa Tab.un]. Tantangan Pengelolaan Kol:iborasi di 1aman Nrsioll41 Gunung HalimunSalak. Bogor: GHSNP-MP HCA Project Office. 11. [DEPDIKBUD] Departemeo Peodidikan dan Kebudayaan. 1989. Laporan
Penilaian Teknia Arkeologis Megalitik Lebak Cibedug Sub Direktorat Pemugaran, Direlaorat: Perlind~ du Pembinaan Penin~alan Sejarah dan Purballla, DepDikBud 12. (DEPDAGRI] Departemen Da1am Negeri 2006. Profil DesafKelurahan: Desa Citorek, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Daerah Tingkat I Bamen.
2Sl
13. [FKMIDBB] Forum .Komunik.asi Masyarakat Halimun Jawa Barat den &nten. 2003. Pemya1aan Sikap 31 Desa di IUwasan Halimun dalam Mensikapi Status Pengelolaan Kawasan Halimtm di Provintii Jawa Blllllt clan Bautcn www.nnibogor.org diahes tanggal 14 Desember 2006. 14. [LIPI) Lembaga llmu Pengetahuan Indonesia [Tanpa Tahun]. Visitor Information of Cikaniki Research Station in Gunung Halimun National Park Jakarta:kerjasarua Biro Kerjasama IPTEK, LIPJ deogtlQ BTNGH-JlCA. IS. Adimihardja K, A.M. Kramadibrata, OS Abdullah. 1994. Penelitian Uub11ngau Timbal Batik Masyarakat Pedesaan dengan Hutsn di Kawasan Gunung Halimun, Jawa Baru. BAPPEDA Provinsi DT I Iawa Barat dan Indonesia Resource Centre for Indigenous Knowledge (INlUK), UNPAD.BI 0 16. Adimihardja, K. 1992. Kwiepuhan yang Tumbuh di Atas yang Luruh: Poogelolaan Linglcungan secara Tradisinnal di Kewasan Gunung Hahmun Jawa Barat. Bandung: T ARSITO. I 7. Alikodra, HS. l 992. Pengembangan Kawasan Ca gar Alam Guoung Halimun, Jawa Barat, Di dalam Ryadisoetrisno, B (editor!. 1992. Konservssi dan Masyamkat: rumusan workshop Keanekaragaman Hayati Taoian Nasional Gunung Halimun Jawa Barat. Jakarta: Biological Science Club (BSsC). Halaman 12-19. 18. Ambinari, M. 2003.Pengl
Pascawjana, InstItut Pertanian Begor, 19. Asep. 2000. K.esatuan Adat Banten Kidul: Dinamika Ma.syarakat da.n Budaya Sunda K.asepuhan di Kawa&a.n Gunung Halimun, Jawa Baral [Tesis]. Bogur· Piu!!)11111 Pmcasarjana, lnstiM Pcrtanian Begor 20 Bari, A. 1992. Pengembangan Masyaralcat di Cagar Alam Ounung Halimun, Jawa Barat. Di dalam Ryadisoetrisno, B (editor]. 1992. Konservui dan Masyarak.at: rumusan workahop Ke&11~8J1 Hayati Taman Nasional <Junung Halimun Jawa Barat. Jakarta: Biological Science Club (BSsC). Halaman #SI. 21. Dedi, R, Andianto. 2003. Ecctourism Guidebook Guoung Halimun National Park: Ciptarasa Village. Setyono, D., K. 1:1.irosbi, A Muzaldr, S. Ozawa, T. Hartono, G. Mulca!\y (editors). Sukabumi: kcrjaama BTNGH dan YEH. 22. Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. 2005. Profil Komunitas Adat Terpencil (KAT) di Jawa Barat. Bandung· DinllS Sosial Provinsi Jawa Baral. 23. Djubiantono T. 2005 Geo-a.rkeolOgi Kawasan Lebak Cibeduk. Siddhayatra, Jurnal Balai Arkeologi Palembang, Volume 10 Nomor I Mei 2005. Palembang: Balai Arkeologi. www.balarpalembang.go.id diakses tanggal 14 Desember 2006 jam 7:00 AM 24. C:ialudra, G. 2003. Co11servatiQfl policies versus reality: Care study of flora. ftama. and l.a11d ulilizat/011 by local rommunity in C'rUt11111g ffalimu11-Sa/ak NaJio110/ Park. Begor: [CRAP Soutcaat &ia Working Paper, No. 2003 _4. 25. Hamami, M. 2006. Visi clan Kebijakan Pengembaegan Pariwisata Kabupaten Sukabumi. Makalo.h disarnpaikan pada acara Sare:rebau Ekowisata di Hotel Semeru, 7 Februari 2006. 26. Hanaii I, N. Ramdbaniaty, B. NW7.Bm«n. 2004. Nyoreang Alam Ka Tub.Ilg, Nyawang Anu Bakal Datang : Penelusuran Pergulatan di Ka.wasan H.alimun Ja.wa Barat-Banten. U. Hidayat~ L. Hendarti, editor. Begor: RMI.
252
27. Harada, K 2003. Attitudes of Local People Towards Conservation and Gu!wng Hali mun National Parlr. in West Java, Indonesia. J for Res (2003) 8: 271-282. 28. Hatada, K., AMulyana. 1998. A Preliminary Sun;ey on Participatory Management of Gunung Halimun National Park.dalarn Horiuchi, H. Y. Sakuma [editor]. 1998. Research and Conservation of Biodiversity in Indonesia Volume Ill; Information System and Park Management ofGunung Halimun National Parle. Bogor: LIPI-JICA-PHPA Halaman 145-170. 29. Harada, K., A. Muzakir, M Rahayu. Widada. 2001 Research and Conservation of Biodiversity in Indonesia Volume VII : Traditional People and Biodiversity Conservation in Gurung Halimun National Parle Bogor: LIPI, PHPA, JICA 30. Hartono, T. 2005. Catatan Proses Perlcembangan Aktivitas Wisata Alam di TNGH. Bogor· Yayasan Ekowisata Balimun. 31 . Hartono, T. Im. Ringkasan Pengalaman Pecgembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat Lokal, Taman Nasional Gunung Halimun, Jawa Barat. Di dalam Sudarto, G. 1999. Elrowisata: Wabana Pe\estarian Alam, Pengembangan
Ekonomi Beikelanjutan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bekasi: Yayasan Kalpataro Bahari. Hal 78-84. 32.. Hl!sibuan, G. 2003. Peugembaogan Elcowisata di TNGH. Lokakarya
Pensembangan Model Pengelolaan Taman Nasional Gunung Ilalimun, Hotel Kinasih, Caringin - Bogor 18-19 Febluar~ 2003. Departemen. Kehutanan dan BCP,nCA.
33. Herawan, H. 2006 Visi dan Kebijakan Pengembangan Pariwisata Kabupaten Bogor, Makalah disampaikan pada acara Sareseban Ekowisata di Hotel Semeru, 7 Februari 2006.
34. Horiuchi, H. 1997. Study <.>f Ecotourism in Gu11Wl8 Halimun National Park Di dalam Nijima, K. H. Horiuchi, N. Sukigara, K Harada [editor]. 1997. Research and Conservation of Biodiwnity in Indonesia Volume I: General Review of the Project. Bogor: LIPi-IlCA-PHPA. Halaman 136-158. 35. Horiuchi, H. 1998. Study ofF.ootourism in Gummg Hali mun National Park-2-. Di dalam Horiuchi, H, Y. Sakuma [editor]. 1998. Research and Conservation of Biodiversity in Indonesia Volume Ill: Information System and P.ut Managem4111t of Gullung Halimun Nltional Parle. Bogor: LIPI-flCA-PHPA. HaJaman 94-114. 36. Horiuchi, H. 1999. Developing an Action Plan for Bco-tourism in Guoung Hallimun National Parle hy JICA Project Di dalam Proceedings Wori<sbop on Ecotourism Development Bogor-Carillgin, 9-10 March 1999. Bogor: LIPI·
TICA-PHPA. Halaman 81-85. 37. Joy, R. 1999. Straregi Pengembangan K~ttanIUsaha WisaUI Alam Berbasis Masyarak:at Lokal di Taman Nasional Gwrung Halimun. Di dalam Proceedings Workshop on Ecolourism Development Bogor-Caringin, 9-10 March J 999. Begor: LIPI-IlCA-PHPA.HaJaman 86-96. 38. Keij~ N., 0. Seiji, Sudarmadji, Abdwroz.ak, P.J. Manikam, Widada, LW. Muslihat, Genman, E. Wahyinring.5ib, D. Purwamo dan Glen.2001 Ecotoorism Action Plan ofGuoong HalirnunNational Park. Keiji, N. [editor]. Boger: Biodiversity Comervation Pfoject-Japan International Cooperarion Agency (BCP-IlCA).
2S3
39. Kepala Bappeda Dati I Jawa Barat. 1999. Penman Pernerintah Daerah dalam Mendukung Pengembangan Wi&ata AJam di TNGH dalam Proceedings Workshop on Ecotourism Development Bogor-Cariogin, 9-10 March 1999. Bogor: LIP!-HCA-PHPA. Halaman6S-74. 40. Kepala Dinas Periwisata Dati I Jawa Barat 1999. Peranan Dinas Panwisata dalam M.endubmg Pengembaogan Wisata Alam dalam Proceedings Workshop on Ecotourism Development Bogor-Caringin, 9-IO March 1999. Boger: Lll>I-JICA-PHPA. Halaman 75-80. 41. Kobayashi, H., S. Mulyati, Widada. 2003. Kepedulian Ma~yarakat untuk Konservasi di Dalam dan Selcit111 TNGH. Lokakarya Pengembangan Model Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun, Hotel Kjnasih, Caringin Bogor 18-19 Februari, 2003. Depanemen. Kehutanan dan BCP, JICA 42. Kumiawan, J. 2002. Si.stern Peogelolaan Lahsn oleh Masyarabt Kasepuhan di Sekitar Tamaa Nasional Gunung Hahrnun [stripsi]. Boger: Jurusan Manajemen Hutan, Fakuhaa Kehutanan, Institut Pertanian Begor. 43 M.a.inawati, S. 2004. Partisipas.i Masyarakat Adat Dalarn Pengelolaan Kawasan Tainan Nasional [skripsi).Bogor: Departemen Dmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Faknltas Pertanian, Tnstitut Pertanian Boger. 44. Manikam, PJ. 1998. Draft of Gu.oung Halimun National hrk Management Plan Book I. 1998. Retle8I'Ch and Conservatioo of Biodiversity in Indonesia Volume m: lnforniation Sybt1:m and Pafk Management of Ounung ffalimun National Part. Boger: UPI..JlCA-PHPA. Halaman 115-126. 45. Martono, S., 0. Suwanapradja. 2006. The Sociograpby of Simarasa Village, District of Sukabumi, West Java, lndone$ia Http.//www.geocities.com/inriJc/sosio.htm diakses tangga1 14 Desember 2006 46. Moniaga, S. 2004. T81D8D Nasional itu, Kampung Halaman Mereka. versi htdonesia mak.alah "The National Park is Their Homelands: A Study of the Reconciliation Possibilities of the Conllicting Laws on Land Tenure System iu Lehak Dismet of Rantoo Province, Indoo&sia'' yang dipresentasikan dalam Congress on Folk Law and Legal Pluralism ke XIV, di Fredericton, Canada pada bulan Agust:us 2004. 47. Mulyat~ S., Wldada, K Hiroshi. 2003. Perkembaogan Pendidikan Ll.ogkungan di TNGH. Lokalwya Pengembaogao Model l'eqgelolaan Taman Nasional Gunuog Halimun, Hotel Kiaaaih, Ouingin - Boger 18-19 Februari, 2003. Departemen. KehutanandanBCP, JICA 48. Mulyo, H. 1992. Pengemhangan MRSYarakat di (agar Alam Guoung Halimun, Jawa Dlll1lt. Di dalam Ryadisoetrisno, B [editor]. 1992. Konservasi dan Masymkat: rumusan workshop Keanekaragaman Hayati Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Barnt. Jakalta: Biological Science Club (liSsC). Halaman 52-57. 49. Naibaho, HA. 2002. Studi Perilak:u Pengunjung Dalam Kegiatan Bkowisaia di Taman Nasional Guoung Halimuo [skripsi). Begor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fak:ultas .Kehutanan, Institut Pertanian Boger. SO. Nakashima, K. 2000. EcotouriJm Action Plan in TNOH. Makalu.h dalam Lokakarya Pengembangan Eootourism di Taman Nas.ional. Hotel Safari Garden, Cisarua, Bogur 1-2 November 2000. BogOf: PHP A-JICA. 51. Nijima, K. 1997. Summary of Draft of Gunung Halimun National Parle Management Plan Book n 1998. R~ch and Cooservation of Biodiversity
in lndonesia Volume m: Information System and Parle Management of Guuung Halimun National Park. Boger: LIPI-nCA-PHPA. Ha1aman 75-116.
52. Nugraheni E. 2002. Sistem Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat di Tarnan Nasional : Studi Kasus Taman Nasional Gunung Halimnn Rogor: Program Pascasarjana. Institut Pertllllian Boser. 53 Ozawa, S., A. Muzakkir, A. Rozaq, G.S. Hasibuan, Kuswandono. 2003. Kcgiatan Ekowisata di TNGH (Proyek Kouservasi Keanekaragaman HayBli). Lokakarya Pengembangan Model Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun, Hotel Kinasih, Caringin - Boger lS-19 Februari, 2003. Departemen Kehutanan danBCP, TICA. 54 Ozawa, S., A Muzakir, A. Rozaq, G.S. Hasibuao, Kuswandono, Widada 2002. Ecotoerism in Gunung Halimun National Park. dalam Research and Conservation of Biodiversity in Indonesia Volume Xll. halaman 73-84. Boger: LlPI-JICA-PHPA. 55. Pemerintah Kabupaten Lebak. 2005. Arab dan Kebijakan Umum Anggaran Pendapat&n dan Belanja Daerah; Tahun Anggat1U1 2006. Pemerintah Kabupaten Lebak. 56. Purwanto, D., M. Pakpahan, N. Keiji, A. Mujakir. 2001. Ecotourism Guide Book Gunung Halimun National Parle: Leuwijamang Village. Sudannadi, Abdurrozak, P.J. Manikam, Widada, E. Wahyuningsih, K. Hiroshi, dan 0. Seiji [editor]. Kabandungan: BCP-JICA 57. Purwanto, D. 2007. Aktualisasi Ekowisata Berbasis Masyarakat di TNGHS. Bogor. Yayasan Ekowisata Halimun (YEH). Makalah diprcsentasiken pada acara Diskusi clan Koordinasi Penyusunan Rencana St111tegi dan Aksi Pengembangan Ekowisata TNGHS, Bogor, 14 Februari 2007. Acara ini diselenggaraku oleb BTNGHS clan JICA SS Putro, HR. 1999. Institution and Partnership in 1.be Development of Ecotourism in Halimun National Parle dalam Proceedings Workshop on Ewtourism Development Bop-Caringi.11, 9- JO Mardi 1999. Bogor: LIPlIlCA-PHPA. Halaman 97-103. 59. Putro, H.R. 2006. Ana.lisis Para Pihak (Stakeholders A11alysis) Taman Nasional Gullung Halimun-Salak. Dnift 18 Moi 2006. Bogor: kerjasama. BTNGHS-nCA 60. Rabayu, S.S. 2004. Makna .Hutan Bagi Masyarakat Adat: Studi Kasus Kesatuan Adat Banten K.idul. Kasepuhan Ciptagelar [slcripsi] Bogor· Departemen Timu-ilmu So~ial Elronomi Pertanian, Fakultas Penanian, Institul Pertanian Begor. 61. Ramdhaniaty, N. ARachman [editor]. 2002. Prosiding Seminar dan Lokakarya: Memabami Desa clan Kawasan Halimun Melalui Pemetaan Partisipatif. Cisolok, 28 Fcbruari 2002. 62. Rasid~ S. 1992. Pengambangan Kawasan Cagar Alam Gunung Halimun, Jaw11 Batat. Di dalam RyiWi~uetri:mu, B [editor]. 1992. Konservas! dan Masyarak.u: rumusan workshop Keanekaragaman Hayati Taman Nas.ional Gunung Halimun Jawa Barat. Jakarta: Biological Science Club (BSsC). Halaman 20 -27. 63. Rofiko. 2003.Nilai Ekonomi Total Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun: Studi Kasus di Desa Cisarua dan Desa Malasari [skripsi]. Bogor:
255
Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, fakultas Kehutanan, IDstitut Penanian Bogor. 64. Rosdiana, E. 1994. Pengembangan Wisat.a Alam di TaDWI Nasional Gunuog Halimun Jawa Baral [tesis] Bogor: Program Paseasarjana, lnstitut Pertanian Bogor.
65 Saigawa, K. 1998. Report on Study of Eco-tourism Development in Guoung Halimun National Park. Di da.lam Horiuchi, H, Y. Sakuma [editor}. 1998. Research and Conservation of Biodiversity in Indonesia Volwne ID: Information System and !'ark Management ofGunung Halimun National Parle. Bogor: LIPl-IlCA-PHl'A. Halam1111171-181. 66. Saparjadi, K (Direktur Bl
Kcgiatan Usaba Wisai.a Alam dalam Proceedings Workshop on Ecot.ourism Development Bogor-Caringin, Halaman 54-64.
9-10 March 1999. Boger: LIPl-JJCA-PHP A.
67. Saputro, G.E. 2006. Modal Sosial Dalam Pcngejolean Sumberdaya Hutan Pada Masyarakat Adat Kasepuhan Hanten Kidul [ skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehut.anan, lnstitut Pertanian Bogor. 68. Setyono, D. 2003. Upaya Pengelolaao TNGH. Lokak.arya Pengembangan Model Pengelolaan Tamen Nasional Gummg Halimuo, Hotel Kinasih, Caringln-808or l&-19 Fcbrua.ri, 2003 Departemen Kehutanan dan BCP,
JJCA 69. Sety0.no, D_ 2006. Perkembangan Eko\'.iisata di TNOHS. Makalah yang di prelllllltaslkao dalam acara sart3Chan ekowisata di Hotel Semeru, 7 Februari 2006.
70. Slralt, M. 2004. Membangun Partisipasi MaRyarakal dslam Pengelolaan Sumberdaya Alam di Kawasan Ekoiistem Hallmun. Ranglcuman Semiloka. Begor 2J Desember 2004. RMl-FKKM-Oep. Kehutanan-EU-FLB 71. Sproule, KW., AS. Suhandl. 1998. Gutdel!n~ fur Community-Based Eootoorism Programs. Lessons From Indonesia. Dal.am Lindberg, K., M.E. Wood, D. Eugledrum (editor). 1998. Ecotourism: A Guide for Planners and Managers. Volume 2. North Bennington, Vermo111: The Ecotoudsm Society. Halaman 215·236. 72. Suhaeri. 1994. PeJl8embongan
Kelcmbagaan
Taman Nasicual Gunuog
Halimun [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, lnstitut Pertanian Bogor. 73. Subvyono, D. 2007. Dilema, Meng11ma11kan Hubin: Konservasi TNGHS Wilayah Sukabumi Catabln Lapaogan StafLSM LATIN. 74. Susmianto, A, EKSH. Muotasib, Sunaryo, R Joy, H.R. Putero, I. Kadar [Tim perumus]. 1999. Rumusan Hasil Workshop Pengembangan Wisata Alam lNGH. Di dalam Proceedings WOJ'kshop on Ecotourism Development BegorCaringin, 9-IOMarch 1999. Bogor: LIPI-JICA-PHPA Halaman 1·7. 75. Susmianto, A. 1999. Potensi du Peluang Uiiaha Wisat.a AlalO di TNGH. Di dalam Proceedings Workshop on Ecotourism Development BogerCaringin, 9-IOMarch 1999. Begor: LIPI-JICA-PHPA. Halaman3S-45. 76. SUWV110, A. 2003. Narasi Kegiatao Lapangao April 2003. Sukabumi : LSM LATIN
77. Takub.uhi, S. 1998. Integrating Field-based R.e$earch and Community-based Ecotourism: Case Study of the Management of the Research Station in Ounuflgfialimuo National Part, West Java. dalam Horiuchi, H, Y. Sakuma
[editor].
19QR Research and Conservation of Biodiversity in Indonesia
Volume ID: Information System and Parle Management ofGunung Hali.mun National Park. Boger: LIPI-IlCA-PHP A. Halaman 132-144. 78. Tim Peneliti Pusat Kemasyarakatan dan Kebudayaan. 2001. Studi Kebidupan Sosial Budaya dan Lingkungan Komunitas Adat Terpeneil (KAT) di Provinsi Jawa Barat. Executive Summary. Bandung: Lembaga Penelitian UNPAD dan Dinas Sosial Proviasi Jawa Barat. 79. Triono, T., N. Keiji, G.N.S. Mulcahy, 0. Seiji, A Mu.zakkir, A Supriatna, Sopian. 2002. A Guide to Cikaniki-Citalabab Looptrail Gunung Halimun National Parle, West Java, lndoDe$ia. Sudatmad~ Abdurrozak, Wida.da, E. Wahyuningsih, G N.S. Mulcahy, K. Hiroshi, dan 0. Seiji [editor). Kabandungan: BCP-ITCA. 80. V1111 der Hoop, ANJT. 1932 Megalitics Remains in South Sumatra. Netherland: W.J Thieme & Cie, Zutphen. 81 [WGT] WorldngGroup Tenure. 2003. Ca.tat.an Proses. Diskusi Studi Kasus I: Peduasan TNGHS dan Implikasinya terhadap Pemanfaatan Tauah-tanah Desa di sekitamya. Proceeding Roundtable Discussion I Pendalaman Kasus-kasus Teourial di Kawesan Hutan. Boger, 7 Oktober 2003. Kerjasama. WGTFKKM-Watala-TC.RAF-NRM-FF-Yayasau Kemala-Deputemen Kehutamn 82. Widada, S. Mulyat~ H. Kobayashi. 2003. Strategi dan Program Peodidikan Lingkungan di TNGH. Wbhrya Pengembangan Model Pengelolaan Taman Nasional Ounuog lfaliDlllO, Hotel Kinasih, Caringin - Bogor l l!-19 Fellruari, 200l. Dept . .Kenutanan dan BCP, HCA. 83. Widada. 2004. Nilai Manfilat Elronomi dan t>emanfaatan Taman Nasional Ounung Halimun bagi Masyarakat [disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian lk>gor. 84. Wijaya, H. 2007. Kondisi, Potensi clan Kendala Peuge.mbang;m Ekowisata di TNGHS. Counterpart GHSNP-MP. Makalah dipresentasikaa pada acara Diskusi dan Koordinasi Penyusunaa R.cDl:mia Strategi dan Aksi Pengembangan Ekowisata TNG.HS, Bogor, 14 Februari 2007. Acara ini diselcnggarabn oleh BTNGHS dan IlCA.
Lampiran 3 Daftar Peraturan perundangan dan kcbijakan terkait' Und•ng-ond•ng
l. UU No.5 Tahun 1967 wmmg Kctcntuan-ketentuan Pokok. Kehubnan 2. UU No. S Talwn 199-0 ten13og Konservasi Keanelcamgunan Sumberdaya Hayati 3
bersena ~kasistcmnya UU No. 9 Tuh1m 1990 tentang Kepariwisata.an
4. UU No S T ahun 1990 te.nrang Benda Cagar Budaya UU No. 24 Tahun1992 tentang Penataan Ruang 6 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pcngclolaan Lingkungan Hidup 7 UU No 41Tahun19':19 tentang Kelmtman 8. UU No. 34 Tahtm 2000 teotaQg Perubahan atzis l'U No. 18/1997 tcntang Pajak dan Reiribusi Dae/llh 9. IJH No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 3/1995 tentang Pcrubahan atas UU No. 32 Tahun 2004 5.
Pcraturan Pc:mcriotah!KepulW!ln l'residen/lostruk!i frW!len 10. PP No. 33 Tahun 1970 tentang Pereacanaan Hutan 11. PP No. 28 Talum 19&5 toomng Pcdinchmpo Hutan 12. K.eppres No. 32 Tahun 1990 tcotang Pcngelolaan Kawasan Llndung 13. PP No. 10 Tabun 1993 Pelaksanaan Undan.g Undang No. S Tabuo 1992 tentang Benda Capt Budaya 14. Keputusan ~dM No. 7S Tahuo 1993. Koordinas.i Peogelolaan Tata Ruaog Nasional 1.s. PP No. 18 Tahun 1994 tent.ans Pemgusah.a.an Pariwisata Alam 16. Keputusan Prcsiden No. 22 Tahun 1995 tcnlallg · Pembenluka.o Tim Petl8)'manan Hu1a11 Terpadu 17. PP No. 67 Tahun 1996 lealallg P1111Y11I~ Kcpariwisa!aan 18. PP No. 69 Talnui 1996 tcnwig Panisipasi Mtiyarakat Dalam Pe:natwi Ruaug 19. PP No. 4 7 Talrun 1997 tenlang Reaca.m Tata Ruang Wilayth Nasional 20. rr No. 68 Ta.bun 1998 ienung Kawuao Suaka Alam dan KawlSall. Peleswian Alam 21. PP No. 61. Tahun 1998 tentang Penyenhan Sebagian Urusau. Pernerintabao D1 Bidang Kehutwan Kepada Duerah 22. Kqipn:& No. 111 Tahun 1999 tealaog Pembinaan Kesejahr.eraan S-Osial Komunitas Ada! Terpeocil 23. PP No. 25 Tahun 2000 tellWlg Kewcmangao Pem.criutah dan Keweoa.ogan Provinsi sebegai Dacrah OIDnom 24. PP No. 54 Talwn 2000. Lcmbaga Peoyedla lua Pelayaoan Peuyelesaian Sengketa
Linglcungan Hidup Di Lear Peogadilan 25. Keppres No. 102 Tahu.a 2001 tcotaog : Kedudu.law, Tugas, FUll!Jsi. Ke\\~ Susunan org.anisasj, dan Tata Keija Dcpar!emen 26 PP No 44 Tabon 2004 teutal1g P~ Kehutanau 27. PP No. 3 Tahun 2005 tcntang Perubahan atas UU No. 32 Tabun 2004 lentang Pemerilllahan Daerah 28. INPRES No.16 Tahwr 2005 teutang Kd>ijakan Pembaltgwian Kebudayaao dan
Pariwisata 29. PP 6 Tahun 2007 teolao8 Tata Hn1ao dan Pcnyus11113U Reocaoan Pengelolaan Hutan Sc:Jta Pemanllwan Hirtan
1
3-bor Dtt>IM.1998, lle(>IDll JOOO; ll'll'IOK 2000; Idea 2000, N~ l007.
257
duo Safilri 2000 .. ki)mo2(1('4: BTirollll
258
Pcr1turan Menteri/SK Meot!;ri/KepMea
30. Kepmenhut No. 622/KYTS-IL'95tadallg Pedaman Hutan Kemasyanl
Hutan 3&. Kepmenhut 70/Kpts-llflOOI te1¢1f1g Peoct1p111 Kawasan Hutan, Perubahan Status dan FUDgSi Kav.33311 Hutan 39. KepmenSOI\ No. 06IPOOHUJ<J2002 ·~ Pcdoman Pebksanaan Pembcrdayaan Komunitas Adat T eipencil 40. Surat l:'.daraD Mellteri DalaJn Neaeri 12&2742/SJ/2002 te111ang Pcdoman Penetapan dan Peaega.san Batas Daerah 41. PenneoHut No. J9/Menhut·Il/l.004 lmtaogPcogelolaan Kolaborasi 42. Permendagri No. l/2006 tentang Ped< •11•n Jlenegasan Balas Daerah 43. Permenhut No. 5612006 teotaIJg Pedomao Zomsi Tamaq Nasional
PEDQMAN 44. Departemen Kehutanan (Depbut]. 1998. Bub Petuajuk Pariwisata Alam di HuWI Lindung, T aman Buru dan Suab Margasalwa. Bogar: Di.reklorat Bina Ka..·asan Pelcstarian Alam, Direlaonu kadcnl PerliN1nngan HUian dao Pelestarian Alam, Dephat. 45. Ocpartemen Kehur.anan (Dephut). 2001. Kriteria dan Srandar: Sarana dao Prasarana Peognsahaan Pariwisata Alam. Bogor: DiRklml: Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa I ingk11ngan, Duekmr:tt Jenderal PerGndongpn Hulan clan Pdswian Alam, Depb.rt. %. Dqianemen Sosial. 2003. Pedornan Kerja Petups I apa~n
(Perxlamping Scsial)
Pemberdayaan Komunitas Ada Teipeacil. Jakarla: Direktorat Pemberdayaan Kom~ Ad.lt Terpenci1, Dirjen Pembcrday3aa Sosial,Departemcn Sosial. 4 7. Kantor Memeri Negara Kdmdayaan clan Pariwisata. 2004. R eocana Strategis Ekowisaia Nasional Selartjakntrini S, Lq<Jb NlC (Ed). Jakarla· Kantor Mtttteri Negara Kebuda~'Ull dan Puiwisata TNGH5;
48. Kepmeohut Nomor : 282/Kpts-11192 Tc:lllang Perubaban Funpi Dan Penunjukan Cagai- Alam Gunwig Halimun Yang Terletal: Di Kabupaten Daerah Tiogkat Ii Bogor Dan ~ Ilerah Tingbt D Lebak Provinsi Tinglcat I Jawa Barat Seluas :1: 40.000 (Empat Puluh Ribu) Heldar Menjadi Tlllllllll. Nasional Dcngao Nama Taman Nasional Oummg HaHmnn 49. Keiji N, editor. 200 I . Eco1ourlsM Action Plan of Gunvng Halirmm National Park. Biodiveisity ~onProject-IlCA 50. [BTNGH] Balai T aman Nasiaoal Owmng }lalirn11 a 2000a. JI encana Pengt-lolaan TMlan Nasioaal Gunung HaJimun 2000-2024 : Buku I Rencana Kcgiawl
2S9
Pengelolaan.Kabandungan:
Balai TNGH,
Direlctorat Jenderal
Perlindungan
dan
Koiiscrvasi Alam, Dcpartcmen KehUlallan dan Perkc:bWJan. SI. (BTNGH) Balai Taman Nasional Guoung Halimun. 2000b. RCD:311a Peagelolaan Ta.m3D Nasional Gummg Halinwn 2000-2024 : Buku Il Data Umum dan Proyeksi Aoalisis. Kabandungan: Balai TNGH, Dire.ltorat Jeoderal Pedindungu dan KollSernlSI Alam, Dep:ut.emen Kehutanan dan Pcdreburum. 52. LBTNOHJ Balm Taman Nasioml Gunung Halimun. 2000c. Reocana Pqelolaan Tanian Nasiooal Gunung Halimun 2000..2024 : Buk:u III Reacana Umum Tata RWU1g.KabaDd11ngan: Balai TNGH, Direktoral Jmderal Perli.ndungan dan Koascrvasi Alam, Dcpartemen Kchutanan dan Perkebunan. 53. Kepmcnhut No. l?S/2003 tClllm!8 Pemmjubn Kawasan Ta.man ~asioual Ounung Halimun Dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutaa Sel1111S ± 113.357 Hcktar Di Pro\insi Jawa Barat Dan Proviosi Bazlten Menja.di Taman Nasiooal Gwtung Halimun-Salak PERDA PROVINS! JAWA BAR.AT S4. Perda Provinsi Daerab Tingli:at I Jawa Barat No 2 /1996 temang Pcnselolaan Kawasan LindW1g D1 Provinsi I>.ierub Tingkat I Jav;a &Jlll 55. Penh Provilisi Daerah Tmgkat I Jawa Baral No.32f.ZOOO tcotang Pedoman Pengendalian Danipalc l.iJ18kungan Hi®p dan Penyelesaian Sen8keta 1-inglmngan Hidup di luarP~lan 56. Perda Prm1insi Jawa Baral No. 1912001 tentang PC!1gu111san Hutm S7. Penta Pro•imi Jav.;i Bar.it No. 212003 tcntang Rcncana TllQ Ruang Wilayah Provimi JawaBarat
58. Penta Provinsi Daerah Tinsbt I Jawa Bat11t No. 48/2006 tentang RmcaDll lnduk Pengembangao .Pariwilsula C>4elah (RIPDA) Prow1Si 1awa Barat KABUPATEN BQGOR S9. Perda Kabllpateo .8ogllf" No. 212000 tmtang Pcmba1tuk•n, Penshap™ dan Penggabungan Desa 60. Penb Kabupau:u Bogor No. 312000 1en1a1g Pedoman OrganiSllli dan Tata Kerja Pemerio!aban Desa 61. Penta Kabupaten DogoJ No. 412000 leatang &dan Pen\-alcilan Desa daJI Ta.ta Cara Pembenrubnnya
62. Penta Kabupden Bogoc No. 712000 mttang Peraturm Desa 63. Pc:nh Kabupaten Bogor No.812000 tcotang Sumber l'allfaparz Desa 64. Perda Kabupater\ llogtt Ko. 17/2000 t=lallg R.encana Tata Ruang Wilayah Xabupatm Bogor 65. Perda Kabvpar.en Bogar No.22/2<JOO witang Kerjasama antar .Desa K.ABll'ATEN SUKABI1MI 66. RMran• Tata Ruang Wilayah Kabup111m Sulcabmni 2006-2010 (Draft Lap. Akbir). 67. Rencana Pcmballgunan Jang"ka Meoengah Kabupaten Sulcabtuui (RPJM) 2006-2010
PERDAPROYJNSI BANJEN 68 UU No. 2312000 lentuig Pembeolukan Pnwinsi Baoten 69. Perda No. 3612002 tentang Renoam Tm Ruang Wilayah l'r<>vinsi Bamen 70. hocanaPcmbaagunanJangb Menet1gah Provinsi Banten {RPJM) 2007·2012
KABJJPAT.EN LEBAK 71. Perda No. 13/1996 tenting Rencana Tara Ruang Wila:yab Kabupaten Lebak
Lampiren 4 Daftar dokumen untuk analisis elcowisata
1. [BTNGH] Dalai Taman Nasional Gunung Halimuo. 2000a. Rencana
Peogelolaan Tainan Nasional Gunung Halimun 2000-2024 . Buku I Rencana Kegiatan Peogelolaan. Kabandungao: Balai TNGH, Direlctorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam, Departemen Kchutanan dan Perkebunan. 2. [BTNGHJ Balai Taman Nasional Gunung Halimun.2000b Reneana Peogelolaao Taman Nasional Guoung llalimun 2000-2024 : Bulru II Data Umum dan Proyeksi Analisis. Kabandungan: Balai TNGll, Direktorat Jenderal Perlindungan den Konservasi Alam, Departemen Kehutanao dan PerlcebunAn. 3. [BTNOH] Balai Taman Nasional Gunung Hallmon 2000c Rencana Pengelolaao Taman Nasional Guru.mg Halimun 2000-2024 : Buku HI Rencana Umum Tata Ruang. Kabanduogan. Balai TNGH. Direktorat Jenderal Perlind11Dgan dtlD Konservasi Alam, Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 4. [BTNGHJ Balai Taman Nasional Gunung HaJimun. (tanpa Wtun]. Upaya Pcngelolaao Taman Nasional Ounuug Halimun. Kabanduogao: kerjasama Bala.i TNOfl Direlctorat Jenderal Perlinduogan dan Konservasi Alam, Depa.rtemen Kehulanan clan Perkebunan dengao JlCA. 5. [BTNGHJ Balai Taman Nasional 0ulll1Dg Hallmuo. (toopo tahun). Taman Nasional Gunung Halimun Kabandungan: kcrjasama Balai TNGH, Direktorat Jenderal Perlindungan clan Konservasi Afam. Dcpartemen I<ehutanan clan Perbbunan dengan nCA. 6. [BTNOHj Bala.i Taman Nasional Gu.oung Haliwun. 2005. T111JJan Nasional Uunung Halimun Salak. Kabandungan: Babi TNGH, Direlctorat Jenderal Per!indWlgan dan Konservasi Alam, Depanemen Kehutanan dan Perkebunan 7. [RTNGHS) Balai Taman Nasional Gunung Halimun-Salalc. 2007. Rencana Pengelolaan T8111311 Nasional Guuung Halimun-Salat 2007-2026 : .Ringk:uan. Balai ~GHS, Direktorat Jenderal Perlindungan Alam clan Konservasi Alam, Depanemeo Kehutanao. Dipresentuikan pada konsultasi publik tanggal 21 Februari 2007 di Hotel Brajamustika Bogor. 8. ILIPIJ Letnbaga llmu Pengel8hoan Indonesia. [tanpa talnm]. Visitor lnfOfllllltion of Ciklllliki Research Station in Gunwig Halimun National Park. JakArta:kerjawna 13irQ T<etjasama IPTEK, UPI derigan BTNGR-BCA 9. AmbinlKi, M. 2003 Pengkajian Terhadap Strategi Promosi Kegiat.an Ekowisata di Taman Nasional Gunuog Halimun [tesis]. Begor: Program PllSCllSllrjana, lnstitut Penanian Begor. 10. Dedi, R., Andianto. 2003. Ecotourism Guidebook Ounung Halimun National Park: Ciptarasa Village. Sctyono, D., K. Hiroshi, A Muz:akir, S. Ozawa, T. Har1ono, G. Mulcahy (editors} Sukabumi: kerjasama BTNGH clan YEH. 11. Hartono, T. 200S. Uitatao Proses Pskembangan Aktivitas Wisata Alam di TNGH. Bogor: YayllMll Ek:owisata Halimun 12. Hartono, T. 1999. Ringlcasao Peogalaman Pengembaogan Bkowisata Berbasis Masyankat Lokal, Taman Nasional Gunuog Halimuo, Jawa Barat. dalam Sudarto, G. 1999. Ekowisata: Wahaoa Pelestariao Alam, Pengcmba~an
260
261
Ekonorni Berkelanjutan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bekasi: Yayasan Kalpataru Bahari. Hal 78-84. 13. Hasibuan, G.S. 2003. Pengembanga11 Ekowi&:ita di TNGH. Lokakarya Pengembangan Model Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halinnm, Hotel Kinasib, Caringin - Bogor 18-19 Fcbruari, 2003. Departemen Kehutanan dan BCP, JICA. 14. Horiuchi, H 1997. Study ofEcotowism in Gununt1 Halimu11 Natiooal Park. Di dala.m Nijima, K. H. Horiuchi, N. Sukigara, K. Harada [editor). 1997. Research and Conservation of Biodiversity in Indonesia Volume I· General Review ofthe Projject. Bogor: LIPI.JICA-PHPA 15. Horiuchi, H. 1998 Study ofEcoomrism in Gunung Halimun National Park-2. Di dalam Horiuchi, H, Y. Sakuma [editor], 1998. Research and Conservarion of Biodiversity in Indonesia Volume ill: lnformation System and Parle Management ofGunung Halimun National Park. Bogor: LIPI-HCA-PHPA J(j. Horiuchi, H 1999. Devel1>ping an Action Plan for Eco-tourism in Gunung Hallimun National Park by nCA Project. Di dslarn Proceedings Workshop on Ecotourism Development Bogor-Caringin, 9-10 March 1999. Bogor: LIPIIlCA-PIIPA. 17. Joy, R. 1999. St~ PengembanganKegiatan/Usaha Wisat.t Alam Berbasis Masyarakat LuQJ di Taman Nasional Gunung Halimun. Di dalam Proceedings Workshop on &:otowism Developmem Bogor-Caringin, 9-10 March 1999. Boger: LIPI-IlCA-PHPA 18 Keiji, N., 0. Seiji, Sudarmadji, Abdurroz.ak, PJ. Manikam, Widada, L.W. Muslibat, GS. Hasibuan, E. Wabyuoingsih, D Purwanto dan Glen 2001. Ecotourism Action Plan ofGunung Halimun National Park Keiji, N. [editor). Boger' Biodiversity Conservation Project-Jap8ll International Cooperation A8ency (BCP-JICA). 19. Kepa!a Bappeda Dati I Jawa Rarat. 199Q. Peranan Pemerintah Daerah dalam Mendukung Pcagembangan Wisat.a Alam di 'INGH. Di dalam Proceedings Workshop on Ecotoerism Development Bogor-Caringin, 9-10 March 1999. Bogor. LIPI-nCA-PHPA.Halaman 65-74 20. Kepala Dinas Pariwisata Dali I Jawa BasaL 1999. Peraoan Dinas Pariwisata dalam Mendukung
Pengembangan
Wisata Alam. Di dalam Proceedings
Workshop on Ecotourism Development Bogor-Caringin, 9-10 March 1999. Bogor· LIPI-IlCA.·PHPA. Halaman 75-80 21. Naibaho, HA. 2002. Srudi Perilaku Pcngunjung Dalain Kegiat.an Ekowisa1.1 di Teman Nasional Gunung Halim•m [sbipsi]. Bogor: Jurusart Konservasi Sumberdaya Hutan, Falcultas Kchutlman, Instinn Pmanian Bogor. 22. Nalcashima, K. 2000. Eootoorism Action Plan in TNGH. Makalah dalam Lokakacya Peqgembmgan Eoo!O'wism di Taman Nasiooal. Hotel Safari Garden, Cisarua, Boger 1-2 Nopembec2000. Bogor: P.HPA-JICA. 23. Nugraheni, E. 2002. Sistem Pengdol&an Ekowisata Berbasis Masyarakat di Taman Nasional : Studi l<4SIJs Tamm Nasional Ounung Halimun. Boger: Program Pascasarjana, Iostirut Pen:aoian Begor. 24. Ozawa, S. A. MnzA[ddr, A Rmaq, G.S. Hasibuan, Kuswandooo. 2003 Kegiatan Ekowisata di 1NGH (Proyek Konservasi Keanelcaragaman Hayati). Lokakarya Pengembangan Model Pensdolaan T8lllUI Nasional Gunung
262
Halimun, Hotel Kinasih, Cariagin - Bogor 18-19 Februari, 2003. Departemen Kehutanao dan BCP, IlCA. 25. Ozawa, S., A Muzakir, A. Rozaq, G.S. Hasibuaa, Kuswandono, Widada. 2002. Ecotourism in Gum.mg Hafomm National Park Di dalam Research and Conservation of Biodiversity in Indonesia Volume Xll. balaman 73-84.
Begor: LIPl-IlCA-PHPA 26. Purwanto, D., M. Pakpahan, N. Keiji, A Mujalir. 2001. Bcorourism Guide Boole Gunung Halimun National Put: Leuwijamang Village. Sudannadi, Abdurrozak, PJ Manikam, Widada, E. Wahyuningsih, K. Hiroshi, dan 0. Seiji [editor]. Kabaodungan: BCP-IlCA. 27. Purwanto, D. 2007. Aktualisasi Ekowisata Berbasis Masyarakat di TNGHS. Begor: Yayasan Ekowisata Halimuo (YEH). Makalah dipresentasikao p:ida
acara Diskusi dan Koordinasi Peoyusunan Rencana Strategi. dan Aksi Pengembangan Ekowisata TNGHS, Bogor, 14 Februari 2007 Acara ini diselenggarakan oleh BINGHS dan JICA 28. Putro, HR. 1999. Institution and Partnership in the Deevelopmeut of Ecotourism in Halimun National Park. Di dalam Proceedings Workshop on Ecorourism Development Bogor-Caringin, 9-10 March 1999. Bogor: LIPI-
JICA-PHPA 29. Saigawa, K. 1998. Report on Study ofEco-towism Deve\opmem in Gunung Halimun N ationa.l Park. Di dalam Horiuchi, H, Y. Sakuma [editor]. 1998. Research and ConsefVation of Biodiversity in Indonesia Volume ID. Information System and Park Management of Gunung Halimun National Park. Bogor: LIPI-TICA-PHPA 30 Saparjadi, K (Dircktur BKPA). 1999. Kebijakan dan Stratcgi Pengcmbangan Kegiatan Usaha Wi sata AJam. Di dalam Proceedings Worhhop on Ec«ourism Develoament Bogor-Caringin, 9-10 March 1999. Bogor: LIPl-
IlCA-PHPA 31. Sctyono, D. 2006. Perlcembangan Eltowisata di TNOHS. Mllluil!lh yang di presentasi dalam acara saresehin ekowisa!A di Hotel Semeru, 7 Febnwi 2006.
32. Sproule, KW., AS. Suhandi 1998. Guidelines for C-Ommunic~Based Ecotourism Programs: Lessons From Indonesia, Di dalam Lindberg, K., M.E. Wood, D. Ellgledrum (editors). 1998. Ecotollrism: A Guide for Planners and l\olaNgefs. Volume 2. North BenniDSton, Vermont: TheEcotourism Society. 33. Sus.mimto, A., EKSH. Mwnub, Swmyo, R Joy, H.R. Putero, I. Kadar [tim penllllllllj. 1999. Rwnusan Basil Workahop Pengembangan Wisata Alam TNGll Di dalam Proceedings Works.bop on F.rotourism Development BogorCaringin, 9-10 March 1999. Bogor. LIPJ-nCA-PIIPA 34. Suamianto, A. 1999. Potensi dan Peluang Usaha Wi981a Alam di TNGH Di dalam Proceedings Worbbop on Ecotourism Development BegorCaringin, 9-10 Man:h 1999. Bogor: UPI-HCA-PHPA 35. T•kasbubi, S. 1998. Integrlliiog Fteld-bmed Research and Community-based Bcorourism: Case Study of the Management of the Re9ea1ch Station in Owrung Halimun National Park, West Java. Di dalam Horiuchi, H, Y. Sakuma [editor]. 1998. Research and Conservation of Biodiversity in Indonesia Volume ill: Infurmation System and .Park Management of Gunung
Halimun Natio11.11 Park. Begor: LIPI-IlCA-PHPA
263
36. Triono, T., N. Keiji, G.N.S. Mulcahy, 0. Seiji, A. Muzaklcir, A. Supriatna, Sopian. 2002. A Guide to Cilamiki-Otal.thab Looptrail Guru.mg Halimun National Park, West Java, Indonesia Sudaroiadi, Abdurrozak, Widada, E. Wi!hyuningsih, G.N.S. Mulcahy, K.. Hiroshi, 0. Seiji [editorJ. .Kabandungan: BCP-JICA. 37. \Yidada. 2004. Nilai Mantaat Ekonomi dan Pemanfllllt.an Taman Nasional Gunung Hali mun bagi Masyarakat [ discrtasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bog or. 38. Wijaya, H. 2007. Kondisi, Poteosi dan Kendala Pengembangan Ekowisata di TNGHS. Couoterpart GHSNP-MP. Mablah dipresentasikan pada acara Diskusi dan Koordinasi PenyuliUIWI Rencana Suategi dan Alesi Pengembangan Ekowisata TNGHS, Bogor, 14 Februari 2007. Acara ini diselenggarahn oleh BTNGHS dan JICA
Lampiran 5 Analisis kebijakan proses penetapan KODEDATA
RATER
taman
nasional
..............-...... I
2
mengenal' :
I AJ)llbh )lCl3IUl3n perundangan iai ma!~
a. Jnvencmsas; bldan b. l'engllbhm bwasan hulan:
3
- --
(l)Punmjiilan ll) Petwaall Batis (3)PtQlCla,;lll
-· ..
(4) Penetapao 2 . .Apabh pmn ~cler
bcrilmt ini dialurclalam pcrablnUl pcn1Dda~a.11i.ui?
a. J>cmeriolahPusat b. ~.Provinsi
-
c. PemerintalJ Kabvpatm d. Ke<:amaran dan.O.....
c.~
.
....
f. Stakebo!der lllineya 3. Jik.i ya, $dil11kan peno stlkeholdet berikd ioi: a. P~l'llsal b. Pemcritttah Pnwi~sf c. PemeriolahXabupatm d. Kt:camamiidan Oesa e. Masy.irakat t. Stakeholderbiniiya
..
-·P
ko-
•>"'
mY
""';rd:oi-.. """''"!;...; -klu
-Botu
.,..,...,_.undo
"..vpok""""'......_
11.
p..,""""" adolah ..... -·bpo.um -.... .,.,,_. "'3l. d&D .......... ... .-~....w..i. .. ~.t..c..pL&......,-moajadob.wua-lOl'()4-~l.tC111
32J](pM)J2001)
'°'""""""'daambaJ100&alli<>lqima _.,.._hillmdalom Bil> m PaAI 9UUNo.SllWJ~1(Pr.ik.ok.Keb·«"'tndan.Elb m haal 10 uu No. 41/1!199 katan.JKoh'""',.
264
\.U.yah
l
I
~
I
~
i := ~ ~
~~.
.. :~ j J
·a
~
§
:!i!
ti
!
·~
fi .. ,a i
J.I M
M
-i~ .r1 a
I-·cl J
.J
~-aj
a
·r I I I 1 ~1
I
u :f:l.1 1. ~ f I i It u ~I 1 I·~-! .. t :
~!Ji 5 r I c
j
J I
8
:
~
~
Ifs
~J
~
i.1 s !I ·~ ·s·s
•l:I
I
~ ~
o~
.... ~ 11.s
~
-(
N
1l:l "
1 ·~ 1<
~~
~
~u
..,;
i:i;,J! it .s ....;
A<
.., .d
;
g
~ .3 "='
~·$
!I ..
i!! I· ~ a: Si ·st~ ......... .:.! .... s
. I
' ~ ~ ~
~f.~
1~
f;
~i~
~ti
Jt I:~ I '"' (! E ~
;N I
....
'
~
'!;!
~
~ .(
~
JI.,
·a
j!~1
I
-
!..
i
~
§
~
l'i
. !-'
' 01>:
a1
I ·1 I f ~1 .a I 11·~ i
~
1a ~
::r ~
m
·1
I1
~
i ~
0
! j .f ~
ii=
j
1
.; :
~!
s
!j;j f ;
ii!
~
.iill ~
~;~
~ ~
.E
J i!i I
J ..
e
~~
~
6
~
.<[
~
} :i
~
.b ti .,,; d
~l
..
l ·1 }jJI t ·1 J .I f I ., 1 i i Jie ~
.a
1
.., ~
ti -d .;
~
-!
~ ~
..... ~ .d
....
!t
l ... J ~
~: :::- IS. . .
'
:!
1~
ff ~
ii!~
=.
e
li:il -
~
.,
.
-11 i... ..::
i
~
u ..,;
.i
~f
~
""
·~
~
• E!! r;:
I
...
.j
"" ...;
'
If
II J I t lJ .a
~
.5
-9 l }.l3 ·! l .§
a.; ,s;
.....
..;
I
t
t
!
~ ~ ~
!:! >: ~
~
8 >! --
-~
I I j I
~
:i:
i
~
I
I j .! i ~
~
fJj
'3
B.
J 'G j j ~
.;
"" o! ...
Q
J...
s 'i ~ 4l
i
!
!
I
s
i
i
j
j
'<:!
1-
s iS
'
e
j ~
~
;
j
~ ~
i
·~
!
1
~
i i'
a
i:
.;..
~ ~
«I
z;
·I l si ~
~
c .0
ori
.; .,; Q
~
•
~
.....
~
~
~~
ti ..i
~
§
<(
J Il
.§
I ~
·i jII
I lj
-~
a 1 j~J j l i-... ~i .... .. j if . . -i i
~
~
i
j_ -=j
~-;;
~ !. ]! Oil
~i vi
[..
.ii
!i
,,., ~
I
'
I
§
~ ~ !
~
i
~
~ ~
i
f~ I
~ ~
m ~
Jta
., I ~
i ~
i=
I
1
u~
~
~
i
~
I!.
I~
[ 1g I
! ;s
1!.3
1·
'.j
~
~ ~ Q.o
~ ~
~ ~~
~
ci)
<.i ...
-
....;
~
!
j "'"'~
!!l
I
1
1 l·
~
·i
~ ~
j ·1
i !jj l l
ft ...
J
<>
....
~ ~ ~ .;
.,I
~ li!
·a
j
·}
~J I J ti :1...
Ji .; i j'il l ~·~ ] li jt J~ j ,.. ....£ j.. &:.. ... ;;:.. ..,; ~Q ·~ ~
~
~
j
i
d ,Q ti ..:i .;
2
~
j
I !i ., i J·i IJ ·~11 i t I Jc~ .B
I3
fi
j
ij
-
f_
J ~
M
·- .!l
!f
·-
;
;
!
~ ..
I
~
1!i
~ ~
.., ll !J ::·§ :a
u.l ~
~
~:t
HI ji ....; 51
~
§
~
!
~
.i ~
g
!
!-<
~
-
...~
-!
"'
3 ·ii; -i
~
m Q
j ..
... "' dll... "'o'd ...
~ .Q'dll
.t .. ~
~'
~
i
j I it ..0
~
~
~
;;
ft J ~
i
l>o :..
! ..
IC
~ ~
~
i 1:
~ ~
..c:i .; ~
"2'
i-
..: I
g
"5' Fi ~
~
"'
"'
lilm
-e
j
~
:>
i
'
'
l
I l Jj Is .. .. . .. l .I
.I
~
"'
·a
'
Oii
.c ...; ...:, .:.ii .... a
~
Iii
..
i
l~-
~
!ii
t
~
~
;a
j
:a]
"" ,!: " .D
~ ~ u 'a <> ..0 4. ~~ dll _,,,
j
~
!t:
.; ..; .;
~
...
1f
~~
oO
.i:::::I • ..:
Jii!
i:i
r-a'i~
...dll
.... ... ...;
El
I ~
I >. I
~
!
i
'
8 >=
.,
.....
19
.ll
-~
ti I ~
~
~ ~ ~
J
i
I
f I i l l f -J ... .. " ;i
~
Q;
~
~
.
~
~ ~
!
~
;g
j j
'a'
Q
·I
~§ l
·I:a ...
ti
·I
8.
..;
""'.s
i
~i
~ ~~
~
.8 ~
Q
.;j
,;
.0
~
I
I
i
:::
~ ~
.
'""
oi .o:i 0
1 i Q
j
~
"'
'
-~
~
M _.
I
. Ii
<-
I ~.1
i
~~
u
r
·1 ~ .... e 1.j .~
j~
i
;t
~ ~
~
~~
I li i
t.
J
'ii
~
~
~
~
j.,
.!
ti t t; 1·· .! ;11 i 1 t1 i ! u i IJ I ~) I .. ~ ~.i . o~i !i !I ~
~
I ~i 1:Ji
~·i 15i
i
!
~
I I l.!
~
;
I
ir1
i
I
!!2 i--
§::
;
:
1:~ 8~ 6
.:
.aii
..
~
'O
:I
~
Ji i1·i"fl
·1 i1
·1
1·;
~
j]
~ .;
~
""'
;e
11i·li
~
§
:
-~
~
~
,.; ti
:a
t
j ~J
i
i
JI "' "' u<}'" ~ ~
~ ~
.;
0
~ !!
!""'
!1
...i
l'!
~
1-S - j
~
!§'
~J:
:aii=
1;
...
i[
:1
:>
':
....~ -
..
~
' l ti ~1 Iil !.IIt ~~
ti ::. ti~ >! ti ! ... ::i ~
~
:a I I(f
3a
I
~
~
l
~
-~
l1lil
·111 ill
·1-1 ii
i
f~ i·i;o
j
>?
~
of .&l
<$
I
~g··i 8.l .... &: ~~. I .
-.!ii
j·1 "' ~-1 .;
u . ..,
~111
~
~!Ji
j ff ~
j
~Jli ~!J}
lhfl ~~!Mi
j 11 ~
I
J 11~ tj jllJ .: j If j;I J1i 1 l~~r iit1 J 1!¢ JJl1 1ili-~1 J11J JI1 j JJ?f Jfll·. ~Ii .,,
! 1~ Jl1 i!f .a
8.g
j
.:l~~~
l~iJ1iJ I..
~!
·a I!§
.:: 1
illi Jilt:
i1H
;in
~
~
...
::i: ~ ;; :i v
-!!! "t
~ ;b ~ !'.!
~~
-i< ~
...l'.l ~
1J1
.... N
-~
i
1.
!'
5Ajl
i
t ii
"
1
1j
1
~JjJ 1~ 1§'~
~AJ} .!~r1j~ ie ~
'
J3j1J
j
{j
}
I
"i
••
~
e-
§
rJI; l ~~ "~ 111 .::u~j ~-ijij .!1lt~ li i~~J l1j·l t§11 jit !~1. jt Ji i J -
-e
~~ 1
§~11~
"'
i
I
~lij! 3 ..
~ ~
:;.,.
!
J~!fi jl~-l
11 ~111t ~ 111 ~~ JJIJ! i:J le ~~ J ..1 o ..
I...
•
'
:2
Jl]
~
·;
~ill 3
j!
1!
..
"'.:!
~
i
..
i~ -o~
i ~~ Ii
:c so
~
li
I
...,.
•
~
!
~ ~ ~
'S
~
R
..,
~
~
~
2l
~
a
i
il tl!. I~
~~
e...,
~
=
g
I j
i' ~ 6
l•
~~
JJ 1~ ~1 i <S ~~
&\
- ~!a ~
!il
!"
.i
1iJ 51ji
1
I ft
ill ]ui 1r·· ~ ~:el~
;fu
~~
<
If~
il1fl
~~~J ~~! 3"' :;
j .. ~
i-9
.=
e
~~'
!JJ g
:~
11~ J
~il]
1 S£js·aj
'i_j
I!~ ! Ji•lii};
~ii} ! "
~ {t ,il. ::
aJ ~ l1i€,
1! 1JijflII· t .. !!l ia !~JI~ 11-a ~~~ ~ ~E ~~
i .:~ • "'· 11! JJf ESJ~lf J~ 1.e ltv.B'.a:: 3.
~~-3
l~
1
il Ii'!.~
"'~
...
I a:
.l !~ .
l~1Jj~! ~11~ l ii~
}i~
0
~g
~~~Ir ~
ij~i ~ Jo• ~2 ~~~
"1f~J~"' !;g~ij~~
~
:\I ~
~ ~
~
;
~ -: ~
§
~ ~ ~
-
;:
2' .,,_ .•
~111
tJiJ~ J ti
iiJJ
J;: ~
jl--~
l(~J~ in~J~
~,11
flJ! <
~~,JH .j
J.!l;;
.a
jllli
fl
1li ·fJJ1
Jlfll 1Ja~J
~ .. !
~il iii!
iJll
!!H
~·jl
li11 ~~ .I ~g ,s1:t~ 1 ~ tts ~!1~ 6~118 I~ "l i~e Ju I:.: ! '1~ ~J!Ji~9 i ~ -I'- D Ji 'i'
1
i·i~
si!S
1Ji {!~~ ~ ;z:
J
.. -
. ~
1
,i:;
1Jtr a.11J~ ~i~i!~i s~ 1,1;2 ..I ~ j i.. lJli lj-S n 1.~~1~J1
-~
. ~ !i
t: ...
" Jle
Ii
*
il.]
ll:: ·~
"~
~
~
:!:
12&!~
!:? ?:
i:::
e
~
J
~
~ ~ !';
!dj
gJJ
~,11
1~11
j ~ I~!~~ 111i 1111~ fJ1 iJ1ll J-1! ·t u Jlii ~lli §"" . J~!11 ... fl .. i!J ~
--t
·j~
.{"'J ~: i~-9 .. ,3
j)fi il~i1l !., ~
·~~11 t!}i 11~~
i11J ~j j
[!Jf
~:l&1
j ~
jJ~j
3
fJlr1
iltl
'llil•!!J
~
j-Rl~ 5 ~
~
§:'(.
fill
... "".
]~
i;:;•
ljfl~!
!11~~~
~"l!fBj iilI JIJ
li ~
!::
i ~
~
g
.. N
~
~
.;,
!
8.~! i:
.. ~
2l
~
..
~1Ji i1JI
l
lf-ij 111~ IJ t-•ZJIi
jt
~'611111~ illJJ f ~ j
iljJ ~J
C\
I'-('I
!IJt a1JI 0
~
.
~Jii
~ijJ ~!
! •
h1H
1~cJi l~ 'l. ~
.. £
"".,
11iu
;;
·af ·~ '.! i~~i 1tli "!~ 1- ~ .., -:!
j ..
'"I
.; ii~
~
ifJ
l~l~
J1illi t~ i nf l'~iJ 1-3· ~ f :§I ~ll
~~JJ !
111
ll.j
e
!tfirs !~ ·i~i ~l~-~ ~ ~a
~
J
IJ~
i11ii ~-Q
§
r ·, l
.. ~ g 11 aftt_. .i ~ i .! ~ . r1 as~ ~ lj~~· ·s~1J .. s it el:fi;Jii
Jj ..-·
~~
E"
·-~
li~~
• i""
"'I';
..,
"' ~ :!:
!
f
.
~
-I
i
~1J1 iAJI
~1fl
~11
hru 3111
!~ ' CJ
~,. 1 jJ ~f1
11!
§i II i!:f 1 j i 1· j1-i ~Jt
~Aj}
!
§lit
1~·1 ti. Ji~ If ~ji .
~ t;ll
ii 1 I ·a
..
~
1f1.~ 6 i: Jii
~
ra
.
.a 5
.2
~
i l ~·j< !.a~ i ~ Jtf1jlJI] j~ ·~ jrJ ~ . 1i IJf -18~ j!-~J~ ~ttJ .Ii~ I ' ~l f -1a ';! • -3
4
~~~
"'~ i1gi1~ ~·-- ~~g
0 ... ~ j!: .iS "G ..
~
l :
t
!::
Q
...
8
J~
~
~
~
.
. .
t3 .
. i!i . . I
'
l>
..
!!A
~
l-
I---·····
... -',-~···.:° .. · ..
..
;
.
'
.. '.
.
~
~
!)-_1_.!
a·J~·I: '
. . : ' ·.. =
i
·:-
-e
li1fl
ll!H 1---1--+---+--+--
--
J It~·;~~
.i ·I
1----l--+----+------t---···
.
.: 9
·:~ ...
.
.
!
-
~
··..
! l 1fj '
• .
•
....
.l!I
bn ·~
1---+=-f~~-t--~~-
... . ..I .
',
.,·
··'J::, . ·.· .·~
...
.v- ,:~· . . . :,
l
....
::'.(
-
l
~I
e~ ~
11'§
...1.0
I
<'{
:::
I
J f'1
s
l
j
§m~
J"·i
j
J·a
~
ffi;,;
.......
~
~ lll
.5 r-
'ti
!-·jl .~·1it,J5 l~ sa ! 1t.f~
J
~
111
~
e-
1~i '1iJ
j
""'
.!
~
~ 0
"' ~
tl
~
a"'
~
§
~~~
llo<
Q.
..,;
!'
JJ111~
:g f;
.~
J"'
i
J ~
i
lh
0
~..:
j
-
s
~·
= ~j ! l"'a;a.=
~
..
-
-·
'--··
...<{....
~
Ill~ 0 JO. Cll
g;
"' al
,...,~.
:
~1 ~~
..,....
...<'{
-
-
~
j
~
.
...
-
l!I
I I ~J fl . ..
I B
I
·1
:....~ _ I .._ j ~ §J ~JJt~· J H~I i !j 11 r . J·t)IH:• til)!§
l
~
1~11 J ~,(
~
~
..
~
11 l.11]&
~
-
"'
<'{
I fJ f
j
rJ
....
<'{
~
~i!~
.
JJ ,..
N
J1.1~ if rJ 8
J
1..
I .3
'
~
. "'8' :;,
~
i !;;
'--··
.
j
j.. ...
1
i5
§
<.i
..;;
i ...·~ '.ic .i
.;
~iI ~.i~ ~!': ~~ ..i .; c
Ill
~!
e~ -
....
-t.
~
"' ~
::{ ....
-
~
~
~
fa
~
f I f ~ l !
-
·~
~ I
·•i_;J:!!! 1·14
1
8.
i!t.
r~ i I.I Hl~til ·i I fl. j r f ·•if Jiilnn l.S·i; ~ t[[1;1 j
~
I
~
U)
~
~
111 J ~
-·· ...
rJ
~
~
~
1
1!
:>..
"""
di~~
~
I :J
~
j
[I)
I!~ j ~IJ
Jl
.0 ~
v
I
iJI ~-
d'
5~
~
I;;
-.
J l :""~
~
I
f
~
~
"'
.
I '
-
::{
-
;:-.:
I ff f
;' I