Share

Banyak Bangun Proyek Besar, Negara Afrika 'Tersandera' Utang dari China?

Agregasi Senin 10 September 2018 07:42 WIB
https: img.okezone.com content 2018 09 10 320 1948339 banyak-bangun-proyek-besar-negara-afrika-tersandera-utang-dari-china-ZOtZFaHpcz.jpg Foto: AFP
A A A

JAKARTA - Negara-negara di Afrika menunjukkan minat tinggi dalam hal mengajukan pinjaman ke China, namun sejumlah ahli khawatir benua itu akan kewalahan dengan utang-utangnya yang besar.

Setelah hampir tiga bulan dibuka, jalan tol Entebbe-Kampala masih menjadi daya tarik turis di Uganda.

Jalan empat jalur yang membentang sepanjang 51 km dari ibu kota negara itu dengan Bandara Internasional Entebbe, dibangun oleh sebuah perusahaan Cina menggunakan pinjaman sebesar USD476 juta (atau sekitar Rp7 triliun) dari Bank Exim China.

Berkat jalan itu, orang-orang tak lagi merasa tersiksa menembus lalu lintas yang begitu buruk. Perjalanan antara dua lokasi tersebut kini hanya memakan waktu 45 menit, karena pembangunan jalur tol telah memangkas dua jam waktu tempuh.

 

Uganda mengajukan pinjaman ke China sebesar USD3 miliar (atau sekitar Rp44 triliun) sebagai bagian dari skema penggelontoran dana ke Afrika.

Ekonom asal Kampala, Ramathan Ggoobi, menyebut China memiliki "kesediaan tak tertandingi dalam menyediakan modal tak bersyarat ke Afrika".

"Utang dari China ini menguntungkan perusahaan-perusahaan China, terutama perusahaan-perusahaan konstruksi yang telah mengubah seluruh Afrika menjadi lokasi konstruksi untuk rel, jalan, bendungan pembangkit listrik, stadion, bangunan komersial dan sebagainya," kata Dosen Fakultas Bisnis Universitas Makerere Ggoobi.

Pinjaman dari China disalurkan sesudah banyak negara-negara di Afrika kembali menghadapi bahaya gagal bayar utang. Padahal, sebelumnya banyak utang mereka yang dihapuskan.

Pada April lalu, Dana Moneter Internasional atau IMF memperingatkan, setidaknya 40% dari negara-negara berpenghasilan rendah di kawasan ini sedang kesusahan dililit utang atau berisiko menuju situasi tersebut.

 

Negara-negara seperti, Chad, Eritrea, Mozambik, Republik Kongo, Sudan Selatan, dan Zimbabwe dianggap mengalami kesulitan utang pada akhir 2017, sementara Zambia dan Ethiopia diturunkan peringkatnya menjadi "risiko tinggi tertekan utang".

"Pada 2017 saja, nilai yang baru ditandatangani dari proyek-proyek yang dikontrak China di Afrika terdaftar sebesar USD76,5 miliar" tulis ekonom China Standard Bank, Jeremy Stevens.

"Namun, meskipun defisit infrastruktur yang tersisa cukup besar di benua itu, ada kekhawatiran bahwa kemampuan negara-negara Afrika dalam membayar utang akan segera berakhir," katanya.

Banyak tokoh terkemuka yang mengagumi China di benua itu, termasuk kepala Bank Pembangunan Afrika (ADB) Akinwumi Adesina, mantan menteri pertanian Nigeria.

"Banyak orang takut dengan China tetapi saya tidak. Saya pikir China adalah sahabat Afrika," katanya kepada BBC.

China sekarang ini menjadi pemodal infrastruktur terbesar di Afrika, melampaui ADB, Komisi Eropa, Bank Investasi Eropa, Korporasi Keuangan Internasional, Bank Dunia, dan negara-negara yang tergabung dalam organisasi G8.

 

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

China - 'pemenang terbesar'

Dampak pinjaman ini sangat mencolok di seluruh Afrika, mulai dari bandara dan jalan-jalan baru yang mengkilap, pelabuhan, dan gedung-gedung tinggi yang juga menciptakan lapangan pekerjaan yang sangat dibutuhkan.

Faktanya, analisis yang dilakukan perusahaan konsultan McKinsey and Company menemukan bahwa jumlah pinjaman yang diberikan Beijing ke Afrika meningkat tiga kali lipat sejak 2012, termasuk pinjaman sebesar USD19 miliar kepada Angola pada 2015 dan 2016.

Mereka menyebut Angola dan Zambia adalah mitra tidak seimbang dengan China di Afrika.

Image caption Investasi China di Zambia menjadi kontroversi.

"Dalam kasus Angola, pemerintah memasok minyak ke China dengan imbalan dana China dan proyek-proyek pembangunan infrastruktur besar - tetapi investasi swasta dorongan pasar yang dilakukan perusahaan China di sini terbatas dibandingkan dengan yang terjadi di negara-negara Afrika lainnya," kata perusahaan itu.

Afrika telah meraih keuntungan baru signifikan dalam perdagangan, investasi dan kerja sama pembiayaan dengan China, kata analis investasi Ghana, Michael Kottoh.

"Ada beberapa kesepakatan win-win yang disetujui dengan negara di Afrika tanpa kondisi memberatkan sebagaimana yang biasa terjadi dengan negara-negara Barat," kata Kottoh, pemilik jasa konsultan Konfidants, yang memiliki klien-klien internasional.

"Tapi ada perasaan bahwa China menjadi pemenang terbesar - karena memiliki posisi tawar lebih kuat dalam sebagian besar negosiasi."

McKinsey memproyeksikan bahwa pendapatan untuk perusahaan Cina di Afrika bisa mencapai USD440 miliar pada 2025.

Bahkan Adesina sepakat bahwa: "Masalah yang saya lihat adalah ketidakseimbangan kekuatan dalam negosiasi transaksi, di mana sebuah negara jelas-jelas memberikan hak penambangan hanya karena mereka ingin membangun sebuah jalan tol.

"Mereka hanya berurusan dengan satu negara, bagaimana mereka bisa yakin bahwa mereka bisa memperoleh kesepakatan terbaik?"

'Tindakan tidak penting'

China tidak memiliki Undang-undang Praktik Korupsi Asing seperti Amerika Serikat, atau undang-undang serupa di negara-negara Barat lainnya yang mengkriminalisasi suap untuk memuluskan kesepakatan.

Meskipun ekonom pemenang penghargaan Nobel, Joseph Stiglitz, menyebut kritik Barat soal praktik kerja China di Afrika merupakan "tindakan tidak penting", ia mengakui ada masalah korupsi di dalamnya.

"Setiap proyek apakah itu berasal dari Barat atau China perlu dievaluasi tingkat pengembalian utangnya," katanya kepada BBC di Nairobi, tetapi menambahkan bahwa pemerintah-pemerintah di benua itu harus lebih transparan.

Ggoobi juga mengatakan ada kekhawatiran yang lebih besar atas dampak lingkungan dari investasi China, "terutama mengingat buruk, korup, dan lemahnya institusi penegak aturan di Afrika".

Pada 2015, departemen China Africa Research Initiative di jurusan Kajian Internasional Universitas Johns Hopkins memperingatkan bahwa negara-negara Afrika mungkin tidak dapat membayar kembali pinjaman China "karena harga komoditas yang berfluktuasi dan penurunan kapasitas penyerapan".

"Saat ini kami mendapati pinjaman China bukan penyumbang utama bagi kesulitan utang di Afrika," papar mereka dalam sebuah makalah menjelang Forum Pertemuan Kerja sama China-Afrika ke-7 pekan ini di Beijing.

China memiliki bagian terbesar dari utang Afrika, tetapi negara-negara tersebut juga meminjam dari banyak sumber lainnya di dunia internasional sehingga China tidak sendirian disalahkan dalam hal utang piutang.

Ketika pertemuan terakhir dilaksanakan di Johannesburg, Cina menjanjikan uang sebesar USD35 miliar (atau Rp521 triliun) dalam bentuk pinjaman bantuan luar negeri bersifat konsesi di antara pinjaman lainnya ke Afrika.

Yang belum diperbaiki adalah yang disebut Standard Bank sebagai "defisit perdagangan signifikan dengan China" sejak 2014. Mereka mengatakan hanya lima negara Afrika yang memiliki surplus perdagangan dengan China.

Ggoobi ingin China membantu Afrika membangun kapasitas kelembagaan untuk menjadi tuan rumah investasi menggunakan jalur-jalur seperti zona ekonomi khusus dan kawasan industri demi menopang sektor manufaktur yang berfokus pada ekspor di benua itu.

Sejauh ini, Cina hanya memberi lip-service soal dukungan jangka panjang kepada negara-negara Afrika. Padahal, hal ini penting guna memutus ketergantungan mereka pada macan Asia tersebut.

Bulan lalu, Djibouti meluncurkan fase pertama zona perdagangan bebas buatan China yang dinilai sebagai yang terbesar di Afrika.

Namun, proyek ini dilihat hanya sebagai bagian dari skema Cina untuk menghidupkan kembali rute perdagangan di Belt and Road Initiative yang menargetkan 60 negara.

Orang-orang Uganda mungkin sekarang bisa menikmati sensasi meluncur di jalan tol sembari melintasi Jembatan Nambigirwa, tetapi ada ketakutan nyata bahwa mereka bisa tenggelam dalam utang China.

1
3

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini