Anda di halaman 1dari 216

BUKU PERSYARATAN

INDIKASI GEOGRAFIS

MASYARAKAT PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS


TEH JAVA PREANGER (MPIG -TJP)

Buku persyaratan ini merupakan bagian yang tidak terpisah dengan


Sertifikat IG No. ID G 000 000 037
BUKU PERSYARATAN PENDAFTARAN
INDIKASI GEOGRAFIS
TEH JAVA PREANGER

MASYARAKAT PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS


TEH JAVA PREANGER (MPIG-TJP)
BANDUNG, DESEMBER 2014
KATA PENGANTAR KETUA UMUM MPIG TEH JAVA PREANGER
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh,

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat,


taufik serta hidayah-Nya, sehingga Masyarakat Perlindungan
Indikasi Geografis (MPIG) Teh Java Preanger dan Pusat
Penelitian Teh dan Kina (PPTK) dapat menyelesaikan
penyusunan Buku Persyaratan Pendaftaran Indikasi Geografis
Teh Java Preanger sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi
Geografis dengan bantuan teknis dari Ditjen Perkebunan dan
Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat.
Penyusunan Buku Persyaratan Indikasi Geografis Teh Java Preanger baru dibatasi terlebih
dahulu pada wilayah geografis Kabupaten Bandung saja; khususnya yang bersangkutan
dengan wilayah geografis Pegunungan Gunung Tilu Perkebunan PPTK Gamboeng,
Perkebunan Teh Rakyat di wilayah geografis Pegunungan Gunung Tilu, dan Perkebunan
Teh Kanaan di wilayah geografis Pegunungan Gunung Gedogan. Sedangkan Pendaftaran
Indikasi Geografis Teh Java Preanger yang dihasilkan dari selain perkebunan-perkebunan
tersebut di wilayah geografis Jawa Barat akan disampaikan kemudian.
MPIG Teh Java Preanger bertekad bersama-sama dengan seluruh pemangku kepentingan
teh untuk memberikan perlindungan dalam rangka melestarikan teh java preanger tersebut.
Sesuai dengan perkembangan tuntutan pelanggan dan dalam rangka melestarikan teh java
preanger, maka MPIG Teh Java Preanger juga akan menerapkan standar kualitas
keamanan produk sesuai standar HACCP, ISO 22000, dan FSSC (ISO 22000 dan PAS).
Selain itu teh java preanger juga akan diproduksi dengan memperhatikan kesejahteraan
karyawan/petani serta kelestarian lingkungan hidup sesuai standar Sustainable Agriculture
Network (SAN) dan standar UTZ. Karenanya MPIG Teh Java Preanger selain akan ikut
serta membantu pelaksanaan program intensifikasi dan rehabilitasi tanaman teh – juga
akan ikut serta dalam pelaksanaan pembangunan pabrik pengolahan berstandar
internasional (State of the Art) yang lebih efisien, lebih efektif, dan lebih dapat menjamin
perolehan kualitas dan keamanan produk di setiap Klaster BUMP (Badan Usaha Milik
Petani)/ Koperasi/ Gapoktan dalam rangka mendukung GPATN (Gerakan Penyelamatan
Agribisnis Teh Nasional).
Disamping itu, MPIG Teh Java Preanger juga akan melakukan perlindungan terhadap teh
java preanger dengan cara meningkatkan image dan harga jual teh tersebut melalui upaya
peningkatan intensitas promosi, edukasi, dan pemasaran secara terus menerus dan
berkesinambungan. Itu sebabnya MPIG Teh Java Preanger bersama seluruh pemangku
kepentingan teh akan membangun museum, pusat promosi, pusat edukasi, dan pusat
pemasaran teh java preanger. Selain itu MPIG Teh Java Preanger juga akan memberikan
i
perlindungan hukum terhadap teh java preanger dengan cara mengajukan sertifikasi
Indikasi Geografis Teh Java Preanger dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia RI.
Buku Persyaratan Pendaftaran Indikasi Geografis Teh Java Preanger ini disusun untuk
memenuhi salah satu persyaratan perolehan sertifikat Indikasi Geografis (IG) Teh Java
Preanger dari Direktorat Jenderal HKI Kementerian Hukum dan HAM.
Kami menyadari bahwa Buku Persyaratan ini tidak akan tersusun dengan baik tanpa
adanya kerjasama teknis dengan Pusat Penelitian Teh dan Kina maupun bimbingan teknis
dari Ditjen Perkebunan dan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terimakasih.
Selanjutnya MPIG Teh Java Preanger memerlukan dukungan sepenuhnya dari Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Organisasi Masyarakat Pertehan, Manajemen Perkebunan Teh
BUMN, Manajemen Perkebunan Besar Swasta, dan Koperasi/ BUMP/ Gapoktan -
Perkebunan Teh Rakyat.
Semoga Allah SWT, Tuhan yang Maha Kaya, yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
senantiasa memberikan kemudahan, kelancaran, dan keberhasilan bagi kita semua. Amin
ya rabbal’alamin.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Bandung, Desember 2014

Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG)


Teh Java Preanger

Nugroho B. Koesnohadi
Ketua Umum

ii
KATA PENGANTAR DIREKTUR PUSAT PENELITIAN TEH DAN KINA
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh,

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat,


taufik serta hidayah-Nya, sehingga Pusat Penelitian Teh dan
Kina (PPTK) bersama Masyarakat Perlindungan Indikasi
Geografis (MPIG) Teh Java Preanger dapat menyelesaikan
penyusunan Buku Persyaratan Pendaftaran Indikasi Geografis
Teh Java Preanger sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi
Geografis dengan bimbingan teknis dari Ditjen Perkebunan dan
Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat.
Penyusunan Buku Persyaratan Indikasi Geografis Teh Java
Preanger baru dibatasi terlebih dahulu pada wilayah geografis Kabupaten Bandung saja;
khususnya yang bersangkutan dengan wilayah geografis Pegunungan Gunung Tilu dan
wilyah geografis Pegunungan Gunung Gedogan. Sedangkan Pendaftaran Indikasi
Geografis Teh Java Preanger yang dihasilkan dari selain wilayah geografis tersebut di
Jawa Barat akan disampaikan kemudian.
Dalam Buku Persyaratan tersebut disajikan pengupasan tentang :
 Nama Indikasi Geografis yang dimohonkan pendaftarannya.
 Nama barang yang dilindungi oleh Indikasi Geografis.
 Uraian mengenai karakteristik dan kualitas yang membedakan Teh Java Preanger
dengan Teh lainnya yang memiliki kategori sama, dan menjelaskan tentang
hubungannya dengan daerah tempat barang tersebut dihasilkan.
 Uraian mengenai lingkungan geografis serta faktor alam dan faktor manusia yang
merupakan satu kesatuan dalam memberikan pengaruh terhadap kualitas atau
karakteristik Teh Java Preanger.
 Uraian tentang batas-batas daerah dan/atau peta wilayah yang dicakup oleh Indikasi
Geografis.
 Uraian mengenai sejarah dan tradisi yang berhubungan dengan pemakaian Indikasi
Geografis untuk menandai Teh Java Preanger yang dihasilkan di daerah tersebut,
termasuk pengakuan dari masyarakat mengenai Indikasi Geografis tersebut.
 Uraian yang menjelaskan tentang proses produksi, proses pengolahan, dan proses
pembuatan yang digunakan sehingga memungkinkan setiap produsen di daerah
tersebut untuk memproduksi, mengolah, atau membuat Teh Java Preanger.
 Uraian mengenai metode yang digunakan untuk menguji kualitas barang yang
dihasilkan; dan
 Label yang digunakan pada barang dan memuat Indikasi Geografis.
Teh Java Preanger adalah teh premium; yang berasal dari pucuk berkualitas baik yang
ditanam di pegunungan wilayah geografis Provinsi Jawa Barat; yang masing-masing lokasi
iii
kebun/tanaman tehnya mempunyai kekhasan taste/aroma tersendiri; yang pada akhir abad
ke XIX menempati posisi kualitas terbaik dan mendapatkan harga terbaik di dunia; yang
dikenal sebagai Teh Java Preanger dan juga disebut sebagai “komoditas emas” yang
mampu merubah wilayah geografis Priangan (Preanger) menjadi wilayah “emas hijau”;
yang mampu memberikan keuntungan berlimpah ruah bagi pelaku usahanya, sehingga
para pengusahanya mampu membangun Kota Bandung sampai mendapat julukan “Parijs
van Java” dan bisa mendermakan sebagian hartanya untuk kepentingan orang banyak;
yang sampai saat ini tanaman tersebut dipelihara dan dikembangkan dengan standar Good
Agriculture Practices (GAP) dan pucuknya diolah dengan standar Good Manufacturing
Practices (GMP).
Karakteristik Teh Java Preanger berdasarkan hasil uji organoleptik lebih terletak pada
kekhasan rasa/ taste/ aroma air seduhan produk teh yang berasal dari lokasi kebun/
tanaman teh yang bersangkutan di Gunung/Pegunungan Jawa Barat. Hasil uji air
seduhannya harus dapat mencapai syarat mutu baik sampai dengan sangat baik. Uji
organoleptik hanya dapat dilakukan oleh Tea Taster yang sudah ahli dan profesional.
Selain itu Teh Java Preanger juga harus dapat memenuhi standar uji organoleptik lainnya,
standar uji kimia, standar uji logam berat, dan standar uji mikrobiologi. Uji kimia, uji logam
berat, dan uji mikrobiologi hanya dapat dilakukan di Laboratorium terakreditasi.
Sumber daya manusia Jawa Barat yang telah mendapatkan alih ilmu pengetahuan dan
tehnologi pembudidayaan tanaman teh dan cara pengolahannya dari Pengusaha
Perkebunan Teh Belanda, PPTK, dan Pemerintah Indonesia (Dinas Perkebunan Provinsi
Jawa Barat/Dinas Perkebunan Kabupaten Teh Jawa Barat) sehingga dapat menjadi faktor
manusia yang mampu memproduksi the best quality and the cleanest tea in the world
atau yang disebut dengan Teh Java Preanger sebagai Teh Premium.
Selanjutnya untuk mengembangkan dan melestarikannya diperlukan dukungan dari semua
pihak yang bersangkutan.
Terimakasih atas perhatian dan dukungannya.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Bandung, Desember 2014

iv
DUKUNGAN GUBERNUR JAWA BARAT
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh,

Puji dan syukur dipanjatkan ke khadirat Allah Subhanahuwata’ala,


yang telah memberikan berbagai kenikmatan kepada ummat-Nya;
termasuk kepada kita sekalian warga masyarakat Jawa Barat.
Salah satu kenikmatan dari sejumlah kenikmatan adalah
dikaruniakannya tanaman teh yang terhampar di bumi
Parahyangan Jawa Barat yang telah terkenal diseluruh belahan
dunia sejak akhir Abad XIX.
Allah berfirman bahwa ”Apabila kita bersyukur terhadap nikmat
yang diberikan Allah kepada kita, maka Allah akan menambah
kenikmatan itu, sementara kalau kita kufur terhadap kenikmatan
yang diberikan Allah kepada kita, sesungguhnya azab dari Allah
sangatlah pedih”. Oleh karenanya kenikmatan tersebut wajib kita syukuri.
Sebagai salah satu bentuk rasa syukur, Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis
(MPIG) Teh Java Preanger bermaksud ikut serta membangkitkan kembali Industri pertehan
di Jawa Barat yang pada saat ini sedang mengalami keterpurukan melalui upaya
peningkatan kualitas keamanan produk, peningkatan intensitas promosi, peningkatan
intensitas edukasi, dan peningkatan penetrasi pemasarannya. Dengan harapan Teh Java
Preanger akan dapat meningkatkan image-nya dan memperoleh harga jual yang lebih
tinggi, baik di pasaran domestik maupun internasional. Pada gilirannya diharapkan akan
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat.
Teh Java Preanger sebagai kekayaan intelektual dan perekonomian yang dimiliki oleh
pelaku usaha pertehan di Jawa Barat harus diberikan perlindungan melalui dimohonkannya
Sertifikat Indikasi Geografis Teh Java Preanger dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi
Manusia RI merupakan langkah yang tepat. Oleh karenanya saya selaku Gubernur
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat mendukung penuh upaya tersebut. Diharapkan
semua pihak yang terkait dapat membantunya.
Atas perhatian dan dukungan berbagai pihak terhadap langkah MPIG Teh Java Preanger
tersebut di atas, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

v
ABSTRAK
BUKU PERSYARATAN INDIKASI GEOGRAFIS
TEH JAVA PREANGER

Buku Persyaratan Indikasi Geografis (IG) Teh Java Preanger ini disusun oleh Masyarakat
Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Teh Java Preanger dibantu oleh Pusat Penelitian
Teh dan Kina (PPTK) dengan mendapatkan bimbingan teknis dari Ditjen Perkebunan dan
Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat.
Teh Java Preanger adalah teh premium; yang berasal dari pucuk berkualitas baik yang
ditanam di pegunungan wilayah geografis Provinsi Jawa Barat; yang masing-masing lokasi
kebun/tanaman tehnya mempunyai kekhasan taste/aroma tersendiri; yang pada akhir abad
ke XIX menempati posisi kualitas terbaik dan mendapatkan harga terbaik di dunia; yang
dikenal sebagai Teh Java Preanger dan juga disebut sebagai “komoditas emas” yang
mampu merubah wilayah geografis Priangan (Preanger) menjadi wilayah “emas hijau”;
yang mampu memberikan keuntungan berlimpah ruah bagi pelaku usahanya, sehingga
para pengusahanya mampu membangun Kota Bandung sampai mendapat julukan “Parijs
van Java” dan bisa mendermakan sebagian hartanya untuk kepentingan orang banyak;
yang sampai saat ini tanaman tersebut dipelihara dan dikembangkan dengan standar Good
Agriculture Practices (GAP) dan pucuknya diolah dengan standar Good Manufacturing
Practices (GMP).
Nama Indikasi Geografis adalah Teh Java Preanger (Java Preanger Tea). Nama Barang
yang dihasilkan adalah Teh Hijau, Teh Hitam, dan Teh Putih, dengan Jenis Barang Teh
Hijau Steaming Java Preanger Gambung, Teh Hijau Pan Firing Java Preanger Kanaan,
dan Teh Putih Java Preanger Gamboeng.
Ciri Khas Teh Hijau Steaming Java Preanger Gambung berdasarkan uji organoleptik
mempunyai karakteristik taste/aroma : Thick Astringent, Brish after tasted, dan Steamed
Peanut Aroma. Teh ini berasal dari Perkebunan Teh Kelompok Tani Neglasari yang
berlokasi di lereng Pegunungan Gunung Tilu dengan koordinat 107O31’57.032” BT dan
07O10’55.623” LS, berketinggian 1.498 – 1.520 m dpl. Ordo tanah Andisol, dengan
kandungan C-Org tinggi, N Total sangat tinggi, P2O5 tersedia sangat rendah, Mg-dd
sangat rendah, dan K-dd sangat rendah. Hasil analisa tanaman : N sedang, P sedang, K
sangat rendah, Mg sangat tinggi, dan Zn Rendah. Produk teh ini berasal dari pucuk daun
tanaman yang bervarietas Camellia sinensis var. Assamica klon TRI 2025; yang dipetik
dan diolah oleh masyarakat Sunda yang sudah terlatih.
Ciri Khas Teh Hijau Pan Firing Java Preanger Kanaan berdasarkan uji organoleptik
mempunyai karakteristik taste/aroma : Nice Astringent, dan Citrus Flower Aroma. Teh ini
berasal dari Perkebunan Teh Negara Kanaan yang berlokasi di lereng Pegunungan
Gunung Gedogan dengan koordinat 07O08’35,280” LS dan 107O19’20,300” BT,
berketinggian 1.350 – 1.500 m dpl. Ordo tanah Andisol, dengan kandungan C-Org tinggi,
N Total sangat tinggi, P2O5 tersedia sangat rendah, Mg-dd sedang, dan K-dd sangat
tinggi. Hasil analisa tanaman : N rendah, P rendah, K sangat rendah, Mg sangat tinggi,
dan Zn Rendah. Produk teh ini berasal dari pucuk daun tanaman yang bervarietas
Camellia sinensis var. Assamica klon TRI 2025 dan klon-klon seri Gambung; yang dipetik
dan diolah oleh masyarakat Sunda yang sudah terlatih.
Teh Putih Java Preanger Gamboeng berdasarkan uji organoleptik Teh Putih Java Preanger
vi
Gamboeng mempunyai karakteristik taste/ aroma : Mild Taste dan Rose Flower Aroma.
Teh ini berasal dari Perkebunan Teh PPTK Gamboeng yang berlokasi di area kaki
Pegunungan Gunung Tilu dengan koordinat 107º29’32” - 107º31’11” BT dan 07º07’18” -
07º09’11” LS, berketinggian kurang lebih 1.350 m dpl. Ordo tanah Andisol, Inceptisol dan
Entisol, dengan kandungan C-Org tinggi, N Total tinggi, P2O5 tersedia sangat rendah, Mg-
dd rendah, dan K-dd sangat tinggi. Hasil analisa tanaman : N sangat rendah, P sangat
rendah, K sangat rendah, Mg sangat tinggi, dan Zn Rendah. Produk teh ini berasal dari
pucuk daun tanaman yang bervarietas Camellia sinensis var. Assamica klon-klon seri
Gambung; yang dipetik dan diolah oleh masyarakat Sunda yang sudah terlatih.
Standar kualitas hasil uji organoleptik, standar kualitas hasil uji kimia, standar kualitas hasil
uji logam berat, dan standar kualitas hasil uji mikrobiologi Teh Java Preanger harus dapat
memenuhi standar kualitas tersebut dengan metode pengujian yang dilakukan oleh
Eurofins Dr. Specht Laboratorien – Jerman, Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) –
Gambung, Indonesia, dan SGS – Jakarta, Indonesia.
Permohonan untuk memperoleh Indikasi Geografis ini dilakukan oleh Masyarakat
Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Teh Java Preanger yang merupakan organisasi
masyarakat yang didirikan pada tanggal 10 Juli 2014 oleh Organisasi Masyarakat
Pertehan, Perkebunan BUMN Teh, Perkebunan Besar Swasta (PBS) Teh, Perkebunan
dan Pabrikan Teh Rakyat dengan mendapatkan dukungan dari Pemerintah Pusat cq.
Ditjen Perkebunan dan Pemerintah Daerah cq. Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat.
Visi, misi, dan tujuan MPIG Teh Java Preanger diantaranya adalah untuk membantu
pelaku usaha teh yang berstandar Indikasi Geografis (IG) Teh Java Preanger untuk
memperoleh perlindungan hukum atas hak kekayaan intelektualnya. Oleh karena itu MPIG
Teh Java Preanger dengan bantuan PPTK Gambung dan bimbingan teknis dari Ditjen
Perkebunan dan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat melaksanakan penyusunan Buku
Persyaratan Pendaftaran Indikasi Geografis Teh Java Preanger guna mendapatkan
sertifikat IG Teh Java Preanger dari Direktorat Jenderal HKI Kementerian Hukum dan HAM
Republik Indonesia.

vii
DAFTAR ISI
halaman
PENGANTAR KETUA UMUM MPIG TEH JAVA PREANGER……………………… i
PENGANTAR DIREKTUR PUSAT PENELITIAN TEH DAN KINA……………….... iii
DUKUNGAN GUBERNUR JAWA BARAT…………………………………………….. v
ABSTRAK BUKU PERSYARATAN INDIKASI GEOGRAFIS TEH JAVA
PREANGER………………………………………………………………………………… vi
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………... viii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………….. x
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………………….. xi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………………………... xii

PENDAHULUAN ………………………………………………………………………….. 1

I PEMOHON DAN KELEMBAGAANNYA ……………………………………….. 5


II NAMA INDIKASI GEOGRAFIS DAN NAMA BARANG …………………...…. 13
2.1. Nama Indikasi Geogafis …………………………………………………… 13
2.2. Nama Barang ………………………………………………………………… 13

III KARAKTERISTIK DAN KUALITAS PRODUK…….…………….…………….. 15


3.1. Standar Kualitas dan Metode Pengujian .......................…………............. 16
3.2. Hasil Uji Standar Kualitas Teh Java Preanger…………………………….. 17
3.3. Kelas Mutu ............................................................................................... 20
3.4. Deskripsi Geografis Produk…………………………………………………… 22

IV SEJARAH WILAYAH DAN TEH DI JAWA BARAT…………………………..... 32


4.1. Sejarah Wilayah......................................................................................... 32
4.2. Sejarah Pertanaman Teh Java Preanger.................................................. 33

V FAKTOR TANAMAN, GEOGRAFIS DAN MANUSIA ……………………….... 51


5.1. Faktor Tanaman ………………………………………………………………. 51
5.2. Faktor Geografis ………………………………………………………………. 52
5.2.1. Keadaan Geologi………………………………………………………… 53
5.2.2. Karakteristik Tanah ………..…………………………………………… 56
5.2.3. Iklim ……………………………………………………………………… 56
5.2.4. Peta dan Batas Wilayah Jawa Barat ……………………………….... 57
5.3. Faktor Manusia ........................................................................................ 60

VI PROSES PRODUKSI DAN PEMASARAN …………………………………….. 61


6.1. Proses Produksi ………………….……………………………………..….... 61
6.2. Proses Pengemasan…………………… ……………………………….….. 100
6.3. Proses Penyimpanan…...……………………………………………………. 101
6.4. Proses Pemasaran………………………………………………………….... 102

viii
VII KETERUNUTAN PRODUKSI…………………………………………………….. 103

VIII LOGO DAN MAKNA …………………………………………………………........ 109

IX TANDA IG DAN PENGGUNAANNYA ………………………………………….. 111


9.1. Tanda IG Teh Java Preanger ................................................................ 111
9.2. Penggunaan Tanda IG Teh Java Preanger ............................................ 111
9.3. Tata Cara Memperoleh Tanda IG Teh Java Preanger …………………… 112

X PENGAWASAN DAN PEMBINAAN …………………………………………….. 113


10.1. Pengawasan Eksternal …………………….……………………………….. 113
10.2. Pengawasan Internal ……………………………………………………….. 113

PENUTUP …………………………………………………………………………………… 117

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………. 120

LAMPIRAN – LAMPIRAN ………………………………………………………………… 122

ix
DAFTAR TABEL

No Judul Tabel Halaman

1 Standar Kualitas dan Metode Pengujian……………………………………… 16

2 Hasil Uji Standar Kualitas Teh Hijau Steaming Java Preanger Gambung... 17

3 Hasil Uji Standar Kualitas Teh Hijau Pan Firing Java Preanger Kanaan… 18

4 Hasil Uji Standar Kualitas Teh Putih Java Preanger Gamboeng…………… 19

5 Perbandingan Hasil Uji Standar Kualitas Teh Hijau Steaming Java 20


Preanger Gambung dengan Standar Kualitas Teh Java Preanger ……….

6 Perbandingan Hasil Uji Standar Kualitas Teh Hijau Pan Firing Java 21
Preanger Kanaan dengan Standar Kualitas Teh Java Preanger ………….

7 Perbandingan Hasil Uji Standar Kualitas Teh Putih Java Preanger 22


Gamboeng dengan Standar Kualitas Teh Java Preanger…………………...

8 Klasifikasi Tanah KP. Gambung……………………………………………...... 23

9 Deskripsi Profil Tanah Neglasari……………………………………………..... 26

10 Karakter Tanaman Teh Jenis Asamica dan Sinensis ………………………. 51

11 Klon-Klon Tanaman Teh Anjuran PPTK………………………….…………… 52

12 Data Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di 58


Jawa Barat ………………………………………………………………………..

13 Kebun-kebun Sumber Penghasil Biji ………………………………………….. 66

14 Paket Media Tanah dan Bahan Campuran untuk Polibag …………………. 70

15 Jumlah Tanaman Per Hektar Berdasarkan Kemiringan Lahan ……………. 72

16 Dosis pemupukan (kg/ha/th) untuk tanaman belum menghasilkan (TBM)*.. 74

17 Dosis pemupukan (kg/ha/th) untuk tanaman menghasilkan (TM) dengan 74


target produksi minimal 2.000 kg teh kering/ha/th. …………………………..

x
DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar Halaman


1 Struktur Organisasi Masyarakat Indikasi Geografis (MPIG) Teh Java 6
Preanger …………………………………………………………………………
2 Kartu Anggota MPIG –TJP …………………………………………………….. 10
3 Struktur Organisasi MPIG Teh Kabupaten Bandung ……………………….. 10
4 Kartu Anggota MPIG – TJP Kabupaten Bandung……………………………. 11
5 Presentase Hasil Analisis Tanah Gamboeng…………………………………. 24
6 Presentase Hasil Analisis Tanaman Gamboeng……………………………... 24
7 Hasil Analisa Tanah Neglasari…………………………………………………. 27
8 Hasil Analisa Tanaman Neglasari……………………………………………… 27
9 Presentase Hasil Analisa Tanah Kanaan…………………………….............. 29
10 Presentase Hasil Analisa Tanaman Kanaan………………………………….. 30
11 Joannes Camphuys, Gubernur Hindia Belanda ke-15..……………………. 34
12 Graaf Johannes van den Bosch ……………………………………………….. 34
13 R.E. Kerkhoven (1873) …………………………………………………………. 35
14 G.L.J. Van der Hucht (1844) …………………………………………………… 36
15 Seorang petani mengangkut hasil teh untuk dibawa ke pabrik 36
Parakansalak - diambil pada Agustus 1935.………………………………….
16 Merek teh Parakansalak pada masa Hindia Belanda.……………………….. 37
17 Proses pengeringan teh di Parakansalak pada masa Hindia Belanda…….. 37
18 K.F. Holle (1857) ………………………………………………………………… 38
19 Raden Moehammad Moesa, Kepala Pengulu Garut; Tokoh Pribumi 38
Sahabat Karib K.F. Holle………………………………………………………...
20 Patung Sedada Karel Frederik (K.F.) Holle………………………………….. 39
21 Proses Penjemuran Daun Teh di Perkebunan Waspada Garut 1860 – 39
1890 ……………………………………………………………..........................
22 Keluarga A.W. Holle …………………………………………………………….. 40
23 Parakan Salak met de woning van A.W. Holle rond 1870 ........................... 40
24 Adrian Walraven Holle, Administratur Perkebunan Parakan Salak- 41
Sukabumi, sedang memainkan rebab mengiringi gamelan Sunda
Sarioneng (1860) ………………………………………………………………...
25 R.E. Kerkhoven (1873) …………………………………………………………. 42
xi
26 Novel Herren van de Thee (Hella S Hasse, 1922) ………………………….. 42
27 Buitenzorg, 1896 V.l.n.r. Marie Kerkhoven – Hardes. Toosje en August 42
Kerkhoven ………………………………………………………………………..
28 Gamboeng 1889. V.l.n.r. RU, Rudolp, Emile, Jenny met Bertha op 43
schoot, en Edu Kerkhoven ……………………………………………………..
29 Gamboeng, - 1909. Bertha en Rudolph Kerkhoven, en bezoek per rijtuig.. 43
30 Kegiatan Pengarahan di Kebun Gamboeng Tempo Dulu ………………….. 44
31 Kegiatan Penjemuran Daun Teh di Perkebunan Gamboeng ……............... 44
32 Negla (1920) Pembukaan lahan untuk penanaman teh di wilayah Negla… 45
33 K.A.R. Bosscha (1896) …………………………………………………………. 45
34 J.G.E.G. Voute (Direktur Pertama Observatorium Bosscha), K.A.R. 46
Bosscha (Penyandang Dana), Ina Voute (Istri J. Voute) ……………………
35 Peneropong Bintang di Lembang …………………………………….............. 46
36 Makam K.A.R. Bosscha di Malabar……………………………………………. 47
37 Verzending van thee vóór de invoering der vrachtauto’s, thee- 47
onderneming Malabar……………………………………………………………
38 Kurnadi Syarif Iskandar…………………………………………………………. 48
39 Hygienic Tea Sorting Penerapan sistem HACCP……………………………. 50
40 Peta Geologi Regional Jawa Barat (Sampurno. 1976) ……………………... 55
41 Peta Jenis Tanah Provinsi Jawa Barat (Sumber : Nurina) …………………. 56
42 Pola Hujan Umum di Jawa Barat ……………………………………………… 57
43 Peta Provinsi Jawa Barat Sumber : jabarprov.go.id………………................ 59
44 Skema kebun biji 2 klon (A), 4 klon (B) dan ganda segitiga 7 klon (C) 66
dengan jarak tanam 3 x 3 m,4 x 4 m dan 5 x 5 m ……………………………
45 Jenis petikan : (1) petikan halus, (2) petikan medium, (3) petikan kasar.…. 90
46 Bagan Pengolahan Teh Hijau Pan Firing …………………………………….. 95
47 Bagan Pengolahan Teh Hijau Steaming………………………………………. 98
48 Bagan Pengolahan Teh Putih ………………………………………………….. 100
49 Alur Proses Traceability Teh Hijau Pan Firing………………………………... 104
50 Alur Proses Traceability Teh Hijau Steaming…………………………………. 105
51 Alur Proses Traceability Teh Putih…………………………………………….. 107
52 Logo MPIG Teh Java Preanger ……………………………………………….. 109
53 Label Teh Java Preanger ………………………………………………………. 111

xii
DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Lampiran Halaman

1 Akta Notaris Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Pendirian 123
Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Teh Java Preanger….

2 Daftar Anggota Kelompok Tani Neglasari dan Daftar Kelompok Tani 147
GAPOKTAN Karya Mandiri Sejahtera penghasil pucuk teh segar anggota
MPIG-TJP Kabupaten Bandung………………………………………………….

3 Daftar Pengepul Pucuk Teh, Pengolah Pucuk Teh, Pemasar, dan Rantai Tata 150
Niaga Teh Java Preanger yang tergabung dalam MPIG Teh Java Preanger
Kabupaten Bandung……………………………………………………………….

4 Hasil Uji Teh Hijau Steaming Teh Java Preanger – Gambung……………….. 153

5 Hasil Uji Teh Hijau Pan Firing Java Preanger– Kanaan……………………….. 158

6 Hasil Uji Teh Putih Java Preanger – Gamboeng………………………………. 165

7 Peta Potensi Wilayah Indikasi Geografis Teh Java Preanger di Jawa Barat 170
dan Kabupaten Bandung…………………………………………………………..

8 Surat Rekomendasi Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat Tentang 176
Potensi Wilayah Geografis Penghasil Teh Java Preanger…………………….

9 Sertifikat HACCP, FSSC (ISO 22000 + PAS), ETP, Rainforest Alliance dan 178
UTZ Kanaan…………………………………………………………………………..

10 Surat Pernyataan Tidak Keberatan Dengan Logo Indikasi Geografis Teh Java 185
Preanger dari MPIG Kopi Arabika Java Preanger………………………………

11 Dosis Pupuk Kebun Teh Java Preanger……………………………………….. 189

12 Surat Keputusan Tentang Pembentukan Seksi Pengawas Internal 195


Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Teh Java Preanger….

13 Daftar Nama Barang yang Diusulkan Menggunakan Identitas Geografis…… 198

xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Tanaman teh (Camellia sinensis) pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, berupa biji
teh (diduga teh sinensis) dari Jepang yang dibawa oleh seorang berkebangsaan Jerman
bernama Andreas Cleyer, dan ditanam sebagai tanaman hias di daerah Tijgersgracht
(elite) Batavia atau Jakarta sekarang.
Pada tahun 1826 tanaman teh melengkapi koleksi Kebun Raya Bogor, diikuti dengan
pelaksanaan percobaan penanamannya pada tahun 1827 di Kebun Percobaan Cisurupan,
Garut, Jawa Barat. Selanjutnya dicoba penanaman teh dalam skala luas
di Wanayasa (Purwakarta) dan lereng Gunung Raung (Banyuwangi).
Karena percobaan ini dianggap berhasil, maka pada tahun 1828 mulailah
dibangun perkebunan skala besar di Jawa yang dipelopori oleh seorang ahli teh yang
bernama Jacobus Isidorus Loudewijk Levian Jacobson. Ini terjadi pada masa
pemerintahan Gubernur Jenderal van den Bosch. Teh pun menjadi salah satu tanaman
yang dimasukkan dalam Sistem Cultuurstelsel.
Teh kering olahan dari Jawa tercatat pertama kali diterima di Amsterdam tahun 1835.
Setahun berikutnya, dilakukan swastanisasi perkebunan teh. Karenanya pada tahun
1844 G. L. J. van der Hucht membuka perkebunan teh di kaki Gunung Salak yang disebut
Parakansalak, Soekabomen (Sukabumi). Sepuluh tahun kemudian Karel Frederik Holle
yang masih satu keluarga dengan Hucht mengundurkan diri dari pegawai Kantor
Pemerintah agar dapat mengurus perkebunan teh “Waspada” di Dayeuh Manggung, kaki
gunung Cikuray, Garut. Selanjutnya pada tahun 1865 – 1868 K.F. Holle dapat menguasai
2 (dua) lahan perkebunan di Limbangan yang bernama Waspada I dan Waspada 2.
Adriaan Walraven Holle, saudara dari K.F. Holle, diangkat menjadi Manajer Perkebunan
di Parakansalak Soekaboemen (Sukabumi) milik G. L. J. van der Hucht.
Pada tahun 1870 terdapat perubahan kebijakan pemerintah Belanda yang membawa
konsekuensi bahwa pemerintahan harus meninggalkan prinsip Sistem Tanam Paksa atau
Cultuurstelsel atau Sistem Monopoli ke prinsip perdagangan bebas (liberalisasi).
Berdasarkan hal tersebut, dikeluarkan Undang-Undang Agraria tahun 1870 (Kartodirdjo
dan Djoko Suryo, 1991 : 80). Dengan diberlakukannya Undang-Undang Agraria tersebut,
tanah telah diliberalisasikan. Sebagai akibatnya, banyak berdatangan para pemilik modal
asing bangsa Belanda maupun Eropa lainnya, yang mendapatkan kesempatan luas untuk
berusaha di bidang perkebunan di Hindia Belanda. Pada era ini teh jenis assamica mulai
masuk ke Indonesia (Jawa) didatangkan dari Sri Lanka (Ceylon) pada tahun 1877, dan
ditanam oleh Rudolf Eduard Kerkhoven di Pegunungan Gunung Tilu Gamboeng, Jawa
Barat (sekarang menjadi lokasi Pusat Penelitian Teh dan Kina Gamboeng). Karena
sangat cocok dan produksinya lebih tinggi, secara berangsur pertanaman
teh sinensis diganti dengan teh assamica. Varian Assamica ini yang menjadikan teh
sebagai komoditas emas dan sejak itu pula perkebunan teh di Indonesia berkembang
semakin luas. Selanjutnya, Rudolf Eduard Kerkhoven pun mengembangkan usahanya

1
dengan membuka kebun lain di Pegunungan Malabar.
R.E. Kerkhoven (tokoh utama dalam buku roman karya Hella S. Haasse “Heren van de
Thee”) yang sudah menjadi pengelola perkebunan teh Gamboeng, tertarik perhatiannya
pada beberapa persil di Pangalengan, yang berada di ketinggian 1400-1700 m, dan
bermaksud mendirikan perkebunan teh baru untuk putra-putranya. Ketika tahun 1896
penggarapan dapat dimulai, putra sulungnya masih terlalu muda. Karena itu Kerkhoven
mengangkat saudara sepupunya; Karel Albert Rudolf Bosscha; untuk menjadi pengelola
sementara ketika memulai penggarapan Kebun Teh di Malabar. Kepercayaannya kepada
Karel Albert Rudolf Bosscha dan hasil karyanya di Malabar menghasilkan NV Assam
Thee Onderneming Malabar yang berkembang dengan pesat; yang mampu menghasilkan
teh java preanger yang kualiatasnya pada saat itu dapat mencapai yang terbaik diseluruh
dunia apple to apple. Teh java preanger yang disebut sebagai komoditas emas tersebut
telah mampu merubah Priangan menjadi wilayah “emas hijau” yang mendatangkan
keuntungan berlimpah ruah. Sehingga para pengusahanya mampu membangun kota
Bandung sampai mendapat julukan “Parijs van Java” dan mendermakan sebagian
hartanya bagi kepentingan rakyat banyak.

Pada tahun 1957 Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan peraturan tentang


nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing sebagai salah satu imbas dari hasil perjanjian
Konferensi Meja Bundar (KMB). Setelah Nasionalisasi perkebunan-perkebunan teh di
Jawa Barat, sampai dengan tahun 1990 teh java preanger masih menduduki posisi teh
yang berharga paling mahal di dunia; termasuk lebih mahal harga jualnya dibanding
dengan teh Sri Lanka (Ceylon) apple to apple. Kebun-kebun teh java preanger tersebut
sampai saat ini masih dipelihara dan dikembangkan dengan standar Good Agriculture
Practices (GAP) dan pucuknya diolah dengan standar Good Manufacturing Practices
(GMP).

Dengan demikian Teh Java Preanger dapat didefinisikan sebagai teh premium; yang
berasal dari pucuk berkualitas baik yang ditanam di pegunungan wilayah geografis
Priangan Provinsi Jawa Barat; yang masing-masing lokasi kebun/tanaman tehnya
mempunyai kekhasan taste/aroma tersendiri; yang pada akhir abad ke XIX menempati
posisi kualitas terbaik dan mendapatkan harga terbaik di dunia apple to apple; yang dikenal
sebagai Teh Java Preanger dan juga disebut sebagai “komoditas emas” yang mampu
merubah wilayah geografis Priangan (Preanger) menjadi wilayah “emas hijau”; yang
mampu memberikan keuntungan berlimpah ruah bagi pelaku usahanya, sehingga para
pengusahanya mampu membangun Kota Bandung sampai mendapat julukan “Parijs van
Java” dan bisa mendermakan sebagian hartanya untuk kepentingan orang banyak; yang
sampai saat ini tanaman tersebut dipelihara dan dikembangkan dengan standar Good
Agriculture Practices (GAP) dan pucuknya diolah dengan standar Good Manufacturing
Practices (GMP).

Teh Java Preanger berasal dari berbagai pegunungan di wilayah geografis Priangan
(Preanger) yang masing-masing mempunyai ke-khas-an sendiri-sendiri. Sebagai contoh

2
sama-sama teh hitam dari Pegunungan Gunung Malabar akan berbeda taste-nya
dibanding dengan teh hitam dari Pegunungan Gunung Tilu Rancabolang. Perbedaan taste
produk teh itulah yang disebut dengan ke-khas-an Indikasi Geografis (IG). Oleh karena itu
guna melindungi keberlangsungan teh java preanger tersebut, maka MPIG Teh Java
Preanger akan menetapkan standar mutu dan keamanan produk IG Teh Java Preanger
guna menghindari kemungkinan penduplikasiannya oleh pihak lain yang tidak bertanggung
jawab.

Tujuan

Teh Java Preanger yang bernilai sejarah, bernilai ekonomi, bernilai sosial budaya, dan
bernilai pelestarian lingkungan yang tinggi, merupakan kekayaan Intelektual yang harus
dilindungi keberlangsungan (sustainability)-nya dengan strategi, taktik, dan teknik
operasional yang cepat dan tepat yang dilakukan secara sistematis, programatis, dan
berkelanjutan.

Secara Strategis

 Secara ekonomi pengusahaan perkebunan teh harus dijaga agar terus


menguntungkan (Economically Viable/Profit).
 Secara sosial pengusahaan perkebunan teh harus dapat mensejahterakan pelaku
usaha, pekerjanya, dan masyarakat disekitarnya (Socially Acceptable/People).
 Secara lingkungan pengusahaan perkebunan teh harus dapat menjamin kelestarian
lingkungannya (Environmently Sustainable/ Planet).

Secara Taktik dan Teknik Operasional

 Harus sesegera mungkin diberikan perlindungan hukum bagi perkebunan teh


yang sudah dapat mencapai standar Indikasi Geografis (IG) Teh Java Preanger
dengan melaksanakan sertifikasi IG ke Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM.
 Paralel dengan itu harus sesegera mungkin melaksanakan peningkatan intensitas
promosi, edukasi, dan pemasaran guna meningkatkan image dan harga jual Teh Java
Preanger agar secara ekonomi dapat senantiasa memperoleh keuntungan. Untuk itu
perlu segera dibangun Museum, Pusat Promosi, Pusat Edukasi, dan Pusat Pemasaran
Online yang mampu menjangkau pelanggan/konsumen dan calon pelanggan di dalam
maupun di luar negeri. Pembangunannya secara Online ini pada saatnya harus
dilanjutkan dengan pembangunannya secara fisik berupa Tea House yang didalamnya
terdapat museum, pusat promosi, pusat edukasi, dan pusat pemasaran Teh Java
Preanger.
 Harus sesegera mungkin dilakukan peningkatan intensitas kegiatan intensifikasi dan
rehabilitasi tanaman teh agar dapat dicapai tanaman yang produktivitasnya tinggi yang
mampu menghasilkan pucuk yang berkualitas baik serta mampu menjaga kelestraian
lingkungan. Hal ini telah mulai dilaksanakan dengan bantuan dana GPATN sebesar
Rp. 48 milyar untuk tanaman seluas 3.200 hektar pada tahun 2014/2015. Program ini

3
akan terus dilanjutkan pada tahun 2015/2016 seluas 5.000 hektar, 2016/2017 seluas
5.000 hektar, dan seterusnya.
 Sesegera mungkin melaksanakan pembangunan pabrik yang lebih efisien, lebih
efektif, dan yang lebih dapat menjamin perolehan mutu dan keamanan produk teh
yang dihasilkannya; yakni produk teh yang dapat dikatagorikan sebagai salah
satu the best quality and the cleanest tea in the world. Pabrik ini akan berstandar
Internasional (State of the Art) yang pada saat ini diperkirakan bernilai Rp. 8,5
milyar per unit pabrik. Pada tahap pertama akan dilaksananakan pembangunan
pabrik state of the art sebanyak 2 (dua) unit sebagai pabrik state of the art
percontohan yang akan dimiliki oleh BUMP (Badan Usaha Milik
Petani)/Koperasi/Gapoktan di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur guna
mengolah pucuk yang dihasilkan dari tanaman teh-nya seluas 1.100 hektar yang telah
mendapat bantuan dana GPATN sebesar Rp. 17 milyar untuk program Intensifikasi dan
Rehabilitasi tanamannya tersebut dari total tanaman teh seluas 3.200 hektar yang
mendapat dana bantuan GPATN sebesar Rp. 48 milyar di Provinsi Jawa Barat. Pada
tahap selanjutnya akan dibangun Pabrik State of the art sebanyak 10 (sepuluh) unit
pada tahun 2016/2017, dan seterusnya.
 Harus sesegera mungkin dilaksanakan peningkatan intensitas riset yang berkenaan
dengan perbaikan standar kualitas IG Teh Java Preanger dan peningkatan intensitas
pelatihan tentang tanaman dan pabrik pengolahan guna percepatan pencapaian
perkebunan teh rakyat yang berstandar IG Teh Java Preanger

Sesuai dengan perkembangan tuntutan pelanggan dan dalam rangka melestarikan teh
java preanger, maka MPIG Teh Java Preanger selain akan menetapkan standar mutu dan
keamanan produk IG Teh Java Preanger juga pada saatnya akan menerapkan standar
kualitas keamanan produk sesuai standar HACCP, ISO 22000, dan FSSC (ISO 22000 dan
PAS) sebagai satu kesatuan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari standar mutu
dan keamanan produk IG Teh Java Preanger. Selain itu teh java preanger juga akan
diproduksi dengan memperhatikan kesejahteraan karyawan/petani serta kelestarian
lingkungan hidup sesuai standar Sustainable Agriculture Network (SAN) dan standar UTZ.

Untuk itu MPIG Teh Java Preanger memerlukan dukungan sepenuhnya dari Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Organisasi Masyarakat Pertehan, Manajemen Perkebunan
BUMN Teh, Manajemen Perkebunan Besar Swasta (PBS) Teh, dan
Koperasi/BUMP/Gapoktan – Perkebunan Teh Rakyat. Teh Java Preanger adalah produk
teh yang berasal dari tanaman teh yang dihasilkan dari wilayah geografis Provinsi Jawa
Barat. Namun dalam penyusunan Buku Persyaratan Indikasi Geografis Teh Java
Preanger ini akan dibatasi terlebih dahulu pada wilayah geografis Kabupaten Bandung
saja; khususnya yang bersangkutan dengan wilayah geografis Perkebunan Teh PPTK
Gamboeng, Perkebunan Teh Rakyat disekitar Gambung, dan Perkebunan Teh Kanaan.
Sedangkan Pendaftaran Indikasi Geografis Teh Java Preanger yang dihasilkan selain dari
perkebunan-perkebunan tersebut diatas yang berlokasi di wilayah geografis Jawa Barat
akan disampaikan kemudian

4
I. PEMOHON DAN KELEMBAGAAN
Pemohon Indikasi Geografis Teh Java Preanger adalah :
Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Teh Java Preanger
yang selanjutnya disebut sebagai MPIG-TJP.

MPIG-TJP didirikan atas kesepakatan pelaku usaha dan organisasi masyarakat pertehan
dengan didukung Pemerintah Provinsi Jawa Barat Cq. Dinas Perkebunan Provinsi Jawa
Barat serta dukungan dari Pemerintah Pusat Cq. Direktorat Jenderal Perkebunan –
Kementerian Pertanian pada tanggal 10 bulan Juli tahun 2014, namun baru mencakupi
wilayah geografis Kabupaten Bandung saja. Kemudian pada tanggal 17 Juli 2014 – MPIG
Teh Java Preanger dikembangkan cakupannya menjadi meliputi wilayah geografis
Provinsi Jawa Barat. Selanjutnya pada tanggal 24 Juli 2014 dilakukan pengesahan
pendirian MPIG Teh Java Preanger Provinsi Jawa Barat.

MPIG-TJP diperkuat dengan Akte Notaris (Lampiran 1) dan pencatatannya pada Lembar
Negara diharapkan akan dapat memperkuat dan meningkatkan kemampuan organisasi
dalam melaksanakan kegiatannya.

MPIG-TJP memiliki struktur organisasi dan pengurus sebagaimana terdapat pada bagan
berikut :

5
STRUKTUR ORGANISASI

MASYARAKAT PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS (MPIG)

TEH JAVA PREANGER

1. MPIG KABUPATEN BANDUNG 7. MPIG KABUPATEN


TASIKMALAYA
2. MPIG KABUPATEN BANDUNG BARAT 8. MPIG KABUPATEN SUBANG

3. MPIG KABUPATEN GARUT 9. MPIG KABUPATEN


PURWAKARTA
4. MPIG KABUPATEN SUMEDANG 10. MPIG KABUPATEN CIANJUR

5. MPIG KABUPATEN CIAMIS 11. MPIG KABUPATEN SUKABUMI

6. MPIG KABUPATEN 12. MPIG KABUPATEN BOGOR


MAJALENGKA

Gambar 1. Struktur Organisasi Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Teh


Java Preanger

6
SUSUNAN KEPENGURUSAN LENGKAP

MASYARAKAT PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS (MPIG)

TEH JAVA PREANGER

Dewan Pelindung : Gubernur Provinsi Jawa Barat.


Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat.
Para Bupati 12 Kabupaten Teh Jawa Barat.

Dewan Pembina : Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat.


Kepala Biro Bina Produksi Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Barat.
Kepala Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Barat.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi
Jawa Barat.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa
Barat.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Propinsi Jawa Barat.
Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat.
Kepala Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan Propinsi
Jabar.
Para Kepala Dinas Pemerintahan Daerah TehnisTerkait di
12 Kabupaten Teh Jawa Barat.

Dewan Penasehat : Ketua Umum Dewan Teh Indonesia.


Ketua Asosiasi Teh Indonesia.
Ketua Umum Aptehindo.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Perkebunan Jawa
Barat dan Banten.
Direktur Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK).
Dr. Ir. H. Burhanuddin Abdullah, MA.
Prof. dr. Dede Rusmana.
Ir. Kurnadi Syarif Iskandar.
Ir. RGS. Soerya Danuningrat.
RHS. Slamet Bangsadikusumah
Dr. Sultoni Arifin.
Dr. Atik Dharmadi.
Dr. Ir. Joko Santoso, MS.

Dewan Pakar
Ketua : Dr. Rohayati Suprihatini, APU.
Sekertaris Ir. Yati Rahmiyati, MS.
Anggota Dr. Ir. Reginawanti Hindersah

7
Ir. Kustamiyati, MS.
Ir. Wahyu Widayat, MS.
Ir. Dini Jamia Rayati, MS.
Eko Pranoto, SP
Dewan Pengurus
Ketua Umum : Ir. H. Nugroho B. Koesnohadi
Ketua I Dr. Ir. H. Bambang Sriyadi, MS.
Ketua II H. Gunawan SH. MM.
Ketua III Drs. H. Sunarya

Sekretaris Umum : Dadan Rohdiana, ST, MP


Sektretaris I H. Supian Munawar
Sekretaris II Ahmad Sodikin, SP

Bendahara Umum : Maad Riyanto Radidja.


Bendahara I Mustopa Syarifudin Fattah, SE.
Bendahara II Ruspandi

Hukum dan Regulasi : Dasep Kurnia, SH.


Endang SH, MH.

Standarisasi dan : Shabri, SSi.


Sertifikasi Yana Rudiana, SP.

Pengembangan : Ir. Salwa Lubnan Dalimonte, MS.


Teknologi Budidaya, PTPN VIII
Teknologi Pengolahan Agus Yuliansyah.
dan Teknologi Asep Subagja.
Informasi Venta Adrian Ahnaf, S.Kom.
Furqon Hidayatulloh, ST.

Bidang Hubungan : Drs. H. Yusuf Iskandar (Jawa Barat).


Masyarakat Eko Waska dan Endang (Kabupaten Majalengka).
Andi S. (Kabupaten Sukabumi).
H. Sopian Munawar (Kabupaten Garut).
H. Ena (Kabupaten Tasikmalaya).
Apud Suwardie (Kabupaten Purwakarta).
Dede Rusnadi (Kabupaten Bandung Barat)
Endang, SH, MH dan H. Yayat Sudiyat Wirasasmita
(Kabupaten Bandung)
R. Hidayat (Kabupaten Subang)
Edod dan Jejen/Abah Ucin (Kabupaten Sumedang)
Otong (Kabupaten Ciamis)

8
Bidang : PTPN VIII
Pengembangan Usaha Chepi Irfan Hielmy
dan Permodalan

Bidang Pengawasan : PPTK Gambung


dan Pengendalian

Bidang Sosial Budaya : H. Kuswandi Md, SH.


Abah Bedog/Basudewa

Bidang Hubungan : Ir. Rika Listikawati.


Antar Lembaga

Ketua MPIG Teh Java Preanger Kabupaten :

a. Kabupaten Bandung: Endang, SH, MH. dan Wakil Ketua : H. Yayat Sudiyat
Wirasasmita
b. Kabupaten Bandung Barat : Endang Sopari
c. Kabupaten Garut : H. Supian Munawar
d. Kabupaten Ciamis: Otong
e. Kabupaten Sumedang : Edod dan Wakil Ketua : Jejen/Abah Ucin.
f. Kabupaten Sukabumi: Andi Suherlan, SH.
g. Kabupaten Cianjur : Endin Mahpudin
h. Kabupaten Tasikmalaya: H. Ena
i. Kabupaten Subang : R. Hidayat
j. Kabupaten Purwakarta : Apud Suwardie
k. Kabupaten Majalengka : Eko Waska dan Wakil Ketua : Endang

9
MPIG-TJP memiliki Seketariat yang saat ini beralamat di :
Jalan Surapati No.67 Bandung

MPIG-TJP memiliki Kartu Anggota seperti pada Gambar 1 berikut :

MASYARAKAT PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS

(MPIG) TEH JAVA PREANGER

NIA: 00001
Nama : NUGROHO B. KOESNOHADI
Tgl.lahir : 23 JUNI 1959
Alamat : KP. GIRIWANGI
RT/RW : RT 001/RW 009.
Desa : MEKARSARI.
Kecamatan : PASIRJAMBU.
Kabupaten : BANDUNG
Jabatan : KETUA UMUM
Bandung, ……….2014
Ketua Umum Pemegang

(…………………) (………………….)

Gambar 2. Kartu anggota MPIG-TJP

Sedangkan Struktur Organisasi dan Pengurus MPIG-TJP Kabupaten Bandung


terdapat pada bagan sebagai berikut :

STRUKTUR ORGANISASI MPIG TEH JAVA PREANGER


KABUPATEN BANDUNG

KETUA UMUM
ENDANG, SH, M.H

WAKIL KETUA I
H. YAYAT S. W.

WAKIL KETUA II
RUKMANA KS

SEKRETARIS I BENDAHARA I
ROHMAT SUHANI H. WILDAN

SEKRETARIS II BENDAHARA II
DODI SURYANA TIEN SUPARTIKA
ANGGOTA
PETANI TEH RAKYAT
KABUPATEN BANDUNG

Gambar 3. Struktur Organisasi MPIG Teh Java Preanger Kabupaten Bandung

10
SUSUNAN PENGURUS MASYARAKAT PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS (MPIG) TEH
JAVA PREANGER KABUPATEN BANDUNG

Ketua Umum : Endang SH, M.H


Wakil Ketua I : H. Yayat Sudiyat W.
Wakil Ketua II : Rukmana KS.
Sekretaris I : Rohmat Suhani
Sekretaris II : Dodi Surana
Bendahara I : H. Wildan
Bendahara II : Tien Supartika
Anggota : Petani Teh Rakyat Kabupaten Bandung
MPIG- TJP Kabupaten Bandung memiliki Sekretariat yang beralamat di :
Kantor KUD Pasirjambu, Jalan Stasion Cisondari, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten
Bandung.

MPIG-TJP Kabupaten Bandung memiliki Kartu Anggota seperti pada Gambar 4 berikut :

MASYARAKAT PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS


(MPIG) TEH JAVA PREANGER
KABUPATEN BANDUNG

NIA: 00001
Nama : ENDANG, S.H, MH.
Tgl.lahir : 16 JULI 1966
Alamat : KP. TONJONG
RT/RW : RT 03/RW 30.
Desa : CIWIDEY.
Kecamatan : CIWIDEY.
Kabupaten : BANDUNG
Jabatan : KETUA UMUM
Bandung, ……….2014
Ketua Umum Pemegang

(…………………) (………………….)

Gambar 4. Kartu anggota MPIG-TJP Kabupaten Bandung

MPIG-TJP Kabupaten Bandung pada saat ini memiliki anggota yang terdiri dari :

a. Petani penghasil pucuk teh segar sebanyak 50 orang dengan areal produksi seluas
52 hektar yang tergabung dalam kelompok tani Neglasari dan tergabung dalam
GAPOKTAN Karya Mandiri Sejahtera dengan total luas areal produksi sekitar 1.262
ha. Kelompok tani Neglasari dapat memproduksi pucuk daun teh segar sekitar 1 ton
pucuk teh per hari, sedangkan GAPOKTAN Karya Mandiri Sejahtera dapat
memproduksi pucuk daun teh segar sekitar 15 ton pucuk teh per hari. Daftar
Anggota Kelompok Tani Neglasari dan Daftar Kelompok Tani GAPOKTAN Karya
Mandiri Sejahtera penghasil pucuk teh segar anggota MPIG-TJP Kabupaten
11
Bandung terdapat pada Lampiran 2. Namun yang menjadi pemasok Pabrik Teh
Hijau Steaming Gambung Agro Lestari hanya 1 Kelompok Tani saja; yaitu Kelompok
Tani Neglasari yang menghasilkan sekitar 1 ton pucuk per hari atau 60 ton teh jadi
per tahun. Kelompok-kelompok tani selebihnya menjadi pemasok Pabrik Teh Hijau
Pan Firing Gambung Agro Lestari dan Pabrik Teh Hijau Pan Firing KUD Pasir
Jambu.
b. Penghasil pucuk teh segar lainnya adalah PPTK Gamboeng. Pucuk teh segar yang
dipanen untuk bahan baku Teh Putih hanya kuncup-kuncupnya saja sebanyak
kurang lebih 50 kg kuncup teh segar per hari atau 3 ton Teh Putih per tahun.
c. Kanaan adalah Perkebunan Besar Swasta yang menghasilkan pucuk segar rata-
rata sekitar 15 ton pucuk per hari yang diolah menjadi Teh Hijau Pan Firing
sebanyak 1.100 ton teh jadi per tahun.
d. Pengepul pucuk teh yang akan dibuat menjadi Teh Hijau Steaming Java Preanger
Gambung adalah Kelompok Tani Neglasari.
e. Pengepul pucuk teh yang akan dibuat menjadi Teh Hijau Pan Firing Java Preanger
Kanaan adalah Perkebunan Teh Kanaan.
f. Pengepul pucuk/kuncup teh yang akan dibuat menjadi Teh Putih Java Preanger
Gamboeng adalah Perkebunan Teh PPTK Gamboeng.
g. Pemasar Teh Hijau Steaming Java Preanger Gambung terdiri dari pengurus
kelompok tani yang mengumpulkan pucuk teh segar, mengangkut, dan menjualnya
ke Pabrik Pengolahan (GAL). Manajemen Pabrik Pengolahan GAL setelah
mengolahnya menjadi teh jadi kemudian menjualnya melalui PT. Kabepe Chakra
kepada PT. Unilever Indonesia.
h. Pemasar Teh Java Preanger Teh Hijau Pan Firing Negara Kanaan, pucuknya
berasal dari Perkebunan Teh Negara Kanaan dan diolah di Pabrik Teh Hijau Pan
Firing Negara Kanaan. Manajemen Pabrik Pengolahan Teh Negara Kanaan setelah
mengolahnya menjadi teh jadi kemudian menjualnya melalui PT. Kabepe Chakra
kepada PT. Unilever Indonesia.
i. Sedangkan pemasar Teh Putih Java Preanger Gamboeng, kuncupnya berasal dari
Perkebunan Teh PPTK Gamboeng dan diolah di Pabrik Teh Putih PPTK Gamboeng
yang kemudian produk Teh Putih tersebut dijual oleh Manajemen PPTK Gamboeng
kepada Importir Dubai, Importir Jepang, dan Agen Pasar Domestik seperti :
Kemchicks – Jakarta, Anna shop – Surakarta dan Kafe–Kafe di Jakarta, Bogor dan
Bandung.
j. Daftar Pengepul Pucuk Teh, Pengolah Pucuk Teh, Pemasar, dan Rantai Tata Niaga
Teh Java Preanger yang tergabung dalam MPIG Teh Java Preanger Kabupaten
Bandung terdapat pada Lampiran 3. Sedangkan Pabrik Teh Dewata, Rancabolang,
Patuhawati, Cibuni, Rancabali, Sinumbra, Pasir Malang, Kertamanah, Malabar,
Citambur, Purbasari, Sedep, Talun Santosa dan beberapa Pabrik Pengolahan teh
lainnya di Kabupaten Bandung berpotensi untuk dilakukan sertifikasi IG Teh Java
Preanger tahap berikutnya.

12
II. NAMA INDIKASI GEOGRAFIS DAN NAMA BARANG

2.1. Nama Indikasi Geografis

Nama Indikasi Geografis yang diusulkan adalah :

TEH JAVA PREANGER


atau dalam bahasa Inggris
JAVA PREANGER TEA

2.2. Nama Barang

Nama Barang Teh Java Preanger, adalah : (1) Teh Hitam, (2) Teh Hijau, dan (3) Teh
Putih.

2.2.1. Teh Hitam


Teh hitam adalah teh yang diolah dari pucuk dan daun teh (Camellia sinensis (Linnaeus)
O. Kuntze) melalui proses pelayuan, penggulungan-penggilingan, oksidasi enzimatis,
pengeringan, sortasi dan grading sehingga layak untuk dikonsumsi sebagai bahan
minuman.

Berdasarkan cara pengolahannya, teh hitam dibedakan menjadi dua jenis yaitu : teh hitam
orthodox dan teh hitam CTC (Crushing Tearing Curling).

2.2.2. Teh Hijau


Teh Hijau Pan Firing adalah Teh kering hasil pengolahan pucuk dan daun muda tanaman
teh (Camellia sinensis (Linnaeus) O. Kuntze) tanpa melalui proses oksidasi enzimatis
dengan menghentikan proses oksidasi enzimatis melalui proses penyangraian (pan firing),
penggulungan, pengeringan awal, pengeringan akhir, sortasi, dan grading sehingga layak
untuk dikonsumsi sebagai bahan minuman.

Teh Hijau Steaming adalah Teh kering hasil pengolahan pucuk dan daun muda tanaman
teh (Camellia sinensis (Linnaeus) O. Kuntze) tanpa melalui proses oksidasi enzimatis
dengan menghentikan proses oksidasi enzimatis melalui proses steaming, pendinginan,
Primary Drying Tea Roller (PDTR), Tea Roller, Secondary Drying Tea Roller (SDTR),
Finally Dring Tea Roller (FDTR),Pengeringan Akhir, sortasi, dan grading sehingga layak
untuk dikonsumsi sebagai bahan minuman.

2.2.3. Teh Putih


Teh putih adalah teh yang diolah hanya dari pucuk pecco daun teh (Camellia sinensis
(Linnaeus) O. Kuntze) melalui proses pelayuan, pengeringan, sortasi, grading dan
sterilisasi sehingga layak untuk dikonsumsi sebagai bahan minuman.

Nama jenis barang yang dimohonkan Sertifikat Indikasi Geografis dari Kementerian Hukum

13
dan HAM RI terdiri atas :

 Teh Putih Java Preanger Gamboeng.


 Teh Hijau Steaming Java Preanger Gambung.
 Teh Hijau Pan Firing Java Preanger Kanaan.

14
III. KARAKTERISTIK DAN KUALITAS PRODUK

Teh Java Preanger secara umum berasal dari pucuk berkualitas baik tanaman
Camellia sinensis var. assamica yang ditanam di Gunung/Pegunungan Jawa Barat yang
memiliki jenis tanah dan agroklimat sesuai untuk budidaya tanaman teh varietas assamica.
Gunung/Pegunungan yang terletak di wilayah geografis Jawa Barat tersebut mempunyai
ketinggian mulai dari 600 m dpl keatas, dengan suhu berkisar antara 13 – 25 oC dan curah
hujan tahunan lebih dari 2.000 mm dengan bulan basah minimal 9 (sembilan) bulan setiap
tahunnya, serta kelembaban relatif (RH) lebih dari 70 %.

Pembudidayaan Teh Java Preanger dilakukan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan


(sustainability); yaitu secara bisnis finansial menguntungkan (Profit), secara sosial dapat
diterima (People), dan secara lingkungan lestari (Planet).

Karakteristik Teh Java Preanger berdasarkan hasil uji organoleptik lebih terletak pada
kekhasan rasa/taste/aroma air seduhan produk teh yang berasal dari lokasi
kebun/tanaman teh yang bersangkutan di Gunung/Pegunungan Jawa Barat. Hasil uji air
seduhannya harus dapat mencapai syarat mutu baik sampai dengan sangat baik. Uji
organoleptik hanya dapat dilakukan oleh Tea Taster yang sudah ahli dan profesional.

Contoh :

Karakteristik/kekhasan rasa/taste/aroma Teh Putih Java Preanger Gamboeng akan


berbeda dengan Teh Putih Java Preanger Dewata walaupun sama-sama berasal dari
Pegunungan Gunung Tilu.

Selain itu Teh Java Preanger juga harus dapat memenuhi standar uji organoleptik lainnya,
standar uji kimia, standar uji logam berat, dan standar uji mikrobiologi. uji kimia, uji logam
berat, dan uji mikrobiologi hanya dapat dilakukan di Laboratorium terakreditasi.

Sumber daya manusia Jawa Barat yang telah mendapatkan alih ilmu pengetahuan dan
tehnologi pembudidayaan tanaman teh dan cara pengolahannya dari Pengusaha
Perkebunan Teh Belanda, PPTK, dan Pemerintah Indonesia (Dinas Perkebunan Provinsi
Jawa Barat/Dinas Perkebunan Kabupaten Teh Jawa Barat) sehingga dapat menjadi faktor
manusia yang mampu memproduksi the best quality and the cleanest tea in the world
atau yang disebut dengan Teh Java Preanger sebagai Teh Premium.

15
3.1. Standar Kualitas dan Metode Pengujian

Tabel 1. Standar Kualitas dan Metode Pengujian

No Parameter Satuan Syarat Mutu Cara pengujian


I Standar Uji Organoleptik
1 Kenampakan Teh Kering Baik - Sangat Baik Organoleptik
2 Warna Air Seduhan Baik - Sangat Baik Organoleptik
3 Rasa Air Seduhan * Baik – Sangat Baik Organoleptik
4 Ampas Seduhan Baik – Sangat Baik Organoleptik
II Standar Uji Kimia
1 Water Ekstract (b/b) % Min 32,00 SNI 01-3836-2000 point 5.4
dan atau ISO 9768
2 Ash Content (b/b) % 4,00 -8,00 SNI 01-2891-1992 point 6.1
Cara Uji Makanan &
Minuman dan atau ISO 1575
3 Water Soluble Ash (b/b) % Min 45 SNI 01-3836-2000 dan atau
ISO 1576
4 Alkalinity (b/b) % 1,00 – 3,00 SNI 01-3836-2000 dan atau
ISO 1578
5 Ash insoluble in acid % Maks 1,00 SNI 01-2891 : 1992 point 6.3
dan atau ISO 1577
6 Anthraquinone mg/kg 0.02 ASU L00.00-34, DFG-S19, GC-
MSD
III Standar Uji Logam Berat
1 Arsenic (As) mg/kg Maks 1,00 AOAC 993. 14 AOAC 999.10;
LBFD-07445 dan atau
HK.00.06.1.52.4011
2 Mercury (Hg) mg/kg Maks 0,03 AOAC 999.10 AOAC 999.10 ;
LBFD-07445 dan atau
HK.00.06.1.52.4011
3 Copper (Cu) mg/kg Maks 150,00 AOAC 993.14 & AOAC 999.10
AOAC 999.10 ; LBFD-07445
dan atau HK.00.06.1.52.4011
4 Tin (Sn) mg/kg Maks 40,00 AOAC 993.14 AOAC 999.10 ;
LBFD-07445 dan atau
HK.00.06.1.52.4011
5 Lead (Pb) mg/kg Maks 2,00 AOAC 993.14 AOAC 999.10 ;
LBFD-07445 dan atau
HK.00.06.1.52.4011
IV Standar Uji Mikrobiologi
1 Coliform MPN/gram <3 USFDA/CFSAN/BAM online,
chapter 4, September 2002
dan atau HK.00.06.1.52.4011
Keterangan : * Khas taste/aroma kebun yang bersangkutan (Astringent, Fruity, Bitter, dll).

16
3.2. Hasil Uji Standar Kualitas Teh Java Preanger

3.2.1. Hasil Uji Standar Kualitas Teh Hijau Steaming Java Preanger Gambung

Tabel 2. Hasil Uji Standar Kualitas Teh Hijau Steaming Java Preanger Gambung

No Parameter Satuan Hasil Uji Cara pengujian


I Standar Uji Organoleptik
1 Kenampakan Teh Kering Baik Organoleptik
2 Warna Air Seduhan Baik Organoleptik
3 Rasa Air Seduhan * Baik Organoleptik
4 Ampas Seduhan Baik Organoleptik
II Standar Uji Kimia
1 Water Ekstract (b/b) % 49,4 SNI 01-3836-2000 point 5.4 dan atau
ISO 9768
2 Ash Content (b/b) % 5,64 SNI 01-2891-1992 point 6.1 Cara Uji
Makanan & Minuman dan atau ISO
1575
3 Water Soluble Ash (b/b) % 50,4 SNI 01-3836-2000 dan atau ISO 1576
4 Alkalinity (b/b) % 1,64 SNI 01-3836-2000 dan atau ISO 1578
5 Ash insoluble in acid % 0,0626 SNI 01-2891 : 1992 point 6.3 dan atau
ISO 1577
6 Anthraquinone mg/kg < 0,01 ASU L00.00-34, DFG-S19, GC-MSD
III Standar Uji Logam Berat
1 Arsenic (As) mg/kg < LOD AOAC 993. 14 AOAC 999.10; LBFD-
07445 dan atau HK.00.06.1.52.4011
2 Mercury (Hg) mg/kg < LOD AOAC 999.10 AOAC 999.10 ; LBFD-
07445 dan atau HK.00.06.1.52.4011
3 Copper (Cu) mg/kg 17,4 AOAC 993.14 & AOAC 999.10 AOAC
999.10 ; LBFD-07445 dan atau
HK.00.06.1.52.4011
4 Tin (Sn) mg/kg < LOD AOAC 993.14 AOAC 999.10 ; LBFD-
07445 dan atau HK.00.06.1.52.4011
5 Lead (Pb) mg/kg 0,01 AOAC 993.14 AOAC 999.10 ; LBFD-
07445 dan atau HK.00.06.1.52.4011
IV Standar Uji Mikrobiologi
1 Coliform MPN/gram <3 USFDA/CFSAN/BAM online, chapter 4,
September 2002 dan atau
HK.00.06.1.52.4011

Keterangan : * Khas taste/aroma Teh Hijau Steaming Java Preanger Gambung adalah :
- Thick Astringent
- Brish after tasted
- Steamed Peanut Aroma
Hasil Uji Standar Kualitas Teh Hijau Steaming Java Preanger Gambung terlampir
(Lampiran 4)

17
3.2.2. Hasil Uji Standar Kualitas Teh Hijau Pan Firing Java Preanger Kanaan

Tabel 3. Hasil Uji Standar Kualitas Teh Hijau Pan Firing Java Preanger Kanaan
No Parameter Satuan Hasil Uji Cara pengujian
I Standar Uji Organoleptik
1 Kenampakan Teh Kering Baik Organoleptik
2 Warna Air Seduhan Baik Organoleptik
3 Rasa Air Seduhan * Baik Organoleptik
4 Ampas Seduhan Baik Organoleptik
II Standar Uji Kimia
1 Water Ekstract (b/b) % 35,78 SNI 01-3836-2000 point 5.4 dan atau ISO
9768
2 Ash Content (b/b) % 6,19 SNI 01-2891-1992 point 6.1 Cara Uji
Makanan & Minuman dan atau ISO 1575
3 Water Soluble Ash (b/b) % 58,30 SNI 01-3836-2000 dan atau ISO 1576
4 Alkalinity (b/b) % 1,99 SNI 01-3836-2000 dan atau ISO 1578
5 Ash insoluble in acid % 0,13 SNI 01-2891 : 1992 point 6.3 dan atau
ISO 1577
6 Anthraquinone mg/kg 0,01 ASU L00.00-34, DFG-S19, GC-MSD
III Standar Uji Logam Berat
1 Arsenic (As) mg/kg Less than AOAC 993. 14 AOAC 999.10; LBFD-07445
0,07 dan atau HK.00.06.1.52.4011
2 Mercury (Hg) mg/kg Not AOAC 999.10 AOAC 999.10 ; LBFD-07445
detected dan atau HK.00.06.1.52.4011
3 Copper (Cu) mg/kg 13,90 AOAC 993.14 & AOAC 999.10 AOAC
999.10 ; LBFD-07445 dan atau
HK.00.06.1.52.4011
4 Tin (Sn) mg/kg Not AOAC 993.14 AOAC 999.10 ; LBFD-07445
detected dan atau HK.00.06.1.52.4011
5 Lead (Pb) mg/kg 0,19 AOAC 993.14 AOAC 999.10 ; LBFD-07445
dan atau HK.00.06.1.52.4011
IV Standar Uji Mikrobiologi
1 Coliform MPN/gram <3 USFDA/CFSAN/BAM online, chapter 4,
September 2002 dan atau
HK.00.06.1.52.4011

Keterangan : * Khas taste/aroma Teh Hijau Pan Firing Java Preanger Kanaan adalah :
- Nice Astringent
- Citrus Flower Aroma

Hasil Uji Standar Kualitas Teh Hijau Pan Firing Java Preanger Kanaan terlampir (Lampiran
5)

18
3.2.3. Hasil Uji Standar Kualitas Teh Putih Java Preanger Gamboeng

Tabel 4. Hasil Uji Standar Kualitas Teh Putih Java Preanger Gamboeng

No Parameter Satuan Hasil Uji Cara pengujian


I Standar Uji Organoleptik
1 Kenampakan Teh Kering Baik Organoleptik
2 Warna Air Seduhan Baik Organoleptik
3 Rasa Air Seduhan* Baik Organoleptik
4 Ampas Seduhan Baik Organoleptik
II Standar Uji Kimia
1 Water Ekstract (b/b) % 40,5 SNI 01-3836-2000 point 5.4 dan
atau ISO 9768
2 Ash Content (b/b) % 5,01 SNI 01-2891-1992 point 6.1 Cara Uji
Makanan & Minuman dan atau ISO
1575
3 Water Soluble Ash (b/b) % 74,6 SNI 01-3836-2000 dan atau ISO
1576
4 Alkalinity (b/b) % 1,52 SNI 01-3836-2000 dan atau ISO
1578
5 Ash insoluble in acid % 0 SNI 01-2891 : 1992 point 6.3 dan
atau ISO 1577
6 Anthraquinone mg/kg < 0,01 ASU L00.00-34, DFG-S19, GC-MSD
III Standar Uji Logam Berat
1 Arsenic (As) mg/kg Not AOAC 993. 14 AOAC 999.10; LBFD-
detected 07445 dan atau HK.00.06.1.52.4011
2 Mercury (Hg) mg/kg 0 AOAC 999.10 AOAC 999.10 ; LBFD-
07445 dan atau HK.00.06.1.52.4011
3 Copper (Cu) mg/kg 24,6 AOAC 993.14 & AOAC 999.10 AOAC
999.10 ; LBFD-07445 dan atau
HK.00.06.1.52.4011
4 Tin (Sn) mg/kg 32,1 AOAC 993.14 AOAC 999.10 ; LBFD-
07445 dan atau HK.00.06.1.52.4011
5 Lead (Pb) mg/kg 0,410 AOAC 993.14 AOAC 999.10 ; LBFD-
07445 dan atau HK.00.06.1.52.4011
IV Standar Uji Mikrobiologi
1 Coliform MPN/gram <3 USFDA/CFSAN/BAM online, chapter
4, September 2002 dan atau
HK.00.06.1.52.4011

Keterangan : * Khas taste/aroma Teh Putih Java Preanger Gamboeng adalah :


- Mild Taste
- Rose Flower Aroma

Hasil Uji Standar Kualitas Teh Putih Java Preanger Gamboeng terlampir (Lampiran 6)

19
3.3. Kelas Mutu
3.3.1. Perbandingan Hasil Uji Standar Kualitas Teh Hijau Steaming Java Preanger
Gambung dengan Standar Kualitas Teh Java Preanger dengan Standar
Kualitas Teh Java Preanger.

Tabel 5. Perbandingan Hasil Uji Standar Kualitas Teh Hijau Steaming Java
Preanger Gambung dengan Standar Kualitas Teh Java Preanger.
No Parameter Satuan Syarat Mutu Hasil Uji Cara pengujian Ket

I Standar Uji Organoleptik


1 Kenampakan Teh Kering Baik - Sangat Baik Baik Organoleptik OK
2 Warna Air Seduhan Baik - Sangat Baik Baik Organoleptik OK
3 Rasa Air Seduhan * Baik - Sangat Baik Baik Organoleptik OK
4 Ampas Seduhan Baik - Sangat Baik Baik Organoleptik OK

II Standar Uji Kimia


1 Water Ekstract (b/b) % Min 32,00 49,4 SNI 01-3836-2000 point 5.4 dan OK
atau ISO 9768
2 Ash Content (b/b) % 4,00 -8,00 5,64 SNI 01-2891-1992 point 6.1 Cara OK
Uji Makanan & Minuman dan
atau ISO 1575
3 Water Soluble Ash (b/b) % Min 45 50,4 SNI 01-3836-2000 dan atau ISO OK
1576
4 Alkalinity (b/b) % 1,00 - 3,00 1,64 SNI 01-3836-2000 dan atau ISO OK
1578
5 Ash insoluble in acid % Maks 1,00 0,0626 SNI 01-2891 : 1992 point 6.3 dan OK
atau ISO 1577
6 Anthraquinone mg/kg 0.02 < 0,01 ASU L00.00-34, DFG-S19, GC-MSD OK

III Standar Uji Logam Berat


1 Arsenic (As) mg/kg Maks 1,00 < LOD AOAC 993. 14 AOAC 999.10; OK
LBFD-07445 dan atau
HK.00.06.1.52.4011
2 Mercury (Hg) mg/kg Maks 0,03 < LOD AOAC 999.10 AOAC 999.10 ; OK
LBFD-07445 dan atau
HK.00.06.1.52.4011
3 Copper (Cu) mg/kg Maks 150,00 17,4 AOAC 993.14 & AOAC 999.10 OK
AOAC 999.10 ; LBFD-07445 dan
atau HK.00.06.1.52.4011
4 Tin (Sn) mg/kg Maks 40,00 < LOD AOAC 993.14 AOAC 999.10 ; OK
LBFD-07445 dan atau
HK.00.06.1.52.4011
5 Lead (Pb) mg/kg Maks 2,00 0,01 AOAC 993.14 AOAC OK
999.10 ; LBFD-
07445 dan atau
HK.00.06.1.52.4011
IV Standar Uji Mikrobiologi
1 Coliform MPN/gram <3 <3 USFDA/CFSAN/BAM online, OK
chapter 4, September 2002 dan
atau HK.00.06.1.52.4011

Keterangan : * Khas taste/aroma Teh Hijau Steaming Java Preanger Gambung adalah :
- Thick Astringent
- Brish after tasted
- Steamed Peanut Aroma

20
3.3.2. Perbandingan Hasil Uji Standar Kualitas Teh Hijau Pan Firing Java Preanger
Kanaan dengan Standar Kualitas Teh Java Preanger.

Tabel 6. Perbandingan Hasil Uji Standar Kualitas Teh Hijau Pan Firing Java Preanger
Kanaan dengan Standar Kualitas Teh Java Preanger.

No Parameter Satuan Syarat Mutu Hasil Uji Cara pengujian Ket

I Standar Uji Organoleptik


1 Kenampakan Teh Kering Baik - Sangat Baik Baik Organoleptik OK
2 Warna Air Seduhan Baik - Sangat Baik Baik Organoleptik OK
3 Rasa Air Seduhan * Baik - Sangat Baik Baik Organoleptik OK
4 Ampas Seduhan Baik - Sangat Baik Baik Organoleptik OK

II Standar Uji Kimia


1 Water Ekstract (b/b) % Min 32,00 35,78 SNI 01-3836-2000 point 5.4 dan OK
atau ISO 9768

2 Ash Content (b/b) % 4,00 -8,00 6,19 SNI 01-2891-1992 point 6.1 Cara OK
Uji Makanan & Minuman dan atau
ISO 1575
3 Water Soluble Ash (b/b) % Min 45 58,30 SNI 01-3836-2000 dan atau ISO OK
1576
4 Alkalinity (b/b) % 1,00 - 3,00 1,99 SNI 01-3836-2000 dan atau ISO OK
1578
5 Ash insoluble in acid % Maks 1,00 0,13 SNI 01-2891 : 1992 point 6.3 dan OK
atau ISO 1577
6 Anthraquinone mg/kg 0.02 0,01 ASU L00.00-34, DFG-S19, GC-MSD OK
III Standar Uji Logam Berat
1 Arsenic (As) mg/kg Maks 1,00 Less than AOAC 993. 14 AOAC 999.10; LBFD- OK
0,07 07445 dan atau
HK.00.06.1.52.4011
2 Mercury (Hg) mg/kg Maks 0,03 Not AOAC 999.10 AOAC 999.10 ; LBFD- OK
detected 07445 dan atau
HK.00.06.1.52.4011
3 Copper (Cu) mg/kg Maks 150,00 13,90 AOAC 993.14 & AOAC 999.10 OK
AOAC 999.10 ; LBFD-07445 dan
atau HK.00.06.1.52.4011
4 Tin (Sn) mg/kg Maks 40,00 Not AOAC 993.14 AOAC 999.10 ; LBFD- OK
detected 07445 dan atau
HK.00.06.1.52.4011
5 Lead (Pb) mg/kg Maks 2,00 0,19 AOAC 993.14 AOAC 999.10 ; LBFD- OK
07445 dan atau
HK.00.06.1.52.4011
IV Standar Uji Mikrobiologi
1 Coliform MPN/gram <3 <3 USFDA/CFSAN/BAM online, OK
chapter 4, September 2002 dan
atau HK.00.06.1.52.4011

Keterangan : * Khas taste/aroma Teh Hijau Pan Firing Java Preanger Kanaan adalah :
- Nice Astringent
- Citrus Flower Aroma

21
3.3.3. Perbandingan Hasil Uji Standar Kualitas Teh Putih Java Preanger Gamboeng
dengan Standar Kualitas Teh Java Preanger.

Tabel 7. Perbandingan Hasil Uji Standar Kualitas Teh Putih Java Preanger
Gamboeng dengan Standar Kualitas Teh Java Preanger.

No Parameter Satuan Syarat Mutu Hasil Uji Cara pengujian Ket


I Standar Uji Organoleptik
1 Kenampakan Teh Kering Baik - Sangat Baik Baik Organoleptik OK
2 Warna Air Seduhan Baik - Sangat Baik Baik Organoleptik OK
3 Rasa Air Seduhan * Baik - Sangat Baik Baik Organoleptik OK
4 Ampas Seduhan Baik - Sangat Baik Baik Organoleptik OK
II Standar Uji Kimia
1 Water Ekstract (b/b) % Min 32,00 40,5 SNI 01-3836-2000 point 5.4 dan OK
atau ISO 9768
2 Ash Content (b/b) % 4,00 -8,00 5,01 SNI 01-2891-1992 point 6.1 OK
Cara Uji Makanan & Minuman
dan atau ISO 1575
3 Water Soluble Ash (b/b) % Min 45 74,6 SNI 01-3836-2000 dan atau ISO OK
1576
4 Alkalinity (b/b) % 1,00 - 3,00 1,52 SNI 01-3836-2000 dan atau ISO OK
1578
5 Ash insoluble in acid % Maks 1,00 0 SNI 01-2891 : 1992 point 6.3 OK
dan atau ISO 1577
6 Anthraquinone mg/kg 0.02 < 0,01 ASU L00.00-34, DFG-S19, GC- OK
MSD
III Standar Uji Logam Berat
1 Arsenic (As) mg/kg Maks 1,00 Not AOAC 993. 14 AOAC 999.10; OK
detected LBFD-07445 dan atau
HK.00.06.1.52.4011
2 Mercury (Hg) mg/kg Maks 0,03 0 AOAC 999.10 AOAC 999.10 ; OK
LBFD-07445 dan atau
HK.00.06.1.52.4011
3 Copper (Cu) mg/kg Maks 150,00 24,6 AOAC 993.14 & AOAC 999.10 OK
AOAC 999.10 ; LBFD-07445 dan
atau HK.00.06.1.52.4011
4 Tin (Sn) mg/kg Maks 40,00 32,1 AOAC 993.14 AOAC 999.10 ; OK
LBFD-07445 dan atau
HK.00.06.1.52.4011
5 Lead (Pb) mg/kg Maks 2,00 0,410 AOAC 993.14 AOAC 999.10 ; OK
LBFD-07445 dan atau
HK.00.06.1.52.4011
IV Standar Uji Mikrobiologi
1 Coliform MPN/gram <3 <3 USFDA/CFSAN/BAM online, OK
chapter 4, September 2002 dan
atau HK.00.06.1.52.4011

Keterangan : * Khas taste/aroma Teh Putih Java Preanger Gamboeng adalah :


- Mild Taste
- Rose Flower Aroma

3.4. Deskripsi Geografis Produk


3.4.1. Teh Putih Java Preanger Gamboeng
Teh Putih diolah di pabrik teh dengan koordinat 07 O08’33,156” Lintang Selatan (LS)

22
dan 107O30’52,460” Bujur Timur (BT). Pucuknya berasal dari seputaran kebun teh
PPTK Gambung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pusat penelitian teh dan kina
(PPTK) secara geografis berada di Desa Mekarsari, Kecamatan Pasirjambu,
Gambung, Kabupaten DT. II Bandung. Letak astronomis PPTK pada 107º29’32” -
107º31’11” BT dan 07º07’18” - 07º09’11” LS. Secara administrasi PPTK berbatasan
dengan:
Timur : Desa Lumajang
Barat : Desa Cisondari
Selatan : Desa Wanasari, Pengalengan
Utara : Desa Cibodas

Pusat Penelitian Teh dan Kina memiliki ketinggian ± 1.350 mdpl, dengan topografi
bergelombang dan berbukit. Jenis tanah adalah Andisol, curah hujan rata-rata 3000
mm/tahun, suhu rata-rata sekitar 17-28°C, kemiringan lahan berkisar 20-70%. Luas
kebun percobaan Gambung adalah ± 658,77 ha yang terbagi menjadi dua afdeling
yaitu afdeling Utara (11 blok) dan afdeling selatan (10 blok). Berdasarkan Sistem
Taksonomi Tanah (USDA, 1998) jenis tanah di KP. Gambung terbagi menjadi 3
jenis, yaitu Andisol, Inceptisol dan Entisol. Adapun pembagian klasifikasi tanah
berdasarkan kelas kemiringan lereng dan bahan induk dibagi dalam 6 SPT (Satuan
Peta Tanah) adalah :

Tabel 8. Klasifikasi tanah KP. Gambung


No. Klasifikasi Tanah Relief Bahan Induk
SPT Lereng Bentuk
(%) Wilayah
1 Typic Udipsamment, masam, 8-15 Bergelombang Batuan Andesit
berlempung kasar, campuran,
isohipertermik
2 Typic Melanudand, medial 8-15 Bergelombang Batuan Andesit
skeletal, masam, amorfik,
isohipertermik
3 Typix Hapludand, medial, 8-15 Bergelombang Batuan Andesit
masam, amorfik, isohipertermik
4 Typic Melanudand, medial 15-30 Berbukit kecil Batuan Andesit
skeletal, masam, amorfik,
isohipertermik
5 Humic Dystrudept, masam, >30 Berbukit Batuan Andesit
berlempung halus, amorfik,
isohipertermik
6 Typic Dystrudept, masam, >30 Berbukit Batuan Andesit
berlempung halus, campuran,
isohipertermik
(Sumber: Marpaung, 2004)

Typic Udipsamment termasuk ke dalam jenis tanah Entisol (Soil Survey Staff,
1999), dengan ciri memiliki tekstur lempung kasar sebesar < 35%, mempunyai
solum dalam dan tidak memiliki sifat lain. Typic Melanudand tergolong dalam ordo

23
Andisol dengan ciri memiliki epipedon melanik. Typic Hapludand merupakan
Hapludand yang memiliki sifat dan ciri lain dari Melanudand. Typic Dystrudept
termasuk dalam ordo Inceptisol yang mempunyai horison bawah penciri kambik
dan memiliki kelembaban tanah udik (lembab). Humic Dystrudept merupakan
Dystrudept dengan kandungan bahan organik (humus) tinggi dan smempunyai sifat
epipedon umbrik atau molik (Soil Survey Staff, 1999).

Tanah-tanah yang berada di Kebun Percobaan Gambung mempunyai bahan induk


yang berasal dari batuan andesit-basaltik. Berdasarkan formasi geologi, KP.
Gambung termasuk ke dalam formasi geologi Qlk, merupakan bahan volkanik yang
berumur kuarter yang berasal dari Gunung Kendeng (Koesmono et.al., 1996).
Bahan volkanik tersebut adalah lava yang berselingan dengan endapan-endapan
lahar dengan susunan breksi andesit dan breksi tufa (Subroto, 1987). Topografi
daerah ini bergelombang sampai berbukit, yang sebagian besar ditanami oleh
tanaman teh dan sebagian kecil ditanami oleh tanaman kina. Berdasarkan hasil
analisa tanah tanggal 22 Januari 2014, diperoleh informasi sebagai berikut.

Gambar 5. Presentase hasil analisis tanah Gamboeng

Gambar 6. Presentase hasil analisis tanaman Gamboeng

Status hara N tanah Kebun PPTK Gambung adalah : 9,52% sedang dan 90,48%
tinggi dengan status N daun 50,00% sangat rendah, 33,33% rendah, dan 16,67%

24
sedang. Dari hasil analisis tanaman tahun 2014 Nitrogen di blok-blok kebun PPTK
Gambung menunjukkan N daun 16,67% sedang. Hal ini menunjukkan pada blok
tersebut sebagian besar menunjukan keadaan tanaman yang belum cukup dalam
kebutuhan akan N dan berpotensi terjadi defisiensi N sehingga keadaan hara pada
tanaman perlu diperbaiki supaya pertumbuhan tanaman tidak terganggu. Tanaman
yang mengalami defisiensi hara N yaitu sekitar 83,33% pertumbuhannya akan
melambat dan pada tanaman teh menyebabkan lebih banyak tumbuh pucuk burung
yang akan mengganggu produktivitas tanaman. Blok-blok kebun yang memiliki
status hara N contoh daun pewakil sangat rendah menunjukkan keadaan hara N
pada blok tersebut sudah mencapai titik kritis, pertumbuhan tanaman akan mulai
melambat dan akan terhenti apabila status haranya tidak segera diperbaiki. Blok-
blok kebun yang memiliki status N daun rendah sampai sangat rendah terjadi
akibat penyerapan N oleh tanaman masih rendah, sehingga perlu perhatian yang
serius terhadap pupuk N untuk mendukung pertumbuhan tanaman supaya optimal.

Status hara P tanah kebun PPTK Gambung adalah 90,48% sangat rendah, 4,76%
rendah, dan 4,76% sedang dengan status P daun adalah : 50,00% sangat rendah,
33,33% rendah, dan 16,67% sedang. Blok-blok di kebun PPTK Gambung yang
memiliki status hara P daun rendah menunjukkan pada blok tersebut sudah mulai
terjadi defisiensi P sehingga perlu perhatian untuk memperbaiki penyerapan P oleh
tanaman. Tanaman yang mengalami defisiensi hara P mengakibatkan
melambatnya pertumbuhan dan akibat lanjut tanaman akan mengerdil hal ini akan
mengganggu produktivitas tanaman. Blok-blok kebun yang status P daun sedang
menunjukkan penyerapan P oleh tanaman masih perlu ditingkatkan untuk
mendukung pertumbuhan tanaman supaya optimal.

Status hara K-dapat ditukarkan (K-dd) tanah Kebun PPTK Gambung adalah :
4,76% sangat rendah dan 95,24% sangat tinggi dengan status K daun adalah :
100% sangat rendah. Blok-blok Kebun PPTK Gambung dengan status K daun
100% sangat rendah menunjukkan tanaman pada blok tersebut sudah mulai terjadi
defisiensi K dan berada pada titik kritis sehingga keadaan hara perlu mulai
diperhatikan, penyerapan K oleh tanaman perlu diperbaiki supaya pertumbuhan
tanaman tidak terganggu. Kesuburan aktual K tersedia tanah yang hampir
keseluruhan (95,24%) sangat tinggi merupakan status tanah yang cukup baik.
Namun apabila melihat status hara daunnya yang rendah dan sangat rendah
kemungkinan jumlah pupuk yang diberikan tidak seimbang atau penyerapannya
tidak efisien dan efektif. Penyerapan unsur hara K bersinergis dengan unsur hara N
dan bersifat antagonis dengan unsur hara Mg. Oleh karena itu pemberian unsur
hara harus dilakukan secara seimbang dan berkecukupan.

Kebun PPTK Gambung memiliki status hara Mg tanah : 4,76% sangat rendah,
52,38% rendah, 19,05% sedang, dan 23,81% tinggi dengan status hara Mg daun
adalah 100% sangat tinggi. Blok-blok kebun yang memiliki status hara Mg daun
keseluruhan (100%) sangat tinggi sementara unsur hara lainnya tidak demikian
menunjukkan bahwa keseimbangan pupuk yang diberikan belum terpenuhi,
sehingga unsur hara yang diserap oleh tanaman tidak seimbang dan didominasi
oleh salah satu unsur hara saja. Akan tetapi untuk menjaga keseimbanagan hara,
pupuk Mg masih tetap perlu diberikan.

25
3.4.2. Teh Hijau Steaming

Teh hijau Steaming diolah di pabrik teh dengan koordinat 07O08’41,322” Lintang
Selatan (LS) dan 107O30’50,125” Bujur Timur (BT). Pucuknya berasal dari
seputaran kebun teh kelompok tani Neglasari, Pangalengan, Jawa Barat.
Berdasarkan profil tanah yang diambil pada koordinat 107O31’57.032” BT dan
07O10’55.623” LS. diperoleh informasi bahwa ordo tanahnya diperkirakan Andisol.
Tanah Andisol secara umum mempunyai Bahan induk berupa abu dan tufa volkan
intermidier atau bahan vulkanik tak-padu (“unconsolidated”). Fisiografi berupa lungur
volkan dengan bentuk wilayah berombak sampai berbukit. Mineral lempung (Clay
mineral) tanah andosol terutama ialah alofan (Alophane), disamping sedikit haloisit
dan gibsit, sehingga diduga pelapukan mineral mengikuti urutan : gelas vulkan-
gibsit-alofan dehidratasi haloisit. Menurut Munir (1995) Andisols berasal dari bahan
induk abu vulkanik, yang banyak mengandung gelas volkanik yang amorf, sedikit
feldspar, dan sejumlah kuarsa. Abu vulkan yang berasal dari gunung api di
Indonesia umumnya bersifat andesitik sampai basalt sehingga banyak mengandung
basa-basa dan unsur hara mikro (Hardjowigeno, 1993). Tanah ini umumnya
didominasi oleh mineral amorf seperti alofan, imogilit, besi dan aluminium
oksida/hidroksida. Deskripsi Profil Permukaan Tanah :

Tabel 9. Deskripsi Profil Tanah Neglasari

Horizon Kedalaman Uraian


(cm)
A1 0-12/18 (7,5 YR 5/4, lembab); lempung berpasir; kersai, halus,
lemah; konsistensi gembur (lembab); perakaran halus
banyak, kasar banyak; pori makro, meso dan mikro
banyak; pH H2O 4,4; tegas, rata.
Bw1 12/18-75/68 (7,5 YR 7/6, lembab); lempung liat berdebu; gumpal
menyudut, sedang, keras; konsistensi teguh (lembab),
lekat, plastis (basah); perakaran halus sedikit; pori mikro
sedikit; konkresi sedang; pH H2O 5,2; jelas, berombak.
Bw2 75/68-180/140 (7,5 YR 6/6, lembab); lempung liat berdebu; gumpal
menyudut, sedang, keras; konsistensi teguh (lembab),
lekat, plastis (basah); perakaran halus sedikit; pori mikro
sedikit; konkresi sedikit; beralih baur, berombak.
Bw3 180/140- (7,5 YR 7/8, lembab); lempung liat berdebu; gumpal
180/145 menyudut, sedang, agak keras; konsistensi teguh
(lembab), lekat, plastis (basah); perakaran halus sedikit;
pori mikro sedikit; beralih baur, tidak teratur.

Kebun Neglasari terdapat pada ketinggian 1498 – 1520 m dpl dengan kemiringan
kereng 15-20% dan ditanami dominan oleh klon TRI 2025 dan 2024. Hasil analisa
tanah dan tanaman ditampilkan pada Gambar 7 dan 8 berikut.

26
Gambar 7. Hasil Analisa Tanah Neglasari

Gambar 8. Hasil Analisa Tanaman

Status hara N tanah menunjukkan kesuburan aktual tanah dan menunjukkan


kemampuan tanah menyediakan hara N untuk tanaman. Status hara tanah sedang
memiliki kadar N tanahnya sedang (0,31-0,50%). Status hara N rendah
menunjukkan kadar N pada tanahnya rendah (0,11-0,30%) sedangkan status hara
N tanah sangat tinggi menunjukkan hara N tersedia pada tanahnya sangat tinggi
(>0,81%). Status N tanah akan menentukan jumlah pupuk N yang perlu
ditambahkan ke tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang optimal.
Status hara N daun menunjukkan kecukupan kadar hara N pada daun yang diserap
tanaman dari tanah maupun pupuk. Status hara N daun sedang menunjukkan N
pada tanaman cukup baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Status hara N
daun rendah menunjukkan sudah mulai terjadi defisiensi N pada tanaman. Status
hara N daun sangat rendah menunjukkan hara N pada daun sudah mencapai titik
kritis pada kadar hara tersebut pertumbuhan tanaman mulai melambat dan dapat
terhenti.

Untuk menunjang pertumbuhan tanaman status hara N daun harus dalam keadaan
optimal, kadar hara N pada tanaman minimal harus berada dalam status sedang

27
(3,11%-3,50%). Blok-blok kebun yang memiliki status hara N tanah sedang namun
status N daunnya rendah atau sangat rendah menunjukkan pupuk N yang diberikan
belum dapat diserap oleh tanaman dengan optimal. Blok-blok kebun yang tanaman-
nya memiliki status hara N daun rendah atau sangat rendah memerlukan pasokan
pupuk yang cukup dan penyerapan yang efektif supaya suplai N pada tanaman
meningkat. Kebun teh rakyat kelompok tani Neglasari memiliki kadar N-total tanah
sangat tinggi akan tetapi kadar N tanaman sedang. Hal ini berarti masih terdapat
potensi unsur hara Nitrogen yang dapat diserap tanaman karena masih terdapat
sumber-sumber Nitrogen yang berasal dari bahan organik atau biomassa.

Status hara P tanah menunjukkan kesuburan aktual tanah dan menunjukkan


kemampuan tanah menyediakan hara P untuk tanaman. Status hara sedang memi-
liki kadar P tanahnya sedang (10-22 ppm). Status hara P tanah tinggi menunjukkan
kadar P pada tanahnya tinggi (23-40 ppm) sedangkan status hara P tanah sangat
rendah menunjukkan hara P tersedia pada tanahnya sangat rendah (<4 ppm).
Status P tanah akan menentukan jumlah pupuk P yang perlu ditambahkan ke tanah
untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang optimal.

Status hara P daun menunjukkan kecukupan kadar hara P pada daun yang diserap
tanaman dari tanah maupun pupuk. Status hara P daun tinggi atau sedang
menunjukkan P pada tanaman cukup baik untuk mendukung pertumbuhan tana-
man. Status hara P daun rendah menunjukkan sudah mulai terjadi defisiensi P pada
tanaman. Status hara P daun sangat rendah menunjukkan hara P pada daun sudah
mencapai titik kritis pada kadar hara tersebut pertumbuhan tanaman mulai
melambat dan dapat terhenti. Untuk menunjang pertumbuhan tanaman status hara
P daun harus dalam keadaan optimal, kadar hara P pada tanaman minimal berada
dalam status sedang.

Unsur hara P2O5 tersedia pada kebun teh rakyat kelompok tani Neglasari tergolong
sangat rendah karena ordo tanahnya adalah Entisol. Entisol merupakan tanah yang
baru berkembang, sehingga unsur-unsur hara masih berbentuk tidak tersedia
karena berada pada ikatan kompleks mineral-mineral primer tanah. Untuk
meningkatkan ketersediaan hara P maka peranan bahan organik sangat penting.
Bahan organik dapat diberikan di sekitar pohon bersama pupuk P karena pupuk P
tidak bersifat mobil sehingga tidak mudah hilang/tercuci di dalam tanah. Efektivitas
penyerapan pupuk dapat ditingkatkan dengan cara aplikasi pupuk P sekitar daerah
akar aktif tanaman. Bahan organik yang berasal dari seresah pangkasan akan
sangat membantu mengurangi retensi P pada mineral kompleks karena asam-asam
organik akan membantu pelapukan mineral. Selain itu penggunaan mikroba/bakteri
pelarut fosfat (BPF) juga dapat diaplikasikan.

Status hara K tanah menunjukkan kesuburan aktual tanah dan menunjukan


kemampuan tanah menyediakan hara K untuk tanaman. Status hara sedang
memiliki kadar K tanahnya sedang (0,51-1,00 me/100 g tanah), status hara K tanah
sangat rendah menunjukkan kadar K pada tanahnya <0,30 me/100 g tanah, dan
status hara K tanah sangat tinggi menunjukkan kadar K pada tanahnya >1,51
me/100 g tanah. Status K tanah akan menentukan jumlah pupuk K yang perlu
ditambahkan ke tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang optimal.

Status hara K daun menunjukkan tingkat kesehatan tanaman dan kecukupan kadar

28
hara K yang diserap tanaman dari tanah maupun pupuk. Status hara K daun tinggi
atau sedang menunjukkan K pada tanaman cukup baik untuk mendukung
pertumbuhan tanaman. Status hara K daun rendah menunjukkan sudah mulai
terjadi defisiensi K pada tanaman. Status hara K daun sangat rendah menunjukkan
hara K pada daun sudah mencapai titik kritis dan pada keadaan tersebut
pertumbuhan tanaman mulai melambat dan dapat terhenti. Kadar hara K yang dapat
ditukarkan (K-dd) dan kadar K daun pada kebun teh rakyat kelompok tani Neglasari
tergolong sangat rendah. Untuk menunjang pertumbuhan tanaman status hara K
daun harus dalam keadaan optimal, kadar hara K pada tanaman minimal berada
dalam status sedang. Peningkatan serapan K pada tanaman juga dapat dilakukan
dengan aplikasi mikroba/bakteri pelarut kalium (BPK).

3.4.3. Teh Hijau Pan Firing

Teh hijau Pan Firing diolah di pabrik teh dengan koordinat 07O08’35,280” LS dan
107O19’20,300” BT. Pucuknya berasal dari kebun di seputaran kebun Nagara
Kanaan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Ketinggian tempat Kebun Nagara
Kanaan 1350 – 1500 m dpl dengan ordo tanah yang dominan adalah Andisol.
Tanah Andisol secara umum mempunyai Bahan induk berupa abu dan tufa volkan
intermidier atau bahan vulkanik tak-padu (“unconsolidated”). Fisiografi berupa lungur
volkan dengan bentuk wilayah berombak sampai berbukit. Mineral lempung (Clay
mineral) tanah andosol terutama ialah alofan (Alophane), disamping sedikit haloisit
dan gibsit, sehingga diduga pelapukan mineral mengikuti urutan : gelas vulkan-
gibsit-alofan dehidratasi haloisit. Menurut Munir (1995) Andisols berasal dari bahan
induk abu vulkanik, yang banyak mengandung gelas volkanik yang amorf, sedikit
feldspar, dan sejumlah kuarsa. Abu vulkan yang berasal dari gunung api di
Indonesia umumnya bersifat andesitik sampai basalt sehingga banyak mengandung
basa-basa dan unsur hara mikro (Hardjowigeno, 1993). Tanah ini umumnya
didominasi oleh mineral amorf seperti alofan, imogilit, besi dan aluminium
oksida/hidroksida. Berdasarkan hasil analisa tanah tanggal 7 Januari 2014,
diperoleh informasi sebagai berikut.

Gambar 9. Presentase hasil analisis tanah Kanaan

29
Gambar 10. Presentase hasil analisis tanaman Kanaan

Status hara N tanah Kebun Nagara Kanaan adalah : 4,76% sedang, 28,57% tinggi,
dan 66,67% sangat tinggi dengan status N daun 30,00% sangat rendah, 50,00%
rendah, dan 20,00% sedang. Dari hasil analisis tanaman tahun 2014 Nitrogen di
blok-blok kebun Nagara Kanaan menunjukkan N daun 4,76% sedang. Hal ini
menunjukkan pada blok tersebut sebagian besar menunjukan keadaan tanaman
yang belum cukup dalam kebutuhan akan N dan berpotensi terjadi defisiensi N
sehingga keadaan hara pada tanaman perlu diperbaiki supaya pertumbuhan
tanaman tidak terganggu. Tanaman yang mengalami defisiensi hara N
pertumbuhannya akan melambat dan pada tanaman teh menyebabkan lebih banyak
tumbuh pucuk burung yang akan mengganggu produktivitas tanaman. Blok-blok
kebun yang memiliki status hara N contoh daun pewakil sangat rendah
menunjukkan keadaan hara N pada blok tersebut sudah mencapai titik kritis,
pertumbuhan tanaman akan mulai melambat dan akan terhenti apabila status
haranya tidak segera diperbaiki. Blok-blok kebun yang memiliki status N daun
rendah sampai sangat rendah terjadi akibat penyerapan N oleh tanaman masih
rendah, sehingga perlu perhatian yang serius terhadap pupuk N untuk mendukung
pertumbuhan tanaman supaya optimal.

Status hara P tanah kebun Nagara Kanaan adalah 95,24% sangat rendah dan
4,76% rendah dengan status P daun adalah : 5,00% sangat rendah, 55,00%
rendah, 35,00% sedang, dan 5,00% tinggi. Blok-blok di kebun Nagara Kanaan yang
memiliki status hara P daun rendah menunjukkan pada blok tersebut sudah mulai
terjadi defisiensi P sehingga perlu perhatian untuk memperbaiki penyerapan P oleh
tanaman. Tanaman yang mengalami defisiensi hara P mengakibatkan melambatnya
pertumbuhan dan akibat lanjut tanaman akan mengerdil hal ini akan mengganggu
produktivitas tanaman. Blok-blok kebun yang status P daun sedang menunjukkan
penyerapan P oleh tanaman masih perlu ditingkatkan untuk mendukung
pertumbuhan tanaman supaya optimal.

Kebun Nagara Kanaan memiliki jenis tanah Andisols. Andisols kandungan


alumunium dan kadar alofan (amorf) nya sangat tinggi sehingga akan
memfiksasi/mengikat P. Fiksasi P tersebut menyebabkan pupuk P yang sudah
dalam bentuk tersedia untuk diserap tanaman menjadi tidak tersedia karena menjadi

30
bentuk Al-P. Untuk mengurangi fiksasi P oleh Al peranan bahan organik sangat
penting. Bahan organik dapat diberikan di sekitar pohon bersama pupuk P karena
pupuk P tidak bersifat mobil sehingga tidak mudah hilang/tercuci di dalam tanah.
Efektivitas penyerapan pupuk dapat ditingkatkan dengan cara aplikasi pupuk P
sekitar daerah akar aktif tanaman. Bahan organik yang berasal dari seresah
pangkasan akan sangat membantu mengurangi fiksasi P oleh Al karena P yang
diikat oleh bahan organik akan mudah tersedia kembali untuk tanaman dibanding P
yang terfiksasi oleh Al. Selain itu penggunaan mikroba/bakteri pelarut fosfat (BPF)
juga dapat diaplikasikan.

Status hara K-dapat ditukarkan (K-dd) tanah Kebun Nagara Kanaan adalah : 100%
sangat tinggi dengan status K daun adalah : 75,00% sangat rendah dan 25,00%
rendah. Blok-blok Kebun Nagara Kanaan dengan status K daun 100% rendah
sampai sangat rendah menunjukkan tanaman pada blok tersebut sudah mulai
terjadi defisiensi K dan berada pada titik kritis sehingga keadaan hara perlu mulai
diperhatikan, penyerapan K oleh tanaman perlu diperbaiki supaya pertumbuhan
tanaman tidak terganggu. Kesuburan aktual K tersedia tanah yang keseluruhan
(100%) sangat tinggi merupakan status tanah yang cukup baik. Namun apabila
melihat status hara daunnya yang rendah dan sangat rendah kemungkinan jumlah
pupuk yang diberikan tidak seimbang atau penyerapannya tidak efisien dan efektif.
Penyerapan unsur hara K bersinergis dengan unsur hara N dan bersifat antagonis
dengan unsur hara Mg. Oleh karena itu pemberian unsur hara harus dilakukan
secara seimbang dan berkecukupan.

Kebun Nagara Kanaan memiliki status hara Mg tanah : 28,57% rendah, 52,38%
sedang, 4,76% tinggi, dan 14,29% sangat tinggi dengan status hara Mg daun
adalah 5,00% rendah, 15,00% sedang, 20,00% tinggi dan 60,00% sangat tinggi.
Blok-blok kebun yang memiliki status hara Mg tanah tinggi atau sedang namun
status Mg daunnya rendah atau sangat rendah menunjukkan bahwa keseimbangan
pupuk yang diberikan belum terpenuhi, sehingga unsur hara yang diserap oleh
tanaman tidak seimbang dan didominasi oleh salah satu unsur hara saja. Akan
tetapi untuk menjaga keseimbanagan hara, pupuk Mg masih tetap perlu diberikan.
Blok-blok kebun yang tanamannya memiliki status hara Mg rendah atau sangat
rendah, memerlukan pasokan pupuk yang cukup dan penyerapan yang efektif
supaya suplai Mg pada tanaman meningkat.

31
IV. SEJARAH WILAYAH DAN TEH JAVA PREANGER

4.1. Sejarah Wilayah

Wilayah Priangan yang menjadi lokasi budidaya Teh Java Preanger secara
administratif berlokasi di Provinsi Jawa Barat; yang secara geografis terletak di
antara 5 o 50' – 7 o 50' Lintang Selatan dan 104 o 48' – 108 o 48' Bujur Timur.

Sebagian besar wilayah Kabupaten/kota di Jawa Barat berbatasan dengan laut,


sehingga wilayah Jawa Barat memiliki garis pantai cukup panjang, yaitu 755,83 Km.

Jawa Barat memiliki iklim tropis dengan suhu terendah tercatat 9 oC yaitu di puncak
Gunung Pangrango dan suhu tertinggi tercatat 34 oC di daerah pantai utara.

Curah hujan rata-rata tahunan di Jawa Barat mencapai 2.000 mm/tahun, namun di
beberapa daerah pegunungan bisa mencapai 3.000 - 5.000 mm/tahun.

Proses geologi yang terjadi jutaan tahun lalu menyebabkan Provinsi Jawa Barat
dengan luas 3,7 juta hektar terbagi menjadi sekitar 60 % daerah bergunung dan
pegunungan dengan ketinggian antara 500–3.079 m diatas permukaan laut (dpl.)
dan 40 % daerah dataran yang memiliki variasi tinggi antara 0–500 m dpl.

Wilayah pegunungan umumnya menempati bagian tengah dan selatan Jawa Barat.
Pada bagian tengah dapat ditemukan Gunung-Gunung berapi aktif seperti Gunung
Salak (2.211 m), Gede-Pangrango (3.019 m), Ciremai (3.078 m) dan Tangkuban
Perahu (2.076). Selain itu juga dapat ditemukan deretan pegunungan yang sudah
tidak aktif seperti Gunung Halimun (1.744 m), Gn. Ciparabakti (1.525 m) dan Gn.
Cakrabuana (1.721 m).

Demikian pula halnya di wilayah selatan, gunung-gunung berapi dapat dijumpai


seperti Gunung Galunggung (2.168 m), Papandayan (2.622 m), dan Guntur (2.249
m); bersama deretan pegunungan yang sudah tidak aktif seperti Pegunungan
Selatan Jawa. Keadaan sebaliknya dijumpai di wilayah utara Jawa Barat yang
merupakan daerah dataran sedang hingga rendah yang lebih didominasi oleh
dataran aluvial.

Daerah daratan Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi beberapa karakter


sebagai berikut :

 daerah pegunungan curam di bagian selatan,ketinggian>1.500 m dpl.


 daerah lereng bukit di bagian tengah,ketinggian100-1.500 m dpl.
 daerah rendah yang luas di bagian utara, ketinggian 0-100 m dpl.
Secara geologis daratan Jawa Barat merupakan bagian dari busur kepulauan
gunung api aktif dan tidak aktif yang membentang dari ujung utara Pulau Sumatera
hingga ujung utara Pulau Sulawesi.

32
Menurut Balai Dinas Pengelolaan Air Provinsi Jawa Barat, di Jawa Barat terdapat
40 sungai yang berarti ada 40 Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS-DAS tersebut
dikelompokkan lagi menjadi beberapa kelompok DAS. Kelompok yang memiliki
area terluas adalah DAS Citarum disusul kemudian oleh Kelompok DAS Cisadane-
Cimandiri.

Aspek iklim menunjukkan Jawa Barat merupakan daerah hampir selalu basah
dengan curah hujan berkisar antara 1.000 - 5.000 mm/tahun, dengan pengecualian
untuk daerah pesisir yang berubah menjadi kering pada musim kemarau.

Pada daerah Selatan dan Tengah, intensitas hujan lebih tinggi dibandingkan
dengan daerah Utara. Sementara untuk Daerah Aliran Sungai (DAS), bagian Utara
menjadi muara bagi beberapa sungai besar seperti Citarum, Cimanuk, Ciliwung dan
Cisadane. Sedangkan di Selatan terdapat lebih sedikit sungai besar yang mengalir
ke arah Samudra Hindia, yaitu Citanduy dan Cimandiri. Keadaan berbeda juga
ditemukan pada perairan laut yang membatasi Jawa Barat. Daerah Utara
berbatasan dengan Laut Jawa dengan perairan dangkal, sementara di Selatan
bersebelahan dengan Samudra Hindia yang memiliki perairan dalam.

Teh Java Preanger, pada dasarnya adalah teh yang dibudidayakan di wilayah
dataran tinggi Jawa Barat, dengan ketinggian tempat mulai 600 m dpl., yang
secara agroklimat cocok untuk budidaya tanaman teh.

Ketinggian tempat sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan mutu teh yang
dihasilkan. Ketinggian tempat juga berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan
tanaman teh dan proses pembentukan daun teh serta tingkat serangan
hama/penyakit tanaman.

Teh Java Preanger dihasilkan di wilayah Priangan di wilayah Gunung Kancana,


Gunung Tilu, Gunung Halu, Gunung Wayang, Gunung Malabar, Gunung Patuha
sampai ke wilayah Gunung Cikuray, Gunung Papandayan, Gunung Burangrang,
Gunung Tangkubanperahu, Gunung Manglayang, Gunung Ciremai, Gunung Salak,
dan Gunung Gede. Seluruh daerah tersebut saat ini masuk dalam wilayah
Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Garut,
Kabupaten Sumedang, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Majalengka,
Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta,
Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Bogor. Peta
Potensi Wilayah Indikasi Geografis Teh Java Preanger di Jawa Barat dan
Kabupaten Bandung serta Surat Rekomendasi Kepala Dinas Perkebunan Provinsi
Jawa Barat Tentang Potensi Wilayah Geografis Penghasil Teh Java Preanger
terdapat pada Lampiran 7 dan 8.

4.2. Sejarah Pertanaman Teh Java Preanger

Tanaman teh (Camellia sinensis L.) pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1648,
berupa biji teh sinensis dari Jepang yang dibawa oleh seorang berkebangsaan

33
Jerman bernama Andreas Cleyer, dan ditanam sebagai tanaman hias di daerah
Tijgersgracht (elite) Batavia atau Jakarta sekarang.
Andreas Cleyer, dalam sejarah Indonesia
dikenal sebagai seorang pegawai VOC
(Vereenigde Oostindische Compagnie),
ahli botani, dokter, dan pengajar. Pada
perkembangan karier selanjutnya, ia menjadi
pedagang mewakili VOC di Dejima, Jepang, dan
menjadi salah seorang japanolog Eropa
pertama.
F. Valentijn; seorang rahib juga melaporkan
tahun 1694 bahwa ia melihat tanaman teh
sinensis di halaman rumah gubernur jenderal
Gambar 11. Joannes Camphuys, Gubernur Hindia Belanda, Joannes Camphuys, di
Hindia Belanda ke-15
Batavia.
Pada abad ke-18 mulai berdiri pabrik-pabrik pengolahan (pengemasan) teh yang
didukung VOC. VOC adalah Kongsi Perdagangan Hindia Timur yang didirikan
pada tanggal 20 Maret 1602 merupakan persekutan dagang asal Belanda yang
memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia.
Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Kebun Raya Bogor sebagai kebun
botani pada tahun 1817. Pada tahun 1826 tanaman teh melengkapi koleksi Kebun
Raya Bogor, diikuti pada tahun 1827 di Kebun Percobaan Cisurupan, Garut, Jawa
Barat. Dari sini dicoba penanaman teh dalam skala luas di Wanayasa (Purwakarta)
dan lereng Gunung Raung (Banyuwangi).
Karena percobaan ini dianggap berhasil, mulailah
dibangun perkebunan skala besar yang dipelopori oleh
Jacobus Isidorus Loudewijk Levian Jacobson,
seorang ahli teh, pada tahun 1828 di Jawa.
Ini terjadi pada masa pemerintahan Gubernur
Jenderal van den Bosch. Teh pun menjadi salah satu
tanaman yang dimasukkan dalam Cultuurstelsel.
Teh kering olahan dari Jawa tercatat pertama kali
diterima di Amsterdam tahun 1835. Setahun berikutnya, Gambar 12. Graaf Johannes van den
Bosch. Lukisan potret dibuat
dilakukan swastanisasi perkebunan teh. oleh Raden Saleh.

Teh jenis asamica mulai masuk ke Indonesia (Jawa) didatangkan dari Sri Lanka
(Ceylon) pada tahun 1877, dan ditanam oleh R.E. Kerkhoven di kebun Gambung,
Jawa Barat (sekarang menjadi lokasi Pusat Penelitian Teh dan Kina). Karena
sangat cocok dan produksinya lebih tinggi, secara berangsur pertanaman

34
teh sinensis diganti dengan teh assamica. Varietas asamica ini yang menjadikan
teh sebagai “komoditas emas” dan sejak itu pula perkebunan teh di Indonesia
berkembang semakin luas.

Upaya budidaya teh di Priangan mengalami kemajuan


setelah didatangkan bibit teh unggulan dari daerah
Assam di India pada tahun 1878. Bibit-bibit teh
tersebut tumbuh dan dikembangkan di perkebunan
Parakan Salak dan Sinagar di daerah Sukabumi oleh
Adriaan Walraven Holle, Albert Holle, dan Eduard
Julius Kerkhoven. Lalu di perkebunan Gamboeng
dan Arjasari oleh Ir. Rudolf Eduard Kerkhoven.

Mereka adalah keluarga-keluarga kaya raya yang


muncul setelah pemerintah kolonial Belanda
Gambar 13. R.E. Kerkhoven (1873) menerapkan kebijakan liberalisasi ekonomi.
Diberlakukannya undang-undang Agraria pada tahun
1870, yang mengubah Priangan menjadi daerah “emas hijau”, melahirkan
keluarga-keluarga konglomerat pengusaha perkebunan yang kemudian dikenal
sebagai Preanger Planters. Mereka memiliki andil besar pada pesatnya
perkembangan Kota Bandung, sampai kota itu dijuluki “Parijs van Java”.

Di awal abad XX kualitas teh dari P. Djawa adalah yang terbaik mutunya di
seluruh dunia, ini berkat jasa para Preanger Planters yang mengembangkannya.
Teh menjadi komoditas ekspor unggulan yang mendatangkan banyak keuntungan
besar dan tentu saja uang. Dengan uang, para pemilik perkebunan mampu
melakukan apa saja, di antaranya ada yang lebih memilih untuk mendermakan
sebagian hartanya bagi kemakmuran rakyat banyak.

Terdapat 5 (lima) Thee Jonkers van Preanger atau Preanger Thee Planters
yang termahsyur di Nusantara : (1) GLJ van der Hucht (2) KF Holle (3) AW Holle
(4) RE Kerkhoven (5) KAR Bosscha.

35
Guillaume Louis Jacques (G. L. J.) van der Hucht; pionir Preanger Planters
yang membawa seluruh keluarganya dari Belanda untuk mengadu nasib di
Nusantara.

Willem, panggilan G. L. J. van der Hucht, membuka


perkebunan teh di Parakansalak, Soekaboemen
(Sukabumi) pada tahun 1844.

Salah satu rumpun terbesar para penguasa


perkebunan dipegang oleh keluarga besar G. L. J.
van der Hucht. Hal ini terlihat dari penguasaan
sahamnya yang pada tahun 1873, mencapai 60
persen dari seluruh produksi teh di Hindia Belanda.

Iklan minuman sehat ”De Parakan Salak (Sukabumi)


thee onderneming Preanger Regentschappen
Gambar 14. G.L.J. Van der Hucht (1844) (Kewedanaan Priangan)” sudah dijajakan di
Amsterdam, Belanda, tahun 1890.

Gambar 15. Seorang petani mengangkut hasil teh untuk dibawa ke pabrik Parakansalak - diambil
pada Agustus 1935.

36
Gambar 16. Merek teh Parakansalak pada masa Hindia Belanda.

Gambar 17. Proses pengeringan teh di Parakansalak pada masa Hindia Belanda

37
Karel Frederik Holle tiba ke Hindia Belanda
bersama kedua orang tuanya pada usia 14
tahun. Pada tahun 1846 ia mengawali karirnya
sebagai pegawai kantor pemerintah hingga
sepuluh tahun kemudian mengundurkan diri
untuk bisa mengurus perkebunan teh
“Waspada” di Garut. Holle memang berasal dari
keluarga Hucht yang telah merintis usaha
perkebunan di Priangan sejak tahun 1844. Holle
menguasai dua lahan perkebunan di Limbangan
bernama Waspada I seluas 148 bahu yang
didirikan 3 Januari 1865 dan Waspada II seluas
50 bahu yang didirikan tanggal 29 April 1868.

Tanpa pengetahuan formal, Holle berhasil


mengembangkan kemampuannya di bidang
perkebunan dan bidang lainnya seperti linguistik
dan budaya. Perkebunannya dijadikan
labotarium untuk mempelajari berbagai segi
pertanian di saat yang sama ia
mengembangkan kemampuannya untuk
menguasai bahasa Melayu, Sunda dan Jawa.
Gambar 18. K. F. Holle (1857) Untuk menghargai jasa-jasanya, pemerintah
kolonial pada tahun 1871 mengangkatnya
sebagai Penasihat Honorer untuk Urusan Pribumi. Untuk menyebarkan ide-idenya,
Holle bekerja sama dengan teman setianya, Raden Moehammad Moesa, kepala
pengulu Garut.

Dia dikenal sangat tertarik dengan agama Islam.


Hubugan K.F. Holle dengan pemangku agama
di Garut sangat erat. Dia juga mahir membaca
Al-Qur'an, suka memakai topi Fez ala Turki, dan
berjenggot tebal.

Pada Tahun 1865 K.F. Holle mendirikan sekolah


Guru “Kweekschool voor Onderwijsers op
Inlandsche Schoolen” (Sakola Radja), yang
bangunannya sekarang digunakan sebagai
Mapolwiltabes Bandung.

Gambar 19. Raden Moehammad Moesa,


Holle bersama Raden Moehammad Moesa
kepala Pengulu Garut; Tokoh Pribumi turut menulis buku-buku bacaan yang
sahabat karib K.F. Holle.
menggunakan tulisan Sunda, yang merupakan
varian artifisial dari tulisan Jawa.

38
Holle juga menerbitkan buku-buku pelajaran
berbahasa Sunda. Tak heran karena aktivitasnya
tersebut K.F. Holle diangkat sebagai Penasihat
Urusan Dalam Negeri Hindia Belanda.

Karel Frederick Holle sebagai pemilik perkebunan


Waspada (Bellevue) di lereng Gunung Cikurai, Garut
yang sangat berpihak kepada Pribumi. Masyarakat
begitu mencintainya. Setelah ia meninggal, mereka
membuatkan patung sedada untuk mengenang
Gamabar 20. Patung sedada Karel
Frederik (K.F.) Holle dirinya.

Gambar 21. Proses Penjemuran Daun Teh di Perkebunan Waspada Garut 1860 -1890

39
Adriaan Walraven Holle, saudara dari K.F. Holle, adalah manajer perkebunan di
Parakansalak Soekaboemen (Sukabumi) milik GLJ van der Hucht. Jika bukan
karena kulitnya yang putih, mungkin A.W. Holle akan disangka sebagai Pribumi. Ia
begitu cinta pada musik Sunda dan sangat mahir bermain rebab. Berkat jasanya,
Gamelan Sari Oneng bisa melanglang buana ke peresmian Menara Eiffel (1889)
dan World Exhibitions (1893) di US.

A.W. Holle en zijn zoon, in 1877 gefotografeerd door de Naast de in dit artikel genoemde fraaie foto van moeder en
Parijse fotograaf Waléry (collectie mevrouw Dames-Holle). dochter (die staat afgedrukt in het Jaarboek van het
Centraal Bureau voor Genealogie 42 (1988) 198) werd
dezelfde dag door dezelfde fotograaf deze niet minder
fraaie foto gemaakt van A.W. Holle's echtgenote alleen
(collectie mevrouw Dames-Holle).
Gambar 22. Keluarga A.W. Holle

Gambar 23. Parakan Salak met de woning van A.W. Holle rond 1870

40
Gambar 24. Adriaan Walraven Holle, Administratur Perkebunan Parakan Salak-Sukabumi,
sedang memainkan rebab mengiringi gamelan Sunda Sarioneng (1860)

Gamelan Sari Oneng dulunya dipesan Adriaan Walrafen Holle, yang menjadi
administratur perkebunan teh di Parakan Salak, Sukabumi, sejak 1857. Minatnya
terhadap seni dan budaya Sunda itu menuntunnya untuk belajar hingga mahir
memainkan rebab. Secara bertahap, ia memesan gamelan dari Sumedang dan
ancak atau tempatnya dari perajin kayu di Thailand. Total Holle punya lima set
gamelan.

Oleh administratur perkebunan teh Parakan Salak pengganti Holle, Gustaf Mundt,
koleksi gamelan itu diangkut ke sejumlah negara untuk memeriahkan pameran teh,
kopi, dan kakao, yang merupakan komoditas andalan Belanda saat itu. Dua set
gamelan diboyong ke pameran di Belanda pada 1883. Sejak itu semuanya tak
pernah kembali lagi ke Sukabumi. Salah satunya disimpan di museum Leiden,
Belanda.

Dua set gamelan Sari Oneng dengan puluhan pemain atau nayaga dan penari pada
1889 diangkut kapal laut ke Parijs, Prancis. Misi dagang yang dibalut seni budaya
dari Hindia Belanda itu ikut memeriahkan peresmian menara Eiffel. Satu gamelan
dimiliki museum musik di Prancis, satu set gamelan lagi kembali ke Sukabumi.
Gamelan itu kini disimpan di Museum (Prabu Geusan Ulun) Sumedang.

41
Rudolf Eduard Kerkhoven adalah perintis
perkebunan teh di Gamboeng dan Malabar.
Varian Assamica yang menjadikan teh
sebagai komoditas emas.

Berbagai percobaan penanaman dan


penanaman dan penelitian teh yang
dilakukan di Gamboeng oleh keluarga
Kerkhoven, membuat Gamboeng menjadi
salah satu sentra penelitian perkebunan teh
di Jawa.

Perjuangan dan semangat usaha keluarga


Kerkhoven telah mendorong seorang
penulis bernama Hella S. Haasse, untuk
menulis sebuah
novel berjudul
Gambar 25. R.E. Kerkhoven (1873) Heren van de
thee (Pengusaha
Teh) pada tahun 1922 yang cukup populer di Belanda.
Buku ini selain melukiskan tentang perjuangan keluarga
Kerkhoven dalam melaksanakan pembangunan
perkebunan tehnya dan romantisme hubungan suami-
istrinya juga menggambarkan keindahan panorama
kebun teh di Pegunungan Gunung Tilu Gamboeng.
Gambar 26. Novel Heren van
de Thee (Hella S Hasse, 1922)

Rudolph Kerkoven meninggal tahun 1918


dan dikuburkan di Gamboeng. Demikian
juga istrinya, Jenny Roosegaarde
Bisschop, yang meninggal pada tahun
1907. Kebun Gamboeng selanjutnya
dikelola oleh putranya, Emile Kerkoven
hingga terjadinya nasionalisasi
perkebunan milik Belanda menjadi
Perkebunan Negara pada tahun 1958.

Gambar 27. Buitenzorg, 1896 V.l.n.r. Marie


Kerkhoven – Hardes. Toosje en August Kerkhoven

42
Gambar 28. Gamboeng 1889. V.l.n.r. RU, Rudolp, Emile, Jenny met Bertha op schoot,
en Edu Kerkhoven

Gambar 29. Gamboeng, - 1909. Bertha en Rudolph Kerkhoven, en bezoek per rijtuig

43
Gambar 30. Kegiatan Pengarahan di Kebun Gamboeng Tempo Dulu

G
a
m
b
a
r

2
5
.

Gambar 31. Kegiatan Penjemuran Daun Teh di Perkebunan Gamboeng

44
Gambar 32. Negla (1920) Pembukaan lahan untuk penanaman teh di wilayah Negla. (Foto Koleksi
PPTK Gambung)

Karel Albert Rudolf Bosscha datang ke


Indonesia, saat itu masih Hindia Belanda,
pada tahun 1887 saat masih berusia 22
tahun. Adalah Edward Julius Kerkhoven,
seorang pemilik perkebunan teh di
Sukabumi yang mengajak Bosscha untuk
berkerja padanya. Di negeri Belanda,
Bosscha sempat mengenyam pendidikan
bidang civil engineering namun tidak
diselesaikannya.

Ia memulai pemrosesan teh dengan “ban


berjalan” di pabrik teh Perkebunan Sinagar
Cibadak yang dikelola oleh pamannya E.J.
Kerkhoven tersebut. Kemudian pada
tahun 1888, kakaknya yang bernama dr.
Jan Bosscha, seorang geolog, berangkat
ke Kalimantan untuk eksplorasi
penambangan emas di Sambas Kecil di
Bin Pan San. Beberapa tahun Karel
Albert Rudolf Bosscha ikut kakaknya,
Gambar 33. K.A.R. Bosscha (1896) kemudian pada tahun 1892 kembali ke
Perkebunan teh Sinagar.

Berkat bantuan Edward Julius Kerkhoven dan bekal ilmu yang dimilikinya, Bosscha

45
berhasil mendirikan sebuah pabrik teh dengan teknologi yang masih tergolong baru
pada zamannya sehingga mampu meningkatkan hasil produksi teh. Sehingga Teh
dari bumi priangan mampu menembus pasar eropa.

KAR Bosscha, manajer dari Perkebunan


Malabar. Mendapatkan gelar "Warga
Terhormat" kota Bandung karena
sumbangsihnya yang besar. Technische
Hogeschool (ITB) dan Observatorium Bosscha
adalah warisannya untuk Bandung dan
Indonesia. Teh jenis Assam adalah primadona
dari Perkebunan Malabar itu dan teh jenis ini
masih bisa dilihat hingga kini dan dibiarkan
tumbuh tinggi untuk mengenang jasa Bosscha
dalam pengembangan perkebunan teh Malabar.
Inilah masa keemasan bagi juragan Bosscha Gambar 34. J.G.E.G Voute (Ditektur
pertama Observatorium Bosscha), K.A.R
sebagai juragan teh Priangan. Bosscha berhasil Bosscha (penyandang dana), Ina Voute
membangun pabrik teh dan perkebunan kina (istri J. Voute).
menjadi hasil yang mendunia saat itu.

Pada tahun 1923, Bosscha menjadi perintis dan penyandang dana pembangunan
Observatorium Bosscha yang telah lama diharapkan oleh Nederlands-Indische
Sterrenkundige Vereeniging (NISV). Kemudian ia bersama dengan Dr. J. Voute
pergi ke Jerman untuk membeli Teleskop Refraktor Ganda Zeiss dan Teleskop
Refraktor Bamberg.

Pembangunan Observatorium Bosscha selesai


dilaksanakan pada tahun 1928. Namun dia
sendiri tidak sempat menyaksikan bintang melalui
observatorium yang didirikannya karena pada
tanggal 26 November 1928 dia meninggal
beberapa saat setelah dianugerahi penghargaan
sebagai Warga Utama kota Bandung dalam
upacara kebesaran yang dilakukan Gemente di
Kota Bandung.
Gambar 35. Peneropong Bintang di Lembang
Observatorium Bosscha adalah sebuah
Lembaga Penelitian dengan program-program spesifik. Dilengkapi dengan berbagai
fasilitas pendukung, obervatorium ini merupakan pusat penelitian dan pengembangan
ilmu astronomi di Indonesia. Sebagai bagian dari Fakultas MIPA - ITB,
Observatorium Bosscha bukan hanya saja sebagai observatorium tertua di Indonesia,
tapi juga merupakan satu-satunya obervatorium besar di Indonesia.

46
Selama hidupnya, Bosscha memilih untuk tidak menikah. Pada akhir hayatnya,
karena kecintaannya pada Malabar, beliau meminta agar jasadnya disemayamkan
di antara pepohonan teh di Perkebunan Teh Malabar.

Gambar 36. Makam K.A.R. Bosscha di Malabar

Ketika Bosscha meninggal dunia, raja teh itu diantar ribuan warga. Iring-iringan
lebih dari 5 kilometer. Semua, baik orang Eropa maupun Pribumi, merasa
kehilangan administratur yang bersahaja itu.

Mengunjungi makam Bosscha yang berlokasi di tengah perkebunan teh Malabar


yang sejuk adalah cara yang menarik untuk mengenal kehidupan Bosscha dengan
lebih dekat. Kondisi makam masih terawat dengan dominasi warna putih untuk
setiap ornamennya. Bentuk dari makam ini jauh berbeda dengan makam pada
umumnya. Di tempat peristirahatan yang terakhir itu, makam Bosscha dinaungi “topi
kadatuan” yang ditopang enam tiang beton berhiaskan prasasti yang berbunyi : Hier
Rust Karel Albert Bossca, Geboren te s’Gravenhage, 15 Mei 1865 – Overleden te
Malabar, 26 November 1928. Di bawah kalimat itu terpampang foto Bosscha.

Gambar 37. Verzending van thee vóór de invoering der


vrachtauto’s, thee-onderneming Malabar

47
Teh yang disebut sebagai komoditas emas tersebut telah mampu merubah
Priangan menjadi wilayah “emas hijau” yang mendatangkan keuntungan berlimpah
ruah. Sehingga para pengusahanya mampu membangun kota Bandung sampai
mendapat julukan “Parijs van Java” dan mendermakan sebagian hartanya bagi
kemakmuran rakyat banyak.

Pada tahun 1957 Pemerintah Republik Indonesia


mengeluarkan peraturan tentang nasionalisasi
perusahaan-perusahaan asing sebagai salah satu
imbas dari hasil perjanjian Konferensi Meja
Bundar (KMB).

Pada akhir tahun 1957 Kurnadi Syarif Iskandar,


Pandji Natadikara, Max Salhuteru dan Djuhana
Sastrawinata yang berusia 30-an ditugaskan
untuk melaksanakan pengambil-alihan
(Nasionalisasi) perkebunan – perkebunan di Jawa
Barat yang pada saat ini menjadi Perkebunan
PTPN VIII.
Pada bulan Mei 1968 dibentuklah Perusahaan
Negara Perkebunan (PNP) I s/d XXX oleh Menteri
Pertanian Prof. Dr. Tojib Hadiwidjaja. Direksi PNP
diberikan wewenang untuk menjual langsung Gambar 38. Kurnadi Syarif
seluruh produknya kepasaran ekspor dan lokal Iskandar
(direct/free sales, on sample dan FAQ-Forward). 1957

Pada saat itu Kurnadi Syarif Iskandar menjabat sebagai Direktur Utama PNP XIII.
Dalam melaksanakan ekspor teh-nya, Direksi PNP melakukan dengan cara
mengirimkan ke pusat pelelangan teh di Amsterdam. Namun pada tahun 1969 ada
ancaman dari ex para pemilik perkebunan Belanda yang diambil alih oleh R.I tanpa
ganti rugi, untuk menyita produk perkebuan (Teh) yang dikirim ke Amsterdam.
Karenanya Menteri Petanian pada saat itu membuat perjanjian dengan SCA NV
(Socomabel NV) di Antwerp, Belgia, untuk menjual produk teh PNP melalui Auction
di Antwerp.

Auction di Antwerp tidak berjalan sesuai dengan harapan PNP, karena para
Blenders dan Packers dari UK dan USA tidak mau datang ke auction di Antwerp
lebih disebabkan karena jumlah teh yang dilelang terlalu kecil serta biaya traveling-
nya terlalu tinggi dibandingkan dengan nilai pembeliannya; karena itu mereka
menempatkan ordernya pada Brokers Belanda saja. Karena jumlah calon pembeli
sedikit, sehingga tidak tumbuh persaingan yang sengit untuk menaikan harga;
malah sebaliknya para calon pembeli dapat bersepakat menekan harga.

Kontrak kerjasama dengan SCA NV (Socomabel NV) berlanjut sampai akhir 1971,
bersamaan dengan berakhirnya tugas S.Kartadjoemena di Eropa dan diangkatnya
menjadi Man. Director KPB. Setelah ada persetujuan Menteri Pertanian dan Dirjen
Perkebunan, dan keputusan Direksi PTP XII - XIII untuk membuka “TEA AUCTION

48
INDONESIA” di Jakarta, dengan konsep yang sudah diterapkan di negara-negara
produsen Sri Lanka, India, dan Kenya. Pada Februari 1972 terselenggaralah :
“AUCTION PERDANA TEH INDONESIA” bertempat di gedung Direktorat Jenderal
Perkebunan, lantai 4, Slipi Jakarta. Sampai dengan tahun 1990, harga teh
Indonesia di Jakarta Tea Auction (JTA) selalu lebih tinggi dari teh SriLanka di
Colombo Tea Auction (CTA). Bahkan pada tahun 1979 harga teh Indonesia di
JTA sempat mencapai lebih dari 200 % dibanding harga teh SriLanka di CTA.
(Sumber : Kajian dan Upaya Penyempurnaan Sistem Pemasaran Teh
Indonesia; PPTK Gambung).

Teh Indonesia; khususnya Teh Java Preanger seperti inilah yang akan terus
dilindungi dan dilestarikan kejayaannya oleh Masyarakat Perlindungan Indikasi
Geografis (MPIG) Teh Java Preanger dengan strategi, taktik, dan tehnik
oprasional yang tepat dan cepat yang dilakukan secara sistematis, programatis, dan
berkelanjutan sebagai berikut :

Secara Strategis
 Secara ekonomi pengusahaan perkebunan teh java preanger harus dijaga agar
terus menguntungkan (economically viable / Profit).
 Secara sosial pengusahaan perkebunan teh java preanger harus dapat
mensejahterakan pelaku usaha, pekerjanya, dan masyarakat disekitarnya
(socially acceptable / People).
 Secara lingkungan pengusahaan perkebunan teh java preanger harus dapat
menjamin kelestarian lingkungannya (environmently sustainable / Planet).

Secara Taktik dan Teknik Operasional


 Harus sesegera mungkin diberikan perlindungan hukum bagi perkebunan teh
yang sudah dapat mencapai standar Indikasi Geografis (IG) Teh Java Preanger
dengan melaksanakan sertifikasi IG.
 Paralel dengan itu harus sesegera mungkin melaksanakan peningkatan
intensitas promosi, edukasi, dan pemasaran guna meningkatkan image dan
harga jual Teh Java Preanger agar secara ekonomi dapat senantiasa
memperoleh keuntungan. Untuk itu perlu segera dibangun Museum, Pusat
Promosi, Pusat Edukasi, dan Pusat Pemasaran Online yang mampu
menjangkau pelanggan/konsumen dan calon pelanggan dalam maupun luar
negeri.
 Harus sesegera mungkin dilakukan peningkatan intensitas kegiatan intensifikasi
dan rehabilitasi tanaman teh agar dapat dicapai tanaman yang produktivitasnya
tinggi yang mampu menghasilkan pucuk yang berkualitas baik serta mampu
menjaga kelestraian lingkungan. Hal ini telah mulai dilaksanakan dengan
bantuan dana GPATN untuk tanaman.
 Sesegera mungkin melaksanakan pembangunan pabrik State of the Art
yang bertaraf internasional milik BUMP (Badan Usaha Milik Petani) yang
sebelum ini telah mendapat bantuan dana GPATN tersebut untuk perbaikan

49
tanaman tehnya. Pabrik State of the Art adalah pabrik pengolahan yang lebih
efisien, lebih efektif, dan lebih dapat menjamin kualitas dan keamanan
produknya sehingga dapat menghasilkan produk the best quality and the
cleanest tea in the world.
 Harus sesegera mungkin dilaksanakan peningkatan intensitas riset yang
berkenaan dengan perbaikan standar kualitas IG Teh Java Preanger dan
peningkatan intensitas pelatihan tentang tanaman dan pabrik pengolahan guna
percepatan pencapaian perkebunan teh rakyat yang berstandar IG Teh Java
Preanger.

Pada saat ini perkebunan teh yang dinilai telah memenuhi persyaratan IG Teh
Java Preanger di Kabupaten Bandung diantaranya Teh Putih Perkebunan Teh
PPTK Gamboeng, Teh Hijau Steaming Perkebunan Teh Rakyat Kabupaten
Bandung, dan Teh Hijau Pan Firing Perkebunan Teh Kanaan.

Perkebunan teh berstandar IG Teh Java Preanger kedepan harus menerapkan


system manajemen mutu dan keamanan produk serta menerapkan kepatuhan
sosial dan lingkungan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
maupun berupaya untuk memperoleh sertifikat : HACCP, FSSC (ISO 22000 +
PAS), ETP, Rainforest Alliance dan atau UTZ.

Sertifikat HACCP, FSSC (ISO 22000 + PAS), ETP, Rainforest Alliance dan UTZ
Kanaan terlampir. (Lampiran 9)

Gambar 39. Hygienic Tea Sorting dalam Penerapan sistem HACCP

50
V. FAKTOR TANAMAN, GEOGRAFIS DAN MANUSIA
5.1. Faktor Tanaman

Taksonomi atau klasifikasi tanaman teh dapat diperinci sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)


Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Divisi : Spermatopyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Sub Kelas : Chorripettalae
Ordo : Trantroemiaccae
Famili : Theaceae
Genus : Camellia
Spesies : Camellia sinensis (L.)
Varietas : Camellia sinensis var. sinensis
Camellia sinensis var. assamica

Tanaman teh pada dasarnya dapat dibedakan atas 2 (dua) varietas yaitu jenis
sinensis (Camellia sinensis var. sinensis) dan jenis assamica (Camellia sinensis var.
assamica).

Oleh karena sifat tanaman teh menyerbuk silang, maka disamping dikenal adanya
kedua jenis tersebut, di Indonesia juga dikenal jenis hibrid yang merupakan turunan
hasil persilangan antara jenis sinensis dan asamica.

Tabel 10. Karakter Tanaman Teh Jenis Asamica dan Sinensis

No. Uraian Sinensis Assamica


1. Pertumbuhan dan Perdu (bisa 3 m), Pohon (bisa 20 m),
ukuran perdu pertumbuhan lambat, pertumbuhan cepat,
bercabang banyak, percabangan agak tinggi,
mulai bercabang sejak pohon lebih besar.
dari permukaan tanah,
perdu lebih kecil.
2 Daun Daun kecil, keras, Daun besar, panjang 15-
berwarna hijau gelap, 20 cm, permukaan daun
panjang 3-6 cm, mengkilat.
permukaan daun
kusam.
3. Produktivitas Rendah Tinggi
4. Rasa seduhan Soft Strong
5. Kandungan Kimia Katekin rendah, Katekin tinggi
asam amino tinggi Asam amino rendah

51
Tanaman teh (Camellia sinensis) berasal dari daerah subtropis, karena itu di Indonesia
teh lebih cocok ditanam di daerah pegunungan seperti di wilayah geografis Jawa
Barat.

Perkebunan teh di Indonesia terletak pada : dataran rendah (<800 m dpl.), dataran
sedang (800-1200 m dpl.), dan dataran tinggi (>1200 m dpl.). Pembagian daerah
pengembangan teh berdasarkan elevasi sebenarnya lebih memperhatikan
kelembaban, suhu, sinar matahari dan sebaran curah hujan yang mempengaruhi
kecepatan pertumbuhan dan kualitas.

Tanaman teh yang berasal dari daerah sub tropis di Indonesia dibudidayakan di
daerah pegunungan yang mempunyai lingkungan tumbuh seperti daerah asalnya.
Berdasarkan agroekosistem pertanaman teh di bedakan teh dataran rendah (< 800 m
dpl.), dataran sedang (800-1200 m dpl) dan datran tinggi (> 1 200 m dpl). Untuk
memenuhi kebutuhan bahan tanaman asal setek (klon), Pusat Penelitian Teh dan
Kina Gambung telah mengeluarkan anjuran bahan tanaman asal setek sebagai
berikut:
Tabel 11. Klon-Klon Tanaman Teh Anjuran PPTK

Potensi hasil Ketahanan


No Klon Kualitas Keterangan
(kg/ha) cacar
1 GMB 1 4 021 Tahan Baik DR ; DS
2 GMB 2 4 023 Tahan Baik DR ; DS
3 GMB 3 4 247 Tahan Baik DR ; DS DT
4 GMB 4 3 464 Tahan Baik DR ; DS DT
5 GMB 5 3 527 Tahan Baik DS
6 GMB 6 4 400 Tahan Baik DR ; DS ; DT
7 GMB 7 5 800 Tahan Baik DS ; DT
8 GMB 8 4 200 Tahan Baik DR ; DS DT
9 GMB 9 4 700 Tahan Baik DS ; DT
10 GMB 10 4 800 Tahan Baik DS ; DT
11 GMB 11 5 500 Tahan Baik DS ; DT
12 TRI 2025 2 800 Tahan Baik DR ; DS ; DT

5.2. Faktor Geografis

Teh Java Preanger adalah produk teh yang berasal dari tanaman teh yang dihasilkan
dari wilayah geografis Provinsi Jawa Barat. Namun dalam penyusunan Buku
Persyaratan Indikasi Geografis Teh Java Preanger ini akan dibatasi terlebih dahulu
pada wilayah geografis Kabupaten Bandung saja; khususnya yang bersangkutan
dengan wilayah geografis Perkebunan Teh PPTK Gambung, Perkebunan Teh Rakyat
disekitar Gambung,dan Perkebunan Teh Kanaan.

Sedangkan Pendaftaran Indikasi Geografis Teh Java Preanger yang dihasilkan dari
selain perkebunan-perkebunan tersebut di Jawa Barat akan disampaikan kemudian.

52
5.2.1. Keadaan Geologi

Kondisi topografi Jawa Barat, dapat dibedakan atas wilayah pegunungan


curam (9,5% dari total luas wilayah) yang terletak di bagian Selatan dengan
ketinggian lebih dari 1.500 m dpl, wilayah lereng bukit yang landai (36,48%)
yang terletak di bagian Tengah dengan ketinggian 10-1.500 m dpl, dan wilayah
daratan landai (54,03%) yang terletak di bagian Utara dengan ketinggian 0-10
m dpl. Jawa Barat memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata berkisar antara
17,40-30,70C dan kelembaban udara 73-84%.

Proses geologi yang terjadi jutaan tahun lalu menyebabkan Provinsi Jawa
Barat dengan luas 3,6 juta hektar, terbagi menjadi sekitar 60% daerah
bergunung dengan ketinggian antara 500-3.079 meter di atas permukaan laut
(dpl) dan 40% daerah dataran yang memiliki variasi tinggi antara 0-500 meter
dpl. Secara geologis ciri utama daratan Jawa Barat adalah Jawa Barat
merupakan bagian dari busur kepulauan gunung api aktif dan tidak aktif yang
membentang dari ujung utara Pulau Sumatera hingga ujung utara Pulau
Sulawesi. Daratan dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam di selatan
dengan ketinggian lebih dari 1.500 m dpl, wilayah lereng bukit yang landai di
tengah ketinggian 100 - 1.500 m dpl, wilayah dataran luas di utara ketinggian
0 - 100 m dpl, dan wilayah aliran sungai. Jawa Barat didominasi oleh endapan
alluvial yang terdapat di bagian utara dan sebagian di selatan. Endapan lainnya
yang cukup dominan adalah Elosen yang terdapat di bagian tengah - timur,
dan alluvial faces gunung api di bagian tengah – barat (UPI, 2012).

Satuan Ekoregion di Provinsi Jawa Barat adalah Pegunungan Blok Patahan,


Dataran Rendah, Dataran Tinggi, Perbukitan Karst, Volkanik, dan Perbukitan
Sinklinal. Ekoregion (bentang lahan) blok patahan berada pada zone selatan
Jawa Barat seperti; Ciamis, Tasikmalaya, Garut, dan Suka Bumi, serta
beberapa tempat di bagian tengah yang berada di wilayah Kabupaten
Cirebon, Majalengka dan Kuningan. Dataran rendah di wilayah Provinsi Jawa
Barat sebagian besar berada di wilayah utara meliputi daerah Cirebon,
Indramayu, Subang, Karawang dan Bekasi (Kementerian Lingkungan Hidup,
2012).

Jawa Barat sebagai bagian dari Pulau Jawa merupakan pulau terluar dari
busur selatan Asia, disamping itu dengan adanya penunjaman ini maka Pulau
Jawa memiliki kondisi geologi yang unik dan rumit. Pada jaman pra tersier
Jawa Barat merupakan kompleks melange yaitu zone percampuran antara
batuan kerak samudera dengan batuan kerak benua. Terdiri dari batuan
metamorf, vulkanik dan batuan beku, yang diketahui hanya dari data pemboran
dibagian utara laut jawa barat (Martodjojo, 1984 dalam Frasetya, 2012).

Pada tersier awal (peleosen) terbentuk komplek melange pada barat daya
Jawa Barat (Teluk Cileutuh) yang diduga sebagai bagian zona punjaman ke

53
arah Jawa Tengah. Disebelah utara Jawa Barat mulai diendapkan produk hasil
letusan gunung api yang terendapkan sebagai formasi Jatibarang sementara.
Pada kala Eosen, Jawa Barat berada pada kondisi benua, yang ditandai oleh
ketidakselarasan, tetapi Rajamandala-Sukabumi merupakan area terestrial
fluvial dimana hadir formasi Gunung Walat yang mengisi depresi interarc basin.

Pada kala Oligosen Awal ditandai oleh ketidaklarasan pada puncak Gunung
Walat berupa konglomerat batupasir kwarsa, yang menunjukkan suatu tektonik
uplift diseluruh daerah. Pada kala oligosen akhir diawali dari tansgesi marin,
yang terbentuk dari selatan-timur (SE) kearah utara-timur (NE). Bogor Through
berkembang ditengah Jawa Barat yang memisahkan off-shelf platform di
selatan dari Sunda shelf di utara. Pada tepi utara platform ini reef formasi
Rajamandala terbentuk yang didahului oleh pengendapan serpih karbonatan
formasi Batuasih. Kala ini juga diendapkan formasi Gantar pada bagian utara
ayng berupa terumbu karbonat dan berlangsung selama sikluas erosi dan
trangesi yang berulangkali, pada waktu yang sama terjadi pengangkatan
sampai Meosen Awal bersamaan dengan aktivitas vulkanik yang menghasilkan
struktur lipata dan sesar dengan arah barat daya timur laut.

Pada kala Meosen yaitu setelah formasi Rajamandala terbentuk maka pada
cekungan Bogor diisi oleh endapan turbidit dan volcanic debris. Sementara
pada bagian selatan diendapkan formasi Jampang dan Cimandiri. Di sebelah
utara diendapkan formasi Parigi dan formasi Subang. Pengangkatan kala
Meosin tengah diikuti oleh perlipatan dan pensesaran berarah barat-timur.
Pliosen akhir mengalami pengangkatan yang diikuti oleh pelipatan lemah zona
Cimandiri mengalami pensesaran mendatar. Sementara itu berlangsung
pengendapan formasi Bentang.

Pada zaman kuarter peristiwa geologi banyak diwarnai oleh aktivitas


vulkanisme sehingga pada seluruh permukaan tertutupi oleh satuan produk
gunung api. Daerah Bandung mengalami penyumbatan sungai Citarum oleh
lava erupsi tangkuban Perahu sehingga tergenang oleh air dan terbentuk
Danau Bandung. Selama tergenang maka daerah Bandung dan sekitarnya
seperti Padalarang dan Cimahi banyak terbentuk endapan-endapan danau.
Sampai akhirnya Danau Bandung bocor didaerah gamping Sang Hyang Tikoro
dan selama itu terendapkan lagi produk-produk gunung api dari Tangkuban
Perahu.

Struktur regional Jawa Barat memiliki empat pola struktur akibat adanya empat
aktifitas tektonik yaitu : Struktur perlipatan dan pensesaran yang mempunyai
arah barat ke timur : Diakibatkan oleh pengangkatan yang berlangsung selama
Miosen tengah Struktur perliparan dan pensesaran yang mempunyai arah
sekitar N45oE. Struktur ini diakibatkan oleh pengangkatan yang disertai oleh
volkanisme pada Oligosen akhir sampai Miosen awal.

54
Struktur disebelah timur Jawa Barat mempunyai arah sekitar N315 oE,
membentang ke barat di utara Bandung berarah timur-barat, semakin ke barat
maka struktur berarah umum barat daya. Struktur ini diakibatkan oleh aktivitas
tektonik yang berlangsung selama Kuarter. Sementara itu di dataran Jakarta
mempunyai struktur dengan arah utara-selatan. Di Jawa Barat daerah tengah
arah struktur sekitar N75oE yang di tunjukkan oleh Tinggian Rajamandala.
Pengangkatan pada pliosen akhir yang diikuti oleh perlipatan lemah. Pada
formasi Bentang sehingga batuan pada formasi ini relatif memiliki kemiringan
lapisan yang landai, selanjutnya diikuti dengan kegiatan tektonik sehingga
Zona Cimandiri mengalami pensesaran mendatar yang mempunyai arah
sekitar N45oE memotong struktur terdahulu.

Gambar 40. Peta Geologi Regional Jawa Barat (Sampurno. 1976)

Tanah – tanah Kebun Teh Rakyat Neglasari dan Kanaan memiliki bahan induk
berupa abu dan tufa volkan intermidier atau bahan vulkanik tak-padu
(“unconsolidated”). Fisiografi berupa lungur volkan dengan bentuk wilayah
berombak sampai berbukit. Mineral lempung (Clay mineral) tanah andosol
terutama ialah alofan (Alophane), disamping sedikit haloisit dan gibsit,
sehingga diduga pelapukan mineral mengikuti urutan: gelas vulkan-gibsit-
alofan dehidratasi haloisit. Menurut Munir (1995) Andisols berasal dari bahan
induk abu vulkanik, yang banyak mengandung gelas volkanik yang amorf,
sedikit feldspar, dan sejumlah kuarsa. Abu vulkan yang berasal dari gunung api
di Indonesia umumnya bersifat andesitik sampai basalt sehingga banyak
mengandung basa-basa dan unsur hara mikro (Hardjowigeno, 1993). Tanah ini
umumnya didominasi oleh mineral amorf seperti alofan, imogilit, besi dan
aluminium oksida/hidroksida.

Sedangkan tanah-tanah yang berada di Kebun Percobaan Gambung


mempunyai bahan induk yang berasal dari batuan andesit-basaltik.
Berdasarkan formasi geologi, Kebun Percobaan Gambung termasuk ke dalam

55
formasi geologi Qlk, merupakan bahan volkanik yang berumur kuarter yang
berasal dari Gunung Kendeng (Koesmono et.al., 1996). Bahan volkanik
tersebut adalah lava yang berselingan dengan endapan-endapan lahar dengan
susunan breksi andesit dan breksi tufa (Subroto, 1987). Topografi daerah ini
bergelombang sampai berbukit.

5.2.2. Karakteristik Tanah

Pada umumnya tingkat kesuburan tanah di Jawa Barat cukup baik. daerah
dataran rendah di sepanjang pantai utara misalnya, ditutupi oleh jenis tanah
alluvial yang subur untuk lahan pertanian/persawahan. Jawa Barat bagian
tengah yang merupakan daerah berbukit dan bergunung serta daerah lembah-
lembah diantara gunung-gunung tersebut, juga ditutupi oleh jenis tanah alluvial.
Sedangkan Di bagian selatan merupakan daerah pegunungan ditutupi oleh
jenis-jenis tanah latosol, organosol, dan litosol yang dapat dimanfaatkan untuk
lahan-lahan tanaman perkebunan (Bakosurtanal, 2012).

Gambar 41. Peta Jenis Tanah Provinsi Jawa Barat (Sumber : Nurina)

Kebun Teh Rakyat Neglasari dan Kanaan memiliki ordo tanah Andisol,
sedangkan Kebun PPTK Gambung memiliki ordo tanah Andisol, Inceptisol
dan Entisol.

5.2.3. Iklim

Curah hujan rata-rata tiap tahun di Jawa Barat mengalami kenaikan dari tahun
sebelumnya (3.063 mm/tahun) dengan kisaran curah hujan antara 2.123 -
4.669 mm/tahun. Jawa Barat memiliki iklim tropis, selama ini suhu terendah
tercatat 9oC yaitu di Puncak Gunung Pangrango dan suhu tertinggi tercatat
34oC di daerah pantai utara. Kecepatan angin rata-rata selama tahun
2009 sebesar 3 knot dengan tekanan udara sebesar 922,9 mb dan
kelembaban nisbi mencapai 79%.

56
Iklim di Jawa Barat adalah Tropis, dengan suhu 9 oC di Puncak Gunung
Pangrango dan 34 oC di Pantai Utara, curah hujan rata-rata 2.000 mm per
tahun, namun di beberapa daerah pegunungan antara 3.000 sampai 5.000 mm
per tahun. Provinsi Jawa Barat memiliki curah hujan tahunan rata-rata paling
tinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia dan mempunyai potensi
sumber daya air khususnya air permukaan mencapai rata-rata 35,155 milyar
m3/ tahun dalam kondisi normal.

Dikutip dari Abraham (2009), dikatakan bahwa berdasarkan data hujan dari
beberapa stasiun klimatik, Provinsi Jawa Barat memperlihatkan pola hujan tipe
monsoon dengan puncak musim hujan terjadi 2 (dua) kali, yaitu pada bulan
November dan April. Musim kemarau biasanya dimulai bulan Mei dan berakhir
pada Oktober dengan jumlah hujan yang bervariasi di beberapa daerah seperti
terlihat pada Gambar 42 berikut.

Gambar 42. Pola Hujan Umum di Jawa Barat

5.2.4. Peta dan Batas Wilayah Jawa Barat

Jawa Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia. Ibu kotanya berada di Kota
Bandung. Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat
merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad
Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No.11 Tahun
1950, tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat. Selama lebih kurang 50
tahun sejak pembentukannya, wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Barat baru
bertambah 5 wilayah, yakni Kabupaten Subang (1968), Kota Tangerang
(1993), Kota Bekasi (1996), Kota Cilegon dan Kota Depok (1999).

Dalam kurun waktu 1994-1999, secara kuantitatif jumlah Wilayah Pembantu


Gubernur tetap 5 wilayah dengan tediri dari : 20 kabupaten dan 5 kotamadya,
dan tahun 1999 jumlah kotamadya bertambah menjadi 8 kotamadya. Kota
administratif berkurang dari enam daerah menjadi empat, karena Kotip Depok
pada tahun 1999 berubah status menjadi kota otonom.

Dengan lahirnya UU No.23 Tahun 2000 tentang Provinsi Banten, maka


Wilayah Administrasi Pembantu Gubernur Wilayah I Banten resmi ditetapkan

57
menjadi Provinsi Banten dengan daerahnya meliputi Kabupaten Serang,
Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan Kabupaten/Kota Tangerang
serta Kota Cilegon. Adanya perubahan itu, maka saat ini Provinsi Jawa Barat
terdiri dari 17 Kabupaten dan 9 Kotamadya, dengan membawahi 592
Kecamatan, 5.201 Desa dan 609 Kelurahan. Adapun monografinya dipaparkan
pada Tabel 12 berikut :

Tabel 12. Data Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota
di Jawa Barat.

Luas Wilayah
No Kabupaten/ Kota Ibu Kota
(KM2)
1 Kab. Bogor Cibinong 3,440.71
2 Kab. Sukabumi Pelabuanratu 3,934.47
3 Kab. Cianjur Cianjur 3,432.96
4 Kab. Bandung Soreang 2,000.91
5 Kab. Garut Garut 3,065.19
6 Kab. Tasikmalaya Singaparna 2,680.48
7 Kab. Ciamis Ciamis 2,556.75
8 Kab. Kuningan Kuningan 1,178.58
9 Kab. Cirebon Sumber 988.28
10 Kab. Majalengka Majalengka 1,204.24
11 Kab. Sumedang Sumedang 1,522.21
12 Kab. Indramayu Indramayu 2,000.99
13 Kab. Subang Subang 2,051.76
14 Kab. Purwakarta Purwakarta 969.82
15 Kab. Karawang Karawang 1,737.53
16 Kab. Bekasi Cikarang 1,484.37
17 Kab. Bandung Barat Ngamprah 1,305.77
18 Kota Bogor Bogor 21.56
19 Kota Sukabumi Cisaat 12.15
20 Kota Bandung Bandung 167.27
21 Kota Cirebon Cirebon 37.54
22 Kota Bekasi Bekasi 210.49
23 Kota Depok Depok 200.29
24 Kota Cimahi Cimahi 48.42
25 Kota Tasikmalaya Tasikmalaya 471.62
26 Kota Banjar Banjar 1,135.90
Jawa Barat 34,816.96
Sumber : Survei Sosial Ekonomi 2007

58
Gambar 43. Peta Provinsi Jawa Barat Sumber : jabarprov.go.id

Provinsi Jawa Barat, sejak berdirinya sampai sekarang telah dipimpin oleh 12
orang Gubernur, yaitu : M Sutardjo Kartohadi (1945-1946), Mr. Datuk Djamin
(1946), M. Sewaka (1946-1952), R. Muhamad Sanusi Hardjadinata (1952-
1956), R. Ipik Gandamana (1956-1960), H. Mashidu (1960-1970), Solihin GP
(1970-1975), H. Aang Kunaefi (1975-1985), HR. Yogie SM (1985-1993), R.
Nuriana (1993-2003), H. Danny Setiawan (2003 – 2008) dan H. Ahmad
Heryawan (2008-sekarang/07 Oktober 2014).

Motto Jawa Barat adalah Gemah Ripah Repeh Rapih, yang merupakan sebuah
frasa berasal dari bahasa Sunda. Kata gemah-ripah dan repeh-rapih
merupakan kata majemuk yang mempunyai arti sebagai berikut :

Gemah-ripah : subur makmur, cukup sandang dan pangan.


Repeh-rapih : rukun dan damai atau aman sentosa.
Arti bebas dari motto daerah Jawa Barat secara keseluruhan ialah menyatakan
bahwa Jawa Barat merupakan daerah yang kaya raya dan subur makmur serta
didiami oleh banyak penduduk yang hidup rukun dan damai.

Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5°50 - 7°50 Lintang
Selatan (LS) dan 104°48 - 108°48 Bujur Timur (BT) dengan batas-batas
wilayah sebelah utara, berbatasan dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta, sebelah
Timur, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah, sebelah selatan, berbatasan
dengan Samudra Indonesia dan sebelah Barat, beratasan dengan Provinsi
Banten. Berdasarkan laporan Gubernur Jawa Barat tahun 2011, provinsi Jawa
Barat memiliki luas wilayah daratan seluas 3.711.654,00 hektar dan garis
pantai sepanjang 724,85 km (Provinsi Jawa Barat, 2011).

59
5.3. Faktor Manusia

Awalnya petani teh di Jawa Barat adalah masyarakat desa yang dipaksa menjadi
petani teh melalui kebijakan tanam paksa (Cultuur Stelsel) yang diberlakukan
pemerintah kolonial Belanda saat itu. Pucuk teh yang dihasilkan petani disetorkan ke
pabrik-pabrik perkebunan besar milik pengusaha Belanda. Perkebunan besar milik
Belanda tersebut mempekerjakan masyarakat Sunda yang hidup disekitar
perkebunan besar tersebut. Teh yang diproduksi oleh perkebunan besar yang para
pekerjanya adalah masyarakat Sunda tersebut pada akhir abad ke XIX pernah
menempati posisi kualitas terbaik dan mendapatkan harga terbaik di dunia apple to
apple; yang dikenal sebagai Java Preanger Tea; dan disebut juga sebagai
“komoditas emas”; mampu merubah wilayah geografis Priangan (Preanger) menjadi
wilayah “emas hijau”; mampu memberikan keuntungan berlimpah ruah bagi pelaku
usahanya, sehingga para pengusahanya mampu membangun Kota Bandung sampai
mendapat julukan “Parijs van Java” dan bisa mendermakan sebagian hartanya untuk
kepentingan orang banyak.

Setelah mendapatkan ilmu pengetahuan dan tehnologi pembudidayaan tanaman teh


dan pengolahannya dari para pengusaha perkebunan teh Belanda, masyarakat sunda
kemudian mendapat pembinaan dari pemerintah RI yang selanjutnya
mengembangkan perkebunan teh rakyat secara besar-besaran melalui program ADB
pada tahun 1977, sehingga perkebunan teh rakyat menjadi yang paling luas
dibanding dengan PBS Teh maupun BUMN Teh. Masa keemasan komoditas teh di
Indonesia khususnya di Jawa Barat berlangsung sampai dengan tahun 1990. Setelah
itu perkebunan teh terus mengalami keterpurukan hingga terancam punah.
Karenanya masyarakat pertehan khususnya masyarakat perkebunan teh rakyat
dengan bantuan pemerintah telah melakukan Gerakan Penyelamatan Agribisnis Teh
Nasional (GPATN) secara bertahap. Pada tahap pertama tahun 2014/2015 sedang
dilakukan program intensifikasi dan rehabilitasi tanaman teh rakyat seluas 3.200
hektar senilai sekitar Rp. 48 milyar. Pada tahun 2015/2016 akan dilaksanakan
program intensifikasi dan rehabilitasi seluas 5.000 hektar senilai sekitar Rp.75 milyar
dan pembangunan 2 (dua) buah pabrik pengolahan percontohan state of the art milik
petani senilai Rp. 17 milyar. Seterusnya akan dilakukan pelaksanaan program
GPATN sampai seluruh perkebunan teh rakyat menjadi perkebunan teh yang
berkelanjutan yang mempunyai pabrik pengolahan sendiri yang bertaraf state of the
art. Pabrik teh milik petani tersebut akan merupakan pabrik yang lebih efisien, lebih
efektif, dan lebih dapat menjamin kualitas dan keamanan produknya. Sehingga pada
saatnya petani akan dapat menghasilkan the best quality and the cleanest tea in
the world atau yang disebut dengan Teh Java Preanger sebagai Teh Premium.
Dengan demikian diharapkan pendapatan dan kesejahteraan petani akan semakin
meningkat. Perekonomian wilayah akan semakin tumbuh dan berkembang. Untuk itu
Masyarakat Sunda dituntut untuk tetap dapat menjalankan budaya “Silih Asih, Silih
Asah, Silih Asuh” dengan bekerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas.

60
VI. PROSES PRODUKSI DAN PEMASARAN

6.1. Proses Produksi

6.1.1. Penanaman dan Budidaya

6.1.1.1. Syarat Lokasi Tanaman

Tanaman teh karena berasal dari sub tropis, maka cocok ditanam di
daerah pegunungan. Garis besar syarat tumbuh untuk tanaman teh adalah
kecocokan iklim dan

6.1.1.1.1. Iklim.

Faktor iklim yang perlu mendapat perhatian ialah suhu udara, curah
hujan, sinar matahari serta angin. Faktor iklim ini sangat berkaitan erat
dengan tinggi tempat (elevasi).

a. Suhu Udara

Sebagai tanaman yang berasal dari daerah subtropis, maka tanaman


teh di Indonesia menghendaki udara yang sejuk. Suhu udara yang
baik baik tanaman teh ialah suhu harian yang berkisar antara 13 o-25oC
yang diikuti oleh cahaya matahari yang cerah dan kelembaban relatif
pada siang hari tidak kurang dari 70%. Tanaman teh akan terhenti
pertumbuhannya apabila suhu dibawah 13o C dan diatas 30o C serta
kelembaban relatif (RH) kurang dari 70%.

b. Curah hujan

Tanamn teh tidak tahan terhadap kekeringan, sehingga hanya cocok


ditanam pada daerah yang mempunyai curah hujan yang cukup tinggi
dan merata sepanjang tahun. Jumlah hujan tahunan sebaiknya tidak
kurang dari 2000 mm.

c. Sinar matahari

Sinar matahari sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman


teh; makin banyak sinar matahari makin cepat pertumbuhan,
sepanjang curah hujan mencukupi. Sinar matahari berpengaruh juga
pada suhu udara; makin banyak sinar matahari makin tinggi suhu
udara. Apabila suhu udara mencapai 30o C, maka pertumbuhan
tanaman teh akan terhambat.

d. Angin

Pada umumnya angin yang berasal dari dataran rendah membawa


udara panas dan kering. Hal ini sering berpengaruh buruk terhadap

61
pertumbuhan teh. Tiupan angin yang kencang terus menerus selama
2-3 hari akan menyebabkan daun rontok. Angin dapat pula
mempengaruhi kelembaban udara serta berpengaruh pula terhadap
penyebaran hama penyakit.

6.1.1.1.2. Tanah

Tanah adalah faktor yang cukup menentukan bagi pertumbuhan


tanaman teh perlu dipilih tanah yang serasi untuk pertumbuhan
tanaman teh. Tanah yang serasi atau memenuhi syarat untuk tanaman
teh ialah tanah yang subur, banyak mengandung bahan organik, tidak
bercadas serta mempunyai derajat keasaman (pH) antara 4,5-5,6.
Umumnya tanah yang baik untuk pertumbuhan teh terletak dilereng-
lereng gunung berapi yang biasa dinamakan tanah Andisol (vulkanis
muda). Disamping tanah Andisol masih ada jenis tanah lain yang
serasi bersyarat untuk ditanami teh, yaitu tanah latosol dan tanah
podzolik. Kedua jenis tanah ini umumya terdapat didaerah yang lebih
rendah yang terletak dibawah 800 m dari permukaan laut.

6.1.1.1.3. Elevasi

Elevasi (ketinggian tempat dari permukaan laut) tidak menjadi faktor


pembatas bagi pertumbuhan tanaman teh, ada kaitan erat antara
elevasi dengan unsur iklim yaitu suhu udara; makin rendah elevasi,
suhu udara makin tinggi. Di Indonesia kebun teh terdapat pada
keserasian elevasi yang cukup luas, yaitu 600-2000 m atau lebih
diatas permukaan laut.

Biasanya daerah kebun kebun teh di Indonesia terbagi menurut


elevasi menjadi 3 daerah yaitu :

- Perkebunan daerah rendah (<800 m diatas permukaan laut),


- Perkebunan daerah sedang (800-1200 m diatas permukaan laut),
- Perkebunan daerah tinggi (>1200 m diatas permukaan laut)

Perbedaan suhu sangat erat kaitannya dengan elevasi dan


mempengaruhi sifat pertumbuhan perdu teh. Karena perbedaan sifat
pertumbuhan tersebut maka terdapat perbedaan mutu dari teh jadi.
Teh produksi daerah tinggi mempunyai aroma yang lebih baik dari
pada teh produksi daerah rendah

6.1.1.2. Persiapan Lahan

Persiapan lahan untuk penanaman teh terdiri atas 2 kegiatan: (1) untuk
penanaman baru, dan (2) untuk penanaman ulang.

62
6.1.1.2.1. Persiapan Lahan untuk Penanaman Baru (Newplanting)
Secara umum urutan kerja persiapan lahan untuk penanaman baru
adalah sebagai berikut :
a. Survei dan pemetaan tanah
Data survai ini berguna untuk menentukan prasarana dana sarana
yang akan dibangun seperti :
- Jalan kebun untuk transportasi dan kontrol
- Lokasi emplasmen (pabrik, perumahan, dll.)
- Pembuatan peta kebun dan peta kemampuan lahan
- Pembuatan fasilitas yang mendukung pengembangan
Kebun (fasilitas air, dll.).

b. Pembongkaran pohon dan tunggul


Pelaksanaan pembongkaran pohon dan tunggul dapat dilakukan
dengan 3 cara, yaitu :
- Pohon dan tunggul dibongkar langsung secara manual
sampai ke akar-akarnya.
- Pohon dimatikan dulu dengan cara pengulitan pohon
(ring barking), setelah mati kemudian tunggul dibongkar.
- Pohon dimatikan dengan menggunakan larutan kimia
yang dioleskan pada batang yang dikuliti.

c. Babad dan nyasap

Pembabatan pohon dan tunggul dilakukan setelah


pembongkaran pohon dan tunggul selesai. Setelah
pembabatan tanah disasap dengan cangkul sedalam 5-10 cm
untuk membersihkan gulma. Pekerjaan ini dilakukan musim
kemarau.

d. Pengolahan tanah

Pencangkulan pertama dilakukan sampai sedalam 60 cm


untuk menggemburkan tanah. Selanjutnya pencangkulan kedua
sedalam 30-40 cm setelah 2-3 minggu setelah pencangkulan
pertama sambil meratakan tanah. Pengolahan tanah dapat
dilakukan dengan cara seperti diatas, atau dengan cara rorakan.
Rorak dibuat dengan ukuran dalam 40 cm dan lebar 30 cm. Oleh
sebab itu pengolahan cara perorakan dilakukan setelah
pengajiran.

e. Pembuatan jalan dan saluran drainase.

Selesai membuat petakan tanah berukuran 20 x 20 m, perlu

63
segera dibuat jalan kebun untuk memudahkan pekerjaan
pemeliharaan tanaman. Lebar jalan kebun cukup 1 m dengan
panjang tergantung keadaan. Jangan terlalu banyak membuat
jalan sehingga banyak lahan terbuang atau terlalu sedikit
sehingga menyulitkan pelaksanaan pekerjaan. Selesai
pembuatan jalan, dibuat saluran drainase untuk mencegah
erosi. Pembuatan saluran drainase agar mempertimbangkan
kemiringan serta letak jalan kebun.

6.1.1.2.2. Persiapan Lahan Untuk Penanaman Ulang (Replanting)

Penanaman ulang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas yang


sebelumnya rendah karena teh tua yang jumlahnya sudah cukup
besar lebih dari 50% dan pohon-pohon pelindungnya sudah tua.
Teknik pelaksanaan persiapan lahan untuk penanaman ulang adalah
sebagai berikut :

(1) Pembongkaran pohon pelindung yang tidak dikehendaki agar


sumber hama/penyakit, persaingan hara, air dan lain-lain dapat
dihindari.

(2) Pembongkaran perdu teh tua harus mempertimbangkan


kemiringan lahan, agar erosi tidak terlalu besar. Untuk lahan
datar dan landai, pembongkaran perdu teh dapat dilakukan
dengan pencabutan, sedang daerah kemiringan 30% perdu-
perdu teh tidak perlu dibongkar tetapi dimatikan dengan bahan
kimia. Pembongkaran dapat menggunakan takel.

(3) Sanitasi lahan untuk persiapan lahan yang berasal dari kebun
yang telah terserang penyakit cendawan akar sebagai berikut
: (1) Penanaman rumput Guatemala selama dua tahun,
setelah itu baru ditanami teh, (2) lahan siap tanam
difumigasi terlebih dahulu dengan methyl bromida. Caranya
dengan mengalirkan methyl bromida ke dalam lembaran
plastik yang menutupi tanah selama dua minggu. Setelah itu
sungkup dibuka selama dua minggu baru dapat ditanami teh
lagi, (3) lahan difumigasi dengan Vapam menggunakan alat
suntik tanah sebanyak 8 ml/lobang. Jarak antar lobang 30 cm
x 30 cm. Penyuntikan pada saat tanah lembab/basah, atau
setelah disuntik Vapam kemudian disiram air. Setelah satu
bulan tanah dapat ditanami teh kembali.

(4) Pengolahan tanah setelah teh dicabut dilakukan dengan cara


dicangkul seperti pada pengolahan tanah untuk penanaman
baru. Sedangkan untuk lahan yang perdunya dimatikan
dengan bahan kimia, pengolahan tidak perlu dilakukan, cukup

64
dengan penataan tanah dan pembuatan lobang tanam. Bila
masih terdapat rumput liar, maka perlu disemprot dengan
herbisida.

6.1.1.3. Bahan Tanaman (Pemilihan Varietas)

Bahan Tanaman untuk tanaman teh java preanger terdiri atas Cinyiruan,
Kaligua, TRI 2025, Kiara 8, dan Varietas Sinensis; namun sejak tahun 1988
telah dianjurkan klon-klon yang terdiri dari seri Gambung yaitu, GMB 1, GMB
2, GMB 3, GMB 4, dan GMB 5. Klon ini mampu berproduksi di atas 3.500 kg
kering per hektar per tahun pada tahun ketiga. Klon anjuran seri
Gambung ini dibedakan menjadi (1) daerah rendah GMB 1, GMB 2, GMB
3, (2) daerah sedang GMB 3, GMB 4,dan GMB 5, (3) daerah tinggi GMB1,
GMB 2, GMB3, GMB 4,dan GMB 5. Khusus untuk klon GMB yang akan
ditanam di daerah rendah dan sedang memerlukan persyaratan: (1) pohon
pelindung sementara maupun tetap, (2) harus diberi mulsa 20 ton per
hektar untuk mempertahankan kelembaban tanah, (3) lahan harus diolah
dengan kedalaman minimal 40 cm, lobang tanam lebih besar dan dalam
disertai pembuatan rorak selang dua baris.

Untuk meningkatkan produktivitas kebun, Pusat Penelitian Teh dan Kina


telah menghasilkan klon baru seri Gambung 6 – 11 yang telah dilepas
pada bulan Oktober 1998. Klon ini dianjurkan ditanam di daerah rendah
sedang dan tinggi. Potensi klon dapat mencapai 5000 kg kering per hektar per
tahun. Klon baru ini dianjurkan di tanam di daerah rendah sedang dan
tinggi, yaitu klon GMB 6, GMB 7, dan GMB 9. Untuk GMB 8, GMB 10 dan GMB
11 dianjurkan untuk daerah sedang dan tinggi.

Dalam rangka mendukung pengembangan teh hijau telah dilepas oleh


Menteri Pertanian tanggal 30 April 2009 sebanyak 5 klon teh Sinensis,
yaitu : GMBS 1, GMBS 2, GMBS 3, GMBS 4, dan GMBS 5. Potensi hasil
GMBS 1 dapat mencapai 1.939 kg/ha/th, GMBS 2 sebesar 2.151 kg/ha/th,
GMBS 3 sebesar 1.839 kg/ha/th, GMBS 4 sebesar 2.107 kg/ha/th, dan
GMBS 5 sebesar 2.165 kg/ha/th.

6.1.1.4. Penyiapan Bibit dan Tata Cara Penanaman

Dalam rangka pengembangan budidaya teh dapat menggunakan bahan


tanaman yang berasal dari biji atau stek.

6.1.1.4.1. Bahan Tanaman Asal Biji

Bahan tanaman asal biji diambil dari kebun biji yang dikelola
secara khusus. Kebun biji dibedakan menjadi :

(a) Kebun biji biklonal terdiri dari 2 klon.

65
(b) Kebun biji poliklonal terdiri lebih dari 2 klon.

Kebun biji dapat dibangun dengan cara tanaman dibentuk


berbaris, segi empat, atau ganda segi tiga dengan jarak tanam 4 m
x 5 m dan 5 m x 6 m. Untuk bahan tanaman berasal dari biji,
dapat digunakan sumber penghasil biji kebun biji di Gambung
dan Pasir Sarongge (Tabel 1). Salah satu sumber tanaman
penghasil biji Pasir Sarongge dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 44. Skema kebun biji 2 klon (A), 4 klon (B) dangan segitiga7
klon (C) dengan jarak tanam 3 x 3 m,4 x 4 m dan 5 x 5 m

Kebun biji yang dianjurkan dapat dilihat pada Tabel 13,

Tabel 13. Kebun-kebun Sumber Penghasil Biji

No KB Lokasi Komposisi klon


KB 2 Gambung PS 125, Mal 2, KP 4, Cin 143
KB 5 Pasir Sarongge PG 18, Mal 11
KB 7 Pasir Sarongge Cin 51, Cin 53, Cin 54, Cin 55, Cin 56
KB 8 Pasir Sarongge PS1, KP 4, PS 324, Mal 2, SA 40
KB 9 Pasir Sarongge PS 125, Cin 143, Kiara 8
KB 11 Pasir Sarongge TRI 2024, TRI 2025, TRI 777, PS 1, Kiara 8
Sumber : Pusat Penelitian Teh dan Kina. 2006.

a. Pemungutan biji teh.

Pohon teh berbuah sepanjang tahun dengan dua fase


pembuahan. Fase pertama pembuahan lebat di musim kemarau
dan tidak lebat di musim penghujan. Biji teh masak 8 bulan
setelah pembungaan. Beberapa ciri biji teh yang baik sebagai
berikut : warna kulit biji hitam dan mengkilat, biji penuh terisi
berwarna putih, berat jenis lebih berat dari air sehingga akan
tenggelam, bentuk dan ukuran harus sesuai dengan jenis klonnya.
Biji yang dipungut yang telah jatuh di tanah. Biji yang dikumpulkan
segera dimasukkan di bak air untuk dipisahkan yang baik dan jelek.

66
Biji yang baik, yaitu biji yang tenggelam untuk dijadikan benih.
Sebelum biji disimpan biji dikeringanginkan dan dicampur dengan
fungisida. Disarankan biji segera dipakai karena daya kecambah
biji teh cepat menurun.

b. Penyimpanan biji.

Biji yang belum akan dipakai disimpan dalam kaleng agar dapat
tahan lama dengan daya kecambah yang masih baik sebagai berikut :
1) Biji hasil pungutan yang tenggelam dalam air diberi fungisida
dan dicampur merata dengan bubuk arang, kemudian
dimasukkan ke dalam kaleng. Sebelum biji dimasukkan dalam
kaleng, kaleng harus dicuci bersih dan dikeringkan, setelah
itu dalamnya dilapisi kertas koran.
2) Kaleng ditutup dengan penutup yang rapat. Di atas kaleng
diberi lobang pada setiap sudutnya.
3) Kaleng disimpan di tempat yang teduh tidak terkena sinar
matahari, tetapi tidak lembab. Alas kaleng diberi ganjal kayu
dan disusun tidak bertumpuk.
4) Daya tahan biji teh yang disimpan dengan cara ini dapat
mencapai empat bulan.
5) Biji yang akan dikecambahkan sebelumnya diambil dari
kaleng, kemudian direndam dahulu dalam air selama 2-4 jam.
Biji yang terapung jangan dipergunakan.

c. Pembibitan teh asal biji.

Pesemaian biji dapat dilakukan langsung ditanah atau dengan


polibag. Prinsip kedua cara di atas harus melalui : pemilihan
lokasi lahan subur, topografi rata atau landai (terbuka kena
matahari), dekat sumber air, rendah pemeliharaannya, dekat jalan,
pengawasan serta transportasi bibit mudah.

Persiapan lahan pesemaian dilakukan 6 bulan sebelumnya berupa


pembukaan hutan, belukar, pembongkaran pohon dan tunggul
serta pembuatan bedengan selebar 90 cm, tinggi 10-15 cm dan
panjang sesuai kebutuhan.

Pengecambahan biji dilakukan pada bangunan ukuran lebar 100 cm,


panjang 400 cm, tinggi atap bagian depan 150 cm, dan bagian
belakang 75cm. Bagian belakang, sisi kiri dan kanan ditutup rapat
dengan dinding bambu. Pinggir bedengan dibuat dari papan, bambu
atau bata 30-40 cm.

67
Hamparan pasir kali yang dicampur fungisida setebal 5 cm, kemudian
di atasnya dihamparkan biji yang ditutup lagi dengan pasir

Siram dengan air bersih dan tutup dengan karung basah yang
steril. Penyiraman dilakukan apabila keadaan pasir sudah kering

Biji-biji yang disemaikan dikeluarkan dari pasir, biji yang baik


akan belah dan berkecambah. Biji ini segera dikecambahkan di
bedengan atau polibag.

d. Penanaman biji.

Langsung ditanah di bedengan, pada lobang sedalam 3 cm


dengan kecambah menghadap ke bawah. Jarak tanam biji di
pesemaian 15cm x 15 cm. Setelah ditanam dibuat naungan dari
paku andam atau rumput alang-alang/sasak bambu.

Langsung biji di polibag, dilakukan dengan menanam biji sedalam


3 cm dengan kecambah menghadap kebawah. Kemudian disiram
dengan air. Naungan untuk pesemaian cara polibag dapat dibuat
individu atau kolektif dengan paku andam, alang-alang atau sasak
bambu. Bibit dapat dipindahkan ke lapangan umur 10– 12 bulan.
Bibit yang tidak baik hendaknya tidak dipakai sebagai bibit

e. Pemeliharaan pesemaian teh asal biji.

Tempat pesemaian perlu diperhatikan agar biji yang disemaikan


dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Untuk itu beberapa
hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
(1) Biji yang tidak tumbuh dalam waktu satu bulansegera disulam
dengan biji baru. Paling lambat penyulaman sampai umur dua
bulan setelah penanaman.
(2) Penyiangan dilakukan setiap satu setengahbulan secara manual
tergantung dari gulma yang tumbuh.
(3) Pengendalian hama dan penyakit dilakukan apabila
terlihatadanya serangan hama dan penyakit.
(4) Bibit dipersemaian diberi pemupukan empat kali dalam satu tahun
untuk mempercepat pertumbuhan. Selain itu dapat diberi pupuk
daun setelah bibit berumur empat bulan.
(5) Pemberian air harus dilakukan terutama pada musim kemarau.

f. Pemindahan bibit teh asal biji ke lapangan.

Setelah bibit berumur 2 tahun di pesemaian dan telah memenuhi


syarat untuk dipindahkan ke kebun dilakukan dengan cara

68
pembongkaran sebagai berikut :

(1) Batang dipotong setinggi 15–20 cmdi atas tanah dua minggu
sebelum dibongkar.
(2) Bibit dibongkar sedalam 60 cm dengan cangkul. Kemudian
bibit dicabut dengan tangan agar akar rambut tidak rusak,
sedang akar tunggang dan akar cabang yang terlalu panjang
dipotong dan disisakan 30 cm.
(3) Bibit yang telah dibongkar dari bedengan pada hari yang
sama harus sudah ditanam di kebun. Bibit yang batangnya
kecil dari normal sebaiknya tidak dipakai.

6.1.1.4.2. BahanTanaman Asal Setek

Pembibitan dengan cara ini merupakan cara tercepat dalam


memenuhi kebutuhan bahan tanaman skala besar karena
keunggulannya sama dengan pohon induknya. Stek teh yang
diambil, kebun induknya harus dikelola khusus agar terjamin
kemurnian bahan tanaman dan mempunyai potensi produksi dan
kualitas tinggi. Mutu tanaman dengan cara pembibitan stek banyak
dipengaruhi oleh kesehatan dan kesuburan pohon induk, teknik
pengambilan, pengemasan dan pengangkutannya. Faktor lain
pelaksanaan pembibitan harus tepat agar diperoleh bibit cukup
umur untuk ditanam di lapangan.

a. Cara pengambilan setek.

Cara pengambilan setek adalah sebagai berikut : ranting setek


diambil 4 bulan setelah dipangkas, ranting setek dipotong setinggi
15 cm dari bidang pangkasan pada perbatasan warna coklat dan
hijau.Setek diambil dari ranting setek sepanjang 1 ruas dan
mempunyai 1 helai daun. Setek yang dipakai adalah bagian tengah
ranting setek berwarna hijau tua. Pemotongan setek dilakukan
dengan pisau tajam, dimana setiap potongan diambil ruas dengan
satu lembar daun 0,5 cm di atas dan 4-5 cm dibawah ketiak daun
dengan kemiringan 45o. Setek yang dikumpulkan ditampung dalam
ember berair maksimal 30 menit. Setek segera ditanam di
pembibitan, apabila tempatnya jauh perlu dikemas dalam kantong
plastik. Sebelum ditanam dan dikemas dikantong plastik dicelupkan ke
dalam larutan fungisida dan hormon tumbuh selama dua menit.

b. Pesemaian.

Pesemaian setek perlu disiapkan jauh sebelum penanaman bibit


setek di kebun agar dicapai ketepatan waktu tanam. Lokasi

69
pembibitan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

(1) Tempat terbuka agar mendapatkan solar radiasi optimal.


(2) Drainase tanah baik agar pertumbuhan akar berkembang
optimal.
(3) Dekat sumber air untuk memudahkan penyiraman dan
pemberantasan hama penyakit.
(4) Dekat dengan jalan utama agar pengangkutan dan pengawasan
mudah.
(5) Tanah pengisi kantong plastik tersedia pada lokasi pembibitan.
(6) Dipilih topografi yang melandai ke arah Timur agar mendapat
solar radiasi pagi yang baik.

c. Pembuatan bedengan.

Cara pembuatan bedengan dan penyusunan polibag dilakukan


sebagai berikut :

(1) Ukuran bedeng lebar satu meter dan panjang tergantung


keadaan tetapi maksimal 15 meter. Antar bedeng satu dengan
yang lain diberi jarak 60 cm. Sedang antar bedengan dibuat
parit untuk saluran air sedalam 10 cm.
(2) Lantai bedengan sebelum diratakan digemburkan dengan garpu.
(3) Polibag disusun dengan rapih berbaris tegak kemudian ditutup
plastik agar tidak kena air hujan. Media tanah untuk polibag
perlu dicampur dengan pupuk, fungisida, fumigan dan tawas (Tabel
14)

Tabel 14. Paket Media Tanah dan Bahan Campuran untuk Polibag

Dosis/m3 tanah
Bahan Campuran Ket.
Top soil Sub soil
Dithane M-45 /Manzate/ 400 300
Vandozep (g)
Tawas (g) 600 1000
TSP (g) 500 -
KCL/ZK (g) 300/500 -
Vapam/Trimaton(ml) 250/200 250/200 Fumigan
Basamid (g) 150 150 Fumigan
Sumber Pusat Penelitian Teh dan Kina,2006.

(4) Di atas bedengan dibuat rangka sungkup dari bambu. Bentuk


sungkup ini setengah lingkaran atau bentuk seperti atap rumah.
(5) Sesudah itu bedengan disungkup dengan lembaran plastik.

70
d. Penanaman setek.

Sehari sebelum ditanam polibag yang telah diatur dalam


bedengan disiram dengan air sampai dengan cukup basah.
Penanaman setek di dalam polibag dilakukan dengan cara sebagai
berikut :

(1) Tangkai setek dicelupkan pada larutan fungisida dan hormon


tumbuh selama 1–2 menit.
(2) Setek ditanam dengan menancapkan tangkainya ke dalam
tanah di polibag dengan daun menghadap kearah tangan. Arah
daun harus condong keatas tidak saling menutupi.
(3) Setelah setek ditanamdisiram air bersih jangan sampai tangkai
setek goyah.
(4) Penyiraman disesuaikan dengan keadaan tanah. Penyiraman
pertama 3-4 minggu, seterusnya diatur sesuai kebutuhan.
(5) Bedengan ditutup dengan sungkup plastik selama 3-4
(6) Pembukaan sungkup dilakukan setelah setek berakar dan
pertumbuhan tunas sudah merata ± 15 cm.
(7) Pembukaan sungkup dilakukan bertahap selama 2 jam pada
minggu 1 dan 2, dan selanjutnya bertahap 4, 6, 8, dan 12 jam
sampai tanpa sungkup.

e. Seleksi bibit.

Pelaksanaan seleksi bibit dilakukan pada umur 6 bulan setelah bibit


tumbuh. Bibit yang tumbuh sehat dipisahkan dari yang kecil. Bibit
yang baik dipindahkan keluar agar beradaptasi di bawah sinar
matahari. Untuk sementara diberi naungan dari alang-alang atau paku
andam. Adaptasi dapat juga dilakukan dengan cara membuka
plastik naungan secara bertahap. Kriteria bibit siap tanam sebagai
dasar penentuan mutu bibit sebagai berikut :

(1) Umur bibit minimal 8 bulan


(2) Tinggi minimal 30 cm dengan jumlah daun 5 helai.
(3) Tumbuh sehat, mekar dan berdaun normal
(4) Perakaran baik, terdapat akar tunggang semu dan tidak ada
pembengkakan kalus.
(5) Beradaptasi minimal 1 bulan terhadap sinar matahari.

6.1.1.5. Pola Tanam

Sebelum ditanami perlu dilakukan penetapan jarak tanam dengan pengajiran.


Setelah itu baru dilakukan pembuatan lobang tanam sesuai letak ajir. Selesai
pembuatan lobang tanam baru dilakukan penanaman.

71
6.1.1.5.1. Jarak Tanam

Makin besar jumlah populasi, tajuk semakin cepat menutup. Jarak


tanam yang dianjurkan berdasarkan kemiringan lahan adalah sebagai
berikut (Tabel15).

Tabel 15. Jumlah Tanaman Per Hektar Berdasarkan Kemiringan


Lahan
Kemiringan lahan Jarak tanam Jumlah tanaman
(cm) (phn/ha)
0 - 15 % 120 x 90 9.260
15 - 30 % 120 x 75 11.110
> 30 % 120 x 60 13.888
Dalam batas tertentu 120 x60 x 60 18.500

6.1.1.5.2. Pengajiran

Pengajiran dilakukan sebelum tanaman ditanam bermaksud agar


jumlah tanaman teh sesuai dengan jarak tanam yang ditetapkan. Ajir
yang dipakai panjang 50 cm dengan tebal 1 cm. Cara pengajiran pada
lahan datar dan landai dengan membuat ajir induk pada kedua sisi
lahan, kemudian dilakukan dengan sistem barisan lurus atau zigzag
sesuai jarak tanam. Pada lahan miring pengajiran dilakukan dengan
sistem kontrol.

6.1.1.5.3. Pembuatan Lobang Tanam

Karena jarak antara 2 ajir dekat, maka lobang tanam dibuat di antara
kedua ajir yang telah ditanam. Ukuran lobang tanam untuk bibit asal
stump biji adalah 30 x 30 x 40 cm dan untuk bibit asal setek 20 x 20 x
40 cm. Lobang dibuat 1 minggu sebelum ditanam.

6.1.1.5.3. Penanaman

Sebelum ditanam lobang diberi pupuk dasar 11 g urea + 5 g TSP + 5 g


KCl. Untuk daerah pH tinggi lobang diberi belerang murni sebanyak
10-15 g atau 50-100 g belerang lumpur tiap lobang. Bibit asal stump
biji atau bibit asal polibag setelah ditanam, lobang tanam diratakan
agar bekas penanaman tidak nampak cekung atau cembung.

6.1.1.5.4. Penanaman Tanaman Pelindung

Ada 2 macam tanaman pelindung : tanaman pelindung sementara


dan tetap. Tanaman pelindung sementara dipakai jenis Crotalaria sp
dan Tephrosia sp. Tanaman bersifat ganda karena menambah
kesuburan tanah dimana bintil akar dapat mengikat unsur hara N.
Setelah tanaman teh berumur 2-3 tahun sebaiknya sudah ada pohon
pelindung tetap yang ditanam setahun sebelum teh ditanam atau
72
bersamaan. Jenis pohon pelindung yang dianjurkan : Albizia falcata,
Albizia sumatrana, Albizia hinensis, Albizia procera, Derris
microphylla, Leucaena glauca, Leucaena pulverulenta, Erythrina
subumbrans, Erythrina poeppingiana, Gliricidia maculata, Acacia
decurens, Media azedarach dan , Grevillea robusta.

6.1.1.6. Pemeliharaan
6.1.1.6.1. Pemupukan

Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan daya dukung lahan untuk


perkembangan dan pertumbuhan tanaman teh. Oleh karena itu
pemupukan harus dilakukan pada waktu, dosis, jenis, dan
pelaksanaan yang tepat.

6.1.1.6.1.1. Waktu

Iama penyerapan hara oleh setiap tanaman berbeda-


beda. Tanaman teh dipetik teratur setiap seminggu sekali
sehingga penyerapan harapun akan mengikuti irama
pemetikan. Oleh karena itu hal penting dalam
pemupukan adanya curah hujan di antara dua waktu
pemupukan, serta waktu penyerapan oleh tanaman.
Waktu pemupukan terbaik, yaitu pada kondisi dimana
jumlah curah hujan antara 60 – 200 mm/minggu. Kurang
dari 60 mm/minggu menyebabkan unsur hara dari pupuk
belum dapat diserap dengan sempurna karena belum
terurai secara keseluruhan. Sedangkan lebih dari 200
mm/minggu sebagian akan larut terbawa aliran air.

6.1.1.6.1.2. Dosis

Pusat Penelitian Teh dan Kina telah merekomendasikan


pemupukan teh berdasarkan TBM dan TM. Untuk
mengoptimalkan serapan hara oleh tanaman diperlukan
dosis yang tepat. Dalam rangka pemupukan perlu
mempertimbangkan dosis yang tepat agar kehilangan
pupuk dapat diperkecil sehingga dapat menunjang
produktivitas yang ingin dicapai. Namun demikian untuk
mempermudah pemberian pupuk di lapangan pedoman
umum untuk dosis pemupukan sudah harus ditetapkan
baik untuk tanaman TBM maupun tanaman TM (Tabel 16
dan 17 ).

73
Tabel 16. Dosis pemupukan(kg/ha/th) untuk tanaman
belum menghasilkan (TBM)*.

*) aplikasi 5-6 kali/thn, **) apabila ada gejala kahat Mg;


b.o= bahan organic

Tabel 17. Dosis pemupukan (kg/ha/th) untuk tanaman


menghasilkan (TM) dengan target produksi minimal
2.000 kg teh kering/ha/th.


Untuk tanah Andoisol/Regosol; **untuk tanah
Latosol/Podsolik

6.1.1.6.1.3. Jenis pupuk

Prinsip pemberian pupuk ke dalam tanah bertujuan


terjaganya imbangan pupuk yang ada agar setiap waktu
dibutuhkan tanaman sudah tersedia. Pemberian pupuk
tunggal dapat menyebabkan tidak tersedia serempak
akibat pemberian, sehingga pupuk diberikan dalam
bentuk tercampur. Pupuk campuran ada 3 macam: (1)
pupuk dimana NPK berbentuk butiran yang disebut
pupuk NPK mejemuk, (2) pupuk campuran dari bahan
pupuk tunggal sesuai dengan rekomendasi pupuk
dengan imbangan N-PK-Mg-S-mikro, dan (3) pupuk
campuran dari pupuk tunggal yang dirakit oleh pekebun
sendiri. Jenis pupuk tunggal yang biasa dipakai petani
(PPTK, 2006).

Urea N = 46%
ZA N = 21%
SP36 P2O5 = 36%
Fosfat alam P2O5 = 30%

74
MOP/KCl K2O = 60%
ZK K2O = 50%
Seng Sulfat Zn = 22%
Kieserit MgO = 27%

6.1.1.6.1.4. Pelaksanaan Pemupukan

Dalam rangka aplikasi pupuk di lapangan dapat diacu :


(1) Pemakaian pupuk yang tepat kombinasi dan dosis
yang sesuai dengan perkiraan produktivitas yang
ingin dicapai. Perkiraan pupuk didasarkan atas
analisis tanah, sedang dosis disusun berdasarkan
hasil penelitian kurva tanggapan,
(2) Jenis pupuk yang tepat sesuai dengan rekomendasi
dan pencampuran didasarkan atas ketersediaan
pupuk NPK dan pupuk tunggal,
(3) Waktu pupuk yang tepat karena setiap tanaman teh
yang dipetik per minggu memerlukan aliran hara
sesuai kebutuhan. Waktu terbaik pemupukan teh
dilakukan pada curah hujan 60-200 mm/minggu.
Curah hujan yang kurang 60 mm tidak mendukung
penguraian sempurna pupuk yang diberikan, sedang
lebih dari 200 mm mengakibatkan jumlah pupuk yang
larut semakin besar bersama aliran air, dan
(4) Harus tepat cara pemupukan pada daerah akar yang
aktif sekitar 30-40 cm dari perdu teh pada kedalaman
tanah 10-15 cm. Pada tanah miring pupuk diberikan
pada rorak yang dibangun, sedangkan pada tanah
datar diberikan pada bekas garitan sekeliling
tanaman TBM. Pupuk dapat juga ditaburkan pada
tanah datar/landau pada kebun yang tanaman
tehnya sudah menutup.

Beberapa usaha agar pemberian pupuk efisien perlu


dilakukan dengan memperbesar daya sangga tanah
melalui peningkatan bahan organik dengan mulsa dan
pencegahan erosi. Caranya dengan mempertahankan
sisa pangkasan berada di kebun. Selain memperbesar
daya sangga tanah perlu meningkatkan perlindungan
tanaman dengan cara: (1)penanaman tanaman pupuk
hijau pada tanaman TBM, (2) penanaman tanaman
pelindung tetap pada pertanaman teh di bawah elevasi
900 m, dan 3) penanaman tanaman yang berfungsi
menahan tiupan angin kencang. Diharapkan pemakaian
pemupukan yang tepat kombinasi, jenis, waktu, cara
pemupukan, dan peningkatan daya sangga tanah
produktivitas tanaman teh dapat dipertahankan dengan
efisien dan berkelanjutan.

75
6.1.1.6.2. Pemangkasan

Pekerjaan pemangkasan dimaksudkan untuk mempertahankan kondisi


bidang petik sehingga memudahkan dalam pekerjaan pemetikan dan
mendapatkan produktivitas
tanaman yang tinggi. Tujuan dari pekerjaan pemangkasan adalah:
(1) Memelihara bidang petik tetap rendah untuk memudah-kan
pemetikan.
(2) Mendorong pertumbuhan tanaman teh agar tetap pada fase
vegetatif.
(3) Membentuk bidang petik (frame) seluas mungkin.
(4) Merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru.
(5) Meringankan biaya pengendalian gulma.
(6) Membuang cabang-cabang yang tidak produktif.
(7) Mengatur fluktuasi produksi harian pada masa flush dan masa
minus (kemarau).

6.1.1.6.2.1. Prinsip-Prinsip Pangkasan

(1) Batang/cabang/ranting yang telah dipotong tidak


boleh pecah atau rusak.
(2) Luka pangkas pada batang/cabang/ranting harus
rata membentuk sudut 45o menghadap ke dalam
perdu.
(3) Membuang ranting-ranting kecil dengan diameter
kurang dari 1 cm (ukuran pensil).
(4) Membuang cabang yang membenggul.
(5) Membuang cabang-ranting yang lapuk.
(6) Membuang salah satu cabang/ranting yang
menumpuk, bersilang atau berdekatan dengan jarak
kurang dari 5 cm.
(7) Bidang pangkasan harus sejajar dengan permukaan
tanah.

6.1.1.6.2.2. Sistem dan Jenis Pangkasan

Sistem pangkasan adalah urutan ketinggian pangkasan


yang diterapkan dalam satu siklus pangkas dibandingkan
dengan siklus pangkas sebelumnya. Ada dua sistem
pangkasan, yaitu:

a. Sistem I : Sistem pangkasan yang selalu naik - sistem


ini setiap kali melakukan pemangkasan selalu
menaikkan bidang pangkasan (3-5 cm) lebih tinggi
dari bidang pangkasan sebelumnya sampai batas
maksimal pada ketinggian 65-70 cm, kemudian turun
kembali pada ketinggian 50-55 cm.
b. Sistem II : Sistem pangkasan tetap - sistem ini setiap
kali melakukan pemangkasan berada pada ketinggian

76
yang relatif tetap sekitar 60-65 cm berulang-ulang
setiap siklus pangkas.

Dengan pertimbangan kontinuitas produksi dan harapan


produktivitas yang lebih baik, sistem pangkasan yang
banyak diterapkan di perkebunan besar adalah Sistem I.
Dengan sistem ini, cabang/ranting yang tertinggal pada
perdu relatif lebih muda dari pangkasan sebelumnya,
sehingga akan lebih cepat menumbuhkan tunas baru
yang berarti lebih cepat dilakukan jendangan.
Pengaturan ketinggian pangkasan dengan sistem di atas
adalah sebagai berikut :

Siklus I : 50 cm (turun benggul)


Siklus II : 55 cm
Siklus III : 60 cm
Siklus IV : 65 cm, dan kembali lagi ke ketinggian siklus I
(50 cm)

Untuk mempertahankan kestabilan produksi, maksimal


blok yang turun benggul adalah 25% dari areal yang
dipangkas dalam satu tahun.

6.1.1.6.2.3. Daur Pangkas

Daur pangkas yaitu jangka waktu antara pemangkasan


terdahulu dengan pemangkasan berikutnya, yang
dinyatakan dalam tahun atau bulan. Lamanya daur
pangkas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

(1) Ketinggian letak kebun dari permukaan laut; makin


tinggi letak kebun dari permukaan laut, makin
lambat kecepatan pertumbuhan tanaman teh dan
sebaliknya.
(2) Sistem petik; petikan keras akan menyebabkan
naiknya bidang petik lebih lambat sehingga daur
pangkasnya panjang, sedangkan petikan ringan
akan menyebabkan naiknya bidang petik lebih
cepat sehingga daur pangkas lebih pendek
(3) Kesuburan tanah dan pengelolaan tanaman; makin
subur tanah dan makin baik pengelolaan suatu
kebun, makin cepat pertumbuhan tanaman yang
berarti makin pendek daur pangkasannya, bila
dibandingkan dengan tanaman pada tanah yang
kurang subur/kurang pemeliharaannya.
(4) Pemetikan yang sering “kaboler” dan tidak "imeut"
akan memperpendek daur pangkasan, ini berarti
produktivitas perdaur pangkasan turun.
(5) Jenis tanaman; tanaman yang berasal dari klon
umumnya lebih cepat pertumbuhannya disbanding

77
tanaman teh asal biji. Makin tinggi pangkasan
sebelumnya, makin pendek dasar pangkasan
berikutnya.

Dengan melihat beberapa faktor di atas, maka


penentuan kapan satu blok kebun harus dipangkas
dilihat dari:

(1) Produktivitas tanaman yang sudah mulai menurun.


(2) Ketinggian bidang petik yang sudah tidak ergonomis
bagi pemetik (120-140 cm).
(3) Urutan dipangkas dikaitkan dengan sebaran
pangkasan per bulan.

Sebagai prakiraan, daur pangkasan berdasarkan


ketinggian tempat adalah sebagai berikut :

Daerah Umur Pangkas (bulan)


Tinggi 48-52
Sedang 36-42
Rendah 30-36

6.1.1.6.2.4. Waktu dan Sebaran Pangkasan

Pertimbangan dalam waktu pangkasan dan sebaran


pangkasan per bulan dari rencana satu tahun ditentukan
oleh: Sebaran target produksi per bulan (bila
memungkinkan juga dikaitkan dengan sebaran
permintaan pasar teh), kondisi iklim mikro setempat
(tanah dan lingkungan) yang masih cukup lembab serta
tidak terlalu terik, sehingga pangkasan dimungkinkan
dapat dilaksanakan sepanjang tahun, dan kesehatan
tanaman sehingga kecepatan penutupan (recovery) daun
lebih cepat.

Sebagai acuan, sebaran pangkasan per semestar diatur


sebagai berikut:
Semester I : 60-70% dari rencana setahun.
Semester II : 30-40% dari rencana setahun.

6.1.1.6.2.5. Persiapan Pemangkasan

Untuk menghindari adanya dampak negative


(kekeringan, pertumbuhan lambat atau kematian) selama
masa tanaman tidak berfotosintesa, kondisi tanaman
yang akan dipangkas harus dalam keadaan sehat.
Pengecekan kesehatan tanaman dilakukan satu bulan
sebelum pemangkasan dengan cara test kadar pati atau
tes kadar air.

78
6.1.1.6.2.6. Waktu Penyembuhan dari Pemangkasan

Secara umum setelah dipangkas + 30 hari mulai terjadi


bintil-bintil calon tunas dan setelah 70 hari s/d 100 hari
pertumbuhan pucuk sudah siap untuk dilakukan
tipping/jendangan. Tetapi periode waktu tersebut
berlangsung tergantung ketinggian pangkasan, jenis
klon, waktu pemangkasan, ketinggian tempat dari
permukaan laut, umur tanaman dan kondisi/kesehatan
tanaman.

6.1.1.6.2.7. Cara Pemangkasan

Cara pemangkasan dan tingkat kemahiran pemangkas


sangat menentukan keberhasilan suatu pemangkasan
selain faktor lainnya. Sebelum pangkasan dimulai,
terlebih dahulu harus dibuat contoh pangkasan (indung
pangkasan) yang diawasi dengan ketat. Secara garis
besarnya urutan pelaksanaan cara pemangkasan adalah
sebagai berikut:

a. Pangkasan dengan Manual

1) Memotong cabang/ranting pada ketinggian


yang dikehendaki.
2) Luka pangkas pada batang/cabang/ranting
diupayakan rata membentuk sudut 45°
menghadap ke dalam perdu.
3) Batang/cabang/ranting yang telah dipotong
tidak boleh pecah atau rusak, oleh karena itu
gaet atau gergaji harus tajam.
4) Memotong cabang/ranting yang besarnya
lebih kecil dari ibu jari (< 2 cm) menggunakan
gaet pangkas, sedangkan yang lebih besar
dari ibu jari (> 2 cm)mempergunakan gergaji
pangkas.
5) Membuang cabang/ranting kecil yang
berukuran diameter kurang dari 1 cm (ukuran
pensil).
6) Bidang pangkasan harus sejajar dengan
permukaan tanah.
7) Untuk membentuk luka pangkas menghadap
kedalam perdu, pemangkasan dilakukan dari
kedua sisi perdu sesuai dengan barisan
tanaman.

79
b. Pangkasan dengan Mesin

Pangkasan dengan mesin dilaksanakan hanya


dalam kondisi khusus, misalnya karena alasan
kekurangan tenaga kerja, cara pangkasan
sebagai berikut :
1) Memotong cabang (I) sedalam 15-25 cm dari
bidang petik.
2) Memotong cabang (II) sedalam > 25 cm
sampai pada ketinggian yang diinginkan.
3) Arah pemangkasan dilakukan sejajar dengan
pohon yang dipangkas, dari arah kanan ke
kiri sesuai dengan arah putaran mesin.
4) Untuk mengefektifkan jam kerja mesin, setiap
satu jam kerja mesin diistirahatkan selama
satu menit.
5) Untuk membersihkan cabang/ranting kecil
dilakukan secara manual dengan gaet.

6.1.1.6.2.8. Jenis Pangkasan

Ada delapan jenis pangkasan bentuk pada tanaman teh


sebagai berikut :
1) Pangkasan pertama disebut pangkasan indung 10 –
20 cm dari permukaan tanah.
2) Pangkasan bentuk, yaitu pangkasan setinggi 30 –
40 cm dari permukaan tanah pada umur 1,5 – 2,5
tahun.
3) Pangkasan kepris, yaitu pangkasan rata seperti
meja tanpa melakukan pembuangan ranting
dilakukan pada tinggi 60 – 70 cm dari permukaan
tanah.
4) Pangkasan bersih, yaitu memangkas dalam bidang
pangkas tetapi bagian tengahnya agak rendah
dengan membuang ranting-ranting kecil berukuran
1 cm. Pangkasan dilakukan 45 – 60 cm dari
permukaan tanah.
5) Pangkasan ajir, yaitu dilakukan pada ketinggian 45
– 60 cm dengan meninggalkan dua cabang yang
berdaun sehingga seperti jambul. Jambul ini akan
dibuang menjelang dijendang.
6) Pangkasan bersih, yaitu pangkasan dengan
membuang ranting-ranting kecil di bagian tengah
tanaman, sedang ranting yang disisinya dibiarkan.
Tinggi pangkasan dari permukaan tanah 45 -60 cm.
7) Pangkasan dalam, dilakukan pada ketinggian 15 –
40 cm untuk memperbaiki dan memperbaharui
bentuk tanaman yang kurang baik.
8) Pangkasan leher akar, yaitu pangkasan berat yang
dilakukan pada ketinggian 5 -10 cm dari permukaan

80
tanah dengan maksud memperbaiki pertanaman
yang rusak.

6.1.1.6.2.9. Kondisi Khusus

Pada prinsipnya pangkasan dilaksanakan dengan sistem


selalu naik, pangkasan dilakukan pada kondisi tanaman
sehat serta kondisi iklim masih cukup lembab. Namun
dalam kondisi khusus di mana tanaman yang ada
umumnya kurang sehat, pengaturan waktu pangkas
menghendaki pemangkasan menjelang musim kemarau,
khususnya untuk daerah dataran rendah, dalam
mempertahankan kestabilan produksi dapat dilakukan
upaya-upaya sebagai berikut:

1) Dilakukan pangkasan jambul.


2) Dua bulan sebelum dipangkas tidak dilakukan
pemetikan
3) Pemangkasan dilakukan relatif lebih ringan/lebih
tinggi (> 60 cm).
4) Tidak melakukan pangkasan bersih, tetapi dengan
pangkas kepris.
5) Secara bertahap kondisi khusus ini dikurangi
dengan mengkondisikan tanaman selalu dalam
kondisi sehat melalui upaya-upaya jangka panjang
dan terencana, antara lain melalui kegiatan
konservasi tanah dan air.

6.1.1.6.2.10. Aplikasi Sisa Pangkasan

Sisa pangkasan jangan dibuang/dikeluarkan dari lokasi.


Sebaiknya sisa pangkasan ditutupkan ke tanaman teh
untuk menghindari sengatan matahari langsung. Sisa
pangkasan setelah mengalami pelapukan akan
menambah bahan organik dan unsur hara. Jika sisa
pangkasan dibuang maka bahan organik dan unsur hara
ini akan hilang, selain itu adanya sisa pangkasan dapat
mencegah penguapan sehingga temperatur permukaan
tanah terkendali, erosi terhambat dan penyerapan unsur
hara tidak akan terganggu. Selain sisa pangkasan perlu
dibersihkan lumut yang tumbuh pada batang dan
cabang-cabang teh agar tidak mengganggu
pertumbuhan tunas baru. Waktu yang tepat untuk
pembersihan lumut satu minggu setelah pemangkasan
dilakukan dengan sikat, bambu atau sabut kelapa.

81
6.1.1.6.3. Pengendalian Hama dan Penyakit

6.1.1.6.3.1. Hama Penting

a. Kepik pengisap daun teh (Helopeltis spp.)

Helopeltis antonii dan Helopeltis theivora, Famili Miridae,


Ordo Hemiptera Kepik pengisap daun atau Helopeltis
menyerang pucuk daun muda. Kepik ini menusuk dan
mengisap daun teh sehingga menjadi bercak-bercak
hitam. Musuh alami Helopeltis ini banyak. Nimfanya
dibunuh oleh laba-laba lompat, nimfa belalang sembah
dan predator lain. Dewasa yang terbang ditangkap oleh
capung dan jaring laba-laba.

Daur hidup. Jangka hidup telurnya dari menetas sampai


dewasa adalah 3 sampai dengan 5 minggu. Jangka
dewasanya bisa sampai 2 minggu.

Telur. Panjangnya 1,5 mm dimasukkan ke urat daun teh


atau cabang pucuknya secara tersembunyi untuk
menghindari serangan predator. Telur juga dimasukkan
ke dalam ujung cabang hijau yang baru dipangkas.
Jumlah telurnya kira-kira 80 butir per betina. Nimfa
(“mikung”)berwarna oranye kemerah-merahan. Dewasa
(“indun”)berwarna hitam-putih menjadi hitam-merah
untuk antonii atau hitam-hijau untuk theivora. Helopeltis
dewasa mempunyai tiang kecil seperti jarum yang
menonjol dari tengah punggungnya (thorax).

b. Ulat penggulung daun

Homona coffearia, Famili Tortricidae, Ordo Lepidoptera


Ulat penggulung daun membuat tempat berlindung untuk
diri sendiri dari daun teh; caranya dengan
menyambungkan dua (atau lebih) daun bersama-sama
dengan benang sutra, atau dengan menggulung satu
daun lalu menyambungkan pinggirnya. Daun yang
terserang tidak dapat dipetik sebagai hasil panen teh.

Daur hidup. Ngengat Homona mengeluarkan telur yang


berbentuk datar. Telur tersebut tersusun dalam kelompok
yang berbaris-baris di atas permukaan daun teh. Larva
yang menetas akan mulai memakan daun teh muda
sehingga mengurangi hasil panenan karena daun
tersebut yang dimanfaatkan manusia.

Setelah larva tumbuh hingga panjangnya 18-26 mm, dia


menjadi kepompong. Daun teh yang dijalin menjadi
rumah kepompong tersebut. Kemudian ia keluar sebagai

82
ngengat dewasa. Ngengat aktif hanya malam hari.
Betina dapatmengeluarkan beratus-ratus telur. Ulat
Homona diparasit oleh beberapa jenis tawon parasitoid,
khususnya Macrocentrus homonae yang merupakan
tawon Braconidae

c. Ulat jengkal (ulat kilan)

Hyposidra talaca, Ectropis bhurmitra dan Buzura


suppressaria, Famili Geometridae, Ordo Lepidoptera.
Ulat jengkal menyerang daun, pupus daun dan pentil teh.
Serangan berat menyebabkan daun berlobang dan
pucuk tanaman gundul, sehingga tinggal tulang daun
saja. Ketiga jenis ulat jengkal tersebut dapat makan
bermacam tanaman lain selain teh. Ulat Hyposidra talaca
dapat memakan tanaman kopi, kakao, kina, Aleurites,
jambu klutuk, rami dan beberapa jenis kacang-kacangan.
Ectropis bhurmitra bisa memakan pohon kina, gambir,
kakao, jeruk, pisang, kacang tanah, singkong dan
Sambucus. Ulat Buzura suppressaria dapat memakan
mangga, Aleurites, Eucalyptus, Litchi dan jambu biji.
Jenis-jenis tanaman yang merupakan tanaman inang
untuk ulat jengkal ini sebaiknya tidak ditanam di kebun
teh, karena keberadaannya akan membantu hama ini
berkembang-biak. Pengendalian dilakukan dengan
menjaga kebersihan kebun, memusnahkan
ulat/kepompong setiap kali memetik teh, dan
menggunakan pestisida nabati. Pengendalian dengan
cara hayati merupakan cara yang amat penti ng, dan
akan berjalan sendiri jika musuh alami tersedia dan
dilestarikan.

Daur hidup. Ngengat betina bertelur (tempatnya


tergantung spesies). Setelah menetas, larva (ulat)
memakan daun teh. Setelah berganti kulit beberapa kali,
ulat menjadi kepompong. Akhirnya dewasa (ngengat)
keluar dari kepompong dan kawin.

d. Ulat penggulung pucuk

Cydia leucostoma, Famili Tortricidae, Ordo Lepidoptera.


Ulat penggulung pucuk menyerang bagian tanaman teh
yang akan dipanen oleh petani, jadi hama ini memiliki
potensi cukup besar untuk merugikan petani. Ulat
tersebut menggulung daun pucuk dengan memakai
benang-benang halus untuk mengikat daun pucuk
sehingga tetap tergulung. Cara dia menggulung daun
cukup khas. Daur hidup. Ngengat betina bertelur dengan
meletakkan satu atau dua telur per daun teh, biasanya

83
pada daun yang matang di bagian atas tanaman teh.
Setelah larva (ulat)menetas, dia berjalan ke pucuk dan
masuk ke dalamnya. Setelah masuk, dia mulai makan.
Ulat yang baru menetas hanya bisa hidup lama di dalam
pucuk. Biasanya terdapat hanya satu ulat per pucuk. Ulat
secara bertahap membuat semacam sarang dan makan
dari dalamnya. Dua hari sebelum menjadi kepompong,
ulat berhenti makan dan mulai melipat daun di
pinggirnya. Dalam lipatan daun, ulat membuat kokon
putih. Dewasa (ngengat) keluar dari kepompong pada
siang hari, biasanya antara jam 8:00 dan 15:00. Ngengat
kawin pada pagi atau malam

6.1.1.6.3.2. Hama Kurang Penting

a. Tungau kuning

Polyphagotarsonemus latus, Famili Tarsonemidae, Ordo


Acari Tungau kuning adalah tungau kecil sekali, dengan
panjang badan yang biasanya 0,25 mm. Tungau kuning
berkaki delapan.Tungau ini biasanya terlihat pada
permukaan bawah dari pucuk muda dan juga di tunas.
Tungau ini muncul pada pucuk muda, khususnya di
pohon teh yang baru dipangkas. Tungau menggali
lobang di permukaan tanah dan masuk ke lobang itu
hingga hanya dapat terlihat atas badannya.
Serangannya lebih umum terjadi pada musim hujan.
Tungau ini dimangsa oleh musuh alami efektif. Musuh
alami itu juga semacam tungau kuning. Tungau kuning
musuh alami itu berkaki lebih panjang dan larinya lebih
cepat daripada tungau kuning hama tersebut.

Daur hidup. Betina tungau kuning menghasilkan 25


telur. Telurnya kecil sekali dan tersebar secara terpisah
di permukaan daun, ranting, bunga, dan tempat lain
pada tanaman teh. Telur menetas dan larva keluar
berkaki enam. Larva berganti kulit dan menjadi nimfa,
yang berkaki delapan. Setelah berganti kulit beberapa
kali menjadi dewasa. Betina dapat bertelur tanpa kawin.

b. Ulat api (Setora nitens, Parasalepida, Thosea)

Ulat api badan berbulu dengan panjang sekitar 2,5 cm.


Ulat ini menyerang bagian daun yang muda dan tua.
Serangan hama dapat menyerang sepanjang tahun dan
terberat pada musim kemarau. Daur hidup ulat api untuk
fase telur 7 hari, ulat 6 minggu, kepompong 3 minggu
dan dewasa 3-12 hari. Kerugian tanaman teh karena
ulat memakan daun pucuk sehingga produksi
berkurang. Cara mengendalikan ulat dapat dilakukan

84
secara mekanis dengan mengumpulkan kepom-pong
sehingga produksi berkurang, cara mengendalikan
dapat dilakukan secara mekanis yaitu mengumpulkan
kepompong, menggunakan cara hayati dengan parasit
Rogas, Wilt dieses yang disebabkan oleh virus dan
penggunaan insektisida sesuai dengan rekomendasi.

c. Tungau jingga (Brevipalpus phoenicis)

Hama ini menyerang daun tua pada bagian bawah


daun. Pada awal serangan terjadi becak-becak kecil
pada pangkal daun dimana tungai ini membentuk koloni.
Serangan selanjutnya tungau akan menyerang sampai
ke ujung daun sehingga daun berwarna kemerahan dan
mengering. Serangan hama ini dapat terjadi sepanjang
tahun terutama musim kemarau. Kerugian yang
ditimbulkan berakibat pada daun tua yang rontok
sehingga tertinggal ranting-ranting tanaman. Dari segi
daur hidup hama ini, bentuk telurnya 14 hari, larva 5
hari, protonin 6 hari, deutonin 7 hari, dan dewasa
mencapai 33 hari. Selain tanaman teh, hama ini dapat
hidup di antara gulma khususnya yang berdaun lebar.

d. Empoasca sp.

Hama ini sebenarnya hama utama pada tanaman


kapas. Akibat pengaruh lingkungan saat ini menyerang
juga tanaman teh. Serangan terdapat pada pucuk dan
daun muda dengan cara mengisap cairan daun.
Bertelur pada pagi dan sore hari, serta menetas sekitar
6 hari. Stadia nimfa lamanya sekitar 15 hari dengan 4
instar yang hidup di bawah daun. Tanaman inang hama
ini seperti: leguminosa, pupuk hijau, dadap, cabe, dll.
Pengendalian dapat dilakukan dengan insektisida dan
sanitasi sarana panen.

6.1.1.6.3.3. Penyakit Penting Teh

a. Cacar daun (Exobasidium vexans Massee)

Penyakit cacar daun teh yang disebabkan oleh jamur E.


vexans dapat menurunkan produksi pucuk basah sampai
50 persen karena menyerang daun atau ranting yang
masih muda. Umumnya serangan terjadi pada pucuk
peko, daun pertama, kedua dan ketiga. Gejala awal
terlihat bintik-bintik kecil tembus cahaya, kemudian
bercak melebar dengan pusat tidak berwarna dibatasi
oleh cincin berwarna hijau, lebih hijau dari sekelilingnya
dan menonjol ke bawah. Pusat bercak menjadi coklat tua

85
akhirnya mati sehingga terjadi lobang. Penyakit tersebar
melalui spora yang terbawa angin, serangga atau
manusia. Perkembangan penyakit dipengaruhi oleh
kelembaban udara yang tinggi, angin, ketinggian lokasi
kebun dan sifat tanaman. Banyaknya bulu daun pada
peko dapat mempertinggi ketahanan terhadap penyakit
cacar. Pengendalian penyakit dilakukan dengan
pengaturan naungan agar sinar matahari dapat masuk
ke kebun. Pemangkasan teh di musim kemarau agar
tanaman yang baru dipangkas dapat berkembang karena
pada saat ini cacar teh sulit berkembang. Pengaturan
daur petik kurang dari 9 hari dapat mengurangi sumber
penularan baru karena pucuk terserang sudah terpetik.
Untuk pencegahan, sebaiknya ditanam klon teh yang
tahan terhadap penyakit cacar daun.

b. Penyakit akar

Penyakit akar yang penting pada tanaman teh yaitu:


(1) Penyakit akar merah anggur (Ganoderma
pseudoferreum);
(2) Penyakit akar merah bata (Proria hypolateritia);
(3) Penyakit akar hitam (Rosellinia arcuata dan R.
bunodes);
(4) Penyakit leher akar (Ustulina maxima);
(5) Penyakit kanker belah (Armellaria fuscipes).

Kelima penyakit ini menular melalui kontak akar sakit


dengan akar sehat atau melalui benang jamur yang
menjalar bebas dalam tanah atau pada sampah-sampah
di atas permukaan tanah (jamur kanker belah). Gejala
pada tanaman terserang adalah daun menguning, layu,
gugur dan akhirnya tanaman mati. Untuk mengetahui
penyebabnya, harus melalui pemeriksaan akar. Batang
tanaman teh terbelah dari bagian bawah ke atas, kayu
menjadi busuk kering dan lunak sehingga mudah hancur
(penyakit kanker belah). Unsur yang mempengaruhi
penyebaran penyakit adalah ketinggian tempat,
jenis/kondisi tanah dan jenis pohon pelindung.

Pengendalian dilakukan dengan penanaman pohon


pelindung yang tahan, membongkar tanaman teh yang
terserang, menjaga kebersihan kebun dan pemberian
Trichoderma sp. 200 gram per pohon pada lobang bekas
tanaman yang dibongkar dan tanaman disekitarnya pada
awal musim hujan, di ulang setiap 6 bulan sekali sampai
tidak ditemukan gejala penyakit akar di daerah tersebut.
Tanaman teh disekitarnya diberi pupuk kandang atau
pupuk organik.

86
c. Penyakit busuk daun

Cylindrocladium scoparium dan Glomerella cingulate


Penyakit busuk daun disebabkan oleh C. scoparium dan
G. cingulata yang menyerang tanaman teh di pesemaian,
dapat mengakibatkan matinya setek teh. Bibit terserang,
timbul bercak-bercak coklat pada daun induknya, dimulai
dari bagian ujung atau dari ketiak daun. Pada serangan
lanjut, daun induk terlepas dari tangkai, akhirnya setek
mengering /mati. Serangan lain dimulai dari ujung
tunas,kemudian meluas ke bawah akhirnya seluruh
tunas mengering.

Penyebaran penyakit melalui konidia yang dapat


bertahan lama di dalam tanah. Pencegahan penyakit
dilakukan dengan mengatur kelembaban di pesemaian
dan membuat parit penyalur air untuk mencegah
penggenangan (drainase). Apabila ditemukan gejala,
langsung dilakukan penyemprotan fungisida kontak yang
telah direkomendasikan.

d. Penyakit mati ujung (Die back)

Pestalotia theae Penyakit mati ujung disebabkan oleh


jamur Pestalotia thea yang menyerang tanaman
terutama melalui luka atau bagian daun yang rusak.
Gejala pada daun dimulai bercak kecil berwarna coklat,
kemudian melebar. Pusat bercak keabu-abuan dengan
tepinya berwarna coklat. Dapat menyerang ranting yang
masih hijau, dengan gejala sama seperti di daun.
Serangan jamur dapat menjalar sampai ketunas
sehingga ranting dan tunas mengering.

Pemetik teh mempunyai peranan dalam menyebarkan


jamur. Penyakit ini akan timbul pada tanaman yang
lemah karena kekurangan unsur hara (N dan K),
pemetikan yang berat, kekeringan, angin kencang dan
sinar matahari yang kuat. Pengendalian dilakukan
dengan pemeliharaan kondisi tanaman yang baik yaitu
pemupukan berimbang, membuang bagian tanaman
yang terinfeksi dan pengaturan naungan sehingga
bidang petiknya tidak terkena sinar matahari langsung.

6.1.1.6.3.4. Penyakit Kurang Penting

(a) Jamur akar coklat (Fomas noxius)


(b) Jamur leher akar (Ustulina maxima)
(c) Jamur busuk akar (Sphaerostilbe repens)
(d) Jamur akar hitam (Xylaria thwaitensii)

87
Fungisida yang dianjurkan untuk memberantas penyakit
penting pada tanaman teh bahan aktifnya terdiri atas:
tembaga oksiklorida 50%, tembaga hidroksida 77%,
bitertanol 30%, triadimefon 25%, tridemorf 75%,
propiconasol 25%, klorotalonial 75%, tembaga
ammonium karbonat 8%, methylbromida, natrium metan,
tembaga 50%, benomyl, benomyl+tiram dan mankozeb
80%.

Selain hama dan penyakit, masalah gulma pada teh


muda dan produktif perlu mendapatkan perhatian.
Permukaan tanah yang terbuka terhadap solar radiasi
sinar matahari mendorong laju pertumbuhan gulma. Cara
pengendaliannya teridiri atas :
(1) cara kultur teknis, dengan pemberian mulsa dan
pupuk hijau,
(2) cara mekanis dengan mencabut gulma,
(3) cara kimiawi, dengan menggunakan herbisisda baik
herbisida kontak atau sistemik.

6.1.2. Panen

Fungsi dari pemetikan pucuk tanaman teh agar memenuhi syarat-syarat


pengolahan dimana tanaman mampu membentuk suatu kondisi yang
berproduksi secara berkesinambungan. Kecepatan pertumbuhan dari tunas baru
tergantung dari tebal lapisan daun pendukung pertumbuhan tunas 15-20 cm.
Kecepatan pembentukan tunas menentukan aspek-aspek pemetikan seperti :
jenis pemetikan, jenis petikan, daun petik, areal petik, tenaga petik, dan
pelaksanaan pemetikan.

Pemetikan teh hijau adalah pengambilan pucuk meliputi: 1 kuncup + 2-3 daun
muda sedangkan pemetikan untuk teh putih hanya kuncup-kuncupnya saja.
Akibat pucuk dipetik maka pembuatan zat pati berkurang untuk pertumbukan
tanaman. Pemetikan pucuk akan menghilangkan zat pati sekitar 7,5%, semakin
kasar pemetikan semakin tinggi kehilangan zat pati. Kehilangan zat pati akibat
pemetikan pucuk tidak akan mengganggu pertumbuhan tanaman asalkan
lapisan daun pemeliharaan cukup untuk melakukan proses asimilasi.

6.1.2.1. Macam dan Rumus Pemetikan

Macam petikan didasarkan pada mutu pucuk yang dihasilkan tanpa


memperhatikan bagian yang ditinggalkan, sedangkan rumus
digambarkan dengan lambang huruf dan angka. Macam dan rumus
petikan ditentukan berdasarkan:

(1) Petikan imperial, dimana hanya kuncup peko (p) yang dipetik (p+0),
(2) Petikan pucuk pentil, peko+satu daun di bawahnya (p+1m),
(3) Petikan halus, peko+satu/dua lembar daun muda/burung dengan

88
satu lembar daun muda (p+2m, b+1m),
(4) Petikan medium, (p+2m, p+3m, b+1m, b+2m, b+3m),
(5) Petikan kasar (p+3, p+4, b+1t, b+2t, b+3t)
(6) Petikan kepel, daun yang tinggal pada perdu hanya kepel (p+n/k,
b+n/k).

6.1.2.2. Jenis Pemetikan

Dalam satu daur pangkas jenis pemetikan dapat dibagi atas:


pemetikan jendangan dan pemetikan produksi. Nama pemetikan
jendangan bila pemetikan dilakukan pada tahap awal setelah
pemangkasan tanaman. Tinggi bidang petik jendangan dari bidang
pangkasan tergantung pada tinggi pangkasan.

(1) Pangkasan 40-45 cm, tinggi jendangan 20-25 cm,


(2) Pangkasan 45-50 cm, tinggi jendangan 15-20 cm,
(3) Pangkasan 50-55 cm, tinggi jendangan 15-20 cm,
(4) Pangkasan 55-60 cm, tinggi jendangan 10-15 cm,
(5) Pangkasan 60-65 cm, tinggi jendangan 10-15 cm.

Pemetikan jendangan dapat dilaksanakan apabila 60% areal telah


memenuhi syarat untuk dijendang. Biasanya pemetikan jendangan
dilakukan setelah 10 kali pemetikan, kemudian dilanjutkan dengan
pemetikan produksi. Sedangkan pemetikan produksi dapat dilakukan
terus menerus dengan jenis petikan tertentu sampai pangkasan
dilakukan. Berdasarkan daun yang ditinggalkan, pemetikan produksi
dapat dikategorikan sebagai berikut :

(1) Pemetikan ringan, apabila daun yang tertinggal pada perdu satu
atau dua daun di atas kepel (rumus k+1 atau k+2),
(2) Pemetikan sedang, apabila daun yang tertinggal pada bagian
tengah perdu tidak ada, tetapi di bagian pinggir ada satu atau dua
daun di atas kepel (rumus k+o pada bagian tengah, k+1 pada
bagian pinggir),
(3) Petikan berat, apabila tidak ada daun yang tertinggal pada perdu di
atas kepel (k+0). Umumnya yang dilakukan hanya pemetikan
sedang dengan bidang petik rata.

6.1.2.3. Jenis Petikan

Maksud dari jenis petikan yaitu macam pucuk yang dihasilkan dari
pelaksanaan pemetikan. Berdasarkan jumlah helaian daun, jenis
petikan terdiri atas beberapa kategori, seperti tersaji pada Gambar 31.

(1) Petikan halus, pucuk peko (p) dengan satu daun, atau pucuk
burung (b) dengan satu daun muda (m), rumus p+1 atau b+1m.
(2) Petikan medium, pucuk peko dengan dua atau tiga daun muda,
serta pucuk burung dengan satu, dua atau tiga daun muda (p+2, p+3,
b+1m, b+2m, b+3m).
(3) Petikan kasar, pucuk peko dengan lebih empat daun dan pucuk

89
burung dengan beberapa daun tua (t) { (p+4 atau lebih, b+(1-4t)}.

Gambar 45. Jenis petikan : (1) petikan halus, (2) petikan medium,
(3) petikan kasar.

6.1.2.4. Daur Petik

Pengertian tentang daur petik adalah jangka waktu pemetikan yang


pertama dan jadwal selanjutnya. Lamanya waktu daur petik tergantung
pertumbuhan pucuk teh. Beberapa faktor yang menentukan
pertumbuhan pucuk teh antara lain:
a. Umur pangkas yang makin lambat berakibat pada daur petik yang
semakin panjang.
b. Makin tinggi letak kebun pertumbuhan semakin lambat sehingga
daur petik jadi panjang.
c. Daur petik lebih panjang pada musim kemarau dibanding musim
hujan.
d. Tanaman makin sehat maka daur petik lebih cepat dibandingkan
dengan yang kurang sehat.

6.1.3. Proses Produsi Pasca Panen


6.1.3.1. Paska Panen Pucuk Teh Hijau

Dalam rangka menghasilkan teh hijau yang bermutu tinggi,


penanganan pucuk teh yang dipanen sebagai bahan baku perlu
ditangani sebaik mungkin sebelum diproses dari kebun sampai ke
pabrik. Kegiatan pengelolaan dan pemeliharaan tanaman semuanya
bertujuan untuk menghasilkan kualitas catechin dan caffein yang
tinggi karena senyawa ini berperan dalam rasa, warna, dan aroma.

Beberapa tahapan yang perlu diperhatikan dalam penanganan dan


perawatan pucuk :
a. Pemetikan pucuk dilakukan secara taruk
b. Pucuk di tangan jangan terlalu banyak
c. Jumlah pucuk usahakan jangan terlalu padat di keranjang
d. Pucuk jangan disiram air
e. Pucuk yang telah disimpan dalam keranjang jangan ditumpuk

Perawatan pucuk dalam pengumpulan dan penyim panan adalah


sebagai berikut :

90
a. Pucuk setelah ditimbang harus segera diangkut ke Pabrik.
b. Curahkan pucuk dari waring pemetik.
c. Buanglah daun tua, rumput, dan benda-benda lainnya.
d. Kirablah pucuk agar terhindar dari panas.
e. Siapkan waring transport , hitung jumlahnya.
f. Masukkan pucuk ke dalam waring transport maksimal 25 Kg.
g. Dilarang mengisi dengan menjejalkan pucuk ke dalam waring.
h. Ikatlah ujung waring secukupnya saja agar tidak menyulitkan
pelaksana di Pabrik.
i. Masukkan waring ke atas truk dengan hati-hati.
j. Tatalah posisi waring diatas truck berdiri tegak pada lapisan bawah
hingga 1-2 jajar.
k. Tatalah alas tingkat kedua sebatas luas dua jajar waring wadah
tersebut.
l. Tatalah waring lainnya di tahap kedua berdiri tegak.
m.Lakukanlah penataan serupa pada waring berikutnya hingga truk
penuh.
n. Isikan maksimal 100 waring isi pucuk/truk (2.500 Kg).
o. Bersihkan pucuk yang tercecer. Pucuk yang bersih bisa disatukan
ke atas truk sedangkan pucuk kotor sapukan ke dalam kebun.
p. Angkut segera pucuk ke Pabrik jika tonase (berat) telah mencapai
2.500 Kg atau jika penimbangan telah selesai.
q. Dilarang menaikan, menumpang diatas pucuk.
r. Dilarang menaruh benda apapun diatas pucuk.
s. Turunkan segera pucuk dari atas truk dengan hati-hati.
t. Sapukan pucuk yang tercecer di atas truck dengan sapu lidi.
u. Bereskan kembali waring transport dengan teliti.
v. Kembalilah segera jika penimbangan belum selesai.

6.1.3.2. Paska Panen Kuncup Teh Putih

Dalam rangka menghasilkan teh putih yang bermutu tinggi,


penanganan kuncup-kuncup teh yang dipanen sebagai bahan baku
perlu ditangani sebaik mungkin agar didapatkan standar, tidak terjadi
kerusakan, dan menjamin keamanan dan kontaminasi sebelum
diproses dari kebun sampai ke pabrik. Kegiatan pengelolaan dan
pemeliharaan tanaman semuanya bertujuan untuk menghasilkan
kualitas catechin dan caffein yang tinggi karena senyawa ini berperan
dalam rasa, warna, dan aroma.

Perawatan pucuk dalam pengumpulan dan penyimpanan adalah


sebagai berikut :

a. Siapkan wadah yang bersih dan mudah terjadi sirkulasi udara, agar
peko tidak terjadi panas akibat fisiologi tanaman.
b. Pada kondisi normal, pemetikan dilakukan pada pagi-pagi hari

91
sampai dengan sekitar pukul 10.00 wib
c. Pemetikan hanya mengambil pucuk peko saja (tanpa daun
terbuka) secara hati-hati, dijaga agar peko tidak ada penekanan
dalam genggaman tangan. Pemetikan hanya terhadap pucuk yang
memenuhi syarat petik produksi harian.
d. Pucuk peko dimasukkan sedikit demi sedikit ke wadah yang telah
ditentukan oleh mandornya.
e. Kumpulkan masing-masing wadah yang telah berisi peko ke
mandor petik untuk di cek dan dikirim pabrik.
f. Kirimkan sesegera mungkin ke pabrik teh putih untuk menghindari
penurunan kualitas akibat reaksi kimia dari pucuk peko yang tidak
terkendali.
g. Pengangkutan peko dilakukan secara hati-hati, jangan sampai
terjadi panas dan memar. Hindari penumpukan peko saat
pengangkutan dari kebun ke pabrik.
h. Sampai di pabrik, serah terimakan kepada petugas penerima
pucuk peko di pabrik teh putih melalui pass box (kotak penerimaan
pucuk).
i. Petugas penerima pucuk akan mencatat berat, jam datang, asal
pucuk (blok).

6.1.4. Proses Produksi dan Pengolahan

6.1.4.1. Teh Hijau Pan Firing

a. Stasiun Pelayuan

Rotary Panner

Fungsi dari mesin Rotary Panner (pelayuan) yaitu untuk menginaktifkan


enzim polifenol oksidase (menginaktifkan aktifitas oksidasi enzimatik),
terjadinya perubahan kimiawi oksidasi karotenoid menghasilkan
substansi mudah menguap yang terdiri atas aldehid dan keton tidak
jenuh yang menghasilkan aroma pada daun yang dilayukan,mengurangi
kadar air, menciptakan aroma, meyiapkan daun pucuk untuk
penggulungan dan untuk Membunuh sel vegetatif bakteri (antara lain :
Salmonella sp, Mould dan Yeast). Suhu Silinder harus berkisar 90 0 C -
125 0 C, waktu pelayuan ± 5 menit, dan kadar air (layu) 60 – 65 %.

Kriteria hasil pelayuan yang baik :


- Pucuk matang (layu) berwarna hijau botol.
- Apabila diremas saling melengket dan tidak mudah dipisahkan.
- Ujung pucuk jika dipatahkan lemas dan lentur.
- Aroma segar tidak berbau asap.
- Apabila pucuk layu saling digosokkan tidak mengeluarkan cairan (
tidak berkeringat).

92
Gelebeg (Roll Pendingin)

Merupakan peralatan/mesin yang fungsinya untuk membuang uap air


sekaligus mendinginkan pucuk layu guna menghindari panas yang dapat
menyebabkan fermentasi dan memisahkan pucuk yang halus dan yang
kasar guna menentukan perbedaan lamanya waktu penggulungan.
b. Stasiun Penggulungan

Press Cup Roller (PCR)

Fungsi dari Press Cup Roller (PCR) adalah untuk pememaran pucuk
dan pemerasan cairan sel, pembentukan kenampakan, dan membentuk
fisik teh menggulung. Lamanya penggulungan sangat dipengaruhi oleh
kualitas pucuk (antara 15 – 40 menit). penggulungan pucuk halus lebih
singkat (sekitar 15 menit) dibandingkan dengan pucuk kasar (sekitar 40
menit).
c. Stasiun Pengeringan

Pengeringan dilakukan dua kali untuk memberi kesempatan agar terjadi


difusi air dari dalam sel ke permukaan sehingga tidak terjadi case
hardening.

ECP Dryer (pengeringan pertama)

Merupakan peralatan/mesin yang fungsinya untuk menurunkan kadar air,


memperpekat cairan sel daun yang berfungsi untuk memperkokoh
bentuk gulungan (cairan sel yang mengandung pektin akan berubah
menjadi perekat yang akan merekatkan gulungan teh), dan menciptakan
aroma teh. Suhu inlet 135 oC dan suhu outlet 40o – 50oC, waktu
pengeringan 17 – 24 menit, tergantung dari arahan pasar, dan kadar air
teh kering 30 – 35 oC.
Kriteria hasil ECP yang baik :
- Apabila diremas terasa kering namun sebenarnya masih lunak di
dalamnya.
- Aroma segar tidak berbau asap.
- Warna hitam kehijau-hijauaan.

Rotary Dryer/Repead Roll (pengeringan kedua)

Merupakan peralatan/mesin yang fungsinya untuk menurunkan kadar air


teh kering hingga 13,75%, membentuk gulungan memanjang dan untuk
membunuh sel vegetatif bakteri antara lain : Salmonella sp, Yeast dan
Mold serta dapat mengurangi bahaya kontaminasi Coliform dan E. Coli.
Pengeringan dilaksanakan selama 1,5 jam dengan suhu 75 0C selama 30
menit pertama, 100 0C selama 30 menit kedua, 115 0C selama 30 menit
ketiga.
Kriteria teh telah kering :

93
- Apabila diremas menjadi bubuk.
- Tulang (Stalk) jika dipatahkan melenting.
- Tidak tampak blister (gelembung) akibat suhu tinggi.
- Tidak berbau asap atau kebakar.

Kriteria teh cukup polesan :


- Tulang telah terlepas dari pecco, warna teh keabu-abuan.
- Teh telah dingin.

Bolltea (pengeringan kedua)

Merupakan peralatan/mesin yang fungsinya untuk Menurunkan Kadar Air


Daun Teh Hingga Tercapai Kadar Air Teh Kering 3,5 % - 4,5 %,
Membentuk Gulungan Membulat, Membunuh Sel Vegetatif Bakteri
(Antara Lain : Salmonella sp, Yeast, Mold, dan untuk Mengurangi Bahaya
Kontaminasi E. Coli dan Coliform).

Pektin dalam cairan sel akan pecah oleh enzim menjadi asam pektat dan
metil alkohol teruapkan. Asam pektat setelah pemasakan dan kering
akan membentuk semacam pernis sehingga permukaan teh kering
menjadi mengkilap.

d. Stasiun Sortasi

Secara garis besar proses sortasi bertujuan untuk membersihkan teh


kering dari bahan-bahan yang bukan teh, membersihkan bagian-bagian
yang sudah memenuhi syarat, memotong bagian-bagian yang belum
memenuhi syarat sampai dapat digolongkan kedalam jenis-jenis yang
standar, sortasi juga dilaksanakan secara manual (dipilih) untuk jenis-
jenis pertama (grade 1) yang masih perlu dibersihkan/dipisahkan.

- Midleton
Berfungsi untuk memisahkan jenis ganggang, daun besar-besar dari
jenis lebih kecil.
- Vibro separator
Berfungsi untuk memisahkan, membersihkan serat-serat tangkai dari
bahan jenis halus dan kasar.
- Theewan/Gebosan/Winnower
Berfungsi untuk memisahkan fraksi teh yang berat, sedang dan ringan.
- Tea Crusher
Berfungsi untuk memecah keringan yang masih besar-besar
bentuknya.
- Molen
Berfungsi untuk menghancurkan, memotong jenis-jenis besar bahan
grade II dan off grade
- Tea Cutter

94
Berfungsi untuk memotong fraksi-fraksi besar menjadi fraksi yang lebih
kecil.
- Chotta Roller
Berfungsi untuk mempres dan mengayak.

e. Pengepakan

- Tea Packer : Berfungsi sebagai packing terakhir yang siap kirim.


- Peti Miring (bin) : Berfungsi untuk menyimpan teh sebelum dipak.

Bahan Baku

Pelayuan

Pendinginan

Penggulungan

Pengeringan

Sortasi

Pengepakan

Gambar 46. Bagan Pengolahan Teh Hijau Pan Firing

6.1.4.2. Teh Hijau Steaming

Proses pengolahan teh hijau steaming memalui beberapa tahapan


proses sebagai berikut :

a. Steaming (Mushiki)

Proses steaming ini bertujuan untuk menginaktifkan enzim polifenol


oksidase (menginaktifkan aktifitas oksidasi enzimatik), terjadinya

95
perubahan kimiawi oksidasi karotenoid menghasilkan substansi mudah
menguap yang terdiri atas aldehid dan keton tidak jenuh yang
menghasilkan aroma pada daun yang dilayukan,mengurangi kadar air,
menciptakan aroma, meyiapkan daun pucuk untuk penggulungan dan
untuk Membunuh sel vegetatif bakteri (antara lain : Salmonella sp,
Mould dan Yeast). Suhu steam yang digunakan 94 oC pada tekanan 120
atm, waktu pelayuan 30 – 60, dan kadar air (layu) ± 75 %.

b. Cooling Machine

Merupakan peralatan/mesin yang fungsinya untuk membuang uap air


sekaligus mendinginkan pucuk layu guna menghindari panas yang dapat
menyebabkan fermentasi.

c. Primary Drying Tea Roller (Sojyuki)

Merupakan peralatan/mesin yang fungsinya untuk menurunkan kadar air


teh hingga ± 50%, membentuk gulungan memanjang dan untuk
membunuh sel vegetatif bakteri antara lain : Salmonella sp, Yeast dan
Mold serta dapat mengurangi bahaya kontaminasi Coliform dan E. Coli.
Pengeringan dan penggulungan dilaksanakan selama 40 menit dengan
suhu 65 – 85 0C.

d. Tea Roller (Jyunenki)

Tea Roller berfungsi untuk pememaran pucuk dan pemerasan cairan sel,
pembentukan kenampakan, dan membentuk fisik teh menggulung.
Lamanya penggulungan sangat dipengaruhi oleh kualitas pucuk (antara
15 – 20 menit).

e. Secondary Drying Tea Roller (Chujyuki)

Merupakan peralatan/mesin yang fungsinya untuk menurunkan kadar air


teh hingga ± 30%, membentuk gulungan memanjang dan untuk
membunuh sel vegetatif bakteri antara lain : Salmonella sp, Yeast dan
Mold serta dapat mengurangi bahaya kontaminasi Coliform dan E. Coli.
Pengeringan dan penggulungan dilaksanakan selama 15 - 20 menit
dengan suhu 80 0C.

f. Finally Drying Tea Roller (Seyjuki).

Merupakan peralatan/mesin yang fungsinya untuk menurunkan kadar air


teh hingga ± 13%, membentuk gulungan memanjang dan untuk

96
membunuh sel vegetatif bakteri antara lain : Salmonella sp, Yeast dan
Mold serta dapat mengurangi bahaya kontaminasi Coliform dan E. Coli.
Pengeringan dan penggulungan dilaksanakan selama 45 menit dengan
suhu 80 0C.

g. Pengeringan Akhir (Oven)

Merupakan peralatan/mesin yang fungsinya untuk menurunkan kadar air,


memperpekat cairan sel daun yang berfungsi untuk memperkokoh
bentuk gulungan (cairan sel yang mengandung pektin akan berubah
menjadi perekat yang akan merekatkan gulungan teh), dan menciptakan
aroma teh. Suhu inlet 80 oC, waktu pengeringan 30 menit, tergantung
dari arahan pasar, dan kadar air teh kering 3,5 – 4,5 oC.

h. Sortasi

Secara garis besar proses sortasi bertujuan untuk membersihkan teh


kering dari bahan-bahan yang bukan teh, membersihkan bagian-bagian
yang sudah memenuhi syarat, memotong bagian-bagian yang belum
memenuhi syarat sampai dapat digolongkan kedalam jenis-jenis yang
standar, sortasi juga dilaksanakan secara manual (dipilih) untuk jenis-
jenis pertama (grade 1) yang masih perlu dibersihkan/dipisahkan.

- Midleton
Berfungsi untuk memisahkan jenis ganggang, daun besar-besar dari
jenis lebih kecil.
- Vibroshifter
Berfungsi untuk memisahkan, membersihkan serat-serat tangkai dari
bahan jenis halus dan kasar.
- Theewan/Gebosan/Winnower
Berfungsi untuk memisahkan fraksi teh yang berat, sedang dan
ringan.

i. Pengepakan

- Tea Packer : Berfungsi sebagai packing terakhir yang siap kirim.


- Peti Miring (bin) : Berfungsi untuk menyimpan teh sebelum dipak.

97
Bahan Baku

Steaming
(Mushiki)
Cooling Machine

Primary Drying Tea


Roller (Sojyuki)

Tea Roller
(Jyunenki)

Secondary Drying
Tea Roller (Chujyuki)

Finally Drying Tea


Roller (Seijyuki)

Oven

Sortasi

Pengepakan

Gambar 47. Bagan Pengolahan Teh Hijau Steaming

6.1.4.3. Teh Putih

Teh putih terbuat dari helaian pucuk daun Camellia sinensis yang sangat muda dan belum
mekar yang dipetik secara hati-hati, dimana pucuk muda (biasa disebut peko) ini masih
diselaputi rambut halus berwarna putih perak, sehingga memberi kesan warna putih
beludru, yang nantinya bila mengering akan berubah warna menjadi putih. Teh putih
diproses secara alami dan minimal yaitu hanya melalui pelayuan dan pengeringan dengan
bantuan angin dan sinar matahari segera setelah proses pemetikan dilakukan, tanpa
mengalami proses oksidasi/fermentasi maupun penggilingan sehingga tidak merusak
bentuk teh yang sebenarnya.

Tahapan proses pembuatan teh putih adalah sebagai berikut :

a. Pelayuan
1. Pelayuan pucuk disebar di atas alas yang dibuat dari bambu.

98
2. Pucuk dibeber sedemikian sehingga tidak ada penumpukan satu sama
lainnya.
3. Saat cuaca terang, pucuk dikeringkan di bawah sinar matahari untuk
beberapa jam sebelum jam 11.00 siang dan setelah 14.00 sore, dan
kemudian dipindahkan ke dalam ruangan. Prosedur ini diulangi untuk 2
sampai 3 hari.
4. Selama pelayuan, tidak diperlukan fanning atau pememaran. Tepi pucuk
mengeriting, rambut memutih, dan pucuk menjadi semerbak.

b. Pelayuan dalam ruangan


Pucuk dilayukan dengan dibeber di dalam ruangan dengan ventilasi yang baik,
temperatur 29-30OC, kelembaban relatif 65-70%, sampai peko mengandur kadar
air sekitar 30%.

c. Sortasi
Proses sortasi berujuan untuk memisahkan produk teh putih berdasarkan
gradenya dan kemungkinan kontaminasi selama proses pelayuan sebelum
dilakukan proses pengeringan akhirnya.

d. Pengeringan

Hasil pelayuan Peko yang telah disortir dikeringkan pada temperatur 40 – 45OC
selama 20 sampai 30 menit.

99
Bahan Baku
(Pucuk Pekoe)

Pelayuan Matahari
(3 hari pagi/siang)

Pelayuan dalam
Ruangan
(3 hari sore/malam)

Sortasi Manual

Pengeringan
(oven dryer)

Pengemasan dan
Penyimpanan

Gambar 48. Bagan Pengolahan Teh Putih

6.2. Proses Pengemasan

Pengemasan merupakan perlakuan terakhir dalam proses pengolahan teh.


Pengemasan teh jadi bertujuan agar sifat teh kering tidak berubah dan kadar air teh
tidak mengalami kenaikan.. Bahan pengemas yang biasa digunakan ada 3 macam
yaitu :

a. Paper Sack

Paper sack yang digunakan terdiri dari 4 lapis kertas yaitu play standar (paling
luar), weth strenght auto ply, high perfomance craft, dan aluminium foil. Fungsi
pelapisan aluminium foil adalah untuk menjaga kualitas teh dari pengaruh luar.
Banyaknya isian didalam paper sack berbeda-beda untuk tiap jenis teh, tergantung
dengan besar kecilnya partikel teh kering jadi yang akan dikemas. Paper sack
digunakan untuk mengemas teh kering yang akan dieksport. Dalam pengemasan
teh kering dengan paper sack setelah dilakukan penimbangan, kemasan yang telah
berisi teh kering dipadatkan dan dibentuk/dirapikan dengan mesin penggetar.

100
b. Karung plastic

Karung plastik yaitu lapisan dengan plastik idi bagian dalam yang berfungsi untuk
menjaga kualitas bubuk dari pengaruh luar. Pengisian bubuk dilakukan secara
manual, dan setelah ditimbang kemudian dijahit secara manual.

c. Dooz/kardus

Dooz yang digunakan terlebih dahulu diberi lapisan yaitu plastik, ring karton, karton
luar dan ban-tip. Pengemasan dooz di sesuaikan dengan permintaan konsumen
(pasar). Biasanya Jepang menghendaki kemasan dengan kardus ini.

Hasil pengemasan kemudian disimpan di gudang, untuk kemasan dengan paper


sack, tinggi tumpukan paper sack maksimal 210-220 cm dengan dialasi pallet yang
dibuat khusus.

6.3. Proses Penyimpanan

Untuk menjaga mutu dan keamanan produk selama proses penyimpanan sebelum
dikirim ke Gudang Marketing atau langsung ke Konsumen perlu dilakukan beberapa
tahapan kegiatan seperti dibawah ini :
1. Bahan keringan teh yang telah disortasi di kemas dalam karung plastik atau
dalam drum plastik kemudian disimpan di gudang kebun. Barang tersebut akan di
blending, dikemas, dan dikirimkan ke gudang marketing atau konsumen.
2. Pastikan bahwa barang tersebut disimpan digudang yang tidak bocor, tidak
terkena percikan air hujan yang masuk melalui ventilasi, dan selalu dipantau
suhu dan kelembabannya.
3. Penyimpanan di dalam gudang dikelompokan berdasarkan Grade.
4. Penyimpanan barang yang akan dirework di dalam gudang harus dipisahkan dari
barang yang sudah siap blending.
Untuk menjaga kualitas produk akhir agar sesuai dengan keinginan konsumen maka
diperlukan serangkaian pengujian terhadap teh kering yang akan dipasarkan.
Pengujian mutu produk akhir meliputi analisa kadar air, uji densitas dan uji
organoleptik.

a. Uji kadar air (analisa kadar air)


Pengujian kadar air dilakukan pada teh kering, yang bertujuan untuk memonitor
kadar air teh kering apakah sudah sesuai dengan yang dikehendaki atau belum.
Teh yang bermutu tinggi akan memiliki kadar air tidak lebih dari 4,5%. Uji kadar
air ini dilakukan dengan menggunakan alat infra red Moistured Balance.

b. Uji Densitas
Tujuan dari uji densitas adalah untuk mengetahui ukuran partikel teh kering
sebelum pengemasan. Nilai densitas pucuk teh merupakan salah satu penentu
mutu yang menentukan tingkat acceptability konsumen. Uji densitas dilakukan
dengan cara mengambil sampel 100 gram teh jadi yang kemudian dimasukkan
dalam gelas ukur tanpa ketukan. Hasil yang terbaca pada gelas ukur merupakan
nilai densitas teh jadi per 100 gram.

101
c. Uji Organoleptik
Dilakukan dengan tester panelis kepala bagian pabrik. Pengujian dilakukan pada
teh keluar dari pengering dan produk teh jadi untuk mengetahui persepsi warna,
rasa, aroma dan air seduhan, kenampakan teh kering serta kenampakan ampas
seduhan teh hitam yang meliputi uji kenampakan, uji air seduhan, dan uji ampas
seduhan.

6.4. Proses Pemasaran


a. Pemasar Teh Hijau Steaming Java Preanger Gambung terdiri dari pengurus
kelompok tani yang mengumpulkan pucuk teh segar, mengangkut, dan
menjualnya ke Pabrik Pengolahan (GAL). Selanjutnya Manajemen Pabrik
Pengolahan GAL setelah mengolahnya menjadi teh jadi kemudian menjualnya
melalui PT. Kabepe Chakra.
b. Pemasar Teh Hijau Pan Firing Java Preanger Kanaan, pucuknya berasal dari
Perkebunan Teh Negara Kanaan dan diolah di Pabrik Teh Hijau Pan Firing
Negara Kanaan. Kemudian Manajemen Pabrik Pengolahan Teh Negara Kanaan
setelah mengolahnya menjadi teh jadi kemudian menjualnya melalui PT. Kabepe
Chakra.
c. Sedangkan pemasar Teh Putih Java Preanger kuncupnya berasal dari
Perkebunan Teh PPTK Gamboeng dan diolah di Pabrik Teh Putih PPTK
Gamboeng yang kemudian produk Teh Putih tersebut dijual oleh Manajemen
PPTK Gamboeng kepada para pelanggannya.

102
VII. KETERUNUTAN PRODUKSI
I. Tujuan
Dapat melakukan penelusuran dari produk jadi hingga dapat menentukan identitas asal
bahan baku.

II. Ruang Lingkup


Prosedur ini berlaku untuk setiap produk dengan menerapkan sistem penelusuran
(traceability) pada proses produksi dan dicantumkan pada chop produksi yang
bersangkutan.

III. Definisi

Traceability (mampu telusur) adalah suatu kemampuan untuk melakukan penelusuran


balik, mengikuti, mengetahui dan melakukan pelacakan dari produk jadi yang dihasilkan
sehingga dapat diketahui asal-usul bahan baku.

Pendahuluan

Traceability adalah kegiatan monitoring/pencatatan pemeliharaan TM, pemetikan pucuk


(panen), pengolahan pucuk, sortasi, blending, pengemasan, dan pengiriman, sehingga
catatan tersebut dapat digunakan untuk melakukan penelusuran ulang agar dapat
diketahui dari mana asal usul pucuk yang menjadi bahan baku teh jadi tersebut.

Konsep Traceability

Kemampuan untuk menelusuri produk sampai ke sumber bahaya merupakan kontrol yang
dapat dibangun untuk menghindari atau setidaknya mengurangi terjadinya hal hal yang
tidak diinginkan.

Kegiatan mampu telusur termasuk didalamnya menganalisis semua bahaya di setiap


tahapan proses produksi dari sejak bahan baku sampai produk akhir, dan sebaliknya; yang
memungkinkan dilakukannya penarikan kembali produk dari pelanggan.

Satu elemen terpenting dalam menerapkan sistem traceability adalah dengan penandaan
yang tepat, yang dalam hal ini adalah chop produk yang bersangkutan. Chop dapat
menunjukkan asal-usul bahan baku (tanggal dan lokasi areal pemetikan pucuk teh), dan
waktu dilaksanakannya pengolahan, sortasi, blending, pengemasan, penggudangan
(pelabelan), dan pengiriman produk akhir yang berasal dari bahan baku termaksud.

Langkah – langkah penentuan traceability adalah sebagai berikut :

a. Penentuan alur proses traceability dari finish product hingga asal raw material.
b. Pengidentifikasian prosedur yang ada, berkaitan dengan informasi produk.
c. Pengidentifikasian rekaman yang ada, sebagai pendukung dokumentasi traceability
rekaman ini harus disimpan dan dicatat seakurat mungkin.
d. Tersedianya prosedur penarikan produk.
e. Dokumentasi dan rekaman.

103
7.1. Alur Proses Traceability Teh Hijau Pan Firing

Pemeliharaan TM

Pemetikan

Angkutan

Penerimaan Pucuk

Pelayuan

Penggulungan

Pengeringan

Sortasi

Pengemasan

Pengiriman

Gambar 49. Alur Proses Traceability Teh Hijau Pan Firing

7.1.1. Proses Produksi

1. SOP Kebun
2. SSOP Penanganan Pucuk Pasca Petik
3. SSOP Pengangkutan
4. SOP Pabrik Pengolahan Teh Hijau Pan Firing

7.1.2. Rekaman Produksi Teh Hijau Pan Firing

Rekaman Bahan Baku :


1. Laporan Penggunaan Insektisida dan Akarisida FORM : SOP-KB-TJP-01
2. Laporan Penggunaan Fungisida FORM : SOP-KB-TJP-02
3. Laporan Pemupukan Foliar ZnSO4 FORM : SOP-KB-TJP-03

Rekaman Produksi Teh Hijau Pan Firing:


1. Form Laporan Penerimaan Pucuk Segar FORM : SOP-PPGT-01a
2. Form Laporan Analisa Petik Afdeling FORM : SOP-PPGT-01b
3. Form Laporan Analisa Pucuk Afdeling FORM : SOP-PPGT-01c
4. Form Laporan Pelayuan Di Rotary Panner FORM : SOP-PPGT-02
5. Form Laporan Pendinginan Pucuk Layu Di Mesin Gelebeg FORM : SOP-PPGT-03
6. Form Laporan Penggulungan Di Mesin Roller FORM : SOP-PPGT-04
7. Form Laporan Pengeringan Awal Di ECP Dryer FORM : SOP-PPGT-05
8. Form Laporan Pengeringan Akhir Di Rotary Dryer FORM : SOP-PPGT-06
9. Form Laporan Pengeringan Akhir Di Boll Tea FORM : SOP-PPGT-07
10. Form Laporan Pengeringan Rotary Dryer dan Boll Tea FORM : SOP-PPGT-08

104
11. Form Laporan Repolishing FORM : SOP-PPGT-09
12. Form Laporan Redrying FORM : SOP-PPGT-10
13. Form Laporan Tea Tasting Hasil Sortasi Harian FORM : SOP-PPGT-11
14. Form Laporan Hasil Sortasi Keringan FORM : SOP-PPGT-12
15. Form Laporan Resorting FORM : SOP-PPGT-13
16. Form Laporan Suhu dan Kelembaban Gudang Kebun FORM : SOP-PPGT-14
17. Form Label Bungkus Tea Sample / Chop Sample FORM : SOP-PPGT-15
18. Form Label Karung / Sack FORM : SOP-PPGT-16
19. Form Laporan Pengepakan FORM : SOP-PPGT-17
20. Form Surat Pengantar Produksi Teh FORM : SOP-PPGT-18
21. Form Berita Acara Pengiriman Barang FORM : SOP-PPGT-19
22. Form Surat Perintah Jalan FORM : SOP-PPGT-20
23. Form Laporan Pemantauan Hama di Pabrik FORM : SOP-PPGT-21
24. Form Laporan Pemantauan Kontaminasi Fisik FORM : SOP-PPGT-22
25. Form Laporan Pemantauan Fungsi Magnet Detektor FORM : SOP-PPGT-23
26. Form Kalibrasi Mesin SGS FORM : SOP-PPGT-24

7.2. Alur Proses Traceability Teh Hijau Steaming

Bahan Baku

Steaming
(Mushiki)
Cooling Machine

Primary Drying Tea


Roller (Sojyuki)

Tea Roller
(Jyunenki)

Secondary Drying
Tea Roller (Chujyuki)

Finally Drying Tea


Roller (Seijyuki)

Oven

Sortasi

Pengepakan

Gambar 50. Alur Proses Traceability Teh Hijau Steaming

105
7.2.1. Prosedur Produksi

1. SOP Kebun
2. SSOP Penanganan Pucuk Pasca Petik
3. SSOP Pengangkutan
4. SOP Pabrik Pengolahan Teh Hijau Steaming

7.2.2. Rekaman Produksi Teh Hijau Steaming :

Rekaman Bahan Baku :


1. Laporan Penggunaan Insektisida dan Akarisida FORM : SOP-KB-TJP-01
2. Laporan Penggunaan Fungisida FORM : SOP-KB-TJP-02
3. Laporan Pemupukan Foliar ZnSO4 FORM : SOP-KB-TJP-03

Rekaman Produksi Teh Hijau Steaming :


1. Form Laporan Penerimaan Pucuk Segar FORM : SOP-PPST-01a
2. Form Laporan Analisa Pucuk Kelompok Tani FORM : SOP-PPST-01b
3. Form Laporan Pelayuan di Steaming ( Mushiki ) FORM : SOP-PPST-02
4. Form Laporan Pendinginan Pucuk layu di
Cooling Machine FORM : SOP-PPST-03
5. Form Laporan Pengeringan Tahap I Primary Drying
Tea Roller (Sojyuki) FORM : SOP-PPST-04
6. Form Laporan Penggulungan di Tea Roller (Jyunenki) FORM : SOP-PPST-05
7. Form Laporan Pengeringan Tahap II Secondary Drying
Tea Roller (Chujyuki) FORM : SOP-PPST-06
8. Form Laporan Pengeringan Tahap III Finally Drying
Tea Roller (Seijyuki) FORM : SOP-PPST-07
9. Form Laporan Pengeringan Akhir (Oven) FORM : SOP-PPST-08
10. Form Laporan Pemantauan Fungsi Magnet Detektor Pada
Mesin Sortasi FORM : SOP-PPST-09
11. Form Laporan Hasil Sortasi Keringan FORM : SOP-PPST-10
12. Form Bungkus Tea Sample/Chop Sample FORM : SOP-PPST-11
13. Form Label Karung FORM : SOP-PPST-12
14. Form Laporan Pengepakan Teh Hijau Steaming FORM : SOP-PPST-13

106
7.3. Alur Proses Traceability Teh Putih

Bahan Baku
(Pucuk Pekoe)

Pelayuan Matahari
(3 hari pagi/siang)

Pelayuan dalam
Ruangan
(3 hari sore/malam)

Sortasi Manual

Pengeringan
(oven dryer)

Pengemasan dan
Penyimpanan

Gambar 51. Alur Proses Traceability Teh Putih

7.3.1. Prosedur Produksi

1. SOP Kebun
2. SSOP Penanganan Pucuk Pasca Petik
3. SSOP Pengangkutan
4. SOP Pabrik Pengolahan Teh Putih

7.3.2. Rekaman Produksi Teh Putih :

Rekaman Bahan Baku :


1. Laporan Penggunaan Insektisida dan Akarisida FORM : SOP-KB-TJP-01
2. Laporan Penggunaan Fungisida FORM : SOP-KB-TJP-02
3. Laporan Pemupukan Foliar ZnSO4 FORM : SOP-KB-TJP-03

Rekaman Produksi Teh Putih :

1. Formulir Buku Penerimaan Pucuk

107
2. Formulir Data Kadar Air
3. Formulir Data Suhu dan Kelembaban
4. Formulir Catatan harian Produksi
5. Formulir Buku Uji Inderawi Teh Putih
6. Formulir Bukti Pengeluaran Barang

108
VIII. LOGO DAN MAKNA

Gambar 52. Logo MPIG Teh Java Preanger

MAKNA LOGO

Logo MPIG Teh Java Preanger, terdiri dari:

d. Serangkaian pucuk daun teh berjumlah 12 (duabelas) helai, satu sama


lainnya bersambungan, menyimbolkan kebersamaan dalam kemakmuran dan
kesejahteraan melalui usaha dibidang budidaya teh, di mana potensi alam
untuk teh di Jawa Barat berada di 12 (duabelas) Kabupaten, yaitu:
Kabupaten Sukabumi; Kabupaten Cianjur; Kabupaten Bandung; Kabupaten
Bandung Barat; Kabupaten Sumedang; Kabupaten Garut; Kabupaten Ciamis;
Kabupaten Tasikmalaya; Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta,
Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Bogor.
e. Gunung berwarna Kuning Emas yang dihiasi setangkai daun teh berwarna
hijau, melambangkan teh ditanam didataran tinggi dengan ketinggian minimal
600 meter diatas Permukaan Laut; yang persyaratan kesesuian lahan lainnya
sesuai untuk pertumbuhan dan pengembangan budidaya tanaman teh .
f. Setangkai daun teh dengan 1 (satu) pucuk peko ditambah 2 (dua) daun teh,
selain melambangkan puck teh yang bermutu tinggi juga melambangkan
bahwa dalam pengelolaan sumber daya alam memegang teguh pada Tri
Tangtu kehidupan warga Sunda yang harmonis, yaitu Tekad -Ucap-Lampah
harus baik, adanya keseimbangan hubungan yang arif, antara Hubungan
Manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa; Hubungan Manusia dengan
Manusia; dan Hubungan Manusia dengan Alam.
g. Gelombang biru sebanyak empat buah menggambarkan tanaman teh adalah

109
tanaman yang secara ekologis setidaknya mempunyai 4 (empat) fungsi; yaitu
: sebagai tanaman konservasi air, sebagai pencegah erosi, sebagai
pencegah banjir, dan sebagai pencegah bahaya longsor. Secara umum
setidaknya mempunyai 4 (empat) manfaat; yaitu : menyediakan dan
menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
pelaku usaha perkebunan teh, melestarikan lingkungan, serta meningkatkan
pendapatan/devisa negara.
h. Kalimat “Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Teh Java Preanger”
yang mengelilingi lambang rangkaian 12 daun teh, gunung yang dihiasi
setangkai daun teh, dan 4 (empat) gelombang berwarna biru
menggambarkan persatuan dan kesatuan yang kokoh sel uruh pemangku
kepentingan teh untuk melestarikan tanaman teh secara berkelanjutan di
bumi Parahyangan.

110
IX. TANDA IG DAN PENGGUNAANNYA

9.1. Tanda IG Teh Java Preanger

Gambar 53. Label Teh Java Preanger

Label MPIG Teh Java Preanger, ditetapkan sebagaimana gambar 53 diatas yang memiliki
makna :

Seorang “Mojang Sunda” yang sedang tersenyum ramah sambil memandang setangkai
pucuk teh yang bermutu tinggi, menggambarkan keramahan warga Sunda/Jawa Barat
yang mampu menghasilkan cita rasa Teh Java Preanger premium yang bermutu tinggi.

9.2. Penggunaan Tanda IG Teh Java Prenger

a. Tanda IG Teh Java Preanger hanya boleh digunakan pada produk teh hijau Pan
Firing, Teh Hijau Steaming, atau teh putih yang berasal dari pucuk teh yang
ditanam dan diolah di wilayah Jawa Barat dengan tata cara pemeliharaan dan

111
pengolahan serta kualitas produk sesuai ketentuan dalam Buku Persyaratan ini

b. Pelaku proses produksi pucuk, pemasaran pucuk teh segar, pengolahan teh hijau
dan teh putih haruslah yang terdaftar dalam Buku Persyaratan

c. Produk yang tidak memenuhi ketentuan diatas tidak boleh menggunakan tanda IG
Teh Java Preanger

9.3. Tata Cara Memperoleh Tanda IG Teh Java Preanger

MPIG Teh Java Preanger telah membentuk Tim Penilai kualitas Teh Java Preanger
yang akan melakukan penilaian atas kualitas produk untuk memastikan produk teh
yang bersangkutan dapat dinyatakan memenuhi kualitas IG teh Java Preanger dan
boleh menggunakan tanda IG teh Java Preanger.

Teh Hijau Steaming, Teh Hijau Pan Firing dan Teh Putih yang tidak melaui atau
tidak lulus pengujian kualitas oleh Tim Penilai Kualitas Teh Java Preanger tidak
boleh menggunakan tanda ig Teh Java Preanger.

112
X. PENGAWASAN DAN PEMBINAAN
Pengawasan dan Pembinaan dilakukan untuk menjamin Kualitas dan keamanan produk
Teh Java Preanger agar tetap konsisten sesuai dengan standar mutu dan keamanan
produk Indikasi Geografis (IG) Teh Java Preanger. Secara khusus pengawasan dan
pembinaan dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan dan ketentuan-
ketentuan yang terdapat dalam Buku Persyaratan.

Secara umum pengawasan dan pembinaan dilakukan secara eksternal dan secara
internal.

10.1. Pengawasan Ekstrenal

Pengawasan eksternal dilakukan oleh konsumen, pembina dari unit kerja terkait dan dari
Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM. Hasil pengawasan eksternal disampaikan
kepada Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Teh Java Preanger (MPIG-TJP) dan
MPIG-TJP akan melakukan :

a. Pengecekan ulang hasil pengawasan;


b. Melakukan perbaikan terhadap kekurang sempurnaan yang ditemukan oleh
pengawasan eksternal.

10.2. Pengawasan Internal

Pengawasan internal dilakukan oleh petani Teh Java Preanger dan oleh pengolah Teh
Java Preanger sendiri serta oleh petugas yang ditunjuk oleh MPIG-TJP untuk melakukan
pengawasan internal secara bertingkat. Petugas pengawasan internal adalah juga
anggota MPIG-TJP.

Pengawasan Internal dilakukan mulai dari budidaya sampai dengan pengolahan, yang
dilaksanakan secara mandiri oleh petani (autocontrol); pengawasan internal organisasi
oleh kelompok tani, dan pengawasan oleh MPIG TJP, termasuk Pengawasan Mutu oleh
Tim Penguji Mutu MPIG TJP.

10.2.1. Pengawasan Budidaya Teh

10.2.1.1. Pengawasan mandiri

Pengawasan mandiri adalah pengawasan yang diakukan oleh


para petani Teh Java Preanger (TJP) terhadap kegiatan
budidaya teh yang mereka jalani. Setiap petani produsen harus
memastikan bahwa budidaya teh di suatu kebun telah
memenuhi aturan-aturan dalam Buku Persyaratan. Karenanya,
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam buku persyaratan
disosialisasikan kepada para petani produsen teh agar mereka
dapat memahami tentang ketentuan-ketentuan yang tercantum

113
di dalam Buku Persyaratan dan ditaati dalam praktek budidaya.
Pengawasan mandiri ini dimaksudkan agar daun teh yang
dihasilkan oleh masing-masing petani memenuhi standar mutu
untuk menghasilkan teh kualitas TJP.

Masing masing petani membuat buku catatan perkembangan,


permasalahan dan upaya penanggulangan permasalahan yang
dihadapi. Dalam buku tersebut juga dilakukan pencatatan
tanggal panen, hasil panen, kondisi panen, jumlah panen dan
penjualan atau pengolahan daun teh yang diilakukan. Catatan
pada buku tersebut dilaporkan kepada Kelompok Tani atau
kepada petugas Kelompok Tani yang berkunjung.

10.2.1.2. Pengawasan oleh kelompok tani terhadap anggotanya.


Secara rutin, setiap waktu ketua kelompok tani (atau pengurus
kelompok tani yang ditunjuk) harus melakukan pengawasan
dan memastikan bahwa ketentuan praktek budidaya seperti
tercantum dalam Buku Persyaratan dipenuhi oleh anggotanya.
Setiap kelompok tani dapat memilih cara-cara yang terbaik agar
pengawasan internal dapat dilakukan dengan baik. Pengurus
kelompok tani bisa melakukannya sendiri, atau menunjuk
seseorang yang bisa ditugaskan secara khusus. Untuk
menyakinkan kondisi kebun senyatanya perlu dilakukan
pemeriksaan kebun oleh pengurus atau petugas kelompok tani
secara rutin berdasarkan kesepatan.
Kelompok tani membuat catatan kondisi pertanaman,
permasalahan yang dihadapi dan upaya penanggulangan pada
kelompoknya. Kelompok Tani juga mencatat saat panen,
kondisi panen, jumlah panen dan penjualan atau pengolahan
pucuk teh anggotanya. Catatan kelompok tani ini dapat berasal
dari buku catatan anggota kelompok taninya
Hasil pengawasan disampaikan pada pertemuan kelompok tani
yang minimal dilaksanakan satu bulan sekali. Hasil
pengawasan, tindak lanjut yang telah dilakukan serta
permasalahan yang masih dihadapi dilaporkan kepada MPIG
TJP pada saat pertemuan rutin MPIG TJP yang dilaksanakan
minimal 3 bulan sekali.
10.2.1.3. Pengawasan oleh MPIG

MPIG TJP melakukan pengecekan terhadap pemenuhan


ketentuan Buku Persyaratan di kebun-kebun petani selama 2
hari untuk masing-masing kelompok tani Neglasari. MPIG TJP

114
membuat dokumentasi dan analisis hasil pengawasan
tersebut. Jika ada hal-hal yang perlu diperbaiki di lapangan
segera diberitahukan ke kelompok tani untuk diteruskan
kepada masing-masing petani.

MPIG TJP membuat catatan hasil pengawasan yang akan


dilaporkan pada pertemuan rutin MPIG TJP yang dilaksanakan
minimal 3 bulan sekali.

10.2.2. Pengawasan Pengolahan.

10.2.2.1. Pengawasan Mandiri Pabrik Pengolahan Teh

Manajemen Pabrik Pengolahan Teh menunjuk petugas khusus


yang bertugas mengontrol proses pengolahan untuk
memastikan bahwa proses yang dilakukan sudah sesuai
dengan ketentuan Buku Persyaratan. Petugas tersebut
melakukan pengawasan terhadap proses pengolahan setiap
hari untuk memastikan bahwa produk teh yang dihasilkannya
telah sesuai dengan standar Indikasi Geografis (IG) Teh Java
Preanger.

10.2.2.2. Pengawasan oleh MPIG

MPIG TJP mengecek kesesuaian proses yang dilakukan Pabrik


Pengolahan Teh dengan ketentuan-ketentuan Buku
Persyaratan. Waktu kunjungan ke Pabrik Pengolahan Teh
tersebut selama 1 (satu) hari untuk melaksanakan pengawasan
internal. MPIG TJP juga memeriksa proses pelabelan,
pengemasan, penyimpanan dan penjualan teh.

Bila didapati bahwa Buku Persyaratan tidak sepenuhnya ditaati,


maka MPIG TJP memutuskan tindakan-tindakan yang perlu
dilakukan yang antara lain dapat berupa pemberian saran
perbaikan, peringatan tertulis, sampai penonaktifan sementara
sampai ketentuan Buku Persyaratan dipenuhi kembali.

10.2.2.3. Pengawasan Mutu

Pengawasan Mutu TJP dilakukan oleh Tim Penguji Mutu yang


dibentuk oleh MPIG TJP. Tim Penguji Mutu melakukan
pengujian mutu produk Teh Java Preanger baik Teh Hijau
Steaming, Teh Hijau Pan Firing, dan Teh putih yang akan

115
dipasarkan dengan menggunakan tanda IG TJP yang berupa
label serta Kode Keterunutan. Pengujian mutu yang dilakukan
oleh Tim Penguji Mutu MPIG TJP dilakukan atas permintaan
pengolah terhadap produk yang akan diberi tanda IG dan Kode
Keterunutan. Pengujian dilakukan terhadap kualitas fisik,
organoleptik dan kejelasan asal usul bahan baku. Produk yang
tidak melalui pengujian mutu oleh Tim Penguji Mutu MPIG TJP
tidak diperkenankan menggunakan tanda IG TJP dan Kode
Keterunutan. Tim Penguji Mutu mencatat hasil pengujian yang
dilakukan dan melaporkan hasil pengujian kepada MPIG TJP
setiap kali selesai melakukan pengujian mutu.

116
PENUTUP

Teh Java Preanger adalah teh premium; yang berasal dari pucuk berkualitas baik yang
ditanam di pegunungan wilayah geografis Provinsi Jawa Barat; yang masing-masing lokasi
kebun/tanaman tehnya mempunyai kekhasan taste/aroma tersendiri; yang pada akhir abad
ke XIX menempati posisi kualitas terbaik dan mendapatkan harga terbaik di dunia apple to
apple; yang dikenal sebagai Teh Java Preanger dan juga disebut sebagai “komoditas
emas” yang mampu merubah wilayah geografis Priangan (Preanger) menjadi wilayah
“emas hijau”; yang mampu memberikan keuntungan berlimpah ruah bagi pelaku usahanya,
sehingga para pengusahanya mampu membangun Kota Bandung sampai mendapat
julukan “Parijs van Java” dan bisa mendermakan sebagian hartanya untuk kepentingan
orang banyak; yang sampai saat ini tanaman tersebut dipelihara dan dikembangkan
dengan standar Good Agriculture Practices (GAP) dan pucuknya diolah dengan standar
Good Manufacturing Practices (GMP).

Teh Java Preanger berasal dari berbagai pegunungan di wilayah geografis Priangan
(Preanger) yang masing-masing mempunyai ke-khas-an sendiri-sendiri. Sebagai contoh
sama-sama teh hitam dari Pegunungan Gunung Malabar akan berbeda taste-nya
dibanding dengan teh hitam dari Pegunungan Gunung Tilu Rancabolang. Perbedaan taste
produk teh itulah yang disebut dengan ke-khas-an Indikasi Geografis (IG). Oleh karena itu
guna melindungi keberlangsungan teh java preanger tersebut, maka MPIG Teh Java
Preanger akan menetapkan standar mutu dan keamanan produk IG Teh Java Preanger
guna menghindari kemungkinan penduplikasiannya oleh pihak yang tidak bertanggung
jawab.

Teh Java Preanger yang bernilai sejarah, bernilai ekonomi, bernilai sosial budaya, dan
bernilai pelestarian lingkungan yang tinggi, merupakan kekayaan Intelektual yang harus
dilindungi keberlangsungan (sustainability)-nya dengan strategi, taktik, dan teknik
operasional yang cepat dan tepat yang dilakukan secara sistematis, programatis, dan
berkelanjutan.

Secara Strategis

 Secara ekonomi pengusahaan perkebunan teh harus dijaga agar terus


menguntungkan (Economically Viable/Profit).
 Secara sosial pengusahaan perkebunan teh harus dapat mensejahterakan pelaku
usaha, pekerjanya, dan masyarakat disekitarnya (Socially Acceptable/People).
 Secara lingkungan pengusahaan perkebunan teh harus dapat menjamin kelestarian
lingkungannya (Environmently Sustainable/ Planet).

Secara Taktik dan Teknik Operasional

 Harus sesegera mungkin diberikan perlindungan hukum bagi perkebunan teh


yang sudah dapat mencapai standar Indikasi Geografis (IG) Teh Java Preanger
dengan melaksanakan sertifikasi IG ke Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM.

117
 Paralel dengan itu harus sesegera mungkin melaksanakan peningkatan intensitas
promosi, edukasi, dan pemasaran guna meningkatkan image dan harga jual Teh Java
Preanger agar secara ekonomi dapat senantiasa memperoleh keuntungan. Untuk itu
perlu segera dibangun Museum, Pusat Promosi, Pusat Edukasi, dan Pusat Pemasaran
Online yang mampu menjangkau pelanggan/konsumen dan calon pelanggan di dalam
maupun di luar negeri. Pembangunannya secara Online ini pada saatnya harus
dilanjutkan dengan pembangunannya secara fisik berupa Tea House yang didalamnya
terdapat museum, pusat promosi, pusat edukasi, dan pusat pemasaran Teh Java
Preanger.
 Harus sesegera mungkin dilakukan peningkatan intensitas kegiatan intensifikasi dan
rehabilitasi tanaman teh agar dapat dicapai tanaman yang produktivitasnya tinggi yang
mampu menghasilkan pucuk yang berkualitas baik serta mampu menjaga kelestraian
lingkungan. Hal ini telah mulai dilaksanakan dengan bantuan dana GPATN sebesar
Rp. 48 milyar untuk tanaman seluas 3.200 hektar pada tahun 2014/2015. Program ini
akan terus dilanjutkan pada tahun 2015/2016 seluas 5.000 hektar, 2016/2017 seluas
5.000 hektar, dan seterusnya.
 Sesegera mungkin melaksanakan pembangunan pabrik yang lebih efisien, lebih
efektif, dan yang lebih dapat menjamin perolehan mutu dan keamanan produk teh
yang dihasilkannya; yakni produk teh yang dapat dikatagorikan sebagai salah
satu the best quality and the cleanest tea in the world. Pabrik ini akan berstandar
Internasional (State of the Art) yang pada saat ini diperkirakan bernilai Rp. 8,5
milyar per unit pabrik. Pada tahap pertama akan dilaksananakan pembangunan
pabrik state of the art sebanyak 2 (dua) unit sebagai pabrik state of the art
percontohan yang akan dimiliki oleh BUMP (Badan Usaha Milik
Petani)/Koperasi/Gapoktan di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur guna
mengolah pucuk yang dihasilkan dari tanaman teh-nya seluas 1.100 hektar yang telah
mendapat bantuan dana GPATN sebesar Rp. 17 milyar untuk program Intensifikasi dan
Rehabilitasi tanamannya tersebut dari total tanaman teh seluas 3.200 hektar yang
mendapat dana bantuan GPATN sebesar Rp. 48 milyar di Provinsi Jawa Barat. Pada
tahap selanjutnya akan dibangun Pabrik State of the art sebanyak 10 (sepuluh) unit
pada tahun 2016/2017, dan seterusnya.
 Harus sesegera mungkin dilaksanakan peningkatan intensitas riset yang berkenaan
dengan perbaikan standar kualitas IG Teh Java Preanger dan peningkatan intensitas
pelatihan tentang tanaman dan pabrik pengolahan guna percepatan pencapaian
perkebunan teh rakyat yang berstandar IG Teh Java Preanger

Sesuai dengan perkembangan tuntutan pelanggan dan dalam rangka melestarikan teh
java preanger, maka MPIG Teh Java Preanger selain akan menetapkan standar mutu dan
keamanan produk IG Teh Java Preanger juga pada saatnya akan menerapkan standar
kualitas keamanan produk sesuai standar HACCP, ISO 22000, dan FSSC (ISO 22000 dan
PAS) sebagai satu kesatuan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari standar mutu
dan keamanan produk IG Teh Java Preanger. Selain itu teh java preanger juga akan
diproduksi dengan memperhatikan kesejahteraan karyawan/petani serta kelestarian

118
lingkungan hidup sesuai standar Sustainable Agriculture Network (SAN) dan standar UTZ.

Untuk itu MPIG Teh Java Preanger memerlukan dukungan sepenuhnya dari Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Organisasi Masyarakat Pertehan, Manajemen Perkebunan
BUMN Teh, Manajemen Perkebunan Besar Swasta (PBS) Teh, dan
Koperasi/BUMP/Gapoktan – Perkebunan Teh Rakyat.
Teh Java Preanger adalah produk teh yang berasal dari tanaman teh yang dihasilkan dari
wilayah geografis Provinsi Jawa Barat. Namun dalam penyusunan Buku Persyaratan
Indikasi Geografis Teh Java Preanger ini akan dibatasi terlebih dahulu pada wilayah
geografis Kabupaten Bandung saja; khususnya yang bersangkutan dengan wilayah
geografis Perkebunan Teh PPTK Gambung, Perkebunan Teh Rakyat disekitar Gambung,
dan Perkebunan Teh Kanaan.

Sedangkan Pendaftaran Indikasi Geografis Teh Java Preanger yang dihasilkan selain dari
perkebunan-perkebunan tersebut diatas yang berlokasi di wilayah geografis Jawa Barat
akan disampaikan kemudian.

119
DAFTAR PUSTAKA

Abraham, 2009. Proyeksi Keragaan Sumberdaya Lahan Jawa Barat 2040 dan Kaitannya
dengan Kesediaan Pangan. Internet.
http://abam09tea.wordpress.com/2009/09/30/proyeksi-keragaan-sumberdaya-lahan-
jawa-barat-2040dan-kaitannya-dengan-kesediaan-pangan/

Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), 2012. 22 Waduk untuk
Rehabilitasi Citarum. Internet. http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/22-waduk-
untuk-rehabilitasi-citarum

Carr,M.K.V. 1972. The climate requirement of tea plant. A review. Expl. 8 : 1-4.

Cook,R.L. 1962. Soil management for conservation and production. John Wiley and Sons
Inc., New York.

Cramer, H.H. 1967. Plant protection and world crop production . Pflanzenschutz
Nachrichten Bayer, Leverkusen, Germany.

Cup,G.A. 1973. Semai versus setekdalam hal bahan tanaman untuk peremajaan tanaman
teh. Pertemuan teh 1973, Bogor.

Dalimoenthe, S.L., dan M.E. Johan. 2009. Pemangkasan pada tanaman teh. PPTK,
Gambung.

Eden, T. 1965. Tea 2nd ed. Longmans Green and Co.Ltd., London.

Frasetya, B., Dirga S. S., Eko P., Eso S., Henly Y., Nofalia N., Nurina H. A., Putri I. N., dan
Rimma R., 2012. Kondisi Pangan Jawa Barat 2000 – 2012 Menghadapi Tekanan
Penduduk dan Perubahan Iklim. Mahasiswa Pascasarjana Prodi Magister Ilmu Tanah,
Faperta UNPAD.

Forum Mahasiswa Ekonomi Indonesia (FMEI), 2012. Tantangan Jawa Barat memperkuat
Sektor Pertanian menuju Ketahanan Pangan. Internet.
http://fmeindonesia.wordpress.com/2012/12/30/tantangan-jawa-barat-memperkuat-
sektor-pertanian-menuju-ketahanan-pangan/

Harler, C.R. 1963 Tea manufacture, Oxford Univ. Press, London. 112 p.

Johan, M.E., dan S.L. Dalimoenthe. 2009. Pemetikan pada tanaman teh. PPTK, Gambung.

Kementerian Lingkungan Hidup, 2012. Ekoregion Provinsi Jawa Barat. Pusat Pengelolaan
Ekoregion Jawa. Internet.
http://ppejawa.com/profile/13_ekoregion_provinsi_jawa_barat.html

Kuswandi Md, H. SH. Rumah Bambu – Koleksi Budaya Tani Tradisional Parahyangan dan
Koleksi Sejarah Teh Indonesia, (tt).

Mathews, G.A. 1985. Pesticide application technology. Lecture Note; Third MAPPS-UPM

120
Course on Pesticide Application Technology, Serdang, Selangor, Malaysia, October
22-26. 1985.

Pemerintahan Indonesia, 2007. Pertanian. Internet. http://www.indonesia.go.id/in/provinsi-


jawa-barat/sumber-daya-alam/9147-pertanian-

Provisi Jawa barat. 2011. Profil Kependudukan. Internet.


http://www.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/75

PPTK. 2006. Petunjuk kultur teknis tanaman teh. Edisi ketiga. PPTK, Gambung.

PPTK. 2009. More than a cup of tea. Edisi I. PPTK, Gambung. Bandung Jawa Barat.

Semangun, H. 1988. Penyakit-penyakit tanaman perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada


Univ. Press, Yogyakarta. 808 h.

Soerjani, M. 1978. Mencegah kehilangan produksi dengan pengendalian gulma secara


tepat. Menara Perk. 46 (4) : 175 – 180.

Soil Survay Staff USDA. 1975. Soil taxonomy, a basic system of soil classification for
making and interpreting soil survey. Agric. Handbook No. 438, Washington DC, USA.

Universitas Pendidikan Indonesia, 2012. Kondisi Fisografi dan Geologi Regional Jawa
Barat. Internet.
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/195901011989011-
YAKUB_MALIK/KONDISI_FISIOGRAFI_DAN_GEOLOGI_REGIONAL_JAWA_BARA
T.pdf

Venkataramani, K.S. 1964. Weeds and their control in tea fields. Symp. Pest, Disease and
Weed Control in Tea, UPASI (India).

Widayat, W. 2007. Hama-hama penting pada tanaman teh dan cara pengendaliannya.
PPTK Gambung.

121
LAMPIRAN-LAMPIRAN

122
Lampiran 1

Akta Notaris Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Pendirian Masyarakat Perlindungan
Indikasi Geografis (MPIG) Teh Java Preanger

123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
Lampiran 2

Daftar Anggota Kelompok Tani Neglasari dan Daftar Kelompok Tani GAPOKTAN Karya
Mandiri Sejahtera penghasil pucuk teh segar anggota MPIG-TJP Kabupaten Bandung

147
148
149
Lampiran 3

Daftar Pengepul Pucuk Teh, Pengolah Pucuk Teh, Pemasar, dan Rantai Tata Niaga
Teh Java Preanger yang tergabung dalam MPIG Teh Java Preanger Kabupaten
Bandung

150
151
152
LAmpiran 4

Hasil Uji Teh Hijau Steaming Teh Java Preanger – Gambung

153
154
155
156
157
Lampiran 5

Hasil Uji Teh Hijau Pan Firing Java Preanger– Kanaan

158
159
160
161
162
163
164
Lampiran 6

Hasil Uji Teh Putih Java Preanger – Gamboeng

165
166
167
168
169
Lampiran 7

Peta Potensi Wilayah Indikasi Geografis Teh Java Preanger di Jawa Barat dan
Kabupaten Bandung

170
171
172
173
174
175
Lampiran 8

Surat Rekomendasi Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat Tentang Potensi
Wilayah Geografis Penghasil Teh Java Preanger

176
177
Lampiran 9

Sertifikat HACCP, FSSC (ISO 22000 + PAS), ETP, Rainforest Alliance dan UTZ
Kanaan

178
179
180
181
182
183
184
Lampiran 10

Surat Pernyataan Tidak Keberatan Dengan Logo Indikasi Geografis Teh Java Preanger
dari MPIG Kopi Arabika Java Preanger

185
186
187
188
Lampiran 11

Dosis Pupuk Kebun Teh Java Preanger

189
190
191
192
193
194
Lampiran 12

Surat Keputusan Tentang Pembentukan Seksi Pengawas Internal Masyarakat


Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Teh Java Preanger

195
196
197
Lampiran 13

Daftar Nama Barang yang Diusulkan Menggunakan Identitas Geografis.

198
199
200
201

Anda mungkin juga menyukai