Penanggalan Bugis-Makassar Pada Naskah Lontara Di Sulawesi Selatan Dalam Perspektif Ilmu Falak Skripsi
Penanggalan Bugis-Makassar Pada Naskah Lontara Di Sulawesi Selatan Dalam Perspektif Ilmu Falak Skripsi
SKRIPSI
Disusun oleh:
NIM. 1802046011
ILMU FALAK
2022
PERSETUJUAN PEMBIMBING
i
ii
PENGESAHAN
iii
MOTTO
iv
PERSEMBAHAN
Tak lupa juga kepada seluruh guru-guru penulis, mulai dari penulis
memasuki taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi ini.
Semoga ilmu-ilmu yang beliau semua berikan menjadi amal jariah
yang tak henti-hentinya mengalir pahala darinya.
v
DEKLARASI
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Konsonan
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke
dalam huruf Latin dapat dilihat dalam tabel berikut:
Huruf
Arab Nama Huruf Latin Nama
Tidak Tidak
ا Alif dilambangkan dilambangkan
ب Ba B Be
ت Ta T Te
Es (dengan
ث Sa Ṡ titik di atas)
ج Jim J Je
Ha (dengan
ح Ha Ḥ titik di bawah)
vii
خ Kha Kh Ka dan ha
د Da D De
Zet (dengan
ذ Za Ż titik di atas)
ر Ra R Er
س Sin S Es
Es (dengan
ص Sad Ṣ titik di bawah)
De (dengan
ض Dad Ḍ titik di bawah)
Te (dengan
ط Ta Ṭ titik di bawah)
Zet (dengan
ظ Za Ẓ titik di bawah)
viii
Apostrof
ع ‘Ain ‘__ terbalik
غ Gain G Ge
ف Fa F Ef
ق Qaf Q Qi
ك Kaf K Ka
ل Lam L El
م Mim M Em
ن Nun N En
و Wau W We
ه Ha H Ha
ي Ya Y Ye
ix
B. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa
Indonesia, terdiri atas vokal tunggal dan vokal rangkap.
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya
berupa tanda harakat, transliterasinya sebagai berikut:
Huruf
Tanda Nama Nama
Latif
Faṭhah dan
ئي Ai A dan I
ya
Faṭhah dan
ئو Au A dan U
wau
x
C. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya
berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf
dan tanda, yaitu:
Harakat Huruf
dan Nama dan Nama
Huruf Tanda
A dan
Faṭhah
ا... َ Ā garis di
dan alif
atas
I dan
Kasrah
ي... َ Ī garis di
dan ya
atas
U dan
Ḍammah
و... َ Ū garis di
dan wau
atas
D. Ta Marbūṭah
Transliterasi untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu: ta
marbūṭah yang hidup atau memiliki harakat faṭhah,
kasrah, atau ḍammah menggunakan transliterasi [t],
sedangkan ta marbūṭah yang mati atau berharakat sukun
menggunakan transliterasi [h].
xi
E. Syaddah
Syaddah atau tasydīd yang dalam penulisan Arab
dilambangkan dengan tanda tasydīd (َ), dalam
transliterasi ini dilambangkan dengan pengulangan
huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda tasydīd.
Jika huruf ya ( )يber-tasydīd di akhir sebuah kata
dan didahului harakat kasrah (َ), maka ia ditransliterasi
seperti huruf maddah (ī).
F. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan huruf alif lam ma‘arifah ()ال.
Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang
ditransliterasi seperti biasa [al-], baik ketika diikuti oleh
huruf syamsiah maupun huruf Qamariah. Kata sandang
ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan
dihubungkan dengan garis mendatar (-).
G. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof
(’) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah
dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal
kata, maka ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan
Arab ia berupa alif.
xii
H. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam
Bahasa Indonesia
Kata, istilah, atau kalimat Arab yang ditransliterasi
merupakan kata, istilah, atau kalimat yang belum
dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah, atau
kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari
perbendaharaan bahasa Indonesia atau sudah sering
ditulis dalam bahasa Indonesia tidak lagi ditulis menurut
cara transliterasi ini. Namun, apabila kata, istilah, atau
kalimat tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks
Arab, maka harus ditransliterasi secara utuh.
I. Lafẓ al-Jalālah ()هللا
Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf
jarr atau huruf lainnya atau berkedudukan sebagai muḍāf
ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah.
Adapun ta marbūṭah di akhir kata yang disandarkan
pada lafẓ al-jalālah ditransliterasi dengan huruf [t].
J. Huruf Kapital
Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf
kapital, dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut
dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf kapital
berdasarkan pedoman ejaan bahasa Indonesia yang
berlaku (EYD). Huruf kapital digunakan untuk
menuliskan huruf awal nama, dan huruf pertama pada
xiii
permulaan kalimat. Apabila kata nama tersebut diawali
oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis kapital adalah
huruf awal nama tersebut, kata sandang ditulis kapital
(Al-) apabila berada di awal kalimat.
xiv
ABSTRAK
Sistem penanggalan Bugis-Makassar merupakan suatu kearifan lokal
yang bersifat ilmu pengetahuan yang berpedoman pada naskah lontara
(aksara Bugis) yang berkembang khususnya di Sulawesi Selatan.
Penanggalan ini merupakan salah satu dari sekian banyak penanggalan
tradisional yang ada di Indonesia yang menjadi warisan budaya dari
masa lalu. Sistem penanggalan Bugis-Makassar ini digunakan oleh
masyarakat sebagai petunjuk dalam menjalankan kegiatan sehari-hari
seperti pertani, melaut, menenun, dan menyadap nira.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistem
penanggalan Bugis-Makassar pada naskah Lontara, dan mengetahui
bagaimana sistem penanggalan Bugis-Makassar pada naskah Lontara
dalam perspektif ilmu falak.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research)
dengan pendekatan analisis kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini
terdiri dari data primer dan sekunder. Data-data tersebut dikumpulkan
melalui metode wawancara dan dokumentasi. Sedangkan analisis
datanya menggunakan metode deskriptif analisis.
Penelitian ini menghasilkan dua temuan. Pertama, sistem penanggalan
Bugis-Makassar pada naskah Lontara telah diamalkan jauh sebelum
adanya akulturasi budaya dari bangsa Eropa dan bangsa Arab yang
berjumlah dua belas bulan dalam setahunnya dan terdiri dari enam
kategori siklus hari. Kedua, dalam perspektif ilmu falak sistem
penanggalan Bugis-Makassar mengacu pada pergerakan Bumi
mengelilingi Matahari, dan termasuk kategori Solar System Calendar.
Namun, jika dilihat dari kerumitan sistem hitungnya sistem
penanggalan Bugis-Makassar ini dapat dikategorikan sebagai
penanggalan aritmatik.
xv
KATA PENGANTAR
xvi
merampungkan studi pada Program Sarjana Ilmu Falak UIN
Walisongo Semarang.
2. Andi Agung Parawangsa dan Andi Mattotorang Page adikku
yang telah memberikan support dan doanya.
3. Rektor baru UIN Walisongo Semarang, Prof. Dr. H. Imam
Taufik, M.Ag atas kegigihannya dalam menciptakan dan
membina UIN Walisongo Semarang buat lebih maju
kedepannya nanti.
4. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo
Semarang, beserta para Wakil Dekan, yang telah memberikan
izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan
memberikan fasilitas selama masa perkuliahan.
5. Bapak Drs. H. Maksun, M. Ag selaku pembimbing I dan bapak
A. Fu’ad Al-Anshori, MSI selaku pembimbing II, terima kasih
atas bimbingan dan arahan yang diberikan dalam penyusunan
skripsi ini.
6. Ketua Jurusan Ilmu Falak UIN Walinsongo beserta staf-
stafnya, terima kasih atas kesabaran dan kebesaran hatinya
serta bimbingan dan dukungannya.
7. Seluruh dosen-dosen maupun tokoh-tokoh ilmu falak yang
telah mengenalkan penulis pada dunia ilmu falak dan terus
memotivasi penulis untuk terus mendalami ilmu falak ini.
xvii
8. Kakanda Fajrullah, S.H yang senantiasa membantu penulis
dalam memahami ilmu falak dan mengerjakan skripsi hingga
skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis.
9. Saudara-saudara IKSI (Ikatan Keluarga Sulawesi) secara
khusus kepada Azizah, Fitri, Wahyudi serta saudara-saudara
yang berada di basecamp, kakanda Jayadi, Kakanda Munandar,
Ansar, Arsyad (Bunda), Ucup, Abul, Wildan, Iffat, Afdal
terima kasih kebersamaannya di tanah perantauan ini.
10. Rizqa Ayu, Jauharatul Maknunanh, Rahma, Miftahul Fatah,
dan teman-teman IF B angkatan tahun 2018 dan yang lainnya
yang telah banyak memberikan sharing dan pengalaman ilmu
serta sesekali diselingi dengan candaan dan gurauan yang
sangat menghibur.
11. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, yang secara langsung maupun tidak langsung selalu
memberi bantuan, dorongan dan doa kepada penulis selama
melaksanakan studi di Program Pascasarjana UIN Walisongo.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai
kesempurnaan pada arti sebenarnya, buat itu penulis mengharap saran
dan kritik yang konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan skripsi
ini. Penulis berharap semoga goresan pena skripsi ini berguna bagi
penulis dan para pembaca umumnya.
xviii
Tidak ada ucapan yang dapat penulis kemukakan di sini atas
jasa-jasa mereka, kecuali hanya harapan semoga pihak-pihak yang telah
penulis kemukakan di atas selalu mendapat rahmat dan anugerah dari
Allah SWT. Demikian skripsi yang penulis susun ini sekalipun belum
sempurna namun harapan penulis semoga akan tetap bermanfaat dan
menjadi sumbangan yang berharga bagi khazanah keilmuan falak.
xix
DAFTAR ISI
xx
B. Sejarah Sistem Penanggalan .................................................. 28
C. Dasar Hukum Sistem Penanggalan ........................................ 34
D. Klasifikasi Sistem Penanggalan .............................................. 37
BAB III SISTEM PENANGGALAN BUGIS-MAKASSAR
BERDASARKAN NASKAH LONTARA ..................................... 58
A. Naskah Lontara...................................................................... 58
B. Sistem Penanggalan Bugis-Makassar..................................... 68
BAB IV ANALISIS SISTEM PENANGGALAN BUGIS
MAKASSAR DALAM PERSPEKTIF ILMU FALAK .............. 118
A. Analisis Sistem Penanggalan Bugis-Makassar pada Naskah
Lontara ........................................................................................ 118
B. Analisis Sistem Penanggalan Bugis-Makassar dalam Prespektif
Ilmu Falak .................................................................................... 134
BAB V ............................................................................................ 141
PENUTUP ...................................................................................... 141
A. Kesimpulan .......................................................................... 141
B. Saran-Saran ......................................................................... 142
C. Penutup ............................................................................... 143
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 144
LAMPIRAN ................................................................................... 152
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................... 162
xxi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1: Bilang Uleng atau Siklus Bulan pada Sistem Penanggalan
........................................................................................................ 122
Tabel 4.2: Perbandingan Penanggalan Bugis-Makassar dan
Penanggalan Saka............................................................................ 124
Tabel 4.3: Daftar Nama-Nama Hari dari Setiap Siklusnya. ............ 133
xxii
DAFTAR GAMBAR
xxiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari Sabang sampai Merauke Indonesia memiliki
berbagai macam suku. Setiap suku ini memiliki sistem
penanggalannya masing-masing, baik itu sistem penanggalan
Jawa, Bali, Sunda, Batak, Dayak, maupun Bugis Makassar.
Sistem penanggalan Suku Bugis Makassar merupakan suatu
warisan budaya yang menjadi salah satu sistem penanggalan
tradisional yang dimiliki oleh Indonesia.
Ungkapan (Bebasan, Saloka, Dan Paribasa),” Jurnal ilmiah bahasa dan sastra 1
(2009): 28–37.
1
2
lidi atau pena yang terbuat dari ijuk yang kasar untuk menulis.
Beberapa ahli sejarah berpendapat bahwa aksara lontara ini
berasal dari aksara jangan-jangan dan bilang-bilang. Dan tidak
sedikit pula orang yang berpendapat bahwa aksara lontara ini
merupakan adopsi dari huruf Arab yang menggunakan bahasa
Bugis Makassar3. Aksara ini ditemukan oleh Daeng Pamatte
salah seorang syahbandar Kerajaan Gowa pada masa Karaeng
Tumapa’risi Kallonna sekitar tahun 1511-15484.
Di dalam naskah lontara orang-orang Bugis Makassar
dalam kehidupannya memiliki pandangan tersendiri dalam hal
sistem penanggalan yang mereka gunakan. Penggunaan sistem
penanggalan mereka dikhususkan dalam pelaksanaan kegiatan
sosial, budaya, adat istiadat, dan kegiatan keagamaan.
Bagi masyarakat Bugis Makassar, Lontara berfungsi
sebagai simbol kebanggaan, simbol identitas dan sarana
penunjang budaya daerah. Lontara sebagai simbol identitas,
karena terdapat berbagai nilai budaya yang menjadi ciri khas
masyarakat Bugis Makassar, Lontara sebagai simbol
kebanggaan atas perilaku yang mendorong sekelompok orang
3 Ibid., 12.
4 Christian Pelras, Abdul Rahman Abu, and Nirwan Ahmad Arsuka,
“Manusia Bugis” (Nalar: Forum Jakarta-Paris: École Française d’Extrême-Orient
(EFEO), 2006).
5
D. Kajian Pustaka
Langkah pertama dalam melakukan penelitian adalah
melakukan tinjauan pustaka. Penelusuran ini dilakukan untuk
menghindari duplikasi pelaksanaan penelitian. Dengan
9
1. Jurnal
2. Buku
(LAPAN, 2011).
14
E. Metodologi Penelitian
Berkaitan dengan penelitian ini, Dalam hal ini penulis
menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
2. Sumber Data
Data penelitian diklasifikasikan menurut
sumbernya menjadi dua, yaitu sumber primer dan
sumber sekunder. Dalam pengumpulan data yang
dilakukan penulis menggunakan dua sumber data
yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang berasal
langsung dari sumber data yang terkumpul dan
berkaitan dengan objek penelitian yang
diteliti20. Sumber data primer dalam penelitian
ini diperoleh dari manuskrip naskah Lontara
Bilang.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang
dijadikan pendukung21. Data sekunder pada
penelitian ini berupa makalah, jurnal, artikel,
buku-buku, dokumen, juga laporan-laporan
F. Sistematika Penulisan
Untuk mencapai tujuan penelitian dan arah penulisan
yang jelas, penelitian ini disusun dengan sistem penulisan
menjadi lima bab berdasarkan penulisan metode kualitatif pada
“Pedoman Penulisan Skripsi Program Sarjana Fakultas Syariah
23
24
2
Joko Siswanto, Orientasi Kosmologi (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press., 2005), 63–64.
3 Azhari Susiknan, “Ilmu Falak Perjumpaan Khadzanah Dan Sains Modern,”
2013), 1.
25
8 Arwin Juli Rakhmadi Butar Butar, “Kalender; Sejarah Dan Arti Pentingnya
16 Ibid., 43.
32
Penanggalan,” 29–31.
33
َِن عِدَّةَ الشُّ ُهوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِ ّٰتبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَق
َّ ا
السَّ ّٰموّٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَا اَرْبَعَةٌ ُحرُمٌ ّٰذلِكَ الدِّيْ ُن الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِ ُموْا
ًفِيْهِنَّ اَنْ ُفسَ ُكمْ وَقَاتِلُوا الْ ُمشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتُِلوْنَ ُكمْ كَاۤفَّة
ًوَجَعَلْنَا الَّيْلَ وَالنَّهَارَ اّٰيَتَيْنِ فَمَحَوْنَا اّٰيَةَ الَّيْلِ وَجَعَلْنَا اّٰيَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَة
ُل
َّ لِِّتَبْتَ ُغوْا فَضْلًا مِّنْ رَّبِّ ُكمْ وَلِتَعْلَ ُموْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۙ وَك
22 Ibid., 192.
36
َُحَدَّثنَاَ آدَمَُ حَدَّثنَاَ شُعْبَةَُ حَدَّثنَاَ الْأسْوَدَُ بْنَُ قيْس حَدَّثنَاَ سَعِيدَُ بْن
ِعَمْروَ أنَّهَُ سَمِعَ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهَُ عَنْهُمَاَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّىَ اللَّهَُ عَليْه
َوَسَلَّمَ أنَّهَُ قال إِنَّاَ أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لاَ نَكْتُبَُ وَلاَ نَحْسُبَُ الشَّهْرَُ هَكذا
23 Ibid., 283.
37
24
M Nashiruddin Al-albani, “Mukhtashar Shahih Al-Imam Al-Bukhari,
Terj,” As ‘ad Yasin, Elly Latifa, Depok: Gema Insani (2013): 605.
25 Hasna Tuddar Putri, “Redefinisi Hilāl Dalam Perspektif Fikih Dan
2015), 35–36.
38
36 Abdul Kadir, Formula Baru Ilmu Falak: Panduan Lengkap & Praktis:
Hisab Arah Kiblat, Waktu-Waktu Shalat & Awal Bulan Dan Gerhana (Amzah, 2012),
33.
37 Bashori, Penanggalan Islam, 9.
38 Ariasti, Dirghantara, and Malasan, “Perjalanan Mengenal Astronomi,” 39.
39 Slamet Hambali, “Pengantar Ilmu Falak: Menyimak Proses Pembentukan
Semesta,” 219.
43 Ibid., 223.
48
46 Butar Butar, “Kalender Islam Lokal Ke Global, Problem Dan Prospek,” 13.
53
A. Naskah Lontara
Naskah lontara merupakan suatu naskah beraksara
Lontara yang berisi tentang berbagai macam hal di masa lalu.
Masyarakat suku Bugis-Makassar ialah masyarakat yang
senantiasa mengikuti aturan, kepercayaan, dan keyakinan
menurut nenek moyang mereka. Aktivitas pada kehidupan
sehari-hari sudah diatur sedemikian rupa dalam naskah Lontara
yang masih tersimpan dengan hati-hati dan sangat dijaga oleh
ahli waris.
Aksara Lontara ini merupakan sebuah jenis karya tulis
orang-orang Bugis-Makassar pada zaman dahulu yang ditulis
diatas daun lontar atau sejenis daun Palmyra, dengan memakai
lidi atau pena yang terbuat dari ijuk yang kasar untuk menulis.
Beberapa ahli sejarah berpendapat bahwa aksara lontara ini
berasal dari aksara jangan-jangan dan bilang-bilang. Dan tidak
sedikit pula orang yang berpendapat bahwa aksara lontara ini
merupakan adopsi dari huruf Arab yang menggunakan bahasa
58
59
menggunakan kosa kata Bugis tertentu. Bahasanya dianggap indah dan sulit. Karya
tersebut juga dikenal dengan nama Sureq Galigo. Berasal dari sekitar abad ke-14 dan
dengan asal-usulnya dalam tradisi lisan, isinya adalah pra-Islam dan bersifat epik-
mitologis dengan kualitas sastra yang tinggi. Ukuran keseluruhan karya sangat besar
dan dapat dianggap sebagai karya sastra terbesar di dunia. Dapat dilihat di
https://en.unesco.org/memoryoftheworld/registry/467 (diakses pada tanggal 21/3/2022
pukul 19:50 WIB)
7 Andi Dewi Riang Tati, “Lontarak; Sumber Belajar Sejarah Lokal Sulawesi
8 Pappaseng berasal dari kata paseng yang dapat berarti wadah nasehat
bahkan wasiat yang harus diketahui dan dijalankan. Dapat dilihat pada buku karya M
Arief Mattalitti, Pappaseng to Riolota (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Proyek Penerbitan Buku Sastra …, 1986), 6.
64
9
Nene’ Mallomo adalah tokoh legendaris ia merupakan seorang
Cendekiawan Bugis dari Sidenreng Rappang. Nene’ Mallomo hidup sekitar abad ke-16
M, pada masa pemerintahan La Patiroi sebagai Addatuang Sidenreng. Namun
demikian, beberapa literatur ada juga yang mengatakan bahwa Nene’ Mallomo lahir
sebelum pemerintahan Raja La Patiroi, yaitu pada periode Raja La Pateddungi. Nene
Mallomo meninggal di Allekkuang pada tahun 1654 M. Dapat dilihat pada jurnal karya
HADIJAH SELMAN, “Nilai-Nilai Pappaseng Nene Mallomo (Kajian Wacana Kritis).”
(Pascasarjana, 2017).
65
usia. Oleh karena tidak akan mati kejujuran itu tidak akan
putus yang kendur, takkan patah yang lentur.
b. Lontara Pattuangan
Lontara Pattuangan mengandung masalah kehidupan
pribadi, keluarga dan tetangga, juga mengandung masalah
yang terjadi sepanjang waktu, seperti kematian kelahiran.
Babad Adat yang berisi catatan tentang hukum adat.
Contoh:
ako aeK tau ri auno ri wirina aleae,
pur msebuni tpauno n aeK tau airpi
mlai aggn to riwuno ae aia ntu
mspu, n mauni de ag ag nl nsb aia
ri rpi, aia mspu to ri rpi ae koro.
Akko engka tau ri uno riwirinna aleke, pura masebbuni
tapauno na engka tau irapi malai agaganna to riwuno e ia
natu masapu, na mauni de aga – aga nala nasabak ia ri
rapi, ia natu masapu to ri rapi e koro.
Terjemahan: Kalau ada orang yang dibunuh di pinggir
hutan kemudian pembunuh bersembunyi dan setelah itu
ada orang lain yang kedapatan mengambil harta orang yang
terbunuh itu, maka meskipun belum ada harta yang
diambilnya, orang itulah yang dituduh melakukan
pembunuhan10.
c. Lontara Pangajak
Lontara Pangajak adalah kumpulan nasehat yang
diberikan oleh orang tua kepada anak dan keturunannya.
Terkadang Lontara Pangajak ini merupakan rangkaian
cerita atau hikayat. Contoh:
mkedai sinin tomiseGe n aia tRn tri
ageliae ri ﷲaep ai rupn, mul muln
maeg pGiseGen, n pde araai neke
na, mtelun reko araiGi arjn, n pde
arai npkrj alen m aepn reko ri
wreGi aumr u u m lmoae n pade msro
kl.
Makkedai sininna tommissengnge na ia tanranna tari
agellie ri Allah taalah eppak I rupanna, mula-mulanna
maega pangisengenna, na padek araing nekek na,
matellunna rekko arainngi arajanna, na pedek araing
napakaraja alena ma eppana rekko ri warengi umuruk ma
lamoek na pedek masaro kallang.
Terjemahan: berkata semua orang alim, tanda orang yang
di benci oleh Allah ada empat perkara. Pertama bila
ilmunya banyak semakin meningkat kejahatannya, kedua
bila meningkat kekayaannya meningkat pula
keserakahannya, ketiga bila meningkat pangkatnya maka
meningkat pula sifatnya keangkuhannya, keempat bila
67
11 Ibid., 55–56.
12 Kata Bilang dalam bahasa Bugis maupun Makassar memiliki arti ‘hitung’
yang setara dengan makna siklus. Dapat dilihat pada buku karya Nor Sidin, BILANG
TAUNG Sistem Penanggalan Masyarakat Sulawesi Selatan Berdasarkan Naskah
Lontara (Makassar: Yayasan Turikalengna, 2020), 5.
13 Ildawati Herman Majja, “Lontara Bilang Sebagai Sumber Sejarah Kerajaan
Gowa” (2021): 4.
68
memerintah kerajaan dari tahun 1775 sampai tahun 1812. Bagianda juga dikenal
dengan nama Sri Sultan Ahmad as-Saleh Syamsuddin Petta MatinroE ri Rompégading.
74
(Black, Parbury, and Allen: and John Murray, 1817), clxxxviii–clxxxix, Apandex.
76
Raja Bone ke 5 yang mewarisi tahta dari ibunya, We Benrigau. Merupakan Raja Bone
pertama yang disebutkan dalam lontara memiliki hubungan kerja sama dengan kerajaan
besar lainnya di Sulawesi Selatan. Yang berhasil memenangkan Perang Cellu yang
melawan kerajaan Luwu, Dewa raja Batara Lattu. Selengkapnya dapat dilihat di
https://palontaraq.id/2018/06/16/riwayat-raja-bone-5-la-tenri-sukki/ (diakses pada
02/04/2022 pukul 04:26 WIB).
22 La Uliyo Bote’E Matinroe Ri Itterung naik Tahta sebagai Raja Bone ke 6
dari India. Yang tidak hanya digunakan oleh masyarakat Hindu India, penanggalan
Saka juga masih digunakan oleh masyarakat Hindu yang khususnya untuk menentukan
hari raya keagamaan. Suatu sistem penanggalan yang didasarkan pada peredaran
Matahari mengelilingi Bumi yang biasa disebut Sistem Penanggalan Matahari (Solar
Calendar). Permulaan tahun Saka ini pada 14 Maret 78 M, yaitu satu tahun setelah
Prabu Syaliwahono (Aji Saka) naik tahta sebagai Raja India. Itulah sebabnya
penanggalan ini dikenal dengan nama penanggalan Saka. Selengkapnya dapat dilihat
pada Masruhan, “Islamic Effect on Calender of Javanese Community,” Al Mizan Jurnal
Pemikiran Islam 13, no. 1 (2017): 58; Muhyidddin Khazin, “Ilmu Falak Dalam Teori
Dan Praktik Edisi Terbaru,” Jogjakarta: Buana Pustaka (2008): 116.
79
yang memiliki ukuran 21 x 17 cm dengan 111 halaman. Naskah ini merupakan salah
satu koleksi Staatsbibliothek Zu Berlin, Jerman.
80
27 Astrologi atau sering disebut dengan istilah ilmu Nujum adalah ilmu yang
dan Arab yang memiliki ukuran 265 x 210 mm dengan 250 halaman. Naskah ini
merupakan salah satu koleksi The British Library, London.
85
x 31,4 cm dengan 173 halaman dengan 23 baris disetiap halamannya. Naskah ini
merupakan salah satu koleksi Perpustakaan Nasional, Jakarta.
87
3. Pettu dallé’i
kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat Bugis, naskah ini memiliki ukuran 24,6
x 19,2 cm dengan 175 halaman dengan 29 baris disetiap halamannya. Naskah ini
merupakan salah satu koleksi Perpustakaan Nasional, Jakarta.
90
1. Tuoi
2. Matéi
3. Engkai
4. Dé’i
Sistem perhitung siklus empat hari bagi
masyarakat Bugis-Makassar tidak lain
merupakan siklus hari pasar atau biasa disebut
esso pasa’ (aeso ps). Sistem siklus empat
hari ini juga menerangkan kualitas dari setiap
harinya.
91
1. Mappéangngi
2. Palai
3. Rialai
92
4. Tettudangngi
5. Masara ininnawa
Jika ditelaah siklus Bilang lima yang berada
didalam naskah lontara VT 129 ini memberikan
informasi mengenai hari pasar yang
berhubungan dengan komoditi utama yang ada
di kerajaan Bone. Maka dari itu naskah VT 129
ini menjadi dasar penataan waktu hari pasar oleh
aristokrat kerajaan Bone.
Penataan waktu memiliki tujuan untuk
mengatur komoditi yang berada di pasar-pasar
resmi kerajaan Bone. Penataan ini juga
menyesuaikan keadaan sosial-ekonomi beserta
letak geografis agar penyebaran komoditi
pangan pada kerajaan Bone ini dapat tersebarkan
dengan merata di masyarakat.
Dalam buku karya Nor Sidin menjelaskan
mengenai makna dari setiap harinya pada Bilang
lima, sebagai berikut32:
1. Patiagai
2. Lanra katiwi
3. Wuju tunru bélai
4. Waji to araméi
5. Polé jiwai
6. Penno ékké’i
dan Arab yang ditulis dikertas folio dengan 112 halaman. Naskah ini merupakan salah
satu koleksi The British Library, London.
97
7. Tellé pusui
Bilang pitu atau perhitungan siklus tujuh
hari ini memiliki keterkaitan dengan sistem
penanggalan hijriah, jadi dapat diprediksi bahwa
Bilang pitu ini mulai dipergunakan setelah
masyarakat Bugis-Makassar menganut ajaran
agama Islam.
5. Bilang aséra atau siklus sembilan hari
Dalam karyanya Matthes melakukan
penelitian dan mengungkap Bilang aséra atau
perhitungan siklus sembilan hari ini terkhusus
yang berkaitan dengan hari baik maupun hari
buruk. Matthes mengungkapkan:
“… Omtrent de bilang asera zij ten slotte
nog aangemerkt, dat daarvan, evenals bij
de bilang duwapulo, dire soorten zijn, die
elkander gedurig afwisselen, te weten: een
die met pobatoe paonro, een die met po to
sanrijawa en een die met pong
alakaraja.36”
meliputi waktu baik dan waktu yang kurang baik. Fungsinya sebagai pedoman bagi
masyarakat yang hendak melakukan sesuatu atau bepergian. Misalnya bagi seorang
petani untuk mencari waktu yang baik untuk menanam padi agar tanamannya dapat
dipanen dengan hasil yang memuaskan. Juga bagi mereka yang akan mengadakan pesta
seperti pernikahan, maka masyarakat juga akan meluangkan waktu untuk membuka
kutika. Dalam kutika akan ditentukan bulan, minggu, hari dan jam yang sangat baik,
baik, kurang baik, dan waktu yang buruk untuk melakukan sesuatu. Hal ini akan
menentukan sukses atau tidaknya suatu pekerjaan. Dengan kata lain kutika ini dapat
disebut juga kitab ramalan bagi masyarakat pada umumnya. Selengkapnya dapat dilihat
pada https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=302 (diakses
pada tanggal 13/4/2022 pukul 19:44 WIB).
99
5. Mangasetti Kerai
6. Marummameng Sibaui
7. Panirong Matujui
8. Palélé Kéanui
9. Panoreng Mullingi
Nama-nama hari dalam Bilang asera pada
siklus yang kedua dalam naskah VT 129 yang
dimulai dengan Pong Tosenrijawa, antara lain:
1. Pong Tosenrijawa
2. Paténre Pisésai
3. Goari Kupui
4. Tessisumpala Totoi
5. Mangasetti Punnai
6. Marummameng Takaui
7. Panirong Mamalai
8. Palélé Mutamai
9. Panoreng Ungaé Cawai
Nama-nama hari dalam Bilang asera pada
siklus yang ketiga dalam naskah VT 129 yang
dimulai dengan , antara lain:
1. Pong Alé Karaja
2. Paténre Méwakabangi
3. Goari Tenri Oloi
4. Tessisumpala Wajui
101
5. Mangasetti Pujai
6. Marummameng Tunru Bélai
7. Panirong Céngai
8. Palélé Tenri Sui I
9. Panoreng Matterui
6. Bilang duappulo atau siklus dua puluh hari
Berbicara tentang Bilang duappulo dapat
ditemukan dalam beberapa manuskrip naskah
lontara, yang kemudian akhirnya menjadi lebih
dikenal lewat salah satu manuskrip yang
menampilkan Bilang duappulo ini, yakni naskah
karya Collieq Pujie38.
Yang mana karya Coliq Pujie ini kemudian
diangkat oleh Roger Toll. Jika diperhatikan
Bilang duappulo dalam karya Roger Toll, yang
mana Bilang duappulo ini menjadi satu bagian
38
Arung Pancana Toa Retna Kencana Colliq Pujie Matinroe Ri Tucae, juga
bergelar Datu Tanete, adalah seorang Bangsawan berdarah Bugis Melayu, sosok
perempuan cerdas, sastrawan dan intelektual perempuan yang lahir pada 1812 di Barru,
Sulawesi Selatan, beliau wafat pada 11 November 1876, Ayahnya bernama La
Rumpang Megga yang dilantik menjadi raja Tanete yang ke-19 pada 1840 dan ibunya
Ratu Rappang yang bernama Colliq Pakue. Selengkapnya dapat dibaca pada jurnal
karya Rezki Nurramadhani, “Perancangan Ilustrasi Biografi Colliq Pujie” (Universitas
Negeri Makassar, 2019).
102
41 “pojuruwatta, dit is de eerste van een der drie tellingen van twintig dagen,
waarin eertijds het jaar verdeeld werd." Kutipan dari Matthes ini memiliki arti Pong
Juruwatta ini adalah yang pertama dari tiga hitungan dua puluh hari di mana tahun itu
sebelumnya dibagi. Selengkapnya dapat dibaca pada karya Matthes, Boegineesch-
Hollandsch Woordenboek, Met Hollandsch-Boeginesche Woordenlijst, En Verklaring
van Een Tot Opheldering Bijgevoegden Ethnographischen Atlas, 1:470.
42
“pobanawa, dit is de eerste dag van een der drie tellingen van twintig
dagen, waarin het jaar eertijds verdeeld werd." Kutipan dari Matthes ini memiliki arti
Pong Banawa ini adalah hari pertama dari salah satu dari tiga hitungan dua puluh hari
di mana tahun itu sebelumnya dibagi. Selengkapnya dapat dibaca pada Ibid., 1:190.
43 “pobisaka, dit is de eerste dag van een der drie tellingen van twintig dagen,
waarin het jaar eertijds verdeeld werd." Kutipan dari Matthes ini memiliki arti Pong
Bisaka ini adalah hari pertama dari salah satu dari tiga hitungan dua puluh hari di mana
tahun itu sebelumnya dibagi. Selengkapnya dapat dibaca pada Ibid., 1:234.
104
44 Ibid., 1:138–139.
105
45 Sangiang Serri adalah salah satu mitologi masyarakat Bugis yang sampai
sekarang masih dianggap sakral adalah tentang asal mula padi, yang berasal dari
penjelmaan Sangiang Serri yang merupakan Dewi Padi. Mitos ini termuat di dalam
naskah kuno masyarakat Bugis yaitu sureq Galigo pada episode Meong mpalo
karallae‘. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbsulsel/sangiang-serri/ (diakses pada tanggal
15/04/2022 pukul 11:55 WIB)
46 Sidin, BILANG TAUNG Sistem Penanggalan Masyarakat Sulawesi Selatan
3. Lumawa
Lumawai \ narilingé langi lolénge(mpi)raé,
(mpa)punnanyi riaseng Lumawa esso
tengnga
Ketika langit menemukan apa yang
telah dilalui dan dimilikinya, itu disebut
hari Lumawa dikarena kehadirannya.48
4. Wajing
Wajing I \ nata(mpe)ré i teremma -
remmangé.
Wajing, hari yang cerah dan tanpa
mendung.49
5. Wunga-wunga
Wunga wungai \ natépu sangka maléwa téa
é maita pu (mpu)nrai tenna mai ri wanua
lino.
Wunga-wunga, ketika semuanya baik-
baik saja dan tidak ada kekacauan ataupun
keburukan di dunia.50
48 Ibid.
49 Ibid.
50 Ibid.
108
6. Talletu
Talettu i\nasitépu patongko pérétiwi
e(mpa)pa esso madécéngi nataro Dewataé
agana riaseng esso Talettué namadeceng
maneng tauwe séawalangi.
Tallettu' berarti ketika penutupan tanah
air telah jadi dan hari yang baik diberikan
oleh Dewataé. Disebut hari Tallettu'
dikarena kebaikan untuk semua manusia.51
7. Anga
Anga I \ nangka manemmaro sumange’
ala(ngka)oé ripaka timerengngé agana ia
riaseng esso Angaé (ngké)li ripano' rampé
nétéa nasia tenri awalu.
Anga memiliki makna sudah tiba
seluruh semangat dari segala arah, dianggap
hari Angaé lantaran diturunkan panduan
yang bukan hal sia-sia dan tidak terdapat
kesusahan.52
51 Ibid., 129.
52 Ibid.
109
8. Webbo
Webboi \ naripattépu ulengngé esso égana
ia riaseng esso Webboé tenri tudang céro
apa temma tellu bajiwemalliri
pakeddéka(ng) saoraja to mangkau.
Webbo adalah ketika bulan diciptakan
dan memiliki banyak hari. Disebut hari
Webbo lantaran terjadi atas kehendak
Tuhan. Didalamnya terdapat kebaikan,
seperti air memiliki tiga kebaikan ketika
membangun istana buat raja.53
9. Wagé
Wagé I \ naripakatuwé Sangia Serri natini
lao lao polé makena ri wa(mpo) ware.
Wagé, bermakna diwujudkan sang
Sangiang Serri dan kemudian dibawa
kemana pun dari asalnya yang muncul di
Ware.54
53 Ibid.
54 Ibid., 130.
110
55 Ibid.
111
56 Ibid., 129–130.
57 Ibid., 131–132.
112
13. Béruku
Béruku i \ nariulo mula to mangkaué
sinimpa ri taroé makeda tenri sumpala.
Béruku, berdasarkan zaman dahulu di
awal To Mangkaué58, segala yang sudah
ditetapkan merupakan tenri sumpala.59
14. Panirong
Panirongi \ nsngenne élo rupa
pompalingé'é nangka manEng bua puwang
mpale napali ngkajo na sininna to
mangkaué.
Panirong, bermakna sudah lengkap
keinginan diciptakan oleh Maha Pencipta,
terdapat pula kenikmatan yang
dikaruniakan oleh Sang Pencipta, dan
kemudian dimunculkan seluruh para To
Mangkau.60
58
To Mangkaue merupakan Sebutan raja sebagai kepala pemerintahan yang
tertinggi di Bone, yang dimasa lalu menganut sistem pemerintahan kerajaan atau
monarki
59Kata “tenri sumpala” dapat dimaknai dengan tidak pernah tertutup, tidak
pernah bocor sehingga dapat pula diartikan selalu berisi maupun selalu terjaga.
Selengkapnya dapat dibaca pada Sidin, BILANG TAUNG Sistem Penanggalan
Masyarakat Sulawesi Selatan Berdasarkan Naskah Lontara, 132.
60 Ibid.
113
15. Mauwa
Mawuwai \ na sialamula to ri pasaoé \ ri
taroé sitola utia gana ia riase esso
Mawwwae ri suro mapasilu sérang cinna
élo sia sié wasimpa mpateke.
Mauwa, bertemu yang berpisah, bisa
juga berarti pemberian yang diberikan yang
satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Hari
mauwa disebut karena merupakan hari
saling menemani penuh kasih sayang dan
cinta dalam ikatan yang kuat.61
16. Déttia
Déttiai \ na esso na tompajenangié agana
iaseng esso dettiaé nasilewoka madécéng
romancaji tauwé.
Déttia, merupakan hari terpilih buat
kebaikan. Dikatakan Déttia lantaran ketika
bersama dalam kebaikan sebagai akibatnya
sebagai manusia.62
61 Ibid., 133.
62 Ibid.
114
17. Soma
Soma i \ nariperisi dallé ralampa kati
ampiagana ia riasenge esso somae pétali
sia rilao wari sobanua rékko toséajing.
Soma, merupakan telah diatur rezeki
beserta yang akan mendapatkannya dengan
segala ketentuannya. Disebut hari Soma,
lantaran itu diabadikan dalam ikatan
kekerabatan.63
18. Angkara, Akka, Lakkara
Angkara i \ nama were ritajo alingérenna
agana ia riaseng esso angkaraé polampe
rompa pamiri tarae naia to rilaori
arelaelau uwa riasinge ri te'bilang owaria
pura de' kongatempa lona
Angkarai, wujud yang tak nampak dan
tak terbatas. Disebut hari Angkara karena
begitu luas dalam cakrawala, dan manusia
yang bisa menjelajah dunia tidak akan bisa
mengukur lebarnya.64
63 Ibid.
64 Ibid., 134.
115
19. Jéppati
Jéppatiwi \ natimpa tajang patiri sena sini
to mangkaue mpapuna ia riaseng esso
Jéppati teppa nimpiri sia ri tudangang
céro.
Jéppati, dibukakan segala cahaya bagi
To Mangkau yang memiliki sesuatu
permintaan. Dikatakan bahwa hari Jéppati
adalah hari yang datang dengan berkah
yang dikandungnya bagi kehidupan
manusia.65
20. Tumpakalé
Tumpakaléna i \ na esso masuluaga na ia
riaseng pémmali siari ampawa polé tenri
ala porawipa téssi dapi i mpare tea maitana
jura.
Tumpakaléna bermakna manusia akan
membuang segala keburukan, sebagai
akibatnya dikatakan terlarang melihat masa
65 Ibid.
116
66 Ibid.
117
118
119
dimulai pada 17
11 Besakai 30 hari
Maret
dimulai pada 16
12 Jettai 30 hari
April
Tabel 4.1: Bilang Uleng atau Siklus Bulan pada Sistem Penanggalan
SIKLUS SUMBER
NO KATEGORI NAMA HARI
HARI NASKAH
Tasimara Supai
Telluna
Golla Paérui
Juruwatta
Pettu Dalléi
Tasi Madésai
Golla Metti
Telluna
Add MS Busai
Banawa
12373 Pettu Polé
Sumangé
Tasipolé Beré
Telluna Golla Tenri
Bilang Bisaka Jellingi
Tellu Pettu Rilaonai
1
(Siklus Tasimara Supai
Bilang Tellu
Tiga Hari) Golla Paérui
Juruwatta
Pettu Dallé’i
Pettu Rilaoni
Bilang Tellu Tassitemmaésai
Banawa Golla Tetti
VT. 81.10
Busai
Golla Paérui
Pettu Polé
Bilang Tellu
Summange’i
Bisaka
Tasi Polé
Bere’i
Tuoi
Bilang
Matéi
2 Eppa VT 129
Engkai
(Siklus
Dé'i
131
Empat
Hari)
Mappéangngi
Bilang
Palai
Lima
Rialai
3 (Siklus VT 129
Tettudangngi
Lima
Masara
Hari)
Inninnawa
Patiagai
Lanra Katiwi
Bilang
Wuju Tunru
Pitu
Add MS Bélai
4 (Siklus
12369 Waji To Araméi
Tujuh
Polé Jiwai
Hari)
Penno Ékké’i
Tellé Pusui
Pong Batu
Paonrong
Paténre Rukai
Goari Latui
Bilang Tessisumpala
Aséra Timui
Pong Batu
5 (Siklus VT 129 Mangasetti
Paonrong
Sembilan Kerai
Hari) Marummameng
Sibaui
Panirong
Matujui
Palélé Kéanui
132
Panoreng
Mullingi
Pong
Tosenrijawa
Paténre Pisésai
Goari Kupui
Tessisumpala
Totoi
Mangasetti
Pong Punnai
Tosenrijawa Marummameng
Takaui
Panirong
Mamalai
Palélé
Mutamai
Panoreng
Ungaé Cawai
Pong Alé
Karaja
Paténre
Méwakabangi
Goari Tenri
Pong Alé Oloi
Karaja Tessisumpala
Wajui
Mangasetti
Pujai
Marummameng
Tunru Bélai
133
Panirong
Céngai
Palélé Tenri
Sui I
Panoreng
Matterui
Pong
Pang
Lumawa
Wajing
Wunga-Wunga
Tallatu
Anga
Wébbo
Bilang
Wage
Duappulo
Add MS Ceppa
6 (Siklus
12369 Tule
Dua Puluh
Arieng
Hari)
Beruku
Panirong
Mauwa
Déttiya
Soma
Lakkara
Jéppati
Tumpakale
Tabel 4.3: Daftar Nama-Nama Hari dari Setiap Siklusnya.
134
Awal Bulan Kamariah Menurut Syari’ah Dan Sains,” HUNAFA: Jurnal Studia
Islamika 5, no. 3 (2008): 273.
137
13
I Manguntungi Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi Kallonna adalah Raja
Gowa IX, putra Raja Gowa VII Batara Gowa Tuniawangngang ri Paralakkenna dari
permaisuri yang merupakan salah seorang bangsawan Tallo bernama I Rerasi. Saat
memimpin Kerajaan Gowa, beliau juga memiliki banyak pemikiran untuk memajukan
Kerajaan Gowa. Salah satunya memindahkan ibu kota dari Tamalate yang berada diatas
bukit ke Somba Opu yang berada didaerah pesisir supaya kerajaan Gowa terbuka bagi
dunia luar. Selengkapnya dapat dilihat pada buku Zainuddin Tika and Rosdiana Z,
Profil Raja-Raja Gowa (Makassar: Pustaka Taman Ilmu, 2019), 27–32.
139
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisis mengenai sistem
penanggalan Bugis-Makassar pada beberapa bab sebelumnya,
maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Sistem penanggalan Bugis-Makassar merupakan sistem
penanggalan lokal yang bersumber pada Naskah Lontara
Bilang (catatan harian raja) yang menggunakan dua belas
bulan dalam setahunnya dan membagi siklus hariannya ke
dalam enam jenis siklus harian. Sistem penanggalan
Bugis-Makassar merupakan suatu sistem penanggalan
berdasarkan pada pergerakan Bumi mengelilingi Matahari
atau revolusi Bumi atau biasa di sebut dengan istilah Solar
System Calendar.
2. Sistem penangglan Bugis-Makasassar merupakan sistem
penangggalan yang beracuh pada revolusi Bumi dan jika
di lihat dari kerumitan perhitunggannya di kategorikan
sebagai penanggalan aritmatika. Dari segi ilmu falak
sistem penanggalan ini tidaklah akurat dikarenakan tidak
diketahuinya kapan permulaaan penanggalan ini dan tidak
adanya koreksi tahun kabisat.
141
142
B. Saran-Saran
Berdasarkan kesimpulan yang tertera diatas, penulis
memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Dikarenakan masih kurangnya kajian terhadap manuskrip
naskah-naskah lontara yang ada, maka penulis berharap
adanya kajian-kajian lebih mendalam lagi mengenai
sistem penanggalan Bugis-Makassar yang berada didalam
naskah-naskah lontara.
2. Banyaknya sejarah dan budaya yang terlupakan di era
milenium saat ini menjadi suatu yang sangat
memprihatinkan. Maka dari itu diperlukan dukungan dari
berbagai pihak terutama dari instansi-instansi terkait
dengan hal ini agar sejarah dan budaya semacam ini tidak
hilang di masyarakat, dan seharusnya penggunaan
terhadap penanggalan ini semakin masif terutama pada
kalangan masyarakat suku Bugis-Makassar sendiri, agar
pemahamannya tidak hanya pada kalangan tertentu
semata.
143
C. Penutup
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan ke
hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, hidayah dan
inayah-Nya penulis dapat menuntaskan penulisan skripsi ini.
Meskipun telah berupaya maksimal penulis yakin masih
terdapat kekurangan dan kelemahan serta masih jauh dari
istilah sempurna. Semoga skripsi ini bisa menjadi wasilah guna
menambah keilmuan kita pada bidang ilmu falak. Atas saran
dan kritik konstruktif buat kebaikan dan kesempurnaan skripsi
ini, penulis ucapkan terima kasih. Akhir kata penulis berdoa
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
144
145
Kadir, Abdul. Formula Baru Ilmu Falak: Panduan Lengkap & Praktis:
Hisab Arah Kiblat, Waktu-Waktu Shalat & Awal Bulan Dan
Gerhana. Amzah, 2012.
WAWANCARA
AKSES INTERNET
152
153
Email : andiaan_1802046011@student.walisongo.ac.id
Riwayat Pendidikan :
a. Pendidikan Formal
1. SD 28 Tumampua II lulus pada 2012
2. SMP IT Shohwatul Is’ad lulus pada 2015
3. SMA Negeri 1 Pangkep lulus pada 2018
b. Pendidikan Non-Formal
1. TK Bhayangkari lulus pada 2006
2. TK-TPA al-Ikhlas Mesjid Agung Pangkep lulus pada
2012
Pengalaman Organisasi :
1. Anggota Divisi Litbang HMJ Ilmu Falak tahun 2019
2. Ketua Ikatan Keluarga Sulawesi UIN Walisongo Semarang
tahun 2021-2022
162
163