Anda di halaman 1dari 3

Aspek Pajak Pada Sewa Pesawat Terbang

Nasikhudin10 Dec 2018Bangga Bayar Pajak

Pada hari Sabtu, 8 Desember 2018 Republika memuat sebuah opini yang menarik ditulis oleh
Prio Adhi Setiawan berjudul Pesawat, Sewa atau Beli? Sebuah artikel menarik, ditulis oleh
seorang profesional dirgantara yang berkarier di Hamburg, Jerman sebagai ketua divisi
strategis dan teknologi tinggi Ikatan Ahli Sarjana Indonesia (IASI) Jerman.

Menurut Prio, pesawat merupakan barang mahal. Hal ini dikarenakan teknologi tinggi yang
terkandung dalam sebuah pesawat, future economic benefit yang diharapkan dari pesawat
tersebut, dan hal-hal lain membuat pesawat sebagai suatu investasi yang tidak murah. Satu
pesawat Boeing 737-300 dibandrol dengan harga 60 hingga 80 juta dolar amerika serikat.

Oleh karenanya, lebih lanjut menurut Prio, sewa pesawat menjadi pilihan yang masuk akal, di
tengah terus meningkatkan jumlah penumpang pesawat komersial, ditambah responsivitas
pertumbuhan transportasi udara terhadap PDB, terutama di daerah Asia Pasifik, termasuk
Indonesia. Juga di tengah tingginya antrian pesanan pesawat kepada produsen pesawat.

Garuda Indonesia sendiri pada tahun 2017 mencatat aset terbesarnya bukan pesawat, melaikan
Dana Perawatan Pesawat dan Uang Jaminan sebesar 1,5 miliar dolar amerika. Uang jaminan
dimaksud merupakan uang jaminan perjanjian sewa operasi pesawat dengan sejumlah
perusahaan, karena Garuda diwajibkan membayar uang jaminan dengan jumlah tertentu. Selain
itu dalam perjanjian sewa operasi disebutkan bahwa perawatan pesawat harus dilakukan
dengan operator yang telah ditunjuk, oleh karena itu wajar saja kemudian menimbulkan akun
Dana Perawatan Pesawat dan Uang Jaminan tersebut.

Masih menurut Prio, skema pembiayaan yang ditawarkan oleh CASL (Commercial Aircraft
Sale and Leasing), yakni berupa pinjaman langsung, sewa operasional, dan sewa finansial.
Pada skema pinjaman langsung, maskapai mendapatkan utang dari CASL untuk kepemilikan
pesawat yang harus dilunasi dalam periode tertentu dengan tingkat suku bunga tertentu pula.
Sedangkan pada sewa operasional, pesawat disewakan oleh CASL kepada maskapai
sebagaimana sewa pada umumnya, saat masa sewa berakhir pesawat harus dikembalikan
kepada CASL. Sedikit berbeda dengan sewa operasional, pada sewa finansial, di akhir masa
sewa pesawat akan menjadi aset maskapai.

Menurut PSAK 30, sewa adalah suatu perjanjian yang mana lessor memberikan kepada lessee
hak untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati. Sebagai imbalannya,
lessee melakukan pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada lessor. Sewa dibedakan
menjadi dua, operating/operational lease atau biasa disebut juga sewa operasi
dan finance/financial lease atau biasa disebut juga sebagai sewa pembiayaan. Sewa
pembiayaan adalah sewa yang mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang
terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik pada akhirnya dapat dialihkan atau dapat juga
tidak dialihkan. Sedangkan sewa operasi adalah sewa selain sewa pembiayaan.

Biasanya sewa pembiayaan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lesseepada akhir masa sewa


2. lessee memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang diperkirakan cukup rendah
dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada
awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi akan dilaksanakan
3. masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomik aset meskipun hak milik tidak
dialihkan
4. pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial
mendekati nilai wajar aset sewaan
5. aset sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu
modifikasi secara material

menurut PSAK 30, meskipun secara legal formal suatu sewa dinyatakan sebagai sewa operasi
namun secara substansi memenuhi salah satu dari ciri-ciri di atas, sewa tersebut dapat
dikategorikan sebagai sewa pembiayaan. Lebih lanjut panduan dalam menentukan suatu jenis
sewa dijelaskan melalui gambar berikut ini:
Beberapa ketentuan perpajakan terkait sewa pembiayaan adalah sebagai berikut:

1. selama masa sewa pembiayaan, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas pesawat
tersebut, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli pesawat;
2. setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli pesawat tersebut, lessee
melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value)
barang modal yang bersangkutan
3. pembayaran sewa pembiayaan yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali
pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto lessee sepanjang transaksi sewatersebut memenuhi ketentuan untuk digolongkan
sebagai Sewa Guna Usaha dengan hak opsi
4. Lessee tidak memotong PPh Pasal 23/26 atas pembayaran sewa yang dibayar atau
terutang berdasarkan perjanjian sewa pembiayaan (dengan hak opsi)
5. pembayaran sewa operasi (tanpa hak opsi) yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah
biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
6. lessee wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 23/26 atas pembayaran sewa operasi
(tanpa hak opsi) yang dibayarkan atau terutang kepada lessor.

Dengan demikian dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. baik melalui utang, sewa operasi, atau sewa pembiayaan, ketiga-tiganya merupakan
strategi maskapai dalam memperoleh pesawat terbang, dan ketiga-tiganya mempunyai
karakter dan risiko yang berbeda;
2. sewa pembiayaan melihat sewa secara substansial. Bisa saja suatu bentuk sewa secara
legal formal terlihat seperti sewa operasi, namun memenuhi kriteria sewa pembiayaan,
menurut PSAK 30 sewa tersebut tetap diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan
3. Mengingat agak rumitnya aturan akuntansi untuk sewa tersebut, maka terdapat aturan
pemajakan khusus mengenai siapa yang menyusutkan aset dan siapa yang mengakui
penghasilan, atau apakah atas pembayaran dari lessee kepada lessor terutang PPh Pasal
23/26 atau tidak sebagaimana dijabarkan di atas.

Semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai