Inilah Hikmah Bermalam di Muzdalifah

- 10 Juli 2022, 21:14 WIB
 RIBUAN umat Islam asal Indonesia tengah bermalam di Muzdalifah untuk melaksanakan rangkaian ibadah haji dan memungut batu kerikil.* Jejep/KC
RIBUAN umat Islam asal Indonesia tengah bermalam di Muzdalifah untuk melaksanakan rangkaian ibadah haji dan memungut batu kerikil.* Jejep/KC

Laporan-Wartawan Kabar Cirebon-Jejep Falahul Alam

JUTAAN umat Islam saat ini sedang berada di tanah Mina untuk melaksanakan rangkaian ibadah haji, yakni bermalam dan melontar jumroh. Setelah sebelumnya melewati momen-momen besar di Padang  Arafah dan berhenti di Muzdalifah sambil memungut batu kerikil.

Hal ini seperti ditegaskan Allah Swt. “Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram.” (Al-Baqarah: 198).

Alasan kenapa diberinama Muzdalifah dari berbagai sumber yang diperoleh, setidaknya ada beberapa alasan. Karena orang ramai-ramai mendekat ke Masjidil Haram. Karena orang menghabiskan beberapa waktu (beberapa jam) di malam hari.

Nama lain Muzdalifah sendiri dinamakan dengan "Jama" karena orang-orang berkumpul di sana. Dinamakan juga dengan "Al-Masy’ar AlHaram” karena termasuk bagian dari Tanah Haram sebagaimana disebutkan dalam Alquran. Muzdalifah terletak di antara Mina dan Arafah. Luasnya sendiri mencapai 9.630 meter persegi. Semua area Muzdalifah dapat menjadi tempat berhenti.

Dari hasil pengamatan di lokasi untuk berhenti di Muzdalifah itu dibagi  dalam 7-12 kloter. Mereka semua dikumpulkan dalam satu lapangan besar se ukuran lapangan sepak bola pada malam hari usai bertolak di Arofah bakda magrib. Menggunakan bus angkutan. Ketika di Arofah dan hendak Muzdalifah jemaah haji sudah menunaikan slat maghrib dan isya dengan cara menjamak dan mengqashar.

Ketika tiba di lokasi jemaah haji di setiap kloter jemaah haji harus menunggu antrean berjam-jam untuk berangkat ke kota Mina. Sambil menanti dengan jemaah yang berjubel dan berdesak-desakan, mereka sembari memungut batu kerikil. Para jemaah tidur atau duduk di halaman yang luas di Muzdalifah. Mereka ada yang membawa karpet, kasur, tempat tidur, makanan ringan.

Ada pula jemaah yang sedang terjaga dari tidur, dengan bersungguh sungguhlah dalam berzikir dan memuji Allah serta membaca talbiyah.

Para jemaah merasa bersyukur atas nikmat Allah yang telah diberikan, dengan memberikan rangkaian kemudahan dalam melaksanakan rangkaian haji. Di antaranya selesai melaksanakan wukuf Arafah dan berhenti di Muzdalifah. Di tempat ini ada sebuah masjid yang didirikan dan disinggahi Rasulullah Saw di Muzdalifah dalam haji wada. Masjid ini terletak di Muzdalifah, di antara pertengahan Masjid Namirah dan Masjid AlKhayf. Atau berjarak 5 km dari Masjid Al-Khayf dan 7 km dari Masjid Namirah.

Kerajaan Arab Saudi menaruh perhatian besar bagi pembangunan masjid ini dengan membangunnya kembali. Panjang 90 meter dan lebar 56 meter. Sekarang masjid ini mampu menampung lebih dari 12 ribu jamaah. Masjid ini memiliki dua menara dengan tinggi 32 meter.

"Ketika berada di Muzdalifah yang dimulai setelah matahari terbenam pada hari Arafah (9 Dzulhijjah). Mazhab fikih berbeda-beda dalam menetapkan durasi waktu yang diperlukan untuk berdiam di sini," kata  Tim Pembimbim Ibadah Haji Kloter 11 JKS Majalengka, KH Faizal Fikri.

Menurutnya, ada sebagian mengatakan cukup melewati seukuran waktu menaruh kendaraan. Sebagian juga mengatakan harus berdiam di Muzdalifah sampai tengah malam, dua pertiga malam, atau sampai subuh.

"Rasulullah ketika berdiam di Muzdalifah sampai salat Subuh, lalu berdoa kepada Allah, dan bertolak ke Mina. Akan tetapi Nabi mengizinkan para wanita dan orang-orang yang menyertainya untuk meninggalkan Muzdalifah sebelum fajar, dan di antara mereka adalah Ibnu Abbas RA," ucapnya.

Tujuh kerikil

Di sini pula para jemaah memungut kerikil untuk jamrah. Disyariatkan bagi jamaah haji untuk mengambil tujuh kerikil sebelum meninggalkan Muzdalifah untuk digunakan melempar jamrah aqabah di hari Iduladha.

"Tapi jika memungutnya di Mina atau di tempat lain, itu tidak mengapa. Sebab tidak dianjurkan mengambil kerikil di Muzdalifah untuk digunakan di hari-hari berikutnya. Tujuannya agar tidak memberatkan jamaah, selain itu pula juga tidak disyariatkan," paparnya.

Bukan hanya itu, lanjut dia, para jamaah haji diperkenankan mengambil kerikil untuk jamrah di sisa hari saat berada di Mina, atau mengambilnya dari tempat mana pun selama masih di area Tanah Haram. "Tidak disyariatkan mencuci kerikil jamrah atau memakaikannya wewangian," tuturnya.

Mengenai ciri-ciri batu jamrah itu berupa kerikil kecil. Lebih kecil dari kacang, seukuran biji kacang polong atau biji kurma. Panjangnya sekitar 1 cm, bisa lebih dan bisa kurang. Jangan mengambil kerikil besar.

"Jangan memaksakan diri memilih bentuk kerikil untuk menyamakan ukurannya. Setelah mengumpulkan batu kerikil dan menggenggamnya, Rasulullah Saw bersabda, ‘Lemparlah dengan batu seperti ini! Jauhilah sikap melampaui batas dalam agama. Sesungguhnya perkara yang membinasakan umat sebelum kalian adalah sikap melampaui batas dalam agama’," jelasnya.

Dijelaskan Fikri, Muzdalifah sendiri merupakan tempat antara Mina dan Arafah,yang di dalamnya jamaah haji melakukan mabit setelah wukuf di Arafah. Muzdalifah juga disebut dengan "jam'an" karena tempat ini  disebut dengan Masy'aril Haram, karena bagian dari Tanah Haram.

"Kalau Arafah disebut dengan Masy'aril Halal, karena dia termasuk Tanah Halal. Namun ulama berbeda pendapat dalam penamaan ini," tukasnya.

Pengasuh Pondok Pesantren Az-Zakiyah menambahkan, ibadah haji itu ibadah fisik. Sebab ini membutuhkan stamina tubuh yang sehat dan prima. Agar dapat menjalankan ibadah tersebut. Sehingga diianjurkan untuk istirahat sejenak, untuk memulihkan kembali kesehatan fisik dan mental agar tetap terjaga. Itu salah hikmah dan makna dari bermalam di Muzdalifah, yang merupakan rangkaian ibadah sebelum melanjutkan ritual ibadah berikutnya," jelasnya.

Selain itu pula, lanjut dia, kegiatan mabit atau bermalam di Muzdalifah juga bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada jamaah haji untuk beristirahat. Sebab, rangkaian kegiatan ibadah haji berikutnya sangat berat, yaitu melempar jumrah aqabah di Mina.

"Hikmah lainnya yang dapat kita petik dari bermalam di muzdalifah, bahwasanya dalam menghadapi segala sesuatu kita harus memiliki persiapan. Tanpa persiapan atau perencanaan akan berakhir dengan kegagalan," ucapnya.***

Editor: Ajay Kabar Cirebon


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x