• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Selasa, 7 Mei 2024

Syiar

Etika Menyebarluaskan Foto Orang Sakit di Media Sosial

Etika Menyebarluaskan Foto Orang Sakit di Media Sosial
Etika Menyebarluaskan Foto Orang Sakit di Media Sosial. (Ilustrasi foto: NU Online)
Etika Menyebarluaskan Foto Orang Sakit di Media Sosial. (Ilustrasi foto: NU Online)

Menjenguk orang sakit sangat dianjurkan dalam agama Islam, bahkan merupakan bagian dari ibadah yang utama. Allah menjanjikan pahala yang besar bagi hamba-Nya yang menjenguk orang sakit.


Kehadiran orang yang menjenguk dapat menjadi motivasi tersendiri bagi yang sedang sakit untuk menghibur dan melapangkan pikirannya, sehingga si sakit makin bersemangat untuk sehat kembali. 


Namun di era kemajuan teknologi dan sosial media saat ini, berbagai momen selalu tak lepas dari sesi foto-foto dan diunggah di media sosial. Lantas, bagaimana hukum atau etika perilaku sebagian penjenguk yang mengambil gambar orang sakit dan memublikasikannya ke media sosial?


Kadang foto yang diunggah menunjukkan si sedang tergolek lemah di rumah sakit,  lengkap dengan cairan infus dan selang di rongga hidung dan mulut. Seberapa penting mengekspos foto-foto seperti itu?


Dilansir dari NU Online, Islam sangat menghormati privasi seseorang. Islam memuliakan manusia dan menjamin terlindunginya hak yang menyangkut kehormatan pribadinya. Termasuk jika privasi tersebut menyangkut dosa personal atau aib lainnya.


Sebuah hadits mengingatkan:


 مَنْ سَتَرَ مُسْلمًا سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنيا وَالآخِرَة 


Artinya: Barangsiapa menutup (aib/cacat) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat (HR Muslim).


Orang-orang yang sakit bisa jadi tidak menghendaki foto yang menunjukkan dirinya sedang tergolek lemah dan tak berdaya, tersebar luas di media sosial seperti facebook, twitter, whatsapp, instagram, atau lainnya. 


Walaupun ia tahu ungkapan simpati dan doa pasti akan bermunculan, bukan langsung kepada dirinya yang sedang sakit melainkan kepada pemilik yang menyebarkan foto. 


Tubuh adalah bagian dari citra kehormatan seseorang. Dalam kondisi normal sehari-hari saja seseorang berusaha berpenampilan bagus di hadapan orang lain. Bahkan ketika mengunggap foto di media sosial, kita pastinya akan memilih foto terbaik tentang diri kita.


Para penjenguk barangkali bermaksud baik dengan mempublikasikan foto orang sakit. Bisa jadi ia ingin menggalang solidaritas dan doa dari lebih banyak orang lain. Atau setidaknya menyampaikan informasi bahwa rekan atau kerabat sedang sakit.


Namun sebaiknya penyebaran foto-foto itu sudah memperoleh izin dari yang bersangkutan. Dan tentunya masih banyak cara yang lebih santun serta elegan dalam menggalang simpati selain dengan menyebar foto-foto rekan atau keluarga yang sedang terbaring sakit dalam kondisi lemah.


Karena itulah kita sebagai penjenguk harus mengembalikan lagi pada prinsip menjenguk orang sakit adalah untuk meringankan beban penderitaan, menghibur, bahkan bila perlu membantunya secara materinya.


Niat baik memang penting, namun cara dan adab dalam merealisasikannya tak kalah penting. Karena menyangkut privasi seseorang, maka yang harus ditekankan adalah restu atau izin dari si pemilik privasi. 


Karena menyangkut ranah publik, konten yang ditampilkannya pun seyogianya tak melanggar kepantasan di mata umum (‘urf). Bila si sakit sudah sulit diajak berkomunikasi, kita bisa meminta izin pada kelaurga atau kerabatnya.


Etika ini sebenarnya tak hanya berlaku untuk foto penderita sakit, tapi juga menyebarkan foto jenazah, korban kecelakaan, atau sejenisnya. Semoga niat baik kita dapat diiringi juga dengan tata cara yang baik.
 


Syiar Terbaru