Amerika bukan Demokrasi, dan China bukan negara Otoriter. Yg terjadi adalah PLUTOKRASI VS MERITOKRASI.
Untuk didukung terus, dia akan menggunakan cara yg sama, menyorongkan kebencian.
Fokus ke UNTUK, bukan DARI.
Kekuasaan harus didelegasikan pada unit2 wilayah lebih kecil dimana ada kekompakan dan ada sistem pengawasan yg benar.
Kekuasaan selalu korup, apalagi kemudian dapat legitimasi bahwa mrk dapat mandat rakyat.
Itulah meritokrasi.
Tetapi tidak semua negara bisa berevolusi menjadi spt itu. Demokrasi juga bisa menjadi alat tirani.
Yg penting dalam menilai sistem pemerintahan, LIHAT HASIL DAN CARAKERJANYA. Apakah sistem itu berfokus pada MELAYANI rakyat?
Yg ada adalah lomba manipulasi, kampanye saling nipu..
Karena itu BERBAHAYA, akan muncul demagog yg menggunakan NASIONALISME untuk menggebuk yg lain. Ini yg sedang terjadi di India.
Bodoh sekali Amerika yg mau merubah sistem yg sdh berjalan adem2 di China.
Karena itulah, lebih baik negara spt itu dijalankan oleh para teknokrat yg memakai kepala dingin, bukan para orator yg menggebu2.
Hong Kong, cuma satu kota kecil, lihat apa yg terjadi thn 2019 silam.
Perlu kepala dingin untuk bisa mengarungi arus perubahan dan kemajuan di masa mendatang di Asia Timur ini. Ini sudah era masa depan..
Saatnya Asia Timur (termasuk Timur Selatan/Tenggara) perlu mengademkan diri, tinggalkan politik spt itu.
shanghai.nyu.edu/news/bertrand-…
Ya, pada waktu Plato berangan2 adanya satu sistem Aristokrasi =>
Sistem pemerintahan berbasis aristokrasi yg menggunakan mekanisme meritokrasi untuk memilih calon2 pimpinan terbaik. Itu dilakukan dgn persaingan lewat ujian imperial.