Human Factor
Enginering
Seta Ariawuri Wicaksana, S. Psi., M.Psi.,
Human Factor Engineering
Copyright © DD Publishing, 2021
Penulis: Seta Ariawuri Wicaksana
Penyunting: Rika Elmaidasari
Penata Letak: @ulilamri_mb
Desain Sampul: Fatimah Ratnaningtiyas
Diterbitkan oleh :
DD Publishing
Siak Sri Indrapura, Riau
ini.kpk@gmail.com
ISBN: 978-623-6100-81-3
xviii + 402 halaman;14 x 20 cm
Cetakan 1, Juli 2021
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
Dilarang mengutip, memperbanyak maupun mengedarkan
sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari
penerbit dan penulis.
.
Kutipan Pasal 72 :
Sanksi pelanggaran Undang-undang Hak Cipta (UU No. 10 Tahun 2012)
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana diur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat
1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau hasil
barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana
dimaksud ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
ii | Human
Factor Engineering
rupiah).
Lembar Persembahan
Yang Tersayang dan Tercinta
Doa yang terbaik untuk senantiasa dilapangkan
kuburnya, Almarhum:
Bapak Wuryanto bin Asmanoe, dan
Bapak Kamaruddin bin Sastraatmadja
Doa untuk Kesehatan dan dalam lindungan Allah
Swt.
Ibu Sri Sundari, dan
Ibu Zahradewi Mutiara
_________
"Ya Allah, berikanlah ampunan kepadaku atas dosa-dosaku
dan dosa-dosa kedua orang tuaku dan kasihanilah kedua
orang tuaku sebagaimana kedua orang tuaku mengasihiku
ketika aku masih kecil.
_______
Seta A. Wicaksana | iii
Doa untuk keluargaku, Allah Swt. senantiasa menjaga
dan melindungi, kesehatan dan keberkahan serta
kemuliaan.
Istriku, Alia Paramita
Anak-anakku, Audry Letichiara W. dan Adly
Keandrattarsya W.
________
“Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia
dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api
neraka”
________
iv | Human Factor Engineering
Kata Sambutan
Syukur Alhamdulillah buku ajar Human Factors
Engineering ini dapat diterbitkan dan siap untuk
mengisi khasanah kepustakaan yang penting dalam
disiplin ilmu psikologi. Buku ini berkaitan dengan
peran manusia dalam sistem yang kompleks, desain
peralatan dan fasilitas untuk digunakan manusia, serta
pengembangan lingkungan yang bermanfaat bagi
kenyamanan dan keselamatan. Tampaknya buku ini
ditujukan untuk memberikan gambaran tentang
human factors dan ergonomi serta untuk menunjukkan
bagaimana kedua ilmu ini berkembang dan
diterapkan. Buku pegangan ini sangat bermanfaat
untuk mempelajari faktor manusia dan ergonomi.
Beberapa literatur mengungkapkan bahwa
ergonomi lebih berakar di Eropa dan human factors di
AS. Ergonomi di Eropa berakar pada fisiologi kerja,
biomekanik, dan desain stasiun kerja (work station
design). Di sisi lain, human factors di AS, berasal dari
penelitian-penelitian psikologi eksperimental, di mana
fokusnya adalah pada kinerja manusia dan desain
sistem. Dalam bidang studi yang lebih luas dari human
factors terletak disiplin engineering psychology. Dan,
Seta A. Wicaksana | v
engineering psychology ini adalah subdisiplin ilmu
psikologi, bukan subdisiplin ilmu engineering.
Sehingga dalam Asosisasi Psikologi Amerika (APA),
subdisplin ini termasuk dalam divisi 21 dengan
nomenklatur human factors and engineering psychology.
Bagi mahasiswa psikologi yang mempelajari bidang
ini, akan mulai mengenali dan mendapatkan informasi
serta pengetahuan di banyak bidang aplikasi dunia
kerja dan sistem yang relevan dengan prinsip-prinsip
teori psikologi yang ditemui di mata kuliah lain.
Terlepas dari perbedaan antara human factors dan
ergonomi dalam akar pengetahuan dan filosofi, kedua
pendekatan tersebut semakin terkait dan dalam
aplikasinya sering dipersamakan. Human factors dan
ergonomi, telah berkembang sebagai disiplin ilmu
terapan yang unik dan berfokus pada interaksi
manusia-artefak, dilihat dari perspektif terpadu ilmu
pengetahuan,
teknik,
desain,
teknologi,
dan
manajemen sistem yang kompatibel dengan manusia,
termasuk berbagai produk alami dan buatan, proses,
dan lingkungan hidup.
Seperti telah diungkap di atas, tujuan buku ajar
ini adalah memberikan gambaran tentang human
factors dan ergonomi, serta bagaimana kedua ilmu ini
berkembang dan diterapkan. Bagi mahasiswa, di
setiap bab diungkap dan diulas tentang dasar teori,
prinsip-prinsip yang kuat dan condong ke arah
orientasi aplikasi. Dengan demikian, sejumlah besar
vi | Human Factor Engineering
studi kasus, contoh, gambar, dan tabel digunakan
untuk memfasilitasi kegunaan materi yang disajikan.
Buku yang sangat bermanfaat, tetapi tetap kritis dalam
memahaminya agar diperoleh manfaat semaksimal
mungkin sesuai harapan penulis buku ini.
Selamat membaca!
Jakarta, 23 Juni 2021
Widura Imam Mustopo
Seta A. Wicaksana | vii
Kata Pengantar
Alhamdulillah ....
Rasa syukur dihadiratkan kepada pencipta alam
semesta, Allah Subhanahu Wa Ta‘alla, dan shalawat
dan salam disampaikan tanpa putus-putusnya kepada
Baginda Rasullah Muhammad Salallahu Allaihi
Wassalam beserta keluarga dan pengikut beliau
hingga akhir zaman, aamiin.
Ucapan terima kasih tidak terhingga kepada orang
tuaku, Ibu Sri Sundari dan Ibu Zahradewi Mutiara,
serta istriku, Alia Paramita dan dua buah hatiku,
Audry dan Adly, yang telah memberikan semangat
untuk tetap istiqomah dalam belajar dan berbagi.
―Human Factor Engineering: Manusia dan
Interaksinya dengan Produk, Peralatan, Fasilitas dan
Lingkungan di Aktifitas Pekerjaan‖ dibuat dengan
tujuan untuk membantu pembaca memahami akan
pentingnya kemajuan Human Factor Engineering
dalam kehidupan manusia sehari-hari, khususnya di
lingkungan kerja.
Dalam hal ini, kami sebagai penulis berusaha
membantu memberi pembaca pemahaman atau
viii | Human Factor Engineering
pandangan akan pentingnya psikologi dalam
perkembangan Human Engineering dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan kata lain, ―bagaimana kita dapat
menggunakan psikologi dalam perkembangan Human
Factor Engineering‖.
Dalam buku ini dijelaskan, bagaimana Human
Factor Engineering memengaruhi berbagai macam hal
dalam aspek kehidupan manusia, seperti sebuah
desain tempat kerja dapat memengaruhi performa
para pekerja, atau bagaimana desain sebuah
kendaraan
tanpa
pengemudi
memengaruhi
kemampuan manusia untuk berkendara.
Bahan-bahan dalam buku ini merupakan hasil
pembelajaran dan diskusi dari materi kuliah ―Human
Factor Engineering‖ di Fakultas Psikologi, Universitas
Pancasila yang dilakukan dalam waktu satu semester
(6 bulan) dan mahasiswa dan mahasiswi terlibat
dengan buku ini, baik penulisan editing, desain dan
diskusi-diskusi yang kerap kali tidak pernah
berkesudahan. Sangat mengapresiasi nama-nama
berikut ini: Abdilla Faisal angkatan 2017, Murdeli
Dewantara angkatan 2017, Aisha Faisal angkatan
2018, Annisa Siti Fatimah Az Zahra angkatan 2018,
Cindy Fatika Sari angkatan 2018, Dhania Putri Aditia
angkatan 2018, Dian Lestari Shaula angkatan 2018,
Jihan Ulaya angkatan 2018, Mellinia Savira angkatan
2018, Siti Khafizah angkatan 2018, dan Zhafira
Azzahra angkatan 2018
Seta A. Wicaksana | ix
Belajar dan Memberi, merupakan konsep yang
dipahami dapat memberikan banyak solusi kepada
semua permasalahan yang ada. Dengan hadirnya
kompilasi tulisan ini dapat menjadi bahan
pembelajaran dan sekaligus dapat digunakan dalam
kegiatan sehari-hari dalam menunjang keberhasilan
tugas dengan situasi yang menyenangkan, serta
lingkungan yang bersahaja.
Ucapan terima kasih atas dukungan dan doa dari
partners dan tim di PT Humanika Amanah Indonesia
(www.humanikaconsulting.com) dan PT Humanika
Bisnis Digital (www.hipotest.com), serta semua pihak
yang
mendukung
terwujudnya
buku
ini,
alhamdulillah.
Kehadiran buku ini semata-mata sebagai bentuk
kontribusi Tim penulis untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa sesuai amanah yang diberikan oleh
bangsa. Melalui diterbitkannya buku ini juga harapan
tim penulis dapat menjadi acuan akademik pada
program pembelajaran Human Factor Engineering,
dengan pendekatan Manusia dan Psikologi. Sehingga
buku dipersembahkan dalam bentuk wakaf Ilmu,
dengan hasil donasi buku ini akan mendukung
pembangunan dan pengembangan dunia Pendidikan
di Indonesia di masa yang akan datang. Bismillah.
Tidak ada gading yang tak retak, kesempurnaan
hanya milik Allah Subhana Wa Ta‘ala. Mohon maaf
x | Human Factor Engineering
atas masih adanya kekurangan dalam buku ini.
Masukan melalui diskusi dapat menyempurnakan
buku ini. Ketidaksempurnaan adalah kesempurnaan
itu sendiri, karena BELAJAR dan MEMBERI lah yang
akan menyempurnakan di setiap prosesnya.
Selamat berselencar dengan buku ini, berdiskusi
dan berkontribusi, dan senantiasa memberi sebagian
rezeki yang Anda miliki, dengan membantu sesama,
insyaallah akan mempermudah karier dan kehidupan
Anda.
“Ketidaksempurnaan itu adalah ruang belajar yang sangat
luas”
Seta Ariawuri Wicaksana, S. Psi, M. Psi., Psikolog.
Seta A. Wicaksana | xi
Daftar Isi
Lembar Persembahan ........................................... iii
Kata Sambutan ......................................................... v
Kata Pengantar ..................................................... viii
Daftar Isi ................................................................... xii
The Discipline of Human Factors and
Ergonomics ..................................................................... 1
Latar Belakang .............................................................. 2
Pengertian dari Human Factor and Ergonomics .......... 6
Definisi Human Factor .................................................. 6
Definisi Ergonomics ....................................................... 9
Ruang Lingkup Ergonomi ........................................ 11
Tokoh yang Mencetuskan Ilmu Disiplin
Human Factor and Ergonomics ......................................... 14
Perkembangan Kajian Human Factor and
Ergonomics ......................................................................... 17
Penerapan Ilmu Human Factor and Ergonomics ....... 20
Kesimpulan ................................................................. 34
Daftar Pustaka ............................................................ 35
xii | Human Factor Engineering
Human Factors and Ergonomics From The
Earliest Times to The Present ............................... 37
Latar Belakang ...........................................................
Sejarah Singkat Ilmu Ergonomi ...............................
Upaya Memanusiakan Pekerja ................................
Sukses Program Manajemen Pekerjaan .................
Arah Masa Depan untuk Human Factor
Engineering .......................................................................
Teknologi Sistem Baru dengan Kinerja Individu..
Kesimpulan ................................................................
Daftar Pustaka............................................................
Human Factors and Ergonomics in Systems
Design and Project Management..................................
Daftar Pustaka............................................................
38
42
50
52
61
62
64
66
69
80
Human Body: Body Size, Mobility,
Muscular, Body Strength ......................................... 81
Body Size .................................................................... 82
Mobility ....................................................................... 89
Muscular Work .......................................................... 94
Body Strength............................................................. 98
Daftar Pustaka........................................................... 101
Human Mind: See, Hear, Feel, Experiences
and Mental Activity ................................................. 103
Latar Belakang .......................................................... 104
A. Proses Pengambilan Keputusan ........................ 108
B. Model HIP (Human Information Processing) ...... 112
Seta A. Wicaksana | xiii
1. Pengindraan ..................................................... 116
2. Perhatian........................................................... 118
3. Penyimpanan Informasi (Memory)................ 124
4. Persepsi ............................................................. 142
5. Pengambilan Keputusan dan
Pengambilan Tindakan ...................................... 146
6. Umpan Balik .................................................... 154
C. Cognitive Engineering ........................................... 156
1. See ...................................................................... 164
2. Hear ................................................................... 190
3. Feel ..................................................................... 194
4. Experiences ........................................................ 198
5. Mental Activity.................................................. 199
Kesimpulan ............................................................... 206
Daftar Pustaka .......................................................... 208
Body Mind Work Together: Hard Physical,
Light and Moderate, Task Load and Stress ..... 211
Latar Belakang .......................................................... 212
Tinjauan Teori ........................................................... 214
Hard Physical .............................................................. 214
Light and Moderate Work....................................... 231
Task Load and Stress ................................................... 238
Kesimpulan ............................................................... 245
Daftar Pustaka .......................................................... 247
xiv | Human Factor Engineering
Organizing and Managing Work:
Work with Other, Organize and You,
Night and Shift Work .............................................. 249
Work with Other....................................................... 250
Organize and You..................................................... 255
Night and Shift Work .................................................. 264
Daftar Pustaka........................................................... 269
Human Engineering:
Designing The home ............................................... 271
Latar Belakang .......................................................... 272
Desain Rumah ........................................................... 275
Merancang untuk Kebutuhan Orang Cacat dan
Lanjut Usia...................................................................... 278
Akses, Jalan Setapak, dan Tangga.......................... 279
Dapur ......................................................................... 280
Kamar Tidur, Kamar Mandi, dan Toilet ............... 281
Kantor pusat .............................................................. 285
Produk Rumah Tangga............................................ 288
Kesimpulan ............................................................... 290
Daftar Pustaka........................................................... 291
Human Engineering: Designing Office ........ 292
Jarak Tempat Kerja ................................................... 293
Alat Kerja yang Kurang Memadai ......................... 294
Pencahayaan Ruangan Tempat Kerja .................... 294
Perubahan Iklim Tempat Kerja .............................. 295
Tempat duduk .......................................................... 296
Seta A. Wicaksana | xv
Penyimpanan Arsip atau Barang Kantor .............. 296
Kesimpulan ............................................................... 299
Daftar Pustaka .......................................................... 300
Human Engineering:
Computer Design ..................................................... 301
Latar Belakang .......................................................... 302
Tinjauan Teori ........................................................... 304
1. Sholes‘ ―Typewriting Machine‖ with its
QWERTY keyboard............................................. 304
2. From typewriter to computer keyboard ...... 305
3. Human factor considerations for
keyboarding ......................................................... 307
4. Input-related anthromechanical issues ........ 314
5. Possible Design Solutions .............................. 315
6. Design alternatives for keyboards ................ 317
7. Designing smart software .............................. 318
8. Designs that combine solutions..................... 319
Kesimpulan ............................................................... 321
Daftar Pustaka .......................................................... 322
Human Engineering: Workplace Design .... 323
Pendahuluan ............................................................. 324
1. Masalah Postur Kerja ...................................... 326
2. Merancang Bangunan Individu .................... 329
3. Tata Letak Workstation .................................. 337
Kesimpulan dan Saran............................................. 345
Kesimpulan ............................................................... 345
xvi | Human Factor Engineering
Saran ........................................................................... 345
Daftar Pustaka........................................................... 346
Human Engineering: Loading Handling ...... 347
Latar Belakang .......................................................... 348
Penanganan Material Membebani Tubuh ............ 350
Kemampuan Bak Terkait Dengan
Penanganan Beban ................................................... 352
Menilai Kemampuan Penanganan Beban ............. 357
Panduan Pengangkatan dan Penurunan
NIOSH ............................................................................. 360
Pedoman Penanganan Material Liberty Mutual.. 363
Merancang untuk Penanganan Beban yang
Lebih Mudah ............................................................. 367
Kesimpulan dan Saran............................................. 371
Kesimpulan ............................................................... 371
Saran ........................................................................... 372
Daftar Pustaka........................................................... 373
Human Engineering: Autonomous ............... 375
Latar Belakang .......................................................... 376
Alat yang membantu pengemudi .......................... 377
Perekayasaan Ulang pada Jalan Raya ................... 378
Ergonomis yang baik yang perlu dilakukan ........ 379
Teknologi Baru Tantangan Ergonomic Baru ........ 383
Daftar Pustaka........................................................... 387
Seta A. Wicaksana | xvii
Human Engineering:
Making Work Pleasant and Efficient ................. 389
Latar Belakang .......................................................... 390
Menggunakan keterampilan dan minat:
Bergaul dengan Orang Lain di Tempat Kerja ........... 390
Menyiapkan pekerjaan, tempat kerja dan
lingkungan kerja kita sendiri ....................................... 394
Kesimpulan ............................................................... 397
Daftar Pustaka .......................................................... 399
Profil Penulis ........................................................ 401
xviii | Human Factor Engineering
The Discipline of Human Factors and Ergonomics
Latar Belakang
Human Factors and Ergonomics adalah penerapan
prinsip psikologis dan fisiologis pada rekayasa dan
desain produk, proses, dan sistem. Tujuan Human
Factors and Ergonomics adalah untuk mengurangi
kesalahan manusia, meningkatkan produktivitas, dan
meningkatkan keselamatan serta kenyamanan dengan
fokus khusus pada interaksi antara manusia dan hal
yang menarik. Bidang ini merupakan kombinasi dari
berbagai disiplin ilmu, seperti psikologi, sosiologi,
teknik, biomekanik, desain industri, fisiologi,
antropometri, desain interaksi, dan desain visual.
Dalam penelitian, Human Factors and Engineering
menggunakan metode ilmiah untuk mempelajari
perilaku manusia, sehingga data yang dihasilkan
dapat diterapkan pada empat tujuan utama. Intinya,
ilmu ini adalah studi tentang merancang peralatan,
perangkat, dan proses yang sesuai dengan tubuh
manusia dan kemampuan kognitifnya. Dua istilah
"Human factors" dan "Ergonomics" pada dasarnya sama.
Secara sudut pandang sejarah, ergonomi (ergon +
nomos), atau "studi kerja," pada awalnya dan diusulkan
serta didefinisikan oleh ilmuwan Polandia B.W.
2 | Human Factor Engineering
Jastrzebowski (1857) bahwa, ilmu Ergonomics sebagai
disiplin ilmu dengan cakupan yang sangat luas dan
subjek yang luas dari minat dan aplikasi, di mana
mencakup semua aspek aktivitas manusia, termasuk
tenaga kerja, hiburan, penalaran, dan dedikasi
(Karwowski (1991, 2005). Dalam makalahnya yang
diterbitkan di jurnal ―Nature and Industry‖ dalam
Salvendy (2012) bahwa, Jastrzebowski membagi
pekerjaan menjadi dua kategori utama, yaitu pekerjaan
yang berguna, di mana membawa perbaikan untuk
kebaikan bersama dan pekerjaan yang merugikan
yang membawa kemerosotan (pekerjaan yang tidak
dapat dipercaya).
Disiplin ergonomi kontemporer diperkenalkan
secara independen oleh Murrell pada tahun 1949
(Edholm dan Murrell, 1973), di mana pada saat itu
dipandang sebagai ilmu terapan, teknologi, dan
terkadang keduanya. Ilmuwan Inggris mendirikan
Ergonomics Research Society pada tahun 1949.
Perkembangan
ergonomi
internasional
dapat
dikaitkan dengan proyek yang diprakarsai oleh
European Productivity Agency (EPA), cabang dari
Organisasi untuk Kerja sama Ekonomi Eropa, yang
pertama kali mendirikan Bagian Human Factor
Engineering pada tahun 1955 Karwowski (2005). Di
bawah proyek EPA, pada tahun 1956 spesialis dari
negara-negara Eropa mengunjungi Amerika Serikat
Seta A. Wicaksana | 3
untuk mengamati penelitian perihal Human Factor
Engineering.
Secara tradisional, domain spesialisasi yang paling
sering dikutip dalam Human Factor Engineering adalah
ergonomi fisik, kognitif, dan organisasi. Ergonomi fisik
terutama berkaitan dengan karakteristik anatomi
tubuh, antropometri, fisiologis, dan biomekanik
manusia yang berkaitan dengan aktivitas fisik
menurut Salvendy (2012). Ergonomi kognitif berfokus
pada proses mental seperti persepsi, memori,
pemrosesan informasi, penalaran, dan respon motorik
karena memengaruhi interaksi antara manusia dan
elemen lain dari suatu sistem Stanton, Hedge,
Brookhuis, Salas, and Hendrick (2004). Ergonomi
organisasi atau juga dikenal sebagai makro ergonomi,
berkaitan dengan optimalisasi sistem sosioteknik,
termasuk struktur, kebijakan, dan proses organisasi
mereka Nemeth, 2004).
Human factor digunakan untuk memenuhi tujuan
kesehatan dan keselamatan kerja serta produktivitas
pekerja. Hal Ini relevan dalam desain hal-hal seperti,
furnitur yang aman dan antarmuka yang mudah
digunakan ke mesin dan peralatan. Desain ergonomis
yang tepat diperlukan untuk mencegah cedera
regangan berulang dan gangguan muskuloskeletal,
seperti gangguan pada badan, leher, dan punggung
lainnya, yang dapat berkembang seiring waktu dan
dapat menyebabkan kecacatan jangka panjang. Human
4 | Human Factor Engineering
Factor and Ergonomics berkaitan dengan "kesesuaian"
antara pengguna, peralatan, dan lingkungan atau
"menyesuaikan pekerjaan dengan seseorang". Hal Ini
juga memperhitungkan kemampuan dan batasan
pengguna dalam upaya untuk memastikan bahwa
tugas, fungsi, informasi, dan lingkungan sesuai
dengan pengguna tersebut.
Aturan dasar tentang Human Factor dalam sistem
desain adalah penerapan prinsip-prinsip perilaku,
data, dan metode untuk proses desain. Dalam Human
Factor, aturan ini melibatkan sejumlah kegiatan.
Kegiatan ini meliputi spesifikasi input pekerjaan,
peralatan dan desain antarmuka pengguna, kriteria
kinerja manusia, pemilihan operator dan pelatihan,
dan input mengenai pengujian dan evaluasi. Human
Factors Engineering adalah aplikasi ilmu pengetahuan
yang memanfaatkan penelitian tentang kemampuan,
keterbatasan dan perilaku manusia dan menggunakan
pengetahuan dasar untuk mendesain peralatan,
produk, dan sistem. Mengaplikasikan prinsip Human
Factor agar desain aman, nyaman, dan efektif untuk
menyelesaikan pekerjaan yang diberikan. Desain kerja
merupakan ilmu pengetahuan baru yang berhubungan
dengan desain pekerjaan, stasiun kerja, dan
lingkungan kerja agar sesuai dengan operator lebih
baik. Di Amerika, ilmu pengetahuan tersebut lebih
dikenal dengan Human Factor Engineering, sementara
di Eropa lebih dikenal dengan istilah Ergonomics.
Seta A. Wicaksana | 5
Pengertian dari Human
Factor and Ergonomics
Definisi Human Factor
Human factor dan Ergonomics (biasa disebut sebagai
faktor manusia) adalah penerapan prinsip psikologis
dan fisiologis pada rekayasa dan desain produk,
proses, serta sistem. Tujuan Human Factors adalah
untuk mengurangi kesalahan manusia, meningkatkan
produktivitas, dan meningkatkan keselamatan dan
kenyamanan dengan fokus khusus pada interaksi
antara manusia dan hal yang diminati.
Human factor secara umum didefinisikan sebagai
studi tentang manusia dan interaksinya dengan
produk, lingkungan, peralatan, dan pembentukan
tugas dan aktivitas. Menurut Salvendy (2012), bidang
Human Factor terbagi atas beberapa hal, yaitu :
1. Human factor in system design
2. Human factor in manufacturing
3. Human factor in process control
4. Human factor in transportation
Fokus utama dari disiplin Human Factor
Engineering di abad kedua puluh satu adalah desain
6 | Human Factor Engineering
dan manajemen sistem yang memenuhi permintaan
pelanggan dalam hal persyaratan kompatibilitas
manusia. Karwowski (2005) berkata, dia telah
membahas beberapa karakteristik Human Factor
Engineering kontemporer disiplin dan profesi.
Beberapa yang membedakan fitur-fiturnya adalah
sebagai berikut :
Human Factor Engineering mengalami evolusi yang
berkelanjutan filosofi "cocok", termasuk kriteria desain
yang berpusat pada manusia yang beragam dan terus
berkembang (dari keamanan untuk kenyamanan,
produktivitas, kegunaan, atau kebutuhan afektif
seperti kepuasan kerja atau kehidupan kebahagiaan).
Human Factor Engineering mencakup materi
pelajaran yang sangat beragam, serupa dengan
kedokteran, teknik, dan psikologi.
Human Factor Engineering menangani fenomena
yang sangat kompleks dan hal itu, tidak mudah
dipahami dan tidak dapat disederhanakan dengan
membuat asumsi yang tidak dapat dipertahankan sifat
mereka.
Secara historis, Human Factor Engineering telah
berkembang dari "Filosofi Fit" terhadap praktik. Hari
ini, Human Factor Engineering sedang mengembangkan
dasar teoritis yang kuat untuk desain dan aplikasi
praktis.
Seta A. Wicaksana | 7
Human Factor Engineering mencoba untuk
―selangkah demi selangkah‖ dalam memenuhi
kebutuhan akan pemahaman mendasar tentang
interaksi manusia-sistem, tanpa pemisahan dari
pertimbangan nilai guna pengetahuan untuk aplikasi
praktis dalam upaya mencari solusi yang efektif dan
berguna.
Human Factor Engineering memiliki pengakuan
terbatas oleh pembuat keputusan, masyarakat umum,
dan politisi tentangnya nilai yang dapat dibawa ke
masyarakat
global,
terutama
dalam
konteks
memfasilitasi perkembangan sosial ekonomi.
Human Factor Engineering memiliki basis
pendidikan profesional yang relatif terbatas. Hal ini
dikarenakan masih sedikit ilmuwan yang memiliki
basis ilmu ini.
Dampak Human Factor Engineering dipengaruhi
oleh ergonomic buta huruf pada siswa dan profesional
di disiplin ilmu lain, media massa, dan publik pada
umumnya.
8 | Human Factor Engineering
Definisi Ergonomics
Ergonomics adalah disiplin ilmu yang berkaitan dengan
pemahaman interaksi antara manusia dan elemen lain
dari suatu sistem, dan profesi yang menerapkan teori,
prinsip, data dan metode untuk merancang dan
mengoptimalkan kesejahteraan manusia, serta kinerja
sistem secara keseluruhan.
Dimensi literasi ergonomi:
Pengetahuan dan Keterampilan Ergonomi yang
dimiliki individu. Seorang individu memiliki
pengetahuan dasar tentang filosofi desain yang
berpusat pada manusia dan prinsip-prinsip untuk
mengakomodasi keterbatasan manusia.
Cara Berpikir dan Bertindak. Seorang individu
mencari informasi tentang manfaat, risiko artefak,
sistem (seperti produk konsumen, layanan, dan
sejenisnya) dan berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan tentang pembelian dan penggunaan, serta
pengembangan artefak/sistem.
Kemampuan Ergonomis Praktis. Seorang individu
dapat mengidentifikasi dan memecahkan masalah
desain terkait tugas sederhana (pekerjaan) di tempat
kerja atau rumah, sehingga dapat menerapkan konsep
dasar ergonomis untuk membuat penilaian informasi
tentang kegunaan artefak dan risiko serta manfaat
terkait dari penggunaannya.
Seta A. Wicaksana | 9
Karwowski (2005) mengatakan, ada beberapa
paradigma terkait disiplin Human Factor Engineering,
adalah :
Ergonomics theory. Teori ergonomi berkaitan
dengan
kemampuan
untuk
mengidentifikasi,
mendeskripsikan, dan mengevaluasi interaksi sistem
manusia.
Ergonomics abstraction. Abstraksi ergonomi
berkaitan dengan kemampuan untuk menggunakan
interaksi tersebut yang berfungsi untuk membuat
prediksi yang bisa dibandingkan dengan dunia nyata.
Ergonomics design. Desain ergonomis berkaitan
dengan kemampuan untuk mengimplementasikan
pengetahuan
tentang
interaksi
tersebut
dan
menggunakannya untuk mengembangkan sistem yang
memenuhi kebutuhan pelanggan dan persyaratan
kompatibilitas manusia yang relevan.
10 | Human Factor Engineering
Ruang Lingkup Ergonomi
Ada beberapa ruang lingkup dalam disiplin ilmu
ergonomi atau Human Factor Engineering, di antaranya
adalah :
Lingkup Kajian Ergonomi Fisik
Kajian ergonomi secara fisik utamanya berkaitan
dengan disiplin ilmu tentang anatomi manusia,
antropometri (pengukuran tubuh), fisiologi dan
karakteristik biomekanis, di mana hal tersebut selalu
terkait dengan aktivitas fisik manusia. Topik-topik
yang relevan dengan ergonomi fisik termasuk posisi
dan postur kerja, penanganan material secara manual
atau manual material handling, gerakan berulangberulang, pekerjaan yang berhubungan dengan
gangguan sistem muskuloskeletal, tata letak tempat
kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, dan sejenisnya.
Lingkup Kajian Ergonomi Kognitif
Ergonomi kognitif utamanya berkaitan dengan proses
mental, seperti persepsi, memori, penalaran, dan
respons motorik. Hal-hal tersebut dilakukan karena
dapat memengaruhi manusia dan interaksi di antara
Seta A. Wicaksana | 11
unsur-unsur lain dari suatu sistem kerja. Topik-topik
kajian yang relevan dalam ergonomi kognitif antara
lain mencakup beban kerja mental, pengambilan
keputusan, pekerjaan yang memerlukan keterampilan,
interaksi manusia-mesin dan komputer, keandalan
dan kemampuan manusia, stres kerja dan pelatihan
kerja, di mana hal-hal tersebut mungkin berkaitan erat
dengan desain sistem kerja manusia.
Lingkup Kajian Ergonomi Organisasi Kerja
Kajian ergonomi terhadap organisasi kerja adalah
berkaitan dengan optimalisasi sistem sosioteknik,
termasuk juga kajian tentang struktur organisasi,
kebijakan, dan proses kerja. Topik yang relevan dalam
kajian ini meliputi komunikasi, pengelolaan sumber
daya manusia, desain pekerjaan atau tugas-tugas,
desain waktu kerja dan istirahat, pembentukan tim
kerja, desain pendekatan partisipatif, ergonomi dalam
kehidupan masyarakat secara luas, kerja sama tim
kerja, paradigma tentang pekerjaan baru, budaya
organisasi, organisasi virtual, serta manajemen mutu.
12 | Human Factor Engineering
Lingkup Kajian Ergonomi Lingkungan Kerja
Kajian ergonomi terhadap lingkungan kerja berkaitan
dengan masalah-masalah faktor fisik lingkungan kerja,
seperti pencahayaan atau penerangan, temperatur atau
iklim kerja, kebisingan, dan getaran. Kajian ergonomi
lingkungan kerja juga meliputi faktor kimia dan faktor
biologi. Topik-topik yang relevan dengan ergonomi
lingkungan antara lain meliputi perancangan ruang
kerja, sistem akustik, housekeeping, kenyamanan
pemakaian alat pelindung diri, dan sejenisnya.
Asosiasi Ergonomi Internasional IEA dalam
Salvendy (2012) mendefinisikan ergonomi (atau
Human Factor) sebagai disiplin ilmu yang berkaitan
dengan pemahaman interaksi antara manusia dan
elemen lain dari suatu sistem serta profesi yang
menerapkan teori, prinsip, data, dan metode untuk
merancang, guna mengoptimalkan kesejahteraan
manusia dan kinerja sistem secara keseluruhan. Faktor
manusia profesional berkontribusi pada desain dan
evaluasi tugas, pekerjaan, produk, lingkungan, serta
sistem agar sesuai dengan kebutuhan, kemampuan,
dan keterbatasan orang. Disiplin ilmu ergonomis
mempromosikan pendekatan holistik yang berpusat
pada manusia untuk desain sistem kerja yang
mempertimbangkan faktor fisik, kognitif, sosial,
organisasi, lingkungan, dan lainnya yang relevan
(Karwowski, 2005; Stanton et al., 2004; Salvendy, 2012).
Seta A. Wicaksana | 13
Tokoh yang Mencetuskan
Ilmu Disiplin Human Factor
and Ergonomics
Secara historis, ergonomi (ergon + nomos) atau "studi
kerja", pada awalnya diusulkan dan didefinisikan oleh
ilmuwan Polandia B.W. Jastrzebowski (1857) yang
mengatakan, ergonomi sebagai disiplin ilmu dengan
cakupan yang sangat luas dan subjek yang luas dari
minat dan aplikasi, yang mencakup semua aspek
aktivitas manusia, termasuk tenaga kerja, hiburan,
penalaran, dan dedikasi (Karwowski (1999, 2005).
Disiplin ergonomi kontemporer diperkenalkan
secara independen oleh Murrell pada tahun 1949
(Edholm dan Murrell, 1973), pada saat itu dipandang
sebagai ilmu terapan, teknologi, dan terkadang
keduanya. Ilmuwan Inggris mendirikan Ergonomics
Research Society pada tahun 1949. Perkembangan
ergonomi internasional dapat dikaitkan dengan
proyek yang diprakarsai oleh European Productivity
Agency (EPA), cabang dari Organisasi untuk Kerja
sama Ekonomi Eropa, yang pertama kali mendirikan
Bagian Faktor Manusia pada tahun 1955 menurut
Salvendy (2012). Di bawah proyek EPA, pada tahun
14 | Human Factor Engineering
1956 spesialis dari negara-negara Eropa mengunjungi
Amerika Serikat untuk mengamati penelitian Human
Factor
Engineering. Pada
tahun
1957, EPA
menyelenggarakan
seminar
teknis
tentang
"Menyesuaikan Pekerjaan dengan Pekerja" di
Universitas Leiden, Belanda, di mana serangkaian
proposal dipresentasikan untuk membentuk asosiasi
internasional ilmuwan kerja. Komite pengarah yang
terdiri dari H.S. Belding, G.C.E. Burger, S. Forssman, E.
Grandjean, G. Lehman, B. Metz, K.U. Smith, dan R.G.
Stansfield,
ditugaskan
untuk
mengembangkan
proposal khusus untuk asosiasi tersebut. Panitia
memutuskan untuk mengadopsi nama ―Asosiasi
Ergonomi Internasional‖. Pada pertemuan di Paris
tahun 1958 diputuskan untuk dilanjutkan dengan
pembentukan asosiasi baru. Komite pengarah
menunjuk
dirinya
sebagai
Komite
Asosiasi
Internasional Ilmuwan Ergonomis dan memilih G.C.E.
Burger sebagai presiden pertamanya, K.U. Smith
sebagai bendahara, dan E. Grandjean sebagai
sekretaris. Komite Asosiasi Internasional Ilmuwan
Ergonomis bertemu di Zurich pada tahun 1959 selama
konferensi yang diselenggarakan oleh EPA dan
memutuskan untuk mempertahankan nama Asosiasi
Ergonomi Internasional. Pada tanggal 6 April 1959,
pada pertemuan di Oxford, Inggris, E. Grandjean
mendeklarasikan berdirinya IEA. Komite bertemu lagi
di Oxford, Inggris, kemudian pada tahun 1959 dan
Seta A. Wicaksana | 15
menyetujui seperangkat anggaran rumah tangga atau
statuta IEA. Ini secara resmi disetujui oleh Majelis
Umum IEA pada Kongres Ergonomi Internasional
pertama yang diadakan di Stockholm pada tahun 1961.
16 | Human Factor Engineering
Perkembangan Kajian
Human Factor and
Ergonomics
Selama 60 tahun terakhir faktor manusia, istilah yang
digunakan di sini sinonim dengan ergonomi dan
dilambangkan sebagai Human Factor Engineering, telah
berkembang sebagai disiplin unik dan independen
yang berfokus pada sifat interaksi artefak-manusia,
dilihat dari perspektif terpadu sains, teknik, desain,
teknologi, dan manajemen sistem yang kompatibel
dengan manusia, termasuk berbagai produk alami dan
buatan, proses, dan lingkungan hidup (Karwowski,
2005).
Dalam ilmu disiplin ergonomi, terdapat beberapa
dimensi. Salvendy (2012) mengatakan, beberapa
dimensi dalam ilmu disiplin ini adalah teori, praktik &
edukasi, manajemen, desain, teknologi & lingkungan,
dan filosofi (kebutuhan sosial yang dibutuhkan
individu). Pertama perihal teori, di mana teori di sini
lebih mengarah kepada pandangan-pandangan dalam
melihat pekerjaan individu. Kedua perihal praktik &
edukasi, di mana dalam dimensi ini, terjadi trial dan
Seta A. Wicaksana | 17
error yang biasa sering dilakukan oleh manusia dalam
bekerja. Ketiga perihal manajemen, di mana dimensi
ini melihat tata kelola dalam mengatasi permasalahan
dan problematika dalam pekerjaan. Keempat perihal
design atau desain, di mana mengacu kepada desain
tempat individu dalam bekerja. Kelima perihal
teknologi dan lingkungan, di mana ekosistem dalam
ruang lingkup pekerjaan beserta alat-alat yang
digunakan dalam bekerja. Terakhir filosofi, di mana
dasar individu bekerja dan kebutuhan apa yang
mereka ingin dapatkan dalam bekerja. Dengan
demikian, itulah dimensi dalam disiplin ilmu
ergonomi.
Berlanjut kepada domain yang berkaitan dengan
ilmu Human Factor Engineering atau Ergonomi adalah
domain fisik, psikologi, dan ergonomi perusahaan.
Salvendy (2012) menjelaskan dalam bukunya, di mana
3 domain itu yang secara tidak langsung berkaitan
dengan Human Factor Engineering. Domain pertama
adalah domain fisik, di mana domain ini menyangkut
aktivitas fisik dalam bekerja. Chaffin (2006)
mengatakan, domain fisik mengacu kepada kegiatan
anatomi saat bekerja dan sejenisnya. Kedua, perihal
domain psikologi, di mana domain ini melihat aspek
psikis individu dalam bekerja, seperti memproses data
dalam pikiran dan penalaran informasi yang diterima
oleh individu dalam bekerja. Stanton (2004)
beranggapan, domain psikis juga termasuk seperti
18 | Human Factor Engineering
beban stres kerja yang dipikul oleh individu. Domain
ketiga adalah domain ergonomi perusahaan, di mana
domain ini berfokus kepada pengoptimalisasi sistem
yang berlaku dalam perusahaan. Nemeth (2004)
mengatakan, ergonomi perusahaan juga mengatur
tentang sosioteknik dalam bekerja dan proses
kebijakan dalam perusahaan. Dengan demikian, 3
domain, spesifiknya psikologi berkaitan dengan ilmu
ergonomi.
Berbeda dengan di masa lalu, di mana ergonomi
digunakan untuk pendekatan secara langsung hingga
ada kiasan yang berbunyi ―manusia dikontrol oleh
teknologi‖, hal ini mendeskripsikan ilmu ergonomi di
masa lalu. Kemudian, berlanjut kepada interaksi
manusia dengan sistem, terutama teknologi yang
berkembang saat ini. Kita bisa melihat di era digital ini,
kita bisa mengandalkan berbagai teknologi demi
mempermudah
pekerjaan
individu.
Hal
ini
membedakan pendekatan yang dilakukan. Jika
dahulu, pendekatan bersifat reaktif, tetapi sekarang
pendekatan ergonomi bersifat non-reaktif. Hal ini
dikarenakan banyaknya teknologi yang memudahkan
individu. Kita bisa ambil contoh, yaitu penggunaan
google translate yang memudahkan penerjemahan
bahasa dalam memahami bahasa yang sulit. Hal ini
seolah mengubah slogan lama menjadi slogan baru
yang berbunyi ―manusia mengontrol teknologi‖.
Seta A. Wicaksana | 19
Penerapan Ilmu Human
Factor and Ergonomics
Human Factor Ergonomics kontemporer menemukan
dan menerapkan informasi tentang perilaku manusia,
kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik lain pada
desain alat, mesin, sistem, tugas, pekerjaan, dan
lingkungan untuk penggunaan manusia secara
produktif, aman, nyaman, dan efektif menurut
Salvendy (2012). Dalam konteks ini, Human Factor
Ergonomics berurusan dengan cakupan masalah yang
luas yang relevan dengan desain & evaluasi sistem
kerja, produk konsumen, dan lingkungan kerja, di
mana interaksi manusia-mesin memengaruhi kinerja
manusia dan kegunaan produk (Karwowski 2005;
Bisantz dan Burns, 2009; Karwowski et al., 2010).
Awalnya, Human Factor Ergonomics berfokus pada
interaksi manusia-mesin lokal, sedangkan saat ini,
fokus utamanya adalah pada interaksi manusiateknologi yang didefinisikan secara luas. Dalam
pandangan ini, Human Factor Ergonomics juga bisa
disebut sebagai disiplin ekologi teknologi. Meister
(1999) mengatakan, konsep tradisional dari sistem
faktor manusia adalah organisasi antara manusia dan
20 | Human Factor Engineering
mesin, di mana mereka mengoperasikan dan
memelihara untuk memudahkan pekerjaan yang
ditugaskan
sebagaimana
diimplementasikan
berdasarkan tujuan sistem yang telah ditetapkan atau
dikembangkan. Dalam konteks ini Meister (1999)
mengatakan,
sistem adalah
konstruksi yang
karakteristiknya diwujudkan dalam fenomena fisik
dan perilaku. Oleh karena itu, Sistem ini penting
dalam Human Factor Ergonomics karena menjelaskan
substansi hubungan faktor manusia dengan mesin
dalam sudut pandang sistem.
Akan tetapi, adapun faktor lain yang
memengaruhi hal-hal efektivitas semisal lingkungan
pekerjaan, kolega yang produktif, dan faktor eksternal
lain juga memengaruhi kinerja karyawan. Karwowski
(2010) mengatakan, faktor lingkungan kerja juga
memengaruhi efektivitas kerja individu. Hal ini
didukung menurut Bisantz and Burns (2009) yang
mengatakan, faktor kebijakan, lingkungan yang
kondusif, serta kelengkapan alat kantor juga
memengaruhi kinerja individu. Hal ini yang menjadi
faktor yang patut dipertimbangkan oleh perusahaan.
Pada era sebelum 20-an, ilmu disiplin ergonomi
berfokus kepada interaksi manusia dengan mesin.
Akan tetapi, dewasa ini ilmu ergonomi berfokus
kepada interaksi manusia dengan teknologi dan
memiliki cakupan yang luas. Salvendy (2012)
mengatakan, misal dalam aspek karakteristik
Seta A. Wicaksana | 21
humanistik, ilmu ergonomi mencakup aspek fisiologis,
psikologis, hingga aspek tugas yang berhubungan.
Aspek lainnya adalah aspek health & safety semisal
aspek etiologi hingga injuries & illness. Atas dasar
cakupannya yang mulai luas, ilmu ergonomi dianggap
ilmu ekologi teknologi.
Meski begitu, ada tantangan tersendiri dalam
pengaplikasian ilmu ini, terutama di era dewasa ini.
Hal ini dikarenakan ke-melek-kan akan teknologi yang
tersedia. Pada masa ini, mulai banyak teknologi yang
memudahkan tugas individu, tetapi hanya sedikit
orang yang bisa menggunakan teknologi tersebut. Hal
ini juga dikatakan dalam Salvendy (2012), di mana
permasalahan yang sering terjadi adalah ketidakmelek-kan akan teknologi yang ada dan para
profesional Human Factor Ergonomics sangat ahli dalam
penggunaan teknologi dalam pekerjaan mereka. Hal
ini yang membuat para profesional dalam ilmu ini
sedikit. Meski begitu, ada beberapa saran yang dapat
digunakan berdasarkan dimensi ergonomi adalah :
Memiliki pengetahuan dasar dan keterampilan
ergonomi. Hal ini cukup penting karena untuk
memahami masalah yang kompleks dan dibutuhkan
pemahaman akan pengetahuan dasar yang kuat.
Memiliki cara berpikir dalam bertindak secara
efektif dan efisien. Hal ini dikarenakan perubahan
zaman yang dinamis, sehingga dibutuhkan cara
22 | Human Factor Engineering
berpikir yang efektif serta efisien dalam menemukan
solusi terkait masalah ergonomi.
Memiliki kapabilitas akan praktik ergonomi. Hal
ini dikarenakan berguna untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan tugas sederhana seperti pekerjaan,
masalah desain terkait di tempat kerja atau di rumah,
dan dapat menerapkan konsep dasar ergonomis.
Seperti yang kita ketahui, bahwasanya ilmu
ergonomi atau Human Factor Ergonomics adalah ilmu
yang berorientasi terhadap design (design-oriented
discipline). Meski tertulis demikian, ilmu ini tidak
hanya berfokus kepada design, tetapi juga merancang
interaksi antara individu dengan sistem teknologi.
Adapun kesulitan yang ada adalah adanya beberapa
fungsi persyaratan kompatibilitas sistem-manusia
yang harus puas di saat dan waktu yang sama. Oleh
karena itu, dibutuhkan sebuah sistem teknologi yang
dapat menciptakan kepuasaan untuk beragam
manusia. Hal ini juga tidak lepas dari prinsip dasar
bahwa, manusia itu unik sehingga pemuasan
kebutuhannya beragam dan karena itu pula,
diperlukan sebuah sistem. Oleh sebab itu, ilmu
ergonomi hadir untuk menjawab tantangan tersebut,
terutama di era yang serba bebas dan dinamis ini.
Salvendy (2012) berujar, bahwa dia menawarkan
framework dalam ilmu ergonomi, yaitu desain
aksiomatik yang memanfaatkan empat domain
Seta A. Wicaksana | 23
berbeda yang mencerminkan pemetaan antara
kebutuhan yang diidentifikasi ("Apa yang ingin
dicapai") dan cara untuk mencapainya mereka
("bagaimana memenuhi kebutuhan yang dinyatakan").
Domain mencakup beberapa hal, di antaranya adalah
sebagai berikut, yaitu :
Persyaratan pelanggan (pelanggan kebutuhan
atau atribut yang diinginkan). Hal ini lebih seperti
siapa target sasaran dari perusahaan, apa kebutuhan
yang pelanggan butuhkan, dan sejenisnya yang
berkaitan dengan kebutuhan pelanggan.
Domain fungsional (persyaratan dan kendala
fungsional). Hal ini seperti domain fungsional
perusahaan seperti fisik dari perusahaan, kognisi,
afeksi, dan sistem organisasi dalam perusahaan.
Domain fisik (parameter desain fisik). Hal ini
seperti tempat kerja, produktivitas kerja, rancangan
perusahaan dalam bentuk sistem, dan sejenisnya.
Domain proses (proses dan sumber daya). Hal ini
seperti proses dan manajemen dalam pengelolaan
barang atau jasa yang dibutuhkan.
Kemudian, berlanjut ke bagian pengoptimalisasian antara manusia dengan teknologi yang dimiliki.
Karwowski (1991) mengatakan, untuk mengoptimalkan kesejahteraan manusia dan sistem dalam kinerja,
kompatibilitas sistem-manusia harus dipertimbangkan
di semua tingkatan, termasuk fisik, perseptual,
24 | Human Factor Engineering
kognitif, emosional, sosial, organisasi, manajerial,
lingkungan, dan politik. Dalam keterangannya, dia
juga mengatakan bahwa, kompatibilitas antara
manusia-sistem juga harus membutuhkan cara agar
mengukur masukan dan pengeluaran yang menjadi
ciri dari himpunan sistem interaksi manusia dengan
sistem. Dengan demikian, pengoptimalan akan
pendekatan interaksi manusia-sistem dapat berjalan
dengan apa yang diharapkan.
Akan tetapi, sering beberapa perusahaan
mengalami kejadian yang disebut kekurangannya
kompatibilitas dan inkompatibilitas ergonomis.
Inkompatibilitas ergonomis adalah suatu fenomena, di
mana tidak terjadi sebuah keharmonisan dalam suatu
sistem di dalam perusahaan. Salvendy (2012) berujar,
inkompatibilitas ergonomis adalah suatu hal, di mana
suatu sistem dalam perusahaan tidak berjalan lancar
sehingga mengakibatkan ke-disharmonisasi dalam
pekerjaan. Hal ini tentu sangat dihindari karena
berakibat kepada konflik dalam pekerjaan yang tidak
diinginkan bila tidak segera diatasi. Oleh karena itu,
fenomena inkompatibilitas ergonomis perlu dicegah.
Selain itu, dalam ilmu disiplin Human Factor
Ergonomics terdapat subdisiplin. Subdisiplin tersebut
terdiri dari seperti desain pekerjaan, perencanaan
sumber daya manusia (analisis pekerjaan dan
spesifikasi pekerjaan), manajemen stres kerja, dan
keselamatan serta kesehatan kerja manajemen. Tidak
Seta A. Wicaksana | 25
hanya itu, subdisiplin ilmu Human Factor Ergonomics
juga melihat hubungan manusia-sistem di tingkat
tempat kerja individu (workstation) atau di tingkat
sistem kerja. Hal ini dianggap penting dan merupakan
subdisiplin pengetahuan serta kepentingan utama
manajemen. Subdisiplin lainnya yang tidak penting
adalah makroergonomi. Makroergonomi berkaitan
dengan analisis, desain, dan evaluasi sistem kerja.
Sistem kerja yang di sini juga merujuk kepada sistem
sosioteknik, di mana sistem ini merujuk kepada
kegiatan dari satu individu ke organisasi multinasional
yang kompleks. Sistem kerja ini terdiri dari orangorang yang berinteraksi dengan beberapa orang
bentuk. Bentuk-bentuk tersebut antara lain sebagai
berikut :
Desain pekerjaan. Desain pekerjaan yang
dimaksud seperti modul kerja, tugas, pengetahuan,
dan persyaratan keterampilan.
Perangkat keras (mesin atau peralatan) dan/atau
perangkat lunak. Kita bisa ambil contoh komputer,
meja, kursi, dan sejenisnya.
Lingkungan internal (fisik parameter dan faktor
psikososial). Hal ini bisa dilihat dari fisik individu
dalam bekerja, cara mereka bergaul dengan sesama,
dan sejenisnya.
26 | Human Factor Engineering
Eksternal lingkungan (faktor politik, budaya, dan
ekonomi). Hal ini bisa dilihat dari budaya yang
terbentuk dalam sebuah perusahaan.
Desain organisasi (yaitu sistem kerja struktur dan
proses yang digunakan untuk mencapai yang
diinginkan fungsi). Hal ini bisa dilihat dari mekanisme
kerja dalam organisasi, seperti mereka bekerja secara
tanggap dan tangkas, lambat, dan sejenisnya.
Selain itu, ada pembahasan terkait teknologi unik
dalam Human Factor Ergonomics. Teknologi tersebut
adalah human–system interface technology. Dalam
teknologi ini, terbagi 5 sub-bagian, di mana menurut
Salvendy (2012) bahwa, ada beberapa bagian, yaitu :
Teknologi antarmuka
manusia-mesin
atau
ergonomi perangkat keras. Hal ini bisa dilihat
contohnya seperti hubungan individu dalam bertugas
dalam pertukangan dengan gergaji mesin sebagai alat
untuk mengerjakan tugasnya.
Teknologi antarmuka manusia-lingkungan atau
ergonomi lingkungan. Contohnya adalah interaksi
individu dengan budaya Jawa Tengah dengan
individu dengan budaya Jawa Timur dalam
mengerjakan tugas di perusahaan mereka.
Teknologi antarmuka manusia-perangkat lunak
atau ergonomi kognitif. Contohnya adalah individu
mencari informasi terkait masa pertumbuhan kayu
tertentu dengan mesin pencarian Google.
Seta A. Wicaksana | 27
Teknologi antarmuka pekerjaan-manusia desain
ergonomis. Contohnya adalah interaksi dua individu
dalam satu divisi yang sama.
Teknologi antarmuka organisasi manusia atau
makro ergonomi. Contohnya adalah perusahaan dua
PT tertentu negosiasi dalam akuisisi anak cabang di
wilayah tertentu.
Selain itu, ada komponen penting dalam ilmu
disiplin ergonomi. Salvendy (2012) mengatakan, ada
beberapa komponen penting perusahaan dalam ilmu
ergonomi, yaitu orang, infrastruktur, dan teknologi.
Tidak lupa pula, ada terdapat 4 dimensi utama dalam
sistem layanan kontemporer, yaitu struktur, proses,
pendapatan, dan pasar.
Struktur terdiri dari manusia, material, informasi,
komunikasi, teknologi, sumber daya, dan pengoperasian fasilitas dalam perusahaan.
Proses terdiri dari model proses, penyediaan
layanan, dan sejenisnya.
Pendapatan terdiri dari model produk, isi layanan,
konsekuensi, kualitas, kinerja dan standar.
Pasar terdiri dari kebutuhan apa yang ditawarkan,
target dari pasar yang ingin dicapai, dan harga yang
ditentukan sesuai harga pasar.
Berlanjut kepada pendekatan Customer CenteredService System. Salvendy (2012) mengatakan, ada 4
28 | Human Factor Engineering
pendekatan dalam customer centered-service system,
yaitu :
Clear Understanding of User and Task Requirements.
Pemahaman ini berpusat pada pelanggan, di mana
pelanggan secara spontan dan terlibat aktif dalam
pengguna layanan, serta pemahaman tentang
persyaratan tugas mereka. Melibatkan pengguna juga
dapat meningkatkan penerimaan sistem layanan dan
meningkatkan komitmen untuk keberhasilan layanan
baru dalam pelayanan sebuah perusahaan.
Consistent Allocation of Functions Between Users and
Service System. Pemahaman ini berpusat kepada harus
didasarkan pada pemahaman penuh kemampuan,
batasan, dan permintaan pelanggan.
Iterative Service System Design Approach. Pendekatan ini berfokus kepada memproses tanggapan dan
umpan balik dari layanan pengguna barang atau jasa
setelah mereka menggunakan solusi desain yang
diusulkan oleh perusahaan.
Multidisciplinary Design Teams. Pendekatan ini
berfokus kepadapelanggan adalah multitask proses
kolaboratif yang melibatkan tim desain multidisiplin.
Dengan kata lain, pelanggan terlibat dalam
menentukan desain perusahaan, minimal memberikan
pendapat dalam desain suatu perusahaan.
Seta A. Wicaksana | 29
Berlanjut kepada domain dalam Human-System
Integration. Menurut Salvendy (2012), domain HumanSystem Integration mencakup beberapa hal, yaitu :
Manpower atau tenaga kerja manusia membahas
perihal nomor tersebut dan jenis personil dalam
berbagai spesialisasi pekerjaan yang dibutuhkan dan
berpotensi tersedia untuk melatih, mengoperasikan,
memelihara, dan mendukung sistem yang diterapkan
berdasarkan analisis kerja dan beban kerja.
Personil atau pegawai, membahas perihal mempertimbangkan jenisnya pengetahuan, keteram-pilan,
kemampuan, tingkat pengalaman manusia, dan bakat
manusia.
Human Factors Engineering membahas perihal
melibatkan pemahaman yang komprehensif terintegrasi secara kemampuan manusia dalam melakukan
pekerjaan mereka.
Environment atau lingkungan kerja membahas
perihal, mempertimbangkan kondisi di dalam dan di
sekitar sistem yang memengaruhi kemampuan
manusia untuk berfungsi sebagai bagian dari sistem.
Hal ini dilakukan demi mempertahankan atau
mengubah budaya sebelumnya di sebuah perusahaan.
Safety and Occupational Health, merujuk kepada
mempromosikan keselamatan karakteristik desain
sistem dan prosedur yang meminimalkan potensi
kecelakaan
atau
kecelakaan
pegawai
yang
30 | Human Factor Engineering
menyebabkan kematian atau cedera pada operator,
pengelola, dan dukungan personel serta pemangku
kepentingan dan pengamat.
Habitability, merujuk kepada karakteristik sistem
kehidupan pegawai dan kondisi kerja pegawai seperti
penerangan, ventilasi, ruang yang memadai, getaran,
kebisingan, pengatur suhu, ketersediaan perawatan
medis, makanan dan layanan minuman, tempat tidur
yang sesuai, sanitasi, dan fasilitas kebersihan pegawai.
Survivability, merujuk kepada karakteristik sistem
(misalnya dukungan hidup, perlindungan pribadi
peralatan, peralatan pelindung, peralatan outdoor atau
―lapangan‖, tabung oksigen, sabuk pengaman,
pelindung elektronik) yang mengurangi kerentanan
sistem total terhadap penurunan operasional atau
pemutusan hubungan kerja, cedera atau hilangnya
nyawa, dan sebagian atau hilangnya sepenuhnya
sistem atau salah satu komponennya.
Terakhir, perihal tantangan di masa depan untuk
ilmu ergonomi. Beberapa tantangan tersebut adalah
memperluas area aplikasi, melanjutkan peningkatan
dalam metodologi penelitian, dan peningkatan
kontribusi untuk pengetahuan dasar, serta pengaplikasian tentang penting untuk kebutuhan masyarakat
luas. Hal ini berguna sebagai arsip sekaligus sumber
untuk meningkatkan atau merombak suatu penelitian
sebelumnya. Dengan demikian, itulah beberapa
Seta A. Wicaksana | 31
prinsip dasar, domain ilmu Human Factor Ergonomics,
hingga saran untuk meningkatkan kualitas sistem
dalam perusahaan berdasarkan ilmu Human Factor
Engineering.
IEA juga telah mengembangkan beberapa
tindakan untuk merangsang pengembangan Human
Factor Ergonomics di negara berkembang secara
industri (IDCs). Tindakan tersebut mencakup elemenelemen berikut:
Bekerja sama dengan badan-badan internasional
seperti ILO (Organisasi Perburuhan Internasional),
WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), dan asosiasi
ilmiah profesional yang lainnya seperti, IEA telah
menandatangani perjanjian formal
Bekerja dengan penerbit utama jurnal dan teks
ergonomi untuk memperluas akses mereka ke
masyarakat federasi, dengan fokus khusus pada
negara berkembang
Pengembangan program dukungan bagi negara
berkembang untuk mempromosikan ergonomi dan
memperluas program pelatihan ergonomi
Promosi lokakarya dan program pelatihan di
negara berkembang melalui penyediaan perlengkapan
pendidikan dan ahli ergonomis yang berkunjung
32 | Human Factor Engineering
Memperluas ―jaringan‖ ergonomi regional negaranegara ke negara-negara yang tidak memiliki program
ergonomi yang berlokasi di wilayah mereka
Mendukung negara-negara non-anggota IEA
dalam mempertimbangkan permohonan afiliasi ke IEA
dalam hubungannya dengan Komite Pembangunan
IEA.
Seta A. Wicaksana | 33
Kesimpulan
Disiplin Human Factor and Ergonomics adalah
penerapan prinsip psikologis dan fisiologis pada
rekayasa dan desain produk. Tujuan dari disiplin
Human Factor and Ergonomics adalah menemukan dan
menerapkan informasi tentang perilaku manusia,
kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik lain pada
desain alat, mesin, sistem, tugas, pekerjaan, dan
lingkungan untuk penggunaan manusia yang
produktif, aman, nyaman, dan efektif menurut
Salvendy (2012).
Fungsi dari disiplin Human Factor and Ergonomics
dapat dijelaskan dalam istilah persepsi, pemrosesan
informasi, pengambilan keputusan, memori, perhatian,
umpan balik, dan proses respons manusia. Kemudian,
tujuan terpenting dari disiplin Human Factor and
Ergonomics adalah untuk memahami interaksi antara
individu dan segala sesuatu di sekitar kita serta
berdasarkan pengetahuan tersebut untuk mengoptimalkan kesejahteraan manusia dan kinerja sistem
secara keseluruhan.
34 | Human Factor Engineering
Daftar Pustaka
Bisantz, A., M., and Burns, C. M. (2009). Applications of
Cognitive Work Analysis (Ed.,1st), Boca Raton, FL :
CRC Press.
Chaffin, D. B., Anderson, G. B. J., and Martin, B. J.
(2006). Occupational Biomechanics (Ed.,3rd), Wiley,
New York.
Edholm, O. G., and Murrell, K. F. H. (1973).The
Ergonomics Society: A History 1(pp. 949-1970).
London : Ergonomics Research Society.
Engineering, Design,Technology, and Management of
Human-Compatible Systems,” Ergonomics. (Vol. 48,
No. 5, pp.436–463).
Karwowski, W. (1991). Ergonomic: Complexity, Fuzziness
and Ergonomic Incompatibility Issues in the Control of
Dynamic Work Environments. (34 (60, pp. 671–686.)
Karwowski, W. (2005). Ergonomics and Human Factors:
The Paradigms for Science, Engineering, Design,
Technology, and Management of Human-Compatible
Systems. Ergonomics. 48 (5), pp. 436–463.
Seta A. Wicaksana | 35
Karwowski, W., Salvendy, G., and Ahram, T. (2010).
Customer-Centered Design of Service Organizations :
in Introduction to Service Engineering. G.
Meister, D. (1999). Sejarah Faktor Manusia dan Ergonomi.
Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.
Salvendy and W. Karwowski, Eds., Wiley, Hoboken,
NJ, (pp. 179–206).
Nemeth, C. (2004). Human Factors Methods for Design
(Ed.,1), Boca Raton, FL : CRC Press.
Salvendy, G. (2012). Handbook of Human Factors and
Ergonomics (Ed.,4th), USA : JOHN WILEY &
SONS, INC.
Stanton, N., Hedge, A., Brookhuis, K., Salas, E., and
Hendrick, H.W. (2004), Handbook of Human Factors
and Ergonomics Methods (Ed.1st), Boca Raton, FL :
CRC Press.
Tarwaka. (2010). Ergonomi Indusri. Surakarta: Harapan
Press.
36 | Human Factor Engineering
Human Factors and Ergonomics From The Earliest Times to
The Present
Seta A. Wicaksana | 37
Latar Belakang
Setiap kali kita menggunakan alat atau mesin, kita
berinteraksi dengannya melalui antarmuka (pegangan,
setir, keyboard, mouse komputer, dan sejenisnya).
Pengetahuan
inti
Human
Factor
Ergonomics
menjelaskan, cara terbaik merancang alat dan mesin
untuk mengoptimalkan interaksi individu-alat dan
juga pengaruh kondisi lingkungan sekitar saat
interaksi berlangsung. Tujuannya adalah untuk
memaksimalkan kompatibilitas antara komponen
sistem dengan fokus utama pada penggunanya.
Awalnya, Human Factor Ergonomics berfokus pada
interaksi manusia-mesin lokal, sedangkan saat ini
fokus utamanya adalah pada interaksi manusiateknologi yang didefinisikan secara luas menurut
Salvendy (2012). Dalam pandangan ini, Human Factor
Ergonomics juga bisa disebut sebagai disiplin ekologi
teknologi menurut Salvendy (2012).
Ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan
informasi tentang karakter manusia, kapasitas
manusia dan keterbatasan manusia terhadap desain
dari tugas pekerja, sistem permesinan, tempat tinggal
dan lingkungan, sehingga manusia dapat hidup,
38 | Human Factor Engineering
bekerja dan bermain dengan aman, nyaman, serta
efisien (Annis & McConville, 1996). Pada tahun 1857,
B.W. Jastrzebowski menghasilkan sebuah risalah
filosofis tentang Ergonomi, yaitu Ilmu Pekerjaan.
Namun, tampaknya tetap tidak dikenal di luar
Polandia, hingga saat ini menurut Jastrzebowski
(1857).
Ergonomi atau Human Factor adalah disiplin sains
yang memberikan perhatian tentang interaksi antara
manusia serta elemen lain dari sebuah sistem dan
profesi yang menerapkan prinsip teori, data, serta
metode untuk membuat desain yang dapat
mengoptimalisasi kesejahteraan manusia, serta sistem
performa secara keseluruhan (IEA, 2000). Faktor
manusia dan ergonomi selalu memiliki banyak
kesamaan, tetapi perkembangannya telah bergerak
sepanjang garis yang agak berbeda. Faktor manusia
sangat menekankan pada integrasi pertimbangan
manusia ke dalam proses desain sistem total menurut
Bridger (2017).
Program ergonomi sering kali diperkenalkan
melalui infrastruktur keselamatan yang ada. Dalam
mendukung program, diadakan sebuah survei yang
dapat dilakukan untuk menentukan ruang lingkup
dan biaya masalah ergonomis yang ada. Dalam studi
salvendy (2012) mengatakan, bagian ergonomis
ditambahkan ke manual audit program keselamatan.
Pabrik Goodyear diminta untuk membentuk komite
Seta A. Wicaksana | 39
ergonomis, memberikan pelatihan kesadaran umum
kepada personel, dan melaksanakan audit untuk
mengidentifikasi masalah ergonomis di pabrik.
Dengan cara ini, ―pasar internal‖ diciptakan untuk
ergonomi dan program dilanjutkan dengan fase reaktif
di mana area masalah yang ada diidentifikasi dan
masalah diperbaiki.
Gold
(1994)
berpendapat,
bahwa
beban
pembuktian harus dibalik dan bahwa ada sedikit bukti
untuk efek negatif dari partisipasi pada kinerja. N.
Wilson dari University of Bradford Management
Center dalam Salvendy (2012) melaporkan, adanya
perbedaan produktivitas 5%-10% yang mendukung
perusahaan yang mengadopsi partisipasi pendekatan.
Salvendy (2012) melaporkan bahwa, penerapan
kelompok kerja otonom di sebuah perusahaan
makanan Irlandia menghasilkan peningkatan produksi
sebesar 36% dan peningkatan efisiensi pemeliharaan
dengan penghematan 25%.
Perkembangan cepat dari sistem yang digunakan
merupakan prioritas di banyak organisasi. Perubahan
demografis
di
negara-negara
industri
maju
menimbulkan kendala baru. Tenaga kerja yang menua
dan kekurangan tenaga terampil, ditambah dengan
epidemi obesitas dan gaya hidup tidak sehat telah
mengakibatkan penurunan persentase orang yang
mampu bekerja secara normal. Pada saat yang sama,
undang-undang tentang kesempatan yang sama
40 | Human Factor Engineering
menuntut agar, pemberi kerja menyediakan pekerjaan
bagi semua.
Perubahan demografis di negara-negara industri
maju menimbulkan kendala baru. Tenaga kerja yang
menua dan kekurangan tenaga terampil, ditambah
dengan epidemi obesitas dan gaya hidup tidak sehat
telah mengakibatkan penurunan persentase orang
yang mampu bekerja secara normal. Masalah
ergonomis fisik menjadi semakin penting seiring
bertambahnya usia angkatan kerja dan karenanya,
lebih banyak wanita mengambil pekerjaan yang
sebelumnya dilakukan oleh pria. Di negara
berkembang, desain dasar ergonomis untuk pabrik
dan perkantoran masih dibutuhkan.
Salah satu faktor pengereman utama pada
pengenalan Artificial Intelligence (dan salah satu alasan
mengapa mereka tidak meluncurkan sistem ahli dalam
perawatan kesehatan 30 tahun yang lalu) adalah
bahwa seseorang harus bertanggung jawab secara
hukum atas keputusan dan tindakan yang dibuat oleh
sistem Artificial Intelligence.
Seta A. Wicaksana | 41
Sejarah Singkat Ilmu
Ergonomi
Ergonomi muncul sebagai tanggapan atas masalah
desain dan operasional yang dihadirkan oleh
kemajuan teknologi di abad kedua puluh. Ini adalah
disiplin hibrida atau disambiguasi yang muncul
ketika, para ilmuwan terapan berkumpul untuk
memecahkan masalah lintas disiplin yang kompleks
dan perkembangannya berasal dari proses sejarah
yang sama yang memunculkan disiplin ilmu lain,
seperti teknik industri dan kedokteran pekerjaan.
Berikut adalah beberapa inti ilmu dari mana ilmu
ergonomi diambil, di antaranya adalah sebagai
berikut:
1. Psikologi
Psikologi kerja berkembang pada tahun 1920-an dan
1930-an. Inti dari Taylorisme adalah menganggap
pekerja sebagai individu yang terisolasi yang hasilnya
ditentukan oleh faktor fisik seperti kelelahan, desain
pekerjaan yang buruk, dan insentif ekonomi. Sebuah
pekerjaan akan didesain ulang untuk membuatnya
42 | Human Factor Engineering
sesederhana mungkin untuk dipelajari dan dilakukan.
Standar produksi dan tingkat gaji akan ditetapkan dan
skema bonus diperkenalkan sebagai insentif bagi
pekerja untuk menghasilkan hasil lebih dari standar.
Diasumsikan bahwa, "manusia ekonomi rasional" akan
memaksimalkan
produktivitas
mereka
untuk
memaksimalkan bonus. Dalam konteks sosial, standar
produksi yang lama dalam sebuah pekerjaan dan
sedang berlangsung, akan segera diabaikan. Hal
tersebut akan terganti dengan standar produksi yang
baru dan lebih tinggi diperkenalkan setiap kali ada
peningkatan output yang berkelanjutan dicapai dan
bonus hanya dibayarkan ketika standar baru
terlampaui. Tidak mengherankan, para pekerja
bereaksi dengan membatasi output mereka untuk
mencegah standar dinaikkan dan memberikan tekanan
sosial yang berujung pada "penghancur tarif".
2. Ilmu Urai
Ilmu Urai atau Anatomi adalah ilmu yang mempelajari
tubuh manusia dan hubungannya dengan anggota
tubuh lain. Ilmu urai mulai ada dan terkenal saat
zaman Yunani kuno. Kemudian, berkembang ke
berbagai daerah di dunia. Hal ini terus berlanjut
hingga saat ini, di mana perkembangan ilmu urai telah
memasuki tahap baru dalam perkembangan
nanopartikel untuk penyakit kanker otak. Hal ini juga
Seta A. Wicaksana | 43
berlanjut kepada perkembangan ilmu urai dengan
ilmu ergonomi dalam penanganan medis dengan alat
medis yang mutakhir hingga standar operasional
prosedur dalam melakukan kegiatan berdasarkan
kode etik ilmu urai.
3. Fisiologi
Okupasi kedokteran berasal dari abad kedelapan belas
ketika Ramazini (1717) dikatakan, menulis risalah
tentang ―Penyakit Pedagang‖, tetapi risalah itu diubah
menjadi lebih formal pada awal abad kedua puluh.
Komite Kesehatan dan Pekerja amunisi mempelajari
kondisi di pabrik amunisi dan faktor-faktor yang
memengaruhi produktivitas seperti lamanya hari
kerja. Fisiologi kemudian menjadi Badan Penelitian
Kesehatan Industri dan bidang minatnya cukup luas
meliputi ventilasi, pengaruh panas, dan kerja shift
serta pelatihan. Rekomendasi dibuat pada saat ini
untuk berbagai aspek pekerjaan industri termasuk
jenis makanan yang disajikan di kantin pabrik, dengan
mempertimbangkan kemungkinan kekurangan nutrisi
tenaga kerja dan tuntutan pekerjaan. Dari fondasi
seperti inilah, fisiologi industri dan kesehatan kerja
telah muncul (sungguh mengejutkan, mengingat
tingginya insiden gangguan trauma kumulatif saat ini,
tetapi betapa sedikit industri yang telah bertindak
44 | Human Factor Engineering
berdasarkan kesimpulan yang telah dikumpulkan
dalam penelitian.
4.
Fisika (Khususnya Mekanika dan Fisika Lingkungan)
Behaviorisme melihat bahwa, pembelajaran sebagai
rangkaian pasangan stimulus-respons di bawah
kendali penguatan, atau rangsangan yang bermanfaat
dari lingkungan. Dalam pembelajaran terprogram,
materi yang akan dipelajari disajikan secara bertahap
dan urutan penyajian informasi yang akan dipelajari
ditentukan
oleh
apakah
tanggapan
peserta
sebelumnya benar atau salah.
Tekanan untuk penggunaan mesin yang produktif
dan efisien diperkuat oleh tuntutan Perang Dunia II
dan membawa psikolog ke dalam kontak langsung
dengan masalah interaksi manusia-mesin. Psikolog
Cambridge terkenal Sir Frederick Bartlett membangun
simulator pesawat Spitfire dan menyelidiki efek stres
dan kelelahan pada perilaku pilot. Hal ini
menyebabkan peningkatan pemahaman tentang
perbedaan individu dalam menanggapi stres dan
memungkinkan kerusakan kinerja terampil dijelaskan
dalam istilah psikologis, bukan berbasis mesin.
Penyempitan persepsi, yang terjadi akibat kelelahan
atau sebagai respons maladaptif terhadap stres berat,
adalah salah satu contohnya.
Seta A. Wicaksana | 45
5. Rekayasa
Studi kerja dan manajemen ilmiah adalah pelopor
studi gerak dan waktu dan rekayasa manusia.
Perusahaan mempekerjakan generasi baru spesialis
untuk menyelidiki interaksi manusia-mesin dan untuk
merancang tugas. Praktik kerja tidak lagi dianggap
sebagai kebijaksanaan pekerja atau ditentukan oleh
tradisi atau teknologi, tetapi dianggap sebagai sesuatu
yang harus dibeli di bawah kendali manajemen.
Perubahan pandangan ini merupakan persyaratan
penting untuk pengenalan teknik perakitan massal dan
jalur produksi.
Studi waktu dan gerak atau rekayasa metode
dapat dikritik karena banyak alasan di antaranya, ia
hanya melihat fitur superfisial dari kinerja tugas, ia
membuat asumsi yang tidak beralasan tentang orang,
dan itu sedikit lebih dari akal sehat. Banyak yang
berpendapat bahwa, Taylorisme berhasil "menghilangkan keterampilan" pengrajin dan menciptakan
pekerjaan yang biasa-biasa saja dan berulang.
Pandangan alternatif adalah bahwa, rekayasa ulang
produk untuk produksi massal yang benar-benar
membuat para pengrajin Victoria tidak terampil,
sehingga memunculkan seluruh generasi produk yang
diproduksi secara massal yang semakin terjangkau
oleh sejumlah besar orang, termasuk mereka yang
memproduksinya.
46 | Human Factor Engineering
6. Teknik Industri
Hal ini bermula Paradoks pengamat, di mana perilaku
yang diamati secara tidak sengaja dipengaruhi oleh
pengamat. Hal ini memunculkan Hawthorne effect, di
mana secara insting individu melakukan peningkatan
dalam tingkah laku mereka, sehingga perilaku mereka
menjadi berubah dari perilaku yang ―termodifikasi‖.
Atas penjelasan ini pada tempo waktu sebelumnya,
secara tidak langsung membuat "hubungan antar
manusia" menjadi lebih baik, meskipun para peneliti
tidak berusaha untuk mengukur "hubungan antar
manusia". Penjelasan ini juga membuat situasi
perusahaan menjadi baik, seperti organisasi kerja yang
lebih baik, insentif ekonomi yang lebih baik, dan
teknik industri berkembang menjadi lebih baik tanpa
ada yang terabaikan. Meski demikian, ada beberapa
penelitian yang tidak percaya dan menguji kembali
terkait Hawthorne effect. Meski hasilnya masih
diperdebatkan, tetapi hal ini menjadi kabar baik dalam
mengatur perilaku pegawai dalam teknik industri dan
dapat diaplikasikan dalam perubahan pada praktik
kerja yang dilakukan para peneliti saat menyiapkan
penelitian eksperimen.
7. Desain Industri
Desain industri mulai terkenal saat revolusi industri di
negara inggris pada abad 18. Pada saat itu, terjadi
Seta A. Wicaksana | 47
perkembangan metode kerajinan tangan. Selain itu,
terdapat sistem pabrikan (manufacture) mulai dikenal
pada pertengahan abad ke 18, tetapi masih tetap
menggunakan metode-metode tradisional dengan
jaringan-jaringan bengkel kecil. Dewasa ini, revolusi
industri juga mulai memasuki babak baru dengan
nama revolusi industri 4.0. Pada revolusi ini,
perusahaan mulai mengintegrasikan teknik otomasi,
komputer, dan jaringan internet untuk meningkatkan
produktivitas di bidang industri. Salah satu contohnya
saja adalah produksi makanan di Jepang, di mana
banyak pengusaha yang menggunakan robot untuk
memproduksi sushi dengan berbagai topping ataupun
penggunaan mobil otonom yang dapat bergerak
sendiri dengan sensor. Hal ini berkaitan dengan
Human Factor Engineering, di mana ergonomis dari
barang industri disesuaikan demi kenyamanan dan
efektifitas pengguna. Dengan demikian, desain
industri dan ilmu Human Factor Engineering masih
berkaitan hingga saat ini.
8. Teori Sistem
Teori sistem sosioteknik muncul di Inggris Raya
setelah Perang Dunia II. Trist dan Bamforth (1951)
mengatakan, mereka menyelidiki konsekuensi sosial
dan psikologis dari penambangan batu bara mekanis
dalam konteks insiden gangguan psikosomatis yang
48 | Human Factor Engineering
dilaporkan lebih tinggi di antara para penambang
yang bekerja dalam kondisi mekanis. Mereka
menunjukkan hasil bahwa, adanya metode mekanis
yang berbeda, secara asal dan skalanya permukaan
antara bekerja di pabrik dengan bekerja di tempat
tambang batu bara. Di tambang batu bara, diperlukan
bentuk organisasi sosial yang berbeda karena sifat
lingkungan kerja di tambang yang secara intrinsik
tidak dapat diprediksi dibandingkan dengan mereka
yang kerja di pabrik. Organisasi teknologi, organisasi
sosial, dan lingkungan lokal harus melihat hal ini
sebagai masukan dalam rancangan membuat sebuah
bentuk struktur sistem kerja yang jelas, agar
kompatibel satu sama lain dan dapat meningkatkan
skala produktivitas yang baik, serta memberikan
kesehatan dan keselamatan kerja akan tekanan
patologis dan psikologis yang dimiliki oleh pekerja.
Seta A. Wicaksana | 49
Upaya Memanusiakan
Pekerja
Pada 1960-an, 1970-an, dan 1980-an, sejumlah program
berskala besar dimulai di beberapa negara Eropa.
Program-program ini dimotivasi oleh berbagai faktor.
Misalnya, generasi lulusan sekolah berturut-turut di
negara-negara yang bersangkutan memiliki tingkat
pendidikan yang semakin tinggi dan harapan akan
pekerjaan yang semakin tinggi. Program-program
tersebut berusaha untuk memberikan pekerjaan yang
lebih berkualitas melalui perubahan dalam organisasi
kerja. Beberapa karakteristik umum dari pekerjaan
yang baik secara psikologis menguntungkan, baik dari
sisi finansial, karier, atau sisi psikis.
Di Swedia, perusahaan mobil Volvo di mana
mengalami tingkat ketidakhadiran dan perputaran
tenaga kerja yang tinggi pada tahun 1960-an, mencoba
membuat program untuk menemukan cara baru
dalam merakit mobil sebagai upaya untuk memiliki
tenaga kerja yang lebih stabil, termotivasi, dan
produktif. Metode lini produksi konvensional yang
awalnya diterapkan, digantikan oleh "produksi unit".
Tim pekerja diawaki oleh gerobak perakitan listrik, di
50 | Human Factor Engineering
mana bergerak di sekitar area perakitan berhenti di
toko-toko terpusat untuk mengumpulkan berbagai
komponen.
Sering kali sulit untuk menguraikan efek program
semacam itu pada produktivitas atau imbalan
psikologis dari pekerjaan karena banyak faktor
berbeda yang terlibat. Produksi unit mengubah
hubungan sosial antar manusia, tetapi juga
menghilangkan kerja ―dua kali‖ (dalam hal ini, tingkat
pekerjaan ditentukan oleh mesin dan mencegah
pekerjaan dilakukan dua kali dalam satu waktu) dan
memperpanjang waktu siklus. Kedua faktor tersebut,
diketahui memengaruhi kepuasan kerja. Program
British Quality of Working Life dikatakan Tynan
dalam Salvendy (2012), mereka berusaha untuk
menggabungkan pendekatan baru untuk mendesain
pekerjaan dengan perubahan teknologi dan dikatakan
bahwa, sejak adanya perubahan teknologi, memaksa
perubahan desain secara ulang dalam pekerjaan,
peluang yang disajikan oleh teknologi baru paling baik
dapat
direalisasikan
dengan
mengoptimalkan
organisasi kerja, dan perlu adanya perubahan dalam
desain pekerjaan, manajemen, serikat pekerja, dan
pekerja harus diikutsertakan dalam pendekatan
partisipatif terhadap rancangan pekerjaan dengan
teknologi terbaru dalam sistem kerja mereka. Dengan
demikian, maka sistemasi kerja dapat berjalan secara
optimal, efisien, dan efektif.
Seta A. Wicaksana | 51
Sukses Program Manajemen
Pekerjaan
Tempat kerja modern, menurut pandangan ini,
dicirikan oleh fleksibilitas dan kebijaksanaan individu
atas elemen-elemen pekerjaan. Tugas tradisional, tugas
yang sudah dibagi, berulang, dan hierarki organisasi
yang kaku, telah diganti dengan sistem yang lebih
terdesentralisasi atau diberikan kepada bawahan.
Sejauh mana pemikiran ini telah benar-benar
menembus organisasi dan menggantikan gaya
manajemen tradisional adalah pertanyaan terbuka
untuk penyelidikan secara empiris. Hal ini telah diteliti
oleh Boreham (1992), di mana dia melakukan studi
komparatif internasional tentang organisasi kerja dan
jumlah kebijaksanaan yang tersedia untuk karyawan
di berbagai organisasi di Amerika Serikat, Australia,
Inggris, Kanada, Jerman, Jepang, dan Swedia. Hasil
mengatakan bahwa, adanya Otonomi ditemukan
sebagai milik individu berstatus lebih tinggi.
Kemudian, individu dengan status yang lebih rendah
hampir
sepenuhnya
tidak
dilibatkan
dalam
pengambilan keputusan tentang produksi di
organisasi mereka. Mengutip temuan tersebut sebagai
52 | Human Factor Engineering
bukti untuk "mitos manajemen pasca-Fordist", Boreham
menyimpulkan bahwa, ada sedikit bukti yang
menunjukkan praktik organisasi yang benar-benar
partisipatif telah diterapkan di negara-negara yang
diteliti.
Dalam beberapa perkembangan, dari zaman
dahulu hingga sekarang, telah terjadi interaksi antara
manusia dengan beberapa alat. Kita bisa sebut
contohnya pada zaman purba, di mana saat manusia
masih menggunakan tombak untuk berburu.
Kemudian, berlanjut manusia dengan hewan ternak
untuk menggembur tanah, hingga zaman industri di
mana terjadi interaksi manusia dengan mesin untuk
pertama kalinya. Dalam waktu yang bersamaan,
terjadi pula interaksi manusia dengan alat, sistem, dan
lingkungan dalam menunjang aktivitas manusia. Hal
ini sesuai dengan Bridger (2017) yang mengatakan,
manusia dalam melakukan kegiatannya sering
mengalami interaksi dengan sekitarnya dalam
menjalankan aktivitasnya. Salvendy (2012) dalam
bukunya mengatakan, ergonomi adalah ilmu ilmiah
disiplin yang bersangkutan dengan interaksi manusia
dengan berbagai elemen dalam tempat kerja dan
profesi di mana manusia bekerja. Hal ini juga
didukung menurut Stanton (2004), ilmu ergonomi
adalah ilmu yang membahas bagaimana manusia
berinteraksi dan menggunakan alat yang mereka
punya untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.
Seta A. Wicaksana | 53
Dengan demikian, ilmu ergonomi adalah ilmu yang
berkaitan dengan penyelesaian masalah yang dihadapi
manusia dengan peralatan yang dimiliki.
Berlanjut kepada sejarah pembentukan ilmu
ergonomi. Ilmu ergonomi terbentuk akibat adanya
tuntutan terhadap tanggapan atas masalah desain dan
operasional yang dihadirkan oleh kemajuan teknologi
di abad kedua puluh. Untuk menjawab permasalahan
tersebut, maka dibuatlah ilmu ergonomi. Bridger
(2017) mengatakan, ilmu ergonomi merupakan ilmu
campuran dan campuran tersebut terdiri dari beberapa
cabang ilmu, yakni psikologi, ilmu anatomi tubuh,
fisiologi, fisika (lebih ke arah mekanik dan lingkungan
fisik), ilmu teknik, teknik Industri, desain industri, dan
teori sistem. Atas dasar inilah, ilmu ergonomi
dikatakan sebagai ilmu campuran dan sekilas perihal
sejarah dari ilmu ergonomi.
Selain itu, ada satu gaya manajemen yang
disebutkan dalam Bridger (2017) pada permulaan ilmu
ergonomi. Gaya manajemen itu adalah gaya Taylorism.
Taylorism juga disebut manajemen ilmiah, adalah
sebuah gagasan tentang analisis kerja yang meyakini
bahwa, peningkatan produktivitas bermanfaat, baik
bagi para pengusaha maupun para pekerja jika biaya
produksi
ditekan
serendah-rendahnya.
Dalam
pendekatan ini, ada beberapa manfaat yang didapatkan, yaitu :
54 | Human Factor Engineering
1. Pendekatan ini mempunyai fleksibilitas yang
lebih besar dalam mengalokasikan operator
untuk tugas-tugas yang dipelajari dengan
mudah.
2. Pendekatan ini lebih sedikit pekerja terampil
yang dibutuhkan. Kekurangan keterampilan
dapat dihindari dan biaya pelatihan dan gaji bisa
lebih mudah ditahan.
3. Pendekatan ini melakukan pengenalan pekerjaan
yang serba cepat, sehingga memungkinkan
jadwal produksi dikuantifikasi atau jumlah
produksi diperketat. Hasil ini berpengaruh pada
prediksi output yang lebih baik dapat dibuat dan
dihasilkan.
4. Pendekatan ini juga menunjukkan efek yang
nyata, jika setiap orang bekerja dengan
kecepatan yang sama dan intinya adalah hasil
selalu merupakan produk akhir dan jadi tujuan
utama.
Berlanjut ke beberapa kesempatan dalam
perkembangan ilmu ergonomi. Pada perkembangannya, terjadi beberapa penemuan. Di antaranya adalah
hawthorne effect dari penelitian eksperimen dalam
paradoks observer dalam Salvendy (2012). Selain itu,
hasil penelitian lain adalah terciptanya teori sistem
sosio-teknologi, medis okupasional, Human Performance Psychology, teori ―Fitting The Man to Job‖ vs
Fitting The Job to Man‖, hingga Human Factor
Seta A. Wicaksana | 55
Ergonomics. Dari penelitian ini yang telah dihasilkan
dan memunculkan berbagai teori, kita bisa melihat
interaksi manusia dengan alat yang menunjang
kegiatannya. Bridger (2017) mengatakan, dengan
adanya alat penunjang, membuat pekerjaan manusia
menjadi lebih mudah. Meskipun beberapa penelitian
membuktikan bahwa efek tersebut tidak ada
dampaknya, tetapi setidaknya dengan bukti penelitian
ini, membuktikan adanya interaksi manusia dengan
alat, sistem, dan lingkungan demi efektivitas pekerjaan
manusia lebih baik.
Selain itu, ada peran karyawan yang tidak bisa
dianggap remeh. Karyawan dianggap sebagai salah
satu komponen dalam sebuah perusahaan yang tidak
bisa dianggap remeh. Meski begitu, karyawan harus
menyadari beberapa hal penting dalam perusahaan.
Bridger (2017) mengatakan, persyaratan tersebut di
antaranya adalah :
1. Karyawan
harus
menyadari
pentingnya
partisipasi dalam kegiatan perusahaannya.
2. Karyawan harus percaya bahwa, keikutsertaan
mereka tidak akan berdampak negatif dan
bahwa, mereka akan memiliki kendali atas
keputusan akhir.
3. Karyawan harus memahami bahwa, perubahan
dalam perusahaan harus diperkenalkan dengan
cara yang sah.
56 | Human Factor Engineering
4. Karyawan percaya bahwa, perubahan dalam
perusahaan, dilaksanakan dengan benar.
5. Karyawan harus diberi peran nyata untuk
diberikan dalam pengenalan dan pengujian caracara baru bekerja dalam perusahaan.
Pada kelanjutan dari ilmu ergonomi, dibuktikan
dengan adanya revolusi industri. Hal ini dibuat pada
abad akhir 21 dan menyebabkan berbagai perubahan.
Bridger (2017) mengatakan, ada beberapa perubahan
yang terjadi, yaitu :
1. Laju perubahan telah meningkat karena adanya
pertemuan teknologi sebagai pendukung utama.
Hal ini bisa kita lihat dari aktivitas warganet
yang meninggi seiring berjalannya waktu dalam
berinternet.
2. Pekerjaan utama yang cenderung diotomatiskan
adalah pekerjaan rutin, berbasis aturan, dan
proses.
3. Hubungan dengan internet semakin erat seiring
berjalannya waktu
4. Algoritma di mesin penelusur seperti Google
dalam memantau perilaku online kita dan
menyesuaikan interaksi dalam berinternet. Hal
ini juga berpengaruh dan digunakan dalam
pengelolaan organisasi untuk mengotomatiskan
Seta A. Wicaksana | 57
segala bentuk proses konsultasi yang melibatkan
karyawan.
Selain itu, dalam ilmu ergonomi terdapat dua alat
yang digunakan. Dua alat tersebut adalah ceklis
ergonomi dan analisa tugas. Pertama perihal ceklis
ergonomi. Alat ini ditemukan oleh profesor E.
Grandjean dalam Salvendy (2012). Alat ini digunakan
untuk membantu dalam investigasi kondisi kerja. Basis
dari alat ini adalah untuk memastikan pengurus dapat
mengecek kondisi kerja semua aspek di perusahaan
secara menyeluruh. Di dalam ceklis ergonomi,
terdapat peraturan dan pedoman sehingga memastikan tidak ada kemungkinan faktor ergonomis yang
tertinggal. Kemudian, alat kedua bernama analisa
tugas. Analisa tugas adalah alat yang berguna untuk
mengurutkan tugas dan sub-tugas, mengidentifikasi
pelaku atau pengguna dalam aksinya, aktivitas ikatan
atau operasi, lingkungan, keadaan awal dalam bekerja,
keadaan tujuan dalam bekerja, dan melengkapi
persyaratan tugas seperti perangkat keras, perangkat
lunak atau informasi. Bridger (2017) mengatakan,
analisa tugas adalah sebuah alat untuk menganalisa
kegiatan yang sedang, akan, atau sudah dijalankan.
Kita bisa ambil contoh misalnya mengumpulkan
deskripsi terperinci dari pengguna ahli tentang apa
orang yang berbeda dan mengidentifikasi semua
proses yang membentuk aktivitas. Hasil yang didapat
dari analisa tugas terkait pernyataan sebelumnya
58 | Human Factor Engineering
semisal mendeskripsikan perilaku karyawan yang
diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan tertentu
dan mendeskripsikan tugas saat dilaksanakan oleh
sistem di sebuah perusahaan.
Meski demikian, ada beberapa hal yang
diperhatikan dalam menggunakan alat dari ilmu
ergonomi ini. Bridger (2017) mengatakan, setidaknya
ada 7 hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Validitas, di mana seberapa valid dari alat yang
digunakan.
2. Reliabilitas, di mana seberapa sesuaikah alat
yang digunakan.
3. Sensibilitas, di mana apakah alat ini bisa
merasakan perbedaan dari apa yang ada di
lapangan dengan data yang ingin dicari.
4. Diagnostik, di mana seberapa alat itu cukup
memberikan informasi yang diinginkan.
5. Intrusiveness, di mana apakah alat ini gampang
terganggu atau tidak oleh faktor eksternal.
6. Acceptability, di mana apakah alat ini dapat
diterima dan digunakan oleh banyak orang.
7. Assessment of costs, di mana apakah alat yang
digunakan sesuai dengan biaya yang dibutuhkan.
Selain itu, ada 3 konsep dalam membahas
kemanfaatan ekonomi berdasarkan ilmu ergonomi.
Menurut Bridger (2017), 3 konsep tersebut adalah
Seta A. Wicaksana | 59
efikasi, efektivitas, dan efisien. Berikut definisi dari 3
konsep tersebut :
1. Khasiat atau efikasi adalah konsep yang berisi
apakah aplikasi bekerja dalam kondisi ideal.
2. Efektivitas adalah konsep aplikasi yang bekerja
dalam kondisi penggunaan normal.
3. Efisiensi adalah konsep perihal apakah aplikasi
menghemat lebih banyak sumber daya daripada
yang mereka konsumsi.
Berlanjut ke bagian model dalam ilmu ergonomi,
terdapat model dalam ilmu ergonomi yang bernama
Oxenburgh Productivity Model. Model ini dijelaskan
menurut Bridger (2017) bahwa, model ini adalah
model yang menjelaskan perihal identifikasi pekerjaan
dengan tingkat ketidakhadiran, cedera, atau
pergantian staf yang tinggi. Selain itu, biaya dari
modifikasi akan model ini dapat dihitung dalam bahan
dan biaya tenaga kerja yang diperlukan untuk
melaksanakan serta menargetkan mereka, serta waktu
henti selama desain ulang. Dengan kata lain, model ini
dihitung berdasarkan jumlah gaji yang dibayar untuk
karyawan ditambah administrasi, biaya upah, serta
biaya pegawai. Contoh lain dari biaya upah langsung
adalah upah dari pengemudi gojek dari mengantar
pelanggan dan dapat 100 ribu. Perusahaan akan
mendapatkan 20% dari pendapatan. Jadi, pendapat
yang didapat perusahaan adalah 20 ribu dan
pengemudi gojek dapat 80 ribu akibat pemotongan
sebesar 20%.
60 | Human Factor Engineering
Arah Masa Depan untuk
Human Factor Engineering
―Technology push‖ adalah salah satu faktor utama yang
memengaruhi arah dan pertumbuhan Human Factor
Engineering. Peningkatan dalam kekuatan dan
kecepatan pemrosesan ditambah dengan pembelajaran
mesin dan kecerdasan buatan akan memiliki
perubahan besar di dunia kerja. Masalah yang sulit
secara komputasi seperti manajemen rantai pasokan,
perencanaan
tenaga kerja,
dan
penjadwalan
pemeliharaan dapat disesuaikan dengan otomatisasi
menggunakan sistem cerdas. Sistem ini dapat
menggantikan manajer menengah dengan mengambil
alih manajemen proses atau membantu mereka
melalui kemampuan untuk menjalankan sejumlah
besar simulasi kompleks untuk mendukung
perencanaan. Tugas yang memiliki prioritas tinggi
untuk organisasi, sesuai dengan teknologi baru, dan
saat ini sulit atau menantang kemungkinan besar akan
diotomatiskan terlebih dahulu. Dengan peningkatan
pesat dalam pengenalan ucapan dan pemrosesan
bahasa alami, fungsi yang lebih "berpusat pada
manusia" seperti sumber daya manusia dapat
diotomatiskan.
Seta A. Wicaksana | 61
Teknologi Sistem Baru
dengan Kinerja Individu
Rockart (1995; dalam Irwansyah, 2003) menyatakan
bahwa, teknologi informasi merupakan sumber daya
keempat setelah sumber daya manusia, sumber daya
uang, dan sumber daya mesin yang digunakan
manajer untuk membentuk dan mengoperasikan
perusahaan. Keberhasilan sistem informasi suatu
perusahaan tergantung bagaimana sistem itu
dijalankan, kemudahan sistem itu bagi para
pemakainya, dan pemanfaatan teknologi yang
digunakan Goodhue (1995). Dalam penelitian
Goodhue dan Thompson (1995) mengatakan,
pencapaian kinerja individu dinyatakan berkaitan
dengan pencapaian serangkaian tugas-tugas individu
dengan dukungan teknologi informasi yang ada.
Jumlah sarana komputer dalam perusahaan sangat
memengaruhi dalam implementasi teknologi sistem
informasi baru pada perusahaan.
Dengan lebih banyak fasilitas pendukung yang
disediakan bagi pemakai, maka semakin memudahkan
pemakai mengakses data yang dibutuhkan untuk
penyelesaian tugas individu dalam perusahaan atau
62 | Human Factor Engineering
organisasi. Diharapkan dengan teknologi sistem
informasi yang baru individu dari perusahaan atau
organisasi yang merupakan pemakai sistem tersebut,
menghasilkan output yang semakin baik dan kinerja
yang dihasilkan tentu akan meningkat. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Jumaili (2005), di mana
dia melihat arah hubungan kinerja dan teknologi
sistem baru dan menyatakan bahwa, bila skor pada
variabel teknologi meningkat, maka dapat diramalkan
skor variabel kinerja meningkat pula. Hasil tersebut
sesuai dengan temuan penelitian Goodhue (1995) dan
Irwansyah (2003) menemukan bahwa, pemakai yang
memberikan nilai evaluasi tinggi adalah pemakai yang
merasa bahwa, teknologi sistem informasi baru yang
diimplementasikan dalam organisasi atau perusahaan,
dapat meningkatkan kinerja individu pemakai
tersebut.
Terakhir perihal masa depan dari ilmu ergonomi.
Seperti yang kita ketahui, ilmu ergonomi akan
berkembang seiring berjalannya waktu. Hal ini tidak
terlepas dengan adanya peran teknologi yang semakin
pesat. Selain itu, tuntutan manusia ingin mencari
segala hal dengan cepat menimbulkan efek domino
tersebut. Oleh karena itu, ilmu ergonomi dapat
dikatakan
dapat
berkembang
pesat
seiring
bertambahnya minat dari pihak-pihak, terutama
perusahaan yang ingin mengembangkan sumber daya
yang dia miliki, alat, sistem, serta iklim lingkungan
dari perusahaan tersebut.
Seta A. Wicaksana | 63
Kesimpulan
Human Factor Engineering menempati posisi tak
bertuan antara teknik, kedokteran, arsitektur,
kesehatan & keselamatan, ilmu komputer, dan desain
produk konsumen. Hal ini adalah satu-satunya subjek
ilmiah yang secara khusus berfokus pada interaksi
antara manusia dan mesin. Secara historis, Human
Factor Engineering dapat dilihat, muncul sebagai
respons terhadap kebutuhan akan desain sistem
kompleks yang cepat. Ahli ergonomis modern
memiliki peran penting sebagai anggota tim desain,
memberikan informasi ilmiah tentang personel
(komoditas langka di banyak organisasi), dan
memastikan bahwa semua aspek sistem dievaluasi
dari sudut pandang pengguna atau operator melihat
mulai banyak alat sekarang yang tersedia untuk
analisis sistematis dan spesifikasi ergonomi sistem.
Pendekatan partisipatif tampaknya menjadi cara
terbaik untuk memastikan bahwa, penerapan
ergonomi akan efektif.
Peningkatan dalam kekuatan dan kecepatan
pemrosesan ditambah dengan pembelajaran mesin dan
kecerdasan buatan, akan memiliki perubahan besar di
64 | Human Factor Engineering
dunia kerja. Masalah yang sulit secara komputasi,
seperti manajemen rantai pasokan, perencanaan
tenaga kerja, dan penjadwalan pemeliharaan dapat
disesuaikan dengan otomatisasi menggunakan sistem
cerdas. Sistem ini dapat menggantikan manajer
menengah dengan mengambil alih manajemen proses
atau membantu mereka melalui kemampuan untuk
menjalankan sejumlah besar simulasi kompleks untuk
mendukung
perencanaan
pengenalan
Artificial
Intelligence. Dengan peningkatan pesat dalam
pengenalan ucapan dan pemrosesan bahasa alami,
fungsi yang lebih "berpusat pada manusia" seperti
sumber daya manusia dapat diotomatiskan secara
optimal di masa yang akan mendatang.
Seta A. Wicaksana | 65
Daftar Pustaka
Annis, J. F., & McConville, J. (1996). Anthropometry.
OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH, (no.
27,pp. 1-46). NEW YORK.
Boreham, P. (1992). The myth of post-Fordist management:
Work organisation and employee discretion in seven
countries. 14: 13–24. Employee Relations.
Bridger, R. S. (2017). Introduction to Human Factors and
Ergonomics (Fourth Edition), USA : CRC Press.
Dul, J., Bruder, R., Buckle, P., Carayon, P., Falzon, P.,
Marras, W. S., ... & van der Doelen, B. (2012). A
strategy
for
human
factors/ergonomics:
developing the discipline and profession.
Ergonomics, 55(4), 377-395.
Gold, M. (1994). Editorial. In: P+, European Participation
Monitor, The Economics of Participation, M. Gold, ed.
European Foundation for the Improvement of Living
and Working Conditions, ISSN 1017-6713. Dublin,
Ireland.
Goodhue, D.L. (1995). Management Science :
Understanding User Evaluation of Information
System, 1827 -1844.
66 | Human Factor Engineering
Goodhue, D.L, and Thompson, R.L. (1995). TaskTechnology Fit and Individual Performance, (pp. 213236) : MIS Quarterly.
IEA, 2000. The Discipline of Ergonomics. International
Ergonomics Association. [Accessed 11 January
2012 Available from: www.iea.cc ]
Irwansyah, 2003, Evaluasi Pemakai Atas Kecocokan
Tugas Teknologi yang Memengaruhi Kinerja
Individu. Thesis. Universitas Gadjah Mada.
Jastrzebowski, W. (1857). An outline of ergonomics, or
the science of work. Central Institute for Labour
Protection. Varsóvia.
Jumaili, S. (2005). Kepercayaan terhadap teknologi sistem
informasi baru dalam evaluasi kinerja individual. Solo:
Simposium Nasional Akuntansi VIII.
Karwowski, W. (2006). Handbook Of Human Factors And
Ergonomics : The Discipline Of Ergonomics And
Human Factors. 3, 3-31.
O‘Brien, S. (1994). Autonomous working at Galtee Foods
Dairygold. In: P+, European Participation Monitor,
The Economics of Participation, M. Gold, ed. European
Foundation for the Improvement of Living and
Working Conditions, Dublin, Ireland, ISSN 1017–
6713.
Ramazini, B. 1717. De Morbis Artificium. Available
from
:
Seta A. Wicaksana | 67
http://www.cdc.gov/niosh/hhe/reports/pdfs/1
990–0385–2173.pdf
Salvendy, G. (2012). Handbook of Human Factors and
Ergonomics (Ed.,4th), USA : JOHN WILEY &
SONS, INC.
Salvendy, G. (2012). Handbook of human factors and
ergonomics (Ed.). John Wiley & Sons.
Stanton, N., Hedge, A., Brookhuis, K., Salas, E., and
Hendrick, H.W. (2004), Handbook of Human Factors
and Ergonomics Methods (Ed.1st), Boca Raton, FL :
CRC Press.
Taylor, F.W. (1911). The Principles of Scientific
Management. London, New York : Harper and
Brothers Publishers.
Trist, E.L. and Bamforth, K.W. (1951). Human Relations:
Some social and psychological consequences of the
longwall method of coal getting. (4: 3–38).
Tynan, O. (1980). WRU Occasional Paper 16 : Improving
the quality of working life in the 1980’s, London :
Work Research Unit.
Vernon, H.M. (1920). Industrial efficiency and fatigue. In:
The Industrial Clinic, E.L. Collis (ed. John Bale).
London, 51–74.
68 | Human Factor Engineering
Human Factors and Ergonomics in Systems Design and
Project Management
Seta A. Wicaksana | 69
Semua ilmu tidak bisa berdiri sendiri. Hal ini pun
berlaku untuk ilmu Human Factor Engineering atau
ilmu ergonomi. Ilmu ergonomi juga membutuhkan
spesialisasi atau tim proyek, serta manajemen dalam
merancang sebuah produk hingga sebuah sistem.
Sistem dalam ilmu Human Factor Engineering sering
dibahas dan menjadi faktor penting yang berguna
dalam menjaga stabilitas sebuah perusahaan. Akan
tetapi, apakah kita mengetahui apa itu sistem?
Bagaimana cara kerjanya? Semua itu akan dibahas
dalam paragraf di bawah ini.
Sistem dibuat untuk memproses semua kegiatan
dalam perusahaan dan tujuan sistem adalah untuk
memberikan beberapa jenis kemampuan. Sistem
sendiri adalah kombinasi dari beberapa teknologi dan
aktivitas orang yang menggunakan teknologi untuk
mendukung operasi, serta manajemen dalam sebuah
perusahaan. Hal ini didukung menurut Bridger (2017)
bahwa, sistem adalah sekumpulan elemen, hubungan
antara elemen-elemen ini, dan batas di sekitarnya.
Kebanyakan sistem terdiri dari orang-orang dan
perangkat yang menjalankan satu atau lebih fungsi
(aktivitas) pada inputnya untuk menghasilkan suatu
bentuk keluaran. Pendapat lain menurut Salvendy
(2012) bahwa, sistem adalah kumpulan rangkaian
mekanisme yang sudah tersusun dengan sistematis
sehingga menyebabkan proses manajemenisasi
berjalan lancar. Dengan demikian, sistem adalah
70 | Human Factor Engineering
mekanisme sebuah perusahaan yang telah terbentuk
dengan penyesuaian dalam manajemenisasi pekerjaan
anggota dalam perusahaaan.
Ketika membangun sebuah sistem, pasti kita
melihat beberapa aspek sebagai pertimbangan. Bridger
(2017) mengatakan, aspek dalam membangun sebuah
sistem ada 3 komponen. Komponen tersebut adalah
Human (manusia), Environment (lingkungan), dan
Machine (mesin). Ketiga komponen ini seiring
berjalannya waktu menghasilkan hubungan timbal
yang tidak terelakkan dalam sebuah perusahaan.
Salvendy (2012) mendukung dan berkata, setidaknya 3
komponen inti ini menjadi modal awal dalam
membangun sebuah sistem yang sinergis dan efeknya
berjangka panjang. Bridger (2017) berkata, hubungan 3
komponen digambarkan layaknya hubungan diagram
venn yang menyatu dan berkaitan satu sama lain.
Dengan demikian, 3 komponen tersebut tidak bisa
dielakkan dalam membangun sebuah sistem dalam
perusahaan.
Dengan implementasi dari sistem, membuat ilmu
ergonomi menjadi ilmu yang dapat menjelaskan
perihal mekanisme sistem dari sudut pandang Human
Factor Engineering. Hal ini juga tidak terlepas dari
definisi ilmu ergonomi, yaitu ilmu yang mempelajari
interaksi antara manusia dengan teknologi, serta
faktor-faktor yang memengaruhinya interaksi. Hal ini
didukung menurut Salvendy (2012) bahwa, ergonomi
Seta A. Wicaksana | 71
adalah ilmu ilmiah disiplin yang mempelajari interaksi
manusia dengan berbagai elemen dalam tempat kerja
dan profesi di mana manusia bekerja. Hal ini
didukung menurut Stanton (2004) bahwa, ilmu
ergonomi adalah ilmu yang membahas bagaimana
manusia berinteraksi dan menggunakan alat yang
mereka untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.
Dengan demikian, ilmu ergonomi tidak dapat
terpisahkan dalam menjelaskan mekanisme sistem
dalam perusahaan.
Selain sistem, ilmu ergonomi juga melihat faktor
risiko dalam pekerjaan. Bridger (2017) mengatakan,
faktor risiko dalam pekerjaan juga menjadi salah satu
fokus dalam memahami mekanisme karyawan dan
risiko mereka dalam bekerja. Faktor risiko dalam
pekerjaan tersebut seperti kelelahan, kecelakaan dalam
kerja, kesulitan pengguna dalam menggunakan sebuah
produk, dan semangat rendah karyawan serta sikap
apatis karyawan. Salvendy (2012) berkata, faktor
kecelakaan dalam kerja menjadi faktor yang perlu
diperhatikan demi kenyamanan dan keamanan
pegawai dalam bekerja.
Dalam sistem sendiri, terdapat permasalahan plus
penyelesaiannya berdasarkan ilmu ergonomi. Pertama,
pembahasan perihal Emergent Properties dan Emergent
Problems. Bridger (2017) mengatakan, Emergent
Properties adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan bahwa sistem perusahaan memiliki
72 | Human Factor Engineering
kemampuan dan properti (alat serta peralatan) di atas
rata-rata dalam membantu pekerjaan manusia.
Sementara, Emergent Problems adalah masalah yang
muncul akibat sering terjadi tatap antarmuka manusia
dalam perusahaan. Dalam menghadapi 2 masalah
tersebut, terdapat penyelesaian menurut ilmu
ergonomi.
Bridger
(2017)
mengatakan,
penyelesaiannya ada 3, yaitu penyelesaian ala “TopDown,” “Bottom-Up,” & “Same-Level”. Penyelesaian ala
“Top-Down,” adalah penyelesaian yang dilakukan
dengan mengubah sebuah sistem yang berefek besar.
Contohnya adalah perubahan cara bekerja perusahaan,
adanya pekerjaan tipe terbaru atau pembuatan divisi
terbaru, rotasi pekerjaan, dan sejenisnya. Kemudian
tentang
penyelesaian
“Bottom-Up,”
di
mana
penyelesaian ini berefek kecil dan tidak mengubah
sistem. Contoh penyelesaian ini adalah perubahan alat
yang digunakan, mendesain ulang tata letak kantor,
dan memberikan bantuan dalam pekerjaan. Terakhir,
perihal penyelesaian “Same-Level” adalah penyelesaian
yang masih dalam tahap perubahan secara umumnya.
Contohnya adalah meningkatkan lingkungan dalam
pekerjaan dan menggambar ulang ruang kerja. Dengan
pendekatan ini, bisa menyelesaikan permasalahan
dalam perusahaan, baik dalam skala mikro maupun
makro.
Ketika sudah mendengar kata sistem, pasti hal
yang dipikirkan adalah proses mekanisme atau alur
Seta A. Wicaksana | 73
yang komplek. Bridger (2017) mengatakan, sistem
yang kompleks itu memiliki beberapa hal, yaitu waktu
pengembangan sistem yang lama, Banyak komponen
dan sub-komponen yang dibutuhkan, "Peran" yang
dibutuhkan daripada sebatas banyaknya "orang",
Proses ―Top-Down‖ berulang seiring berkembangnya
konsep sistem yang dipegang oleh perusahaan, dan
Tidak ada "gigi mundur" atau kembali ke awal. Maka
dari itu, dibuatlah sebuah model bernama CADMID
Cycle. Bridger (2017) mengatakan, CADMID terdiri
dari beberapa singkatan, yaitu Conception, Assessment,
Design, Manufacture, In-use, & Decommission. Pertama
perihal konsep Conception di mana didefinisi sebagai
pernyataan persyaratan sistem atau pengguna. Kedua,
konsep Assessment, di mana didefinisikan sebagai
konsep Human Factor Engineering dalam penilaian
desain. Ketiga, konsep Design yang didefinisi sebagai
penerapan pedoman dan alat Human Factor. Keempat,
konsep Manufacture didefinisikan sebagai konsep yang
dibangun untuk memenuhi standar dan uji untuk
penerimaan dalam perusahaan. Kelima, konsep In-Use
didefinisikan sebagai konsep dalam mengidentifikasi
atau solusi masalah operasional sistem perusahaan.
Terakhir, konsep Decommission, di mana didefinisikan
sebagai rencanakan penonaktifan atau pembuangan
yang aman, baik karyawan atau sistem yang tidak
dapat digunakan.
74 | Human Factor Engineering
Selanjutnya, pembahasan perihal membangun
pendekatan desain sistem yang ergonomis. Bridger
(2017) mengatakan, ada beberapa cara untuk
membangun pendekatan desain sistem yang
ergonomis,
di
antaranya
adalah
melakukan
perumusan perihal tujuan dari sistem, melakukan
analisis dan alokasi fungsi dari desain sistem,
membuat konsep desain yang diinginkan, membuat
desain sistem yang terperinci dan jelas, merealisasi,
implementasi, dan validasi dari desain yang dibuat,
dan membuat evaluasi dari desain sistem yang telah
dibuat. Dengan demikian, beberapa cara dalam
membangun desain sistem dalam perusahaan yang
diinginkan. Selain itu, dalam memahami desain sistem
yang dibuat, diperlukan berbagai elemen. Bridger
(2017) mengatakan, ada beberapa elemen yang perlu
diperhatikan dalam membangun desain sistem yang
ergonomis, yaitu Users (pengguna produk atau jasa
atau karyawan), Tasks (pekerjaan yang diberikan),
Equipment (peralatan yang digunakan dalam
menjalankan tugas), dan Environment (lingkungan
dalam perusahaan).
Selanjutnya, perihal prinsip dalam membangun
desain yang ergonomis. Bridger (2017) mengatakan,
prinsip yang perlu diperhatikan adalah Realization,
Implementation, Validation, Evaluation, Safety, Quality
Control dan Quality Assurance. Pertama, prinsip
Realization adalah prinsip yang melibatkan pengadaan
Seta A. Wicaksana | 75
dan pemasangan sistem baru di sebuah perusahaan.
Prinsip kedua, Implementation adalah prinsip yang
melibatkan manajemen peralihan dari sistem lama ke
sistem baru dan melakukan pengenalan serta pelatihan
operator untuk sistem yang baru dalam perusahaan.
Prinsip ketiga, Validation adalah prinsip yang
menyatakan bahwa, sistem ditampilkan dan
digunakan berfungsi sesuai dengan persyaratan yang
ditentukan sebelumnya oleh perusahaan. Prinsip
keempat, Safety adalah prinsip yang melibatkan
integrasi dan implementasi yang sering ditandai
dengan penyesuaian dalam sebuah sistem perusahaan.
Prinsip kelima, Quality Control adalah prinsip di mana
syarat sebuah sistem yang terbaik adalah memiliki
kualitas yang baik jika memenuhi standar yang
ditetapkan pada tahap spesifikasi persyaratan dalam
membangun sebuah sistem dalam perusahaan. Prinsip
terakhir, Quality Assurance adalah prinsip yang
menjelaskan bahwa sebuah sistem yang bagus, harus
bisa menjamin keamanan, keselamatan, dan
kenyamanan pegawai perusahaan dalam bekerja.
Selain itu, terdapat beberapa pendekatan dalam
membangun sebuah sistem. Salvendy (2012)
mengatakan, ada beberapa pendekatan dalam
membangun sebuah system, yaitu pendekatan
Sociotechnical Systems Approach, Participatory Ergonomics, User-Centered Design, dan Ecological Interface
Design. Pertama perihal Sociotechnical Systems Approach,
76 | Human Factor Engineering
di mana pendekatan ini melihat kesesuaian antara
sosial, teknis sistem, dan lingkungan. Pendekatan ini
juga
mencakup
metode
untuk
menganalisis
lingkungan, sosial sistem, dan sistem teknis.
Pendekatan kedua adalah Participatory Ergonomics
Approach. Pendekatan ini adalah pendekatan yang
berfokus kepada penerapan prinsip dan konsep
ergonomis untuk proses desain oleh orang-orang yang
merupakan bagian dari kelompok kerja dan pengguna
sistem. Orang-orang ini biasanya dibantu oleh ahli
ergonomis yang melayani sebagai pelatih dan pusat
sumber daya untuk menjalankan sistem dalam
perusahaan. Pendekatan ketiga yaitu User-Centered
Design Approach, di mana pendekatan ini berfokus
kepada faktor manusia menjadi perhatian utama
dalam proses desain sistem dalam perusahaan. Hal Ini
didasarkan pada model sistem terbuka dan
mempertimbangkan subsistem manusia dan teknis
dalam konteks dari lingkungan yang lebih luas.
Terakhir, pendekatan Ecological Interface Design
Approach, di mana pendekatan ini berfokus mendesain
hubungan antarmuka manusia-komputer untuk
sosioteknik sistem yang kompleks. Secara spesifiknya,
pendekatan sistem ini melibatkan analisis domain
kerja dan karakteristik kognitif dan kecenderungan
perilaku individu. Dengan demikian, berbagai
pendekatan dalam membangun desain sistem yang
cocok untuk perusahaan.
Seta A. Wicaksana | 77
Berikutnya, perihal pengaplikasian faktor manusia
dalam proses desain sistem perusahaan. Salvendy
(2012) mengatakan, ada 4 fase dalam hal ini, yaitu :
1. System Planning adalah fase di mana Kebutuhan
akan sistem tersebut diidentifikasi berdasar
tujuan awal perusahaan.
2. Preliminary Design adalah fase di mana konsep
sistem alternatif yang baru dibuat diidentifikasi,
dan prototipe dari sistem dikembangkan dan
diuji.
3. Detail Design adalah fase di mana rekayasa skala
penuh dikembangkan dan diterapkan.
4. Production & Testing adalah fase di mana
pengevaluasian sistem yang telah dibangun
dalam perusahaan apakah sistem berjalan
dengan baik atau terjadi hambatan.
Terakhir, perihal kesimpulan dari chapter ini.
Desain dan pengembangan sistem merupakan hal
yang penting dalam mengaplikasikan faktor manusia
dalam proses sistem kinerja di perusahaan. Sistem
kinerja dapat ditingkatkan dengan pertimbangan
masalah perilaku dari faktor manusia yang ada di
dalamnya. Bila mereka mau berusaha dengan sekuat
tenaga untuk membuat desain sistem yang bagus
untuk perusahaan, maka desain itu akan menjadi
sistem yang berguna bagi pegawai di dalamnya. Akan
tetapi, bila tidak ada niat dari faktor manusia untuk
78 | Human Factor Engineering
membangun sistem tersebut, maka sistem yang dibuat
akan berantakan. Oleh karena itu, baik desain sistem
untuk kemaslahatan pegawai dalam perusahaan dan
faktor manusia yang menunjang desain sistem, kedua
unsur tersebut harus saling berkolaborasi agar,
mekanisme perusahaan dapat berjalan sesuai apa yang
diinginkan.
Seta A. Wicaksana | 79
Daftar Pustaka
Ø Bridger, R. S. (2017). Introduction to Human
Factors and Ergonomics (Fourth Edition), USA : CRC
Press.
Ø Salvendy, G. (2012). Handbook of Human
Factors and Ergonomics (Ed.,4th), USA : JOHN WILEY
& SONS, INC.
Ø Stanton, N., Hedge, A., Brookhuis, K., Salas, E.,
and Hendrick, H.W. (2004), Handbook of Human
Factors and Ergonomics Methods (Ed.1st), CRC Press :
Boca Raton, FL
80 | Human Factor Engineering
Human Body: Body Size, Mobility, Muscular, Body
Strength
Seta A. Wicaksana | 81
Body Size
Kita semua mengalami perubahan ukuran tubuh. Hal
ini bisa dilihat dengan adanya pertumbuhan cepat
selama masa kanak-kanak, diikuti oleh periode
dimensi yang cukup konstan selama masa dewasa
selama sekitar 20–40 tahun atau lebih, sampai akhir
variasi datang dengan penuaan. Sebagai aturan, pria
tumbuh menjadi lebih tinggi sebagai orang dewasa
daripada wanita. Selama periode usia manapun,
beberapa orang lebih kecil atau lebih besar dari rekanrekan mereka dan proporsi tubuh dapat sangat
berbeda antar individu. Cara paling umum untuk
menggambarkan tubuh populasi dan individu adalah
dengan tinggi tubuh & bentuk tubuh (perawakan) dan
berat badan. Estimasi tersebut memberikan kesan
menyeluruh tentang perbedaan ukuran tubuh orang
dewasa, tetapi desainer membutuhkan informasi
antropometri yang lebih tepat. Keragaman postur atau
bentuk tubuh, meskipun kecil dibandingkan dengan
seberapa perawakan kita, harus dimasukkan ke dalam
angka yang tepat sehingga kita dapat menetapkan tarif
pakaian, ukuran bingkai kacamata, ketinggian meja
82 | Human Factor Engineering
kerja, dimensi kokpit. Semuanya jelas berbeda agar
sesuai dengan berbagai kelompok pengguna.
Di dalam pengukuran, kita dapat memperkirakan
berat badan, atau mungkin bertanya kepada orangorang tentang ukuran tubuhnya. Bahkan, jika mereka
tahu, mereka dapat memberitahu kita tentang ukuran
tubuhnya. Namun, dengan adanya kekhawatiran saat
ini tentang obesitas di berbagai negara, beberapa
responden cenderung menambahkan sedikit tinggi
badan mereka dan sedikit mengurangi berat badan
mereka.
Tahapan pengukuran perancang membutuhkan
data khusus yang mendeskripsikan ukuran kepala
semisalnya, dalam pengukuran penggunaan helm
motor atau menunjukkan jarak jangkauan untuk
merancang ruang kerja yang tepat. Biasanya, informasi
tersebut tidak dapat disimpulkan dari tinggi badan
atau berat badan, tetapi harus diukur secara khusus.
Teknik yang lebih baru menggunakan pemindaian dan
penyimpanan file otomatis, yaitu teknik pemindaian
tiga dimensi dari permukaan manusia. Pengukuran
juga dapat dilakukan dengan bentuk statistik. Koleksi
data antropometri memberikan banyak informasi,
tidak hanya kepada ahli statistik yang terampil, tetapi
kepada orang awam, termasuk insinyur atau desainer,
dapat menggunakan data tersebut, misal untuk
menghitung persentil dan nilai batas dan untuk
Seta A. Wicaksana | 83
menentukan rentang penyesuaian kelompok populasi
yang seragam atau gabungan.
Hampir setiap orang dewasa di Bumi, dapat
masuk ke dalam pesawat atau menggunakan perkakas
tangan umum, jika produk tersebut berukuran tepat
dan sesuai. Namun, individu-individu dalam spesies
yang berbeda satu sama lain, mereka membutuhkan
sepatu dengan ukuran berbeda, agar sesuai dengan
ukuran kaki mereka. Bahkan, di antara kelompok yang
tampak serupa, ukuran tubuh atau pengukuran
segmen tubuh dapat berbeda secara signifikan. Kita
bisa ambil contoh misalnya, di Amerika Serikat di
mana pekerja pertanian rata-rata lebih pendek 2,5 cm
dari pekerja lain. Pekerja pertanian dan manufaktur
wanita Amerika memiliki lingkar pinggang yang lebih
besar daripada yang memiliki pekerjaan lain. Petugas
pemadam kebakaran, polisi, dan penjaga lebih tinggi
dan juga lebih berat dalam berat badan dengan rincian
penambahan berat laki-laki 7 kg dan perempuan lebih
dari 10 kg daripada orang-orang di semua pekerjaan
lain. Sebelum kita mulai mendesain sarung tangan,
helm, atau benda lain yang harus pas dengan
penggunanya, kita harus memutuskan kisaran ukuran
tubuh secara menyeluruh. Kami memiliki beberapa
pilihan pendekatan dalam menentukan Body Size
individu dan beberapa pilihan pendekatan tersebut di
antaranya adalah :
84 | Human Factor Engineering
1.
Sesuai dengan kebutuhan setiap individu.
Pendekatan ini adalah solusi yang melelahkan
dan mahal, serta dapat mengukur ukuran
tubuh dalam kasus-kasus atau ukuran yang
luar biasa.
2.
Memiliki beberapa ukuran tetap. Pendekatan
Ini bisa menjadi solusi yang masuk akal, tetapi
semua ukuran harus tersedia dan pengguna
dengan ukuran tubuh di antara ―2 ukuran
tetap", mungkin tidak dapat diakomodasi
kebutuhannya dengan baik.
3.
Buat
desain
yang
dapat
disesuaikan.
Pendekatan
ini
biasanya,
merupakan
pendekatan yang paling sesuai untuk semua
orang, tetapi fitur penyesuaian harus mudah
dan fleksibel digunakan oleh pengguna.
4.
Desain untuk ukuran tubuh yang ekstrim.
Pendekatan Ini adalah solusi yang tepat ketika
kita harus meyakinkan semua orang. Ada
beberapa contoh dalam bagian ini. Contohcontoh tersebut di antaranya adalah sebagai
berikut :
Dapat mengoperasikan gadget. Hal ini
terjadi apabila terjadi ketidaksesuaian
desain.
Seta A. Wicaksana | 85
Buatlah pintu untuk ketinggian semua
postur tubuh. Hal ini agar pintu masuk atau
keluar bisa dilalui oleh orang yang berpostur
tubuh ―raksasa‖ atau ―kecil‖.
Membuat penghalang rumah atau pagar
agar tidak dapat dilalui oleh orang dengan
ukuran tubuh tertentu.
5. Pilih orang-orang yang tubuhnya sesuai dengan
desain yang seadanya. Pendekatan Ini adalah
pilihan terakhir dan terburuk jika kita gagal
mencapainya prinsip dasar desain yang baik
yang bertuliskan ―semua pengguna harus dapat
menggunakan seluruh jenis ukuran desain kami
secara efektif dan efisien‖.
Solusi pendekatan 2 dan 3 adalah yang paling
umum. Untuk ini, kita perlu menentukan kisaran
ukuran tubuh yang ingin kita gunakan dengan bentuk
tubuh kita, di mana kita harus mengatur titik ujung
bawah dan atas dari kisaran fit. Sering kali, kami
bertujuan untuk menyesuaikan semua orang yang
lebih besar dari 5% terkecil dan lebih kecil dari 5%
terbesar. Dengan kata lain, kami mengakomodasi 90%
pusat grup. Saat melakukannya, kami dengan sengaja
mengecualikan 10%, setengahnya sangat kecil dan
yang lainnya sangat besar. Titik akhir desain, kisaran
minimum dan maksimum yang akan dipasang,
bergantung pada tujuan desain dan oleh karena itu,
86 | Human Factor Engineering
harus dipilih dengan hati-hati. Kami dapat
memutuskan untuk membagi desain kami menjadi
beberapa ukuran (solusi 2), masing-masing sesuai
untuk sub-kelompok semua pengguna. Hal ini adalah
pendekatan rutin untuk pakaian jadi, yaitu pakaian
dikumpulkan dalam kelompok ukuran yang sama.
Dalam setiap rentang, fitur penyesuaian (solusi 3)
dapat memberikan penyesuaian lebih lanjut. Contoh
kasus pengaplikasian pendekatan solusi 3 yang baik
adalah sepatu dengan tali dan tempat duduk kursi
kantor yang dapat dinaikkan dan diturunkan.
Oleh karena itu, menyesuaikan peralatan dan
tugas untuk orang-orang dengan berbagai ukuran
tubuh memerlukan data antropometri dan prosedur
yang tepat. Data tentang banyak populasi harus
tersedia, sehingga informasi yang hilang dapat
diperkirakan atau sebaiknya diukur dengan mengikuti
prosedur standar. Prosedur desain sering kali
melibatkan pemilihan nilai persentil yang berfungsi
sebagai batas bawah dan atas dari kisaran akomodasi.
Adapun beberapa langkah yang tepat adalah :
Langkah 1: Tentukan dimensi tubuh mana yang
penting untuk desain Anda. Contohnya berapa
ukuran tubuh anda, luas lingkar pinggang
secara pita meter.
Langkah 2: Tentukan kisaran yang akan dipasang,
pada titik potong. Contohnya mengecilkan
Seta A. Wicaksana | 87
lingkar bawah celana dari ukuran awal ke
ukuran modifikasi yang diinginkan pengguna.
Langkah 3: Desain, lalu uji. Jika ada kurang atau
kelebihan, modifikasi seperlunya sesuai
keinginan Anda.
88 | Human Factor Engineering
Mobility
Pengalaman di bidang pertanian, kehutanan,
perikanan, dan pekerjaan tradisional seperti pekerjaan
tukang batu dan pertukangan telah mengajari orangorang bagaimana melakukan tugas-tugas yang
melekat dengan baik. Namun, tugas, alat, dan tempat
kerja baru dalam industri dan perdagangan modern
dengan transportasi di darat, air, udara, ataupun
ruang angkasa harus diatur. Hal ini dibuat agar sesuai
dengan tubuh dan pikiran manusia. Satu fondasi
untuk desain yang berpusat pada manusia adalah
pemahaman bahwa, tubuh kita berfungsi paling baik
saat bergerak, bukan dalam posisi statis yang terjaga
atau posisi diam. Berikut adalah beberapa kondisi
mobilitas tubuh individu saat bekerja yang perlu
diperhatikan, di antaranya adalah :
1. Bekerja Sambil Bergerak
Kita secara kontinuitas mengubah bentuk tubuh
sementara, baik saat kita berjalan, duduk, bahkan saat
kita dalam keadaan tidur. Jika cedera atau penyakit
membebani tubuh, fungsi peredaran darah dan
Seta A. Wicaksana | 89
metabolisme
tubuh
menjadi
terganggu
dan
menyebabkan individu harus berbaring di tempat
yang sesuai untuk memulihkan luka. Holding atau
menahan sesuatu masih melelahkan, hampir tidak
mungkin dapat dilakukan dalam satu jam.
Tampaknya, tubuh manusia berfungsi paling baik saat
bergerak. Oleh karena itu, kita harus membuat desain
peralatan dan tugas individu dalam menyesuaikan
sistem gerak individu. Akan tetapi, akan lebih mudah
untuk mengukur tubuh manusia saat ia berada dalam
posisi tegak statis yang ditentukan, seperti saat posisi
tubuh sedang berdiri atau duduk.
2. Persendian Tubuh
Kaki memberi kita mobilitas yang kuat dan anggota
tubuh yang panjang ini dapat bergerak dengan sendi
di daerah pinggul, di mana memberikan kebebasan
sudut yang luas. Gerakan sudut yang lebih sederhana
terjadi pada sendi lutut. Perubahan sudut kaki di
pergelangan kaki terlihat kecil, tetapi memiliki peran
penting untuk menjaga keseimbangan dan melakukan
gerakan halus. Lengan kita memberi kita jangkauan
yang panjang dan bahu serta sendi siku kita
membantu mobilitas tersebut. Jempol dan jari mampu
melakukan gerakan terkontrol halus yang rumit dalam
artikulasi pergelangan tangan dan jari. Sendi pinggul
dan bahu memiliki struktur tulang seperti ―per‖, di
90 | Human Factor Engineering
mana tulang proksimal paha dan lengan atas dapat
berputar. Analogi teknisnya adalah sambungan bola
yang dapat bergerak sekitar tiga sumbu rotasi dan
memiliki tiga "derajat kebebasan" mobilitas, yaitu kaki
bagian atas dan lengan dapat berputar ke depanbelakang, kiri-kanan, dan dapat memelintir. Lutut dan
siku adalah persendian yang lebih sederhana, di mana
hanya memiliki satu sumbu rotasi sehingga tungkai
bawah dan lengan bawah hanya dapat berayun maju
dan mundur pada sambungan tipe engselnya.
Artikulasi pergelangan kaki adalah jenis sendi dengan
gerakan yang sangat terbatas di tiga sumbu. Berikut
terkait penjelasannya di bawah ini :
a. Pergelangan tangan memberikan jangkauan tangan
yang lebar secara mobilitas, dalam tiga sumbu yaitu
membungkuk ke atas dan ke bawah, ke kiri dan ke
kanan, serta memutar. Terdapat 27 tulang tangan
menyediakan struktur yang kokoh, sedangkan
tubuh utama tangan hanya sedikit berubah bentuk
di antara 8 tulang karpal, lima jari yang melekat
(satu ibu jari dan empat jari) memberikan
ketangkasan yang besar.
b. Tulang belakang menopang batang tubuh dan
kepala. Pada dasarnya, terdiri dari tumpukan 24
tulang, masing-masing disebut Vertebra, di atas
tulang ekor yang menyatu, Sacrum. Tulang
belakang menjadi satu-satunya struktur tulang
padat di pantat manusia yang mencegah tulang
Seta A. Wicaksana | 91
rusuk jatuh ke panggul. Hal Ini pula yang
mendukung seluruh massa tubuh bagian atas.
Beban yang dibawa di tangan, di bahu, atau di
perut orang gemuk menambah beban pada tulang
belakang: kompresi, tekuk, puntir. Jika dilihat dari
depan atau belakang, tulang belakang yang sehat
pada dasarnya lurus, tetapi jika dilihat dari
samping, tulang belakang tersebut tertekuk dalam
rangkaian kurva datar. Terdapat beberapa kelainan
akibat posisi tulang belakang seperti di leher ada
tikungan ke depan, yang disebut Lordosis, pada
ketinggian dada lengkungan mengarah ke belakang
disebut Kyphosis, di bawah di daerah pinggang,
adalah Scoliosis.
3. Merancang untuk Mobilitas
Meskipun individu bergerak secara bersamaan
anggota tubuhnya, akan tetapi mekanisme pergerakan
setiap anggota tubuh dilakukan secara terpisah. Saat
kita bergerak, biasanya terjadi penggabungan gerakan
pada beberapa sendi tubuh untuk menghasilkan
keserasian gerak yang dibutuhkan. Meski demikian,
tidak kurang juga ada beberapa orang biasa,
cenderung kurang fleksibel dalam bergerak. Meski
demikian, tentu saja, rentang gerak yang sebenarnya
sangat banyak tergantung pada kesehatan, kebugaran,
pelatihan, keterampilan, usia, dan kecacatan apa pun
92 | Human Factor Engineering
yang terjadi di dalam tubuh individu. Oleh karena itu,
dibutuhkan teknik pengukuran mobilitas yang
berbeda dan instruksi kepada pekerja, agar dapat
menghasilkan keberfungsian dalam bergerak dan
mendapatkan hasil laporan terkait mobilitas
sekelompok orang yang bekerja di satu ruang lingkup
kerja yang sama ataupun berbeda.
4. Ruang Kerja
Dalam aktivitas rutin individu, baik di tempat kerja
atau saat waktu senggang, individu suka bergerak dan
berjalan-jalan. Hal tersebut memengaruhi postur tubuh
dan perubahan postur tubuh sangat penting untuk
kesejahteraan tubuh individu. Memaksakan tubuh
untuk berdiri, duduk, atau berbaring diam dalam
waktu lama pun, sulit untuk ditoleransi oleh tubuh.
Rentang waktu gerakan yang sering dilakukan, baik
kaki atau tangan tergantung pada kebiasaan yang
individu lakukan setiap harinya. Hal ini juga
dipengaruhi oleh tata letak tempat kerja individu dan
dominan persyaratan tugas yang diberikan kepada
individu, di mana menuntut seluruh aspek tubuh atau
panca indra yang dimiliki individu. Kalaupun ada
penjelasan yang sederhana untuk dituliskan, tata letak
ruang kerja juga memengaruhi postur tubuh individu
dalam bekerja dan munculnya kebiasaan ―baru‖
individu dalam aktivitas rutin mereka.
Seta A. Wicaksana | 93
Muscular Work
Otot adalah mesin alami tubuh kita. Otot melekat pada
tulang dan kemudian meluas melintasi satu atau dua
sendi tubuh ke tulang lainnya. Saat berkontraksi, otot
menarik kerangka tulang internal tubuh. Tarikan itu
dapat mengubah sudut antar tulang, mengatur
segmen tubuh menjadi gerakan atau menstabilkan
posisinya.
Tubuh manusia memiliki beberapa ratus otot
rangka, yang dikenal dengan nama Latinnya.
Misalnya, Bisep (Musculus Biceps brachii) melenturkan
siku dengan menarik lengan atas dan bawah bersamasama. Setiap otot terdiri dari kumpulan jaringan yang
menyematkan pembuluh darah dan saraf membungkus, lalu menembus di antara otot. Di ujung otot,
jaringan pembungkus bergabung membentuk tendon,
seperti kabel yang memanjang dan menempel pada
tulang. Ribuan serat otot tersusun, pada dasarnya
sejajar, di sepanjang otot. Di dalam serat otot, terdapat
ratusan mitokondria. Mereka adalah ―pabrik‖ tenaga
otot, di mana sel-sel yang dikhususkan untuk
membebaskan energi yang disimpan secara kimiawi
(terdapat Adenosine Triphosphate dan Creatine phosphate)
94 | Human Factor Engineering
di dalamnya. Energi itu memungkinkan otot
berkontraksi. Otot yang berkontraksi dapat memompa
pasokan darah dan pasokan darah sangat penting
untuk fungsi otot karena memasok energi dan oksigen,
serta menghilangkan produk sampingan dari proses
metabolisme seperti panas, air, dan karbondioksida.
Hasil tersebut memicu sinyal saraf dan dapat memicu
tindakan otot serta mengontrol intensitasnya.
Kekuatan otot rangka didapat dari besaran jumlah
serat otot aktin-miosin yang berdampingan dalam otot.
Semakin besar jumlah serat otot yang dihasilkan, maka
semakin
besar
pula
kekuatan
yang
dapat
diberikannya. Ketegangan otot pun dilihat dari
semakin jauh peregangan yang dilakukan, maka
semakin kuat otot dapat menahan ketegangan otot dan
ketegangan keseluruhan di dalam otot adalah hasil
dari penambahan ketegangan aktif dan pasif.
Menurut Kroemer (2017), Otot biasanya muncul
berpasangan, yaitu satu otot memutar tulang di sekitar
artikulasi ke satu arah, sementara otot lainnya
memutar ke arah yang berlawanan. Siku memberikan
contoh yang baik, di mana tarikan otot Bisep
mengurangi sudut siku, sementara tarikan Trisep
meningkatkannya. Sistem otot yang tampaknya
sederhana di sekitar siku sebenarnya cukup kompleks,
karena ada dua otot yang membantu Bisep dalam
mengurangi sudut siku, yaitu otot Brachialis,
menghubungkan tulang lengan atas (Humerus) dan
Seta A. Wicaksana | 95
lengan bawah (Ulna), dan otot
menghubungkan Humerus ke jari-jari.
Brachioradialis,
Upaya otot dinamis lebih rumit untuk dijelaskan
daripada kontraksi statis, dan lebih sulit dikendalikan
dalam eksperimen. Dalam aktivitas dinamis, panjang
otot berubah dan karenanya, segmen tubuh yang
terlibat ikut bergerak. Kekuatan otot pun bisa diukur
umumnya, dengan acara olahraga. Biasanya, dilakukan
dalam
persaingan
untuk
menguji
kemampuannya, dan hasilnya sering terlihat dalam
rekor yang dicapai dan mencetak rekor pertandingan
yang dimenangkan.
Tak hanya dalam dunia olahraga, tenaga otot
dibutuhkan sepanjang waktu kerja, seperti kerja
delapan jam sehari. Upaya ini sering kali terputus
karena sering diulang selama shift kerja. Pengerahan
tenaga yang dibutuhkan biasanya tidak terlalu tinggi,
sehingga semua orang dapat melakukannya selama
shift
kerja
berlangsung.
Untuk
menentukan
kemampuan otot yang berhubungan dengan
pekerjaan, ujilah kekuatan secara rutin yang dilakukan
di lingkungan kerja atau di laboratorium. Ketika
hasilnya keluar, maka individu dapat mengetahui
kemampuan otot mana yang sering digunakan dalam
pekerjaan yang individu lakoni.
Kemudian, berlanjut ke bagian kelelahan otot.
Kelelahan otot adalah pengalaman subjektif yang
96 | Human Factor Engineering
menandakan bahwa, seseorang menjadi tidak bisa
melanjutkan atau mengulangi usaha yang individu
lakukan. Kelelahan bisa terjadi karena pengerahan
tenaga yang sangat besar dan dalam waktu yang lama.
Kelelahan bisa diatasi dengan menghentikan apa yang
menjadi penyebab kelelahan otot dan istirahat bisa
membantu pemulihan secara total. Manfaat adanya
rasa lelah adalah sebagai pencegahan akan kerusakan
serius pada otot. Dengan adanya rasa lelah, sebagai
tanda bahwa kita perlu mengistirahatkan otot agar
tidak terjadi kerusakan secara serius.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi kekuatan
kerja otot. Faktor tersebut ada dua, yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal yang
memengaruhi kekuatan kerja otot seperti jenis
kelamin, usia, masa latihan, kebugaran, pengalaman,
keterampilan, dan motivasi. Salvendy (2012)
mengatakan, faktor internal seperti pengalaman
individu juga memengaruhi kekuatan kerja otot yang
dimiliki. Adapun faktor eksternal yang memengaruhi
kekuatan kerja otot individu adalah beban kerja, faktor
budaya tempat kerja, dan sistem kerja. Salvendy (2012)
mengatakan, faktor eksternal seperti beban kerja yang
sering diterima individu, budaya kerja, dan sistem
kerja memengaruhi kekuatan otot yang dimiliki
individu. Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut bisa
jadi meningkatkan atau menurunkan kekuatan kerja
otot yang dimiliki individu.
Seta A. Wicaksana | 97
Body Strength
Gerak tubuh atau ketiadaan, merupakan faktor utama
yang menentukan gaya, torsi, usaha, daya, atau impuls
yang ditransmisikan dari benda ke benda eksternal.
Ketika tubuh tidak bergerak, otot-otot yang terlibat
dalam pengerahan kekuatan statis ini tidak berubah
panjangnya. Dalam istilah fisiologis, ini disebut
kontraksi otot Isometrik. Kondisi statis secara teoritis
sederhana dan
secara eksperimental
mudah
dikendalikan. Ini memungkinkan pengukuran usaha
otot yang agak sederhana. Oleh karena itu, banyak
informasi yang tersedia tentang kekuatan tubuh
menggambarkan hasil pengujian statis (isometrik).
Berlanjut ke kekuatan tangan. Ada tiga jenis
persyaratan utama dalam tugas tangan di antaranya
adalah untuk akurasi, untuk pengerahan tenaga, dan
untuk perpindahan. Seseorang dapat membagi tugas
tangan lebih jauh dengan cara seperti berikut ini :
Manipulasi objek secara halus, dengan sedikit
perpindahan dan gaya. Contohnya adalah
menulis dengan tangan, perakitan bagian-bagian
kecil, dan penyesuaian kontrol otot tangan pada
barang yang dipegang.
98 | Human Factor Engineering
Gerakan cepat ke suatu objek, membutuhkan
akurasi sedang untuk mencapai target, tetapi
tenaga yang digunakan cukup kecil untuk
mencapai target. Contohnya adalah gerakan ke
sakelar dan pengoperasiannya.
Gerakan yang sering di antara target, di mana
biasanya dengan beberapa akurasi, tetapi sedikit
kekuatan yang dikeluarkan. Contohnya adalah
mengetik keyboard dengan jemari tangan.
Aktivitas kuat dengan perpindahan sedang,
seperti banyaknya aktivitas fabrikasi atau
perbaikan. Contohnya adalah saat memutar
perkakas tangan, seperti kunci inggris dalam
memasang mur dan baut.
Aktivitas yang kuat dengan perpindahan yang
besar. Contohnya adalah memalu.
Dalam memakai perkakas dengan menggunakan
tangan, desain dan penggunaan alat yang tepat harus
menjaga pergelangan tangan tetap lurus, tidak
bengkok untuk menghindari jaringan ikat yang terlalu
banyak bekerja. Kemudian, hindari menekuk pergelangan tangan terlalu lama dikarenakan bisa
menimbulkan kelumpuhan apalagi dilakukan berulang dalam jangka waktu yang lama.
Setelah kekuatan tangan, kekuatan kaki pun perlu
diperhatikan.
Bagi
operator
yang
duduk,
pengoperasian kontrol kaki jauh lebih mudah karena
jok menyandang dengan bak. Dengan demikian, kaki
Seta A. Wicaksana | 99
dapat bergerak lebih bebas dan dengan kondisi yang
sesuai, dapat mengerahkan tenaga dan energi yang
besar, seperti saat mengayuh sepeda. Dengan
penyangga kursi yang tepat, kaki dapat mengerahkan
tenaga besar ke arah bawah dan ke depan.
Jika kekuatan otot sangat penting untuk
mengoperasikan kontrol tangan atau kaki atau untuk
kinerja tugas secara umum, desain yang dipilih harus
mempertimbangkan kebutuhan kedua kekuatan
tersebut. Ketika kebutuhan untuk barang operasional
dan kekuatan tersebut terpenuhi, maka kriteria
keselamatan dan penggunaan lainnya menjadi penting
untuk keputusan desain ergonomis. Hal ini juga
dibuktikan dalam salah satu contoh pekerjaan, yaitu
mengangkut beban. Mengangkut beban dapat
dilakukan dengan berbagai cara, tidak hanya
mengandalkan tangan, tetapi juga bahu, punggung,
dada ataupun mengangkat beban tersebut dengan
dipegang, diikat, dan dimasukkan ke dalam semacam
saku khusus. Membawa beban pada tubuh tidak
hanya
mengandalkan
kekuatan
otot,
tetapi
mengandalkan energi yang cukup dan stabil, serta
kemudahan dalam bergerak. Oleh karena itu, ketika
sarana dan prasarana dalam pekerjaan terpenuhi
secara ergonomis, maka bisa dipastikan pekerjaan
yang dilakukan oleh pekerja dapat menghasilkan
performa kinerja yang memuaskan.
100 | Human Factor Engineering
Daftar Pustaka
Chaffin, D. B., Andersson, G. B. J., and Martin, B. J.
(2006). Occupational Biomechanics (fourth ed). New
York: Wiley
Fagarasanu, M., and Kumar, S. (2004). Hand strenght. In
Kumar, S. (ed.), Muscle Strength, Chapter 10. Boca
Raton, FL: CRC.
Hsiao, H., Long, D., and Snyder, K. (2002). Ergonomics :
Anthropometric differences among occupational
groups. 45: 136
Kroemer, K. H. E., Kroemer, H. B., and KroemerElbert, K. E. (2003). Ergonomics: How to Design for
Ease and Efficiency, second ed (amended reprint of
the 2001 ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice
Hall/Pearson.
Kroemer, K. H. E. (2006). ExtraOrdinary”Ergonomics:
How to Accommodate Small and Big persons, the
Disabled and Elderly, Expectant Mothers and Children.
Boca Raton, FL: CRC.
Kroemer, K. H. E. (2010). 40 Years of human engineering
the keyboard. In Proceedings of the 54th Annual
Meeting of the Human Factors and Ergonomics
Seta A. Wicaksana | 101
Society, (pp. 1134–1138). Santa Monica, CA:
Human Factors and Ergonomics Society.
Kroemer, K. H. (2017). Ergonomic design for material
handling systems. CRC Press.
Kroemer, K.H.E. (2017). Fitting the Human: Introduction
to Ergonomics/Human Factors Engineering Seventh
Edition. LLC : Taylor & Francis Group.
Wu, G., Siegler, S., Allard, P., Kirtley, C., Leardini, A.,
Rosenbaum, D., Whittle, M. et al. (2002). ISB
recommendation on definitions of joint coordinate
system of various joints for the reporting of human
joint motion: Part I. Ankle, hip, and spine. Journal of
Biomechanics 35: 543–555.
102 | Human Factor Engineering
Human Mind: See, Hear, Feel, Experiences and Mental
Activity
Seta A. Wicaksana | 103
Latar Belakang
Human mind adalah gagasan dan proses mental.
Manusia merupakan makhluk psikologis yang dinamis
dan terus mengalami perubahan. Perubahan
merupakan bagian dari hasil pengalaman dan
pemikiran manusia (Human Mind). Pikiran tersebut
menimbulkan perspektif yang memengaruhi sebagian
besar perilaku. Berpikir memungkinkan seseorang
untuk merepresentasikan dunia sebagai model dan
memberikan perlakuan secara efektif dengan adanya
tujuan, rencana, dan juga keinginan. Pemikiran adalah
analogi dari hasil pikiran dan berdasarkan interaksi
sosial yang timbal balik dialami oleh manusia.
Perspektif John Locke (1690) dalam Salvendy
(2012) mengenai Human Mind menyatakan bahwa,
manusia dilahirkan dengan suatu keadaan di mana
tidak ada bawaan yang akan dibangun pada saat lahir.
Jadi, segala sesuatu yang kita pelajari dalam hidup
adalah hasil dari hal-hal yang kita amati dengan
menggunakan indra kita. Human mind meliputi
gagasan dari penglihatan, pendengaran, perasaan,
pengalaman, dan juga aktivitas mental manusia.
104 | Human Factor Engineering
Ketika kita melihat suatu objek di depan kita, kita
secara tidak sadar menyesuaikan dua sudut pitch, yaitu
mata di dalam kepala dan kepala terhadap batang.
Mata kita merasakan energi dari luar dalam bentuk
sinar cahaya dan mengubahnya menjadi impuls saraf,
yang diintegrasikan oleh otak ke dalam gambaran
visual dunia luar. Kita tidak bisa melihat objek tanpa
cahaya. Beberapa objek menghasilkan cahaya, seperti
matahari, lampu, atau layar elektronik. Objek lain
memantulkan cahaya, misalnya bulan, dinding
ruangan, atau halaman cetakan. Kecuali jika kita
melihat langsung ke sumber cahaya, energi cahaya
yang dipantulkan dari suatu permukaan (luminansinya), mengaktifkan mata dan karenanya merupakan
faktor terpenting bagi penglihatan manusia.
Sementara itu di anggota panca indra yang lain,
pada pendengaran telinga merupakan bagian yang
didesain secara cerdas yang mengubah gelombang
bunyi mekanis di udara menjadi denyut-denyut
elektris pada saraf pendengaran. Telinga terdiri dari
tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan
telinga dalam. Suara yang keras dapat menyebabkan
otot pada telinga untuk menarik sisi-sisi Ossicle dan
mengurangi intensitas suara yang mencapai telinga
dalam.
Perasaan adalah keadaan (state) yang dialami oleh
setiap individu sebagai bentuk proses akibat dari
persepsi tindakan yang memengaruhinya yang
Seta A. Wicaksana | 105
dilakukan atas dorongan internal dan eksternal dalam
kehidupan yang dijalankan. Atas dasar pengertian
perasaan atau emosi inilah, dapat disimpulkan bahwa
segala tindakan yang dilakukan oleh manusia didasari
pada kejiwaan hati yang berada dalam pengaruh
lingkungan keluarga dan masyarakat. Kemudian,
keadaan ini menjadi pemicu tindakan sosial yang
dilakukan.
Lalu John Locke dalam Salvendy (2012)
mengatakan, awalnya, manusia memulai dengan
konsep yang sederhana dan kemudian dilanjutkan
dengan konsep yang lebih kompleks. Locke dalam
Salvendy (2012) menganggap, bahwa otak manusia
adalah sebuah penerima pasif yang memperoleh
pengetahuan dari pengalaman dan diserap melalui
panca indra. Berbagai gagasan sederhana dan
kemudian dihubungkan atau digabungkan menjadi
pemikiran yang berkaitan. Locke (1690) mengungkapkan, sebuah informasi dimasukkan ke dalam pikiran,
ia akan diproses dan dibentuk oleh pengalaman
sensoris secara murni. Ia berasumsi bahwa manusia
bebas mengolah pikirannya sendiri.
Aktivitas mental memiliki dua sistem internal
yang mengontrol fungsi manusia. satu adalah sistem
endokrin, yang pada dasarnya terdiri dari kelenjar
sekresi internal, di mana sekelompok organ yang
menghasilkan hormon dan mengeluarkannya ke
dalam aliran darah. Hormon adalah zat yang
106 | Human Factor Engineering
memengaruhi aktivitas sel tubuh di tempat lain.
Pengendali lain dari tubuh manusia adalah sistem
saraf, yang diatur oleh otak. Anatomi dan fungsinya
dipelajari dengan baik, tetapi fungsi sebenarnya masih
dipahami secara umum.
Dalam teori Piaget dalam Salvendy (2012) yang
menjelaskan tentang perkembangan kognitif, bahwa
manusia tidak dapat ―diberi informasi‖ yang
kemudian
secara
tiba-tiba
memahami
dan
menggunakannya, tetapi manusia harus ―mengkonstruksi‖ pengetahuan mereka sendiri. Maka dari itu,
manusia mengembangkan pengetahuan kognitifnya
dari penglihatan, pendengaran, perasaan, pengalaman,
dan juga aktivitas mental. Proses tersebut
menghasilkan pemikiran (Human Mind), informasi,
menyimpan dan mensintesis pengetahuan (mengkonstruk), serta menggunakannya untuk memecahkan
masalah dengan pengetahuan (informasi) yang
dimilikinya (Robert L. Solso, 2008, hal. 19).
Seta A. Wicaksana | 107
Proses Pengambilan
Keputusan
Permasalahan-permasalahan ergonomi yang ditemui
dalam berbagai sistem kerja dapat terjadi karena
minimnya perhatian yang diberikan pada interaksi
antara manusia dan sistem yang sedang digunakan.
Sering kali masalah-masalah ini bukan disebabkan
oleh aspek fisik manusia (misalnya dimensi tubuh atau
kemampuan fisiologis), tetapi berkaitan erat dengan
proses mental yang terjadi pada manusia. Proses
mental ini mencakup diterimanya stimulus dari sistem
kerja, proses pengubahan stimulus menjadi informasi
yang berarti, hingga pengambilan keputusan yang
sejalan dengan informasi yang diperoleh. Human error
dapat terjadi bukan hanya karena kesalahan operator
saja, tetapi juga karena interaksi antara operator dan
mesin (sistem kerja) yang tidak dirancang secara
optimal dengan memanfaatkan pemahaman atas
serangkaian proses mental yang terjadi pada manusia.
Perancangan sistem kerja tidak didasarkan atas
keterbatasan manusia dalam melakukan pemrosesan
informasi (kerja mental), sehingga human error terjadi
108 | Human Factor Engineering
karena beban kerja mental yang berlebihan. Dalam
kasus ini, human error lebih layak disebut sebagai
human-induced error, karena interaksi antara manusia
dan sistem kerja tidak dirancang secara optimal, yang
berkontribusi pada terjadinya kegagalan sistem.
Sebagai ilustrasi, sejumlah kecelakaan lalu lintas
terjadi karena pengemudi yang lalai menggunakan
telepon seluler (ponsel) ketika mengendarai kendaraan
di jalan raya. Berdasarkan fakta-fakta yang ada,
keluarlah peraturan lalu lintas yang melarang
penggunaan telepon genggam saat mengendarai
kendaraan. Peraturan seperti ini mungkin bermanfaat
mengurangi risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas,
tetapi sejumlah pertanyaan pokok belum terjawab,
misalnya:
Rangkaian proses apa yang terjadi sehingga
pengendara
kehilangan
konsentrasi
saat
mengemudi?
Seberapa besar pengurangan kecepatan reaksi
akibat penggunaan ponsel?
Apakah dampak penggunaan ponsel sama pada
berbagai jenis lalu lintas (misalnya jalan dalam
kota versus jalan bebas hambatan)? Untuk usia
yang berbeda? Untuk pengendara yang sudah
ber-pengalaman?
Apakah penggunaan alat bantu dengar nirkabel
(bluetooth headset) membantu mengurangi risiko
kecelakaan?
Seta A. Wicaksana | 109
Apakah ada fitur tertentu dari ponsel yang dapat
membantu pengoperasian ponsel, sehingga
konsentrasi pengendara dapat tetap terjaga?
Seberapa besar manfaat teknologi voice
recognition bila dibandingkan secara relatif
terhadap peng-operasian secara manual?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab
dengan memahami proses mental yang terjadi dan
respons yang diberikan manusia saat berinteraksi
dengan sistem yang sedang digunakan. Human
information processing (HIP) adalah salah satu bidang
penting ergonomi yang secara khusus mengkaji
rangkaian proses kerja mental yang kompleks yang
dilakukan manusia ketika berinteraksi dengan suatu
sistem kerja. Melalui kajian HIP, dapat dipahami
kapasitas, keterbatasan, serta karakteristik kerja mental
manusia yang selanjutnya dapat dimanfaatkan dalam
merancang interaksi yang optimal. Beberapa contoh
pertanyaan yang dapat dikaji melalui pemahaman HIP
adalah, desain display visual seperti apa yang
sebaiknya digunakan, prosedur operasi apa yang perlu
diubah, serta metode pelatihan seperti apa yang
terbaik untuk diterapkan. Kajian ini memungkinkan
kita memahami bagaimana manusia memperoleh
informasi, memilah, memahami, menyimpan, dan
menindaklanjutinya (respons), serta proses umpan
balik yang terjadi. Lebih jauh lagi, kita juga dapat
mengetahui bagaimana proses-proses ini bisa
110 | Human Factor Engineering
mengalami kegagalan, atau sebaliknya, faktor-faktor
apa yang dapat mendukung efektivitas proses-proses
tersebut.
Kajian HIP banyak dimanfaatkan sebagai basis
dalam perancangan produk-produk konsumen, seperti
tombol kontrol pada oven microwave, ponsel, mesinmesin ATM, serta fitur pada berbagai produk
elektronik lainnya. Berbagai model HIP yang telah
berkembang dimanfaatkan dalam merancang sejumlah
perangkat lunak sistem komputer. Dalam konteks
teknologi canggih, HIP telah dimanfaatkan dalam
membantu perancangan air traffic control (ATC), ruang
kendali pembangkit listrik, serta evaluasi penggunaan
teknologi otomatis dan telerobotik. Insiden kegagalan
reaktor nuklir The Mile Island yang terjadi pada tahun
1979 di Pennsylvania, Amerika Serikat adalah kasus
yang sering digunakan dalam menggambarkan peran
HIP dalam sistem yang kompleks.
Pemahaman atas konsep HIP menjadi sangat
penting dan dapat di manfaatkan dalam membantu
perancangan suatu sistem. Salah satu tanggung jawab
para ahli ergonomi adalah memastikan bahwa
interaksi antara operator dan sistem kerjanya, serta
konsekuensi beban mental yang terkait telah dirancang
secara optimal. Tujuan yang lebih besar tentunya
adalah tercapainya kinerja terbaik pada sistem yang
dirancang melalui penerapan prinsip-prinsip ergonomi.
Seta A. Wicaksana | 111
Model HIP (Human
Information Processing)
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk
memahami interaksi manusia-mesin adalah dengan
cara
memodelkan
bagaimana
otak
manusia
memproses informasi. Setidaknya terdapat 3 tahapan
besar dalam memproses informasi (Wickens dkk.,
2004) ,yaitu: (1) memahami informasi apa yang
diberikan oleh lingkungan, (2) memproses informasi
tersebut pada tingkatan yang lebih tinggi, serta (3)
memberikan respons atas informasi tersebut.
Pendekatan dengan permodelan bukanlah satusatunya cara. Namun, cara tersebut dapat membantu
dalam menganalisis rangkaian proses mental yang
terjadi, memahami keterbatasan operator dalam
memproses informasi, serta mengkaji kesesuaian
antara karakteristik operator dan sistem kerja.
Christopher Wickens adalah salah seorang pakar
ergonomi yang usulannya tentang model HIP banyak
dianut para praktisi ergonomi. Model HIP tersebut
dapat dilihat pada Wickens dan Hollands (2000). Sera
112 | Human Factor Engineering
Wickens dkk (2004), yang diilustrasikan pada Gambar
2.1.
Gambar 2.1 Model Human Information Processing
(Wickens dkk, 2004)
Secara Konseptual, model ini (Gambar 2.1)
menggambarkan rangkaian tahapan proses yang
berjalan secara serial, diawali oleh proses sensasi atas
stimulus fisik yang datang dari lingkungan. Stimulus
fisik ini membangkitkan aktivitas saraf, yang bisa
maupun tidak bisa diproses lebih lanjut. Proses
selanjutnya bersifat kognitif, proses ini mencakup
persepsi dan pengambilan keputusan, yang dibantu
oleh proses penyimpanan informasi (working memory
dan long-term memory). Proses persepsi (memahami
Seta A. Wicaksana | 113
apa yang terjadi) merupakan gabungan antara proses
top-down, di mana stimulus dirasakan oleh indra kita,
serta proses buttom-up di mana ingatan jangka panjang
(pengetahuan dan pengalaman) membantu memberi
arti atas stimulus yang diperoleh.
Akhir dari model HIP ini adalah proses eksekusi
atas keputusan yang dipilih. Efektifitas proses-proses
tersebut dibatasi oleh attention resources, yang
menunjukkan kapasitas berbagai proses mental yang
dapat dilakukan secara bersamaan. Terakhir, respon
yang dipilih dan dilakukan oleh manusia akan
menghasilkan masukan (feedback), yang bersama-sama
dengan stimulus dari lingkungan dirasakan kembali
oleh indra dan bermanfaat dalam menentukan apakah
tujuan aktivitas yang dilakukan telah tercapai.
Penjelasan melalui model HIP ini dapat
membantu kita dalam mengevaluasi performansi
operator,
untuk
dapat
dimanfaatkan
dalam
memperkirakan kinerja sistem. Pemahaman atas
bagaimana proses mental berlangsung dapat
dimanfaatkan
dalam
mengetahui
keterbatasan
seseorang operator saat memproses informasi serta
merancang sistem kerja yang dapat mengakomodasi
keterbatasan tersebut. Pemahaman ini dapat juga
digunakan untuk mengeksplorasi kelebihan manusia
dan memanfaatkannya dalam meningkatkan performansi interaksi manusia-mesin.
114 | Human Factor Engineering
Perlu dicatat bahwa Gambar 2.1 hanyalah sebuah
model yang memiliki fungsi untuk mempermudah
pemahaman atas rangkaian aktivitas mental yang
terlibat dalam pemrosesan informasi. Model ini
bersifat
menyederhanakan,
sedangkan
yang
sesungguhnya terjadi saat otak manusia memproses
informasi boleh jadi tidaklah sesederhana ini. Selain
itu, aktivitas pengambilan keputusan dapat pula
berlangsung secara cepat dan otomatis, ―tanpa‖
memerlukan bantuan working maupun long-term
memory. Hal ini dapat dicontohkan pada kasus seorang
operator yang secara refleks menekan tombol untuk
menghentikan jalannya mesin saat percikan api
muncul dari mesin tersebut. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah saat adanya suatu stimulus yang
mendorong seseorang untuk memersepsikannya dan
memprosesnya lebih jauh dalam bentuk suatu
tindakan. Ada kalanya suatu stimulus tidak muncul
(atau hadir dalam intensitas yang minim), tetapi
melalui
ingatan
seseorang,
proses
persepsi
mengartikan
adanya
sesuatu
yang
harus
ditindaklanjuti.
Model HIP yang dijelaskan di sini menganggap
bahwa terdapat kotak-kotak yang membagi rangkaian
kerja mental ke dalam fungsi-fungsi yang bersifat unik
serta memiliki batas yang membedakan antara satu
tahap pemrosesan informasi dan tahap lainnya.
Pengelompokan ini tidak serta-merta menggambarkan
Seta A. Wicaksana | 115
secara fisik anatomi otak manusia. Kerja mental
merupakan rangkaian aktivitas kompleks yang
berlangsung secara cepat dan sukar untuk dibedakan
secara tegas. Penjelasan mengenai berbagai komponen
model HIP di atas akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengindraan
Mengacu pada model ini, stimulus (suatu fenomena
fisik) yang terjadi di sekitar kita dapat dirasakan
keberadaannya oleh berbagai indra yang kita miliki.
Contoh stimulus dapat berupa gelombang cahaya
yang dipantulkan oleh papan penunjuk jalan dan
ditangkap oleh mata kita, dapat juga berupa raungan
sirene ambulans yang terdengar oleh telinga, ataupun
berupa getaran mobil yang kita tumpangi. Melalui
indra kita, stimulus ini pada intensitas tertentu dapat
membangkitkan sejumlah aktivitas saraf yang bila
diperlukan dapat diproses lebih jauh menjadi
informasi yang bernilai. Dengan demikian, stimulus
dapat diukur secara objektif dan kuantitatif (misalnya
frekuensi, intensitas, dan tekanan), tetapi apa yang
persis dirasakan oleh tubuh kita dalam bentuk respons
sistem saraf (sensasi) atau yang kita artikan lebih jauh
(persepsi) adalah bersifat subjektif.
Pengindraan dapat bersifat visual (mata),
auditori/suara (telinga), atau proprioseptif/kinestetik.
Sifat yang terakhir ini terkait dengan perubahan sudut
sendi, panjang dan tegangan otot, serta posisi tubuh
116 | Human Factor Engineering
manusia. Pada awal diterimanya suatu stimulus,
keterbatasan yang ada lebih merupakan keterbatasan
pada sistem pengindraan. Dengan demikian, suatu
bunyi alarm yang dapat dirasakan oleh seorang
operator akan bergantung pada efektivitas sel-sel
rambut di telinga serta proses pengiriman sinyal pada
sistem saraf yang terkait. Efektifitas ini juga
bergantung pada karakteristik stimulus. Alarm yang
berbunyi dengan intensitas sangat rendah atau
bersumber dari objek yang cukup jauh, tentunya tidak
akan terdengar oleh telinga kita.
Sistem saraf pusat secara otomatis membantu
menyimpan stimulus pada sensory store, yang
membantu memperpanjang tersimpannya stimulus,
walaupun paparan terhadap stimulus telah berakhir.
Bunyi alarm yang masih terngiang-ngiang pada
telinga kita menunjukkan fenomena ini. Sensory store
atau sensory register atau sensory memory adalah
sistem penyimpanan berkapasitas besar yang mencatat
informasi dari indra secara akurat (Atkinson dan
Shaffrin, 1968). Suatu stimulus yang tersimpan pada
sensory store tidak bertahan lama, kurang lebih satu
detik
setelah
stimulus
menghilang
untuk
penyimpanan yang bersifat ikonik (visual), atau lebih
dari itu (dua hingga tiga detik setelah stimulus
menghilang) untuk stimulus yang bersifat ekoik
(suara) serta kinestetik. Stimulus yang tersimpan pada
sensory store cenderung bersifat apa adanya.
Seta A. Wicaksana | 117
Karakteristik utama yang tersimpan berupa sifat-sifat
fisik dari stimulus tersebut (misalnya dimensi,
intensitas, dan sebagainya). Proses penyimpanan
stimulus seperti ini berlangsung secara otomatis dan
tidak memerlukan upaya mental/perhatian khusus.
Informasi di sensory store relatif mentah dan belum
diproses.
Dalam konteks ergonomi, salah satu ciri dari
rancangan sistem manusia-mesin yang baik adalah
memiliki karakteristik fisik yang mampu memberikan
stimulus yang tepat bagi indra kita. Dengan demikian,
papan penunjuk jalan haruslah dirancang dengan
huruf yang cukup besar, dengan tingkat kontras yang
baik. Demikian pula dengan alarm tanda bahaya,
haruslah memiliki intensitas yang cukup. Semua ini
diperlukan, agar stimulus yang dihasilkan akan
memiliki kemampuan untuk ―dikenali‖ oleh indra
kita.
2. Perhatian
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai model HIP
yang diajukan oleh Wickens, sebaiknya dipahami
dahulu apa yang dimaksud dengan perhatian
(attention). Pada model HIP di atas, attention
digambarkan sebagai suatu komponen yang terletak
pada posisi paling atas, menunjukkan kumpulan
sumber daya yang bersifat terbatas. Stimulus dari
118 | Human Factor Engineering
lingkungan akan memborbardir indra manusia secara
konstan dan cepat berubah-ubah. Tidak semua
stimulus yang sangat kompleks ini akan diperhatikan
dan dirasakan. Kecuali proses penyimpanan stimulus
di sensory register, semua tahapan pemrosesan
informasi memerlukan adanya suatu upaya khusus
yang diberikan agar setiap tahap dapat berjalan secara
efektif. Hanya sebagaian kecil yang akan ditangkap
indra dan perlu ‗dicatat‘ untuk diseleksi agar dapat
diproses lebih lanjut pada proses persepsi. Proses
human attention merupakan suatu mekanisme
penyaringan stimulus yang akan diperhatikan,
dirasakan, dan diproses lebih jauh. Terkadang hanya
stimulus tertentu (dari lingkungan yang kompleks)
yang dipilih untuk diproses.
Sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1, perhatian
dianalogikan sebagai suatu sumber air yang terbatas
jumlahnya. Secara konseptual, perhatian dianggap
sebagai suatu sumber daya yang jumlahnya terbatas,
dan untuk itu terdapat proses pemilihan ke mana
sumber daya tersebut utamanya akan digunakan.
Dengan demikian, terdapat konsekuensi di mana
perhatian yang diberikan pada satu tahap pemrosesan
informasi dapat mengurangi jumlah perhatian pada
tahap lainnya. Implikasinya adalah efektivitas pada
salah satu tahap akan berkurang, atau bahkan
performansi dari beberapa tahap dapat menurun
Seta A. Wicaksana | 119
secara bersamaan. Pada umumnya manusia tidak bisa
memproses seluruh tahapan pada saat bersamaan.
Contoh saat berkendaraan, seseorang akan
merasakan adanya getaran, suara dari berbagai
sumber (dari dalam dan luar kendaraan) maupun
berbagai objek visual yang terlihat oleh mata. Bisa jadi
pada saat tertentu, pengemudi hanya memilih
mengarahkan
indranya
untuk
mendengarkan
pembicaraan di kendaraan. Perhatian tidak banyak
diberikan pada keadaan lalu lintas, kebisingan jalan
raya, bahkan guncangan pada kendaraan. Hal ini
merupakan suatu mekanisme yang terjadi secara
otomatis, dan disebut sebagai selective attention.
Dengan demikian, ada kalanya seorang pengemudi
memberikan perhatian yang lebih besar pada lagu
yang ia dengar dari perangkat musik di mobilnya, dan
ada kalanya pada keadaan lain (mencari nama jalan,
misalnya), ia harus memperkecil suara musik dan
lebih memberikan perhatian pada aktivitas visualnya.
Ada pula saat ketika seseorang secara sengaja
mengarahkan dan mengonsentrasikan pandangannya
pada suatu objek tertentu (dan mengabaikan objekobjek lainnya). Hal ini dilakukan agar karakteristik
objek tersebut dapat dilihat dengan baik. Apabila hal
ini dilakukan secara terus-menerus, mekanisme ini
dikenal sebagai focused attention. Mekanisme ini sukar
untuk dipertahankan terus-menerus, mengingat
gangguan sekecil apa pun dapat merupakan suatu
120 | Human Factor Engineering
stimulus yang secara otomatis diperhatikan. Salah satu
contoh focused attention adalah saat seorang personel
militer harus terus-menerus mengamati layar radar di
saat perang. Aktivitas ini membutuhkan konsentrasi
tinggi, dan dapat sangat terganggu oleh hal sepele
seperti suara percakapan di sekeliling personel
tersebut. Jelas bahwa focused attention merupakan
aktivitas penggunaan sumber daya yang cukup besar,
ketika aktivitas lainnya hanya dapat memperoleh
perhatian kecil saja.
Pada keadaan lain, seseorang kadang harus
menerima beberapa stimuli (bentuk tunggal dari
stimulus) secara bersamaan dan memberikan respons
yang tepat untuk masing-masing stimulus yang
diterima. Aktivitas seperti ini memerlukan suatu
mekanisme yang disebut sebagai devided attention.
Sebagai
contoh,
seorang
pengemudi
dapat
menggunakan alat bantu navigasi kendaraan berupa
GPS (global positioning system).
Alat ini memberikan informasi visual berupa peta
dinamis, serta berbagai instruksi lisan kepada
pengemudi (kapan harus berbelok, seberapa jauh jarak
yang ditempuh, dan lain-lain). Dalam kasus ini,
pengemudi terpaksa memperoleh, memproses, dan
bahkan merespons dua stimulus yang berbeda pada
waktu yang relatif bersamaan. Performansi dapat
ditingkatkan melalui cara melatih diri melakukan
devided attention. Peningkatan performansi juga dapat
Seta A. Wicaksana | 121
dilakukan dengan cara merancang alat (GPS)
sedemikian rupa sehingga display lebih cocok dengan
model mental yang ada di benak pengemudi.
Informasi lisan dapat pula dirancang dengan
memperhatikan aspek-aspek pemilihan kata-kata,
waktu pengulangan informasi, dan sebagainya.
Sejumlah faktor dipercaya dapat memengaruhi
efektivitas penerimaan informasi dari lingkungan,
yaitu salience, expectancy, value dan effort. Salience
menunjukkan seberapa kuat suatu stimulus dalam
menarik perhatian seseorang. Kekuatan ini dapat
muncul dari karakteristik fisik stimulus, seperti
ukuran, intensitas, kontras, keunikan stimulus relatif
terhadap lingkungannya, dan sebagainya. Misalnya,
iklan yang besar dan dipasang tepat di sisi jalan
cenderung lebih menarik perhatian. Demikian pula
halnya dengan suara yang keras, cahaya lampu yang
berkedip-kedip, maupun bau yang membusuk hidung
(bau gas elpiji).
Expectancy
menunjukkan
kecenderungan
manusia dalam mengarahkan perhatian pada sesuatu
yang akan terjadi. Kecenderungan ini didorong oleh
kejadian apa yang ‗diharapkan‘ terjadi, saat seseorang
melakukan pekerjaannya. Pandangan mata operator
ATC akan cenderung berada pada display monitor saat
sebuah pesawat hendak terbang atau mendarat.
Pesawat yang akan mendarat adalah suatu kejadian
yang diharapkan berlangsung, dan hal inilah yang
122 | Human Factor Engineering
menarik perhatian operator ATC. Hal ini mungkin
berbeda dari operator pemeriksa kualitas di suatu
lintasan produksi yang kurang teliti memeriksa cacat
pada produk. Hal ini karena cacat produk merupakan
sesuatu yang tidak diharapkan untuk terjadi.
Value menunjukkan seberapa penting informasi
yang terkait dengan stimulus tertentu, atau sebaliknya,
seberapa besar risiko (cost) yang ditimbulkan jika
informasi tersebut tidak diperoleh. Contohnya,
perhatian visual pengemudi kendaraan terhadap
lampu pengatur lalu lintas akan sangat tinggi,
mengingat besarnya potensi bahaya jika pengemudi
ini mengabaikan lampu lalu lintas saat melalui suatu
persimpangan jalan. Perkalian antara expectancy dan
value dapat merupakan suatu indikator yang
menunjukkan seberapa besar seseorang akan memilih
suatu stimulus tertentu. Pada kasus pengemudi di
atas, pandangan pengemudi mungkin tidak akan
diarahkan ke lampu lalu lintas (yang memiliki value
besar), jika pengemudi tersebut mengetahui bahwa
lampu lalu lintas tersebut sudah rusak sejak lama
(expectancy yang rendah).
Effort merupakan besarnya upaya yang secara
sadar harus dilakukan untuk memperhatikan suatu
stimulus tertentu. Semakin besar upaya yang
dibutuhkan, semakin kecil peluang stimulus tersebut
akan diperhatikan oleh indra kita. Suatu lampu
monitor yang diletakkan di luar ruang pandang
Seta A. Wicaksana | 123
operator mungkin tidak akan diperhatikan walaupun
lampu tersebut menyala mengindikasikan kegagalan
suatu proses.
Dalam desain, proses pengindraan dapat pula
terbantu jika suatu stimulus bisa dengan mudah
dibedakan dengan stimulus lain di lingkungan.
Pembedaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan
warna, bentuk, frekuensi, serta karakteristik fisik
lainnya. Pengindraan visual dapat dilakukan dengan
baik jika visual search diminimalkan. Manusia memiliki
kecenderungan untuk melakukan pengamatan dalam
jarak dekat dibandingkan jarak yang lebih jauh, dan
cenderung menghindari pergerakan kepala untuk
memilih sumber informasi.
3. Penyimpanan Informasi (Memory)
Pemahaman mengenai proses penyimpanan informasi
(memory) penting untuk dapat membantu memahami
proses selanjutnya yang terjadi pada Gambar 2.1 di
atas. Otak manusia memiliki karakteristik yang sangat
mengagumkan, yaitu dapat menerima informasi
dalam jumlah yang sangat besar. Banyak hal dalam
hidup kita diterima dan direkam oleh otak. Misalnya,
seseorang yang sudah berusia sangat lanjut masih
dapat menguraikan apa yang terjadi dalam sejarah
suatu negara puluhan tahun lalu yang dialaminya. Dia
masih dapat menjelaskan kepada cucunya perbedaan
124 | Human Factor Engineering
antara konsep kerja aerobik versus anaerobik, atau
bahkan menasihati orang lain bagaimana cara
mengemudi dengan baik. Di sisi lain, orang tersebut
dapat dengan mudah lupa atas nama seseorang atau
daftar barang yang harus dibeli pada saat berbelanja.
HIP memanfaatkan kedua karakteristik ini, khususnya
dalam menentukan bagaimana kemampuan dan
keterbatasan dalam menyimpan informasi dapat
memengaruhi performansi manusia.
Pada model HIP, informasi disimpan pada dua
wilayah yang berbeda, yaitu working memory (WM)
dan long-term memory (LTM). Working memory (WM)
digunakan dalam membantu proses pengambilan
keputusan, sedangankan long-term memory (LTM)
digunakan sebagai tempat penyimpanan informasi
yang banyak dimanfaatkan saat proses persepsi
berlangsung. LTM berinteraksi dengan WM bilamana
diperlukan saat proses pengambilan keputusan
berlangsung. Secara teoretik, informasi pada WM
dapat hilang dan tidak digunakan lebih lanjut atau
disimpan pada LTM (melalui suatu mekanisme
tertentu) untuk digunakan di masa yang akan datang.
Penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli
psikologi menujukkan bahwa working memory (WM)
dan long-term memory pada dasarnya sama (Crowder,
1993; Nairne, 2002). Namun, penelitian lain yang
meyakini bahwa kedua sistem ini berbeda, bisa jadi
tidak memiliki penjelasan teoritis yang sama (Atkinson
Seta A. Wicaksana | 125
dan Shiffrin, 1968; Baddeley, 2001a; Engle dan Kane,
2005; Izawa, 1999; Miyake dan Shah, 1999a).
Penelitian klasik mengenai working memory (WM)
dijelaskan melalui model memori yang diajukan oleh
Atkinson dan Shffrin (1968). Pada model ini, working
memory (WM) disebut short-term memory (STM). Model
ini mendominasi penelitian mengenai memori selama
bertahun-tahun. Namun, sekarang pengaruhnya mulai
berkurang karena kurang mampu membedakan antara
short-term memory (STM) dan long-term memory (LTM)
secara tegas (Baddeley, 1995b; Healy dan Mc-Namara,
1996). Model memori yang diajukan Atkinson dan
Shiffrin (1968) masih banyak digunakan karena model
ini merupakan contoh pendekatan pemrosesan
informasi yang paling diketahui saat ini.
Gambar 2.2 Model memori (Atkinson & Shaffrin, 1968)
diadaptasi dari Cognition 6th ed., Matlin, 2005, p. 11
126 | Human Factor Engineering
Berdasarkan model tersebut, stimuli dari
lingkungan, awalnya, akan masuk ke sensory store,
yaitu sistem penyimpanan berkapasitas besar yang
mencatat informasi dari indra secara akurat (terutama
iconic memory dan echoic memory). Informasi yang
tersimpan pada sensory store dapat dengan mudah
hilang. Selanjutnya, informasi akan diteruskan menuju
STM. Penyimpanan jangka pendek ini berisi sejumlah
kecil informasi yang digunakan secara aktif (working
memory). Informasi verbal disandikan secara akustik
(sesuai bunyinya). Misalkan ketika harus menghafalkan serangkaian kode ‗4 G S 7 N P‘, dan ternyata lupa
akan kode terakhir yaitu ‗P‘, sehingga ketika diminta
untuk menyebutkan kembali, akan menyebutkan B, G,
atau huruf lain yang memiliki bunyi serupa. Terakhir
informasi akan masuk ke LTM yang berkapasitas
besar, berisi memori beberapa detik terakhir sampai
puluhan tahun silam. Disandikan dalam bentuk
semantik (berdasarkan makna). Menurut model ini,
informasi dapat diteruskan ke STM, tetapi bisa juga
langsung ke LTM jika sangat bermakna (berkesan)
bagi individu yang bersangkutan.
a. Short-Term Memory
Perbedaan antara sensory store dan short-term memory
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Seta A. Wicaksana | 127
Tabel 2.1 Perbedaan sensory store dan short-time memory
Sensory Store
Short-Term Memory
Stimuli dapat bertahan
selama 2 detik atau kurang
Stimuli dapat bertahan 30
detik
Informasi relatif mentah
dan belum diproses
Informasi dapat
dimanipulasi (misalnya
dengan mengulang,
membandingkan, atau
mengubah urutan item)
Informasi merupakan
representasi stimulus yang
sangat akurat
Informasi sangat mudah
mengalami distorsi dan tidak
akurat
Informasi secara pasif
didata pada sensory store
Informasi akan diseleksi
secara aktif untuk memasuki
short-term memory
Sumber : Diadaptasi dan Atkinson & Shiffrin, 1968
Berdasarkan Gambar 2.2 di atas, memori pada
STM bersifat rapuh, dapat terlupa sebelum digunakan
(tetapi tidak serapuh memori di sensory store) dan akan
menghilang dalam 30 detik (kecuali jika diulangulang). Ciri lain dari STM (menurut Atkinson dan
Shiffrin) adalah clear cut limits. Seseorang akan
merasakan ketegangan tatkala mencoba mengingat
daftar item dalam STM.
Stimuli yang diproses di STM diubah menjadi
informasi dalam bentuk kode. Pengodean yang
128 | Human Factor Engineering
disimpan pada STM dapat berbentuk akustik, visual,
atau semantik. Informasi yang disimpan berdasarkan
bunyi adalah mekanisme penyimpanan dalam bentuk
akustik. Penyimpanan yang menggunakan karakteristik tampilan dari objek/benda, merupakan bentuk
penyimpanan visual. Penyimpanan yang bersifat
semantik memanfaatkan arti/makna dari suatu objek.
George Miller (1956) melakukan penelitian klasik,
yang dituliskan pada artikel ―The Magical Number
Seven, Plus or Minus Two: Some Limits on Our Capacity
for Processing Information‖. Manusia tidak mungkin
menahan banyak item dalam STM-nya dalam satu
waktu. Secara spesifik dinyatakan manusia dapat
mengingat sekitar 7 ± 2, atau antara 5 sampai dengan 9
unit. Sebagai contoh, jika seorang diminta untuk
mengingat angka-angka yang bersifat random
(misalnya 12 angka ‗0 8 1 3 2 1 4 4 6 6 1 8‘), maka pada
umumnya orang tersebut hanya dapat menyebutkan
tidak lebih dari 9 angka secara tepat. Istilah ‗unit‘ oleh
Miller dijelaskan lebih jauh sebagai ―chunks of
information.‖ Setiap chunk merupakan sekelompok
stimulus yang memiliki keterikatan dan berasosiasi
dengan informasi yang tersimpan pada LTM. Suatu
chuck dapat berbetuk single numeral atau single letter
karena manusia dapat mengingat sekitar tujuh angka
atau tujuh huruf jika berada dalam urutan acak.
Angka-angka itu dapat diorganisasikan dalam unit
yang lebih besar. Misalkan huruf-huruf berikut ‗r u m
Seta A. Wicaksana | 129
a h‘ tidak dianggap sebagi lima huruf yang berbeda,
tetapi dimaknai sebagai suatu informasi (chuck).
Dengan demikian, pada saat seseorang mengingat
kata-kata ‗rumah‘, ‗mobil‘, dan ‗komputer‘, yang
disimpan dalam STM adalah tiga unit informasi,
bukan 18 huruf yang terkait satu sama lain. Kalimat
‗saya memiliki rumah, mobil, dan komputer‘, dengan
mekanisme asosiasi tertentu dapat membentuk
menjadi satu chunk.
Chunking dengan demikian dapat digunakan
sebagai salah satu strategi untuk mengingat informasi
dalam jumlah banyak. Kembali pada contoh angkaangka di atas, jika kita mengenal bahwa angka ‗0813‘
adalah awal nomor ponsel di Indonesia untuk provider
tertentu, maka STM hanya perlu mengingat 8 angka
lainnya. Angka 0813 akan dengan mudah
dimunculkan kembali, karena telah lebih dahulu
tersimpan di LTM (melalui pengalaman masa lalu
tentang karakteristik nomor-nomor ponsel). Dengan
demikian, kapasitas STM seolah-olah adalah 12 angka,
padahal jumlah yang harus diingat telah dikurangi
dengan teknik chunking. Dalam satu chunk, jumlah
stimulus yang optimal berkisar antara 3–4 digit.
Pengelompokan (pemisahan) juga merupakan
salah satu teknik dalam chunking. Di Amerika Serikat,
nomor telepon selalu dituliskan dengan awalan kode
area, dilanjutkan dengan pengelompokan tiga nomor
pertama, serta empat nomor terakhir (sebagai contoh
130 | Human Factor Engineering
(540) 231 – 8130). Teknik penulisan serta penyebutan
nomor telepon dengan teknik ini memudahkan orang
dalam mengingat-ingat nomor tersebut. Terkadang, di
Amerika Serikat, nomor telepon menggunakan hurufhuruf yang memiliki arti, agar nomor tersebut lebih
mudah diingat. Pemberian nomor telepon darurat
seperti ‗231 – 4350‘, sebagai contoh, jauh lebih mudah
dilupakan oleh yang memerlukan bila dibandingkan
dengan penulisan berikut ‗231 - HELP‘. Contoh
tersebut adalah bentuk chunking yang mengeksploitasi
asosiasi antara keadaan darurat dengan permintaan
bantuan (HELP). Dengan menggunakan teknik ini,
mungkin dibutuhkan sejumlah waktu dalam menekan
nomor telepon, tetapi nomor yang dituliskan dengan
cara ini relatif lebih mudah diingat (recalled). Teknik ini
juga lebih efektif, mengingat bahwa asosiasi yang
dibentuk oleh huruf dapat lebih mudah dibentuk bila
dibandingkan dengan angka.
Implikasi dari penjelasan di atas adalah dalam
mendesain suatu sistem, usahakan agar operator tidak
dibebani dengan informasi yang melebihi kapasitas di
atas. Strategi chunkcing dapat digunakan untuk
mengurangi beban informasi yang harus diingat oleh
operator. Dengan memahami keterbatasan operator,
dapat dirancang suatu mekanisme yang memperkecil
peluang operator untuk lupa terhadap apa yang harus
diingat. Menyederhanakan tugas adalah salah satu
caranya. Teknik lain dapat berupa penggunaan alat
Seta A. Wicaksana | 131
bantu. Contohnya, seorang operator data entry dapat
menggunakan warna untuk menandai data terakhir
yang telah dimodifikasi. Teknik chunking dapat pula
diperoleh sejalan dengan bertambahnya keahlian
seorang pada bidang tertentu. Mereka yang ahli pada
bidangnya dipercaya memiliki strategi khusus dalam
mengelompokan informasi, seperti halnya pemain
catur, programmer, dan lain-lain.
Salah satu keterbatasan lain adalah informasi yang
tersimpan pada STM dapat hilang dengan cepat.
Paradigma Brown-Peterson menunjukkan bahwa
kemampuan responden penelitian dalam mengingat
tiga huruf acak sangatlah buruk. Jika responden
tersebut tidak diperkenankan untuk secara sengaja
mengingat-ingat ketiga huruf tersebut, dalam 20 detik
sangat sukar bagi para responden untuk menyebutkan
ulang ketiga huruf tersebut.
b. Working Memory
Alan Baddelay (2001, 200b, 200c, 2001a, 2001b)
mengembangkan penjelasan utuh tentang interpretasi
multikomponen dari short-term memory (STM) yang
disebut working memory (WM), yaitu sistem yang
terdiri atas empat komponen yang menyimpan
sementara dan memanipulasi informasi ketika
seseorang melakukan tugas kognitif. Keempat
komponen yang terdapat pada working memory adalah
132 | Human Factor Engineering
phonological loop, visuospatial sketch pad, central executive,
dan episodic buffer.
Gambar 2.3 Simplifikasi model working memory dan
interaksinya dengan long-term memory (Baddelay 2001,b),
diadaptasi dari Cognition 6th ed., Matlin, 2005, p. 110
Phonoligical loop menyimpan suara dalam jumlah
yang terbatas dan jejak ingatan (memory trace) akan
rusak dalam kurun waktu dua detik, kecuali bila
diulang. Visuospatial sketch pad menyimpan informasi
spasial dan visual, yaitu informasi yang berkaitan
dengan dimensi, ruang, atau kedalaman. Central
executive mengintegrasikan informasi-informasi yang
berasal dari phonological loop dan visuospatial sketch pad
dan sangat berperan dalam atensi dan perencanaan
pengontrolan perilaku. Central executive bertindak
sebagai supervisor atau scheduler, tetapi sulit untuk
Seta A. Wicaksana | 133
dikaji melalui sistem riset. Episodic buffer menyediakan
tempat penyimpanan sementara informasi dari
phonological loop, visuospatial sketch pad, central executive
yang dapat dikumpulkan dan dikombinasikan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
memperlambat hilangnya informasi pada WM, antara
lain adalah penggunaan stimulus tambahan yang
dapat memperkuat informasi pada WM. Sebagai
contoh adalah penggunaan display yang memberikan
informasi yang bersifat visual dan auditori secara
bersamaan. Operator yang menggunakan display
seperti ini akan memperoleh informasi utama secara
visual. Namun, informasi ini juga diperkuat dengan
adanya informasi tambahan yang disimpan dalam
bentuk auditori.
c. Long-Term Memory
Tempat penyimpanan informasi yang bersifat lebih
permanen dan dapat menampung jauh lebih banyak
informasi disebut sebagai long-term memory (LTM).
Proses penyimpanan informasi (coding) pada LTM
terjadi melalui proses belajar dan pelatihan.
Pengetahuan yang disimpan pada LTM dapat
berbentuk prosedural maupun deklaratif. Pengetahuan
yang bersifat prosedural menggambarkan bagaimana
sesuatu dilakukan (misalnya urut-urutan aktivitas
yang perlu dilakukan ketika alarm di suatu pusat
134 | Human Factor Engineering
kendali proses berbunyi). Pengetahuan yang bersifat
deklaratif lebih mengarah pada makna, fakta, atau
kenyataan atas suatu objek (misalnya alarm yang
berbunyi bersama-sama dengan nyala lampu merah,
mengindikasikan
bahaya
yang
membutuhkan
perhatian segera). Penyimpanan informasi pada LTM
dapat pula dibedakan berdasarkan sifatnya yang
terkait dengan kejadian tertentu (episodik) atau
pengetahuan yang bersifat umum (semantik).
Perbedaan antara episodic memory dan semantic memory
tidak dapat dibedakan secara tegas (not clear cut).
Episodic memory lebih ditekankan pada kapan (when),
di mana (where), atau bagaimana (how) suatu peristiwa
berlangsung, sedangkan semantic memory meliputi
pengetahuan tanpa rujukan bagaimana informasi
tersebut diperoleh.
Informasi pada LTM tidak disimpan secara
random, tetapi tersimpan secara struktural dengan
mekanisme organisasi tertentu. Setiap informasi yang
tersimpan pada LTM akan disusun sedemikian rupa
sehingga memiliki arti yang lebih luas dan memiliki
keterkaitan antara satu informasi dengan informasi
lainnya. Contohnya, seseorang akan dengan sangat
mudah menyebutkan nama dan tanggal lahir karena
informasi tersebut sering digunakan dan memiliki
asosiasi yang erat dengan informasi pribadi lainnya.
Fenomena pengorganisasian informasi juga berarti
pengambilan informasi tersebut (retrieval) dapat
Seta A. Wicaksana | 135
berjalan dengan efektif, jika prosesnya dilakukan
dengan cara yang mirip dengan bagaimana informasi
tersebut disimpan pada long-term memory (LTM).
Sebagai contoh, sangat lazim bahwa mahasiswa
menghafalkan definisi dari sejumlah istilah. Cara
menghafal yang sering kali dilakukan adalah dengan
menyebutkan ‗Definisi dari A adalah…‘, dan
seterusnya. Teknik ini hanya efektif jika pertanyaan
yang muncul dalam ujian adalah ‗Sebutkan definisi
dari A!‘. Mahasiswa akan kesulitan menjawab jika
pertanyaan yang diajukan dalam bentuk ‗Definisi apa
yang dapat menjelaskan fenomena berikut?‘.
Seseorang dengan latar belakang pendidikan teknik
akan menyimpan informasi cara kerja mesin dengan
cara yang berbeda bila dibandingkan dengan mereka
yang memiliki latar belakang sosial.
Salah satu konsep penting dalam pengorganisasian informasi pada LTM dan kaitannya dengan
performansi kerja adalah ‗model mental‘. Model ini
menggambarkan pemahaman/pemikiran seseorang
atas suatu objek. Dengan menggunakan model mental,
seseorang dapat menjelaskan dan menyimulasikan
bagaimana suatu sistem bekerja. Melaui pembentukan
model mental yang benar, seseorang dapat
menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi saat
indikator temperatur mesin terus bergerak naik dan
dapat menjelaskan apa dampak yang akan terjadi jika
fenomena ini terus berjalan. Model mental yang benar
136 | Human Factor Engineering
dapat dibentuk melalui pengajaran dan pelatihan yang
diberikan secara terus-menerus. Fitur dari suatu
produk atau sistem juga dapat dimanfaatkan untuk
membentuk model mental. Tombol-tombol yang jelas
diletakkan secara menonjol di permukaan monitor
komputer akan membentuk model mental seorang
operator yang akan menganggap bahwa tomboltombol
tersebut
memiliki
kaitan
dengan
pengoperasian monitor. Contoh lain, saat melihat ikon
trash can (tempat sampah) di layar komputer,
seseorang memercayai bahwa file yang sudah hapus
dapat dibuka kembali. Hal ini terjadi karena orang
tersebut memiliki model mental di mana sampah
(berupa kertas dokumen) yang kita buang ke tempat
sampah masih dapat kita ambil kembali bilamana
diperlukan.
Sistem dan produk tidak dirancang dengan cermat
dapat menyebabkan terbentuknya model mental yang
tidak
tepat
dan
berujung
pada
kesalahan
pengoperasian suatu sistem. Sebagai contoh, sejumlah
display sering kali dirancang dengan bentuk yang
menonjol di permukaan panel monitor. Hal ini akan
membentuk model yang salah, di mana operator
beranggapan bahwa display tersebut adalah tombol
kontrol. Hal yang sama juga dapat terjadi saat sebuah
pintu (yang hanya dapat dibuka ke satu sisi) memiliki
dua pegangan pintu yang persis sama di kedua
sisinya. Terkadang pintu tersebut tidak terbuka ketika
Seta A. Wicaksana | 137
ditarik, karena seharusnya pintu tersebut dibuka
dengan cara didorong. Model mental yang dimiliki
adalah pegangan tersebut dapat ditarik. Untuk
mengurangi kesalahan seperti ini, sejumlah pintu di
tempat-tempat umum ditandai dengan pegangan
pintu di satu sisi, serta plat logam yang sekadar
ditempelkan (untuk didorong) di sisi lainnya. Bisa
dimengerti bahwa kegagalan pada pengoperasian
suatu sistem dapat disebabkan oleh ketidaksesuaian
antara model mental yang dimiliki oleh operator dan
cara kerja sistem yang sesungguhnya. Aspek ini
menjadi sangat penting dan dapat dimanfaatkan
dalam merancang suatu sistem kerja yang baik.
Informasi yang tersimpan pada LTM hanya akan
bermanfaat jika dapat diperoleh dengan segera pada
saat diperlukan. Pengambilan informasi dari LTM
dilakukan melalui mekanisme recognition dan recall.
Recognition adalah kemampuan menggali informasi
dari LTM melalui proses identifikasi atas sejumlah
stimulus yang dimunculkan kembali. Sebagai contoh,
seorang pengemudi mampu menjelaskan rute yang
harus diambil untuk sampai pada satu tujuan, tetapi
kemampuan ini hanya bisa ia lakukan saat
mengemudikan kendaraan menuju tujuan tersebut.
Sebaliknya, informasi yang digali melalui proses recall
dapat dicontohkan, misalnya saat pengemudi mampu
menuliskan/menjelaskan rute menuju suatu tujuan,
138 | Human Factor Engineering
walaupun pengemudi tersebut sedang tidak berada di
daerah tujuan.
Mekanisme recall akan lebih baik jika konteks saat
retrieval task (tugas untuk mengingat kembali) sesuai
dengan konteks saat encoding (proses mengubah
stimulus menjadi kode yang akan disimpan di dalam
memori). Misalkan jika proses perkuliahan dilakukan
di suatu ruangan tertentu dan ujian mata kuliah
tersebut dilakukan di ruangan yang sama, diharapkan
hasil yang didapatkan lebih baik dari pada jika ujian
tersebut dilakukan di ruangan lain. Outshining
hypothesis menyatakan konteks dapat memicu memori
tatkala better memory cues tidak ada. Jadi, performansi
seorang operator ATC dapat meningkat jika penjelasan
tentang ATC tidak dilakukan semata-mata dengan
menggunakan teori buku, tetapi dijelaskan dengan
cara hadir di ruangan ATC. Perlu diingat bahwa peran
konteks akan semakin besar nilainya jika better cues
hadir. Secara umum, bila materi yang akan di-recall
telah dipelajari dengan baik, maka memory cues
menjadi cukup kuat untuk mengatasi context cues yang
lemah. Bila materi belum dipelajari dengan baik,
context cues akan membantu memicu memori.
Singkatnya, konteks atas sesuatu menjadi penting dan
bermanfaat dalam membantu proses penggalian
informasi dari LTM.
Seta A. Wicaksana | 139
d. Memory Improvement
Ada sejumlah metode yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan memori, antara lain
dengan memanfaatkan: (1) visual imagery, (2) the method
of loci, (3) organization, (4) external memory aids, (5)
practice, (6) the multimodal approach, (7) metamemory.
Penggunaan visual imagery, the method of loci, dan
organization
dilakukan
dengan
memanfaatkan
mnemonics, yaitu strategi untuk mengingat. Pada
metode
visual
imagery,
kemampuan
memori
ditingkatkan dengan cara merujuk kepada representasi
mental dari objek atau tindakan yang secara fisik
sesungguhnya tidak ada. Sebagai contoh, bayangkan
ketika seseorang membaca novel. Alur cerita dapat
diingat dengan lebih mudah jika membayangkan
gambaran situasi yang terjadi pada novel tersebut.
Method of loci merupakan metode yang dilakukan
dengan cara mengaitkan item yang akan dipelajari
dengan lokasi fisik. Sebagai contoh, saat kita diminta
untuk menuliskan barang-barang yang ada di rumah,
kita akan memanfaatkan suatu strategi di mana kita
akan mencoba mengingat-ingat rumah kita dan lokasi
dari ruang-ruang yang ada. Metode ini merupakan
kombinasi antara visual imagery dengan memory aids
lainnya.
Organization
adalah
metode
yang
memanfaatkan pemberian aturan dan pola-pola suatu
objek yang tengah kita pelajari.
140 | Human Factor Engineering
External memory aids adalah penggunaan alat
bantu yang bersifat eksternal untuk meningkatkan
kemampuan mengingat informasi. Alat bantu ini
dapat berupa stimulus tambahan, seperti mengaitkan
secarik kain pada jari kita untuk mengingatkan bahwa
ada sesuatu yang harus kita lakukan sebelum pulang
ke rumah dari kantor. Teknik berikutnya adalah
latihan. Kita mengenal istilah practice makes perfect yang
berarti semakin banyak latihan, akan semakin banyak
yang dapat kita ingat. Ini adalah suatu strategi yang
sering disampaikan oleh seorang guru kepada muridmuridnya.
Berkaitan dengan multimodal approach, Douglas
Hermann
(1991)
dalam
―Super
Memory”
mengungkapkan tidak ada teknik sederhana untuk
meningkatkan kemampuan memori. Perlu bagi kita
untuk memperhatikan kondisi fisik dan mental,
concern dengan memory attitude, dan concern dengan
konteks sosial. Sejumlah saran yang diajukan adalah
melakukan pengulangan (rehearsing an item),
memfokuskan perhatian terhadap detail, melakukan
deep level processing dengan memberi penekanan yang
lebih pada aspek semantik (makna) dan aspek
emosional. Teknik terakhir, metamemory, adalah
pengetahuan dan kesadaran tentang memori yang
dimiliki oleh diri sendiri. Untuk belajar lebih efektif,
seseorang perlu mengetahui strategi terbaik baginya,
berapa lama waktu belajar yang bisa dilakukan
Seta A. Wicaksana | 141
sebelum perhatian terpecah, ‗waktu‘ belajar terbaik,
serta kekuatan dan kelemahan memorinya. Artinya,
seseorang perlu menyadari dan mengenali bagaimana
merencanakan proses belajar, bagaimana meregulasi
perhatian, dan bagaimana memantau pemahaman atas
suatu materi.
4. Persepsi
Proses persepsi merupakan suatu tahapan di mana
citra dari suatu stimulus yang tersimpan pada sensory
store kemudian diproses lebih jauh menjadi informasi
yang memiliki arti. Mekanisme ini cenderung
berlangsung cepat dan tidak terlalu membutuhkan
usaha mental. Pada proses ini terjadi pencarian dan
penentuan sifat-sifat dasar dari suatu stimulus yang
diterima cocok dengan pola, model mental, serta
konsep yang telah dipelajari dan disimpan
sebelumnya. Proses ini berlangsung di sistem saraf
pada tingkatan yang lebih tinggi, di mana otak
kemudian mengubah stimulus menjadi suatu bentuk
informasi yang lebih memberi arti. Informasi yang
terbentuk bukan sekadar penjelmaan dari stimulus
yang disimpan oleh sistem saraf, melainkan
dipengaruhi oleh pengalaman dan pengetahuan masa
lalu yang disimpan dengan bantuan LTM.
Sebagai contoh, bayangkan seorang operator yang
tengah bekerja di ruang kendali pada sebuah
142 | Human Factor Engineering
pembangkit listrik. Saat sebuah lampu indikator
menyala berkedip-kedip, sistem saraf menyimpannya
sebagai stimulus fisik (cahaya) yang berulang, ditandai
dengan spectrum frekuensi dan intensitas tertentu.
Operator kemudian ‗memodelkannya‘ sebagai suatu
fenomena kejanggalan. Model ini kemudian
disbandingkannya dengan konsep yang telah ia
peroleh di masa lalu, baik melalui pelatihan maupun
pengalamannya selama ini. Akhirnya, berdasarkan
informasi di masa lalu, operator mengartikan
informasi ini sebagai terjadinya peningkatan tekanan
secara drastis pada katup tertentu.
Persepsi mencakup pemanfaatan pengetahuan
untuk mendapatkan dan menafsirkan stimulus yang
dicatat oleh indra. Pada proses persepsi, berbagai
stimulus fisik yang berbeda-beda dapat diartikan
sebagai satu kategori yang sama, suatu fenomena yang
disebut sebagai many-to-one mapping. Sebagai contoh,
kita dapat membaca dan memahami huruf ‗h‘, terlepas
apakah huruf tersebut dicetak dengan huruf besar,
miring, tebal, atau bahkan ditulis tangan. Pada
tingkatan pemrosesan yang lebih tinggi, kita dapat
membedakan antara huruf ‗h‘ dengan huruf lain yang
memiliki kemiripan fisik, misalnya huruf ‗n‘. Otak juga
dapat mempersepsikan (pada tingkatan lain) apakah
huruf ‗h‘ tersebut diucapkan oleh seorang wanita atau
lelaki. Pengidentifikasian susunan kompleks dari
stimulus pengindraan disebut pattern recognition.
Seta A. Wicaksana | 143
Ketika melakukan pattern recognition, proses-proses
pengindraan akan mengubah dan mengorganisasikan
informasi mentah dan membandingkannya dengan
informasi dalam memori. Dengan demikian, proses
persepsi mencakup pengenalan terhadapat karakteristik dasar dari suatu stimulus serta kemampuan
dalam mengelompokkan informasi yang dihasilkan ke
dalam suatu katageri tertentu.
Pemrosesan informasi dapat dikelompokkan
menjadi beberapa tingkat (Bridger, 2009). Pada tingkat
yang paling rendah, suatu stimulus dapat diartikan
apa adanya, sekadar ada atau tidak ada. Pada tingkat
ini, proses persepsi akan menentukan ada atau
tidaknya suatu stimulus (deteksi). Teori dasar yang
terkait dengan ini adalah SDT (signal detection theory),
suatu konsep yang memodelkan secara kuantitatif
kemampuan manusia dalam mengenali karakteristik
fisik atas suatu stimulus. Pada tingkatan pemrosesan
yang lebih rendah, suara yang datang dari sirine
ambulans dapat dipersepsikan sebagai sekadar
munculnya ‗suara‘ dari lingkungan. Pada tingkatan
yang lebih tinggi, perubahan frekuensi (naik dan turun
secara berulang-ulang) pada sirine tersebut dapat
dipersepsikan sebagai kendaraan ambulans. Seorang
dapat pula mengidentifikasi bahwa ambulans tersebut
ternyata
bergerak
menjauh
atau
mendekat
berdasarkan informasi yang diperoleh dari adanya
perubahan intensitas suara sirine. Dalam hal ini,
144 | Human Factor Engineering
proses persepsi hanya mengadalkan karakteristik
fonetik dari stimulus. Terkadang seseorang tidak
mampu mengenali adanya ambulans yang bergerak
mendekat, sampai saat ambulans tersebut benar-benar
terlihat dengan mata. Pada saat itu barulah disadari
adanya keadaan darurat dan harus segera memberi
jalan. Hal ini menunjukkan kompleksitas proses
persepsi, yaitu dibutuhkannya lebih dari satu dimensi
stimuli (auditori dan visual) untuk menginterpretasikan adanya suatu keadaan darurat. Seseorang
bisa menginterpretasikan suatu sirine tersebut sebagai
situasi kota yang tidak aman, di mana kecelakaan lalu
lintas sering terjadi. Informasi seperti ini diproses pada
tingkatan yang lebih tinggi lagi. Hal ini menunjukkan
bahwa persepsi dapat terjadi pada beberapa tingkatan
dan semakin tinggi tingkat persepsi yang terlibat,
semakin lama pula waktu yang dibutuhkan untuk
memproses suatu informasi. Secara konseptual,
implikasinya adalah jika seseorang diharapkan untuk
dapat merespons dengan cepat, usahakan agar
stimulus dirancang agar dapat diproses pada
tingkatan yang paling rendah, dengan stimulus
sesederhana mungkin.
Proses persepsi dipengaruhi oleh sejumlah faktor
penting. Faktor individual antara lain berupa
pengalaman,
motivasi,
kepribadian,
kelelahan,
harapan, pelatihan yang diperoleh, dan sebagainya.
Seorang pengendara yang mengalami kelelahan akibat
Seta A. Wicaksana | 145
mengemudi selama berjam-jam, mungkin saja tidak
dapat memaknai lebih jauh lampu indikator yang
menyala merah di panel dashboard. Pengendara
tersebut mengenali adanya lampu merah yang
menyala. Namun, kelelahan membuatnya tidak
mampu mengartikan lebih warna merah yang
misalnya mengindikasikan bahan bakar yang telah
menipis. Faktor kontekstual juga merupakan salah
satu faktor penting yang memengaruhi proses
persepsi. Sebelum menjalankan kereta, seorang
masinis kereta api (KA) selalu menunggu aba-aba
peluit panjang yang dibunyikan. Masinis hampir
secara otomatis mengartikan stimulus tersebut sebagai
perintah untuk menjalankan kereta api. Jika masinis
tersebut berada di sebuah taman dan kemudian dia
mendengar suara peluit panjang, stimulus ini tidak
akan diartikan lebih jauh karena tidak didukung oleh
konteks di mana dia berada. Persepsi atas suatu
stimulus juga dipengaruhi oleh lingkungan dan
tingkat intensitas stimulus yang merupakan fungsi
dari sumber stimulus.
5. Pengambilan Keputusan dan Pengambilan
Tindakan
Setelah informasi dari proses persepsi terbentuk,
proses berikutnya adalah menentukan apa yang
dilakukan setelah informasi tersebut diperoleh. Proses
146 | Human Factor Engineering
pengambilan dan pemilihan keputusan ini dianggap
sebagai proses kognitif yang lebih tinggi. Berbeda dari
proses persepsi, proses kognitif ini dilakukan secara
sadar dan mengandalkan kinerja working memory,
seperti pada saat mengulang informasi, memanipulasi
fakta, menganalisis data, melakukan perencanaan,
serta mengevaluasi hasil. Usaha mental yang sungguhsungguh serta perhatian yang memadai harus
dialokasikan pada proses ini agar performansi dapat
terjaga dengan baik. Sebagai peneliti memberi label
kognitif hanya pada proses pengambilan keputusan.
Namun, perbedaan antara proses persepsi dan kognitif
tidak perlu diperdebatkan, karena tidak ada batasbatas yang membedakan keduanya secara tegas
(Wickens dan Hollands, 2000).
Pengambilan keputusan sangat erat kaitannya
dengan problem solving. Proses penyelesaian masalah
digunakan tatkala seseorang ingin meraih tujuan
tertentu, tetapi tujuan tersebut tidak dapat tercapai
dengan mudah. Seseorang berhadapan dengan
masalah bila terjadi kesenjangan antara situasi saat ini
dengan tujuan yang ingin dicapai dan tidak tahu
bagaimana cara menjembatani kesenjangan tersebut.
Suatu masalah terdiri atas tiga hal penting, yaitu
original state, goal gate, dan rules. Original state adalah
situasi saat ini, sedangkan goal state adalah tujuan yang
ingin dicapai. Goal state dicapai ketika masalah sudah
Seta A. Wicaksana | 147
terpecahkan. Rules menggambarkan keterbatasan yang
terbentang antara original state dan goal state.
Satu hal yang jarang mendapatkan perhatian
dalam problem solving adalah problem finding. Langkah
pertama dalam problem finding adalah memahami
masalah. Tahapan pertama dalam memahami masalah
adalah memilah informasi yang krusial (penting) dan
informasi yang tidak relevan. Tahap selanjutnya
adalah bagaimana cara merepresentasikan masalah.
Bila persoalan yang dihadapi adalah sesuatu yang
abstrak sehingga muncul kesulitan, maka harus
dilakukan operasi terhadapnya. Beberapa operasi yang
dilakukan bisa menggunakan symbol, daftar (list),
matriks, hierarchical tree diagram, grafik, ataupun visual
imagery. Menurut penelitian Schwartz, metode
representasi sangat berkaitan dengan frekuensi solusi.
Artinya, metode yang dipilih didasarkan pada
tingginya frekuensi solusi yang dihasilkan oleh
metode bersangkutan.
Kepakaran
(expertise)
akan
memengaruhi
bagaimana cara seseorang menyelesaikan masalah
pada area tertentu (Erickson san Lehman, 1996).
Perbedaan seorang expert dari orang awam erat
kaitannya dengan memori, dasar pengetahuan,
representasi, kemiripan struktural, elaborasi situasi
awal, kecepatan dan efisiensi, serta kemampuan
metakognisi. Perbedaan memori pada expert dan orang
awam berkaitan dengan informasi yang berhubungan
148 | Human Factor Engineering
dengan area kepakarannya. Dasar pengetahuan yang
berbeda akan menghasilkan skema berpikir yang
berbeda. Representasi yang dilakukan orang awam
cenderung
naïf,
sedangkan
expert
akan
merekonstruksinya sedemikian rupa. Struktural yang
memiliki kemiripan lebih banyak akan lebih dihargai.
Elaborasi situasi awal berkaitan dengan semakin tinggi
tingkat kepakarannya (spesialisasinya), semakin
sedikit pengetahuannya tentang hal lainnya. Misalnya
seorang pilot yang andal mengemudikan pesawat,
akan kesulitan jika diminta untuk melakukan
pekerjaan yang berkaitan dengan assembly. Semakin
tinggi tingkat kepakaran seseorang, kemampuan
problem solving-nya semakin cepat dan efisien.
Metakognisi merujuk pada pengetahuan (knowledge)
dan kewaspadaan (awareness) mengenai memori
mereka. Artinya, seseorang akan mengalihkan
pengetahuan tentang dunia luar diri menjadi
pengetahuan tentang proses yang berlangsung di
dalam ‗kepala‘.
Semakin pakar seseorang dalam suatu bidang
tertentu, semakin tinggi juga kemampuan orang
tersebut dalam memonitor masalah yang dihadapi.
Kepakaran (expertise) membantu mengingat informasi
karena seorang pakar (expert) memiliki struktural
pengetahuan yang telah dipelajari dengan baik (wellorganized). Seorang expert memiliki gambaran visual
(visual images) yang ‗hidup‘ tentang informasi yang
Seta A. Wicaksana | 149
harus diingat kembali (di-recall). Selain itu, expert juga
akan mengorganisasikan material yang akan diingat
kembali (di-recall) membentuk meaningful chunk
dengan cara mengelompokkan material yang memiliki
hubungan. Seseorang yang dianggap pakar akan
melakukan pengulangan (rehearsal) dengan suatu cara
tertentu dan sangat terampil dalam merekonstruksikan
bagian informasi yang ‗hilang‘ dari material yang
diingat.
Pada tahap pengambilan keputusan, terdapat dua
alternatif yang dapat dilakukan. Alternatif pertama
adalah menentukan tindakan apa yang akan
dilakukan, sedangkan alternatif kedua adalah
menyimpan informasi tersebut ke dalam working
memory. Untuk jangka waktu yang relatif pendek,
informasi yang tersimpan pada WM dapat digunakan
dan disimpan secara berulang-ulang sebelum atau
sambil menentukan tindakan yang akan dilakukan.
Informasi yang tersimpan pada WM selanjutnya dapat
disimpan pada LTM, untuk membantu proses
pengambilan keputusan di masa yang akan datang.
Contohnya seorang pengemudi yang tengah
mengendarai kendaraannya dengan kecepatan tinggi
mengenali adanya polisi yang tengah berdiri di sisi
jalan raya. Dalam konteks pengambilan keputusan,
terdapat dua alternatif yang dapat dilakukan
pengemudi tersebut. Alternatif pertama adalah
menyimpan informasi tersebut pada WM, dan
150 | Human Factor Engineering
pengemudi tetap mempertahankan laju kendaraannya.
Informasi tersebut dapat dengan sengaja disimpan
pada WM, misalnya dengan terus-menerus mengingat
karakteristik khusus dari petugas tersebut. Alternatif
kedua adalah menentukan untuk memperlambat laju
kendaraan, yang dapat dilakukan secara spontan
maupun dengan bantuan WM dan LTM. Informasi
tentang keberadaan polisi tersebut dapat terus diingat
walaupun kendaraan telah jauh melewati polisi.
Dalam hal ini, bisa jadi informasi pada WM akan
diteruskan untuk disimpan pada LTM.
Proses pengambilan keputusan merupakan suatu
tahapan pemrosesan informasi yang bersifat kritis,
karena sering kali berakibat pada sukses atau tidaknya
suatu
tindakan.
Human
error
yang
dapat
mengakibatkan kerugian harta benda maupun jiwa
sering kali dikaitkan dengan kesalahan operator dalam
mengambil suatu keputusan. Konotasi negatif dari
buruknya performansi operator umumnya dikaitkan
dengan
ketidakmampuan
dalam
mengambil
keputusan. Hal ini diperkuat dengan berbagai
kejadian-kejadian tragis (misalnya musibah pesawt
ulang alik Challenger atau jatuhnya pesawat
penumpang
di
Indonesia),
yang
cenderung
menganggap operator salah dalam mengambil
keputusan.
Pengambilan keputusan merupakan suatu proses
yang kompleks. Seorang operator dituntut untuk
Seta A. Wicaksana | 151
mengambil hanya satu keputusan, sedangkan
informasi yang tersedia (dan harus diproses) sangat
banyak. Kompleksitas ini juga tidak dapat dilepas dari
unsur ketidakpastian (risiko) atas hasil yang diperoleh
dari suatu pengambilan keputusan. Keputusan yang
berisiko rendah tentunya lebih muda diambil
dibandingkan dengan berisiko tinggi. Selain kompleks,
proses pengambilan keputusan juga sering kali
dilakukan dalam waktu yang cenderung terbatas.
Tekanan waktu ini dapat mendorong operator untuk
mengambil keputusan yang salah.
Salah satu konsep yang banyak diteliti dan
bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan
adalah situation awareness (Endsley, 1988). Konsep ini
didefinisikan sebagai kesadaran seseorang atas
dinamika yang terjadi di sekelilingnya, serta kesadaran
akan arah perubahan lingkungan. Situation awareness
(SA) dapat diukur dan dimanfaatkan dalam
membantu perancangan display serta umpan balik
yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan.
Situation awareness harus dibedakan dari situation
assessment (Endsley, 1995b). Situation awareness
didefinisikan sebagai state of knowledge, sedangkan
situation assessment adalah proses yang digunakan
untuk mencapai keadaan tersebut (Endsley, 1995b).
Proses ini bervariasi antarindividu dan antarkonteks.
Situation assessment adalah proses yang digunakan
untuk memperoleh, mendapatkan, atau memper152 | Human Factor Engineering
tahankan SA. Situation Awarening bukanlah hasil dari
proses penilaian situasi saja, melainkan juga didorong
oleh proses yang sama dan berulang dengan kebiasaan
tertentu. Contohnya, awereness seseorang saat ini akan
menentukan apa yang akan diperhatikannya, kemudian dan bagaimana informasi yang diterima akan
diinterpretasikan (Endsley, 2000).
Kotak terakhir pada Gambar 2.1 menggambarkan
tindakan yang diambil setelah suatu keputusan
diambil. Pengambilan tindakan dilakukan melalui
aktivitas motorik dengan memperhatikan aspek waktu
dan besarnya usaha yang harus dilakukan. Dalam
model HIP, proses pengambilan tindakan ini dianggap
sebagai suatu tahap yang terpisah dari pengambilan
keputusan.
Kurt Lwein mengatakan perilaku manusia adalah
hasil interaksi antara kepribadian dan lingkungan.
Dengan kata lain, tindakan yang dilakukan oleh
seseorang bergantung pada interaksi keputusan yang
diambilnya dengan lingkungan. Misalnya, ketika
seorang manajer harus memutuskan antara memperpanjang atau memutuskan kontrak kerja seorang
operator. Berdasarkan evaluasi kerjanya, operator
yang bersangkutan memiliki kinerja yang rendah,
sehingga manajer memutuskan untuk tidak memperpanjang kontraknya. Jika situasi lingkungan mendukung, maka tindakan yang diambil adalah tidak
memperpanjang kontrak. Tetapi jika situasi tidak
Seta A. Wicaksana | 153
mendukung, misalnya pada saat itu terjadi
peningkatan produksi yang membutuhkan banyak
tenaga kerja dan pada saat yang bersamaan
dibutuhkan waktu yang lama untuk proses rekrutmen,
maka tindakan yang diambil bisa jadi memperpanjang
kontrak operator tersebut.
6. Umpan Balik
Beberapa model HIP terdahulu beranggapan bahwa
rangkaian tahapan pemrosesan informasi berakhir
setelah suatu tindakan dilakukan. Model-model
lainnya menyebutkan bahwa konsekuensi dari suatu
tindakan perlu dievaluasi dan dimonitor dengan
memberikan informasi terkait ke awal proses. Dengan
demikian, model ini menganut struktur umpan balik
yang tertutup. Manfaat umpan balik ini adalah untuk
memastikan bahwa tujuan sistem dapat tercapai
melalui perbaikan atas deviasi proses pencapaian
tujuan tersebut. Pada sejumlah sistem, umpan balik
sering kali dapat berupa stimulus visual maupun
auditori. Sebagai contoh, salah satu aktivitas penting
seorang pilot adalah menerbangkan pesawat pada
ketinggian yang telah ditetapkan demi keselamatan
dan kenyamanan penerbangan. Ada saat-saat di mana
pilot harus mengoreksi ketinggian pesawat dan
informasi ini diperoleh melalui data ketinggian
(altitude) yang ditunjukkan oleh display pada kokpit
154 | Human Factor Engineering
pesawat. Umpan balik dapat pula diperoleh melalui
penglihatan secara langsung ke luar pesawat melalui
jendela kokpit. Bisa jadi perlu tidaknya pilot
mengubah ketinggian jelajah juga dibantu oleh
fenomena di mana pilot merasakan getaran tertentu
pada pesawat. Pada kasus ini, pilot menggunakan
umpan balik yang bersifat proprioseptif (kinestetik).
Seta A. Wicaksana | 155
Cognitive Engineering
Cognitive Engineering adalah ilmu kognitif terapan
yang mengacu pada pengetahuan dan teknik kognitif
psikologi dan disiplin terkait dalam memberikan
landasan untuk men-desain dan menggerakkan
berdasarkan prinsip sistem person-machine. Fokus
pendekatan ini berdasarkan penerapan psikologi
kognitif pada desain dan konstruksi mesin atau
manusia-sistem mesin.
Tujuan
dari
cognitive
engineering adalah untuk memahami masalah. Secara
spesifik, untuk menunjukkan bagaimana membuat
pilihan yang lebih baik ketika ada permasalahan, dan
untuk menunjukkan suatu hal peningkatan dalam satu
domain tertentu dan mengurangi defisit di masalah
lain. Simpelnya, ketika menggunakan pendeketan
Cognitive Engineering, dapat meningkatkan kualitas
dalam penyelesaian masalah yang dihadapi. Meski
demikian,
mereka
yang
mau
menggunakan
pendekatan ini harus bisa memahami nilai
fundamental sistem mesin-manusia. Dengan demikian,
Cognitive Engineering adalah pendekatan terbaru yang
menawarkan jawaban untuk menyelesaikan masalah
156 | Human Factor Engineering
dalam daerah ilmu terapan kognisi dan Human
Engineering.
Meski demikian, pendekatan ini baru ada di akhir
abad 20. Dengan kata lain, pendekatan ini masih
tergolong baru. Meski demikian, sudah ada penelitian
dan buku yang meneliti soal Cognitive Engineering
yaitu Wilson, Helton, & Wiggins (2013) dan Harris, &
Chin Li (2020). Banyak beberapa karya jurnal atau
buku di luar sana yang membahas perihal pendekatan
cognitive engineering. Dengan demikian, semakin
memperkuat asumsi bahwasanya, pendekatan ini
dapat menyumbangkan ide untuk kemaslahatan
individu secara luas.
Berlanjut kepada penggunaan
pendekatan
Cognitive Engineering. Wilson, Helton, & Wiggins
(2013) menjelaskan, penggunaan pendekatan ini sudah
ada semenjak ilmu psikologi terbentuk. Hal ini
dibuktikan dengan adanya pembuatan senjata rifle.
Dalam kasus ini, penggunaan pendekatan Cognitive
Engineering digunakan untuk mencari jangkauan optik
pertama, yang menggunakan penelitian perseptual
untuk meningkatkan estimasi jangkauan. Dalam hal
ini, bila senjata tidak dilengkapi jangkauan optik,
maka tidak berguna untuk mengukur jarak pandang
musuh di medan pertempuran. Dengan demikian,
penggunaan pendekatan Cognitive Engineering atau
munculnya ilmu psikologi adalah bukan kebetulan,
melainkan cocok dengan revolusi teknologi waktu itu
Seta A. Wicaksana | 157
dan hal itu membuat psikologi sebagai salah satu
upaya untuk dalam terbentuknya pendekatan
Cognitive Engineering.
Masuk ke bagian pendekatan Cognitive Engineering
terbaru di mana menurut Wilson, Helton, & Wiggins
(2013)
menjelaskan,
terdapat
3
Framework.
Pendekatan pertama adalah Cognitive Systems Engineering (CSE), pendekatan kedua adalah Naturalistic
Decision Making (NDM), dan pendekatan ketiga adalah
Ecological Interface Design (EID). Ketiga framework
memiliki pendekatan yang sama, di mana sangat
berfokus pada interaksi sosioteknik sistem maupun
makrokognisi. Selain itu, semua framework yang
disebutkan, lebih fokus pada kerja lapangan daripada
laboratorium. Hal ini yang membedakan Cognitive
Engineering baru dari pendekatan yang lebih
tradisional. Dengan demikian, itulah beberapa
framework pada pendekatan Cognitive engineering
terbaru.
Meski demikian, kurang lengkap jika kita tidak
membahas 3 framework tersebut. Pertama, pendekatan
Cognitive Systems Engineering (CSE). Wilson, Helton, &
Wiggins (2013) mengatakan, pendekatan ini adalah
pendekatan yang menekankan studi tentang makrokognisi, atau kognisi yang bekerja di lapangan. Secara
spesifik, CSE atau Joint Cognitive Systems adalah
pendekatan untuk desain teknologi, pelatihan, dan
proses yang dimaksudkan
untuk mengelola
158 | Human Factor Engineering
kompleksitas kognitif dalam sistem sosioteknik. Dalam
konteks sistem sosioteknik, tidak hanya berlaku pada
mesin, tetapi juga dalam prosedur dan pengetahuan
yang dimiliki. Pada framework CSE, lebih
menekankan pada 3 aspek, yaitu ―apa‖, ―mengapa‖,
dan ―bagaimana‖ pada mencoba menjelaskan Cognitive
Engineering. Dalam framework ini, terdapat 3 nilai inti,
yaitu nilai pertama adalah observasi. Nilai ini
mengacu pada praktisi mengamati pekerjaan yang
dilakukan untuk memahami bagaimana pekerja
melakukan apa yang mereka lakukan dan beradaptasi
dalam lingkungan mereka. Nilai inti kedua adalah
abstraksi. Nilai ini yang melibatkan pengambilan
informasi dan pola dari berbagai situasi dan
pengaturan dalam sistem. Nilai ketiga adalah
penemuan dan inovasi. Nilai ini mengacu kepada
informasi yang telah dikumpulkan dari dua proses
pertama dan digunakan untuk membuat konsep dan
prosedur yang lebih baik. Dalam CSE, tidak ada proses
standar atau urutan desain. Hal ini membuat praktisi
secara kontinuitas mengevaluasi kembali desain sistem
yang mereka miliki. Evaluasi secara kontinuitas ini
merupakan bagian integral dari pendekatan dan
sorotan proses kreatif dalam framework CSE. Selain
itu, pendekatan ini memiliki keuntungan dan
kekurangan. Keuntungannya adalah secara konseptual, framework CSE memperhitungkan atribut
lingkungan tertentu dari suatu sistem. Hal ini sangat
Seta A. Wicaksana | 159
penting, karena lingkungan dapat memiliki pengaruh
yang signifikan pada fungsi sistem serta output yang
diinginkan atau dibutuhkan. Sementara kekurangan
dalam menggunakan framework ini adalah terminologi atau istilah yang digunakan sangat kompleks oleh
praktisi CSE dan hal itu sering kali ada lebih dari satu
istilah yang digunakan untuk menggambarkan
konstruksi yang sama. Hal ini tentu sangat mempersulit praktisi di luar bidang keilmuan Cognitive
Systems Engineering untuk memahami peran dari
Cognitive Engineering. Dengan demikian, pembahasan
framework pertama perihal Cognitive Systems
Engineering (CSE).
Pendekatan kedua adalah Naturalistic Decision
Making (NDM). Pendekatan ini adalah pendekatan
bagaimana orang membuat keputusan dalam
pengaturan di dunia nyata. Pendekatan ini sebetulnya
sama saja dengan CSE karena lebih berfokus pada
makrokognisi, bukan mikrokognisi. Ada keuntungan
yang didapatkan bila menggunakan framework jenis
ini adalah memahami bagaimana para ahli beroperasi
dalam pengaturan naturalistik dengan menangani
sejumlah bidang sebelumnya yang diabaikan dalam
penelitian psikologis dan dengan memperkenalkan
model-model baru dan metode penyelidikan
psikologis. SimpelSimpelnya, framework ini berusaha
menggali secara mendalam tentang bagaimana para
ahli bekerja di lingkungan aslinya yang terkadang
160 | Human Factor Engineering
tidak sesuai dengan ekspetasi yang diharapkan pekerja
dan bagaimana cara mereka mengatasi masalah
tersebut saat bekerja di lapangan layaknya metodologi
kualitatif. Meski demikian, ada kekurangannya dalam
framework ini, yaitu sifat terapan dalama metodologi.
Secara spesifik, tema yang diangkat selalu sama atau
general sehingga terkesan sama dan tidak ada
pengembangan teoritis. Dengan demikian, pembahasan framework kedua yaitu, Naturalistic Decision
Making (NDM).
Pendekatan ketiga adalah Ecological Interface
Design (EID). Pendekatan ini berbeda dari 2
pendekatan sebelumnya dan adalah pendekatan yang
lebih sempit cakupannya layaknya analisis kerja
kognitif. Selain itu, pendekatan ini berfokus kepada
―masalah spesifik tentang bagaimana merancang
antarmuka manusia-komputer untuk sistem sosioteknik yang kompleks‖. Selain itu, tujuan utama dari
EID adalah untuk merancang sistem yang mendukung
adaptasi operator. Dalam pendekatan ini, ada dua
aspek penting, yaitu abstraksi hierarki dan
keterampilan, aturan, & pengetahuan taksonomi.
Aspek pertama perihal abstraksi hierarki, di mana
aspek ini menggambarkan kendala dalam lingkungan
sedemikian rupa dan mencari cara yang dapat
membantu metode koping potensial. Aspek kedua
adalah keterampilan, aturan, dan pengetahuan
taksonomi. Aspek ini menjelaskan proses kognitif
Seta A. Wicaksana | 161
terlibat dalam pengambilan keputusan dalam
pengaturan ini. Adapun keuntungaan dari penggunaan pendekatan ini, yaitu adanya peningkatan
metode kinerja untuk tugas yang bersifat kompleks.
Sementara untuk kekurangannya adalah kurangnya
jumlah penelitian empiris dengan pendekatan ini.
Berlanjut ke bagian berikutnya, di mana
pembahasan ini perihal pendekatan tradisional.
Berbeda dengan pendekatan sebelumnya, di mana
pendekatan tradisional lebih berorientasi kepada
mikrokognitif karena para peneliti dalam tradisitradisi ini tampaknya mengambil sikap reduktif
orientasi dan upaya untuk mengisolasi subkomponen
kognitif. Meski demikian, pendekatan ini dapat
diterapkan di lapangan. Dalam pendekatan Cognitive
Engineering tradisional atau baru, terdapat 3 topik
yang sering dibahas. 3 topik tersebut adalah topik
Kewaspadaan, Pembelajaran Keterampilan/Keahlian,
dan Tampilan Visual dan Isyarat Ikonik. Topik
pertama adalah Kewaspadaan. Topik ini adalah
menyorot bagaimana kewaspadaan memengaruhi
tingkat pekerjaan individu. Dalam hal ini, ketika
individu merasa kelelahan, maka daya kewaspadaan
jua turut menurun. Hal ini berdasarkan hasil
penelitian Harnadini & Wicaksono (2012) yang
mengatakan, kelelahan yang dihasilkan pada suster
menyebabkan human error termasuk menurunkan
tingkat kewaspadaan. Topik kedua adalah Pembe162 | Human Factor Engineering
lajaran Keterampilan/Keahlian. Topik ini menyorot
keterampilan atau keahlian dari seorang pekerja.
Dalam hal ini, kita bisa menggunakan ilustrasi seorang
pengemudi mobil. Bagi mereka yang ahli, mereka bisa
mengendarai dengan lancar dan bisa memprediksi
bagaimana akan bersikap. Berbeda dengan mereka
yang pemula dalam mengemudi. Pemula yang baru
mengendarai mobil, akan lebih fokus secara panca
indra mereka dalam berkendara mobil. Hal ini juga
dibuktikan dalam penelitian Darmawan, Wiyono, &
Khairudin (2018) yang mengatakan, mereka yang
menggunakan pelatihan menimbulkan dampak yang
positif bagi mereka yang pemula. Topik ketiga adalah
Tampilan Visual dan Isyarat Ikonik. Topik ini
menyoroti bagaimana penggunaan barang visual
sebagai tanda atau tampilan pada suatu objek tertentu.
Topik ini sering digunakan pada segala bidang
pekerjaan, termasuk dokter. Dalam dokter, dokter bisa
melihat keadaan pasien berdasarkan tensi darah dan
detak jantung. Hal ini penting demi memudahkan
pekerjaan mereka dalam mengambil tindakan
selanjutnya. Adapun penelitian lain menurut Carsana
& Jolibert (2018) mengatakan, penggunaan tanda atau
isyarat ikonik memiliki dampak pada keinginan
individu belanja dan membeli kesan positif kepada
brand tersebut. Dengan demikian, baik pendekatan
tradisional atau terbaru memberikan dampak dalam
Cognitive Engineering terlepas dari kelebihan dan
Seta A. Wicaksana | 163
kekurangan pendekatan dalam membahas topik yang
yang dibicarakan.
1. See
Mata kita merasakan energi dari luar dalam bentuk
sinar cahaya dan mengubahnya menjadi impuls saraf,
yang diintegrasikan oleh otak ke dalam gambaran
visual dunia luar. Namun, gambaran yang
dipersepsikan ini adalah modifikasi subjektif dari apa
yang dilaporkan mata. Berikut adalah contoh
penjelasannya :
Garis lurus tampak terdistorsi dengan latar
belakang garis lengkung atau garis radiasi.
Sebuah warna tampak lebih gelap saat dilihat
dengan latar belakang terang daripada saat
muncul di latar belakang gelap.
Rona dan intensitas biru kehijauan yang
dirasakan berbeda dari orang ke orang dan
dapat berubah saat mata yang melihatnya
menjadi tua.
a. Mata
Mata terus menerus menyesuaikan jumlah cahaya
yang mereka biarkan masuk, mengubah fokusnya
pada objek yang jauh dan dekat, dan menghasilkan
164 | Human Factor Engineering
gambar yang terus menerus, yang langsung mereka
transmisikan ke otak.
Bola mata adalah organ yang kira-kira berbentuk
bola, dengan diameter sekitar 2,5 cm, dikelilingi oleh
lapisan jaringan Fibrosa yang disebut Sklera. Cahaya
masuk melalui kornea berbentuk kubah transparan di
permukaan depan mata. Kornea berfungsi sebagai
penutup pelindung dan sebagai lensa lemah yang
membantu memfokuskan cahaya pada retina di bagian
belakang mata.
1. Pupil di iris
Setelah melewati kornea, cahaya memasuki pupil,
bagian mata yang muncul sebagai area hitam bulat
kecil di tengah iris. Dalam hal ini, pupil tampak
hitam karena tidak ada cahaya yang muncul dari
bagian dalam mata. Namun, pupil dapat tampak
merah dalam foto saat lampu kilat menerangi
bagian dalam, yang memiliki banyak pembuluh
darah. Iris adalah bagian area mata yang melingkar
dan berwarna dari mata. Dilator pupil dan otot
Sfingter membuka dan menutup pupil seperti yang
dilakukan
Aperture
lensa
kamera,
untuk
mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke mata
dan membiarkan lebih banyak cahaya masuk saat
lingkungan redup, tetapi menerima lebih sedikit
cahaya saat lingkungan cerah.
Seta A. Wicaksana | 165
2. Lensa fokus
Lensa berada di belakang iris. Bagian Ini
memfokuskan cahaya ke retina dengan mengubah
bentuknya. Ketika tipis, bagian itu adalah lensa
lemah (dalam terminologi kamera, bagaikan lensa
optik) yang berfokus pada objek yang jauh. Otot
Siliaris yang berkontraksi menarik lensa dan dengan
demikian membuatnya lebih tebal dan secara optik
"lebih kuat" sehingga dapat fokus pada objek di
dekatnya. Mata orang dewasa muda yang sehat
biasanya dapat fokus pada objek sedekat 10 cm.
Akan tetapi, seiring bertambahnya usia, lensa
menjadi kurang fleksibel dan karenanya, kurang
dapat menebal, yang di mana dapat mengurangi
kemampuannya untuk menangani objek di
dekatnya. Akibatnya, jarak akomodasi biasanya
bertambah. Kondisi ini disebut Mata Tua atau
presbiopi.
Cahaya yang difokuskan oleh kornea dan lensa
bergerak melalui Vitreous Humor, cairan seperti gel
(mirip sifat tahan api yang mirip dengan air) yang
mengisi bagian dalam bola mata. Akhirnya, cahaya
mencapai retina, jaringan tipis yang melapisi sekitar
tiga perempat permukaan bagian dalam belakang
bola mata. Banyak Arteri dan Vena yang cukup
memasok darah ke retina.
166 | Human Factor Engineering
3. Batang untuk persepsi putih/abu-abu/hitam
Retina membawa sekitar 130 juta sensor cahaya.
Susunannya paling padat di tengah, Fovea, tepat di
belakang lensa. Sensor cahaya ada dua jenis,
dinamai menurut bentuknya. Batang Lazim
ditemukan sekitar 120 juta. Mereka hanya
mengandung satu pigmen, yang merespons cahaya
intensitas rendah sekali pun. Batang memicu
impuls listrik yang berjalan di sepanjang saraf optik
ke otak untuk persepsi warna putih, hitam, dan
abu-abu. Batang memberi individu informasi
bersifat visual.
4. Warna sinyal kerucut
Retina juga membawa sekitar 10 juta kerucut, yang
sebagian besar terletak di Fovea. Mereka merespons
cahaya berwarna jika cukup terang. Setiap kerucut
mengandung satu pigmen yang paling sensitif
terhadap panjang gelombang biru, hijau, atau
merah. Berkas cahaya yang tiba, jika cukup kuat,
memicu reaksi kimia di salah satu dari tiga jenis
kerucut berpigmen, menciptakan sinyal listrik yang
melewati saraf optik ke otak, yang dapat menyusun
dan membedakan di antara sekitar 150 rona warna.
5. Saraf optik
Saraf optik keluar dari mata di bagian belakangnya,
tetapi tidak langsung sejajar dengan pusat kornea
dan lensa melainkan diimbangi dari Fovea sekitar 15
° (derajat) ke arah dalam (Medial). Karena tidak ada
Seta A. Wicaksana | 167
sensor cahaya di area ini, individu tidak dapat
melihat gambar yang dibiaskan pada apa yang
disebut titik buta. Namun, karena kedua titik buta
ini terletak di Medial, keduanya tidak tumpang
tindih dalam bidang penglihatan kita dan oleh
karena itu, kita biasanya tidak menyadari
keberadaannya.
6. Sistem kendali visual
Penglihatan yang tepat membutuhkan tindakan
berkelanjutan dari sistem kontrol yang kompleks.
Hal ini menunjukkan bahwa, pertama, adanya
penyesuaian lensa di belakang kornea untuk
memberikan gambar yang terfokus tajam pada
retina. Kedua, adanya Informasi tentang gambar itu
menyebar di sepanjang saraf optik ke daerah otak.
Berbagai mekanisme kontrol saraf juga mengatur
kembali posisi bola mata, ukuran pupil, dan bentuk
(sifat bias) lensa secara kontinuitas. Persepsi visual
dari dunia luar terjadi di lingkungan otak sadar dan
mengarahkan persepsi tersebut ke sinyal perintah
yang berjalan melalui sumsum tulang belakang
untuk memicu tindakan yang tepat dari tubuh.
b. Kondisi Mata Saat Melihat Lingkungan
Saat mata sedang melakukan aktivasi dalam
memproses informasi yang tersedia di lingkungan,
168 | Human Factor Engineering
terdapat beberapa hal yang terjadi pada kondisi mata.
Beberapa hal tersebut di antaranya adalah :
1. Bidang visual
Kita dapat melihat objek dalam apa yang disebut
bidang visual, yang merupakan ruang berbentuk
kerucut di depan mata. Namun, dalam ruang ini,
kita dapat melihat target visual dengan ketajaman
tinggi hanya jika target tersebut muncul dalam
kerucut yang sangat sempit dan pada jarak yang
sesuai. Contohnya, ketika kita fokus pada teks
tertulis, hanya beberapa huruf yang berdekatan
yang tampak jelas, sedangkan huruf di sekitarnya
kabur, terlebih lagi semakin jauh jaraknya.
2. Mata yang terpaku
Area yang dapat dilihat oleh kedua mata tidak
tumpang tindih dengan sempurna, sebagian karena
hidungnya
menghalangi.
Ketika
mata
mempertahankan fiksasi pada satu tempat lurus di
depan, peneliti mengukur ukuran bidang visual
dengan mempresentasikan benda uji jauh dari
posisi ini. Di luar, kita dapat melihat keberadaan
objek dalam jarak sekitar 90 ° dari pandangan lurus
ke samping, baik itu ke kiri-kanan. Akan tetapi,
untuk melihat ke atas, hanya bisa beberapa derajat
yang bisa dicapai oleh mata. Saat individu melihat
ke bawah, individu hanya bisa mencapai sekitar 70
° saat area mata melihat bagian bawah tubuh dan
Seta A. Wicaksana | 169
hanya bisa meluaskan pandangan ke bawah hanya
sekitar 40 °.
3. Perputaran Bola Mata
Memutar bola mata dapat meningkatkan area
visual ke luar di luar bidang fiksasi, tetapi tidak
menambahkan apa pun ke arah atas, bawah, atau
dalam, karena alis, pipi, dan hidung tetap di
tempatnya. Beberapa otot menempel di bagian luar
bola mata, bekerja sama untuk menggerakkan mata.
Gerakan rotasi terlihat paling menonjol, tetapi
beberapa gerakan bola mata ke depan dan ke
belakang juga terjadi, baik secara sadar atau tidak
sadar. Individu bisa memutar mata mereka sampai
sekitar 50 °, baik dalam saat berbicara dengan nada
(dalam hal ini, perputaran mata ke atas dan bawah)
dan menguap (ke kiri dan kanan). Namun, mata
jarang berputar ke sudut ekstrim ini.
4. Fiksasi pada target visual
Ketika kita mencoba untuk melihat suatu objek di
pinggiran bidang penglihatan kita, fiksasi awal
sebagian besar dilakukan dengan rotasi mata,
biasanya disertai dengan putaran cepat kepala ke
arah tersebut. Dengan preferensi yang kuat untuk
gerakan tubuh daripada gerakan mata yang
ekstrem, individu biasanya menggunakan penyesuaian postur tubuh untuk terpaku pada target
Perifer mata, sehingga mata individu dapat
170 | Human Factor Engineering
beroperasi dengan nyaman dan tepat mendekati
posisi istirahat normalnya.
5. Pelacakan Objek Visual oleh Mata
Mata dapat terus melacak target visual yang
bergerak ke kiri atau ke kanan dengan kecepatan
kurang dari 30 ° per detik atau yang bersiklus
kurang dari 2 Hz. Di atas tingkat ini, mata tidak lagi
dapat terus mengikuti arah pergerakan objek
tersebut, tetapi harus bergerak di belakang objek
untuk bisa mengikuti arah pergerakan objek.
Contohnya, saat anda tertinggal di belakang dan
kemudian, anda segera bergegas untuk menyusul
objek tersebut.
6. Hindari Kondisi Kelelahan Mata
Kelelahan mata yang disebut sering kali merupakan
akibat dari tuntutan berlebihan pada otot-otot mata
yang menggerakkan bola mata, dan yang mengatur
lensa dan iris. Kelelahan mata, terutama, menjadi
masalah bagi orang lanjut usia yang lensanya
menjadi kaku dan yang sering mengalami kesulitan
untuk menggerakkan leher dan batang tubuh
dibandingkan saat yang mereka lakukan di masa
muda. Rupanya, banyak contoh kelelahan yang
sering dikeluhkan oleh pengguna komputer terkait
dengan penempatan monitor yang buruk, dokumen
sumber, atau target visual lainnya atau kondisi
pencahayaan yang tidak sesuai di tempat kerja
mereka.
Seta A. Wicaksana | 171
7. Menemukan Target Visual
Penting untuk mengatur target visual dengan
benar, yaitu posisi target berada di depan, bukan di
samping, dan pada jarak yang dapat dengan mudah
dilihat oleh mata, serta bukan pada jarak yang
sangat rendah, sehingga individu hanya perlu
memutar bola mata sedikit ke bawah sambil
mempertahankan batang, leher, dan kepala dalam
posisi yang nyaman. Pembuat kacamata dan ahli
optometri selalu tahu bahwa, melihat ke bawah
pada target visual kecil, seperti teks yang dicetak,
lebih mudah daripada melihat ke atas. Oleh karena
itu, mereka menempatkan bagian bacaan dari
kacamata korektif (Bifokal atau Trifokal) ke bagian
bawah lensa. Jika ada beberapa target visual yang
serupa, mereka harus ditempatkan berdekatan satu
sama lain sehingga pergerakan mata dan kepala
menjadi lebih mudah dan kecil dalam mengeluarkan tenaga yang dibutuhkan.
8. Pandangan
Ketika kita melihat suatu objek di depan kita, kita
secara tidak sadar menyesuaikan dua sudut pitch,
yaitu mata di dalam kepala dan kepala terhadap
batang. Saat kita terpaku pada target, garis pandang
(Line of Sight) berjalan dari pusat retina melalui titik
tengah lensa dan pupil dan menuju ke target. Jadi,
di dalam bola mata, Line of Sight dengan jelas
ditetapkan. Namun, harus ada referensi yang sesuai
172 | Human Factor Engineering
diperlukan untuk mendeskripsikan arah Line of
Sight dari mata ke target visual dan salah satu
referensinya, yaitu dengan referensi garis telingamata.
9. Fleksibilitas Pandangan
Di masa lalu, apa yang disebut bidang Frankfurt
digunakan sebagai referensi, tetapi definisi
anatominya berdasarkan penanda pada tulang
tengkorak membuatnya sulit untuk digunakan.
Garis Ear-Eye (EE) lebih sederhana untuk dibuat, di
mana garis itu mengalir melalui lubang telinga
yang mudah dilihat dan persimpangan kelopak
mata. Sudut antara Line of Sight dan Ear-Eye atau
LOSEE, adalah jarak pandang antara mata dengan
objek. Derajat LOSEE paling baik adalah sekitar 45 °
saat membaca teks, di atas kertas atau layar
komputer. Jarak LOSEE bisa menjadi lebih kecil
karena objek yang diamati semakin jauh. Contoh
pengaplikasian dari LOSEE yang tepat adalah jarak
pandang individu saat menonton film di bioskop.
10. Ukuran Target Visual
Jika target visual bukanlah sebuah titik, tetapi
memiliki panjang atau lebar terukur yang tegak
lurus terhadap Line of SIght, maka ukuran target
biasanya dinyatakan sebagai sudut visual subtended,
di mana sudut yang dibentuk pada pupil. Besarnya
sudut yang dinyatakan dalam bentuk ―α‖ ini,
bergantung pada ukuran benda atau ―L‖ dan jarak
Seta A. Wicaksana | 173
dari mata atau ―D‖. Sudut visual subtended
biasanya, digambarkan dalam derajat busur
(dengan ukuran 1 ° = 60 menit = 60 × 60 detik
busur).
Berikut rumus persamaannya dalam menentukan
ukuran target visual oleh bagian mata :
α (derajat) = 2 × arctan (0,5 × L × D − 1).
Rumus ini untuk sudut visual yang tidak lebih dari
10 °, ini dapat didekati dengan α (derajat) = 57,3 × L
× D − 1 atau oleh
α (menit busur) = 60 × 57,3 × L × D − 1 = 3438 × L ×
D − 1.
Mata manusia setidaknya dapat melihat sudut
visual setara 1 derajat busur. Untuk kemudahan
penggunaan barang oleh pengguna, produk teknis
harus dirancang sedemikian rupa sehingga
sudutnya dapat dikurangi setidaknya 15 derajat
busur atau dapat ditingkatkan menjadi 21 derajat
busur pada tingkat cahaya yang rendah.
11. Diopter
Jarak target D diukur dalam meter kebalikannya,
1/D, disebut Diopter. Diopter merupakan satuan
pengukuran kemampuan optikal dari sebuah lensa,
cermin cekung atau cermin cembung. Dioptri
dirumuskan sebagai resiprokal jarak fokus yang
diukur dalam satuan meter. Diopter juga
174 | Human Factor Engineering
menunjukkan pembiasan optik yang diperlukan
untuk fokus terbaik. Jadi, target pada tak terhingga
memiliki nilai diopter nol, sedangkan target pada
jarak 1 m memiliki nilai diopter satu (satu).
12. Titik Fokus
Akomodasi menggambarkan kemampuan mata,
sebagian besar melalui pembentukan lensanya,
untuk menghadirkan objek fokus tajam pada jarak
yang berbeda-beda, dari tak terhingga hingga titik
terdekat dari versi berbeda. Jika kita mengangkat
satu jari di depan mata, kita bisa memfokuskannya
secara tajam pada jari tersebut, tetapi titik fokus
latar belakangnya menjadi kabur. Hal ini juga
terjadi saat kita dapat berkonsentrasi pada titik
fokus latar belakang dan akhirnya, titik fokus jari
menjadi tidak jelas. Hal ini dikarenakan, kita hanya
dapat melihat dengan jelas satu objek yang
gambarnya tampak terfokus pada retina dan
menghiraukan objek lainnya.
13. Perubahan Otot Mata yang Konstan
Jika pandangan kita menyisir ke berbagai objek di
dekat bidang penglihatan, lensa harus terus
menerus mengubah kelengkungannya untuk tetap
menyesuaikan panjang fokusnya, sehingga gambar
yang tajam dapat muncul di retina. Bahkan, saat
mempertahankan fokusnya pada target yang dekat,
otot secara terus-menerus menyesuaikan kekuatan
kontraksi. Misalnya, saat kita membaca teks, lensa
Seta A. Wicaksana | 175
tidak bergerak diam, tetapi berosilasi dengan
kecepatan sekitar empat kali per detik. Pada saat
yang sama, iris terus menerus mengubah ukuran
bukaan tengahnya, pupil. Hal ini membuat otot
Dilator (pembukaan) dan Sfingter (penutup) tetap
aktif untuk mengatur diafragma mata sesuai
dengan kondisi cahaya di bidang visual. Pada siang
hari, ukuran pupil biasanya berdiameter 3-5 mm,
yang meningkat pada malam hari menjadi lebih
dari 8 mm. Bukaan pupil berkontraksi saat kita
fokus pada objek dekat dan terbuka saat lensa
rileks. Contoh perubahaan otot mata secara terus
menerus adalah saat murid bereaksi terhadap
keadaan emosi. Otot mata ―melebar‖ di bawah
emosi yang kuat seperti kegelisahan, kegembiraan,
rasa sakit, atau konsentrasi mental yang intensif.
Perubahan otot mata dapat jua menyempit karena
kelelahan dan kantuk. Oleh karena itu, perubahan
ukuran pupil telah digunakan untuk menilai
perhatian dan sikap individu pada objek tertentu.
14. Mengatasi Masalah Mata
Mata muda yang sehat dapat menampung dari tak
terhingga hingga jarak yang sangat dekat, seperti 10
cm, yang berarti bahwa rentang Diopter dari 0
hingga sekitar 10 dapat dicapai. Jarak minimal
meningkat menjadi sekitar 5 diopter (20 cm) pada
sekitar usia 40 tahun dan menjadi sekitar 1 diopter
(1 m) pada usia rata-rata 60 tahun. Dengan
176 | Human Factor Engineering
bertambahnya usia, kemampuan daya tampung
mata menurun, karena lensa menjadi kaku karena
kehilangan kadar air. Hasilnya adalah kesulitan
dalam membuat sinar cahaya lurus persis mengenai
retina. Jika titik konvergensi berada di depan retina,
kondisi disebut Miopi atau Rabun Jauh dan jika
tidak bisa melihat dekat disebut Hipermetropi atau
Rabun Dekat. Orang yang rabun jauh (rabun) tidak
kesulitan melihat objek dekat, tetapi merasa sulit
untuk fokus pada target yang jauh. Kondisi ini
sering kali membaik seiring bertambahnya usia,
ketika umumnya lensa tetap rata atau tidak ada
penambahan minus pada mata. Sebaliknya, rabun
dekat (Hipermetropi) biasanya menjadi lebih jelas
seiring bertambahnya usia, yang berarti semakin
sulit untuk fokus pada objek dekat. Kedua masalah,
Miopi dan Hipermetropi, dapat diperbaiki dengan
menggunakan lensa kontak, kacamata, atau operasi
lasik.
15. Perlu Banyak Cahaya dan Perbaikan pada
Badan Bening
Pada banyak orang, pupil menyusut seiring
bertambahnya usia. Hal ini berarti bahwa lebih
sedikit cahaya yang mengenai retina, dan oleh
karena itu, untuk mencapai ketajaman visual yang
memadai, banyak orang lanjut usia perlu
meningkatkan iluminasi pada objek visual. Masalah
lain yang sering dihadapi dengan bertambahnya
Seta A. Wicaksana | 177
usia adalah menguningnya Humor Vitreous atau
Badan Bening. Semakin kuning jadinya, semakin
banyak energi yang diserap dari cahaya yang
melewatinya. Akibatnya, sekali lagi, meningkatkan
iluminasi target visual membantu meningkatkan
ketajaman. Namun, sinar cahaya yang dibiaskan
dalam
Humor
Vitreous
yang
menguning,
menghasilkan persepsi kabut tipis atau selubung di
bidang visual. Jika cahaya terang ada di bidang
visual, silau kerudung yang dihasilkan dapat sangat
mengurangi penglihatan seseorang. Jelas, lensa
buatan tidak dapat memperbaiki masalah pada
Badan Bening yang menguning.
16. Floaters Mata
Floaters adalah bintik-bintik pada penglihatan yang
terlihat seperti bintik atau garis hitam atau abu-abu
yang melayang-layang di mata. Floaters juga sekilas
seperti muncul seperti bintik-bintik kecil di depan
mata. Pada kenyataannya, mereka terdiri dari
gumpalan kecil gel atau sel yang tersuspensi dalam
Vitreous Humor. Sering kali, mereka tidak
diperhatikan karena mata menyesuaikan diri
dengan ketidaksempurnaan ini. Floaters hanya
terlihat oleh individu saat berada di Line of Sight,
menghasilkan bayangan di retina. Mereka lebih
mudah dirasakan saat, seseorang melihat pada latar
belakang yang sederhana. Untungnya, Floaters
biasanya tidak berbahaya.
178 | Human Factor Engineering
17. Glaukoma
Glaukoma adalah penyebab utama kebutaan di
Amerika Serikat terutama di kalangan orang tua.
Penyakit ni adalah penyakit saraf optik, terkait
dengan tekanan tinggi di dalam mata. Pemeriksaan
mata secara teratur dapat membantu mendeteksi
awal Glaukoma dan mencegah kerusakan lebih
lanjut.
18. Memperbaiki Mata yang “Sakit”
Masalah lain yang sering terjadi pada mata yang
menua adalah mengalami katarak, pola kekeruhan
di dalam lensa yang biasanya bening. Ketika
penglihatan sangat terganggu, ahli bedah mata
dapat mengangkat lensa keruh dan menggantinya
dengan implan buatan. Ada dua kekurangan
penglihatan lainnya, di mana biasanya tidak terkait
dengan penuaan, biasanya dapat diperbaiki dengan
operasi atau lensa. Dua gangguan mata tersebut di
antaranya adalah :
Astigmatisma atau silinder adalah gangguan
penglihatan
akibat
kelainan
pada
kelengkungan kornea atau lensa. Kondisi ini
menyebabkan pandangan kabur, baik dalam
jarak dekat maupun jauh. Kondisi ini terjadi
jika kornea tidak melengkung secara
seragam, sehingga tergantung posisinya
dalam bidang visual dan akibatnya, suatu
objek tidak terfokus secara tajam pada
Seta A. Wicaksana | 179
retina. Sering kali, Astigmatisma adalah
penyimpangan bola mata, yang berarti
bahwa sinar cahaya dari suatu objek
mendarat
di
samping
dibandingkan
mendarat di titik retina pada bidang
pandang, atau sebaliknya.
Penyimpangan kromatik cukup umum
seperti mata mungkin Hipermetropi untuk
gelombang panjang (merah) dan rabun
untuk gelombang pendek (ungu atau biru).
19. Persepsi Warna atau Buta Warna
Bahkan, untuk mata yang berfungsi penuh, persepsi
warna membutuhkan energi cahaya yang cukup
yang tiba di kerucut untuk mengaktifkannya.
"Kelemahan warna" atau buta warna yang paling
umum, di mana orang tidak dapat membedakan
gradasi warna sebanyak orang lain dengan
penglihatan warna normal. Beberapa individu
melewatkan salah satu sistem kerucut dalam mata
dan karena hal itu, individu tidak dapat
membedakan beberapa warna dasar satu sama lain.
Hanya sedikit orang yang dapat melihat satu warna
atau tidak sama sekali warna tersebut.
20. Buta di Malam Hari “Nyctalopia”
Rabun malam atau senja atau ilmiahnya Nyctalopia
adalah
kondisi
seseorang
yang
memiliki
penglihatan kurang dari normal dalam cahaya
180 | Human Factor Engineering
redup. Dalam hal ini, ketika target memiliki
penerangan atau pencahayaan yang rendah, maka
individu akan merasa penglihatan dia berkurang
atau kesulitan melihat objek apa pun di kondisi ini.
c. Kondisi Tampilan Redup dan Cerah
Beberapa hal terjadi pada saat bola mata mendapatkan
cahaya, baik secara cukup maupun redup. Salvendy
(2012) mengatakan, beberapa hal yang dapat terjadi, di
antaranya adalah :
1.
Individu Membutuhkan Cahaya untuk Melihat
Tanpa cahaya, kita tidak bisa melihat. Matahari,
lampu, atau layar elektronik menghasilkan cahaya.
Bulan, dinding ruangan, atau halaman cetakan
memantulkan cahaya. Faktor terpenting bagi
penglihatan manusia adalah pencahayaan, energi
cahaya yang dipantulkan dari suatu permukaan
(kecuali kita menatap ke sumber cahaya). Energi
yang jatuh ke retina merangsang batang dan
kerucut bola mata. Karena mata manusia
beradaptasi dengan kondisi pencahayaan, maka
mata tidak menyampaikan informasi yang dapat
diandalkan tentang tingkat pencahayaan absolut,
tetapi
merespons
variasi
pencahayaan,
pencahayaan, dan warna yang terjadi seiring waktu
dan ruang.
Seta A. Wicaksana | 181
2. Iluminasi dan Luminansi
Iluminasi berasal dari bahaya latin, yaitu
―Illuminare‖ yang artinya menerangi. Dalam kasus
ini, iluminasi adalah penerangan cahaya yang jatuh
pada suatu benda dan iluminasi adalah cahaya
yang dipantulkan atau dipancarkan dari suatu
objek. Sementara Luminasi atau ―Luminance‖ adalah
suatu satuan ukuran dalam mengukur terangnya
suatu cahaya, baik pada sumber cahaya atau suatu
permukaan. Hal ini berlaku bila banyak cahaya
yang masuk dalam waktu bersamaan, maka mata
akan merasakan efek berupa efek silau karena
melebihi batas kapasitas yang bisa ditampung oleh
retina dan anggota mata lainnya.
3. Warna yang Mungkin Kita Lihat
Indra mata manusia berfungsi penuh dan dapat
beradaptasi dengan peningkatan dan penurunan
iluminasi derajat retina pada rentang panjang
gelombang sekitar 380–720 nm, yaitu dari ungu ke
merah. Kita dapat melihat objek jika cukup terang
(baik dengan menghasilkan cahaya atau dengan
memantulkannya) untuk membawa energi yang
cukup ke retina. Pada retina, intensitas minimal
yang dibutuhkan untuk memicu indra persepsi
cahaya adalah 10 foton, menyebabkan iluminasi
sekitar 0,01 lux. Pada intensitas rendah seperti itu,
persepsi utamanya adalah cahaya redup, bukan
warna, karena hanya batang yang diaktifkan. Ketika
182 | Human Factor Engineering
iluminasi retina melebihi sekitar 0,1 lux, baik batang
maupun kerucut merespons, dan kerucut
melaporkan warna yang diterima dari luar. Hal ini
dapat terjadi saat individu mengalami silau pada
saat senja dan fajar, ketika individu dapat melihat
warna di langit yang lebih cerah, tetapi semua objek
yang lebih redup hanya muncul dalam bayangan
abu-abu seperti yang dilaporkan oleh Batang.
4. Melihat dalam Kegelapan
Beberapa peristiwa menarik dapat terjadi dalam
kegelapan:
Jika seseorang menatap satu sumber cahaya
dengan latar belakang gelap, cahayanya
seperti bergerak. Inilah yang disebut
fenomena Autokinetik.
Kemampuan penglihatan pada malam hari
memburuk dengan berkurangnya oksigen.
Jadi, pada ketinggian sekitar 1300 m,
penglihatan berkurang sekitar 5%. Pada
ketinggian 2000 m, terjadi penurunan
penglihatan sekitar 20%. Namun, hal yang
paling parah justru terjadi pada perokok yang
darahnya kehilangan kemampuan untuk
membawa oksigen dan persentasenya sebesar
40%. Hal ini yang menyebabkan perokok
mengalami banyak keriput dibanding nonperokok karena oksigen yang di bawah darah
Seta A. Wicaksana | 183
berkurang secara drastis akibat aktivitas
tersebut.
Jika cakrawala tidak menunjukkan isyarat
visual, lensa menjadi rileks dan fokus
pandang jarak yang dapat dilihat sekitar 1–2
m, sehingga menyulitkan seseorang untuk
memperhatikan objek yang jauh. Hal ini
dikenal sebagai miopia malam atau
Nyctalopia.
5. Adaptasi terhadap Kondisi Terang dan Gelap
Antara kondisi gelap ke terang, mata dapat
mengubah kepekaannya melalui rentang pencahayaan dan derajat luminasi yang luas.
Penyesuaian pada pupil, rangsangan batang dan
kerucut, serta penjumlahan spasial rangsangan
semuanya berkontribusi pada kepekaan mata.
Perubahan aktual dalam respons mata selama
adaptasi terhadap gelap atau terang juga
bergantung pada pencahayaan dan durasi kondisi
sebelumnya yang telah diadaptasi oleh mata, pada
panjang gelombang iluminasi, dan pada lokasi
stimulus cahaya pada retina.
6. Adaptasi dalam Kondisi Gelap
Adaptasi penuh dari terang ke kegelapan
membutuhkan waktu hingga 30 menit. Selama
periode ini, awalnya kerucut paling sensitif, dan
batang mengikuti lebih lambat. Adaptasi terhadap
184 | Human Factor Engineering
kegelapan sebagian besar bergantung pada
perubahan ambang batas di kerucut. Bahkan,
setelah adaptasi penuh, kepekaan di Fovea (dengan
banyak kerucutnya) jauh lebih sedikit daripada di
pinggiran retina (di mana terdapat lebih banyak
batang). Oleh karena itu, cahaya yang lemah dapat
terlihat di pinggiran bidang pandang, tetapi tidak
jika seseorang melihatnya secara langsung untuk
membuatnya tampak di Fovea. Orang yang
menderita kebutaan gelap memiliki batang yang
tidak berfungsi dan hanya dapat beradaptasi
melalui kerucut. Mata individu menyesuaikan lebih
cepat ke spektrum cahaya warna merah dan kuning
daripada cahaya biru selama adaptasi dengan
kegelapan, setelah berada di lingkungan yang
terang.
7. Adaptasi untuk Cahaya
Statement sebelumnya berlaku sebaliknya di sini, di
mana adaptasi terhadap cahaya berlangsung cepat,
sepenuhnya dicapai dalam beberapa menit. Selama
periode itu, Fovea paling mudah merasakan panjang
gelombang di wilayah kuning dari spektrum yang
terlihat. Oleh karena itu, yang terbaik adalah
menerangi instrumen dalam kendaraan yang
dikendarai pada malam hari dengan cahaya
kekuningan atau kemerahan, di mana dengan
warna kuning atau merah mungkin lebih cocok
untuk mata yang lebih tua. Warna-warna ini
Seta A. Wicaksana | 185
mempertahankan adaptasi gelap batang sehingga
pengemudi masih dapat mengamati sebagian besar
peristiwa hitam-abu-putih di jalan raya. Selain itu,
mata pengemudi relatif cepat menyesuaikan diri
dengan lampu merah dan kuning setelah berada di
lingkungan yang terang.
8. Ketajaman Visual
Ketajaman visual dapat didefinisikan sebagai
kemampuan dalam melihat objek dari panca indra
mata secara saksama. Ketajaman visual dapat
diperhatikan dengan beberapa cara. Contohnya
adalah individu biasanya bisa melihat dan
mendeteksi detail kecil dan membedakan objek
kecil dengan penglihatan yang dia miliki.
Ketajaman visual juga tergantung pada bentuk
objek dan panjang gelombang, iluminasi,
pencahayaan, kontras, dan durasi stimulus cahaya.
9. Pengujian Ketajaman
Ketajaman visual biasanya diukur pada jarak
pandang 6 m (20 kaki) dan 0,4 m (1,3 kaki), karena
faktor-faktor yang menentukan resolusi suatu objek
berbeda dalam tampilan jauh dan dekat. Untuk
menentukan ketajaman mata, pola kontras tinggi
disajikan kepada pengamat. Pola yang paling
umum adalah huruf Snellen atau cincin Landolt.
Dalam dua alat tersebut, terdapat detail terkecilterbesar yang terdeteksi atau diidentifikasi diambil
sebagai ambang batas. Ukuran ketajaman
186 | Human Factor Engineering
pandangan juga bergantung pada kemampuan
untuk melihat perbedaan tepi antara rangsangan
hitam dan putih pada tingkat pencahayaan yang
agak tinggi. Pengukuran ketajaman tepi statis
seperti itu sederhana, tetapi ini bukan satu-satunya
atau ukuran terbaik dalam mengukur kemampuan
resolusi visual individu. Misalnya, orang dengan
ketajaman Snellen yang sempurna, mungkin tidak
dapat mendeteksi target dengan baik di latar
belakang yang sibuk atau mengamati rambu jalan
raya pada jarak tertentu.
10. Persepsi Warna
Sinar matahari mengandung semua panjang
gelombang spektrum yang terlihat, tetapi objek
yang disinari matahari menyerap sebagian radiasi.
Jadi, cahaya yang kita lihat pada objek adalah apa
yang mereka pancarkan atau pantulkan, di mana
distribusi energinya berbeda dari cahaya (iluminasi)
yang diterima benda. Namun, manusia yang
melihat objek tersebut, tidak menganalisis
komposisi spektrum cahaya yang mencapai mata
karena pada kenyataannya, apa yang tampak pada
warna yang identik, mungkin memiliki kandungan
warna spektral yang berbeda.
Hal ini dibuktikan dengan adanya eksperimen
dalam Salvendy (2012), di mana eksperimen
menguji pencocokan warna pada manusia. Hasil
yang didapat menunjukkan bahwa, manusia dapat
Seta A. Wicaksana | 187
melihat warna yang sama dan warna tersebut
berasal dari berbagai kombinasi tiga warna primer,
yaitu merah, kuning, dan biru. Oleh karena itu,
penglihatan warna manusia disebut Trikromasi.
11. Warna adalah Sebuah Pengalaman
Otak tidak mengukur panjang gelombang karena
hal itu hanya dilakukan untuk mengklasifikasikan
sinyal yang masuk dari kelompok panjang
gelombang yang berbeda. Individu juga menilai
warna dengan perbandingan dan individu
menamainya berdasarkan kebiasaan mereka dalam
melihat warna tersebut. Beberapa masyarakat tidak
mau repot-repot membedakan antara warna
spektrum tertentu dan warna lain yang muncul
secara bersamaan. Sementara yang lain memiliki
banyak kata untuk menjelaskan warna tertentu.
Persepsi warna manusia adalah pengalaman
psikologis secara subjektif dan bukan satu-satunya
properti spesifik dari energi elektromagnetik yang
kita lihat sebagai cahaya.
12. Menggambarkan Warna
Fisika menjelaskan perihal rangsangan warna yang
sampai ke mata dan dapat dijelaskan dengan baik
(meskipun sering kali dijelaskan dengan banyak
usaha). Namun, persepsi, interpretasi, dan reaksi
terhadap warna sangat individual dan bervariasi.
Jadi,
orang
merasa
sangat
sulit
untuk
mendeskripsikan warna secara verbal karena
188 | Human Factor Engineering
mengingat banyaknya kombinasi yang mungkin
dari nilai Hue, nilai Lightness, dan nilai Saturation
yang dirasakan individu secara subjektif.
13. Reaksi Terhadap Warna
Orang mungkin mengalami reaksi emosional
terhadap rangsangan warna. Contohnya, warna
merah, oranye, dan kuning biasanya dianggap
hangat dan merangsang. Violet, biru, dan hijau
sering kali terasa sejuk dan menimbulkan sensasi
kebersihan dan ketenangan. Namun, ketertarikan
pada warna-warna tertentu dan kombinasinya
dapat ditafsirkan secara berbeda-beda menurut
umur, budaya, penggunaan, dan figur yang
menggunakan warna tersebut. Hal ini dijelaskan
karena adanya sebab dan muasal dari interpretasi
warna tersebut.
14. Mendesain Iluminasi
Karakteristik visi manusia memberikan dasar bagi
prosedur teknik untuk merancang lingkungan
untuk penglihatan yang tepat. Inilah beberapa
konsep yang paling penting, di antaranya adalah :
Penglihatan yang tepat membutuhkan
pencahayaan yang tepat dari suatu objek,
yaitu energi yang dipantulkan atau
dipancarkan darinya, yang memenuhi mata.
Insiden iluminasi pada suatu objek, dan
seberapa
banyak
pantulannya
yang
Seta A. Wicaksana | 189
dihasilkan, dapat menentukan luminasi akan
cahaya tersebut.
Kuantitas dan arah iluminasi harus dipilih
dengan cermat oleh desainer, baik perancang
peralatan, baju, ataupun desainer lainnya.
Persyaratan khusus tentang visibilitas, seperti
berkurangnya kemampuan penglihatan pada
lansia, memerlukan perhatian khusus dalam
pengaturan penerangan yang tepat bagi
lansia.
Penggunaan warna, jika dipilih dengan benar,
dapat membantu individu dalam beraktivitas.
Akan tetapi, penglihatan akan warna
membutuhkan pencahayaan yang cukup
pula.
2. Hear
Pada bagian ini, penulis akan membahas salah satu
panca indra yang sering memberikan informasi terkait
fenomena dari luar individu. Panca indra tersebut
bernama indra pendengaran. Indra pendengaran
menjadi salah satu topik yang menarik dibahas karena
berbagai informasi terkumpul dari bagian ini. Meski
demikian, apakah kita paham alur atau bagaimana
mekanismenya bekerja? Berikut adalah penjelasannya:
190 | Human Factor Engineering
a. Jalur Suara
Suara dapat mencapai telinga bagian dalam melalui
dua jalur berbeda. Suara dapat ditransmisikan melalui
struktur tulang, tetapi hal ini membutuhkan intensitas
yang sangat tinggi agar efektif. Biasanya, suara yang
kita rasakan berasal dari udara dan mengalir melalui
saluran telinga,di mana ia ―menggairahkan‖ gendang
telinga dan kemudian struktur di belakangnya, seperti
yang dijelaskan berikut ini :
Telinga luar (daun telinga atau Pinna)
mengumpulkan dan menyalurkan gelombang suara
yang terbawa udara ke dalam saluran pendengaran
(Meatus). Pada akhirnya, gendang telinga (Membran
Timpani) menutup saluran, memisahkan telinga tengah
yang berisi udara dari lingkungannya. Lebih ke dalam,
dua selaput lainnya memisahkan telinga bagian dalam
dari telinga tengah dengan menutup dua ―jendela‖,
yang satu disebut Tingkap Oval, dan yang lainnya
bernama Tingkap Bulat. Cairan encer (disebut Endolimfe
dan Perilimfe) memenuhi telinga bagian dalam, yang
membawa organ yang merasakan suara.
b. Bagian Luar Telinga
Setelah melewati saluran telinga, gelombang suara
yang sampai di gendang telinga membuatnya bergetar
sesuai dengan frekuensi suara tersebut. Efek resonansi
di dalam telinga luar dan kanal memperkuat intensitas
Seta A. Wicaksana | 191
suara sebesar 10–15 desibel (dB dalam satuan
internasional) pada saat mencapai gendang telinga.
c. Telinga Tengah
Tiga Tulang (Ossicles) di telinga tengah—Palu
(Malleus), landasan (Incus), dan sanggurdi (Stapes),
secara mekanis, mengirimkan suara dari gendang
telinga ke jendela Tingkap Oval. Dengan luas gendang
telinga (sekitar 60 mm2), lebih besar dari permukaan
jendela Tingkap Oval (sekitar 4 mm2), tekanan suara
yang masuk ke telinga bagian dalam pada Membran
jendela Tingkap Oval sekitar 15 kali lebih besar
daripada di gendang telinga.
d. Bagian Dalam Telinga
Telinga bagian dalam berisi reseptor untuk
pendengaran (dan untuk posisi tubuh, vestibulum).
Pergeseran cairan di telinga bagian dalam
menyebarkan gelombang suara dari jendela Tingkap
Oval ke jendela bundar melalui Koklea, sebuah tabung
(berdiameter sekitar 2 mm dan panjang 30 mm)
dililitkan menjadi dua setengah dan berbentuk seperti
cangkang siput (Koklea). Gerakan cairan merusak
Membran Basilar, Organ Corti, sepanjang Koklea.
Gerakan tersebut merangsang sensor, Silia, sel rambut
berbulu di organ Corti. Bergantung pada struktur dan
192 | Human Factor Engineering
lokasinya, sensor merespons frekuensi tertentu dan
menghasilkan impuls, yang dikirim melalui saraf
pendengaran ke otak untuk interpretasi.
Tabung Eustachius menghubungkan telinga tengah
ke Faring (bagian dari alat pernapasan kita). Saat
tabung terbuka, tekanan udara di telinga tengah akan
tetap sama dengan tekanan udara luar. Namun, bila
selang tersebut terhalang, seperti pada kasus pilek
atau infeksi telinga, pemerataan tekanan mungkin
tidak berfungsi secara maksimal, dan seseorang
merasakan tekanan di telinga, bahkan nyeri, dan tidak
dapat mendengar dengan baik. Di pesawat terbang,
terutama selama penurunan cepat, tabung Eustachius
yang tersumbat dapat menunda pemerataan tekanan
antara telinga bagian dalam dan sekitarnya. Anda
dapat mencoba membuka tabung dengan mengunyah
permen karet atau dengan sengaja menguap
berlebihan, tetapi ―memompa‖ telinga luar dengan
tangan tidak akan membantu telinga bagian tengah.
e. Psikofisika Pendengaran
Pengukuran fisik menggambarkan peristiwa akustik,
tetapi
orang
menafsirkannya
dan
bereaksi
terhadapnya dengan cara yang sangat subjektif. Kita
bisa ambil contoh misalnya, menemukan suara
tertentu yang menarik atau mengganggu. Sensasi
suatu nada atau bunyi yang kompleks tidak hanya
Seta A. Wicaksana | 193
bergantung pada intensitas dan frekuensinya, tetapi
juga pada bagaimana perasaan kita terhadapnya.
3. Feel
Manusia memiliki beberapa jenis sensor tubuh yang
biasanya aktif pada waktu yang sama untuk
memberikan informasi yang berlebihan. Misalnya,
pengendara sepeda merasakan gerakan tubuh,
kecepatan, dan medan berbenturan melalui sensor
Taktil dan Haptik, melihat jalan di depan dan objek di
dekatnya saat dia melewatinya, dan mendengar sinyal
peringatan yang datang dari pengendara atau
kendaraan lain. Contoh lain adalah seorang tunanetra
menggerakkan ujung jari di atas huruf Braille untuk
"membaca" teks yang tidak dapat dilihat oleh mata.
Contoh berikutnya perihal mereka mendekatkan
tangan dengan hati-hati ke suatu benda untuk
mengetahui apakah benda itu panas dan menyentuh
suatu
benda
untuk
menentukan
apakah
permukaannya halus atau kasar. Beberapa contoh
tersebut merupakan contoh dari “Feel”.
Dalam merasakan gerakan tubuh, misalnya seperti
sinyal gabungan pada sistem saraf pusat yang
menerima sinyal dari berbagai indra manusia secara
bersamaan, memberi kita informasi spesifik yang
menghasilkan gambaran umum tentang peristiwa
yang terjadi di dalam dan di luar tubuh. Contohnya,
194 | Human Factor Engineering
saat kita mengangkat beban, sensor otot dan kulit
memberitahu individu perihal gaya apa yang harus
individu berikan pada objek. Kita tahu bagaimana
gerakannya, bahkan jika kita tidak dapat melihatnya
karena organ reseptor Ruffini melaporkan lokasi
anggota tubuh kita dan persendian tubuh. Kemudian,
sensor kulit memberikan lebih banyak detail karena
penekukan sendi meregangkan sebagian kulit di
sekitar sendi dan melemaskan bagian lainnya.
Kemudian, ada Vestibulum yang berfungsi untuk
memberikan informasi utama tentang postur dan
pergerakan tubuh. Hal ini adalah organ non-auditory
berukuran kacang polong, terletak di setiap telinga
bagian dalam, di samping Koklea. Vestibulum memiliki
tiga kanal setengah lingkaran, berisi cairan (Endolimfe).
Lengkungan dari tiga kanal Vestibular berada pada
sudut siku-siku satu sama lain, yang membuatnya
sensitif terhadap rotasi kepala yang berbeda.
Meskipun kanal memiliki rongga yang sama di Utricle,
masing-masing kanal berfungsi seperti sirkuit Fluida
secara independen. Dekat dengan persimpangannya
dengan Utricle, setiap kanal memiliki pelebaran
(disebut Ampula), yang berisi punggungan yang
menonjol, yang membawa Silia, sel-sel rambut sensori
dengan fungsi berupa mereka merespon perpindahan
dari Endolimfe. Silia juga terletak di Utricle dan Saccule.
Sel-sel rambut tersebut menghasilkan sinyal yang
Seta A. Wicaksana | 195
berjalan di sepanjang saraf Vestibular ke sistem saraf
pusat.
Pada proses selanjutnya, Vestibulum memberitahu
kita tentang keseimbangan tubuh karena dia
merasakan besarnya tekanan dan arah percepatan
udara ke kepala, termasuk tarikan gravitasi. Sistem
beradaptasi dengan akselerasi konstan, dan mungkin
tidak melihat adanya perubahan kecil. Menempatkan
kepala ke dalam postur baru mengharuskan otak
membandingkan sinyal, tidak hanya dengan sistem
referensi spasial baru, tetapi juga dengan masukan
baru dari sensor, karena Endolimfe sekarang memuat
Silia dengan cara yang berbeda. Dengan banyaknya
sinyal lain yang secara bersamaan datang dari
berbagai sensor lain, hal ini juga berhubungan dengan
posisi dan gerakan tubuh, di mana otak memiliki tugas
berupa mengintegrasi dan interpretasi sesuatu yang
kompleks. Dengan demikian, tidak mengherankan jika
beberapa ilusi Vestibular atau ilusi sensorik pada
penerbangan dapat terjadi. Yang paling terkenal
adalah penyakit gerakan atau ruang angkasa, yang
mungkin disebabkan oleh input yang bertentangan
dari sensor vestibular dan sensor lainnya.
Terdapat empat kelompok kemampuan sensorik
yang berbeda dan terletak di dalam kulit. Empat
kelompok tersebut di antaranya ada Mekanoreseptor,
yang merasakan taksi sebagai kontak atau sentuhan,
gelitik, tekanan. Kemudian, Termoreseptor, yang
196 | Human Factor Engineering
merasakan hangat atau dingin, relatif terhadap satu
sama lain dan dengan suhu netral tubuh. Berikutnya,
Electroreceptors, yang merespons rangsangan listrik
pada kulit. Terakhir, Nociceptors (dari bahasa Latin
―Nocere‖, artinya ―merusak‖), yang merasakan nyeri.
Beberapa sensor berada jauh di dalam permukaan
kulit tubuh dan bersemayam sambil menyensor
rangsangan di kulit.
Dalam kehidupan modern sehari-hari, kita
kebanyakan mengandalkan penglihatan dan audio
untuk menerima informasi, sementara indra lain masih
kurang dimanfaatkan, misalnya sentuhan dan
penciuman.
Beberapa
perbedaan
penggunaan
berkaitan dengan apa yang secara teknis praktis, tetapi
ada juga kurangnya pengetahuan khusus dan
kuantitatif tentang cara kerja indra manusia lainnya.
Rupanya, banyak aplikasi teknik saat ini sebagian
besar mengandalkan pengalaman masa lalu karena
data eksperimen yang tersedia sangat terbatas. Banyak
dari kehidupan sehari-hari individu bergantung pada
menerima informasi dari lingkungan mereka dan
menafsirkannya dengan tepat untuk memandu
tindakan kita. Jelas sekali, ini adalah salah satu fitur
paling kuno dan alami yang individu gunakan secara
naluriah. Fitur tersebut adalah ―pengalaman‖.
Seta A. Wicaksana | 197
4. Experiences
Lindstrom (2005) menyatakan bahwa, emosi kita
terkait dengan informasi yang dikumpulkan melalui
indra. Dia mengatakan bahwa pengalaman sensorik
dapat menstimulasi dan meningkatkan imajinasi,
persepsi konsumen, menciptakan ikatan emosional
antara ruangan dan waktu bagi pengunjung.
Rangsangan sensorik tersebut dapat memotivasi
pengunjung dan memicu daya tarik mereka, minat
mereka untuk datang kembali, dan memungkinkan
respons emosional mendominasi pemikiran rasional
mereka. Goldstein (2006) menjelaskan, proses persepsi
sebagai interaksi antara informasi merangsang
reseptor dan informasi dari pengalaman masa lalu kita
yang sudah ada.
Pengalaman manusia dipengaruhi oleh proses
kognitif seperti berpikir dan memori mengingat yang
diperoleh dengan mengatur dan mengintegrasikan
informasi, serta membuat kesimpulan dari informasi
tersebut. Dengan demikian, cara-cara di mana manusia
menanggapi
dengan
melihat,
mendengarkan,
mencium, mencicipi, dan menyentuh tidak hanya
dicapai dengan memasukkan sensasi tunggal, tetapi
juga oleh kombinasi sistem persepsi yang tumpang
tindih satu sama lain dari pengalaman individu.
198 | Human Factor Engineering
5. Mental Activity
Dua sistem internal mengontrol fungsi manusia. Satu
adalah sistem Endokrin, yang pada dasarnya terdiri
dari kelenjar Sekresi internal, di mana sekelompok
organ
yang
menghasilkan
hormon
dan
mengeluarkannya ke dalam aliran darah. Hormon
adalah zat yang memengaruhi aktivitas sel tubuh di
tempat lain. Pengendali lain dari tubuh manusia yang
kedua adalah sistem saraf, yang diatur oleh otak.
Anatomi dan fungsinya dipelajari dengan baik, tetapi
fungsi sebenarnya masih dipahami secara umum.
a. Jaringan Otak-Saraf
Otak adalah pusat kendali tubuh. Organ ini
menciptakan "pikiran" manusia dengan menghasilkan
saraf sekitar 100 miliar neuron dan berbagai koneksi
emosi, suasana hati, keyakinan, ingatan, perilaku, dan
pikiran. Otak menerima sinyal sensorik berkaitan
dengan posisi dan gerakan tubuh, sentuhan,
penciuman,
pendengaran,
dan
penglihatan;
mengoordinasikan
dan
menafsirkan
ini
dan
mengembangkan
reaksi
dan
tindakan
yang
diakibatkannya, sering kali dalam milidetik.
Tiga komponen anatomis utama otak adalah otak
besar, otak kecil, dan batang otak. Otak besar terdiri
dari massa jaringan yang padat dan berbelit-belit yang
dibagi menjadi dua bagian, belahan otak kiri dan
Seta A. Wicaksana | 199
kanan, dihubungkan oleh serabut saraf. Otak besar
berisi Lobus Frontal, Parietal, Oksipital, dan Temporal.
Lobus Frontal mengontrol perilaku motorik terampil,
termasuk ucapan, suasana hati, pikiran, dan
perencanaan. Lobus Parietal menafsirkan informasi
sensorik dari seluruh tubuh dan mengontrol gerakan
tubuh. Lobus Oksipital menangani penglihatan. Lobus
Temporal menghasilkan ingatan dan gerakan,
memproses dan mengambil ingatan jangka panjang,
dan memulai komunikasi atau tindakan. Otak kecil
mengoordinasikan gerakan tubuh. Kumpulan khusus
sel saraf ada di dasar otak besar, yaitu Ganglia Basal,
Hipotalamus, dan Talamus. Ganglia Basal membantu
memperlancar
gerakan.
Hipotalamus
mengoordinasikan fungsi otomatis tubuh, seperti tidur
dan terjaga dan hal itu menjaga suhu tubuh dan
mengatur keseimbangan air di dalam tubuh. Talamus
mengatur pesan sensorik ke dan dari tingkat tertinggi
otak, Korteks Serebral. Batang Otak menghubungkan
otak ke sumsum tulang belakang. Batang otak secara
otomatis, mengatur fungsi tubuh seperti kecepatan
tubuh memakan makanan, dan mengontrol postur
tubuh, pernapasan, menelan, dan detak jantung. Hal
Ini juga termasuk dalam meningkatkan kewaspadaan
saat dibutuhkan.
Unit fungsional dasar dari sistem transmisi saraf
manusia adalah sel saraf, neuron. Sistem saraf
mengandung sekitar satu miliar sel yang menyebar
200 | Human Factor Engineering
seperti benang ke seluruh tubuh. Sebuah neuron
memiliki Badan Sel, Soma, yang tebalnya beberapa ribu
milimeter, dan ekstensi pendek, Dendrit, tempat
koneksi dari neuron lain tiba melintasi ke Sinapsis.
Sinapsis juga berfungsi sebagai filter atau sakelar,
karena dapat menghambat transmisi sinyal masuk
yang jarang dan lemah.
Otak dan saraf adalah struktur sistem komunikasi
yang kompleks. Biasanya, ia dapat mengirim dan
menerima banyak informasi secara bersamaan. Otak
adalah pusat kendali yang berkomunikasi dengan
tubuh melalui saraf yang naik dan turun di sumsum
tulang belakang. Saraf sensorik membawa informasi
ke otak tentang tekanan, nyeri, panas, dingin, getaran,
dan perasaan serta bentuk benda.
b. Menerima dan Memproses Informasi
Konsep kognitif dalam pemrosesan informasi adalah
tindakan atau proses mengetahui dalam arti luas
seperti, minat khusus dalam domain faktor manusia
adalah proses intelektual di mana pengetahuan
diperoleh dari persepsi. Mengenai pemrosesan mental,
dalam psikologi kognitif konsep umumnya adalah
bahwa informasi harus melewati tiga tahap
pemrosesan mental, yaitu input sensori, memori
jangka pendek, dan memori jangka panjang. Model
pemrosesan "tahap" dan "terdistribusi paralel",
Seta A. Wicaksana | 201
menonjol di antara teori-teori terkini
bagaimana manusia memproses informasi.
tentang
Saat ini, banyak contoh dari pengaplikasian dari
teori tersebut. Contohnya adalah saat kita melihat para
petugas lalu-lintas sedang bertugas. Kita dapat melihat
bahwa, terdapat aktivitas kognitif yang tidak terhitung
yang masuk ke otak kita melalui panca indra. Contoh
lainnya adalah kita melihat input eksternal berupa
halaman dan lingkungan sekeliling kita. Input-input
ini, memengaruhi perhatian kita terhadap informasi
yang didapatkan. Dengan mengasumsikan informasi
yang telah diterima, kita dapat mengolah informasi
yang didapat, dan disimpan ke dalam memori. Setelah
informasi tersebut sudah disimpan, individu dapat
mengambil keputusan dari informasi yang telah
didapatkan.
c. Membuat Keputusan
Model tradisional pemrosesan informasi (Information
Processing) menunjukkan urutan tahapan (seperti
diagram alur yang digunakan dalam teknik industri)
yang dilalui informasi. Model kerja mental yang paling
sederhana memiliki dua fase yang berbeda. Pertama,
evaluasi peristiwa yang terjadi dan kedua, membawa
perubahan. Dalam hal ini, seperti mengeksekusi
informasi baru yang didapatkan dan menggabungkan
dengan informasi yang telah didapat sebelumnya.
202 | Human Factor Engineering
Setelah hal itu dilakukan, kemudian dievaluasi
kembali. Dengan 2 fase tersebut, menjadi dasar model
proses pemikiran individu. Secara spesifik, otak
melakukan aktivitas berupa membandingkan input
baru dengan informasi yang disimpan dalam memori
kita serta, mengenali fitur-fitur yang sudah dikenal.
Hal Ini diartikan bahwa, pengalaman masa lalu
menghasilkan ekspektasi, yang kemudian kita
gunakan untuk memandu persepsi dan pemilihan
informasi. Informasi sensorik yang baru diterima
dapat ditolak atau diterima dengan mudah menembus
batasan berbasis ekspektasi kita. Meski begitu, kita
mungkin
akan
merasakan
pengalaman
―ketidaktahuan‖ dalam memproses informasi baru
pada awalnya. Hal itu yang dinamakan proses
―belajar‖ dalam model paradigma berpikir.
Berlanjut kepada 2 memori pada individu.
Memori tersebut adalah memori jangka pendek (Shortterm Memory) dan memori jangka panjang (Long-term
Memory). Memori jangka pendek bekerja untuk
menyimpan informasi yang terdaftar dalam durasi
singkat selama beberapa detik. Dalam proses berpikir,
terjadi penerimaan informasi dengan cepat di sekitar
kita dan berfungsi sebagai perbandingan dan
pemfilteran akan informasi. Sebaliknya, memori
jangka panjang memiliki kapasitas yang jauh lebih
besar dan tidak ada batasan durasi yang jelas.
Perbedaan umum yang mendeskripsikan 2 memori
Seta A. Wicaksana | 203
adalah adanya keterlibatan memori semantik dan
memori episodik dalam pemrosesan informasi.
Pada akhirnya, otak kita memiliki tanggung jawab
untuk mengintegrasikan rangsangan sensorik yang
masuk dengan informasi yang sudah ada. Tentu saja,
proses ini menjadi inti dalam merespons tindakan
yang tepat dari beberapa kemungkinan yang ada.
Dengan demikian, pengambilan keputusan dan
pemilihan respons, menjadi kebutuhan ―esensial‖
manusia dalam menentukan langkah atau tindakan
apa yang akan mereka lakukan berdasarkan informasi
yang diterima dan pengalaman yang mereka miliki.
d. Aksi dan Reaksi
Pusat sistem saraf manusia adalah otak. Sistem saraf
pusat memiliki kemampuan untuk memahami dan
menafsirkan sinyal Aferen yang dikirim dari sensor
tubuh. Kemudian, memproses informasi tersebut
dengan mengintegrasikannya dengan pengetahuan
yang diambil dari memori, dan, akhirnya, membuat
keputusan tentang tindakan yang akan diambil.
Selanjutnya, sinyal dikirim melalui jalur Eferen dari
sistem saraf tepi ke organ tubuh, terutama otot, untuk
mengambil tindakan. Pada saat tindakan sudah
diambil, sensor tubuh mengambil hasil dari tindakan
ini, bersamaan dengan informasi baru yang
independen, dan sinyal yang sesuai dikirim ke
204 | Human Factor Engineering
sepanjang jalur Aferen sistem saraf tepi ke otak untuk
pengambilan keputusan berikutnya.
Seta A. Wicaksana | 205
Kesimpulan
Manusia merupakan makhluk psikologis yang dinamis
dan akan terus mengalami perubahan seiring dengan
berkembangnya zaman. Perubahan merupakan bagian
dari hasil pengalaman dan pemikiran manusia (Human
Mind).
Pemikiran
manusia
tersebut
dapat
menimbulkan perspektif yang dapat memengaruhi
sebagian perilaku manusia. Pemikiran manusia
(Human Mind) itu sendiri diproses dari hasil
penglihatan, pendengaran, perasaan, pengalaman dan
juga aktivitas mental manusia.
Dalam hal ini, individu mendapatkan informasi
dari panca indra yang mereka miliki. Pertama, indra
mata menjadi panca indra yang menerima informasi
secara visual. Setelah informasi diterima, akan
diproses dengan ―mekanisme‖ agar informasi bisa
dipahami. Kedua, telinga menjadi penerima informasi
secara auditori. Pemrosesan pun jua terjadi di indra ini
agar mendapatkan sebuah informasi. Ketiga, kulit
menjadi indra lain dalam merasakan informasi secara
sentuhan. Hal ini juga terdapat mekanisme
pengolahan agar informasi diterima oleh individu.
Tidak hanya kulit, tetapi lidah jua termasuk bagian
206 | Human Factor Engineering
dari sistem sensorik ―sentuhan‖, meski cara
―sentuhan‖ yang dilakukan berbeda. Keempat, hidung
menjadi indra yang memproses informasi secara
pembauan. Terakhir, indra lain yang tidak kalah
penting ialah pengalaman dan aktivitas mental
individu. Hal ini merupakan penerimaan informasi
tambahan, tetapi berefek sangat dahsyat. Hal ini jelas
karena dengan adanya pengalaman dan aktivitas
mental individu, membuat individu ―memilah‖
informasi yang ada di luar individu dan menentukan
pilihan apa yang akan individu ambil. Dengan
demikian, hasil dari penglihatan, pendengaran,
perasaan, hingga pengalaman dan aktivitas mental
tersebut diproses oleh otak manusia dan menghasilkan
sebuah pemikiran manusia (human mind) yang ada
hingga saat ini.
Konsep
terkini
tentang
fungsi
otak
mengasumsikan kesamaan antara cara kerja otak
manusia dan komputer. Oleh karena itu, model
Information Processing menggambarkan pemrosesan
informasi secara berurutan. Individu dapat menunggu
penggunaan model logika yang lebih realistis dan
aplikasi praktisnya. Untuk saat ini, bagaimanapun kita
harus puas dengan model logika ini. Model ini juga
memberikan panduan bagi ahli ergonomis untuk
membuat desain sistem yang dikendalikan oleh
manusia secara efisien dan efektif di masa depan
kelak.
Seta A. Wicaksana | 207
Daftar Pustaka
Alberti P,W. (1970). The Anatomy and Physiology of The
Ear and Hearing. (p.53-62.). Singapore: Department
of Otolaryngology.
Cameron J,R., Skofronick J,G., Grant R,M. (2006). Fisika
Tubuh Manusia.( p.304-19). Jakarta: EGC.
Carsana, L., & Jolibert, A. (2018). Influence of Iconic,
Indexical Cues, and Brand Schematicity on
Perceived Authenticity Dimensions of PrivateLabel Brands. Journal of Retailing and Consumer
Services, 48(1), 213-220.
Darmawan, I. A., Wiyono, G., & Khairudin, M. (2018).
Development Skills for Growing The Society‘s
Economy Through Technical and Vocational
Education and Training Centers. Journal of
Mechanical Engineering and Vocational Education.
(JoMEVE), 1(1), 37-48.
Goldstein, E. B. (2006). Sensation and Perception. United
States of America: Brooks/Cole Publishing
Company.
Harnadini, S., & Wicaksono, P. A. (2012). Pengaruh
Beban Kerja, Kelelahan Kerja, dan Tingkat
208 | Human Factor Engineering
Kewaspadaan Terhadap Tingkat Kesalahan dalam
Upaya Meminimalisir Human Error (Studi Kasus
di R.S Semarang). Industrial Engineering Online
Journal, 1(4), 1-14.
Harris, D., & Chin Li, W. (2020). Engineering Psychology
and Cognitive Ergonomics. Cognition and Design :
17th International Conference, EPCE 2020, Held as
Part of the 22nd HCI International Conference, HCII
2020, Copenhagen, Denmark, July 19-24, 2020,
Proceedings, Part II) (Eds.,). Jerman : Springer. 1479.
Herawati S, Rukmini S.(2003). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Telinga Hidung Tenggorok. (p.1-8) Jakarta: EGC.
Kroemer, K. H. (2017). Fitting the human: Introduction to
ergonomics/human factors engineering. CRC Press.
Lindstrom, M. (2005). Brand Senses. New York: Free
Press.
Locke, John.(1690). An Essay Concerning Human
Understanding (Ed. Winkler, P.K.). Indiana polis,
IN : Hacket Publishing Company
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti
RD.(2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. (p.10-52). Jakarta:
FKUI.
Solso, Robert, L,. (2008). Psikologi Kognitif. Jakarta :
Erlangga.
Seta A. Wicaksana | 209
Solso, R. L., Maclin, O. H., & Maclin, M. K. (2009).
Psikologi Kognitif Edisi 8. Jakarta : Erlangga.
Tjan, H., Lintong, F., & Supit, W. (2013). Efek bising
mesin elektronika terhadap gangguan fungsi
pendengaran pada pekerja di Kecamatan Sario
Kota Manado, Sulawesi Utara. eBiomedik, 1(1).
Wilson, K. M., Helton, W. S., & Wiggins, M. W. (2013).
Cognitive Engineering. Wiley interdisciplinary
reviews. Cognitive science, 4(1), 17-31.
Wulandari, H. (2014). Dimensi Interior : Eksplorasi
Pengalaman Panca Indra untuk Perancangan
Interior.12(2), 85-90.
210 | Human Factor Engineering
Body Mind Work Together: Hard Physical, Light and
Moderate, Task Load and Stress
Seta A. Wicaksana | 211
Latar Belakang
Sumber daya manusia merupakan aset yang paling
penting bagi organisasi, di mana pada hakikatnya
berfungsi sebagai faktor penggerak bagi setiap
kegiatan di dalam perusahaan. Suatu organisasi dalam
melakukan aktivitasnya untuk mencapai tujuan yang
diinginkan, perlu adanya manajemen yang baik
terutama sumber daya manusia, karena sumber daya
manusia
merupakan
modal
utama
dalam
merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, serta
menggerakkan faktor-faktor yang ada dalam suatu
organisasi. Berdasarkan hakikat kesetaraan dan
keadilan gender, terdapat kesamaan kondisi bagi pria
maupun wanita untuk memperoleh kesempatan serta
hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan
dan
berpartisipasi
dalam
segala
kegiatan
pembangunan (Heryawan dalam salvendy, 2012).
Interaksi karyawan dengan pekerjaan dan
lingkungan kerjanya menghasilkan barang atau jasa.
Berdasarkan unjuk kerjanya, karyawan mendapatkan
imbalan yang berdampak pada motivasi dan kepuasan
kerjanya sebagai hasil atau akibat lain dari proses
bekerja, karyawan dapat mengalami stres, yang dapat
212 | Human Factor Engineering
berkembang menjadikan karyawan sakit fisik dan
mental, sehingga tidak dapat bekerja lagi secara
optimal (Munandar dalam salvendy, 2012).
Stres kerja dan lingkungan kerja merupakan faktor
sentral dalam suatu organisasi meski di sisi lain tidak
mudah untuk tercapainya suatu tujuan dalam
organisasi salvendy (2012). Lingkungan kerja juga
sebagai variabel yang berpengaruh terhadap kinerja
karyawan. Dalam hal ini, lingkungan kerja adalah
segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang
dapat memengaruhi dirinya dalam menjalankan tugastugas yang diembankan (Sedarmayati dalam salvendy,
2012).
Seta A. Wicaksana | 213
Tinjauan Teori
Hard Physical
Kerja
paksa
adalah
kegiatan
yang
sangat
memanfaatkan otot rangka. Hal ini dapat mengubah
energi kimia menjadi kerja (energi fisik) dengan
menggerakkan segmen-segmen tubuh melawan
resistensi internal dan eksternal. Dari beristirahat, otototot itu dapat meningkatkan generasi energinya
hingga 50 kali lipat. Variasi yang sangat besar dalam
kecepatan metabolisme seperti itu tidak hanya
membutuhkan pasokan nutrisi dan oksigen yang cepat
beradaptasi bagi otot, tetapi juga menghasilkan
sejumlah besar produk limbah internal, yang perlu
dibuang. Aliran darah yang digerakkan oleh jantung,
menyediakan sarana transportasi untuk memasok dan
memindahkan oksigen dalam tubuh. Kesanggupan
tubuh untuk mempertahankan keseimbangannya
dalam tubuh menentukan berapa banyak pekerjaan
berat yang dapat dilakukan. Dalam hal ini,
kemampuan itu sebagian besar bergantung pada
fungsi yang tepat dari sistem pernapasan dan sirkulasi
untuk melayani otot-otot yang terlibat. Layanan yang
diberikan, pada dasarnya adalah pasokan dari
214 | Human Factor Engineering
pembawa energi, oksigen, serta pembuangan limbah
dan panas.
Layanan utama lainnya adalah kontrol suhu
tubuh, yang sangat penting dalam lingkungan yang
panas dan lembap. Kerja keras yang berat menuntut
kerja keras fisik dengan konsumsi energi yang tinggi.
Oleh karena itu, sistem ini sangat menuntut fungsi
metabolisme sang pekerja dengan ketegangan otot
(Strain) yang berakibat pada fungsi sirkulasi dan
pernapasan dalam tubuh. Biasanya, konsumsi energi
dan upaya jantung membatasi kemampuan kinerja
seseorang. Oleh karena itu, pengukuran kebutuhan
pada fungsi metabolisme dan jantung sering kali
berfungsi untuk menilai seberapa parah tugas fisik.
Ukuran fisiologis dari kapasitas para pekerja yang
menggunakan
kemampuan
bermetabolisme,
kardiovaskuler, dan pernapasan, bersama dengan
penilaian kekuatan dan mobilitas, berfungsi untuk
menilai
kemampuannya
dalam
melaksanakan
pekerjaan fisik yang berat. Pengukuran jumlah
maksimal oksigen yang tubuh seseorang dapat
gunakan selama periode tertentu (seperti 1 menit)
olahraga yang intensif mencerminkan kebugaran fisik
aerobik orang itu. VO2 max maksimal juga digunakan
untuk memprediksi kapasitas daya tahan selama
latihan submaksimal yang lama.
Seta A. Wicaksana | 215
a. Energy Consumption
Otot-otot rangka membuat tubuh bekerja dengan
menggerakkan bagian tubuh melawan resistensi
internal dan eksternal. Otot membutuhkan energi
untuk kontraksi. Mitokondria di dalam otot dapat
mengubah energi kimia menjadi energi fisik.
Menjalankan mesin energi manusia jua melibatkan
proses metabolisme kompleks, yang memiliki
kesamaan dengan pembakaran bahan bakar dalam
mesin. Akibatnya, individu dapat menghasilkan energi
untuk menggerakkan bagian tubuh. Oleh karena itu,
perlu bahan bakar dan oksigen untuk diproses dan hal
itu dapat menghasilkan panas dan produk sampingan
lainnya untuk tubuh.
1. Comparing the Combustion Engine
Dalam silinder mesin, pembakaran bahan bakar
campuran bahan bakar mengubah energi yang
tersimpan secara kimia menjadi energi kinetik fisik
dan panas. Energi menggerakkan piston mesin, dan
persneling memindahkan gerakannya ke roda
kendaraan. Pendingin mesin diperlukan agar tidak
terlalu panas, dan produk buangan perlu dibuang.
Dalam "mesin manusia", serat otot berbentuk silinder
dan piston, di mana tulang dan sendi adalah
persnelingnya. Bahan bakar yang sebagian besar
berasal dari karbohidrat dan lemak dalam zat gizi,
216 | Human Factor Engineering
membutuhkan oksigen untuk menghasilkan energi
dalam pembakaran yang lambat. Sewaktu otot-otot
bekerja, otot-otot itu menghasilkan produk sampingan
bermetabolisme, termasuk panas, yang perlu dibuang.
2. Metabolism
Metabolisme adalah proses biologis fundamental:
tubuh menyerap makanan dan minuman, yang
mengandung energi yang tersimpan secara kimiawi,
dan mengubahnya menjadi energi mekanis. Makanan
berpindah dari mulut ke perut, lalu dimaniskan, di
mana alkohol diserap dalam lambung dan diteruskan
dari sana ke dalam aliran darah. Pencernaan
membawa energi utama dalam makanan dan proses
pencernaan akan minuman, karbohidrat, lemak, dan
protein, terjadi dalam usus. Pencernaan memaksudkan
perubahan kimiawi dari molekul-molekul besar yang
rumit menjadi molekul-molekul kecil yang dapat
melewati membran sel-sel usus dan kemudian diserap
ke dalam darah dan Limfa. Liver secara luas
mengendalikan apa yang terjadi pada pembawa energi
yang terserap, di mana mereka diserap (dirilis) ke
dalam molekul-molekul baru yang dapat terbentuk.
Seta A. Wicaksana | 217
3. Metabolic by Product
Metabolisme manusia merupakan proses yang rumit.
Sebagian saja dari energi yang tersimpan secara kimia
sebenarnya diubah menjadi kerja mekanis yang
dilakukan oleh otot, di mana kebanyakan berfungsi
untuk membangun dan mempertahankan struktur
tubuh manusia dan akhirnya dikonversi menjadi
panas. Karena suhu inti tubuh manusia harus tetap
pada 37 miliar C (99 miliar F), suhu yang berlebihan
harus dialihkan untuk lingkungan, tugas yang cukup
sulit untuk dicapai dalam iklim yang panas. Panas itu
diangkut dalam tubuh melalui aliran darah; ada yang
menuju paru-paru, lalu diembuskan ke udara, di mana
sebagian kulit terkelupas ke udara luar dan sering kali
dengan bantuan keringat untuk menguapkan panas.
Produk sampingan lainnya adalah air, yang dibawa
oleh darah ke paru-paru dan kulit untuk dibuang di
sana.
Produk
sampingan
berikutnya
adalah
karbondioksida, yang dalam darah dialirkan ke paruparu untuk menghilangkannya. Pengelolaan yang
tepat terhadap produk sampingan metabolis ini
merupakan prasyarat utama bagi tubuh untuk mampu
mempertahankan generasi energi dan karenanya dapat
melanjutkan kerja fisik yang keras.
218 | Human Factor Engineering
4. Energy Unit
Satuan ukuran untuk energi (kerja) adalah joule (J) atau
kalori (cal) dengan 4,19 J = 1 Nm = 0,2389 cal = 107 ergs
= 0,948 tb 10 × 3 BTU = 0,7376 ft.]. Ungkapan alternatif
yang tepat untuk kcal adalah Cal. Sementara, unit
untuk daya adalah watts, 1 W = 1 J/s, atau 1 kcal/hour
= 1,163 W.
5. Basal Metabolism
Sedikit energi diperlukan untuk menjaga tubuh tetap
berfungsi, bahkan jika individu tidak melakukan
kegiatan sama sekali. Di bawah kondisi yang ketat
(istirahat total secara fisik dalam suhu lingkungan
yang netral, setelah berpuasa selama 12 jam, dengan
konsumsi protein terbatas selama setidaknya dua
hari), seseorang dapat mengukur metabolisme dasar.
Hasilnya
memperlihatkan
bahwa,
nilai-nilai
Metabolisme Basal terutama, bergantung pada usia, jenis
kelamin, tinggi badan, dan berat. Dua variabel terakhir
yang terkadang, dinyatakan sebagai luas permukaan
tubuh. Di antara orang dewasa yang sehat, hanya ada
sedikit variasi. Oleh karena itu, nilai yang umum
digunakan adalah 1 kcal (4,2 kJ) per kg per jam, atau
4,9 kJ/min untuk orang yang beratnya 70 kg.
Seta A. Wicaksana | 219
6. Resting Metabolism
Sebaliknya, seseorang sering kali mengukur
metabolisme sebelum hari kerja, dengan subjek juga
mungkin beristirahat. Tergantung pada kondisi yang
diberikan, metabolisme yang beristirahat adalah
sekitar 10-15% lebih tinggi dari Metabolisme Basal.
7. Work Metabolism
Peningkatan metabolisme dari beristirahat hingga
bekerja disebut metabolisme kerja. Peningkatan di atas
tingkat peristirahatan ini menggambarkan jumlah
energi yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan
itu. Sering kali, untuk menggambarkan tuntutan
pekerjaan, individu mengukur total energi yang
digunakan oleh tubuh, yang mencakup tingkat
istirahat atau basal.
8. Measuring Heaviness of Work
Satu cara untuk menilai beratnya pekerjaan adalah,
cukup dengan meminta orang yang bekerja untuk
menjelaskan betapa sulit rasanya upaya dalam
pekerjaannya. Untuk standardisasi, hal itu adalah
bermanfaat untuk menggunakan prosedur penilaian
yang ditetapkan, seperti skala Borg. Akan tetapi, dalam
banyak kasus, perlu dilakukan pengukuran objektif
yang diinginkan, dan untuk tujuan ini, tiga prosedur
220 | Human Factor Engineering
yang berbeda digunakan secara umum. Salah satu
prosedur adalah mengamati energi yang diberikan
kepada tubuh selama waktu tertentu. Pendekatan
kedua adalah mencatat detak jantung selama bekerja.
Pendekatan teknik ketiga adalah dengan mengukur
volume
oksigen
yang
dikonsumsi
selama
pembedahan.
9. Energy Supply to the Body
Setelah mengurangi apa yang diperlukan untuk
mempertahankan tubuh, semua energi berlebih
digunakan untuk bekerja. Tentu saja, pendekatan ini
memerlukan jangka waktu observasi yang panjang,
berhari-hari atau berminggu-minggu manakala orang
yang diamati melakukan berbagai kegiatan fisik,
diselingi periode istirahat. Metode ini sangat tidak
akurat, kecuali dilakukan dalam kondisi yang
dikendalikan dengan ketat.
10. Oxygen Consumption at Work
Sewaktu tubuh bekerja, konsumsi oksigen (dan
karbondioksida) merupakan ukuran dari produksi
energi metabolis yang saling berkaitan. Ada beragam
teknik pengukuran, di mana mereka semua
mengandalkan prinsip bahwa, perbedaan dalam
kandungan oksigen antara oksigen yang diembuskan
Seta A. Wicaksana | 221
keluar dan udara yang diserap ke dalam paru-paru.
Jika kita memperkirakan nilai rata-rata energi oksigen
5 kcal (21 kJ) per liter oksigen per liter, volume oksigen
yang diserap memungkinkan penghitungan energi
yang dikonversi tubuh melakukan kegiatan selama
periode pengamatan.
b. Heart Rate As a Measure of Work Demands
Menghitung detak jantung selama bekerja juga
merupakan metode yang dihormati dan umum
digunakan dalam waktu yang lama. Sistem ini
bergantung pada pengetahuan bahwa, dibutuhkan
otot-otot untuk bekerja dengan baik, agar berfungsi
dengan baik, pasokan oksigen tersalur secara
berkesinambungan, dan juga, produk sampingan
harus disingkirkan. Semakin tinggi kebutuhan energi,
semakin banyak aliran darah yang diperlukan. Untuk
mencapai lebih banyak aliran darah, jantung harus
menghasilkan hasil yang lebih tinggi, terutama dapat
dicapai dengan meningkatkan jumlah detak jantung
per menit. Jadi, denyut jantung bervariasi sesuai
dengan tuntutan kerja.
1. Relations between Heart and Oxygent Uptake
Denyut jantung (sebagai indikator fungsi sirkulasi)
dan konsumsi oksigen (menunjukkan perubahan
222 | Human Factor Engineering
metabolisme), memperlihatkan reaksi yang sama
terhadap upaya fisik. (Akan tetapi, hubungan spesifik
berbeda di antara orang-orang dan mungkin berubah
dengan latihan fisik atau de-kondisi.) Oleh karena itu,
sering kali kita dapat sekadar mengganti detak jantung
yang dihitung untuk mengukur konsumsi oksigen. Hal
ini adalah jalan pintas yang sangat menarik karena
denyut jantung menanggapi lebih cepat perubahan
dalam tuntutan kerja. Selain itu, penghitungan denyut
jantung lebih mudah daripada mengukur penyerapan
oksigen.
2. Breathing Hard
Kesanggupan
tubuh
kita
untuk
mengalami
kekurangan oksigen menjelaskan mengapa kita dapat
melakukan prestasi-prestasi yang membutuhkan
energi yang sangat besar yang tidak dapat kita tahan
untuk waktu yang lama dan tubuh kita perlu untuk
membayar utang oksigen. Hal ini menjelaskan
mengapa kita terus bernapas keras setelah latihan fisik
yang berat.
3. Reactions of Heart Rate to Work
Mengingat hubungan yang erat antara sistem
peredaran darah dan metabolisme, detak jantung
bereaksi terhadap serangan-serangan kerja dengan
Seta A. Wicaksana | 223
cara yang sama seperti asupan oksigen. Namun,
denyut jantung meningkat lebih cepat di awal kerja
daripada penyerapan O2 dan selama pemulihan,
kembali ke tingkat peristirahatan yang lebih cepat.
4. Steady-State Work
Jika suatu upaya kerja yang dibutuhkan tetap berada
di bawah kapasitas maksimum seseorang, maka proses
metabolis, suplai oksigen, aliran darah, dan
pernapasan dapat mencapai dan mempertahankan
tingkat yang dibutuhkan. Kondisi kerja yang stabil ini
disebut keadaan tetap. Pengukuran tuntutan kerja
pada tubuh dapat diandalkan diperoleh selama
keadaan ini. Jelaslah, orang yang sehat secara fisik
dapat mencapai keseimbangan antara permintaan dan
persediaan dengan beban kerja yang relatif tinggi,
sedangkan orang yang tidak terlatih atau kurang
bugar hanya sanggup mencapai keadaan tetap hanya
pada tingkat permintaan yang lebih rendah.
5. Classifying Work Demands
Jelaslah, penggunaan energi dan jumlah denyut
jantung selama pekerjaan yang diperpanjang
merupakan indikator yang obyektif dari beratnya
tuntutan pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang.
Sewaktu dimintai keterangan yang deskriptif,
224 | Human Factor Engineering
beberapa pekerja mungkin menuntut cahaya atau hal
lain-lain yang bersifat berat atau keras. Namun,
gambaran seperti itu dapat berbeda dengan keadaan
dan pengalaman seperti beberapa kakek dan nenek,
misalnya yang masih terbiasa dengan pekerjaan fisik,
mungkin menuntut tingkat pekerjaan yang agak
bersahaja, yang mungkin berat bagi cucu mereka.
Nilai-nilai energi yang tercantum berisi Metabolisme
Basal dan istirahat. Hal ini juga ada pengaruh bahwa,
semua nilai adalah "unisex" karena begitu banyak pria
akan menyebut pekerjaan sedikit lebih mudah dan
banyak wanita yang lebih sulit bekerja dengan ―label
yang tersirat‖.
c. Limit of Human Labor Capacity
1. Measuring People’s Fitness to do Heavy Work
Sebagian besar penilaian medis dan fisiologis dari
kemampuan energik manusia, terutama bergantung
pada pengukuran konsumsi oksigen, dengan detak
jantung sebagai indikator sekunder. Tes standar
memungkinkan perbandingan antara kemampuan
orang. Ujian-ujian ini secara umum menggunakan
bentuk-bentuk pekerjaan lahiriah yang sudah diakui
umum dan sering kali menggunakan ergometer,
treadmill, atau tes sepeda. Penggunaannya terutama
menekan otot kaki. Hal ini dikarenakan massa kaki
dan otot merupakan komponen penting dalam tubuh
Seta A. Wicaksana | 225
dan lamanya olahraga yang ekstensif selama tes
sepeda juga menimbulkan peningkatan fungsi paru,
peredaran darah, dan metabolisme tubuh, tetapi tidak
semuanya. Treadmill khususnya, strain atau
ketegangan kemampuan tubuh lebih rendah juga,
tetapi berbeda dengan bersepeda, kaki harus
menopang dan mendorong seluruh berat tubuh. Oleh
karena
itu,
ujian
yang
dilakukan
dengan
menggunakan treadmill lebih efisien daripada
bersepeda. Namun, baik meniadakan batang dan
kemampuan lengan dari pertimbangan. Contohcontoh ini memperlihatkan bahwa, pemilihan alat tes
dan prosedur dapat mengarah ke evaluasi fisik orang
yang berbeda, misalnya hasil uji coba dari pengendara
sepeda yang terlatih dengan baik dan pelari jarak jauh
yang terlatih akan berbeda jika dilakukan pada sepeda
atau treadmill. Masalah utama dari semua tes ini
adalah bahwa, mereka tidak menyerupai kondisi kerja
yang sebenarnya. Jadi, hasil tes ini memiliki nilai yang
terbatas untuk meramalkan kemampuan para subjek
untuk melakukan tugas-tugas kerja yang menuntut
secara fisik.
2. Selecting Person Fit for Heavy Work
Tes kesehatan dan kebugaran adalah sarana penting
untuk memastikan bahwa hanya orang-orang yang fit
untuk melakukan pekerjaan fisik berat yang dilakukan
226 | Human Factor Engineering
untuk melakukannya. Akan tetapi, dalam pandangan
ergonomis, lebih baik merancang tugas kerja dan
peralatan, sehingga beban mereka relatif kecil pada
kemampuan fisik manusia. Hal ini memastikan bahwa,
baik individu yang memiliki fisik yang bagus ataupun
fisik yang kurang, dapat melakukan pekerjaan itu.
3. Static Work
Mempertahankan postur yang tidak bergerak
menuntut agar otot-otot yang menghasilkan postur,
tetap dapat mengalami kontraksi. Jika seperti statis
(isometrik) kontraksi melampaui sekitar 15% dari
kekuatan otot, aliran darah melalui otot menjadi
berkurang karena otot memampatkan arteri dan
pembuluh darahnya sendiri dalam mengedarkan
darah ke jaringan otot. Kompresi yang lebih kuat, yang
disertai meningkatnya tegangan otot, selanjutnya
mengurangi aliran darah dan bahkan dapat memotong
sepenuhnya
meskipun
jantung
berupaya
meningkatkan tekanan darah untuk mengatasi
gangguan aliran. Hal ini mengakibatkan kelelahan,
yang akhirnya membuat kita meninggalkan postur
yang melelahkan untuk rileks dan pulih. Kemampuan
untuk bertahan kontraksi statis tergantung pada
besarnya kontraksi.
Seta A. Wicaksana | 227
d. Designing Heavy Human Work
Energi manusia yang efisiensi bekerja, seperti insinyur
dan ekonom suka mengekspresikan efisiensi kerja
sebagai perbandingan keuntungan dibandingkan
usaha. Jika kita menganggap bahwa penyimpanan
energi dalam tubuh tidak berubah (artinya bahwa,
orang yang diamati tidak mengenakan atau
menurunkan berat badan) dan bahwa tubuh tidak
mengumpulkan panas dari lingkungan atau tidak
kehilangan berat badan, kita dapat menyatakan
persamaan keseimbangan energi sederhana sebagai
masukan energi di mana ada rumus berupa, H adalah
panas yang dikembangkan, dan W adalah pekerjaan
yang dilakukan. Efisiensi energi manusia (efisiensi
kerja) e adalah rasio antara pekerjaan yang dilakukan
dan masukan energi. Jadi, rumus yang dihasilkan
dalam mengukur efisiensi kerja adalah e (%) = 100
W/H.
Dalam kegiatan sehari-hari, tubuh manusia sangat
tidak efisien dalam hal penggunaan energi. Hanya
sekitar 5% atau kurang dari masukan energi yang
beralih ke pekerjaan, yaitu energi yang digunakan
untuk ditransmisikan ke objek luar, di mana Atlet
yang sangat terlatih dapat mencapai, dalam keadaan
yang menguntungkan, mungkin 25%. Sisanya (yaitu,
kebanyakan) dari masukan berpindah menjadi panas
yang berakhir pada rantai panjang proses metabolisme
internal. Hal ini karena manusia begitu tidak efisien,
228 | Human Factor Engineering
dalam istilah energi, kemampuan mereka lebih baik
digunakan untuk berpikir dan mengatur atau
mengendalikan mesin dan proses daripada untuk
berfungsi sebagai penggerak fisik.
1. Design Work to Fit the Human
Sang insinyur yang menentukan pekerjaan yang
diperlukan dan bagaimana tugas itu harus dilakukan.
Untuk mengatur kecocokan yang cocok antara
kemampuan dan tuntutan, sang insinyur perlu
menyesuaikan pekerjaan yang harus dilakukan (dan
lingkungan kerja) dengan kemampuan tubuh yang
energik. Kemampuan manusia ini ditentukan oleh
kapasitas individu untuk mengeluarkan energi (fisik,
pelatihan, kesehatan), oleh karakteristik fungsi saraf
(seperti koordinasi gerak, kekuatan otot, dan
sejenisnya), dan oleh faktor-faktor psikologis (seperti
motivasi).
2. Avoid Exhausting Work
Para pekerja tambang dan penebang pohon bara, yang
melakukan pekerjaan mereka dengan perkakas tangan,
termasuk di antara para pekerja pria dengan konsumsi
energi tertinggi, di mana energi yang dihasilkan
sekitar 19.000 kJ per hari, yang diukur pada tahun
1960-an. Upaya ekstrem seperti itu mungkin semakin
Seta A. Wicaksana | 229
jarang dilakukan di banyak negeri karena peralatan
mekanis dan mesin modern dapat mengurangi beban
kerja. Konsumsi energi harian untuk pekerjaan yang
cukup menuntut adalah sekitar 12.000-15.000 kJ untuk
pria dan 10.000-12.000 kJ untuk wanita.
3. Provide Rest Breaks
Istirahat dalam pekerjaan fisik memberikan pemulihan
dan istirahat. Menyediakan istirahat adalah penting
dalam kerja fisik yang keras dan patut di hasratkan,
bahkan di pekerjaan yang lebih ringan untuk alasanalasan fisiologis dan psikologis. Menyediakan banyak
jeda untuk waktu yang singkat lebih bermanfaat
daripada sekadar membiarkan interupsi yang lebih
lama. Alasannya adalah bahwa, pemulihan paling
cepat
pada
awal
istirahat
kerja,
karena
mengistirahatkan energi dan denyut jantung.
4. No “Static Work”
Seperti yang telah disebutkan, pemahaman standar
tentang pekerjaan fisik adalah bahwa, hal itu terdiri
dari tindakan-tindakan dinamis. Di bawah kondisi ini,
biasanya, denyut jantung dan konsumsi energi
berhubungan erat. Akan tetapi, banyak pekerjaan yang
sebenarnya mencakup upaya statis, manakala bagianbagian tubuh harus dibekukan untuk sementara
230 | Human Factor Engineering
waktu. Meskipun upaya statis tidak merupakan kerja
dalam istilah fisika, hal itu tetap memengaruhi tubuh,
khususnya sistem kardiovaskular seperti detak
jantung yang meningkat, sedangkan konsumsi energi
tidak. Upaya-upaya otot statis sering kali melelahkan,
tetapi tidak produktif. Oleh karena itu, mereka harus
dirancang
dengan
mengubah
proses
atau
menggantikan upaya manusia dengan menggunakan
solusi mekanis.
Light and Moderate Work
Saat sedang istirahat atau saat pekerjaan kita menuntut
hal yang adil dalam usaha ringan, fungsi metabolisme
dasar tubuh kita berjalan pada dasarnya sama seperti
saat mendukung kerja paksa, tetapi pada tingkat yang
lebih rendah seperti energi yang disimpan dalam
senyawa kimia dalam makanan dan minuman kita
dicerna, kemudian diasimilasi menjadi lebih sederhana
secara molekul. Hal ini berfungsi untuk membangun
dan memelihara organ kita dan untuk menyediakan
energi yang dibutuhkan otot untuk berfungsi. Paruparu mengumpulkan oksigen dan menghilangkan
produk sampingan dari metabolisme (karbondioksida,
air, panas), sementara kulit bertukar panas. Hal ini
memuat fungsi tubuh peredaran darah dan
pernapasan, tetapi secara alami lebih sedikit
dibandingkan selama pekerjaan fisik yang berat.
Seta A. Wicaksana | 231
Lingkungan
tempat
kita
bekerja
dapat
berkontribusi kuat pada persepsi kita tentang
pekerjaan yang mudah atau menuntut. Dalam istilah
fisika, lingkungan kerja sangat tergantung pada suhu
dan kelembapan udara, suara dan kebisingan sekitar,
dan tentang pencahayaan. Kondisi organisasi di
tempat kerja sangat penting adalah ―Lingkungan
psikososial‖ yang menentukan, misalnya bagaimana
kita bergaul dengan rekan kerja kita, merasa baik di
tempat kerja juga tergantung tentang pengaturan jam
kerja kami, termasuk pekerjaan shift.
a. Physiological and Psychological Principles
Sebagian besar pekerjaan di kantor modern, atau saat
mengemudikan kendaraan, misalnya bersifat menetap
dan membutuhkan sedikit usaha fisik. Oleh karena itu,
banyak orang dengan pekerjaan duduk mencoba
melakukannya meningkatkan pengeluaran sehari-hari
mereka dengan melakukan tuntutan waktu luang
aktivitas, latihan, dan olahraga. Kegiatan olahraga
seperti itu meningkatkan fungsi tubuh yang
―menganggur‖ lainnya dan membantu mengimbangi
yang tidak dibutuhkan asupan energi melalui
makanan dan minuman, yang justru dapat
menyebabkan untuk kelebihan berat badan. Salah satu
cara sederhana untuk melatih tubuh adalah dengan
berjalan kaki naik dan turun tangga alih-alih
232 | Human Factor Engineering
menggunakan lift di gedung tinggi. Panjat tangga
menuntut penggunaan otot yang berat untuk
mengangkat tubuh dan karenanya, membantu
menjaga sistem metabolisme dan peredaran darah
tetap fit.
Ketika kebutuhan energi untuk bekerja rendah,
ukurlah konsumsi oksigen pekerja memberikan sedikit
informasi yang berguna. Namun, detak jantung yang
lebih mudah didapat mungkin menjadi indikator yang
berguna karena juga merespons otot statis memuat,
seperti saat memegang bodi atau segmennya menjadi
satu posisi yang diberikan. Sensitivitas ini dapat
menjadi keuntungan lebih dari penilaian energi, tetapi
daya tanggap juga meluas secara reaksi mental seperti
kegembiraan atau kemarahan, begitu juga reaksi
sumber daya manusia mungkin mencerminkan tidak
hanya memuat oleh pekerjaan fisik. Pendekatan
khusus lainnya untuk mengukur efek beban kerja
bergantung pada listrik kejadian di tubuh, misalnya
terkait dengan aktivitas otot (Elektromiogram) dan
aktivitas otak (Electro Encephalogy) serta frekuensi
penutupan kelopak mata. Cukup mengamati hasil
pekerjaan umum, terutama yang seperti itu
berfluktuasi dengan kondisi kerja yang berubah, juga
realistis dan ukuran non intrusif, tetapi tidak spesifik.
Seta A. Wicaksana | 233
b. Tiredness, Boredom, and Alertness at Work
Perasaan lelah dan bosan sudah tidak asing lagi dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut definisi yang ketat,
kelelahan diakibatkan oleh kelelahan, efek fisiologis
dari menghabiskan energi kita, otot-otot terlalu tegang,
sehingga tubuh kita perlu istirahat untuk memulihkan
diri dari kelelahan. Sebagai perbandingan, kebosanan
merupakan suatu kondisi psikologis atau emosional di
mana kurangnya peristiwa mengistirahatkan kita ke
dalam keadaan malas. Namun, dalam bahasa seharihari, kita mengatakan bahwa kita lelah sebagai akibat
dari keduanya (fisik) kelelahan atau (psikologis,
emosional) kebosanan. Sehingga, istilah ―Saya bosan
dengan .…‖ dan ―Saya bosan dengan .…‖ hampir
sama dengan kita tidak terlalu tertarik pada tugas kita
saat ini dan sedang enggan, bahkan merasa tidak
mampu, untuk melanjutkan apa yang kita lakukan.
Beberapa individu menikmati pekerjaan yang
memiliki beragam bagian, tugas-tugas itu berubah dan
karena itu berbagai tantangan mental dan fisik
kemampuan. Variasi permintaan membuat mereka
tetap tertarik, dan mereka menemukan kepuasan
dalam solusi yang berhasil. Namun, lainnya orang
lebih suka pekerjaan yang dapat diprediksi
menyajikan tugas yang sama, atau setidaknya
melakukan hal serupa seperti mereka mungkin
menemukan kepuasan dalam pengulangan yang
terampil, seperti di jalur perakitan, sambil berpikir,
234 | Human Factor Engineering
melamun, atau bercakap-cakap. Begitu monoton hal
ini karena kurangnya atau tidak biasa menerima
stimulus baru dalam bekerja. Hal ini adalah sesuatu
wajar untuk dibenci atau disukai, tergantung pada
salah
satunya
kecenderungan.
Namun, bagi
kebanyakan orang, kinerja dan pekerjaan kepuasan
yang paling baik adalah dengan pekerjaan yang tidak
terlalu rumit juga tidak terlalu sederhana. Namun,
setiap tempat memiliki kurva berbentuk ―gundukan‖
yang dapat berubah sesuai dengan keterampilan,
kesehatan, dan suasana hati pekerja.
c. Suitable Postures at Work
Dalam pekerjaan ringan atau sedang, kelelahan sering
kali
diakibatkan
oleh
persyaratan
untuk
mempertahankan posisi anggota tubuh, atau posisi
seluruh tubuh, dalam waktu yang cukup lama.
Mempertahankan sebuah postur tubuh sering kali
membutuhkan otot yang terlibat untuk menjaga
kontraksi konstan, yang menekan jaringannya sendiri.
Hal ini dijelaskan bahwa, tekanan menghalangi aliran
darah melalui otot dan aliran darah yang terhambat,
tidak dapat menghilangkan semua produk sampingan
metabolik.
Dengan
mengumpulkan
produk
sampingan metabolik, otot lelah dan harus rileks
untuk memulihkan kembali kondisinya. Selama waktu
itu, aliran darah pulih dan limbah metabolisme
Seta A. Wicaksana | 235
dibuang. Untuk menghindari kelelahan dan postur
tubuh yang melemahkan, berbagai cara dan sering kali
solusi ergonomis ditemukan.
Duduk tidak terlalu melelahkan daripada berdiri.
Namun, Workstation atau stasiun kerja harus memiliki
ruang untuk kaki dan bekal untuk duduk dengan
mudah karena tidak semua operator suka melipat kaki
di bawahnya tubuh, seperti yang dilakukan pemahat
kayu. Orang bisa membantah ukiran itu dengan cara
ini, di mana jari-jari kaki benar-benar berfungsi untuk
menahan karya dan hal itu adalah cara tradisional
yang digunakan pengrajin lokal sudah lama terbiasa.
Namun, tidak ada alasan seperti itu yang berlaku ke
tempat kerja penggiling, di mana tukang penggiling
harus menyelipkan kakinya ke bawah, membungkuk
ke depan, dan bekerja dengan tangan terulur dan kita
hanya bisa berharap, setidaknya hal itu tepat sesuai
ketentuan keselamatan ada di tempat kerja tersebut.
Kasus duduk yang hampir lama tak tertahankan
dan tidak bisa bergerak terjadi saat mengemudi mobil
jarak jauh dan pesawat terbang. Truk pengemudi yang
harus menempuh jarak jauh mungkin harus tetap
tinggal duduk dengan tangan di atas roda, kaki di atas
pedal, dan mata di jalan selama berjam-jam sebelum
bangun dan melakukan peregangan tubuh. Seorang
pilot militer yang harus menerbangkan pesawat
dengan misi yang panjang adalah contoh yang lebih
buruk, karena tidak ada cara untuk bangkit dan
236 | Human Factor Engineering
keluar. Ada solusi yang dicoba dalam pesawat Perang
Dunia II adalah memiliki pesawat terpisah, di mana
bagian berisi udara di kursi pilot secara otomatis
mengembang dan mengempis. Fitur itu memberikan
dukungan pada tubuh yang berdenyut, di mana dapat
memberikan sedikit kelegaan dari tekanan konstan
pada tubuh. Orang yang tidak bisa bergerak, seperti
beberapa pasien yang sakit, sering kali mengalami
tekanan bisul (luka baring) pada bagian tubuh yang
mentransfer energi paling banyak saat bergerak, alihalih tetap diam dan hal itu sangat penting untuk
kesejahteraan dan perasaan sehat.
d. Accurate, Fast, Skillful Activities
Dalam pekerjaan ringan, terutama jika membutuhkan
gerakan yang sering dan tepat, area kerja tangan harus
sekitar pinggang tinggi, di depan bagasi. Hal ini
memungkinkan gerakan tangan yang cepat dan
akurat, dicapai dengan rotasi ke dalam dari seluruh
lengan di sekitar sendi bahu dan dengan menaikkan
dan menurunkan lengan bawah. Jika pekerjaan
membutuhkan manipulasi yang tepat, sandaran
tangan mungkin berguna untuk menstabilkan tubuh
bagian atas. Hal ini memicu kontraksi statis yang ketat.
Selain itu, perangkat elektronik bisa menghilangkan
masalah ini karena mereka memproyeksikan gambar
Seta A. Wicaksana | 237
pada monitor, di mana yang operator dapat melihat
dari berbagai lokasi mata dan kepala.
Task Load and Stress
Menurut Selye (1907–1982) memperkenalkan istilah
―stres‖ di tahun 1930-an, yang digambarkan sebagai
reaksi dari manusia untuk situasi yang baik, eustress,
dan untuk situasi yang buruk, distress. Saat ini,
penekanannya hampir seluruhnya pada kondisi
negatif. Zaenal dkk (2014: 724) juga berpendapat
bahwa, stres sebagai suatu istilah ―payung‖ yang
merangkumi tekanan, beban, konflik, keletihan,
ketegangan, panik, perasaan gemuruh, kecemasan,
kemurungan dan hilang daya. Sementara, stres kerja
adalah kondisi yang muncul dari interaksi manusia
dengan pekerjaannya, serta dikarakteristikkan oleh
manusia sebagai perubahan manusia yang memaksa
mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka
(Beehr dan Newman dalam Luthans, 2006: 441).
Reaksi manusia terhadap tekanan beban tugas,
yaitu pekerjaan fisik yang berat secara teratur,
menghasilkan energi yang tinggi dengan tuntutan
berat terhadap jantung dan paru-paru. Upaya jantung
sering kali menjadi batasan kemampuan untuk
melakukan kerja keras. Karena itu, fungsi tubuh ini
dapat berfungsi untuk menggambarkan tingkat
keparahan dari beban tugas fisik. Begitu pula dengan
238 | Human Factor Engineering
beratnya suatu tugas beban mental, biasanya dinilai
dengan tuntutan yang terkait stres yang menempatkan
pikiran manusia dalam hal stres menurut Salvendy
(2012).
Di era digitalisasi seperti dewasa ini, banyak hal
yang membuat stres. Salah satunya adalah sistem di
mana manusia harus bisa beradaptasi dengan sistem
seperti misalnya komputer. Pengenalan komputer ke
perkantoran di akhir tahun 1900-an, memberikan
contoh stres yang dirasakan oleh sekelompok besar
orang. Banyak pekerja kantoran yang berpengalaman,
sempat mengkhawatirkan kemampuan mereka untuk
menangani persyaratan baru dalam menggunakan
komputer,
di
mana
hal
ini
menyebabkan
ketidakamanan pekerja dalam bekerja menurut
Salvendy (2012).
Selain itu, adanya kekhawatiran terkait komputer
membutuhkan file pengetahuan teknis yang luar biasa
dan adanya kekhawatiran tentang risiko kesehatan
radiasi yang terkait dengan katoda tabung sinar di
monitor. Untungnya, stres pada pengguna komputer
sudah menurun. Alasannya adalah perangkat lunak
yang sekarang, jauh lebih cerdas dan adanya pelatihan
yang dirancang dengan baik, serta instruksi yang
mudah, membuat permasalah ini lebih mudah dari
yang diantisipasi oleh pengguna komputer. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya pekerja kantoran yang
lebih tua menjadi mahir, di mana mereka menemukan
Seta A. Wicaksana | 239
anggapan baru bahwa, komputer sebenarnya
membuat tugas-tugas tertentu menjadi lebih mudah
dan efisien.
Berney
dan
Selye
(salvendy,
mengungkapkan, ada empat jenis stres:
2012)
a. Eustres (good stres). Stres ini merupakan stres yang
menimbulkan stimulus dan kegairahan, sehingga
memiliki efek yang bermanfaat bagi individu
yang
mengalaminya.
Contohnya
seperti
tantangan yang muncul dari tanggung jawab
yang meningkat, tekanan waktu, dan tugas-tugas
yang berkualitas tinggi.
b. Distress merupakan stres yang memunculkan
efek yang membahayakan bagi individu yang
mengalaminya. Contohnya adalah adanya
tuntutan yang tidak menyenangkan atau
berlebihan, yang menguras energi individu
sehingga membuat individu menjadi lebih
mudah jatuh sakit.
c. Hyperstress adalah stres yang berdampak luar
biasa bagi yang mengalaminya. Meskipun dapat
bersifat positif atau negatif, tetapi stres ini tetap
saja membuat individu terbatas dalam
kemampuan adaptasinya. Contohnya adalah
stres akibat serangan teroris.
240 | Human Factor Engineering
d. Hypostress merupakan stres yang muncul karena
kurangnya stimulasi. Contohnya adalah stres
karena bosan atau karena pekerjaan yang rutin.
Dalam hal ini, banyak individu yang membahas
perihal topik stres dan psikolog dewasa ini
menegaskan bahwa, stres adalah pengalaman dasar
emosional individu. Dalam kondisi ini, keadaan
pikiran seseorang dapat menyebabkan kegembiraan,
kecemasan atau keduanya secara bersamaan, dapat
memicu endokrin dan otonom tubuh pada sistem
saraf. Emosi yang diprovokasi oleh stres dapat
menyebabkan ketegangan otot yang berpengaruh pada
nyeri di kepala, leher, tulang belakang, atau di tempat
lain. Secara kesehatan, kesusahan atau stres dapat
menyebabkan gangguan tidur, keluhan sistem
pencernaan,
penyakit
kardiovaskuler,
gangguan
muskuloskeletal, dan sistem kekebalan imun yang
mengalami lemah fungsi. Perilaku distress merupakan
perilaku stres yang intensif atau berkelanjutan dan
sering kali mengubah cara-cara di mana orang
berperilaku dan muncul perasaan merasa iritabilitas
(sensitif), ketidakpuasan umum, gangguan perhatian,
hubungan interpersonal terganggu, kecemasan, dan
depresi adalah gejala umum. Stres juga bisa
menyebabkan untuk perilaku yang salah, seperti
merokok yang berlebihan dan minum alkohol, serta
penyalahgunaan narkoba. Stres pada pekerjaan
karyawan, dapat memengaruhi iklim organisasi secara
Seta A. Wicaksana | 241
negatif dan menurunkan fungsi kerja karyawan seperti
peningkatan ketidakhadiran staf, sikap kerja yang
buruk, dan produktivitas kinerja kerja yang berkurang.
Oleh karena itu, stres bisa membuat seseorang
menderita dan mungkin ―buruk‖ untuk dipekerjakan
oleh organisasi. Hal itu dikarenakan produktivitas dan
kualitas kerja yang berkurang. Jika karyawan
mengalami kelebihan beban kerja, kinerja tugas akan
tetap ada, tetapi tidak maksimal bahkan, atau
berkurang. Hal itu membuat karyawan menderita,
baik secara fisik, psikologis atau keduanya. Hal ini
yang perlu diperhatikan oleh perusahaan.
Berlanjut ke pembahasan berikutnya, di mana saat
individu bekerja, intensitas stres dan pengaruhnya
bergantung pada bagaimana individu menanggapi
kondisi tersebut. Tentu saja, hal ini bisa membuat
individu menjadi lebih sulit menangani jika tidak
segera dibenahi dengan benar, apalagi berpengaruh ke
luar pekerjaan. Hal ini juga membuat respon
emosional individu dan reaksi yang dikeluarkan
menjadi berbeda saat keadaan normal atau stres. Hal
ini masih menjadi problematika yang pelik dan sering
terjadi di sebuah perusahaan, baik karyawan atau para
petinggi perusahaan. Alih-alih mencoba beradaptasi
dengan lingkungan, sering kali lebih mudah untuk
menghilangkan penyebab stres di tempat kerja secara
sementara daripada membenahi hal tersebut.
242 | Human Factor Engineering
Berikut beberapa daftar yang berisi contoh
penyebab stres dalam pekerjaan lingkungan hidup, di
antaranya adalah :
1. Isi pekerjaan
2. Intensitas permintaan
3. Kompleksitas beban tugas yang diberikan
4. Tugas yang berulang dan monoton
5. Kurangnya kendali atas pekerjaan yang individu
lakukan
6. Tanggung jawab yang berlebihan dalam suatu
tugas pekerjaan
7. Kurangnya pengakuan atau penghargaan yang
memadai untuk pencapaian yang diberikan
karyawan.
Penanganan Stres di Tempat Kerja
Kesedihan, kemarahan, kecemasan, bahkan depresi
bisa muncul saat individu tersebut tidak dapat
mengatasi kondisi tersebut secara memadai. Hal ini
karena stres adalah pengalaman subjektif dan
manajemen stres tiap individu harus disesuaikan
dengan kondisi mereka. Untuk mengatasi stres, berarti
mengaktifkan kognitif individu dan strategi perilaku.
Mereka
mungkin
mengarah
langsung
pada
penyebabnya dengan menghilangkan stres secara
Seta A. Wicaksana | 243
sementara atau dengan mengubah stres dengan
strategi lain, seperti manajemen waktu, adaptasi gaya
kerja, komunikasi tegas, dan pengaturan batasan.
Strategi mengatasi stres dapat jua berfokus pada emosi
individu, seperti evaluasi ulang kognitif situasi
individu dan penggunaan humor, latihan relaksasi,
aktivitas di luar pekerjaan, serta hobi. Individu dengan
kesehatan fisik, nutrisi, dan kebiasaan yang buruk
(termasuk
merokok
atau
minum)
mungkin
membutuhkan perhatian, bahkan perubahan gaya
hidup. Solusi ―radikal‖ yang dapat dicoba adalah
berhenti dari pekerjaan yang membuat anda stres dan
mencari pekerjaan yang lebih cocok. Hal ini
dimungkinkan untuk mendapatkan pekerjaan lain
yang lebih baik. Adapun strategi yang paling efektif
adalah mengurangi beban tugas karena efek stres.
Namun, persepsi individu tentang beban tugas dan
performa kinerja, bergantung pada pengalaman yang
pernah individu lakukan. Dengan beberapa strategi
yang disebutkan untuk meminimalisir efek stres, efek
tersebut dapat mengubah perspektif terkait beban
tugas dan meningkatkan kinerja performa individu di
masa depan.
244 | Human Factor Engineering
Kesimpulan
Pekerjaan ringan atau sedang tidak membebani kita
dengan beban yang berat dalam kemampuan fisik.
Sebaliknya, tuntutan utama dalam bekerja adalah
bekerja keras dengan hati-hati dan memperhatikan
detail. Oleh karena itu, banyak penderita pekerja
duduk, memilih untuk menaikkan pengeluaran harian
mereka dengan melakukan aktivitas rekreasi dan
olahraga. Selain itu, mengukur detak jantung jua
berguna sebagai indikator ketegangan kerja seseorang
karena merespons keduanya, baik kerja dinamis dan
beban otot statis, seperti saat menahan tubuh pada
posisi tertentu. Hal ini yang menyebabkan individu
mengalami kelelahan di seluruh bagian tubuh.
Cara lain untuk menilai kondisi pekerjaan adalah
meminta pendapat dan penilaian orang lain. Hal ini
dapat dilakukan secara informal atau dengan
menggunakan kuesioner yang telah disiapkan. Banyak
individu menikmati pekerjaan yang memiliki tugas
beragam, baik menantang kemampuan mental dan
fisik. Namun, bagi orang lain, ada daya tarik tertentu
dalam suatu pekerjaan yang terdiri dari tugas yang
sama atau serupa. Bagi kebanyakan orang, kinerja dan
Seta A. Wicaksana | 245
kepuasan kerja yang terbaik dalam pekerjaan adalah
tidak terlalu rumit atau terlalu sederhana dan
memungkinkan individu mengontrol pelaksanaan
tugas, pengaturan tempat kerja, dan lingkungan
perusahaan.
Berlanjut ke pembahasan berikut perihal stres, di
mana stres adalah reaksi emosional individu pada
aspek tuntutan kerja, lingkungan kerja, dan organisasi
kerja. Jika tidak segera dibenahi, maka akan berefek
kepada perilaku individu, baik di dalam atau di luar
pekerjaan, alih-alih mencoba menyesuaikan dengan
iklim perusahaan. Meski demikian, ada beberapa
orang yang melakukan berbagai strategi untuk
meminimalisir stres. Dengan beragam strategi yang
disebutkan sebelumnya untuk meminimalisir efek
stres, efek tersebut dapat mengubah perspektif terkait
beban tugas dan meningkatkan kinerja performa
individu di masa depan.
246 | Human Factor Engineering
Daftar Pustaka
Bridger, R. (2017). Introduction to human factors and
ergonomics. CRC press.
G. Salvendy. (2012). Handbook of Human Factors and
Ergonomics (3rd Ed.) United States of America:
Jhon Willey and Sons, Inc.
Karwowski, W. (2005), Ergonomics and Human Factors:
The Paradigms for Science, Engineering, Design,
Technology, and Management of Human-Compatible
Systems, Ergonomics, Vol. 48, No. 5, pp. 436–463.
Lehto, M. R., & Landry, S. J. (2012). Introduction to
human factors and ergonomics for engineers. Crc
Press.
Luthans, Fred. (2006). Perilaku Organisasi. Yogyakarta
Meister, D. (1999). Sejarah Faktor Manusia dan Ergonomi.
Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.
Salvendy, G., Ed. (1997). Handbook of Human Factor and
Ergonomics. Wiley, New York.
Tarwaka. (2010). Ergonomi Indusri. Surakarta: Harapan
Press.
Seta A. Wicaksana | 247
Zaenal, Veithzal Rival, Mansyur Ramly, Thoby Mutis,
dan Willy Arafah. (2014). Manajemen Sumber Daya
Manusia Untuk Perusahaan dari Teori Ke Praktik.
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
248 | Human Factor Engineering
Organizing and Managing Work: Work with Other,
Organize and You, Night and Shift Work
Seta A. Wicaksana | 249
Work with Other
Pada saat bekerja sama dengan orang lain, kita
dituntut untuk profesional. Hal ini dikarenakan
perbedaan budaya, sikap, serta tingkah laku yang
menyebabkan hubungan kerja secara profesional
dibutuhkan. Hal ini dibutuhkan berdasarkan
penelitian Sundari, Setyaningrum, & Permanasari
(2014) yang mengatakan, hubungan profesionalisme
secara tidak langsung mengukur seberapa kompetensi
dan kemampuan yang dimiliki seseorang. Widodo
(2017) juga mendukung pernyataan ini, di mana jika
sikap profesional dimiliki oleh setiap pegawai, hal ini
dapat menyebabkan banyak manfaat positif, seperti
meningkatnya pelayanan, meningkatnya mutu diri
dalam setiap pegawai, dan masih banyak manfaat
yang dapat diperoleh jika setiap pegawai memiliki
sikap profesional dan dapat diterapkan dalam setiap
melakukan pekerjaan. Dengan demikian, sikap
profesional perlu diterapkan oleh setiap pegawai
dalam menjalankan aktivitas pekerjaan.
Meski demikian, kita perlu membahas perihal
definisi profesionalisme. Profesionalisme menurut
KBBI (2003) mengatakan, profesionalisme berasal dari
250 | Human Factor Engineering
kata ―profesional‖ yang artinya berhubungan dengan
profesi yang mereka geluti dan memerlukan
kepandaian khusus untuk menjalankan bidang
tersebut.
Dorch
(2012)
mengatakan, seorang
profesional adalah mereka yang ahli dalam jasa atau
layanan sesuai dengan ketentuan bidang yang mereka
tekuni, serta menerima gaji sebagai upah atas jasa yang
mereka kerahkan. Pendapat lain menurut Zafiropoulos
(2016), profesionalisme adalah demonstrasi kompetensi dan keterampilan yang terisolasi dari seorang
individu dan mereka harus melakukan hal tersebut
sebagai entitas yang utuh dari kemampuan mereka.
Dengan demikian, profesional adalah kemampuan
individu untuk menunjukkan kompetensinya, baik
secara softskill dan hardskill dalam melakukan
pekerjaan yang mereka tekuni.
Dalam mencapai tingkat profesional dalam diri
seorang pegawai, terdapat beberapa faktor yang
memengaruhi tingkat profesional pegawai dalam
bekerja. Chamberlain, Catano, & Cunningham (2005)
mengatakan, faktor yang memengaruhi sikap
profesional pegawai adalah budaya organisasi. Rahimi
& Agha (2013) menyatakan, tingkat profesional
pegawai dipengaruhi oleh faktor kepribadian dari
pegawai. Adapun pendapat lain menurut Doost,
Moghadas, Momeni, & Rafiei (2016) yang mengatakan,
faktor yang memengaruhi sikap profesional adalah
umur dan pengalaman mereka dalam bekerja.
Seta A. Wicaksana | 251
Penelitian terbaru Shakour, Yamani, & Yousefi (2018)
mengatakan, faktor yang memengaruhi tingkat
profesional pegawai adalah kepribadian, budaya
organisasi, keahlian profesional, motivasi profesional,
dan kinerja profesional. Dengan demikian, beberapa
faktor yang memengaruhi kinerja karyawan secara
profesional adalah kepribadian, budaya organisasi,
keahlian profesional, motivasi profesional, dan kinerja
profesional (pengalaman dan usia mereka bekerja).
Meski pegawai dituntut untuk bersikap
profesional, mereka juga perlu bisa bekerja sama
dengan orang lain. Hal ini dikatakan menurut
Salvendy (2012) bahwa, pegawai harus bisa
beradaptasi dengan siapa mereka bekerja dan mereka
bekerja atas dasar sikap profesionalitas. Bridger (2017)
juga berkomentar bahwasanya, sikap profesionalitas
seseorang akan dilihat berdasarkan bagaimana mereka
dapat bekerja dengan orang lain. Atas dua hal ini,
membuat sikap ―adaptasi‖ bekerja sama dengan orang
lain diperlukan dalam bekerja.
Selain itu, dalam sistem ergonomi berfokus
kepada perilaku interaktif dan peran sentral dari
perilaku manusia dalam interaksi mereka dalam
kompleks sistem ergonomi.
Salvendy (2012)
mengatakan, interaksi dengan manusia menjadi kunci
dalam
pergerakan
sistem
ergonomi
sebuah
perusahaan. Hal ini menyebabkan interaksi akan
individu di dalam perusahaan menjadi penting.
252 | Human Factor Engineering
Berlanjut kepada bagian membawa konteks sosial
dalam sistem kerja. Dalam pekerjaan sekali pun,
konteks sosial tidak bisa dipisahkan. Salvendy (2012)
mengatakan, konteks sosial erat kaitannya dengan
pekerjaan. Hal ini dibuktikan dengan interaksi
pegawai saat bekerja, melakukan berbagai manuver
untuk kepentingan perusahaan, dan sejenisnya.
Kalaupun konteks sosial mau dihilangkan dalam
sistem kerja, hal itu menyebabkan dehumanisasi pada
pekerjaan. Sementara, jika berlebihan maka akan
menimbulkan efek buruk seperti pengurangan yang
berlebih dalam sistem perusahaan, yang dapat berefek
secara skala organisasi ataupun skala ekonomi
nasional. Dengan demikian, harus ada penyesuaian
yang seimbang dalam membawa konteks sosial dalam
sistem kerja di suatu perusahaan.
Berikutnya perihal Sistem Sosioteknik (SocioTechnological Systems). Sistem ini adalah sistem dalam
ilmu Human Factor Engineering yang menekankan
antara kebutuhan sosial dan teknologi, atau secara
khusus lagi, sistem yang meningkatkan interaksi
antara komponen teknis dan sosial dalam sistem kerja.
Salvendy (2012) mengatakan, Sistem Sosioteknik juga
dibuat dan difokuskan pada pilihan teknologi yang
sesuai untuk kebutuhan sosial dan psikologis manusia
dalam bekerja. Hal itu dilakukan agar dapat
mengintegrasikan kebutuhan pekerja yang lebih baik
Seta A. Wicaksana | 253
dan
kesejahteraan
pekerja
pengoptimalan sistem utamanya.
254 | Human Factor Engineering
sebagai
kriteria
Organize and You
Dalam sebuah sistem di suatu perusahaan, terdapat
sistem mekanisme pengaturan terutama untuk sistem
kerja karyawan perusahaan. Hal ini masih berkaitan
dengan topik sebelumnya, di mana dalam ilmu
disiplin Human Factor Engineering dijelaskan terkait
sistem sosioteknik. Sistem ini berguna untuk
mendukung pemanfaatan partisipasi pekerja, terutama
melalui kerja tim, sebagai strategi desain sistem kerja
yang efektif. Hal ini dijelaskan menurut salvendy
(2012) bahwa, penggunaan sistem sosioteknik efektif
untuk pengaturan partisipasi
pekerja dalam
menyelesaikan
pekerjaan.
Dengan
demikian,
pemilihan sistem yang tepat dapat mengembangkan
minat
pegawai
dalam
berpartisipasi
untuk
menyelesaikan pekerjaan yang ada di perusahaan.
Berlanjut kepada aspek partisipasi berdasarkan
beberapa pendekatan atau paham dalam sistem.
Salvendy (2012) mengatakan, ada 3 paham. Pahampaham itu di antaranya adalah paham manajemen
klasik, di mana dalam paham ini ada 2 teori, yaitu teori
manajemen ilmiah dan organisasi klasik. Kedua adalah
paham manajemen perilaku. Terakhir, paham ilmu
Seta A. Wicaksana | 255
manajemen, di mana ada 4 teori, yaitu manajemen
kuantitatif, manajemen operasi, Total Quality
Management, dan sistem informasi manajemen.
Pembahasan pertama perihal paham manajemen
klasik. Paham ini berinti pada bahwa pekerja hanya
memiliki kebutuhan fisik dan ekonomi. Teori ini tidak
memperhitungkan kebutuhan sosial atau kepuasan
kerja, tetapi sebaliknya menganjurkan spesialisasi
tenaga
kerja,
kepemimpinan
terpusat
dan
pengambilan
keputusan,
dan
maksimalisasi
keuntungan. Dalam paham ini, ada dua teori utama,
yaitu teori manajemen ilmiah dan organisasi klasik.
Teori manajemen ilmiah atau “Taylorisme” berinti
kepada menganalisis dan mensintesiskan alur kerja.
Tujuan utama dari teori “Taylorisme” adalah untuk
meningkatkan efisiensi ekonomi, terutama produktivitas tenaga kerja. Teori ini merupakan salah satu teori
paling awal untuk menerapkan sains pada rekayasa
proses dan manajemen. Teori kedua dalam paham
manajemen klasik adalah teori organisasi klasik atau
―teori awal‖, di mana teori organisasi klasik
mendominasi administrasi dari awal tahun 1900
hingga tahun 1930-an dan masih relevan hingga
sekarang dalam banyak teori organisasi kontemporer.
Teori organisasi klasik adalah teori pertama yang
berfungsi sebagai landasan teori organisasi lain
setelahnya.
256 | Human Factor Engineering
Berlanjut kepada paham kedua, yaitu paham
manajemen perilaku. Teori manajemen perilaku sering
disebut teori gerakan hubungan antar manusia
dikarenakan teori ini membahas dimensi kerja
manusia. Para peneliti percaya bahwa pemahaman
yang lebih baik tentang perilaku manusia di tempat
kerja, seperti motivasi, konflik, harapan, dan dinamika
kelompok, meningkatkan produktivitas. Paham
manajemen perilaku menggabungkan ilmu manajemen dengan ilmu psikologi untuk menjawab
pertanyaan terhadap kebutuhan manusia. Memang
kebutuhan menjadi dasar penting dalam teori
manajemen perilaku karena asumsi utama teori ini
adalah jika kebutuhan terpenuhi, maka manusia akan
bekerja lebih efektif dan efisien.
Terakhir ke paham ketiga, yaitu paham ilmu
manajemen.
Pendekatan
ini
berfokus
pada
penggunaan teknik kuantitatif yang ketat untuk
membantu manajer atau perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya organisasi secara maksimal
untuk menghasilkan barang dan jasa. Dalam teori ini,
manajemen menggabungkan ilmu matematika dan
statistika. Karena adanya gabungan dari kedua cabang
ilmu, membuat paham ini sedikit mirip dengan paham
pertama dan dapat dikatakan sebagai ―modifikasi‖
teori pertama. Dalam paham ini, terdapat 4 teori, yaitu
teori manajemen kuantitatif, manajemen operasi, Total
Quality Management, dan sistem informasi. Pertama
Seta A. Wicaksana | 257
perihal teori manajemen kuantitatif, di mana teori ini
menggunakan teknik matematika seperti pemrograman linier dan nonlinier, pemodelan, simulasi, teori
antrian, dan teori chaos. Inti dari teori ini adalah untuk
membantu manajer memutuskan berapa banyak
persediaan yang akan disimpan pada waktu yang
berbeda dalam setahun, di mana menemukan pabrik
baru dibuat, dan cara terbaik untuk menginvestasikan
modal keuangan organisasi. Teori kedua adalah teori
manajemen operasi. Teori ini memberikan para
manajer serangkaian teknik yang dapat mereka
gunakan dan teori berfokus pada menganalisis aspek
apa pun dari sistem produksi organisasi untuk
meningkatkan efisiensi. Teori ketiga adalah teori Total
Quality Management. Teori ini berfokus kepada Aspek
partisipasi karyawan dalam ergonomi dapat dilihat
berdasarkan pendekatan manajemen kualitas total.
Total Quality Management adalah sebuah pendekatan
yang mengandalkan kerja tim untuk pemecahan
masalah dan implementasi perubahan terkait dengan
masalah kualitas dan produksi dalam sebuah
perusahaan. Terakhir, teori sistem informasi. Teori ini
membantu para manajer merancang sistem informasi
untuk menyediakan informasi tentang peristiwa apa
saja yang terjadi di dalam organisasi, serta peristiwa
apa saja yang terjadi dalam lingkungan eksternal. Hal
ini dikarenakan informasi itu yang sangat penting
untuk pengambilan keputusan yang efektif.
258 | Human Factor Engineering
Berlanjut ke Social Centered Design. Social Centered
Design didefinisikan sebagai pendekatan yang
berkaitan dengan sistem variabel desain yang
―mencerminkan
konstruksi
sosial
dan
mempertahankan pandangan dunia yang mendorong
dan membatasi bagaimana orang dapat dan akan
bereaksi dan berinteraksi dengan sistem atau
elemennya". Pendekatan ini secara spesifik dijelaskan
adalah strategi yang ditujukan untuk mengisi
kesenjangan antara pendekatan yang berpusat pada
sistem dan pendekatan yang berpusat pada pengguna
untuk pekerjaan dan desain organisasi. Hal ini
dikatakan salvendy (2012) bahwa, pendekatan Social
Centered Design adalah cara untuk menjembatani
antara pihak secara mikro maupun makro. Dengan
kata lain, pendekatan ini layaknya jembatan yang
mengakomodasi mikro dan makro dalam perusahaan.
Berlanjut ke bagian yang sering dialami oleh
pekerja, yaitu stres. Stres adalah beban psikis yang
dialami individu secara berlebihan. Salvendy (2012)
mengatakan, stres sebagai proses biologis yang
dipengaruhi oleh pengaruh sosial. Lingkungan (fisik
dan psikososial) menghasilkan stres yang mengarah
pada adaptif reaksi tubuh dengan memobilisasi energi,
melawan penyakit, dan tanggapan kelangsungan
hidup. Dalam stres sendiri, ada 3 tahap. Tahap
pertama, adanya status alarm dari tubuh. Tubuh
memobilisasi pertahanan biologis untuk melawan
Seta A. Wicaksana | 259
serangan itu dari permintaan lingkungan. Tahap ini
ditandai oleh produksi hormon secara tinggi,
pelepasan energi, ketegangan otot, dan peningkatan
detak jantung. Pada tahap ini, adaptasi proses biologis
tubuh kembali menjadi normal, karena tampaknya
ancaman lingkungan telah berhasil dikalahkan. Tahap
kedua
adalah
tubuh
mengambil
tindakan
―kompensasi‖. ―Kompensasi‖ ini adalah istirahat. Hal
ini dilakukan untuk mempertahankan keseimbangan
Homeostatis dalam tubuh. Tindakan kompensasi ini
sering menanggung biaya fisiologis yang berat, yang
akhirnya mengarah ke tahap ketiga. Pada fase ketiga
dan terakhir, kelelahan, integritas fisiologis organisme
masuk bahaya. Dengan demikian, stres merupakan
bagian tubuh sebagai penanda akan lebih atau
tidaknya manusia dalam bekerja.
Berlanjut kepada faktor yang memengaruhi stres
kerja. Salvendy (2012) mengatakan, faktor-faktor
tersebut di antaranya adalah ada faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik seperti kapasitas
mental, fisik, pengambilan keputusan, kontrol diri,
genetik, dan hal-hal lain yang berkaitan secara pribadi
dari individu. Sementara untuk faktor ekstrinsik
adalah lingkungan kerja, sistem kerja, desain tempat
kerja, pengaturan shift kerja (pagi atau malam), dan
sejenisnya. Faktor-faktor ini bisa berpengaruh secara
jangka pendek atau jangka panjang. Jangka pendek
yang dimaksud seperti kecapaian, kelelahan, stres
260 | Human Factor Engineering
yang tidak teratur bila tidak bisa mengolahnya.
Sementara, jangka panjangnya dapat memicu penyakit
tertentu seperti hipertensi, penekanan dalam
pembuluh darah, dan sejenisnya. Dengan demikian,
faktor-faktor ini patut diingat untuk antisipasi
karyawan dalam bekerja di sebuah perusahaan.
Kemudian, dalam buku ini terdapat ResidentCommunity-Environment atau CE. Salvendy (2012)
mengatakan, Resident-Community Environment (CE)
adalah sebuah sistem, di mana sistem ini merupakan
sistem yang dibangun dari kebiasaan sosial komunitas,
ditambah dengan konsep yang berpusat pada manusia
desain komunitas. Sistem ini bertujuan untuk
mencapai kesesuaian komunitas yang lebih baik
dengan membuat lebih banyak institusi publik dan
swasta tanggap terhadap kemampuan, kebutuhan, dan
keinginan penghuni dan warga lebih responsif
terhadap norma masyarakat. Dalam sistem ini,
terdapat 7 prinsip, yaitu orientasi akan ―aksi‖, diikuti
oleh semua orang (semua aspek kalangan), keragaman
dan manajemen akan konflik keragaman, berani
melakukan pembelajaran (tidak takut untuk belajar),
membangun regulasi diri, umpan balik atau
tanggapan yang responsif, dan meningkatkan diri
serta inovasi dalam diri individu. Selain itu, terdapat 8
prinsip dalam sistem ini. 8 prinsip itu di antaranya :
Seta A. Wicaksana | 261
1. Fit Principle, di mana prinsip ini menjembatani
atau menyesuaikan dan menyeimbangkan
berbagai budaya di dalam sebuah perusahaan.
2. Balance Principle, di mana prinsip ini kebutuhan
yang diberikan harus seimbang, baik untuk
tujuan dan sasaran keuangan perusahaan
dengan hak sosial dan tanggung jawab sosial
perusahaan pada karyawan yang bekerja di
dalamnya.
3. Sharing Principle, di mana prinsip ini berfokus
kepada keuntungan dua pihak. Dalam hal ini,
perusahaan mendapat profit yang besar dan
pengguna mendapatkan kualitas pelayanan
mutu terbaik dari perusahaan.
4. Reciprocity Principle, di mana prinsip ini berfokus
pada hubungan timbal-balik antara produsen
dengan customer.
5. Self-regulation principle, di mana prinsip ini
berfokus pada korporasi harus dipandang
sebagai katalisator pengaturan diri dan
pembangunan sosial ekonomi di komunitas tuan
rumah.
6. Social Tracking Principle, di mana prinsip ini
berfokus kepada kesadaran tentang lingkungan,
proses kelembagaan, dan interaksi sosial
diperlukan bagi orang dan perusahaan untuk
menavigasi melalui kehidupan sehari-hari
262 | Human Factor Engineering
mereka dan agar komunitas dapat menyesuaikan
diri dengan dunia yang lebih luas.
7. Human Rights Principle, di mana prinsip ini
berfokus kepada pemenuhan hak asasi, baik dari
karyawan dalam perusahaan atau pelanggan
yang membeli produk atau jasa perusahaan.
8. Partnership Principle, di mana prinsip ini berfokus
kepada kemitraan di antara para pemain kunci
di sistem untuk mencapai solusi yang terbaik,
yaitu:
korporasi,
komunitas,
pemerintah,
karyawan, dan hubungan internasional.
Dengan demikian, penjelasan di atas perihal
prinsip-prinsip dalam Resident-Community-Environment
(CE).
Seta A. Wicaksana | 263
Night and Shift Work
Bridger (2017) mengatakan, ―Night and shift work‖
merupakan sebuah sistem bekerja di mana orang
bekerja dengan shift yang sama (Continual Shift) atau
waktu yang biasa diulangi (Rotating Shift). Tindakan
individu harus dilakukan ketika melakukan Night &
Shift Work adalah beradaptasi ke dalam shift baru
mereka dan jika bisa, perubahan shift yang dilakukan
tidak berbeda jauh dengan jam shift yang asli.
Shift work bukan hal baru. Bridger (2017)
mengatakan, hal ini sudah terjadi seperti di roma lalu
ketika masa industrialisasi muncul, jam kerja yang
panjang menjadi hal biasa dengan team pekerja yang
di mana mereka bekerja dengan periode 24 jam
dengan pilihan antara 2 sesi 12 jam atau 3 sesi 8 jam
shift menjadi hal yang sudah biasa. Kemudian, masuk
abad ke 20, di mana bekerja 6 hari dengan shift 10 jam
dikurangi. Sejak pertengahan abad ke 20, banyak
pekerjaan menggunakan 8 jam per-hari selama 5 hari
satu minggu.
Banyak kekhawatiran mengenai efek negatif Shift
Work terhadap kesehatan pekerja. Bridger (2017)
mengatakan, khususnya dengan jam kerja yang tidak
264 | Human Factor Engineering
bisa khususnya di malam hari yang di mana biasanya
10 hingga 12 jam, dan juga perubahan jam kerja yang
di mana dapat mengarah kepada kekurangan tidur,
bisa mengakibatkan masalah kesehatan khususnya,
ditambah dengan panjangnya waktu bekerja dan
kurang nya istirahat dan tidur untuk pekerja. Berikut
beberapa hal yang dikhawatirkan dapat memengaruhi
well-being pekerja, seperti :
Meningkatnya risiko kecelakaan, baik saat
bekerja dan tidak bekerja
Sleep Disorder
Nervous Disorder
Gangguan dalam keluarga dan kehidupan sosial
Masalah utamanya adalah psikologikal seperti
pekerjaan harus dilakukan ketika tubuh seharusnya
tidur dan beristirahat dan psikososial dikarenakan
pekerjaan dilakukan saat seharusnya digunakan untuk
berinteraksi dengan keluarga dan juga kegiatan yang
menyenangkan. Jika perusahaan ingin menerapkan
―Night and Shift Work‖, berikut beberapa hal yang
dapat perusahaan pertimbangkan menurut Bridger
(2017), dalam menghadapi permasalahan ini, di
antaranya adalah sebagai berikut :
Perusahaan memberikan flexibilitas dan pilihan
untuk pekerja yang melakukan shift dengan
menanyakan pekerja lebih ingin bekerja lebih
Seta A. Wicaksana | 265
awal seperti di shift pagi hari atau bekerja pada
shift malam hari.
Perusahaan juga harus mempertimbangkan
keadaan pekerja khususnya, yang bekerja shift
malam seperti menyiapkan kebutuhan yang
dibutuhkan untuk pekerja shift malam. Hal ini
dapat membantu mengadaptasi pekerja ke
dalam mindset shift malam.
Shift malam yang permanen mungkin tidak akan
menjadi efektif khususnya di ―Third World
Country‖, di mana kota tersebut terhitung kota
yang ramai khususnya di siang hari. Hal ini
dapat memengaruhi waktu tidur untuk pekerja
shift malam dan dapat mengakibatkan masalah
kekurangan tidur yang kronis.
Jika ingin menerapkan sebuah shift malam harus
dilihat apakah memiliki pekerja yang cukup
untuk melakukan ―Rapidly Rotating Day Shift‖,
sehingga setiap pekerja shift malam dapat
mengakomodasi perubahan dan tidak berefek
terhadap jam tidur dan ―Wakefulness‖ mereka di
saat bekerja.
Adapun pendapat menurut Bridger (2017) yang
mengatakan, mereka menginvestigasi perbedaan
performa dan kesadaran pekerja antara shift 8 jam pagi
dan 12 jam malam. Mereka menemukan fakta bahwa,
mereka menemukan munculnya penurunan performa
266 | Human Factor Engineering
dan kesadaran pekerja di shift 12 jam malam, di mana
hal itu disebabkan oleh kurangnya jam tidur dan juga
meningkatnya
Fatigue
atau
kelelahan
jika
dibandingkan dengan pekerja dengan shift 8 jam pagi.
Sehingga, dari hasil tersebut bahwa, aktivitas yang
penting seperti tidur, sebaiknya dilakukan setelah
pulang shift sehingga tidak memengaruhi hasil
pekerjaan khususnya, dalam shift 12 jam yang dimulai
di malam hari.
Pembahasan terakhir perihal perusahaan dapat
memperkenalkan ―Boost Break‖. ―Boost Break‖
merupakan kebebasan untuk pekerja untuk berbaring
atau tidur sebentar untuk 1 jam dalam shift kerja.
Bridger (2017) mengatakan, ada penelitian yang
meneliti hal tersebut dan menemukan bahwa, dengan
adanya ―Boost Break‖ khususnya kepada shift malam.
Hal ini dapat meningkatkan performa dalam tugastugas yang simpel, mengurangi rasa ngantuk, bahkan,
ketika mereka selesai shift malamnya di pagi hari,
―Boost Break‖ ini tidak mengganggu Recovery Sleep atau
tidur yang dibutuhkan setelah shift berakhir.
Ada beberapa cara untuk mempermudah kerja
bagi karyawan shift malam. Bridger (2017)
mengatakan,
ada
beberapa
cara
perusahaan
mempermudah pekerja shift malam. Beberapa cara di
antaranya adalah perusahaan menyiapkan sebuah
tempat kerja dengan cahaya yang tinggi. Hal ini agar
mengurangi produksi Hormon Melatonin, di mana
Seta A. Wicaksana | 267
dapat menyebabkan rasa kantuk. Setelah hal itu telah
dilakukan, ditambahkan stimulus tambahan dari
lingkungan kerja seperti menyiapkan musik, cemilan,
dan minuman yang memiliki kafein seperti, kopi atau
minuman energi. Selain itu, perlu adanya interaksi di
antara para pekerja. Tidak lupa pula, bagaimana
pekerja perlu mengubah beberapa hal dalam diri
mereka, seperti mengubah Biological Clock atau jam
tidur mereka, mendapatkan tidur yang cukup, dan
menjaga hubungan sosial, serta interaksi dengan
keluarga. Contoh cara agar tidak mengganggu siklus
tidur adalah tidur setelah shift malam selesai di siang
hari dan saat waktu untuk tidur, disarankan tanpa
adanya gangguan suara. Selain itu, pekerja shift
malam harus memberikan pemahaman kepada
keluarga dan teman akan kondisi diri mereka bahwa,
mereka membutuhkan istirahat karena aktivitas kerja
di jam malam.
268 | Human Factor Engineering
Daftar Pustaka
Bridger, R. S. (2017). Introduction to Human Factors and
Ergonomics (Fourth Edition), USA : CRC Press
Chamberlain, T. C., Catano, V., & Cunningham, D. P.
(2005). Personality as a Predictor of Professional
Behavior in Dental School: Comparisons with
Dental Practitioners. Journal of Dental Educatio,
69(11), 1222-37.
Doost, F. H., Moghadas, T., Momeni, M., & Rafiei, H.
(2016). Factors Influencing Professionalism: A
Cross Sectional Study among Iranian Registered
Nurses. Journal of Nursing and Health Science, 5(3),
47-49.
Dorch, P. (2012). Professionalism: New Rules For
Workplace Career Success (Ed.,1st). USA : EXECU
DRESS.
Kbbi. (2003). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru :
Dilengkapi Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan (Ed.,1st). Surabaya : Penerbit
Amelia
Rahimi, H., & Agha, B. R. (2013). Quarterly of Education
Strategies in Medical Sciences : Relationship between
Seta A. Wicaksana | 269
organizational culture and professional ethic: faculty
members of Kashan University, 6(2), 61-67.
Sundari, S., Setyaningrum, R. M., & Permanasari, R.
(2014).
Model
Hubungan
Kompetensi,
Profesionalisme, dan Kinerja Dosen. Jurnal Bisnis,
Manajemen & Perbankan, 1(2),157-174.
Widodo, E. S. (2017). Profesionalisme Kerja dan
Kualitas Pelayana PT POS INDONESIA. Jurnal
Manajemen Transportasi & Logistik, 4(1), 39-49.
Zafiropoulos, G. (2016). Professionalism: An attempt to
measure
definition
and
understanding.
International Journal of Medicine and Medical
Sciences, 8(5), 51-61.
270 | Human Factor Engineering
Human Engineering: Designing The Home
Seta A. Wicaksana | 271
Latar Belakang
Tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan
setiap keluarga bahkan manusia. Rumah idaman
dengan berbagai tipe bentuk dimulai dari desain
rumah modern, sederhana, sampai dengan desain
rumah minimalis banyak diminati oleh setiap orang
sekarang. Dan banyak orang pula yang dapat
mendesain sendiri sketsa rumah idaman yang ingin
dibuat. Rumah atau tempat tinggal mempunyai arti,
yaitu sebagai tempat tinggal dan tempat usaha tentu
punya konsekuensi tersendiri. Prinsip utama yang
harus diperhatikan dalam mensketsa rumah dengan
taman di dalam rumah adalah faktor kenyamanan.
Kenyamanan sendiri adalah hal paling penting dan
utama dimiliki oleh sebuah hunian dengan 2 fungsi
berbeda, sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat
ketengangan bagi yang menempatinya.
Kemudian, ada faktor lain selain dari kenyamanan
yang sangat penting dan juga harus memperhatikan,
yaitu sirkulasi penghuni rumah. Denah rumah
sebaiknya direncanakan sebaik mungkin agar akses
antara rumah (sebagai hunian yang bersifat privat)
dan ruang rekreasi dapat seimbang. Sirkulasi
272 | Human Factor Engineering
penghuni
juga
penting
diperhatikan
untuk
memastikan fungsi dari area private (rumah) dan area
taman tidak menjadi satu. Rumah yang direncanakan
dengan baik sebelumnya, pastinya tidak akan
menghamburkan dana yang berlebihan akibat
kesalahan bangunan yang tidak terencana dengan
baik. Ketepatan dalam menciptakan desain rumah
yang berfungsi sebagai tempat tinggal untuk semua
orang.
Sejak awal keberadaannya, seluruh manusia di
bumi ini memerlukan suatu tempat untuk bernaung
maupun berlindung, baik yang bersifat tetap maupun
sementara. Pada zaman dahulu, sekali pun cara
berpikir manusia masih sangat primitif, manusia
sudah berupaya memiliki suatu tempat tinggal.
Sebenarnya, tempat apa pun yang dapat digunakan
untuk bernaung dan berlindung bagi manusia dapat
dikatakan sebagai tempat tinggal. Akan tetapi, tempat
tersebut sudah seharusnya memenuhi kriteria-kriteria
tertentu sebagai tempat tinggal yang layak. Tempat
tinggal atau dapat dikatakan sebagai hunian ada
banyak macamnya. Jenis tempat tinggal yang paling
umum di antara sekian banyak adalah rumah. Tempat
tinggal, yang dalam konteks ini adalah oleh semua
orang di samping sandang dan pangan. Rumah
merupakan suatu tempat di mana seseorang, keluarga,
atau sekelompok orang tinggal atau menghabiskan
banyak waktu mereka, atau di mana seseorang merasa
Seta A. Wicaksana | 273
nyaman dan aman. Fungsi rumah tinggal tidak hanya
sekadar untuk berlindung dari segala gangguan alam
dan iklim, akan tetapi juga untuk berkarya dan
mengembangkan kreatifitas serta profesi.
274 | Human Factor Engineering
Desain Rumah
Desain rumah yang berbeda menyediakan tempat
berteduh yang disesuaikan dengan perubahan iklim
atau cuaca, penghuni rumah membuat asumsi yang
berbeda tentang kenyamanan desain rumah dan
privasi. Tidak ada jenis rumah yang benar dari sudut
pandang ergonomis, sebaliknya ada banyak solusi
yang baik, bergantung pada iklim atau cuaca,
ketersediaan bahan, dan harapan masyarakat. Berikut
akan membahas desain rumah sebagian besar
konsepnya untuk membuat hidup mudah dan aman
yang tumbuh dari sebuah kebiasaan awalnya
dikembangkan di Eropa dan mencerminkan tradisi
arsitektur, harapan, dan gaya hidup. Iklim, kondisi
kehidupan, dan adat istiadat sangat berbeda di banyak
daerah dan budaya.
Tujuan utama memiliki rumah adalah untuk
berlindung dalam fitur lingkungan yang tidak
menyenangkan. Dengan pencapaian ini, atribut lain
muncul termasuk privasi, keamanan, kenyamanan,
kemudahan, kesenangan, dan estetika. Berbeda
penduduk cenderung memiliki pendapat yang
berbeda tentang pentingnya atribut ini, tetapi dari
Seta A. Wicaksana | 275
sudut ergonomis jika dilihat, kegunaan desain rumah
memang sangat penting. Untuk orang muda dan sehat,
desain yang agak tidak biasa mungkin cukup menarik,
misalnya tangga spiral dan loteng, tetapi sebaliknya
fitur seperti itu mungkin sulit digunakan dan sulit
untuk dipelihara, bahkan berbahaya bagi wanita
hamil, anak-anak, untuk orang tua dan orang cacat.
• Melindungi Anak
Kebanyakan rumah berfungsi, biasanya selama
bertahun-tahun, sebagai tempat berlindung yang aman
untuk anak-anak dan ibu mereka. Ini membutuhkan
desain interior agar ramah anak, sebagian besar dalam
hal keamanan anak muda. Contoh melindungi anak
adalah
tidak
ada tangga,
atau
setidaknya
memblokirnya; tidak ada yang menonjol benda keras
dan tajam; menghindari barang panas yang dapat
membakar kulit, seperti permukaan kompor di dapur,
atau air panas mendidih. Semua tindakan yang
membuat rumah aman untuk semua orang lain.
• Desain untuk Kehamilan
Selama kehamilan, banyak tugas sehari-hari menjadi
lebih sulit bagi calon ibu. Sebagian besar kesulitan
berasal dari jangkauan dan mobilitas yang berkurang,
sering kali terkait dengan nyeri punggung. Karena
276 | Human Factor Engineering
bertambahnya besar batang dengan kehamilan, bendabenda di tanah di dekat kaki sulit dilihat, dan
tersandung serta jatuh dikhawatirkan bahaya,
terutama jika rasa keseimbangan terpengaruh. Sering
buang air kecil adalah gejala umum kehamilan, yang
membutuhkan akses mudah ke toilet dan kamar kecil.
Dengan bertambahnya usia kehamilan, secara umum
terjadi penurunan kemampuan untuk melakukan
pekerjaan yang membutuhkan pengerahan tenaga
yang besar, meluas dalam waktu lama, dan melibatkan
banyak
mobilitas,
semacamnya
sebagai
pembengkokan rendah dan jangkauan jauh.
Seta A. Wicaksana | 277
Merancang untuk Kebutuhan
Orang Cacat dan Lanjut Usia
Selama penyakit penduduk atau penyembuhan dari
cedera, rumah berfungsi sebagai fasilitas sementara,
yang mungkin harus menampung kursi roda, bahkan
mungkin brankar. Penggunaan seperti itu membuat
tata letak yang cermat dan desain detail menjadi
sangat penting, terutama kamar tidur, toilet dan kamar
mandi, dan lorong-lorong. Fitur desain yang
digabungkan dengan hati-hati yang sama juga
mengakomodasi tanggal penuaan penghuni yang
kehilangan sebagian dari fisik dan kemampuan mental
yang mereka miliki di tahun-tahun muda. Melanjutkan
hidup di rumah sendiri memiliki keuntungan besar
karena berada di sebuah familiar pengaturan dengan
semua implikasi fisik dan emosionalnya. Ini termasuk
merasa di rumah, merasa nyaman, menikmati privasi,
dan memiliki kepuasan atas kemandirian dan
kemandirian.
278 | Human Factor Engineering
Akses, Jalan Setapak, dan
Tangga
Di Amerika Serikat, mungkin rumah paling terkenal
secara tegas dibangun untuk digunakan oleh orang
dengan mobilitas terbatas adalah Top Pondok di Hyde
Park, New York, yang oleh Presiden Franklin
Roosevelt dirancang untuk mengakomodasi dirinya
sendiri di kursi roda. Untungnya, kebanyakan orang
dapat berjalan dengan bebas, tetapi merancang rumah
bagi pengguna kursi roda tentunya akan membuatnya
nyaman untuk setiap penduduk, bahkan jika cacat,
termasuk orang lanjut usia yang tidak lagi gesit dan
kuat seperti di masa muda mereka. Jadi, kursi roda
(nyata atau imajiner) adalah instrumen yang baik
untuk menilai kesesuaian lorong. Jalan menuju dan
dari tempat tinggal dan di dalamnya harus aman dan
nyaman digunakan bahkan untuk orang yang lemah.
Permukaan jalan harus datar, tanpa pembatas seperti
tangga atau ambang batas, dan sebaiknya tidak
miring.
Seta A. Wicaksana | 279
Dapur
Dapur adalah salah satu yang paling sering digunakan
dan penting ruangan rumah untuk banyak orang. Ini
sering kali merupakan pertemuan ruangan, tempat
sosial, dan pusat komunikasi dan pesan. Padahal pada
dasarnya itu adalah tempat untuk menyiapkan,
menyajikan, dan menyimpan makanan. Banyak
konsep desain mengikuti gagasan "segitiga kerja".
Sudut-sudutnya adalah tiga bidang kegiatan utama:
penyimpanan (lemari es, lemari, dan sejenisnya),
penyiapan (pembakar gas atau listrik, oven
konvensional atau microwave, pembuat kopi atau teh),
dan pembersihan (bak cuci piring, mesin cuci piring,
pembuangan sampah). Beberapa prinsip faktor
manusia klasik, ditambah dengan temuan ergonomis
yang lebih baru dan perubahan dengan cara hidup
baru, berlaku untuk desain dapur.
280 | Human Factor Engineering
Kamar Tidur, Kamar Mandi,
dan Toilet
Sebagian besar dari kita tinggal sekitar sepertiga hari
di kamar tidur, dan orang yang lemah atau sakit
menghabiskan lebih banyak waktu di dalamnya. Oleh
karena itu, memang demikian penting untuk
memperhatikan fitur ergonomisnya. Tempat tidur
harus pada ketinggian yang membuat berbaring dan
bangun nyaman. Kamar tidur harus cukup luas untuk
memungkinkan bermanuver ruang. Ini harus
menyediakan rak dan gantung yang mudah dijangkau
untuk pakaian, linen, dan tempat tidur. Ini harus berisi
akses langsung penyimpanan perbekalan medis. Ini
harus memungkinkan akses darurat dan memiliki
pintu keluar darurat. Biasanya, kamar tidur harus
memberikan privasi dan berada di dekat kamar mandi.
Kamar mandi layak mendapat perhatian ergonomis
khusus karena mereka penting untuk hidup sehat.
Perlengkapan dasar termasuk bak mandi dan/atau
pancuran, wastafel, dan toilet. Selain itu, kamar mandi
biasanya berisi fasilitas penyimpanan perlengkapan
mandi, handuk, dan perlengkapan lainnya. Orang dan
penyandang disabilitas, memiliki masalah utamanya
Seta A. Wicaksana | 281
adalah pada pintu sempit dan ruang sempit sehingga
pengguna yang membutuhkan tongkat, pejalan kaki,
dan terutama kursi roda merasa sulit untuk bergerak.
Bak mandi dan pancuran, dua area utama untuk
pembersihan seluruh tubuh, adalah tempat terjadinya
banyak kecelakaan. Paling berbahaya berasal dari
licinnya permukaan basah yang menempel pada kulit,
termasuk kaki telanjang. Yang paling berbahaya
adalah bathtub dengan permukaan licin miring.
Muncul dari itu dan melangkahinya, sisi tinggi tidak
mudah bagi kebanyakan orang dan sangat sulit untuk
orang-orang yang memiliki kekurangan keseimbangan
dan mobilitas. Layak pegangan tangan dan pegangan
tangan yang mudah dijangkau bisa sangat membantu
saat masuk dan keluar.
Desain
walk-in
tanpa
bingkai
biasanya
membutuhkan lebih banyak ruang lantai solusi terbaik
untuk pengguna kursi roda. Penggunaan gagang
pengontrol untuk air panas dan dingin sering kali sulit
dilakukan bagi orang yang mengalami gangguan,
terutama jika mereka harus menjangkau melintasi bak
mandi atau baskom mandi untuk mengaksesnya.
Dalam beberapa pengaturan, kedua kontrol untuk air
panas dan dingin bergerak searah sementara pada
desain lain, keran berputar berlawanan arah;
standarisasi solusi rekayasa manusia akan menjadi
menguntungkan.
Untuk
mencegah
panas,
menyesuaikan secara termostatis suhu air adalah
282 | Human Factor Engineering
solusi ergonomis yang baik, sangat membantu semua
pengguna. Ketinggian wastafel yang tepat itu penting.
Selain itu, keran dan outlet besar seharusnya tidak
mengurangi kegunaan area terbuka dari wastafel.
Di seluruh dunia, adat istiadat dan instalasi
berbeda berlaku untuk desain yang digunakan untuk
menghilangkan makanan limbah sekaligus menjaga
kebersihan tubuh. Kebersihan pribadi sistem seperti
pancuran air yang dipasang di toilet usus bisa sangat
membantu. Pencahayaan, pemanas, dan pendinginan
Windows penting bagi banyak orang: tidak hanya
mereka mengirimkan cahaya ke bagian dalam rumah,
tetapi mereka juga menyediakan hubungan visual dan
emosional dengan luar.
Lampu otomatis disarankan di lorong, kamar
mandi, dan kamar tidur. Sakelar manual dan semua
kontrol lainnya juga sebagai outlet listrik harus
ditempatkan pada ketinggian sekitar pinggul, jadi
bahwa orang yang berdiri dan duduk dapat
menjangkau mereka secara alami. Mereka harus
mudah dioperasikan, paling baik dengan dorongan
sederhana dan tidak membutuhkan jari yang bagus.
Rumah-rumah makmur biasanya memiliki sistem
pemanas berbahan bakar listrik atau gas, yang disebut
AC atau pengatur suhu dikombinasikan dengan fitur
untuk mendinginkan dan mengatur kelembapan.
Pengaturan otomatis untuk pengatur suhu sangat
diinginkan karena mereka tidak membutuhkan
Seta A. Wicaksana | 283
penilaian, keputusan, atau tindakan oleh orang
tersebut. Banyak orang lebih menyukai sistem
pemanas lantai dengan seragamnya kehangatan pada
pengaturan udara paksa yang sering berangin dan
keras, umum di Amerika Utara.
284 | Human Factor Engineering
Kantor pusat
Teknologi kerja baru biasanya membawa perubahan
dalam pekerjaan praktik. Contoh yang mencolok
adalah kemunculan baru-baru ini "Kantor Instan":
komputer nirkabel dan portabel, ditempatkan di
pangkuan atau genggam, bahkan dipasang di
pergelangan
tangan,
dan
terutama
ponsel
memungkinkan kami untuk berkomunikasi dan
menulis serta merekam di mana saja termasuk, tentu
saja, rumah kita. Kantor rumah seperti itu bisa menjadi
sebuah kutukan jika mereka mengikat kita terus
menerus untuk bekerja, atau mereka bisa menjadi
berkah ketika kita tidak harus menghabiskan waktu
bekerja di bilik kecil di dalam kantor. Namun,
sebaliknya, dapat mengikuti pekerjaan kita sendiri
jadwal sambil memeriksa anak-anak kita.
Pekerjaan komputer di rumah sering kali dimulai
dengan penggunaan sesekali meja dapur, ruang di
ruang kerja, atau ruang cadangan di rumah, untuk
berbicara dengan kolega dan pelanggan, menulis surat
dan memo, membuat brosur dan artikel, menggambar
dan menemukan, memesan barang, dan mengirim
tagihan. Semakin sering dan intensif bekerja di rumah,
Seta A. Wicaksana | 285
semakin penting menerapkan pemikiran ergonomis ke
dalam tata letak rumah kantor. Dimana pun kantor
tempat kerja, file prinsip rekayasa manusia yang sama
berlaku. Sediakan yang berikut ini:
1. Furnitur yang nyaman mendukung gerakan
tubuh dan postur tubuh
2. Alat dan perlengkapan kerja yang memudahkan
pelaksanaan
tugas
tanpa
membebani
kemampuan manusia, terutama terkait gerakan
berulang
3. Pencahayaan di tempat kerja yang sesuai untuk
tugas, yang tidak menghasilkan silau langsung
atau tidak langsung
4. Iklim termal dan lingkungan akustik yang sesuai
5. Lingkungan kerja yang nyaman dan menarik
Saat mengatur kantor rumah kami, kami dapat
membuang pemberat kebiasaan lama dan konvensi
tentang bagaimana duduk di tempat kerja yang
mengatur kami di kantor perusahaan. Jika Anda mulai
bekerja di kantor rumah Anda selama berjam-jam,
Anda harus sangat sadar akan kondisi di sana: pada
prinsipnya, untuk kantor pusat. Jadi, lengkapi kantor
Anda dengan furnitur yang dipilih dengan cermat, di
mana komponen workstation saling cocok baik dan,
yang terpenting, cocok untuk Anda. Duduklah di kursi
kantor yang nyaman. Mungkin Anda ingin bekerja
286 | Human Factor Engineering
berdiri, setidaknya saat Anda membuat catatan atau
melakukan panggilan telepon, misalnya. Beberapa
orang berjalan di atas treadmill atau mengendarai
sepeda statis kerja. Ini adalah ruang kerja Anda
sendiri, yang Anda gabungkan kenyamanan dan
kemudahan Anda dalam bekerja, dan itu tidak harus
serupa untuk penyiapan orang lain, juga tidak harus
mahal, karena beberapa furniture sederhana yang
beredar di pasaran didesain dengan baik.
Seta A. Wicaksana | 287
Produk Rumah Tangga
Produk yang dirancang dengan baik adalah produk
yang mengurangi risiko cedera. Biasanya ini tercapai
dengan merancang bahayanya. Sayangnya, tidak
selalu mungkin menghilangkan bahaya tanpa
mengorbankan fungsi atau kinerja produk, seperti
halnya banyak bahan kimia rumah tangga. Untuk
memastikan keamanan pengguna, orang dapat
berasumsi bahwa paket yang efektif harus tidak hanya
memungkinkan pengguna untuk mengidentifikasi
konten dengan benar sebelum menggunakannya,
tetapi juga untuk berkomunikasi, melalui isyarat
visual, makna dan fungsi produk (Radford, 2007).
Umumnya, label peringatan digunakan untuk
menginformasikan pengguna dan meningkatkan
keselamatan mereka. Namun, orang tidak selalu
mencari atau membaca beberapa paket memiliki
dimensi kecil yang membuatnya sulit untuk
menempatkan semua informasi yang diperlukan pada
label peringatan.
Norman (2010) menyatakan bahwa, ketika
pengguna
gagal
memperhatikan
kemampuan,
desainer
harus
menambahkan
tanda-tanda
288 | Human Factor Engineering
keberadaannya yang terlihat dengan apa yang dia
sebut penanda. Dengan kata lain, penanda membuat
keterjangkauan
lebih
menonjol.
Untuk
mempromosikan tindakan yang lebih aman, strategi
komunikasi yang lebih baik antara pengguna dan
paket harus diterapkan untuk menginduksi persepsi
bahaya yang benar. Dalam konteks ini, tujuannya
adalah untuk memeriksa pengaruh bentuk paket pada
persepsi terkait bahaya (yaitu, tingkat bahaya konten
dan kesadaran akan konsekuensi). Memberi tahu
pengguna tentang tingkat bahaya yang benar terkait
dengan produk berbahaya bisa jadi salah satu
tindakan terpenting untuk membantu mempromosikan keselamatan. Melalui manipulasi berbeda bentuk
fitur,
desainer
mungkin
melemahkan
atau
memperkuat penanda yang mengubah tindakan yang
diinginkan.
Seta A. Wicaksana | 289
Kesimpulan
Menata sebuah bangunan hunian menjadi salah satu
tugas manusia. Adanya sebuah desain pada rumah
dan berbagai furniture di dalamnya dibuat untuk
menyesuaikan kebutuhan konsumen. Orang–orang
harus berpikir bahwa desine prosedur modern dan
teknik banguan menggabungkan pada tingkat dasar
sebuah pengetahuan tentang bagaimana menata
rumah untuk mengakomodasi penghuninya dalam hal
kemudahan dan keamanan.
Dalam materi ini sudah banyak memberikan saran
tentang cara mendesain sebuah rumah yang cocok
untuk wanita hamil, lansian disabilitas dan anak-anak.
Dan juga merangkum sebagian besar informasi
ergonomis dan menerapkannya terutama pada topik
akses, jalan setapak, tangga, dan tangga; penerangan,
pemanas dan pendingin; dan kamar-kamar yang
sangat penting, yaitu dapur, kamar tidur, serta kamar
mandi dan toilet. Dengan semakin banyaknya
pekerjaan komputer yang dilakukan dari rumah, tata
letak kantor rumah menjadi penting bagi banyak
orang terkait dengan kesejahteraan dan kinerja kerja
mereka.
290 | Human Factor Engineering
Daftar Pustaka
KARL H.E. KROEMER, Fitting the Human
INTRODUCTION TO ERGONOMICS /HUMAN
FACTORS ENGINEERING.
Kroemer, K.H.E. (2017). Fitting the Human:
Introduction to Ergonomics/Human Factors
Engineering Seventh Edition. Taylor & Francis
Group, LLC
Marcelo M. Soares & Francisco Rebelo, Ergonomics In
Design Methods & Techniques, CRC Press.
Norman, D. A. 2010. Living with Complexity. Signals.
London: The MIT Press.
Radford, S. K. 2007. Have You Seen the New Model?
Visual Design and Product Newness. University of
Missouri, Colombia.
Seta A. Wicaksana | 291
Human Engineering: Designing Office
292 | Human Factor Engineering
Dalam membangun sebuah tempat kerja, tentunya
diperlukan beberapa hal dalam mendesain tempat
kerja. Hal itu bukan tanpa sebab dikarenakan menurut
Salvendy (2012), desain tempat kerja yang memadai
dapat membuat pekerja leluasa bergerak dalam
menjalankan tugas yang diberikan perusahaan.
Kroemer (2017) juga berpendapat bahwasanya, desain
tempat kerja terkadang menjadi faktor remeh, tetapi
akan berakibat buruk dan berefek jangka panjang bila
tidak segera dibenahi. Dengan demikian, desain
tempat kerja patut menjadi problematika di berbagai
perusahaan, baik tingkat menengah kecil hingga multi
internasional.
Akan tetapi, apakah yang menjadi permasalahan
dalam desain tempat kerja. Kroemer (2017) berujar,
setidaknya ada beberapa yang menjadi permasalahan
desain tempat kerja saat ini, di antaranya ialah :
Jarak Tempat Kerja
Kroemer (2017) mengatakan, jarak tempat kerja
menjadi permasalahan klasik dalam membangun
sebuah desain tempat kerja. Kita tentu sering lihat,
baik secara tidak sadar atau sadar tentang jarak tempat
kerja yang tidak memadai. Contohnya adalah saat
tukang potong baja yang tempat kerjanya
berdampingan dengan tabung gas atau pemotongan
kayu yang sangat berdekatan dengan pemotong kayu.
Seta A. Wicaksana | 293
Contoh itu adalah rangkaian dari beberapa sekelumit
fenomena betapa tidak idealnya tempat kerja pekerja.
Alat Kerja yang Kurang Memadai
Kroemer (2017) menjelaskan, alat yang menjadi
penopang karyawan sangat penting dalam bekerja.
Kita bisa ambil contoh tukang kayu dengan gergaji,
serta alat lainnya. Namun, bila peralatan tersebut
usang atau tidak pernah diperbaiki, maka akan
mengganggu kinerja pekerja dalam bekerja. Salvendy
(2012) juga setuju dan berujar, karyawan, tukang, atau
profesi lainnya, bergantung dengan alat pembantu
untuk memudahkan tugas mereka. Jika alat penunjang
tidak dibenahi atau diperbaiki, maka akan muncul
kasus kecelakaan kerja yang tidak diinginkan.
Pencahayaan Ruangan Tempat Kerja
Dalam hal ini, seperti yang sudah disinggung di subbab sebelumnya perihal cahaya, pencahayaan sangat
penting untuk menerangi atau membantu penglihatan
pekerja dalam bekerja. Hal ini disampaikan pula
menurut Kroemer (2017) bahwa, pencahayaan yang
cukup jua diperlukan demi mendukung kinerja
pekerja. Salvendy (2012) juga berkomentar bahwa,
individu dengan penerangan yang kurang memadai,
akan terganggu dalam menjalankan tugasnya. Hal itu
294 | Human Factor Engineering
berlaku sebaliknya bilamana, penerangan terlalu
terang. Maka hal tersebut, dapat menyilaukan
pandangan saat bekerja. Bridger (2017) mengusulkan
bahwa, penerangan harus disesuaikan dengan
keperluan individu bila bekerja sendiri dan keperluan
sosial, bila sedang bekerja di tempat kerja. Dengan
demikian, hal tersebut tidak menjadi permasalahan
yang dapat mengganggu aktivitas individu dalam
bekerja.
Perubahan Iklim Tempat Kerja
Pernahkah anda saat bekerja, mengalami suasana
panas dalam sebuah ruangan? Apakah anda merasa
gerah dan tidak betah untuk bekerja atau justru anda
keluar dari ruangan tersebut untuk mencari udara
segar agar keringat anda sedikit berkurang? Hal itulah
yang terkadang atau sering menjadi permasalahan
dalam mendesain tempat kerja. Dalam hal ini, ketika
iklim tempat kerja berubah, maka akan memengaruhi,
minimal suasana pekerja dalam bekerja. Kroemer
(2017) mengatakan, iklim yang kurang mendukung jua
mengganggu kinerja pekerja. Hal ini didukung
Salvendy (2012) bahwa, iklim tempat kerja yang
kurang memadai, akan mengganggu pekerja dalam
menjalankan tugas. Bridger (2017) juga berpendapat,
iklim yang ekstrim justru membuat orang menjadi
tidak nyaman dalam bekerja. Oleh karena itu,
Seta A. Wicaksana | 295
permasalahan ini harus diperhatikan oleh para
perusahaan.
Tempat Duduk
Tempat duduk yang kurang memadai juga membatasi
performa kinerja pekerja. Kroemer (2017) mengatakan
bahwa, tempat duduk yang tidak memadai, dapat
mengganggu kinerja pekerja. Salvendy (2012)
berpendapat bahwa, ada beberapa kursi tertentu yang
dibuat dan kursi itu dibangun demi memberikan
kenyamanan dalam bekerja para pekerja, baik
karyawan maupun para atasan. Bridger (2017)
mendukung pendapat Salvendy dan berujar bahwa,
dengan adanya tempat duduk yang sesuai dengan
ukuran proporsi tubuh, dapat mendukung kinerja
performa pekerja dalam bekerja.
Penyimpanan Arsip atau Barang Kantor
Dalam hal ini, penyimpanan arsip yang tidak terlalu
tinggi atau terlalu rendah dapat memberikan
efektivitas dalam penyerahan dokumen kepada
pekerja lain atau kepada atasan. Kroemer (2017)
berkata, dengan penyimpanan berkas yang kurang
memadai, akan membuat kinerja pegawai menurun
dan justru, pekerja harus mengeluarkan tenaga ekstra
untuk menaruh arsip tersebut. Salvendy (2012)
296 | Human Factor Engineering
berpendapat, dengan penyimpanan arsip yang mudah
ditaruh, pekerja tidak akan membutuhkan tenaga
ekstra dalam menaruh arsip tersebut.
Oleh karena itu, dibuatlah pedoman dalam
mengatur desain tempat kerja yang memadai.
Kroemer (2017) menjelaskan, beberapa pedoman
tersebut di antaranya adalah :
Usahakan Jarak tempat kerja dari pekerja lain
adalah 4-5 meter. Hal ini berdasarkan jarak minimum
manusia dalam bersosialisasi. Kroemer (2017)
menjelaskan, dengan jarak 4-5 meter, maka individu
tidak merasa sempit atau lebar dalam berlalu lalang
atau takut menerobos jarak privasi individu.
Gunakan alat kerja yang sesuai dengan proporsi
tubuh pekerja. Kroemer (2017) menjelaskan, dengan
alat kerja yang sesuai dengan tangan atau baju yang
sesuai dengan badan pekerja, maka memberikan efek
kesesuaian dan kenyamanan pekerja dalam bekerja.
Gunakan Pencahayaan yang cukup. Hal ini
berdasarkan Kroemer (2017) bahwa, dengan
pencahayaan yang sesuai, dapat menstimulasi pekerja
untuk bekerja. Untuk ukuran normal pencahayaan,
gunakan daya listrik perkantoran dan industri kecil
sampai industri menengah sebesar 630 KVA, per 3
Phasa dan untuk perusahaan besar, bisa menggunakan
daya di atas data tersebut sesuai kebutuhan
perusahaan.
Seta A. Wicaksana | 297
Iklim yang minimum sesuai perkantoran.
Umumnya, iklim yang normal untuk tempat kerja
adalah 22-25 derajat celcius. Kroemer (2017)
mengatakan, dengan penyesuaian iklim yang
memadai, pekerja tidak akan terganggu dalam bekerja.
Tempat duduk yang proporsional. Secara spesifik,
tempat duduk dapat diatur ketinggiannya, ada
sandaran kaki, dan sesuai dengan tulang belakang
secara ergonomis. Kroemer (2017) mengatakan, setiap
orang memiliki cara duduk yang berbeda, sehingga
tempat duduk harus bisa disesuaikan sesuai cara
duduk individu. Dengan demikian, hal tersebut dapat
meningkatkan performa kinerja pekerja.
Tempat penyimpanan yang bertingkat. Hal ini
diperlukan agar, bagi pekerja dengan ukuran yang
bervariasi, dapat menyimpan arsip tersebut dengan
mudah. Kroemer (2017) mengatakan, dengan
penyimpanan yang bertingkat, dapat memudahkan
pekerjaan pekerja dalam bekerja.
298 | Human Factor Engineering
Kesimpulan
Dengan menyesuaikan desain tempat kerja, hal ini
dapat memengaruhi aspek kinerja individu. Hal ini
bukan tanpa alasan. Kroemer (2017) mengatakan,
dengan memenuhi desain tempat kerja yang memadai,
dapat memengaruhi suasana hari hingga kinerja
performa pekerja. Salvendy (2012) berpendapat
bahwa, membuat desain tempat kerja yang sesuai,
dapat meningkatkan perasaan pekerja dalam
menjalankan pekerjaan yang diberikan. Bridger (2017)
berpendapat, dengan adanya tempat kerja yang
efisien, membuat pekerja di kantor menjadi nyaman
dalam bekerja. Jika desain tempat kerja tidak didesain
dengan
efisien,
justru
akan
membuat
ketidaknyamanan dalam menjalankan pekerjaan.
Dengan demikian, desain tempat kerja menjadi salah
satu usulan penting demi menciptakan kinerja
performa pekerja yang meningkat, baik secara kualitas
maupun kuantitas.
Seta A. Wicaksana | 299
Daftar Pustaka
Bridger, R. S. (2017). Introduction to Human Factors and
Ergonomics (Fourth Edition), USA : CRC Press.
Kroemer, K. H. E. (2017). Fitting the Human :
INTRODUCTION TO ERGONOMICS /HUMAN
FACTORS ENGINEERING (Ed., 7th). USA : CRC
Press.
Salvendy, G. (2012). Handbook of Human Factors and
Ergonomics (Ed.,4th), USA : JOHN WILEY &
SONS, INC.
300 | Human Factor Engineering
Human Engineering: Computer Design
Seta A. Wicaksana | 301
Latar Belakang
Hanya dalam beberapa dekade, komputer menjadi
pekerjaan penting alat, gadget rekreasi yang banyak
digunakan, dan mainan dari berbagai jenis. Teknologi
komputer membuat interaksi jarak jauh menjadi
mudah. Sebagian besar komunikasi bisnis, yang
sebelumnya dilakukan melalui surat dan telepon,
sekarang nirkabel. Komputer membuka dunia untuk
banyak orang, terutama mereka yang sakit atau lanjut
usia, yang akan merasa tertutup, elektronik
memungkinkan
mereka
untuk
berkomunikasi
langsung dengan orang lain, untuk berbelanja dan
bank, untuk mendapatkan berita. Internet memberikan
banyak informasi kepada siapa saja hanya dengan
beberapa goresan kunci.
Namun, bahkan keyboard komputer saat ini tidak
baik manusia-direkayasa, tetapi sebaliknya, masih
mengikuti pada dasarnya. Desain mesin ketik 1878,
meskipun sekarang sering diminimalkan. Tata letak
QWERTY membuat keying tidak perlu sulit dan
memakan waktu dan bahkan dapat menyebabkan
cedera berulang pada tangan dan lengan keyers.
Selama lebih dari satu abad, penemu telah membuat
302 | Human Factor Engineering
banyak proposal untuk perangkat baru tombol dan
keyboard dari desain mesin ketik lama, tetapi sejauh
ini tidak ada solusi baru yang berhasil. Selama lebih
dari satu abad, penemu telah membuat banyak
proposal untuk perangkat baru tombol dan keyboard
dari desain mesin ketik lama, tetapi sejauh ini tidak
ada solusi baru yang berhasil.
Di sini membahas aspek ergonomis komputer
desain dan operasi dan mendapatkan saran untuk
desain yang lebih baik dan ramah pengguna. Ulasan
ini menunjukkan proses penyelesaian yang khas
masalah teknis, dimulai dengan desain yang hampir
tidak dapat dikerjakan, kemudian meningkatkannya
secara bertahap dan pada akhirnya, mencari solusi
yang pada dasarnya berbeda, benar-benar baik.
Seta A. Wicaksana | 303
Tinjauan Teori
1. Sholes’ “Typewriting Machine” With Its
QWERTY Keyboard
Sepanjang
tahun
1800-an,
banyak
penemu
mengusulkan berbagai perangkat tipografi tempat
manipulasi perangkat input (biasanya dengan tombol
semacam itu) yang dihasilkan jejak huruf di atas
kertas. Mengingat teknologi yang tersedia pada saat
itu, jeroan mesin-mesin penulisan jenis ini
mengandalkan pengaturan tuas mekanis yang
kompleks.
Rupanya,
yang
mengesampingkan
tantangan teknis adalah menemukan mekanisme yang
dapat dikerjakan, sehingga penemu mesin ini
tampaknya telah memberikan sedikit perhatian
kegunaan sisi input, desain kunci dan pengaturan.
Paten 1876 berikut (182.511) dan empat paten
pertama dari 1878 semua array pameran dari tiga baris
lurus seperti tombol kunci yang ditempelkan pada
batang tipe tuas: 32 kunci dalam paten 1876 dan 21
kunci dalam paten tahun 1878. Tidak ada label dengan
huruf atau angka berada di tombol, dan teks paten
tidak memberikan penjelasan atau deskripsi apa pun.
Paten terakhir Sholes, 207.559, berisi 14 klaim, tetapi
304 | Human Factor Engineering
tidak ada yang mengacu pada tata letak kunci. Satu
gambar dalam hal ini paten memperlihatkan tampilan
frontal empat baris lurus dan horizontal puncak kunci.
Baris terhuyung-huyung tingginya sehingga baris
tertinggi. Ada yang menggambarkan tampilan atas
empat lurus baris, masing-masing dengan 11 tombol
bulat, dengan total 44 tombol. Dan ada bagian atas
utama membawa angka tertulis, huruf, dan tanda.
2. From Typewriter to Computer Keyboard
Penemuan Sholes pada tahun 1878 menjadi kesuksesan
global,
dan
tata
letak
keyboardnya
yang
membingungkan masih digunakan secara umum,
dengan hanya posisi X dan C disalahi ditukar dan M
pindah ke posisi pertama baris dalam versi bahasa
Inggris. Enam tombol paling kiri pada baris ketiga,
dihitung dari operator, membawa huruf Q, W, E, R, T,
Y. Bahkan pada komputer saat ini, istilah keyboard
QWERTY berfungsi sebagai nama pendek untuk
pengaturan apa pun di mana tombol huruf pada
dasarnya mengikuti tata letak keyboard Sholes.
Mulai tahun 1960-an, elektronik menggantikan
bagian dalam mekanis: mesin tik diubah menjadi
komputer
pribadi.
Teknologi
baru
akan
memungkinkan untuk dengan mudah memindahkan
tombol dan mendesain ulang seluruh keyboard.
Namun, alih-alih menciptakan solusi baru, kunci
Seta A. Wicaksana | 305
hanya ditambahkan ke papan kunci asli. Ini sebagian
besar adalah tombol "fungsi", ditempatkan di kiri, di
belakang, dan terutama di kanan set QWERTY.
Dengan bantalan tombol numerik tambahan dan
bantalan tombol kontrol kursor lebih lanjut (keduanya
biasanya di sisi kanan), pada 1980-an, jumlah total
tombol biasanya lebih dari seratus, dalam beberapa
kasus sekitar 125 lebih dari dua kali lipat sebagai
banyak kunci seperti pada mesin tik Sholes tua. Begitu
banyak tombol membutuhkan banyak ruang keyboard
dan keyboard besar membutuhkan gerakan jari dan
tangan yang besar. Mouse, trackball, touch pad, dan
aksesori lainnya menghasilkan tugas baru dan
membutuhkan gerakan tubuh baru dari keyboarder.
Pada 1980-an, gelombang komputer memasuki era
modern kantor, menyapu sisa mekanik dan bahkan
mesin ketik "listrik" yang lebih baru. Misalnya, IBM
memperkenalkan komputer pribadi pertama pada
tahun 1981 hanya 10 tahun kemudian, itu berhenti
memproduksi mesin ketik. Dua dekade kemudian,
IBM menjual seluruh bisnis komputer pribadi ke
perusahaan Cina. Sejak sekitar tahun 2000, telepon
nirkabel menjadi sangat populer. Mereka sering
digunakan untuk mengirim pesan teks miniatur
keyboard, yang sebagian besar masih mengikuti kunci
Sholes tata letak.
306 | Human Factor Engineering
3. Human Factor Considerations For
Keyboarding
Keyboard pada perangkat tipografi awal, termasuk
penemuan Sholes tahun 1878, bukanlah "rekayasa
manusia". Namun demikian, tata letak QWERTY-nya
menjadi default keyboard yang paling sering
diproduksi saat mengetik mesin menjadi sukses global.
Body posture and effort
Teknologi komputer desktop saat ini memiliki dua
postur persyaratan pada pengguna, yang mirip
dengan apa yang harus dilakukan pengetik,
memfokuskan mata pada tampilan sambil tetap
mempertahankan tangan di atas keyboard. Lokasi
mata yang ditentukan seperti itu dan tangan
memusatkan keseluruhan posisi kepala dan tubuh
bagian atas dan karenanya memungkinkan sedikit
variasi dari postur tubuh. Bahkan, komputer laptop
dan tablet yang dapat dipindahkan memberlakukan
persyaratan posisi yang serupa pada penggunanya.
Overloading typists
Pengaturan spasial dari keyboard itu sendiri, dan dari
tombol di atasnya sesuai desain Sholes, memaksa
lengan juru ketik masuk twist ke dalam yang kuat
(pronasi) dan tangan ke tikungan lateral (deviasi
Seta A. Wicaksana | 307
ulnaris) di pergelangan tangan, dan itu membutuhkan
gerakan yang kompleks di antara tombol-tombol yang
lokasinya tidak tepat. Kombinasi yang tidak
menguntungkan dari postur tubuh yang dipaksakan
dan upaya keras membebani banyak tangan juru ketik,
pergelangan tangan, lengan, bahu, dan leher.
1920s typists
Klockenberg (1926) memberikan ilustrasi, direproduksi
seperti Gambar juru ketik tipikal. Dalam narasi yang
mengharukan.
Klockenberg
menggambarkan
bagaimana wanita muda, yang telah memilih mengetik
sebagai profesi mereka, setelah hanya beberapa tahun
pekerjaan itu ditemukan diri mereka sendiri dengan
tangan yang menyakitkan, tidak dapat mengetik atau
melakukan tugas sehari-hari dengan tangan mereka,
bahkan tidak mampu mengangkat anak kecil mereka.
Jelas, alasan cedera mus culoskeletal juru ketik adalah
pekerjaan berulang yang berat yang diperlukan
mengoperasikan mesin ketik mereka dalam postur
tubuh yang tidak sesuai. Hari ini, postur seorang
keyboarder biasanya tidak terlalu berkerut, tetapi
masih terikat oleh kebutuhan untuk menjaga ujung jari
pada tombol dan mata diarahkan ke layar.
308 | Human Factor Engineering
Heidner‘s 1915 keyboard designs
Di antara proposal awal tentang keyboard yang
ditingkatkan, ada satu yang berdiri keluar. Pada tahun
1915, Heidner menerima paten A.S. 1.138.474 untuk
miliknya tata letak baru. Dalam hak patennya, ia
menuliskan bahwa desain keyboard miliknya
diperbolehkan ―menulis dengan lebih mudah, dalam
posisi yang tidak terlalu sempit sesuai dengan bentuk
alami tangan dan karena itu jauh lebih sedikit
ketegangan
menulis
dianggap
tidak
terlalu
melelahkan. Gambar mengilustrasikan bagaimana
Heidner membagi keyboard menjadi bagian kiri dan
kanan, pada mereka, dia mengatur kunci-kunci dalam
berbagai tata letak, yang mendahului banyak
rekomendasi ergonomis yang telah diusulkan oleh
para penemu sejak saat itu 1915. Anehnya, patennya
ternyata dilupakan atau diabaikan sampai tahun 1980an.
Repositioning keys
Kinerja kunci telah menjadi masalah sejak tahun-tahun
awal keyboarding. Ukuran kinerja biasanya berfokus
pada jumlah total penekanan tombol yang dilakukan
selama waktu tertentu dan seterusnya rasio antara
pukulan yang benar dan salah. Mulai di awal 1900-an,
beberapa paten untuk pengaturan kunci baru muncul
yang dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja
Seta A. Wicaksana | 309
pengetikan dengan mengatasi masalah tata letak
QWERTY. Biasanya desain baru ini merelokasi tombol
tetapi mempertahankan tata letak asli Sholes dari
kolom yang bengkok dan baris kunci yang lurus.
Papan kunci sederhana (SK) Dvorak (1936, 1943)
mungkin yang paling terkenal dan paling semua
rencana ini. Namun, pada 1956, sebuah uji komparatif
menunjukkan yang membutuhkan waktu lama untuk
melatih kembali juru ketik agar mahir SK, tetapi
mereka masih membuat lebih banyak kesalahan pada
itu daripada pada keyboard QWERTY biasa mereka,
dan peningkatan mereka lebih sedikit.
Repetitive injuries during the 1800s
Tabib Poore menyatakan pada tahun 1872 dan 1887
bahwa dia dan penulis lainnya, mengikuti jejak
Ramazzini jauh sebelumnya, telah melacak kram
penulis untuk "impotensi otot" dan "kejang"
disebabkan dengan penggunaan otot yang sama secara
berulang-ulang. Poore mengatakan itu masalah
kesehatan tidak terbatas pada penulis saja, tetapi juga
terjadi di penjahit, tukang sepatu, ahli anggar, dan
musisi. Dia menulis itu orang mungkin berbicara
tentang kram pianis karena gangguan penggunaan
yang berlebihan ini terjadi begitu sering di antara
pianis. Pada tahun 1892, Osler juga menghubungkan
kejang ini dengan penggunaan yang terus menerus
310 | Human Factor Engineering
dan berlebihan otot dalam melakukan gerakan tertentu
dalam penulis dan musisi dan operator alat kunci
Morse yang menderita cedera yang kemudian disebut
―telegraphist's wrist‖.
Keying ―myalgia‖
Terbukti, sejak paruh kedua tahun 1800-an, asosiasi
dari gangguan regangan berulang dengan penggunaan
otot yang berulang secara berlebihan dalam pekerjaan
tertentu sudah mapan. Itu sudah menjadi rahasia
umum bahwa pemain instrumen keyboard berada
dalam bahaya mengalami gangguan muskuloskeletal
kronis. Setelah mesin tik Sholes menjadi banyak
digunakan, "mialgia" yang sama juga muncul di juru
ketik.
Muscles used in typewriting
Pada tahun 1951, Lundervold menerbitkan laporan
pertama dari studi terobosannya untuk memperoleh
pengetahuan tentang penggunaan individu otot saat
mengetik. Dia mengukur elektromiografi sinyal pada
47 juru ketik sehat dan 88 pasien, kebanyakan dari
mereka menderita mialgia okupasi pada otot yang
tadinya terlalu lelah selama pengetikan berulang.
Setan Lundervold menyatakan bahwa perubahan
dalam catatan EMG mencerminkan yang sebenarnya
Seta A. Wicaksana | 311
aktivitas
otot
dan
status
kelelahan
otot.
Pengalamannya memberikan dukungan atas opini
lama
yang
berulang-ulang
mengetik
dapat
menyebabkan cedera kerja berlebihan kumulatif,
bahkan ketika melakukan penekanan tombol tunggal
tidak berbahaya dengan sendirinya.
Occupational overuse disorders
Di Eropa, penyakit seperti tendinitis, tenosinovitis, dan
tendovaginitis pada ekstremitas atas menjadi dikenal
sebagai penyakit muskuloskeletal terkait pengulangan
pekerjaan dari juru ketik di akhir 1950-an. Meneliti
alasan gangguan trauma kumulatif, terutama carpal
tunnel syndrome (CTS), terkait dengan aktivitas
keyboard berulang, berubah menjadi topik teknik dan
perhatian medis. Dalam akhir 1990-an, National
Research Council (NRC) (AS) mengadakan lokakarya
tentang gangguan muskuloskeletal terkait pekerjaan.
Dalam ringkasan temuannya, NRC (1999, p. 59)
menyatakan bahwa gangguan muskuloskeletal
multifaktorial karena faktor individu, sosial, dan
organisasi dapat berkontribusi pada gangguan
tersebut penampilan. Namun, tuntutan biomekanik
pekerjaan merupakan faktor risiko yang paling
penting.
312 | Human Factor Engineering
Overuse pathomechanics
Operator yang lambat, hanya mengetuk 20 kata per
menit (dengan lima huruf per kata), melakukan 12.000
ketukan tombol (20×5×60×2) selama sesi kerja dua jam.
Seorang keyer cepat, melakukan 100 kata per menit
selama enam jam, melakukan 180.000 penekanan
tombol. Setiap stroke membutuhkan fleksi digit diikuti
dengan ekstensi digit. Begitu banyak gerakan dapat
menciptakan
kondisi
patomekanis.
Tekanan
biomekanik yang menghasilkan trauma kumulatif
gangguan, terutama CTS, telah diteliti dengan baik
1980-an dan 1990-an. Anatomi tangan dan pergelangan
tangan manusia dan kinematika saat keyboard
menjelaskan kondisi penggunaan berlebihan yang
terutama memengaruhi tendon fleksor dari digit di
terowongan karpal. Gaya di tendon fleksor sering kali
lebih dari tiga kali lebih kuat dari impuls yang
ditransmisikan oleh ujung jari ke puncak kunci. Itu
perjalanan longitudinal tendon bisa mencapai 2 cm,
pergelangan tangan posisi sangat memengaruhi
kemudahan meluncur dalam selubung sino vial.
Peradangan tendon dan selubungnya menyebabkan
pembengkakan jaringan dalam ruang terbatas tersebut
terowongan karpal. Tekanan yang dihasilkan dapat
merusak median saraf, menyebabkan CTS yang
memengaruhi fungsi tangan.
Seta A. Wicaksana | 313
4. Input-Related Anthromechanical Issues
Konsep keyboard Sholes dengan tombol mekanisnya
diperlukan upaya dari juru ketik yang sering melebihi
kapasitas muskuloskel etal mereka. Masalah
biomekanik yang mendasari muncul dari beberapa
kategori tuntutan kerja; energi fisik untuk
mempercepat massa mekanisme penulisan ketik; itu
postur tangan, lengan, tubuh bagian atas, dan leher;
yang luas penggunaan terutama otot fleksor dan
tendon juru ketik tangan; dan kecepatan dan
pengulangan kontraksi otot dan gerakan tendon.
Upaya untuk meringankan beban juru ketik
menghasilkan banyak proposal dan paten dari awal
1900-an; tetapi sifat mekanis dari mesin yang tersedia
saat itu sangat terhambat solusi desain baru. Pada
1960-an, istilah ergonomi dan manusia (faktor)
rekayasa muncul. Akibatnya, file pentingnya
menyesuaikan tugas dan peralatan dengan manusia
menjadi diakui secara luas; mengkonfigurasi ulang
keyboard agar sesuai dengan ukurannya dan mobilitas
tangan menjadi tantangan penting.
Pada tahun 1969, Remington dan Rogers
mengumpulkan lebih dari 300 publikasi pada
perangkat entri keyboard. Di tahun yang sama,
Kincaid dan Gonzalez merumuskan "rekomendasi
desain faktor manusia untuk keyboard yang
dioperasikan dengan sentuhan". Penggunaan yang
muncul dari listrik dan kemudian sirkuit elektronik
314 | Human Factor Engineering
akan memungkinkan desain baru secara radial; tetapi
standar A.S. Pada tahun 1968 dan 1988 masih
memasukkan
tata
letak
QWERTY
sambil
menambahkan lebih banyak kunci sisi-sisinya. Review
tentang masalah desain keyboard dan novel solusi
untuk desain tombol, keyboard, dan workstation
keyboard yang berpusat pada operator, dan untuk cara
ergonomis yang tepat melakukan pekerjaan kunci,
muncul dalam literatur internasional.
5. Possible Design Solutions
Customary Computer Keyboards
QWERTY asli maupun turunannya tidak benar-benar
direkayasa ulang oleh manusia meskipun ada proposal
Heidner tahun 1915 dan banyak desain lain yang
mengikutinya. Bahkan, pada keyboard komputer biasa
saat ini, semua tombol disusun berdampingan dalam
baris lurus. Desain pada saat ini berubah seperti
Kolom kunci mengikuti aturan desain yang berbeda.
Desain irasional tersebut sebagian besar ditransfer ke
komputer portabel, kemudian dibuat miniatur dan
diterapkan bahkan pada ponsel di mana kecilnya
tombol dan keypad tampaknya meningkatkan masalah
tata letak QWERTY lama, bahkan jika kolom tombol
dibuat bertingkat.
Seta A. Wicaksana | 315
Designing for ―big changes‖
Masalah desain bercampur dengan teknologi yang
ada, dengan harapan dan praktik pengguna, dan
dengan pemasaran. Terlepas dari interaksi ini, dalam
diskusi berikut, ide perbaikan akan ditetapkan ke
kategori tertentu, demi kejelasan. Jelas, solusi dapat
menggabungkan aspek dari dua atau lebih kategori,
seperti desain tombol, desain keyboard, dan desain
perangkat input alternatif. untuk sebagian besar
perubahan kecil, seperti menukar penunjukan huruf
kunci tertentu (seperti dalam proposal Dvorak).
Dalam kasus ini, tampaknya keterampilan baru
sangat dekat dengan kebiasaan lama sehingga
kemungkinan besar terjadi kebingungan. Namun, jika
ada perubahan mendasar dalam desain, seperti saat
merelokasi kumpulan kunci yang besar, atau
menggunakan kunci yang memiliki mode operasi yang
jelas berbeda (tombol ternary atau joystick alih-alih
kunci biner, misalnya), maka prosedur baru akan
berbeda. Yang akan membutuhkan keterampilan baru.
Yang sebenarnya manusia sangat cepat dalam
memperoleh keterampilan keyboard baru seperti yang
ditunjukkan oleh penelitian ° dan dengan penyebaran
yang sangat cepat, di seluruh dunia, SMS pada
keyboard miniatur, yang menurut tes, seharusnya
praktis tidak dapat digunakan.
316 | Human Factor Engineering
6. Design Alternatives For Keyboards
Tidak ada alasan yang berlebihan untuk menggunakan
prinsip ―Satu penekanan tombol untuk setiap bit
(huruf, angka, tanda) masukan‖. Ide itu mengikuti
tradisi penulisan Barat; tetapi juga tidak efisien dan
dapat menyebabkan cedera regangan berulang tangan
dan lengan pengguna. Menggunakan lebih sedikit
kunci, tombol yang bisa dipindah-pindah, tombol
virtual, atau tidak ada kunci sama sekali akan
meringankan, bahkan sepenuhnya hindari, masalah
kerja berlebihan di masa lalu dan saat ini serta fasilitasi
gerakan tubuh alih-alih postur tetap yang disebabkan
oleh "Tangan di atas kunci, mata terpampang".
Speech and Sound Recognition
Kami sudah mencoba berkomunikasi dengan suara,
menggunakan program pengenalan suara yang bekerja
dengan baik dalam area topik terbatas, misalnya
dalam kendali komputer perintah, evaluasi medis,
atau komposisi musik, tetapi untuk teks umum,
kecepatan dan terutama akurasi pengenalan masih
menyisakan banyak hal yang diinginkan.
Nonverbal communication
Solusi lain menggunakan pengenalan gerakan tubuh.
Contohnya adalah :
Seta A. Wicaksana | 317
o Tangan dan jari untuk bahasa isyarat dan
gerakan selain untuk mengaktifkan perangkat
kontrol
o Lengan sebagai isyarat, membuat tanda,
mengontrol penggerak perangkat
o Batang tubuh untuk pemosisian dan tindakan
pengoperasian
o Kaki untuk gerakan, perangkat bergerak atau
menekan
o Kaki untuk gerakan dan gerak tubuh, untuk
bergerak dan menggerakkan perangkat
o Kepala untuk penentuan posisi
o Mulut untuk gerakan bibir, penggunaan lidah
atau pukulan/tabung hisap
o Wajah untuk meringis dan ekspresi lainnya
o Mata untuk melacak
Solusi desain ini membutuhkan sensor yang
merespons posisi, gerakan, dan gaya tubuh operator:
kamera, platform gaya, sensor gerakan, sarung tangan
berinstrumen, dan perangkat serupa termasuk di
antara teknologi yang sudah lama ada. Seperti EMG
terkait dengan otak, sedangkan EEG terkait aktivitas
saraf otak.
7. Designing Smart Software
Perangkat lunak yang dirancang dengan cerdik
memfasilitasi pekerjaan dengan komputer oleh
318 | Human Factor Engineering
mengurangi tuntutan keterampilan manipulatif dan
jangka pendek memori. Perangkat lunak dapat
menggunakan konteks untuk membedakannya mail
dan pria dan kemudian dan dari; itu bisa melengkapi
kata-kata setelahnya masukan hanya beberapa huruf
pertama; itu dapat menyediakan satu set stok
tanggapan terhadap keadaan tertentu; itu dapat
mengantisipasi penggunaan kata-kata tertentu; dan
dapat memperbaiki struktur kalimat dan menyisipkan
tanda baca. Dengan kemajuan lebih lanjut dalam
kecerdasan buatan, naungan tampaknya tidak terbatas.
8. Designs that combine solutions
Elektronik hari ini dan teknologi baru masa depan
menyediakan alternatif baru yang fundamental untuk
desain Shole. Kami mungkin menyortir ini ke dalam
kategori tertentu, seperti yang dilakukan sebelumnya;
tetapi melampaui batas kombinasi kemungkinan besar
akan berhasil. Contoh saat ini adalah perpaduan
tombol tradisional dengan pengenalan suara dan
perangkat lunak cerdas. Bagaimanapun, pendekatan
ini masih pada dasarnya menggunakan pengaturan
kunci QWERTY yang sudah lama using membuat
penggunaannya sulit bagi penyandang disabilitas dan,
pada kenyataannya, orang lain karena memerlukan
manipulasi berulang dan membatasi postur tubuh
operator melalui "tangan di atas kunci, mata di
Seta A. Wicaksana | 319
monitor". Satu keputusan penting adalah tentang
menghapuskan prinsip predominan "untuk setiap bit
masukan (huruf, angka, tanda), menyerang satu kunci
biner khusus‖ dan sebagai gantinya gunakan semacam
kode atau singkatan yang didukung oleh perangkat
lunak pintar. Umum penerimaan ponsel dan tablet
inovatif, dan dari perangkat game, misalnya,
menunjukkan bahwa masyarakat umum adalah
bersedia menerima, bahkan merangkul, teknik-teknik
baru yang fundamental.
320 | Human Factor Engineering
Kesimpulan
Dalam kesimpulan dari tinjuan materi di atas bahwa
desain komputer sudah ditemukan sejak abad 1800-an.
Tantangan saat ini untuk "rekayasa manusia" stasiun
tempat kerja komputer adalah khusus untuk komputer
yang ada teknologi. Teknologi antarmuka manusiaperangkat baru dapat dirilis pengguna dari ikatan ini
dan memungkinkan tubuh yang lebih bebas dipilih
postur tubuh. Selain desain komputer tentang postur
tubuh komputer juga merancang keyboard yang bisa
digunakan dengan mudah oleh manusia. Perubahan
mendasar pada kuncinya dan desain keyboard, atau
bahkan mengabaikan semuanya, membuat prosedur
penggunaan baru yang khas, yang karena berbeda dari
cara lama, tidak mengalami gangguan crossover dari
praktik sebelumnya. Dengan canggih era zaman
sekarang, keyboard sudah masuk ke dalam
smartphone yang disebut dengan QWERTY.
Kemudian, manusia bisa menyusaikan keterampilan
mengetik, dengan begitu manusia dengan cepat
mengirim SMS/Text lainnya.
Seta A. Wicaksana | 321
Daftar Pustaka
Bridger, R. (2017). Introduction to human factors and
ergonomics. CRC press.
G. Salvendy. Handbook of Human Factors and
Ergonomics. 3rd Ed. United States of America:
Jhon Willey and Sons, Inc., 2012.
Karl
H.E Kroemer. (2017). Fitting the Human
Introduction to Ergonomics/Human Factors
Engineering. CRC Press.
Meister, D. (1999). Sejarah Faktor Manusia dan Ergonomi.
Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.
Salvendy, G., Ed. (1997). Handbook of Human Factor and
Ergonomics. Wiley, New York.
Tarwaka. (2010). Ergonomi Indusri. Surakarta: Harapan
Press.
322 | Human Factor Engineering
Human Engineering: Workplace Design
Seta A. Wicaksana | 323
Pendahuluan
Ilmu ergonomi merupakan ilmu yang berkaitan
dengan kesesuaian desain kantor dengan manusia.
Dengan
mempertimbangkan
kemampuan
dan
keterbatasan orang, desain tempat kerja yang
dirancang secara ergonomis berupaya agar efektif
dalam memenuhi persyaratan fungsional pengguna.
Desain tempat kerja berdampak besar pada
produktivitas pekerja. Memanfaatkan ruang dengan
sebaik-baiknya melalui penempatan peralatan yang
optimal, mengintegrasikan faktor manusia ke dalam
desain tempat kerja, dan secara efektif menyelaraskan
tempat kerja dengan lingkungan sekitarnya adalah
aspek penting dari ergonomi (Salvendy, G. (Ed.).,
2012).
Desain tempat kerja berkaitan dengan bentuk,
dimensi, dan tata letak (yaitu, penempatan dan
orientasi) berbagai elemen material yang mengelilingi
satu atau lebih orang yang bekerja. Contoh elemen
tersebut adalah tempat duduk, permukaan kerja, meja,
peralatan, perkakas, kontrol, dan pajangan yang
digunakan selama bekerja serta lintasan, jendela, dan
peralatan pemanas/pendingin. Desain tempat kerja
324 | Human Factor Engineering
yang ergonomis bertujuan untuk meningkatkan
kinerja kerja (baik dalam jumlah dan kualitas), serta
memastikan keselamatan dan kesehatan kerja dengan
melalui meminimalkan beban kerja fisik dan
ketegangan yang terkait pada orang yang bekerja,
memfasilitasi pelaksanaan tugas, yaitu memastikan
informasi yang mudah pertukaran dengan lingkungan,
meminimalkan kendala fisik dan sebagainya, dan
mencapai kemudahan penggunaan berbagai elemen
tempat kerja (Salvendy, G. (Ed.)., 2012).
Dalam setiap pengaturan kerja ada penyesuaian
timbal balik yang berkelanjutan antara komponen
tempat kerja, tuntutan tugas, dan orang yang bekerja.
Penyesuaian timbal balik ini juga tunduk pada kondisi
lingkungan yang lebih luas. Oleh karena itu, terlepas
dari seberapa baik setiap komponen. Beberapa orang
berpendapat bahwa mendesain tempat kerja yang baik
lebih merupakan "seni" daripada "disiplin" karena
tidak ada teori atau metode standar yang memastikan
hasil yang sukses, keluarannya sangat bergantung
pada "inspirasi" perancang. Meskipun hal ini benar
sampai batas tertentu, pengetahuan yang baik tentang
karakteristik pekerja yang akan menempati tempat
kerja, tuntutan tugas, dan lingkungan yang lebih luas,
dikombinasikan dengan upaya disiplin selama proses
desain, memberikan kontribusi yang tegas untuk
desain yang sukses.
Seta A. Wicaksana | 325
Menurut Corlett and Clark (1995) bahwa
ergonomi baik sebagai ilmu maupun teknologi selalu
konsen dengan interface dan interaksi antara operator
dengan komponen-komponen kerja, serta konsen
terhadap pengaruh dari interaksi pada performansi
sistem kerja. Hal tersebut juga didukung oleh
pernyataan MacLeod (1995) yang menjelaskan bahwa
faktor interaksi manusia dengan sistem tersebut harus
selalu diperhitungkan dalam setiap desain tempat
kerja (Salvendy, G. (Ed.)., 2012).
1. Masalah Postur Kerja
Masalah utama dari desain tempat kerja ergonomis
adalah postur yang akan diadopsi oleh pekerja.
Faktanya, keputusan yang dibuat selama desain
tempat kerja akan sangat memengaruhi postur yang
dapat diadopsi atau tidak oleh orang yang bekerja.
Dua postur kerja yang paling umum adalah duduk
dan berdiri. Di antara keduanya, postur duduk
tentunya lebih nyaman. Namun, ada bukti penelitian
bahwa duduk yang diadopsi untuk jangka waktu yang
lama menyebabkan ketidaknyamanan, nyeri, atau
bahkan cedera yang tidak dapat disembuhkan.
Mempelajari efek dari "postural fixity" sambil
duduk, Griego (1986) menemukan bahwa hal itu
menyebabkan, antara lain, (i) pengurangan pertukaran
nutrisi pada diskus tulang belakang dan dalam jangka
326 | Human Factor Engineering
panjang dapat meningkatkan degenerasinya, (ii) beban
statis otot punggung dan bahu, yang dapat
menyebabkan nyeri dan kram, dan (iii) terhambatnya
aliran darah ke kaki, yang dapat menyebabkan
pembengkakan (edema) dan ketidaknyamanan.
Akibatnya, tempat kerja harus mengizinkan
perubahan antara berbagai postur karena tidak ada
postur "ideal" yang dapat diterapkan untuk jangka
waktu yang lama (Salvendy, G. (Ed.)., 2012).
a. Postur Duduk dan Kursi
Dalam beberapa dekade terakhir, postur duduk dan
desain kursi telah menarik minat para peneliti,
desainer, dan produsen karena jumlah pekerja
kantoran yang terus meningkat dan pentingnya
masalah muskuloskeletal yang mereka hadapi. Hal ini
mengakibatkan munculnya domain penelitian yang
tepat dan kemudian ke sejumlah besar publikasi dan
solusi desain (Salvendy, G. (Ed.)., 2012).
Seperti yang telah disebutkan, postur duduk
menimbulkan sejumlah masalah pada tingkat
muskuloskeletal. Salah satu yang lebih penting di
antaranya adalah kifosis lumbal. Saat seseorang
duduk, daerah lumbar punggung menjadi rata dan
bahkan bisa melengkung ke luar. Bentuk tulang
belakang ini disebut kyphotic dan agak berlawanan
Seta A. Wicaksana | 327
dengan bentuk tulang belakang lordotik ketika
seseorang berdiri tegak.
b. Postur Duduk dan Tinggi Permukaan Kerja
Selain masalah kyphosis lumbal, postur kerja duduk
juga dapat memicu ketegangan otot yang berlebihan
pada tingkat punggung dan bahu. Misalnya, jika
permukaan kerja terlalu rendah, orang tersebut akan
membungkuk terlalu jauh; jika terlalu tinggi, dia akan
dipaksa
untuk
mengangkat
bahu.
Untuk
meminimalkan masalah ini, diperlukan desain tempat
kerja yang sesuai. Lebih khusus lagi, permukaan kerja
harus pada ketinggian yang memungkinkan seseorang
untuk bekerja dengan bahu pada postur tubuh yang
rileks. Perlu diperhatikan di sini bahwa tinggi kerja
tidak selalu sama dengan tinggi permukaan kerja.
Yang pertama tergantung pada apa yang sedang
dikerjakan (mis., Keyboard komputer), sedangkan
yang kemudian adalah ketinggian permukaan atas
meja, meja, bangku, dan sebagainya. Selanjutnya,
untuk menentukan ketinggian permukaan kerja yang
sesuai, seseorang harus mempertimbangkan sudut
antara lengan atas dan siku serta sudut antara siku dan
pergelangan tangan (Salvendy, G. (Ed.)., 2012).
328 | Human Factor Engineering
c. Penataan Ruang Artefak Karya
Saat bekerja, seseorang menggunakan sejumlah
artefak, misalnya, kontrol dan tampilan pada panel
kontrol, bagian berbeda dari objek rakitan di
workstation perakitan, atau keyboard, mouse, terminal
tampilan visual, dokumen hard copy dan telepon di
workstation
kantor.
Penerapan
rekomendasi
ergonomis berikut untuk pengaturan artefak ini
membantu mengurangi beban kerja, memfasilitasi alur
kerja, dan meningkatkan kinerja secara keseluruhan
(Salvendy, G. (Ed.)., 2012)
2. Merancang Bangunan Individu
Merancang bangunan individu dengan berbagai
tahapan, data atau sumber data yang akan
dipertimbangkan pada setiap tahap, dan metode yang
dapat diterapkan. Harus dicatat bahwa tahapan
tertentu dari proses dapat dilakukan secara bersamaan
atau dalam urutan yang berbeda tergantung pada
kekhususan workstation untuk merancang atau
preferensi dan pengalaman para perancang (Salvendy,
G. (Ed.)., 2012).
Seta A. Wicaksana | 329
a. Fase 1: Keputusan tentang Sumber Daya dan
Persyaratan Tingkat Tinggi
Tujuan dari tahap pertama proses desain adalah untuk
menentukan waktu yang akan dihabiskan dan orangorang yang akan berpartisipasi dalam tim desain.
Keputusan ini bergantung pada persyaratan tingkat
tinggi dari para pemangku kepentingan (misalnya,
peningkatan kondisi kerja, peningkatan produktivitas,
inovasi, keselamatan dan perlindungan kesehatan
kerja) serta uang yang mereka siapkan dan pentingnya
proyek (misalnya, jumlah stasiun kerja yang identik,
signifikansi tugas yang dilakukan, karakteristik
khusus orang yang bekerja). Masalah tambahan yang
harus ditangani dalam fase ini adalah untuk
memastikan partisipasi dalam tim desain perwakilan
orang-orang yang akan menempati workstation masa
depan. Akses ke stasiun kerja tempat pekerjaan serupa
dilakukan juga disarankan (Salvendy, G. (Ed.)., 2012).
b. Fase 2: Identifikasi Batasan dan Persyaratan
Sistem Kerja
Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengidentifikasi
berbagai kendala dan persyaratan yang diberlakukan
oleh sistem kerja tempat workstation akan dipasang.
Lebih khusus lagi, selama fase ini tim desain harus
mengumpulkan data tentang (Salvendy, G. (Ed.).,
2012) :
330 | Human Factor Engineering
● Jenis tugas yang harus dilakukan di workstation
● Organisasi kerja, misalnya jam kerja, saling
ketergantungan antara tugas yang akan
dilaksanakan di tempat kerja, dan tugas lain atau
entitas organisasi di lingkungan proksimal
● Berbagai peralatan dan perkakas teknologi yang
akan digunakan, fungsi dan manipulasinya,
bentuk dan dimensinya, serta antarmuka
pengguna
● Kondisi lingkungan dari area yang lebih luas di
mana workstation akan dipasang (misalnya,
penerangan dan sumber cahaya, tingkat
kebisingan dan sumber kebisingan, kondisi
termal, dan sumber angin hangat atau dingin)
● Situasi normal dan luar biasa di mana orang
yang bekerja dapat ditemukan (misalnya,
padamnya listrik, kebakaran)
● Elemen atau situasi lain dari sistem kerja yang
dapat secara langsung atau tidak langsung
mengganggu workstation
Data ini dapat dikumpulkan dengan menanyai
orang-orang yang sesuai, serta observasi dan analisis
situasi kerja yang serupa.
Seta A. Wicaksana | 331
c. Fase 3: Identifikasi Kebutuhan Pengguna
Kebutuhan pengguna stasiun kerja di masa depan
diidentifikasi
selama
fase
ini,
dengan
mempertimbangkan tuntutan tugas mereka serta
karakteristik khusus mereka. Akibatnya, tugas analisis
dan analisis karakteristik pengguna harus dilakukan
dalam fase ini. Analisis tugas bertujuan untuk
mengidentifikasi terutama (Salvendy, G. (Ed.)., 2012) :
● Proses kerja yang akan berlangsung dan
elemen workstation yang terlibat di dalamnya
● Tindakan fisik yang akan dilakukan, misalnya
manipulasi halus, gerakan seluruh tubuh, dan
pengerahan tenaga
● Pertukaran informasi yang diperlukan (visual,
auditori, kinestetik, dll.) Dan sumber informasi
yang menyediakannya
● Privasi yang dibutuhkan
● Kedekatan yang diperlukan dengan stasiun
kerja, peralatan, atau elemen lingkungan kerja
proksimal lainnya
d. Fase 4: Menetapkan Tujuan Desain Khusus
Mempertimbangkan keluaran dari fase sebelumnya,
tim desain sekarang dapat mengubah persyaratan
ergonomi umum dari desain stasiun kerja menjadi
332 | Human Factor Engineering
serangkaian tujuan spesifik. Sasaran desain spesifik ini
akan memandu pilihan dan keputusan yang akan
dibuat di fase berikutnya. Tujuan spesifik adalah
kumpulan dari keharusan dan terdiri dari (Salvendy,
G. (Ed.)., 2012) :
● Persyaratan pemangku kepentingan
● Batasan dan persyaratan yang diberlakukan
oleh sistem kerja di mana stasiun kerja yang
dirancang akan dipasang
● Kebutuhan pengguna (misalnya, workstation
harus mengakomodasi orang tua, harus sesuai
untuk pekerjaan komputer yang lama, harus
memfasilitasi kerja sama dengan workstation
tetangga, harus memungkinkan perubahan
postur duduk dan berdiri)
● Persyaratan untuk menghindari masalah
kesehatan umum yang terkait dengan situasi
serupa (misalnya, tempat kerja harus
meminimalkan
masalah
muskuloskeletal
ekstremitas atas)
● Standar desain dan undang-undang terkait
(misalnya, workstation harus memastikan tidak
adanya silau atau angin dingin)
e. Tahap 5: Desain Prototipe
Seta A. Wicaksana | 333
Fase ini adalah proses desain yang paling
menuntut. Faktanya, tim desain harus menghasilkan
solusi desain yang memenuhi semua tujuan desain
spesifik yang diidentifikasi pada fase sebelumnya.
Karena banyaknya tujuan desain, serta fakta bahwa
beberapa di antaranya mungkin bertentangan, tim
desain harus membuat kompromi yang sesuai,
menganggap beberapa tujuan lebih penting daripada
yang lain dan akhirnya melewati beberapa di
antaranya. Seperti yang telah dinyatakan, pengetahuan
yang baik tentang tuntutan tugas dan kebutuhan
pengguna, serta karakteristik pengguna tertentu,
adalah satu-satunya cara untuk menetapkan prioritas
yang tepat dan menghindari kesalahan serius.
f. Fase 6: Penilaian Prototipe
Penilaian prototipe yang dirancang diperlukan untuk
memeriksa seberapa baik tujuan desain tertentu, yang
ditetapkan dalam fase 4, telah dipenuhi, serta untuk
mengungkap
kemungkinan
kelalaian
selama
identifikasi kendala dan persyaratan sistem kerja dan
pengguna 'analisis kebutuhan (fase 2 dan 3).
Penilaian dapat dilakukan secara analitik
atau/dan eksperimental, tergantung pada pentingnya
proyek. Dalam penilaian analitis, tim desain menilai
tempat
kerja
yang
dirancang
dengan
mempertimbangkan secara mendalam tujuan desain
334 | Human Factor Engineering
tertentu menggunakan gambar dan maket sebagai
pendukung. Menerapkan metode multikriteria, tim
desain dapat membuat peringkat sejauh mana tujuan
desain telah terpenuhi. Penilaian eksperimental (atau
pengujian pengguna) dilakukan dengan partisipasi
sampel
pengguna
di
masa
mendatang,
menyimulasikan pekerjaan dengan mock-up skala
penuh dari prototipe stasiun kerja yang dirancang.
Penilaian harus dilakukan dalam kondisi yang sedekat
mungkin dengan pekerjaan nyata.
g. Fase 7: Perbaikan dan Desain Akhir
Dalam fase ini, tim desain melanjutkan dengan
modifikasi yang diperlukan dari prototipe yang
dirancang, dengan mempertimbangkan keluaran dari
penilaian. Pendapat dari spesialis lain seperti arsitek
dan dekorator yang lebih berkaitan dengan estetika
atau insinyur produksi dan desainer industri yang
lebih berkaitan dengan produksi atau bahan dan
masalah kekokohan harus dipertimbangkan dalam
fase ini (jika spesialis tersebut belum menjadi bagian
dari tim desain). Desain akhir harus dilengkapi
dengan:
● Gambar untuk produksi dan dokumentasi yang
sesuai, termasuk alasan di balik solusi yang
diadopsi
Seta A. Wicaksana | 335
● Estimasi biaya untuk produksi workstation
yang dirancang
● Persyaratan implementasi seperti pelatihan
dibutuhkan dan manual pengguna, jika
diperlukan
h. Catatan Akhir
Alasan dilakukannya analisis kebutuhan dan
kebutuhan pengguna adalah untuk mengantisipasi
situasi kerja di masa depan guna merancang
workstation yang sesuai dengan penggunanya,
tugasnya, dan lingkungan sekitarnya. Namun, tidak
mungkin untuk sepenuhnya mengantisipasi situasi
kerja di masa depan dalam semua aspeknya, karena
situasi kerja yang kompleks, dinamis, dan
berkembang. Lebih jauh lagi, jika workstation
diperuntukkan untuk menjadi bagian dari sistem kerja
yang sudah ada, hal itu dapat memengaruhi ekologi
kerja secara keseluruhan, sesuatu yang juga sangat
sulit diantisipasi. Oleh karena itu, sejumlah modifikasi
pada akhirnya akan diperlukan beberapa saat setelah
pemasangan dan penggunaan. Oleh karena itu, sangat
disarankan untuk melakukan penilaian baru terhadap
workstation yang dirancang setelah pengguna terbiasa
dengan situasi kerja yang baru.
336 | Human Factor Engineering
3. Tata Letak Workstation
Tata letak berkaitan dengan penempatan dan orientasi
masing-masing workstation di ruang (bangunan)
tertentu. Persyaratan ergonomi utama menyangkut
tugas yang dilakukan, organisasi kerja, dan faktor
lingkungan:
• Tata letak workstation harus memfasilitasi alur
kerja.
• Tata letak workstation harus memfasilitasi kerja
sama (baik personel maupun orang eksternal,
misalnya, pelanggan).
• Tata letak workstation harus sesuai dengan
struktur organisasi.
• Tata letak harus memastikan privasi yang
diperlukan.
• Harus ada pencahayaan yang sesuai, sesuai
dengan tugas dan kebutuhan orang yang
bekerja.
• Pencahayaan harus seragam di seluruh bidang
visual pekerja.
• Seharusnya tidak ada pantulan atau silau yang
mengganggu di area kerja.
• Seharusnya tidak ada angin panas atau dingin
yang mengganggu di tempat kerja.
• Akses ke workstation harus tidak terhalang dan
aman.
Seta A. Wicaksana | 337
a. Jenis Umum Tata Letak Kantor
Ada beberapa jenis tata letak kantor yang umum
(Salvendy, G. (Ed.)., 2012). Dua ekstrem adalah "kantor
pribadi", di mana setiap pekerja memiliki ruang/ruang
tertutup pribadinya, dan "rencana terbuka", di mana
semua workstation ditempatkan di ruang bersama. Di
antaranya ada banyak kombinasi kantor pribadi
dengan rencana terbuka. Pengaturan stasiun kerja
dalam rencana terbuka dapat berupa ortogonal,
dengan meja tunggal, ganda, atau empat kali lipat
yang membentuk baris paralel, atau dengan stasiun
kerja diatur dalam kelompok, sesuai dengan struktur
organisasi atau fungsional pekerjaan. Filosofi tata letak
baru-baru ini adalah "kantor fleksibel", di mana
furnitur dan peralatannya dirancang agar mudah
dipindahkan agar dapat memodifikasi penataan ruang
kerja tergantung pada jumlah orang yang hadir di
kantor serta jumlah orang yang bekerja. Proyek atau
skema kerja (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). Akhirnya,
untuk menanggapi kebutuhan saat ini akan
fleksibilitas dalam organisasi dan struktur perusahaan
serta mengurangi biaya, tren baru dalam manajemen
kantor adalah "kantor alamat bebas" atau "kantor nonteritorial", di mana pekerja tidak memiliki stasiun kerja
sendiri, tetapi menggunakan stasiun kerja yang
mereka temukan gratis kapan pun di kantor.
Setiap jenis tata letak memiliki kekuatan dan
kelemahannya
masing-masing.
Kantor
swasta
338 | Human Factor Engineering
menawarkan privasi yang lebih tinggi dan kontrol
yang lebih baik terhadap kondisi lingkungan, sesuai
dengan
preferensi
dan
kebutuhan
khusus
penggunanya. Namun, mereka lebih mahal, baik
dalam konstruksi dan pemeliharaan, tidak mudah
dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan kebutuhan
organisasi yang berubah, dan membuat kerja sama dan
pengawasan
menjadi
sulit.
Kantor
terbuka
menawarkan fleksibilitas dalam mengubah kebutuhan
organisasi dan memfasilitasi kerja sama antara rekan
kerja, tetapi cenderung mengalami gangguan
lingkungan seperti kebisingan dan kondisi iklim yang
kurang optimal, serta kurangnya privasi (Salvendy, G.
(Ed.)., 2012).
b. Metode Sistematis untuk Tata Letak Kantor
Metode ini mengusulkan cara sistematis untuk
mendesain tempat kerja untuk pekerjaan kantor.
Metode ini bertujuan untuk meringankan proses
desain untuk mengatur workstation dengan
menguraikan seluruh masalah menjadi sejumlah
tahapan di mana hanya sejumlah persyaratan
ergonomis yang dipertimbangkan. Karakteristik lain
dari metode ini adalah bahwa persyaratan ergonomi
yang dipertimbangkan telah diubah menjadi pedoman
desain (Salvendy, G. (Ed.)., 2012).
Seta A. Wicaksana | 339
Tahap 1: Penentuan Ruang Tersedia
Tujuan dari tahap ini adalah untuk menentukan ruang
di mana tidak ada furnitur harus ditempatkan untuk
memastikan jalan bebas hambatan melalui pintu dan
untuk memungkinkan ruangan yang diperlukan untuk
elemen seperti jendela dan radiator untuk tujuan
manipulasi dan pemeliharaan.
Tahap 2: Desain Modul Workstation
Tujuan dari tahap ini adalah merancang modul
workstation yang sesuai dengan kebutuhan para
pekerja. Setiap modul terdiri dari elemen-elemen yang
sesuai untuk kegiatan kerja, yaitu meja, tempat duduk,
lemari penyimpanan, kursi pengunjung, dan
perlengkapan lain yang diperlukan untuk pekerjaan
tersebut. Ruang kosong harus disediakan di sekitar
furnitur untuk jalur antara workstation serta untuk
duduk dan bangun dari kursi tanpa halangan
(Salvendy, G. (Ed.)., 2012). Meletakkan modul
workstation alih-alih elemen individu seperti meja,
kursi, dan sebagainya, memungkinkan perancang
untuk fokus pada persyaratan yang terkait dengan
keseluruhan tata letak tempat kerja, pada saat yang
sama memastikan kepatuhan dengan persyaratan yang
terkait dengan masing-masing workstation (Salvendy,
G. (Ed.)., 2012).
340 | Human Factor Engineering
Tahap 3: Penempatan Unit Organisasi
Tujuan dari tahap ini adalah untuk memutuskan
penempatan unit organisasi yang berbeda (yaitu
departemen, tim kerja, dll.) Di dalam berbagai ruang
bebas gedung. Ada lima masalah utama yang harus
dipertimbangkan di sini: (i) bentuk setiap ruang, (ii)
luas yang dapat dieksploitasi dari setiap ruang, yaitu
area tempat workstation dapat ditempatkan, (iii) luas
yang diperlukan untuk setiap unit, (iv) kedekatan
yang diinginkan antara unit-unit yang berbeda, dan (v)
persyaratan khusus akhirnya dari setiap unit yang
dapat menentukan penempatan absolutnya di dalam
gedung (misalnya, resepsi harus ditempatkan tepat di
sebelah pintu masuk utama) (Salvendy, G. (Ed.).,
2012).
Tahap 4: Penempatan Modul Workstation
Mempertimbangkan output dari tahap sebelumnya,
penempatan modul workstation di setiap unit dapat
dimulai. Panduan berikut memberikan bantuan dalam
memenuhi persyaratan ergonomis (Salvendy, G. (Ed.).,
2012) :
1. Tempatkan workstation dengan cara yang
memfasilitasi kerja sama antar rekan kerja.
Dengan kata lain, pekerja yang bekerja sama
dengan erat harus ditempatkan berdekatan.
Seta A. Wicaksana | 341
2. Tempatkan workstation yang menerima
pengunjung eksternal di dekat pintu masuk.
3. Tempatkan sebanyak mungkin workstation di
dekat jendela. Jendela dapat memberikan
manfaat selain variasi pencahayaan dan
pemandangan (Salvendy, G. (Ed.)., 2012).
Mereka memungkinkan penyesuaian cahaya
yang halus melalui tirai atau tirai venetian dan
memberikan titik fokus visual yang jauh, yang
dapat menghilangkan kelelahan mata. Lebih
lanjut, penelitian terkait telah menemukan
bahwa orang sangat menyukai workstation
yang ditempatkan di dekat jendela (Salvendy,
G. (Ed.)., 2012).
4. Hindari menempatkan orang yang bekerja di
aliran udara yang dibuat oleh AC, jendela yang
terbuka, dan pintu.
5. Tempatkan modul workstation sedemikian
rupa sehingga membentuk koridor lurus
menuju pintu. Lebar koridor untuk lintasan
satu orang harus paling sedikit 60 cm dan
untuk lintasan dua orang minimal 120 cm
(Salvendy, G. (Ed.)., 2012).
6. Sisakan ruang yang diperlukan di depan dan di
samping sakelar listrik dan steker dinding.
7. Sisakan ruang yang diperlukan untuk
menunggu pengunjung. Dalam kasus di mana
342 | Human Factor Engineering
antrian menunggu diharapkan, sediakan
setidaknya ruang kosong dengan lebar 120 cm
dan panjang n × 45 cm, di mana n adalah
jumlah maksimum orang yang menunggu yang
diharapkan. Tambahkan panjang ini 50 cm lagi
di depan antrian.
Tahap 5: Orientasi Modul Workstation
Tahapan ini bertujuan untuk menentukan arah modul
workstation masing-masing unit untuk memenuhi
persyaratan ergonomis. Tahapan ini dapat dilakukan
secara bersamaan dengan atau setelah tahapan
sebelumnya. Pedoman berikut dapat diterapkan,
membuat penjualan yang sesuai jika semuanya tidak
dapat dipenuhi:
1. Arahkan
workstation
sedemikian
rupa
sehingga tidak ada jendela langsung di depan
atau di belakang pekerja saat mereka melihat
ke terminal tampilan visual (VDT). Di kantor,
jendela memainkan peran yang mirip dengan
lampu: sebuah jendela tepat di depan pekerja
mengganggu melalui silau langsung, sementara
tepat di belakang menghasilkan pantulan silau.
Untuk alasan ini, workstation VDT idealnya
harus ditempatkan pada sudut kanan ke
jendela (Salvendy, G. (Ed.)., 2012).
Seta A. Wicaksana | 343
2. Arahkan
workstation
sedemikian
rupa
sehingga tidak ada sumber pencahayaan
langsung dalam jarak ± 40◦ dalam arah vertikal
dan horizontal dari garis pandang untuk
menghindari silau langsung (Salvendy, G.
(Ed.)., 2012).
3. Arahkan workstation dengan cara yang
memungkinkan pekerja mengamati pintu
masuk.
4. Orientasikan workstation untuk memfasilitasi
kerja sama antar anggota tim kerja. Gambar 16
menunjukkan orientasi alternatif workstation,
tergantung pada jumlah anggota tim dan ada
tidaknya seorang pemimpin (Salvendy, G.
(Ed.)., 2012).
344 | Human Factor Engineering
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Desain tempat kerja memiliki dampak besar pada
produktivitas pekerja. Memanfaatkan ruang dengan
sebaik-baiknya melalui penempatan peralatan yang
optimal, mengintegrasikan faktor manusia ke dalam
desain tempat kerja, dan secara efektif menyelaraskan
tempat kerja dengan lingkungan sekitarnya adalah
aspek penting dari ergonomi. Desain tempat kerja
yang ergonomis bertujuan untuk meningkatkan
kinerja pekerja (baik dalam jumlah maupun kualitas)
serta memastikan keselamatan dan kesehatan kerja
dengan melalui meminimalkan beban kerja fisik dan
ketegangan yang terkait pada pekerja, memfasilitasi
pelaksanaan tugas, dan juga mencapai kemudahan
penggunaan pada berbagai elemen tempat kerja.
Saran
Saran
untuk
penulisan
makalah
berikutnya,
diharapkan dapat membahas dengan lebih mendalam,
serta menambahkan sumber yang lebih banyak
sehingga makalah dapat memperkaya pembahasan
mengenai workplace design dan ergonomic dan dapat
menambahkan lebih banyak contoh pada setiap
bagiannya agar mudah dipahami oleh pembaca.
Seta A. Wicaksana | 345
Daftar Pustaka
Corlett, E.N. and Clark, T.S. 1995. The Ergonomics of
Workspaces and Machines- A Design Manual.
Taylor & Francis, 2nd eds. USA.
Kroemer, K. H. (2017). Fitting the human: Introduction
to ergonomics/human factors engineering. CRC
Press.
MacLeod, D., 1995. The Ergonomics Edge. Van
Nostrand reinhold, A Division of International
Thomson Publishing Inc. USA.
Salvendy, G. (Ed.). (2012). Handbook of human factors
and ergonomics. John Wiley & Sons.
346 | Human Factor Engineering
Human Engineering: Loading Handling
Seta A. Wicaksana | 347
Latar Belakang
Kondisi fasilitas dan penanganan pemuatan pada
awalnya secara terpisah diklasifikasikan sebagai baik,
biasa atau buruk. Untuk final analisis, mereka
dikelompokkan. Variabel ini diklasifikasikan sebagai
"optimal" ketika dua variabel (kondisi fasilitas dan
penanganan pemuatan) mendapat evaluasi yang baik,
"dapat diterima" jika hanya satu variabel (kondisi
fasilitas
dan
penanganan
pemuatan)
yang
diklasifikasikan sebagai reguler, dan "tidak dapat
diterima" jika setidaknya ada satu evaluasi yang buruk
atau keduanya diklasifikasikan sebagai reguler
(Mendonça, Vaz, , Vaz, Leal, Silveira, Restle, &
Cardoso. 2019).
Kita semua "menangani" beban setiap hari. Saat
mengemas, memindahkan, dan menyimpan objek,
kami mengangkat, menurunkan, menahan, membawa,
mendorong, menarik, menyeretnya. Muatannya
mungkin lunak atau padat, besar atau kecil; bisa
berupa tas, kotak, wadah. Kami menangani objek
sesekali atau berulang kali selama aktivitas waktu
luang, tetapi sering kali sebagai bagian dari pekerjaanpekerjaan kami. Di tempat kerja, desain ergonomis
348 | Human Factor Engineering
dari beban, kontainer, dan tempat kerja dapat
membantu menghindari kelelahan dan cedera, seperti
yang harus dilakukan instruksi dan pelatihan tentang
cara mengangkat dengan benar. Untuk beberapa
pekerjaan, pemilihan orang yang secara fisik mampu
menangani
material
yang
berat
dapat
dipertimbangkan (Salvendy, G., 2012).
Jika dilakukan di tempat kerja, aktivitas tersebut
sering kali diberi label penanganan material manual—
tautologi yang patut dicontoh karena dalam bahasa
Latin, manus berarti "tangan". Sebuah lapisan benarbenar menutupi dasar palet dalam arah horizontal dan
lapisan lainnya bisa diletakkan di atasnya untuk
membentuk palet. Komposisi lapisan tiap produk
sudah ada sebelumnya diputuskan, jadi masalahnya
terdiri dari menumpuk lapisan untuk membangun
palet. Setelah palet dibuat, mereka ditempatkan ke
dalam truk. Kami berasumsi bahwa ada persediaan
truk identik yang tidak terbatas (Alonso, AlvarezValdes, Iori, & Parreño, 2019).
Pengertian pemindahan bahan secara manual
(MMH), menurut American Material Handling Society
bahwa material handling dinyatakan sebagai seni dan
ilmu
yang
meliputi
penanganan
(handling),
pemindahan (moving), pengepakan (packaging),
penyimpanan (storing), dan pengawasan (controlling),
dari
material
dengan
segala
bentuknya
(Wignjosoebroto, 1996).
Seta A. Wicaksana | 349
Penanganan Material Membebani Tubuh
Penanganan material adalah salah satu penyebab
cedera yang paling sering dan sering parah di seluruh
dunia, dengan ketegangan di punggung bawah sering
terjadi. Biaya langsung dan tidak langsungnya sangat
besar, dan penderitaan manusia yang terkait dengan,
misalnya cedera punggung, tidak dapat diukur
(Salvendy, G., 2012).
1. Stres dengan Penanganan Material
Membungkuk, meregangkan, menggapai, atau
sebaliknya hanya menggerakkan tubuh kita sendiri
membutuhkan ketegangan otot dan beban persendian
tubuh. Manipulasi objek yang ringan dan kecil pun
menambah ketegangan, terutama jika sering
dilakukan. Beban berat dan berat menimbulkan
ketegangan
tambahan
pada
benda
karena
memindahkan lebih banyak massa membutuhkan
lebih banyak gaya dari kita (hukum kedua Newton °),
yang bahkan lebih menuntut jika kita harus
melakukannya dalam konfigurasi benda yang
canggung (Salvendy, G., 2012).
2. Kekuatan Eksternal dan Internal
Pengerahan tenaga dan energi untuk menggerakkan
suatu benda dengan tangan membebani tangan,
350 | Human Factor Engineering
lengan, bahu, batang tubuh, dan sering kali kaki.
Mengangkat atau menurunkan, mendorong atau
menarik, atau membawa beban pada dasarnya
menekankan bagian yang sama dari sistem
muskuloskeletal, tetapi jelas arah dan besarnya vektor
gaya eksternal dan internal berbeda (Salvendy, G.,
2012).
3. Nyeri Terkait Mengangkat
Area utama yang menjadi perhatian fisiologis dan
antromekanis adalah punggung, terutama area tulang
belakang lumbal. Setiap kontraksi otot batang
longitudinal menekan kolom tulang belakang, satusatunya struktur penahan beban pada batang tubuh.
Ini membebani tulang belakang, terutama cakram dan
sendi facet dari vertebra; tetapi semua jaringan ikat
tulang belakang (ligamen dan tulang rawan serta otot
dengan tendonnya) mungkin mengalami luka, keseleo,
atau trauma. Oleh karena itu, rujukan ke "nyeri
punggung bawah setelah mengangkat" sering muncul
dalam percakapan dan tulisan (Salvendy, G., 2012).
4. Aktivitas yang Menegangkan
Angkat
beban
menimbulkan
ketegangan
muskuloskeletal seperti itu, tetapi juga terjadi pada
olahraga lain dan dalam banyak aktivitas santai dan
Seta A. Wicaksana | 351
pekerjaan. Sebagian besar waktu, kita menggunakan
energi dengan sengaja ke arah objek luar, tetapi tubuh
kita mungkin terkena energi eksternal secara tidak
terduga, seperti ketika kita menangkap suatu objek
atau menangkap diri sendiri jika kita akan terpeleset
atau jatuh. Ketegangan bisa statis, saat kita menahan
beban dan menjaga tubuh kita tetap diam, atau
mungkin dinamis dengan onset cepat atau lambat dan
durasi pendek atau panjang. Strain mungkin tunggal
atau terdiri dari beberapa peristiwa; jika strain yang
sama atau serupa terulang kembali, pengulangan
tersebut dapat menyebabkan gangguan trauma
kumulatif (Salvendy, G., 2012).
Kemampuan Bak Terkait Dengan Penanganan
Beban
1.
Kekuatan Bersifat Individual dan Situasional
Penanganan material, seperti mengangkat dan
menurunkan, mendorong dan menarik, membutuhkan
tubuh kita untuk mengerahkan energi. Energi yang
dibutuhkan untuk melakukan tugas-tugas ini harus
dibangkitkan di dalam tubuh oleh otot-ototnya dan
kemudian diberikan dalam bentuk gaya atau torsi dari
waktu ke waktu ke benda luar. Kemampuan kekuatan
seperti itu bergantung pada kebugaran individu kita
dan pada kondisi situasional ° seperti sikap tubuh,
menunjukkan contoh gaya dorong dan tarik statis
352 | Human Factor Engineering
yang diukur dalam kondisi eksperimental yang diatur
sehingga subjek menjaga tubuh mereka tetap diam
saat mereka melakukan upaya maksimal satu kali.
Namun, pada kenyataannya, biasanya orang benarbenar menggerakkan tubuh dan beban eksternal
mereka secara dinamis, sering kali berulang kali
(Salvendy, G., 2012).
2. Kembali Kerja Berlebihan
Pengerahan kekuatan otot saat mengangkat,
menurunkan, mendorong, menarik, membawa, dan
menyeret beban adalah upaya yang dinamis, sering
kali dalam bentuk kerja berat. Perhatian utama adalah
keausan yang terkait di punggung, yang dapat
menekan struktur tulang belakang secara berlebihan,
terutama dari diskus intervertebralis lumbal. Nyeri
punggung bawah ° (LBP) mengurangi mobilitas dan
vitalitas seseorang; sering menyebabkan lama absen
dari pekerjaan dan muncul dalam statistik Amerika
Utara dan Eropa sebagai salah satu penyebab utama
kecacatan dini. LBP sering terjadi bahkan pada
kelompok usia yang lebih muda, dan pekerjaan
tertentu sangat rentan terhadapnya: perawat, buruh,
petani, pengurus bagasi, dan pekerja gudang sering
menderita cacat punggung. Cedera akibat kelelahan,
terutama di punggung bawah, terhitung sekitar
seperempat dari semua kasus yang dilaporkan
Seta A. Wicaksana | 353
melumpuhkan pekerjaan di Amerika Serikat; beberapa
industri melaporkan bahwa lebih dari setengah dari
semua cedera disebabkan oleh aktivitas yang
berlebihan. Statistik kecelakaan dan kesehatan di
Inggris dan Jerman, misalnya, menunjukkan angka
yang serupa. Jelas, regangan punggung bawah adalah
salah satu penyebab paling umum dari cedera dan
kecacatan di banyak populasi industri (Salvendy, G.,
2012).
3. Pembebanan Tulang Belakang
Banyak korban LBP tidak dapat menentukan kapan
masalah punggung mereka dimulai: tidak ada momen
atau tindakan tertentu saat nyeri muncul; sebaliknya,
itu berkembang perlahan sampai cukup kuat untuk
merepotkan, bahkan untuk melumpuhkan. Saat kita
melihat seseorang yang berdiri bebas, tulang belakang
yang sehat memiliki bentuk S yang ramping jika tegak
jika dilihat dari samping. Sendi facet tulang belakang
menyediakan mobilitas tulang-ke-tulang dan transmisi
beban yang kokoh; diskus intervertebralis memberikan
elastisitas dan mobilitas. Saat kita mempertimbangkan
berat badan dari kepala ke bawah, terlihat jelas bahwa
beban ruas tulang belakang meningkat dari leher ke
bawah; itu terbesar di dekat bagian bawah, di daerah
pinggang. Menjaga keseimbangan tubuh bagian atas
membutuhkan penegangan otot di batang, yang
354 | Human Factor Engineering
menekan tulang belakang. Beban yang dibawa, gaya
tangan/lengan/bahu/badan,
dan
gerakan
mengintensifkan tekanan kompresi, tekukan, dan
puntiran kolom tulang belakang (Salvendy, G., 2012).
4. Disk Tergelincir
Diskus tulang belakang memisahkan tulang belakang
dan memberikan penyerapan dan fleksibilitas kejutan.
Disk degenerasi terjadi dengan penuaan dan dari
gerakan berulang: beban berlebih yang tiba-tiba dapat
dengan mudah menyebabkan cedera akut, terutama
saat penuaan dan keausan datang bersamaan.
Degenerasi disk terutama memengaruhi lapisan luar;
kehilangan cairan dapat membuat cincin berserat
rapuh dan rapuh. Pada awalnya, perubahan
degeneratif sebagian besar membuat cakram lebih rata,
yang mengurangi penyerapan guncangan dan
mobilitas tulang belakang. Dalam kasus ini, bahkan
tindakan kecil seperti mengangkat tubuh sendiri atau
beban ringan atau sedikit tersandung atau kejadian
serupa dapat menyebabkan cedera diskus dan nyeri
punggung yang parah. Degenerasi progresif dari
cakram
dan/atau
beban
mendadak
dapat
menyebabkan herniasi cakram, ketika pecahnya cincin
berseratnya memungkinkan sedikit inti seperti gel
meresap di bawah gaya kompresi yang tiba-tiba.
Kerusakan seperti itu mempersempit ruang antara
Seta A. Wicaksana | 355
tulang belakang dan menghasilkan ketegangan pada
otot dan ligamen tulang belakang, dan bagian yang
cacat dapat menghasilkan tekanan pada saraf tulang
belakang. Kejadian ini dapat menyebabkan berbagai
ketidaknyamanan, nyeri dan nyeri, dan dapat
menyebabkan masalah kesehatan yang melumpuhkan
seperti sakit pinggang dan linu panggul (Salvendy, G.,
2012).
5. Biomekanik Pemuatan Disk
Dalam contoh ini, gaya otot M yang relatif besar (di
sini: 20 kali beban eksternal) dan gaya kompresi kolom
besar C (26 kali beban eksternal) terutama dihasilkan
dari lengan tuas pendek yang tidak menguntungkan m
dari otot M. Tuas itu adalah ditentukan secara
anatomis, jadi kami tidak dapat mengubahnya—tetapi
beban eksternal L berada di bawah kendali kami, baik
dalam besaran maupun lokasi relatif terhadap benda
(Salvendy, G., 2012).
Baik gaya otot punggung M dan gaya tekan kolom
C berkurang saat L dan I semakin kecil—jadi kurangi
beban eksternal dan jaga agar tetap dekat. M dan C
menjadi lebih kecil jika kita menjaga tubuh lebih tegak
(yang mengurangi w dan juga l) dan jika kita
menurunkan berat badan bagian atas W—jadi
langsingkan perut itu (Salvendy, G., 2012).
356 | Human Factor Engineering
Pertimbangan antromekanis sederhana seperti itu
menunjukkan bahwa peringatan berikut mengurangi
risiko jaringan ikat tulang belakang dan kolom
(Salvendy, G., 2012) :
• Jaga agar beban eksternal kecil.
• Jaga agar beban eksternal tetap dekat dengan
tubuh.
• Jaga agar tubuh bagian atas tetap tegak.
• Singkirkan kelebihan berat badan bagian atas,
termasuk tonjolan perut
Menilai Kemampuan Penanganan Beban
Pengalaman sehari-hari dan studi epidemiologi formal
telah lama menunjukkan hubungan yang diharapkan:
tingkat dan dosis regangan yang disebabkan oleh
penanganan beban menentukan kejadian dan tingkat
keparahan cedera. Secara alami, kemampuan untuk
menoleransi regangan penanganan beban berbeda di
antara
individu.
Fisiologi,
biomekanik,
dan
psikofisiologi menyediakan pendekatan disipliner
yang dapat digunakan, sering kali dalam kombinasi,
untuk menilai kemampuan individu dan populasi
(Salvendy, G. (Ed.)., 2012).
Seta A. Wicaksana | 357
1. Pemuatan Disk Intervertebralis
Sekitar tahun 1970, para peneliti dapat mengukur
tekanan di dalam diskus intervertebralis yang
dipengaruhi oleh postur tubuh dan beban penahan.
Berdasarkan salah satu studi awal, menggambarkan
perubahan regangan pada piringan antara vertebra
lumbal ketiga dan keempat dalam berbagai postur
tubuh. Dibandingkan dengan berdiri tegak tanpa
beban, berdiri tegak dengan beban 10 kg di masingmasing tangan secara alami meningkatkan tekanan
disk; menahan beban sambil berdiri dengan lutut
ditekuk dan menekuk di punggung semakin
meningkatkan beban disk. Namun, tekanan terbesar
terjadi saat 20 kg dipegang dengan kaki terkunci dan
punggung bulat. Peneliti lain mengulangi studi ini dan
menemukan hasil yang pada dasarnya sama:
punggung yang bengkok atau bengkok menyebabkan
tekanan yang lebih tinggi dan mungkin berbahaya
pada diskus intervertebralis daripada punggung lurus.
Membengkokkan bagian belakang menyebabkan
tekanan berat di tepi depan disk yang juga
menghasilkan geser. Meluruskan bagian belakang
menghilangkan geser, membuat sambungan facet
membawa
sebagian
beban
tekan,
dan
mendistribusikan gaya kompresi secara lebih merata
ke seluruh permukaan disk, yang semuanya
mengurangi risiko kerusakan (Salvendy, G. (Ed.).,
2012).
358 | Human Factor Engineering
2. Kekuatan Angkat
Saat mengukur kekuatan angkat seseorang, kita harus
memastikan bahwa orang tersebut bekerja sama
sepenuhnya, tetapi tidak dalam bahaya cedera selama
pengujian. Sampai sekitar pertengahan abad kedua
puluh, informasi tentang kemampuan mengangkat
manusia sangat bergantung pada pengukuran
kekuatan tubuh "ke atas" statis (isometrik). Memasuki
tahun 1980-an, penilaian ―peningkatan‖ statis
semacam itu menjadi dasar untuk pernyataan yang
agak sederhana (dan dalam beberapa kasus
mengejutkan) tentang beban yang seharusnya, pria,
wanita, dan bahkan anak-anak (!) Dapat mengangkat
dengan aman ° (Salvendy, G. (Ed.)., 2012).
3. Psikofisiologi
Dibandingkan dengan pengujian statis, merancang
dan mengendalikan eksperimen dengan pengerahan
kekuatan dinamis yang realistis jauh lebih rumit °.
Dalam tes ini, subjek memutuskan berapa banyak
usaha yang harus dilakukan; ini termasuk tugas
kompleks untuk menilai ° (sering kali secara tidak
sadar) persepsi tentang seberapa berat ujian tersebut.
Penilaian ini sebagian bergantung pada pengalaman
dan sebagian besar pada integrasi umpan balik
internal tentang berbagai fungsi tubuh fisiologis (otot,
peredaran darah, metabolisme, dll.) yang terlibat
Seta A. Wicaksana | 359
dalam upaya. Berdasarkan penilaian ini, subjek
memutuskan jumlah kekuatan atau energi yang ingin
dia latih selama waktu tertentu, katakanlah 10 menit
atau delapan jam, tanpa membahayakan atau
melelahkan diri sendiri. Eksperimen "psikofisik"
semacam itu telah dilakukan untuk menilai tugastugas yang dilakukan khususnya dalam penanganan
material industri dan oleh petugas pemadam
kebakaran dan tentara, serta perawat (Salvendy, G.
(Ed.)., 2012).
Panduan Pengangkatan dan Penurunan NIOSH
Dimulai pada akhir 1970-an, Institut Nasional
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH) ° A.S.
mulai mengembangkan pedoman untuk mengangkat
dan menurunkan. NIOSH menggabungkan beberapa
pendekatan disipliner (Salvendy, G. (Ed.)., 2012):
1. Biomekanik
Kriteria biomekanik didasarkan pada kekuatan otot
dan toleransi jaringan. Ini termasuk penilaian
kemampuan menahan beban sendi tulang belakang
dan kekuatan statis dan dinamis. Yang menonjol di
antara kriteria fisik yang digunakan untuk
mengembangkan pedoman adalah kompresi diskus
tertinggi yang dapat diterima di tulang belakang
360 | Human Factor Engineering
lumbar—lihat kasus antromekanis yang dibahas
sebelumnya. NIOSH menggunakan 3,4 kN sebagai
kekuatan kompresi disk yang diizinkan secara
maksimal (Salvendy, G. (Ed.)., 2012).
2. Fisiologi
NIOSH menggunakan kriteria fisiologis terutama
untuk mencegah ketegangan dan kelelahan seluruh
tubuh. Karakteristik tugas penting menyangkut lokasi
beban eksternal dan lamanya pekerjaan, terutama
frekuensi kerja dan pola kerja/istirahat. NIOSH
menggunakan batasan berikut untuk pengeluaran
energi: 50% VO2max hingga satu jam kerja
berkelanjutan; 40% dari VO2max untuk satu hingga
dua jam kerja berkelanjutan; 33% dari VO2max untuk
dua hingga delapan jam kerja lanjutan (Salvendy, G.
(Ed.)., 2012).
3. Psikofisiologi
Persepsi manusia tampaknya mampu memadukan
tuntutan antromekanis dan fisiologis. Berdasarkan
studi psikofisik yang dilakukan di Amerika Serikat,
NIOSH merekomendasikan bahwa pekerjaan tersebut
harus dapat diterima oleh sebagian besar populasi
yang terpapar. Singkatnya, kriteria pembatas yang
digunakan oleh NIOSH adalah (Salvendy, G. (Ed.).,
2012) :
Seta A. Wicaksana | 361
• Biomekanis untuk beban tinggi dan frekuensi
penanganan rendah
• Psikofisiologis untuk beban sedang dan
frekuensi penanganan rendah sampai sedang
• Fisiologis untuk beban rendah dan frekuensi
penanganan tinggi
4. Batas Berat NIOSH
Panduan NIOSH berlaku untuk berikut ini (Salvendy,
G. (Ed.)., 2012) :
•
•
•
•
•
•
Pengangkatan halus (tidak menyentak)
Lift dua tangan
Lebar beban di bawah 75 cm
Postur tubuh tidak terbatas
Traksi kaki yang baik
Lingkungan yang sesuai dengan kelembapan
rendah, suhu yang sesuai, pencahayaan yang
baik
Pedoman NIOSH ° terbaru berisi batas berat yang
direkomendasikan (RWL) yang dapat diangkat atau
diturunkan oleh 90% pekerja industri A.S., pria atau
wanita. Berat maksimal 23 kg, dalam kondisi optimal.
Namun, kondisi optimal jarang terjadi; Oleh karena
itu, beban biasanya harus lebih rendah, yang
ditentukan oleh beberapa faktor, yang meliputi
(Salvendy, G. (Ed.)., 2012) :
362 | Human Factor Engineering
• Titik awal dan akhir dari jalur tangan
• Apakah tindakan tersebut dilakukan di depan
tubuh atau tidak
• Frekuensi
tindakan
mengangkat
dan
menurunkan
• Kualitas kopling antara tangan dan beban
Faktor-faktor ini dan beberapa faktor lainnya
menjadi pengali dalam persamaan yang
digunakan untuk menghitung RWL yang
berlaku pada kondisi tertentu °.
Pedoman Penanganan Material Liberty Mutual
Pada waktu yang hampir bersamaan ketika NIOSH
mengembangkan pedomannya, Snook dan Ciriello di
Liberty Mutual Insurance Company melakukan tes
psikofisik dengan pekerja AS untuk menentukan
upaya yang bersedia mereka lakukan dalam
mendorong dan menarik, dalam membawa dan
mengangkat dan menurunkan beban (Salvendy, G.
(Ed.)., 2012).
1. Gaya dan Bobot yang Dapat Diterima
Penelitian ini terutama menggunakan
psikofisik, tetapi juga mencakup
konsumsi oksigen, detak jantung, dan
antropometri. Subjek mengontrol berat
metodologi
pengukuran
karakteristik
benda atau
Seta A. Wicaksana | 363
gaya yang mereka terapkan; semua variabel tugas
lainnya, seperti frekuensi, ukuran, tinggi, jarak, dll.,
dipilih oleh pelaku eksperimen. Selama percobaan,
subjek memantau perasaan mereka sendiri tentang
pengerahan tenaga atau kelelahan; karenanya, mereka
menyesuaikan beban atau tenaga sehingga mereka
akan bekerja sekeras mungkin tanpa memaksakan diri,
tanpa menjadi sangat lelah, lemah, kepanasan, atau
kehabisan napas. Hasil tes dikompilasi ke dalam tabel
dengan bobot dan kekuatan maksimal yang dapat
diterima oleh 10%, 25%, 50%, 75%, 90% dari populasi
pria dan wanita A.S. °(Salvendy, G. (Ed.)., 2012).
2. Wanita Versus Pria dalam Menangani Beban
Tabel
Liberty
Mutual
tentang
mengangkat,
menurunkan, mendorong, menarik, dan membawa
memberikan data tentang kemampuan dan batasan
pekerja A.S., yang dikelompokkan berdasarkan
perempuan dan laki-laki. Beberapa temuan terkait
adalah sebagai berikut (Salvendy, G. (Ed.)., 2012) :
• Membungkuk — Setiap tugas yang dimulai atau
diakhiri dengan tangan di bawah tinggi buku jari
menghadirkan beberapa risiko. Semakin dalam
gerakan menekuk, semakin besar tekanan fisik
pada punggung bawah. Sering menekuk berapa
pun beratnya tidak disarankan.
364 | Human Factor Engineering
• Memutar — Gerakan ini menempatkan kekuatan
yang tidak rata di punggung, menghasilkan
tekanan fisik tambahan. Semakin besar
putarannya, semakin stres tugas itu secara fisik.
• Jangkauan — Jarak dari tubuh tempat beban
dipegang sangat memengaruhi gaya di
punggung, bahu, dan lengan. Semakin jauh
jangkauannya, semakin stres tugas tersebut
secara fisik.
• Lift dengan satu tangan — Tabel tidak dapat
digunakan untuk mengevaluasi tugas dengan
satu tangan. Secara alami, tugas-tugas ini
menempatkan beban yang tidak rata di bagian
belakang dan menghadirkan tekanan fisik yang
lebih besar daripada lift dua tangan.
• Menangkap atau melempar barang — Tabel
tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi jenis
tugas ini. Setiap tugas yang melibatkan
menangkap atau melempar barang membuat
stres secara fisik dan oleh karena itu, merupakan
kandidat yang baik untuk didesain ulang.
3. Membandingkan Pedoman NIOSH dan Liberty
Mutual
Secara keseluruhan, ada kesepakatan yang tumpang
tindih dan adil antara rekomendasi untuk mengangkat
Seta A. Wicaksana | 365
dan menurunkan. Jika ada perbedaan, pilihan yang
bijaksana adalah menggunakan nilai yang lebih
rendah. Nilai-nilai NIOSH adalah uniseks, sedangkan
Snook dan Ciriello di Liberty Mutual menganggap
pekerja perempuan dan laki-laki secara terpisah.
Kedua rangkaian rekomendasi tersebut menunjukkan,
seperti yang diharapkan, bahwa beban tinggi,
jangkauan jauh, pengulangan, dan pembengkokan
atau puntiran yang dalam pada bodi mengurangi
upaya yang dapat diterima. Kedua rangkaian
rekomendasi menunjukkan bahwa cara penggabungan
antara tangan dan beban kode menentukan seberapa
banyak orang bersedia mengerahkan. Gagang hilang,
tepi tajam, atau benda yang terlalu lebar sehingga sulit
untuk dipegang ° mengurangi nilai beban yang dapat
diterima (Salvendy, G. (Ed.)., 2012).
Rekomendasi yang dikumpulkan oleh NIOSH dan
Liberty Mutual Insurance Company berlaku untuk
Amerika Utara. Populasi lain mungkin memiliki
bentuk tubuh dan karakteristik kekuatan yang
berbeda; tugas kerja mereka, kebiasaan dan prosedur
mereka di tempat kerja, dan kondisi kerja mereka
mungkin sangat berbeda. Pertimbangkan keadaan ini
dan
kode,
standar,
atau
peraturan
lokal/regional/nasional (Salvendy, G. (Ed.)., 2012).
366 | Human Factor Engineering
Merancang untuk Penanganan Beban yang Lebih
Mudah
Tulang belakang adalah satu-satunya struktur padat di
pantat manusia yang tegak yang menjaga tulang rusuk
agar tidak jatuh ke panggul. Bahkan, tanpa beban
eksternal,
bagian
belakang
yang
bengkok
menghasilkan geser pada disk dan tekanan berat di
tepi depan sehingga menimbulkan risiko kerusakan,
bahkan pecahnya disk. Selanjutnya, menekuk dan
memutar tubuh meningkatkan ketegangan pada
tulang belakang dan jaringan ikatnya. Meluruskan
bagian belakang ke kurva alami menghilangkan geser,
membuat sambungan facet membawa sebagian beban
tekan, dan mendistribusikan gaya kompresi secara
lebih merata ke permukaan disk, yang semuanya
mengurangi risiko cedera (Salvendy, G., 2012).
1. Tekanan Intraabdominal dan Angkat Sabuk
Mengangkat, menurunkan, atau menggendong
biasanya menghasilkan peningkatan tekanan yang
cukup besar di dalam rongga perut, secara alami
disertai dengan kontraksi otot perut. Tekanan
intraabdominal
yang
dihasilkan
membantu
menstabilkan batang tubuh dan mengurangi beban
tulang belakang dan struktur pendukungnya.
Pengamatan tekanan intraabdominal yang meningkat
itu memunculkan ide untuk memasang sabuk kaku di
Seta A. Wicaksana | 367
sekitar bagasi, dengan tujuan membantu para atlet
angkat besi dan penangan material yang kompetitif
untuk menghindari masalah punggung. Namun,
penyelidikan telah menunjukkan bahwa sabuk
belakang sering kali tidak efektif °: sabuk tersebut
tidak dapat menggantikan solusi ergonomis yang
tepat, yang paling banter mencegah kebutuhan
penanganan material, atau setidaknya membuatnya
lebih mudah. Kebetulan, atlet angkat besi yang
memakai ikat pinggang pun sering mengalami cedera
(Salvendy, G., 2012).
2. Memudahkan Penanganan Beban
Mesin tidak memiliki punggung untuk terluka; oleh
karena itu, penanganan beban, terutama pengangkatan
dan penurunan, lebih baik dilakukan oleh mesin
daripada oleh manusia. Jika manusia harus melakukan
pekerjaan itu, cara paling efektif untuk menghindari
mengangkat dan menurunkan adalah dengan
mengubah aktivitas tersebut menjadi membawa, atau
bahkan lebih baik, menjadi mendorong dan menarik.
Membawa paling baik dilakukan di kedua bahu
dengan sebuah kuk. Tentu saja, boneka atau gerobak,
dapat mengambil alih pekerjaan pengangkutan,
mengubahnya menjadi kategori penanganan muatan
yang paling tidak berisiko, yaitu mendorong dan
menarik. Jika seseorang harus menghasilkan dorongan
368 | Human Factor Engineering
atau tarikan yang dibutuhkan, konveyor atau cara
serupa untuk memfasilitasi gerakan adalah di antara
solusi teknis pilihan (Salvendy, G., 2012).
3. Belajar Mengangkat dengan Aman?
Tampaknya seseorang harus dapat belajar untuk tidak
dengan canggung mengangkat benda dari lantai,
tetapi lebih aman di antara kaki seseorang, atau lebih
baik lagi, mengambilnya dari tempat penyimpanan
yang ditinggikan. Demikian juga, harus dimungkinkan
untuk belajar menurunkan, membawa, mendorong
dan menarik, dan penanganan material manual
lainnya dengan cara yang aman. Misalnya, seseorang
harus belajar untuk tidak menggunakan tenaga yang
kuat dengan tubuh yang terpelintir atau batang yang
sangat bengkok, atau dalam gerakan yang tiba-tiba.
Seharusnya wajar untuk menggunakan nasihat
sederhana seperti itu, tetapi ternyata, adalah sifat
manusia juga untuk tidak selalu mengikuti cara yang
benar. Banyak agen dan pakaian komersial telah
mengembangkan kursus sistematis dan sering kali
agak canggih untuk menginstruksikan perawat,
pekerja gudang, penambang, dan tukang, untuk
menyebutkan
beberapa,
untuk
melakukan
penanganan material dengan cara yang aman.
Sayangnya, banyak survei dan evaluasi sistematis dari
hasil instruksi tersebut telah menunjukkan bahwa
Seta A. Wicaksana | 369
sejumlah besar cedera terjadi bahkan setelah teknik
penanganan beban yang tepat diajarkan. Oleh karena
itu, tampaknya instruksi dan pelatihan jauh kurang
efektif, jika berhasil sama sekali °, daripada rekayasa
tugas yang tepat ° untuk sepenuhnya menghilangkan
risiko kerja berlebihan dan cedera. Oleh karena itu,
―melepaskan tangan dari penanganan beban‖ adalah
nasihat yang baik (Salvendy, G., 2012).
370 | Human Factor Engineering
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Tubuh manusia rentan terhadap kelelahan dan cedera
akibat penanganan beban. Kerusakan sering terjadi
pada elemen muskuloskeletal punggung bawah.
Upaya untuk mendidik penanganan beban dalam
prosedur yang benar dan aman biasanya kurang
efektif daripada yang diinginkan. Satu-satunya cara
yang benar-benar berhasil untuk menghindari cedera
manusia adalah merancang risiko secara skematis.
Mengangkat dan menurunkan, biasanya aktivitas
yang paling berisiko, sebaiknya dihilangkan sama
sekali. Jika itu tidak mungkin, mekanisasi tugas
menghindari keterlibatan manusia; mekanisasi
mungkin menarik secara ekonomi jika beban
dinaikkan, misalnya, dengan mengemas beberapa
barang berat menjadi satu. Tindakan sebaliknya,
mengurangi beban, tepat jika keterlibatan manusia
tidak dapat dihindari.
Menggendong juga cenderung menyebabkan
cedera. Yang terbaik adalah menghilangkan tugas
sepenuhnya; jika tidak memungkinkan, mekanisasi
pengangkutan mungkin dapat dilakukan (mungkin
Seta A. Wicaksana | 371
juga dengan muatan yang dibundel). Jika manusia
harus membawa, beban dan jarak harus diusahakan
seminimal mungkin.
Mendorong dan menarik adalah teknik yang lebih
baik daripada mengangkat, menurunkan, dan
membawa beban; tetapi bahkan dorongan dan tarikan
masih dapat menyebabkan kerja berlebihan dan oleh
karena itu, harus dihilangkan atau setidaknya
dilakukan oleh mesin. Jika manusia harus mendorong
dan menarik, beban harus dijaga tetap rendah.
Saran
Saran
untuk
penulisan
makalah
berikutnya,
diharapkan dapat membahas dengan lebih mendalam,
serta menambahkan sumber yang lebih banyak
sehingga makalah dapat memperkaya pembahasan
mengenai loading handling dan dapat menambahkan
contoh pada setiap bagiannya agar mudah dipahami
oleh pembaca.
372 | Human Factor Engineering
Daftar Pustaka
Alonso, M. T., Alvarez-Valdes, R., Iori, M., & Parreño,
F. (2019). Mathematical models for multi
container loading problems with practical
constraints.
Computers
&
Industrial
Engineering, 127, 722-733.
Kroemer, K. H. (2017). Fitting the human: Introduction
to ergonomics/human factors engineering. CRC
Press.
Masâ, E., Fatmawati, W., & Ajibta, L. (2021). Analisa
Manual Material Handling (MMH) dengan
Menggunakan Metode Biomekanika untuk
Mengidentifikasi Risiko Cedera Tulang Belakang
(Musculoskeletal Disorder)(Studi Kasus pada
Buruh Pengangkat Beras di Pasar Jebor Demak).
Majalah Ilmiah Sultan Agung, 45(119), 37-56.
Mendonça, F. S., Vaz, R. Z., Vaz, F. N., Leal, W. S.,
Silveira, I. D., Restle, J., ... & Cardoso, F. F. (2019).
Causes of bruising in carcasses of beef cattle
during farm, transport, and slaughterhouse
handling in Brazil. Animal Science Journal, 90(2),
288-296.
Seta A. Wicaksana | 373
Salvendy, G. (2012). Handbook of Human Factors and
Ergonomics (Ed.,4th), USA :
John Wiley &
Sons, Inc.
Wignjo Soebroto, Sritomo; 1996. Tata Letak Pabrik dan
Pemindahan Bahan, Institut Teknologi Sepuluh
November, Surabaya.
374 | Human Factor Engineering
Human Engineering: Autonomous
Seta A. Wicaksana | 375
Latar Belakang
Dewasa ini, terjadi perkembangan ergonomi yang
sangat signifikan. Hal ini dibuktikan beberapa berita
seperti pengembangan mobil listrik atau mobil otonom
di amerika. Hal ini berdasarkan Edition.cnn.com (2019)
mengatakan, Elon Musk selaku CEO Tesla, Inc., telah
membuat mobil listrik di Jerman. Bahkan, negara
seperti Cina menurut Otomotif.kompas.com (2021)
mengatakan, mereka telah membuat produsen mobil
listrik bernama Nio ET7 untuk menyaingi perusahaan
Tesla dalam pengembangan mobil listrik. Hal ini
bahkan
diikuti
Honda,
di
mana
menurut
Cnbcindonesia.com (2021) mengatakan, pabrik
perusahaan asal Jepang, yaitu Honda dipindahkan
dari India ke Indonesia. Hal ini akibat perusahaan tesla
yang telah membuka perusahaan di Indonesia. Dengan
perkembangan teknologi digitalisasi yang meningkat
pesat, maka tidak heran barang sekelas mobil listrik
mulai dikembangkan.
Perkembangan ergonomi pada mobil listrik
dinamakan Autonomous Automobiles. Mobil otonom
atau
Autonomous
Automobiles
menurut
Oto.detik.com (2015) mengatakan, mobil otonom
376 | Human Factor Engineering
adalah mobil yang bisa berkendara secara mandiri
tanpa bantuan tenaga manusia dan untuk mekanisme
penggerak dari mobil sendiri, terdapat sensor khusus
untuk berkendara. Untuk bahan bakar yang
digunakan bukan menggunakan bahan bakar fosil
melainkan, listrik yang menjadi penggerak dari mobil.
Selain itu, mobil listrik memiliki radar yang berfungsi
untuk mengetahui keadaan sekitar bilamana saat mau
berbelok, memakirkan mobil, hingga mengetahui jarak
saat akan berhenti. Dengan fitur yang dimunculkan,
mobil listrik menjadi salah satu barang yang
menjanjikan untuk dijual kepada masyarakat.
Dalam ilmu Human Factor Engineering juga
membahas perubahan ergonomis yang terjadi pada
mobil listrik. Kroemer (2017) dalam bukunya
mengatakan, fokus ergonomis yang sedang hangat di
mana alat teknologi memunculkan tantangan baru,
yaitu bagaimana alat yang membantu pengemudi,
bepergian tanpa pengemudi ke mana pun, dan mobil
listrik yang benavigasi pada sistem kontrol otomatis.
Berikut penjelasan terkait tantangan yang disebutkan
di kalimat sebelumnya :
Alat yang Membantu Pengemudi
Sebagai
pengendara
transportasi,
tentunya
kemudahan dalam membantu pengemudi sangat
diperlukan terutama bagi mereka yang berkendara di
Seta A. Wicaksana | 377
kota besar. Kita bisa ambil contoh alat yang
memudahkan pengemudi adalah alat navigator
Google Maps atau Doze. Para pengemudi transportasi
online menggunakan alat ini untuk membuat
keputusan terkait jalan mana yang mereka ambil
untuk mengantar penumpang dan barang yang
mereka antar. Contoh lainnya adalah holder gurita
yang digunakan para jasa layanan motor online untuk
meletakan gawai mereka saat berkendara. Contoh
lainnya yang dapat kita jadikan contoh adalah Sistem
seperti itu dapat terhubung banyak kendaraan melalui
"drawbar elektronik" dalam kendaraan listrik. Hal ini
berguna untuk mempercepat atau melakukan
pencegahan beruap mengerem secara bersamaan saat
terjadi hal tidak diinginkan oleh pengemudi. Dengan
beragam jenis alat yang disebutkan sebelumnya,
membuat sebuah barang yang ergonomis dalam
membantu
pengemudi
ketika
menjalankan
aktivitasnya.
Perekayasaan Ulang pada Jalan Raya
Terkadang setiap zaman dibutuhkan sebuah
perubahan, baik secara bertahap maupun secara
menyeluruh. Hal ini berlaku pada rekayasa ulang
pada jalan raya. Kroemer (2017) mengatakan, hal ini
berdasarkan laporan meninggal akibat kecelakaan
tergolong tinggi. Selain itu, tingkat kecelakaan
378 | Human Factor Engineering
semakin tinggi seiring berjalannya waktu. Hal ini
didukung menurut Kominfo.go.id (2017) bahwa, tiap 3
orang meninggal setiap harinya akibat kecelakaan.
Dengan data yang disebutkan, dapat disimpulkan
bahwa diperlukan rekayasa ulang jalan untuk
mengurangi risiko kecelakaan.
Ergonomis yang Baik yang Perlu Dilakukan
Dalam merancang sebuah sesuatu, pasti adanya proses
belajar Trial and Error. Prinsip ini berlaku dalam
melakukan sebuah ergonomis pada mobil listrik.
Kroemer (2017) mengatakan, adapun beberapa hal
yang bisa dilakukan adalah :
a) Memperbaharui Desain Kendaraan yang
Ketinggalan Zaman
Dalam beberapa dekade, perubahan dalam desain
mobil berpengaruh terhadap pekerjaan pengemudi.
Hal ini dapat dilihat semisal perubahan kopling pada
mobil yang sebagian hilang dan menciptakan
kendaraan yang bisa berjalan dengan sistem gas.
Ataupun kasus terbaru, yaitu mobil listrik yang
mengandalkan listrik sebagai tenaga penggerak
menggantikan tenaga fosil pada waktu sebelumnya.
Jikalau para produsen mobil masih terpaku pada
model lama, maka cepat atau lambat, mobil tersebut
akan menjadi ―usang‖ di masa depan.
Seta A. Wicaksana | 379
b) Perubahan Cara Sistem Mengemudi yang Tidak
Dapat Diubah
Dalam kasus ini, ketika mengendari mobil ada 3 tahap
yang harus dilakukan, yaitu pertama, tetap taruh kaki
pada pedal. Kedua, tetap taruh tangan pada kemudi
mobil. Ketiga, perhatikan kedepan saat menyentir. 3
hal ini menjadi dasar dan fundamental dalam
mengemudi. Akan tetapi, karena adanya mobil listrik,
tiga hal tadi bisa terganti karena mobil listrik dapat
bergerak sendiri dengan menggunakan sensor. Dalam
hal ini, produsen mulai membangun ulang terkait cara
mengemudi di masa depan agar dapat bertahan di
pasar.
c) Perubahan pada Sistem Pedal Kendaraan
Dalam kasus ini, kaki pengemudi harus cekatan dalam
menekan pedal saat bekendara. Hal ini dikarenakan
bila tidak secara cekatan, maka dapat menimbulkan
kerusakan hingga kematian. Selain itu, pedal pada
mobil umumnya ada 3, yaitu kopling, rem jarak jauh
dan dekat. Untuk mobil listrik karena ada sistem
sensor, maka dapat melakukan manuver dengan
otonom tanpa bantuan manusia. Hal ini menjadi
konsen produsen otomotif untuk merevisi sistem
pedal pada barang mereka.
380 | Human Factor Engineering
d) Faktor Permasalahan Manusia yang Dihadapi Saat
Ini
Jika membahas hal ini, memang banyak menjadi
problem baik secara faktor psikis maupun fisik yang
dihadapi manusia. Desain yang minimalis tentu akan
memudahkan manusia dalam berkendara walaupun
mereka ada masalah yang saat ini dihadapi. Oleh
karena itu, diperlukan kesadaran produsen otomotif
meningkatkan kualitas dari barang mereka.
e) Kesalahan yang Diperbuat Pengemudi
Dalam kasus ini, terkadang ada beberapa kesalahan
yang diperbuat pengemudi dikarenakan kelalaian
mereka sendiri. Contoh kasus adalah kecelakaan di
Tugu Tani akibat pengemudi secara sadar memakai
narkoba hingga menewaskan banyak orang. Adapun
kasus lain berupa kecelakaan, di mana kecelakaan
tersebut disebabkan oleh orang lain, semisal ditabrak
dari belakang oleh mobil lainnya. 2 hal ini menjadi
kasus tersendiri yang patut dicermati oleh pengemudi
saat ini.
f) Pengetahuan yang Dimiliki Pengemudi
Dalam hal ini, pengemudi seharusnya memiliki
banyak informasi yang dapat dia lakukan dalam
mengemudi, alih-alih hanya sekadar bisa mengemudi
Seta A. Wicaksana | 381
mobil. Kita bisa ambil contoh misal, saat berkendara di
kondisi gelap dengan penerangan yang minim,
berkendara saat kondisi hujan, saat belok kiri atau
kanan, hingga cara pengemudi mengubah jalur. Hal
ini menjadi faktor yang bersifat kognisi bagi individu
dan menjadi faktor penting untuk mencegah hal tidak
diinginkan.
g) Kemampuan Kemudi yang Sempurna
Dalam kasus mengendarai mobil, mengemudi adalah
kasus yang kompleks. Hal ini dikarenakan mekanisme
yang terkait satu sama lain dan membuat hal itu
menjadi kompleks. Akan tetapi, di samping sistem
kemudi yang kompleks, diperlukan pula tingkat
pengendalian kontrol diri yang dapat beradaptasi
pada saat situasi dan kondisi tertentu.
h) Tantangan Faktor Manusia
Dalam bagian ini, manusia bisa mengalami keandaan
tertentu yang membuat mereka kelelahan atau lalai.
Namun, apakah itu hanya menjadi faktor masalahnya?
Tentu tidak. Hal ini dikarenakan berbagai faktor lain
semisal faktor jalanan yang sempit, lalu lintas yang
tidak terkendali, atau ergonomis dari mobil itu sendiri
yang membuat kecelakaan terjadi. Jika faktor eksternal
menyumbang hal tersebut, maka hal tersebut perlu
382 | Human Factor Engineering
diperbaiki, bahkan ditingkatkan
ergonomis yang lebih baik.
demi
tingkat
Teknologi Baru Tantangan Ergonomic Baru
Dengan semakin berkembangnya teknologi, muncul
juga masalah human factor engineering yang perlu
ditingkatkan. Berikut adalah beberapa masalahnya
(Salvendy, G., 2012) :
a). Keadaan Emergency dalam Berkendara
Jika kita sepenuhnya sudah mencapai kondisi yang
serba otomatis sepenuhnya, di mana pada waktu
sebelumnya adalah pengendara. Sekarang, hal itu
berubah di mana pengemudi menjadi penumpang. Hal
ini memicu anggapan bahwa, pengendara akan
menikmati perjalanan dengan lebih mudah dan aman.
Akan tetapi, hal itu akan gagal ketika suatu saat
sistemnya mengalami kegagalan dan pada saat itu
pula, pengendara harus segera mengambil kendali atas
kendaraan yang mereka tumpangi.
b). Mengendarai Kendaraaan dengan Keahlian yang
Handal
Setiap kendaraan memiliki high-technology yang baru
sehingga hal ini diperlukan keahlian pengendara
dengan gaya old-fashion atau lama. Hal ini dilakukan
Seta A. Wicaksana | 383
dengan alasan, di mana ketika pengemudi sedang
berkendaraan dengan tipe otomatis dan pada saat
sistem arahnya tidak dapat menguasai dengan benar,
seperti saat melakukan perjalanan jarak jauh, jalanan
yang pengemudi tapaki, tidak mulus atau jalanan yang
rusak. Hal ini mungkin dapat membawa risiko
sehingga keahlian berkendara gaya old fashion dapat
diterapkan demi meminimalisir kerusakan yang mobil
terima.
c). Sistem Kendali Baru untuk Kendaraan
Perancang mobil otomatis bisa menggunakan
pengalaman dan pengetahuannya untuk membuat
sebuah sistem kendali yang lebih praktis, di mana hal
itu merupakan gabungan akan manipulasi kecepatan
dan arah. Kita bisa ambil contoh seperti mengubah
setir mobil menjadi joystick yang biasa digunakan
dalam pesawat jet, sehingga hanya perlu mengarahkan
stick tanpa memerlukan setir yang biasanya mobil
gunakan dan hal ini pula dapat mengefisienkan tenaga
yang dikeluarkan oleh pengemudi.
d). Langkah Step-by-Step
Pendekatan ini memiliki peluang untuk memunculkan
beberapa kekhawatiran human factor. Kita bisa ambil
contoh seperti pengendara mungkin memiliki asumsi
384 | Human Factor Engineering
yang salah mengenai fitur yang dimiliki mobilnya,
padahal mobilnya tidak miliki fitur tersebut. Pada saat
ketika kendaraan memiliki kapasitas otonom dan
dalam keadaan darurat, penumpang tidak dapat
mengambil kendali dengan cepat dan sepenuhnya dari
mobil yang dia kendarai. Oleh karena itu, dengan
dilakukan pembangunan pola pikir psikologi secara
bertahap, hal tersebut akan lebih mudah diterima
dalam masyarakat dalam jangka waktu yang lama.
e). Tahap One Big Step
Solusi lain untuk kemampuan mobil otonom atau
autonomous mobile yang sempurna adalah dengan
adanya sistem kontrol kendaraan dan tatanan
ergonomis ruang kemudi mobil yang terkini. Hal ini
tentu dengan melakukan uji tes selama beberapa kali.
Setelah hal tersebut sudah dilakukan, AA (Autonomous
Automobile) dapat dilempar ke pasar. Pendekatan ini
tidak memerlukan banyak pembelajaran, tetapi yang
dibutuhkan adalah diperlukan kemauan pengguna
untuk membeli mobil tersebut dan langkah maju ke
masa depan.
Seta A. Wicaksana | 385
f). Compromise
Meskipun ide mobil otomatis sedang begitu menggebu
di pasat otomotif saat ini, tetapi perlu diketahui
bahwa, hal ini merupakan masih tahap proses dan
dibutuhkan pembiasaan kepada masyarakat. Untuk
hal tersebut, kemungkinan saat ini yang dapat diambil
adalah dengan tetap menjual mobil biasa dan juga
menjual mobil otomatis di area yang di mana mobil
otomatis dibutuhkan dan dapat digunakan.
386 | Human Factor Engineering
Daftar Pustaka
Cnbcindonesia.com. (2021). Bye India! Honda
Pindahkan Pabrik ke RI, Bikin Mobil Listrik.
Retrieved by March 13th, 2021, From
https://www.cnbcindonesia.com/news/20210313
093301-4-229852/bye-india-honda-pindahkanpabrik-ke-ri-bikin-mobil-listrik
Edition.cnn.com. (2019). Elon Musk says Tesla will
build cars in Berlin. Retrieved by November 12,
2019,
From
https://edition.cnn.com/2019/11/13/business/te
sla-berlin-gigafactory/index.html
Kominfo.go.id. (2017). Rata-rata Tiga Orang Meninggal
Setiap Jam Akibat Kecelakaan Jalan. Retrieved by
August
8th,
2017,
From
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail
/10368/rata-rata-tiga-orang-meninggal-setiapjam-akibat-kecelakaan-jalan/0/artikel_gpr
Kroemer, K. H. E. (2017). Fitting the Human :
INTRODUCTION TO ERGONOMICS/HUMAN
FACTORS ENGINEERING (Ed., 7th). USA : CRC
Press.
Seta A. Wicaksana | 387
Oto.detik.com. (2015). Apa Itu Mobil Otonom?.
Retrieved
by
October
6,
2015,
From
https://oto.detik.com/mobil/d-3036914/apaitu-mobil-otonom
Otomotif.kompas.com. (2021). Saingi Tesla, Produsen
Asal China Luncurkan Mobil Listrik Nio ET7.
Retrieved by January 1st, 2021, From
https://otomotif.kompas.com/read/2021/01/12/
072200415/saingi-tesla-produsen-asal-chinaluncurkan-mobil-listrik-nio-et7
Salvendy, G. (2012). Handbook of Human Factors and
Ergonomics (Ed.,4th), USA : John Wiley & Sons,
Inc
388 | Human Factor Engineering
Human Engineering: Making Work Pleasant and
Efficient
Seta A. Wicaksana | 389
Latar Belakang
Ilmu Human Factor Engineering juga membahas perihal
bagaimana membuat tempat kerja yang nyaman,
aman, dan efisien bagi para pekerjanya. Segala aspek
pun
perlu
diperhatikan
untuk
menunjang
kesejahteraan dan kinerja karyawan, sehingga
diperlukan perencanaan untuk membuat lingkungan
tempat kerja yang baik untuk para karyawan. Berikut
adalah pembahasan terkait chapter ini :
Menggunakan keterampilan dan minat: Bergaul
dengan Orang Lain di Tempat Kerja
Masing-masing dari kita adalah individu yang unik,
berbeda dari orang lain dengan cara, didikan
lingkungan, pengalaman dan kepribadian. Semua hal
tersebut membuat kita istimewa. Survei yang
dilakukan di Amerika Utara, Eropa, Australia &
Selandia Baru, dan di beberapa tempat lain
menunjukkan secara umum bahwa, keterampilan kerja
dan pendidikan yang lebih baik, menghasilkan
kepuasan kerja dan pendapatan yang lebih tinggi
(Salvendy, G., 2012).
390 | Human Factor Engineering
Orang-orang yang memiliki panggilan atas apa
yang mereka lakukan umumnya, merasa sangat puas
meskipun gaji mereka relatif rendah dan beban kerja
mereka agak tinggi. Pekerjaan yang paling
memuaskan adalah pekerjaan yang membuat orang
lain merasa lebih baik lagi. Biasanya pekerjaan ini
seperti merawat, membantu, serta mengajar orang lain.
Kemudian,
karyawan
yang
puas
terhadap
pekerjaannya adalah salah satu aset perusahaan yang
paling berharga, karena tanpa adanya karyawan yang
puas dan semangat dalam bekerja, tidak akan
memberikan keuntungan bagi perusahaan. Kroemer
(2017) mengatakan, keterlibatan dalam pekerjaan
ditentukan oleh beberapa hal, yaitu :
Tugasnya, yang meliputi peralatan dan prosedur
yang digunakan dalam pekerjaannya.
Imbalannya untuk kinerja yang baik. Contohnya
seperti pengakuan, potensi kemajuan, dan gaji.
Kondisi kerja yang bersifat multifaset. Hal ini
mencakup hubungan sosial di antara orang-orang di
semua tingkatan, sering kali disebut pembawa iklim
organisasi atau perubahan ―iklim‖ perusahaan secara
longgar.
Dalam pekerjaan, motivasi dan prestasi sangat
erat kaitannya. Seseorang yang termotivasi untuk
melakukan pekerjaannya dengan baik, bersedia untuk
mengerahkan
tenaga
dan
pikiran
untuk
Seta A. Wicaksana | 391
melakukannya. Dengan memahami apa yang
memotivasi orang lain dalam bekerja, dapat
membantu kita menyadari perilaku mereka saat
bekerja. Contohnya, kita melihat individu berinisial A
semangat untuk bekerja, menyelesaikan tugasnya
tepat waktu, dan membantu temannya yang kesulitan.
Ternyata hal yang memotivasi A untuk berperilaku
seperti itu adalah istri yang selalu mendukungnya dan
anaknya. Selain itu, orang-orang termotivasi untuk
melakukan suatu hal adalah untuk memenuhi
kebutuhannya. Tak jarang orang bekerja keras untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, mendapatkan
pengakuan, dan juga penghargaan (Salvendy, G.,
2012).
Teori harapan mengasumsikan bahwa, motivasi
individu bergantung pada perbedaan antara apa yang
ditawarkan lingkungan kerja orang tersebut dengan
apa yang dia harapkan. Oleh karena itu, perusahaan
atau organisasi harus memberikan penghargaan
kepada karyawannya berupa gaji, promosi dan
pengakuan formal. Nilai hadiah berbeda tergantung
bagaimana individu menilai hadiah yang diantisipasi.
Jika organisasi tidak mengakui upaya karyawan untuk
meningkatkan kinerjanya, maka hanya ada sedikit
insentif baginya untuk bekerja keras dan lebih baik.
Jika hal ini terus terjadi, tidak menutup kemungkinan
karyawan mogok kerja dan melakukan protes
(Salvendy, G., 2012).
392 | Human Factor Engineering
Meskipun karyawan dengan jabatan paling
rendah sekali pun, perlakukanlah sebagaimana mereka
ingin diperlakukan. Ciptakan suasana yang membuat
orang tersebut bangga bekerja di perusahaan atau
organisasi seperti menyediakan fasilitas yang baik,
menghargai setiap kerja keras nya atau tawarkan
promosi jika kinerjanya sangat baik (Salvendy, G.,
2012).
Bekerja diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
hidup, tetapi kita perlu menyeimbangkan pekerjaan
dan kehidupan pribadi. Bekerja terus menerus bisa
membuat kita kelelahan sehingga kondisi tubuh kita
bisa alami kelelahan. Lima hari kerja seminggu dengan
sekitar delapan jam kerja sehari adalah normal di
beberapa negara industri. Hari Weekend bisa
digunakan oleh karyawan untuk menikmati hidupnya,
Refreshing, pergi bersama keluarga, atau sekadar
menikmati waktu di rumah seharian (Salvendy, G.,
2012).
Karyawan bisa meningkatkan prestasinya dengan
motivasi yang tinggi untuk bekerja. Akan tetapi, ada
hal-hal yang bisa menghambat individu bekerja dan
salah satunya adalah bos atau atasan yang buruk.
Atasan yang buruk, sering kali menimbulkan masalah
bagi perusahaan karena menghasilkan moral yang
buruk, mengurangi produksi, dan meningkatkan
pergantian karyawan. Atasan yang buruk juga
menciptakan rasa ketidakpuasan di antara para
Seta A. Wicaksana | 393
karyawan, sehingga banyak yang mencari pekerjaan
lain agar terhindar dari atasan yang seperti ini
(Salvendy, G., 2012).
Menyiapkan pekerjaan, tempat kerja dan
lingkungan kerja kita sendiri
Desain sebagian tempat kerja untuk pekerjaan manual
dalam produksi dan perbaikannya mengikuti tradisi
yang sudah mapan, yang dihasilkan dari prosedur
kerja di masa lalu, objek yang akan dikerjakan, mesin
yang akan digunakan, serta perkakas tangan yang
dibutuhkan. Dalam beberapa kasus, ada sedikit
kelonggaran
bagi
pekerja
individu
untuk
mengembangkan desain baru untuk produk, tempat
kerja, atau praktik kerja. Manajemen yang cerdas
mendorong saran pekerja dengan mengumpulkan dan
menggunakan saran dalam tahap perencanaan dan
konsep untuk tempat kerja yang ideal bagi karyawan
(Salvendy, G., 2012).
Kemudian, lingkungan kerja dapat memengaruhi
kesejahteraan dan kinerja karyawan, sehingga
diperlukan lingkungan kerja baik yang menunjang
kesejahteraan dan kinerja karyawan, agar karyawan
bisa bekerja dengan optimal dan nyaman. Contohnya
dengan merancang lingkungan untuk penglihatan
yang tepat di depan komputer. Karyawan yang bekerja
di depan komputer, tentunya secara kontinuitas,
394 | Human Factor Engineering
menatap layar komputer seharian. Oleh karena itu,
diperlukan perhatian khusus untuk mencegah mata
karyawan kelelahan akibat melihat layar komputer.
Selain itu, diperlukan pencahayaan yang baik di
bagian produksi atau perkantoran. Pencahayaan yang
baik, dapat membuat mata para pekerja nyaman dan
tidak kelelahan. Adapun usaha berupa menghindari
cahaya yang silau adalah salah satu cara yang
diperlukan untuk membuat lingkungan tempat kerja
menjadi lebih baik (Salvendy, G., 2012).
Tidak lupa pula, suara bising di tempat kerja
harus diatur dengan baik. Hal ini dilakukan agar,
komunikasi-komunikasi verbal dan nonverbal dari
rekan kerja yang kerja dapat terdengar dengan baik.
Selain itu, hal tersebut bisa memberikan sinyal
peringatan tentang bahaya di tempat kerja. Bila suara
bising tersebut tidak diatur oleh perusahaan dengan
segera, maka hal tersebut dapat membuat aktivitas
pekerjaan menjadi terganggu dan terjadi kemungkinan
berupa masalah pendengaran yang dialami oleh
pekerja, baik kerusakan sementara atau permanen di
telinga kita (Salvendy, G., 2012).
Pembahasan terakhir yang harus diperhatikan
untuk lingkungan kerja yang lebih baik adalah iklim di
tempat kerja. Perhatikan suhu ruangan, pergerakan
udara yang masuk ke tempat kerja, serta kelembapan
udara di tempat kerja. Saat bekerja, pekerja harus
menjaga iklim sebagaimana adanya dan menyesuaikan
Seta A. Wicaksana | 395
diri dengan iklim lingkungan kerja. Bila tidak dibenahi
masalah ini dengan segera, maka akan menimbulkan
keresahan bagi karyawan dan berujung kepada
ketidak efektivitas dalam performa kinerja karyawan
(Salvendy, G., 2012).
396 | Human Factor Engineering
Kesimpulan
Dengan demikian, berikut adalah Sepuluh prinsip
ergonomis untuk membuat tempat kerja menjadi lebih
baik menurut Salvendy (2012). Beberapa prinsip itu di
antaranya adalah sebagai berikut :
1. Rencanakan desain tempat kerja dengan
memperhatikan keselamatan, kemudahan, dan
efisiensi. Pemilihan desain tempat kerja dapat
diganti dengan desain yang baik demi
menunjang kinerja performa pekerja.
2. Desain tempat kerja dapat disesuaikan dengan
kebutuhan orang awam dan bukan hanya untuk
kalangan ―artistik‖ tertentu saja.
3. Desain harus sesuai dengan psikologis manusia
agar karyawan dapat bekerja dengan baik dan
hal ini berhubungan dengan produktivitas
pekerja dalam bekerja.
4. Desain juga harus dibuat untuk kalangan
tertentu, seperti wanita hamil, orang tua, orang
cacat, orang dengan proporsi tubuh yang tidak
biasa, anak-anak, dan sejenisnya. Atas dasar ini
Seta A. Wicaksana | 397
pula, perusahaan perlu mendesain untuk mereka
sesuai postur tubuh mereka.
5. Desain tempat kerja harus memberikan informasi
visual dan sensorik yang jelas kepada pekerja
sebagai penanda untuk tempat tertentu.
6. Desain
tempat
kerja
juga
harus
mempertimbangkan mereka yang sudah bekerja
selama berjam-jam hingga bertahun-tahun tanpa
mempedulikan kesehatan mereka.
7. Desain tempat kerja harus memperhatikan
kendali atas diri pekerja sendiri. Hal ini
dilakukan agar pekerja dapat dengan nyaman,
efisien, serta leluasa dalam bekerja. Hal ini juga
berpengaruh kepada produktivitas kinerja
mereka dalam bekerja.
398 | Human Factor Engineering
Daftar Pustaka
Greenberg, J. (2010) Behavior in Organizations:
Understanding and Managing the Human Side of
Work, tenth ed. Upper Saddle River, NJ: PrenticeHall.
Harvey, P., Stoner, J., Hochwarter, W., and Kacmar, C.
(2007) Coping with abusive supervision: The
neutralizing effects of ingratiation and positive
effect on negative employee outcomes. The
Leadership Quarterly 18: 3, 264–280.
Konz, S., and Johnson, S. (2007) Work Design:
Industrial Ergonomics, sixth ed. Scottsdale, AR:
Holcomb Hataway
Kroemer, A. D., and Kroemer, K. H. E. (2017) Office
Ergonomics, second ed. Boca Raton, FL: CRC
Kroemer, K. H. E. (2006c) ―ExtraOrdinary‖
Ergonomics: How to Accommodate Small and Big
persons, the Disabled and Elderly, Expectant
Mothers and Children. Boca Raton, FL: CRC
Kroemer, K.H.E. (2017). Fitting the Human:
Introduction to Ergonomics/Human Factors
Seta A. Wicaksana | 399
Engineering Seventh Edition. Taylor & Francis
Group, LLC.
Salvendy, G. (2012). Handbook of Human Factors and
Ergonomics (Ed.,4th),USA : John Wiley & Sons, Inc.
Smith, T. M. (2007) Job satisfaction in America: Trends
and socio-demographic correlates. Available at
http://www-news.uchicago
.edu/releases/07/pdf/070827.jobs.pdf
400 | Human Factor Engineering
Profil Penulis
Seta Ariawuri Wicaksana, S. Psi.,
M.Psi., Psikolog, yang dikenal
dengan
Mas
Seta,
seorang
Psikolog
Bisnis
(Business
Psychologist) saat ini bertugas
sebagai Ahli Senior di Komite
Kebijakan Pengelolaan Kinerja
Organisasi dan SDM (KPKOS)
Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, selain itu
sebagai Independence Organizational Development
Consultant in Aksi Cepat Tanggap (ACT), ia juga
merupakan Pendiri dan Direktur perusahaan digital
start up Humanika Bisnis Digital (HBD) dengan
brand tes online di hipotest.id. Ia juga pendiri dan
Direktur Utama di PT Humanika Amanah Indonesia
(PT. HAI), yang lebih dikenal dengan brand
www.humanikaconsulting,com, sejak tahun 2004.
Perusahaan yang bergerak di jasa assessment,
pelatihan
dan
pengembangan
organisasi
(organizational development) dengan beragam klien
dari berbagai kriteria industri dan organisasi, sekitar
lebih 100 perusahaan. Ia merupakan Pendiri dan
Seta A. Wicaksana | 401
Pembina Yayasan Humanika Edukasi Indonesia
(HEI) yang fokus pada pengembangan Pendidikan
dan Kesehatan mental, salah satu programnya adalah
Humanika Institute, yaitu merupakan BLK dalam
mempersiapkan SDM siap untuk bekerja. Pada tahun
2016, telah menerbitkan sebuah buku SOBAT WAY,
INDUSTRI DAN ORGANISASI: Pendekatan
Integratif Terhadap Perubahan (DD Publishing, 2021)
dengan Elexmedia, Gramedia, buku bercerita tentang
tahapan sukses melalui perubahan, dengan mengubah
potensi menjadi kompetensi. Ia juga merupakan
Dosen Tetap Fakultas Psikologi Universitas
Pancasila sejak tahun 2016, selain menjalankan fungsi
mengajar, juga menjalankan fungsi penelitian,
berbagai jurnal sudah dipublikasikan di jurnal
nasional. Saat ini, sedang mengikuti tugas belajar
Doktoral (S3) di Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis
Universitas Pancasila Bidang MSDM dan juga
merupakan Lulusan Fakultas Psikologi S1 dan S2
Universitas Indonesia, serta Lulusan sekolah ikatan
dinas Akademi Sandi Negara (AKSARA) dan berdinas
10 tahun di Lembaga Sandi Negara, yang saat ini
bernama Badan Siber dan Sandi Negara.
402 | Human Factor Engineering