Academia.eduAcademia.edu
Human Factor Enginering Seta Ariawuri Wicaksana, S. Psi., M.Psi., Human Factor Engineering Copyright © DD Publishing, 2021 Penulis: Seta Ariawuri Wicaksana Penyunting: Rika Elmaidasari Penata Letak: @ulilamri_mb Desain Sampul: Fatimah Ratnaningtiyas Diterbitkan oleh : DD Publishing Siak Sri Indrapura, Riau ini.kpk@gmail.com ISBN: 978-623-6100-81-3 xviii + 402 halaman;14 x 20 cm Cetakan 1, Juli 2021 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip, memperbanyak maupun mengedarkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit dan penulis. . Kutipan Pasal 72 : Sanksi pelanggaran Undang-undang Hak Cipta (UU No. 10 Tahun 2012) 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana diur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau hasil barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta ii | Human Factor Engineering rupiah). Lembar Persembahan Yang Tersayang dan Tercinta Doa yang terbaik untuk senantiasa dilapangkan kuburnya, Almarhum:  Bapak Wuryanto bin Asmanoe, dan  Bapak Kamaruddin bin Sastraatmadja Doa untuk Kesehatan dan dalam lindungan Allah Swt.  Ibu Sri Sundari, dan  Ibu Zahradewi Mutiara _________ "Ya Allah, berikanlah ampunan kepadaku atas dosa-dosaku dan dosa-dosa kedua orang tuaku dan kasihanilah kedua orang tuaku sebagaimana kedua orang tuaku mengasihiku ketika aku masih kecil. _______ Seta A. Wicaksana | iii Doa untuk keluargaku, Allah Swt. senantiasa menjaga dan melindungi, kesehatan dan keberkahan serta kemuliaan.  Istriku, Alia Paramita  Anak-anakku, Audry Letichiara W. dan Adly Keandrattarsya W. ________ “Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka” ________ iv | Human Factor Engineering Kata Sambutan Syukur Alhamdulillah buku ajar Human Factors Engineering ini dapat diterbitkan dan siap untuk mengisi khasanah kepustakaan yang penting dalam disiplin ilmu psikologi. Buku ini berkaitan dengan peran manusia dalam sistem yang kompleks, desain peralatan dan fasilitas untuk digunakan manusia, serta pengembangan lingkungan yang bermanfaat bagi kenyamanan dan keselamatan. Tampaknya buku ini ditujukan untuk memberikan gambaran tentang human factors dan ergonomi serta untuk menunjukkan bagaimana kedua ilmu ini berkembang dan diterapkan. Buku pegangan ini sangat bermanfaat untuk mempelajari faktor manusia dan ergonomi. Beberapa literatur mengungkapkan bahwa ergonomi lebih berakar di Eropa dan human factors di AS. Ergonomi di Eropa berakar pada fisiologi kerja, biomekanik, dan desain stasiun kerja (work station design). Di sisi lain, human factors di AS, berasal dari penelitian-penelitian psikologi eksperimental, di mana fokusnya adalah pada kinerja manusia dan desain sistem. Dalam bidang studi yang lebih luas dari human factors terletak disiplin engineering psychology. Dan, Seta A. Wicaksana | v engineering psychology ini adalah subdisiplin ilmu psikologi, bukan subdisiplin ilmu engineering. Sehingga dalam Asosisasi Psikologi Amerika (APA), subdisplin ini termasuk dalam divisi 21 dengan nomenklatur human factors and engineering psychology. Bagi mahasiswa psikologi yang mempelajari bidang ini, akan mulai mengenali dan mendapatkan informasi serta pengetahuan di banyak bidang aplikasi dunia kerja dan sistem yang relevan dengan prinsip-prinsip teori psikologi yang ditemui di mata kuliah lain. Terlepas dari perbedaan antara human factors dan ergonomi dalam akar pengetahuan dan filosofi, kedua pendekatan tersebut semakin terkait dan dalam aplikasinya sering dipersamakan. Human factors dan ergonomi, telah berkembang sebagai disiplin ilmu terapan yang unik dan berfokus pada interaksi manusia-artefak, dilihat dari perspektif terpadu ilmu pengetahuan, teknik, desain, teknologi, dan manajemen sistem yang kompatibel dengan manusia, termasuk berbagai produk alami dan buatan, proses, dan lingkungan hidup. Seperti telah diungkap di atas, tujuan buku ajar ini adalah memberikan gambaran tentang human factors dan ergonomi, serta bagaimana kedua ilmu ini berkembang dan diterapkan. Bagi mahasiswa, di setiap bab diungkap dan diulas tentang dasar teori, prinsip-prinsip yang kuat dan condong ke arah orientasi aplikasi. Dengan demikian, sejumlah besar vi | Human Factor Engineering studi kasus, contoh, gambar, dan tabel digunakan untuk memfasilitasi kegunaan materi yang disajikan. Buku yang sangat bermanfaat, tetapi tetap kritis dalam memahaminya agar diperoleh manfaat semaksimal mungkin sesuai harapan penulis buku ini. Selamat membaca! Jakarta, 23 Juni 2021 Widura Imam Mustopo Seta A. Wicaksana | vii Kata Pengantar Alhamdulillah .... Rasa syukur dihadiratkan kepada pencipta alam semesta, Allah Subhanahu Wa Ta‘alla, dan shalawat dan salam disampaikan tanpa putus-putusnya kepada Baginda Rasullah Muhammad Salallahu Allaihi Wassalam beserta keluarga dan pengikut beliau hingga akhir zaman, aamiin. Ucapan terima kasih tidak terhingga kepada orang tuaku, Ibu Sri Sundari dan Ibu Zahradewi Mutiara, serta istriku, Alia Paramita dan dua buah hatiku, Audry dan Adly, yang telah memberikan semangat untuk tetap istiqomah dalam belajar dan berbagi. ―Human Factor Engineering: Manusia dan Interaksinya dengan Produk, Peralatan, Fasilitas dan Lingkungan di Aktifitas Pekerjaan‖ dibuat dengan tujuan untuk membantu pembaca memahami akan pentingnya kemajuan Human Factor Engineering dalam kehidupan manusia sehari-hari, khususnya di lingkungan kerja. Dalam hal ini, kami sebagai penulis berusaha membantu memberi pembaca pemahaman atau viii | Human Factor Engineering pandangan akan pentingnya psikologi dalam perkembangan Human Engineering dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, ―bagaimana kita dapat menggunakan psikologi dalam perkembangan Human Factor Engineering‖. Dalam buku ini dijelaskan, bagaimana Human Factor Engineering memengaruhi berbagai macam hal dalam aspek kehidupan manusia, seperti sebuah desain tempat kerja dapat memengaruhi performa para pekerja, atau bagaimana desain sebuah kendaraan tanpa pengemudi memengaruhi kemampuan manusia untuk berkendara. Bahan-bahan dalam buku ini merupakan hasil pembelajaran dan diskusi dari materi kuliah ―Human Factor Engineering‖ di Fakultas Psikologi, Universitas Pancasila yang dilakukan dalam waktu satu semester (6 bulan) dan mahasiswa dan mahasiswi terlibat dengan buku ini, baik penulisan editing, desain dan diskusi-diskusi yang kerap kali tidak pernah berkesudahan. Sangat mengapresiasi nama-nama berikut ini: Abdilla Faisal angkatan 2017, Murdeli Dewantara angkatan 2017, Aisha Faisal angkatan 2018, Annisa Siti Fatimah Az Zahra angkatan 2018, Cindy Fatika Sari angkatan 2018, Dhania Putri Aditia angkatan 2018, Dian Lestari Shaula angkatan 2018, Jihan Ulaya angkatan 2018, Mellinia Savira angkatan 2018, Siti Khafizah angkatan 2018, dan Zhafira Azzahra angkatan 2018 Seta A. Wicaksana | ix Belajar dan Memberi, merupakan konsep yang dipahami dapat memberikan banyak solusi kepada semua permasalahan yang ada. Dengan hadirnya kompilasi tulisan ini dapat menjadi bahan pembelajaran dan sekaligus dapat digunakan dalam kegiatan sehari-hari dalam menunjang keberhasilan tugas dengan situasi yang menyenangkan, serta lingkungan yang bersahaja. Ucapan terima kasih atas dukungan dan doa dari partners dan tim di PT Humanika Amanah Indonesia (www.humanikaconsulting.com) dan PT Humanika Bisnis Digital (www.hipotest.com), serta semua pihak yang mendukung terwujudnya buku ini, alhamdulillah. Kehadiran buku ini semata-mata sebagai bentuk kontribusi Tim penulis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanah yang diberikan oleh bangsa. Melalui diterbitkannya buku ini juga harapan tim penulis dapat menjadi acuan akademik pada program pembelajaran Human Factor Engineering, dengan pendekatan Manusia dan Psikologi. Sehingga buku dipersembahkan dalam bentuk wakaf Ilmu, dengan hasil donasi buku ini akan mendukung pembangunan dan pengembangan dunia Pendidikan di Indonesia di masa yang akan datang. Bismillah. Tidak ada gading yang tak retak, kesempurnaan hanya milik Allah Subhana Wa Ta‘ala. Mohon maaf x | Human Factor Engineering atas masih adanya kekurangan dalam buku ini. Masukan melalui diskusi dapat menyempurnakan buku ini. Ketidaksempurnaan adalah kesempurnaan itu sendiri, karena BELAJAR dan MEMBERI lah yang akan menyempurnakan di setiap prosesnya. Selamat berselencar dengan buku ini, berdiskusi dan berkontribusi, dan senantiasa memberi sebagian rezeki yang Anda miliki, dengan membantu sesama, insyaallah akan mempermudah karier dan kehidupan Anda. “Ketidaksempurnaan itu adalah ruang belajar yang sangat luas” Seta Ariawuri Wicaksana, S. Psi, M. Psi., Psikolog. Seta A. Wicaksana | xi Daftar Isi Lembar Persembahan ........................................... iii Kata Sambutan ......................................................... v Kata Pengantar ..................................................... viii Daftar Isi ................................................................... xii The Discipline of Human Factors and Ergonomics ..................................................................... 1 Latar Belakang .............................................................. 2 Pengertian dari Human Factor and Ergonomics .......... 6 Definisi Human Factor .................................................. 6 Definisi Ergonomics ....................................................... 9 Ruang Lingkup Ergonomi ........................................ 11 Tokoh yang Mencetuskan Ilmu Disiplin Human Factor and Ergonomics ......................................... 14 Perkembangan Kajian Human Factor and Ergonomics ......................................................................... 17 Penerapan Ilmu Human Factor and Ergonomics ....... 20 Kesimpulan ................................................................. 34 Daftar Pustaka ............................................................ 35 xii | Human Factor Engineering Human Factors and Ergonomics From The Earliest Times to The Present ............................... 37 Latar Belakang ........................................................... Sejarah Singkat Ilmu Ergonomi ............................... Upaya Memanusiakan Pekerja ................................ Sukses Program Manajemen Pekerjaan ................. Arah Masa Depan untuk Human Factor Engineering ....................................................................... Teknologi Sistem Baru dengan Kinerja Individu.. Kesimpulan ................................................................ Daftar Pustaka............................................................ Human Factors and Ergonomics in Systems Design and Project Management.................................. Daftar Pustaka............................................................ 38 42 50 52 61 62 64 66 69 80 Human Body: Body Size, Mobility, Muscular, Body Strength ......................................... 81 Body Size .................................................................... 82 Mobility ....................................................................... 89 Muscular Work .......................................................... 94 Body Strength............................................................. 98 Daftar Pustaka........................................................... 101 Human Mind: See, Hear, Feel, Experiences and Mental Activity ................................................. 103 Latar Belakang .......................................................... 104 A. Proses Pengambilan Keputusan ........................ 108 B. Model HIP (Human Information Processing) ...... 112 Seta A. Wicaksana | xiii 1. Pengindraan ..................................................... 116 2. Perhatian........................................................... 118 3. Penyimpanan Informasi (Memory)................ 124 4. Persepsi ............................................................. 142 5. Pengambilan Keputusan dan Pengambilan Tindakan ...................................... 146 6. Umpan Balik .................................................... 154 C. Cognitive Engineering ........................................... 156 1. See ...................................................................... 164 2. Hear ................................................................... 190 3. Feel ..................................................................... 194 4. Experiences ........................................................ 198 5. Mental Activity.................................................. 199 Kesimpulan ............................................................... 206 Daftar Pustaka .......................................................... 208 Body Mind Work Together: Hard Physical, Light and Moderate, Task Load and Stress ..... 211 Latar Belakang .......................................................... 212 Tinjauan Teori ........................................................... 214 Hard Physical .............................................................. 214 Light and Moderate Work....................................... 231 Task Load and Stress ................................................... 238 Kesimpulan ............................................................... 245 Daftar Pustaka .......................................................... 247 xiv | Human Factor Engineering Organizing and Managing Work: Work with Other, Organize and You, Night and Shift Work .............................................. 249 Work with Other....................................................... 250 Organize and You..................................................... 255 Night and Shift Work .................................................. 264 Daftar Pustaka........................................................... 269 Human Engineering: Designing The home ............................................... 271 Latar Belakang .......................................................... 272 Desain Rumah ........................................................... 275 Merancang untuk Kebutuhan Orang Cacat dan Lanjut Usia...................................................................... 278 Akses, Jalan Setapak, dan Tangga.......................... 279 Dapur ......................................................................... 280 Kamar Tidur, Kamar Mandi, dan Toilet ............... 281 Kantor pusat .............................................................. 285 Produk Rumah Tangga............................................ 288 Kesimpulan ............................................................... 290 Daftar Pustaka........................................................... 291 Human Engineering: Designing Office ........ 292 Jarak Tempat Kerja ................................................... 293 Alat Kerja yang Kurang Memadai ......................... 294 Pencahayaan Ruangan Tempat Kerja .................... 294 Perubahan Iklim Tempat Kerja .............................. 295 Tempat duduk .......................................................... 296 Seta A. Wicaksana | xv Penyimpanan Arsip atau Barang Kantor .............. 296 Kesimpulan ............................................................... 299 Daftar Pustaka .......................................................... 300 Human Engineering: Computer Design ..................................................... 301 Latar Belakang .......................................................... 302 Tinjauan Teori ........................................................... 304 1. Sholes‘ ―Typewriting Machine‖ with its QWERTY keyboard............................................. 304 2. From typewriter to computer keyboard ...... 305 3. Human factor considerations for keyboarding ......................................................... 307 4. Input-related anthromechanical issues ........ 314 5. Possible Design Solutions .............................. 315 6. Design alternatives for keyboards ................ 317 7. Designing smart software .............................. 318 8. Designs that combine solutions..................... 319 Kesimpulan ............................................................... 321 Daftar Pustaka .......................................................... 322 Human Engineering: Workplace Design .... 323 Pendahuluan ............................................................. 324 1. Masalah Postur Kerja ...................................... 326 2. Merancang Bangunan Individu .................... 329 3. Tata Letak Workstation .................................. 337 Kesimpulan dan Saran............................................. 345 Kesimpulan ............................................................... 345 xvi | Human Factor Engineering Saran ........................................................................... 345 Daftar Pustaka........................................................... 346 Human Engineering: Loading Handling ...... 347 Latar Belakang .......................................................... 348 Penanganan Material Membebani Tubuh ............ 350 Kemampuan Bak Terkait Dengan Penanganan Beban ................................................... 352 Menilai Kemampuan Penanganan Beban ............. 357 Panduan Pengangkatan dan Penurunan NIOSH ............................................................................. 360 Pedoman Penanganan Material Liberty Mutual.. 363 Merancang untuk Penanganan Beban yang Lebih Mudah ............................................................. 367 Kesimpulan dan Saran............................................. 371 Kesimpulan ............................................................... 371 Saran ........................................................................... 372 Daftar Pustaka........................................................... 373 Human Engineering: Autonomous ............... 375 Latar Belakang .......................................................... 376 Alat yang membantu pengemudi .......................... 377 Perekayasaan Ulang pada Jalan Raya ................... 378 Ergonomis yang baik yang perlu dilakukan ........ 379 Teknologi Baru Tantangan Ergonomic Baru ........ 383 Daftar Pustaka........................................................... 387 Seta A. Wicaksana | xvii Human Engineering: Making Work Pleasant and Efficient ................. 389 Latar Belakang .......................................................... 390 Menggunakan keterampilan dan minat: Bergaul dengan Orang Lain di Tempat Kerja ........... 390 Menyiapkan pekerjaan, tempat kerja dan lingkungan kerja kita sendiri ....................................... 394 Kesimpulan ............................................................... 397 Daftar Pustaka .......................................................... 399 Profil Penulis ........................................................ 401 xviii | Human Factor Engineering The Discipline of Human Factors and Ergonomics Latar Belakang Human Factors and Ergonomics adalah penerapan prinsip psikologis dan fisiologis pada rekayasa dan desain produk, proses, dan sistem. Tujuan Human Factors and Ergonomics adalah untuk mengurangi kesalahan manusia, meningkatkan produktivitas, dan meningkatkan keselamatan serta kenyamanan dengan fokus khusus pada interaksi antara manusia dan hal yang menarik. Bidang ini merupakan kombinasi dari berbagai disiplin ilmu, seperti psikologi, sosiologi, teknik, biomekanik, desain industri, fisiologi, antropometri, desain interaksi, dan desain visual. Dalam penelitian, Human Factors and Engineering menggunakan metode ilmiah untuk mempelajari perilaku manusia, sehingga data yang dihasilkan dapat diterapkan pada empat tujuan utama. Intinya, ilmu ini adalah studi tentang merancang peralatan, perangkat, dan proses yang sesuai dengan tubuh manusia dan kemampuan kognitifnya. Dua istilah "Human factors" dan "Ergonomics" pada dasarnya sama. Secara sudut pandang sejarah, ergonomi (ergon + nomos), atau "studi kerja," pada awalnya dan diusulkan serta didefinisikan oleh ilmuwan Polandia B.W. 2 | Human Factor Engineering Jastrzebowski (1857) bahwa, ilmu Ergonomics sebagai disiplin ilmu dengan cakupan yang sangat luas dan subjek yang luas dari minat dan aplikasi, di mana mencakup semua aspek aktivitas manusia, termasuk tenaga kerja, hiburan, penalaran, dan dedikasi (Karwowski (1991, 2005). Dalam makalahnya yang diterbitkan di jurnal ―Nature and Industry‖ dalam Salvendy (2012) bahwa, Jastrzebowski membagi pekerjaan menjadi dua kategori utama, yaitu pekerjaan yang berguna, di mana membawa perbaikan untuk kebaikan bersama dan pekerjaan yang merugikan yang membawa kemerosotan (pekerjaan yang tidak dapat dipercaya). Disiplin ergonomi kontemporer diperkenalkan secara independen oleh Murrell pada tahun 1949 (Edholm dan Murrell, 1973), di mana pada saat itu dipandang sebagai ilmu terapan, teknologi, dan terkadang keduanya. Ilmuwan Inggris mendirikan Ergonomics Research Society pada tahun 1949. Perkembangan ergonomi internasional dapat dikaitkan dengan proyek yang diprakarsai oleh European Productivity Agency (EPA), cabang dari Organisasi untuk Kerja sama Ekonomi Eropa, yang pertama kali mendirikan Bagian Human Factor Engineering pada tahun 1955 Karwowski (2005). Di bawah proyek EPA, pada tahun 1956 spesialis dari negara-negara Eropa mengunjungi Amerika Serikat Seta A. Wicaksana | 3 untuk mengamati penelitian perihal Human Factor Engineering. Secara tradisional, domain spesialisasi yang paling sering dikutip dalam Human Factor Engineering adalah ergonomi fisik, kognitif, dan organisasi. Ergonomi fisik terutama berkaitan dengan karakteristik anatomi tubuh, antropometri, fisiologis, dan biomekanik manusia yang berkaitan dengan aktivitas fisik menurut Salvendy (2012). Ergonomi kognitif berfokus pada proses mental seperti persepsi, memori, pemrosesan informasi, penalaran, dan respon motorik karena memengaruhi interaksi antara manusia dan elemen lain dari suatu sistem Stanton, Hedge, Brookhuis, Salas, and Hendrick (2004). Ergonomi organisasi atau juga dikenal sebagai makro ergonomi, berkaitan dengan optimalisasi sistem sosioteknik, termasuk struktur, kebijakan, dan proses organisasi mereka Nemeth, 2004). Human factor digunakan untuk memenuhi tujuan kesehatan dan keselamatan kerja serta produktivitas pekerja. Hal Ini relevan dalam desain hal-hal seperti, furnitur yang aman dan antarmuka yang mudah digunakan ke mesin dan peralatan. Desain ergonomis yang tepat diperlukan untuk mencegah cedera regangan berulang dan gangguan muskuloskeletal, seperti gangguan pada badan, leher, dan punggung lainnya, yang dapat berkembang seiring waktu dan dapat menyebabkan kecacatan jangka panjang. Human 4 | Human Factor Engineering Factor and Ergonomics berkaitan dengan "kesesuaian" antara pengguna, peralatan, dan lingkungan atau "menyesuaikan pekerjaan dengan seseorang". Hal Ini juga memperhitungkan kemampuan dan batasan pengguna dalam upaya untuk memastikan bahwa tugas, fungsi, informasi, dan lingkungan sesuai dengan pengguna tersebut. Aturan dasar tentang Human Factor dalam sistem desain adalah penerapan prinsip-prinsip perilaku, data, dan metode untuk proses desain. Dalam Human Factor, aturan ini melibatkan sejumlah kegiatan. Kegiatan ini meliputi spesifikasi input pekerjaan, peralatan dan desain antarmuka pengguna, kriteria kinerja manusia, pemilihan operator dan pelatihan, dan input mengenai pengujian dan evaluasi. Human Factors Engineering adalah aplikasi ilmu pengetahuan yang memanfaatkan penelitian tentang kemampuan, keterbatasan dan perilaku manusia dan menggunakan pengetahuan dasar untuk mendesain peralatan, produk, dan sistem. Mengaplikasikan prinsip Human Factor agar desain aman, nyaman, dan efektif untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan. Desain kerja merupakan ilmu pengetahuan baru yang berhubungan dengan desain pekerjaan, stasiun kerja, dan lingkungan kerja agar sesuai dengan operator lebih baik. Di Amerika, ilmu pengetahuan tersebut lebih dikenal dengan Human Factor Engineering, sementara di Eropa lebih dikenal dengan istilah Ergonomics. Seta A. Wicaksana | 5 Pengertian dari Human Factor and Ergonomics Definisi Human Factor Human factor dan Ergonomics (biasa disebut sebagai faktor manusia) adalah penerapan prinsip psikologis dan fisiologis pada rekayasa dan desain produk, proses, serta sistem. Tujuan Human Factors adalah untuk mengurangi kesalahan manusia, meningkatkan produktivitas, dan meningkatkan keselamatan dan kenyamanan dengan fokus khusus pada interaksi antara manusia dan hal yang diminati. Human factor secara umum didefinisikan sebagai studi tentang manusia dan interaksinya dengan produk, lingkungan, peralatan, dan pembentukan tugas dan aktivitas. Menurut Salvendy (2012), bidang Human Factor terbagi atas beberapa hal, yaitu : 1. Human factor in system design 2. Human factor in manufacturing 3. Human factor in process control 4. Human factor in transportation Fokus utama dari disiplin Human Factor Engineering di abad kedua puluh satu adalah desain 6 | Human Factor Engineering dan manajemen sistem yang memenuhi permintaan pelanggan dalam hal persyaratan kompatibilitas manusia. Karwowski (2005) berkata, dia telah membahas beberapa karakteristik Human Factor Engineering kontemporer disiplin dan profesi. Beberapa yang membedakan fitur-fiturnya adalah sebagai berikut : Human Factor Engineering mengalami evolusi yang berkelanjutan filosofi "cocok", termasuk kriteria desain yang berpusat pada manusia yang beragam dan terus berkembang (dari keamanan untuk kenyamanan, produktivitas, kegunaan, atau kebutuhan afektif seperti kepuasan kerja atau kehidupan kebahagiaan). Human Factor Engineering mencakup materi pelajaran yang sangat beragam, serupa dengan kedokteran, teknik, dan psikologi. Human Factor Engineering menangani fenomena yang sangat kompleks dan hal itu, tidak mudah dipahami dan tidak dapat disederhanakan dengan membuat asumsi yang tidak dapat dipertahankan sifat mereka. Secara historis, Human Factor Engineering telah berkembang dari "Filosofi Fit" terhadap praktik. Hari ini, Human Factor Engineering sedang mengembangkan dasar teoritis yang kuat untuk desain dan aplikasi praktis. Seta A. Wicaksana | 7 Human Factor Engineering mencoba untuk ―selangkah demi selangkah‖ dalam memenuhi kebutuhan akan pemahaman mendasar tentang interaksi manusia-sistem, tanpa pemisahan dari pertimbangan nilai guna pengetahuan untuk aplikasi praktis dalam upaya mencari solusi yang efektif dan berguna. Human Factor Engineering memiliki pengakuan terbatas oleh pembuat keputusan, masyarakat umum, dan politisi tentangnya nilai yang dapat dibawa ke masyarakat global, terutama dalam konteks memfasilitasi perkembangan sosial ekonomi. Human Factor Engineering memiliki basis pendidikan profesional yang relatif terbatas. Hal ini dikarenakan masih sedikit ilmuwan yang memiliki basis ilmu ini. Dampak Human Factor Engineering dipengaruhi oleh ergonomic buta huruf pada siswa dan profesional di disiplin ilmu lain, media massa, dan publik pada umumnya. 8 | Human Factor Engineering Definisi Ergonomics Ergonomics adalah disiplin ilmu yang berkaitan dengan pemahaman interaksi antara manusia dan elemen lain dari suatu sistem, dan profesi yang menerapkan teori, prinsip, data dan metode untuk merancang dan mengoptimalkan kesejahteraan manusia, serta kinerja sistem secara keseluruhan. Dimensi literasi ergonomi: Pengetahuan dan Keterampilan Ergonomi yang dimiliki individu. Seorang individu memiliki pengetahuan dasar tentang filosofi desain yang berpusat pada manusia dan prinsip-prinsip untuk mengakomodasi keterbatasan manusia. Cara Berpikir dan Bertindak. Seorang individu mencari informasi tentang manfaat, risiko artefak, sistem (seperti produk konsumen, layanan, dan sejenisnya) dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan tentang pembelian dan penggunaan, serta pengembangan artefak/sistem. Kemampuan Ergonomis Praktis. Seorang individu dapat mengidentifikasi dan memecahkan masalah desain terkait tugas sederhana (pekerjaan) di tempat kerja atau rumah, sehingga dapat menerapkan konsep dasar ergonomis untuk membuat penilaian informasi tentang kegunaan artefak dan risiko serta manfaat terkait dari penggunaannya. Seta A. Wicaksana | 9 Karwowski (2005) mengatakan, ada beberapa paradigma terkait disiplin Human Factor Engineering, adalah : Ergonomics theory. Teori ergonomi berkaitan dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, mendeskripsikan, dan mengevaluasi interaksi sistem manusia. Ergonomics abstraction. Abstraksi ergonomi berkaitan dengan kemampuan untuk menggunakan interaksi tersebut yang berfungsi untuk membuat prediksi yang bisa dibandingkan dengan dunia nyata. Ergonomics design. Desain ergonomis berkaitan dengan kemampuan untuk mengimplementasikan pengetahuan tentang interaksi tersebut dan menggunakannya untuk mengembangkan sistem yang memenuhi kebutuhan pelanggan dan persyaratan kompatibilitas manusia yang relevan. 10 | Human Factor Engineering Ruang Lingkup Ergonomi Ada beberapa ruang lingkup dalam disiplin ilmu ergonomi atau Human Factor Engineering, di antaranya adalah : Lingkup Kajian Ergonomi Fisik Kajian ergonomi secara fisik utamanya berkaitan dengan disiplin ilmu tentang anatomi manusia, antropometri (pengukuran tubuh), fisiologi dan karakteristik biomekanis, di mana hal tersebut selalu terkait dengan aktivitas fisik manusia. Topik-topik yang relevan dengan ergonomi fisik termasuk posisi dan postur kerja, penanganan material secara manual atau manual material handling, gerakan berulangberulang, pekerjaan yang berhubungan dengan gangguan sistem muskuloskeletal, tata letak tempat kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, dan sejenisnya. Lingkup Kajian Ergonomi Kognitif Ergonomi kognitif utamanya berkaitan dengan proses mental, seperti persepsi, memori, penalaran, dan respons motorik. Hal-hal tersebut dilakukan karena dapat memengaruhi manusia dan interaksi di antara Seta A. Wicaksana | 11 unsur-unsur lain dari suatu sistem kerja. Topik-topik kajian yang relevan dalam ergonomi kognitif antara lain mencakup beban kerja mental, pengambilan keputusan, pekerjaan yang memerlukan keterampilan, interaksi manusia-mesin dan komputer, keandalan dan kemampuan manusia, stres kerja dan pelatihan kerja, di mana hal-hal tersebut mungkin berkaitan erat dengan desain sistem kerja manusia. Lingkup Kajian Ergonomi Organisasi Kerja Kajian ergonomi terhadap organisasi kerja adalah berkaitan dengan optimalisasi sistem sosioteknik, termasuk juga kajian tentang struktur organisasi, kebijakan, dan proses kerja. Topik yang relevan dalam kajian ini meliputi komunikasi, pengelolaan sumber daya manusia, desain pekerjaan atau tugas-tugas, desain waktu kerja dan istirahat, pembentukan tim kerja, desain pendekatan partisipatif, ergonomi dalam kehidupan masyarakat secara luas, kerja sama tim kerja, paradigma tentang pekerjaan baru, budaya organisasi, organisasi virtual, serta manajemen mutu. 12 | Human Factor Engineering Lingkup Kajian Ergonomi Lingkungan Kerja Kajian ergonomi terhadap lingkungan kerja berkaitan dengan masalah-masalah faktor fisik lingkungan kerja, seperti pencahayaan atau penerangan, temperatur atau iklim kerja, kebisingan, dan getaran. Kajian ergonomi lingkungan kerja juga meliputi faktor kimia dan faktor biologi. Topik-topik yang relevan dengan ergonomi lingkungan antara lain meliputi perancangan ruang kerja, sistem akustik, housekeeping, kenyamanan pemakaian alat pelindung diri, dan sejenisnya. Asosiasi Ergonomi Internasional IEA dalam Salvendy (2012) mendefinisikan ergonomi (atau Human Factor) sebagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan pemahaman interaksi antara manusia dan elemen lain dari suatu sistem serta profesi yang menerapkan teori, prinsip, data, dan metode untuk merancang, guna mengoptimalkan kesejahteraan manusia dan kinerja sistem secara keseluruhan. Faktor manusia profesional berkontribusi pada desain dan evaluasi tugas, pekerjaan, produk, lingkungan, serta sistem agar sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan keterbatasan orang. Disiplin ilmu ergonomis mempromosikan pendekatan holistik yang berpusat pada manusia untuk desain sistem kerja yang mempertimbangkan faktor fisik, kognitif, sosial, organisasi, lingkungan, dan lainnya yang relevan (Karwowski, 2005; Stanton et al., 2004; Salvendy, 2012). Seta A. Wicaksana | 13 Tokoh yang Mencetuskan Ilmu Disiplin Human Factor and Ergonomics Secara historis, ergonomi (ergon + nomos) atau "studi kerja", pada awalnya diusulkan dan didefinisikan oleh ilmuwan Polandia B.W. Jastrzebowski (1857) yang mengatakan, ergonomi sebagai disiplin ilmu dengan cakupan yang sangat luas dan subjek yang luas dari minat dan aplikasi, yang mencakup semua aspek aktivitas manusia, termasuk tenaga kerja, hiburan, penalaran, dan dedikasi (Karwowski (1999, 2005). Disiplin ergonomi kontemporer diperkenalkan secara independen oleh Murrell pada tahun 1949 (Edholm dan Murrell, 1973), pada saat itu dipandang sebagai ilmu terapan, teknologi, dan terkadang keduanya. Ilmuwan Inggris mendirikan Ergonomics Research Society pada tahun 1949. Perkembangan ergonomi internasional dapat dikaitkan dengan proyek yang diprakarsai oleh European Productivity Agency (EPA), cabang dari Organisasi untuk Kerja sama Ekonomi Eropa, yang pertama kali mendirikan Bagian Faktor Manusia pada tahun 1955 menurut Salvendy (2012). Di bawah proyek EPA, pada tahun 14 | Human Factor Engineering 1956 spesialis dari negara-negara Eropa mengunjungi Amerika Serikat untuk mengamati penelitian Human Factor Engineering. Pada tahun 1957, EPA menyelenggarakan seminar teknis tentang "Menyesuaikan Pekerjaan dengan Pekerja" di Universitas Leiden, Belanda, di mana serangkaian proposal dipresentasikan untuk membentuk asosiasi internasional ilmuwan kerja. Komite pengarah yang terdiri dari H.S. Belding, G.C.E. Burger, S. Forssman, E. Grandjean, G. Lehman, B. Metz, K.U. Smith, dan R.G. Stansfield, ditugaskan untuk mengembangkan proposal khusus untuk asosiasi tersebut. Panitia memutuskan untuk mengadopsi nama ―Asosiasi Ergonomi Internasional‖. Pada pertemuan di Paris tahun 1958 diputuskan untuk dilanjutkan dengan pembentukan asosiasi baru. Komite pengarah menunjuk dirinya sebagai Komite Asosiasi Internasional Ilmuwan Ergonomis dan memilih G.C.E. Burger sebagai presiden pertamanya, K.U. Smith sebagai bendahara, dan E. Grandjean sebagai sekretaris. Komite Asosiasi Internasional Ilmuwan Ergonomis bertemu di Zurich pada tahun 1959 selama konferensi yang diselenggarakan oleh EPA dan memutuskan untuk mempertahankan nama Asosiasi Ergonomi Internasional. Pada tanggal 6 April 1959, pada pertemuan di Oxford, Inggris, E. Grandjean mendeklarasikan berdirinya IEA. Komite bertemu lagi di Oxford, Inggris, kemudian pada tahun 1959 dan Seta A. Wicaksana | 15 menyetujui seperangkat anggaran rumah tangga atau statuta IEA. Ini secara resmi disetujui oleh Majelis Umum IEA pada Kongres Ergonomi Internasional pertama yang diadakan di Stockholm pada tahun 1961. 16 | Human Factor Engineering Perkembangan Kajian Human Factor and Ergonomics Selama 60 tahun terakhir faktor manusia, istilah yang digunakan di sini sinonim dengan ergonomi dan dilambangkan sebagai Human Factor Engineering, telah berkembang sebagai disiplin unik dan independen yang berfokus pada sifat interaksi artefak-manusia, dilihat dari perspektif terpadu sains, teknik, desain, teknologi, dan manajemen sistem yang kompatibel dengan manusia, termasuk berbagai produk alami dan buatan, proses, dan lingkungan hidup (Karwowski, 2005). Dalam ilmu disiplin ergonomi, terdapat beberapa dimensi. Salvendy (2012) mengatakan, beberapa dimensi dalam ilmu disiplin ini adalah teori, praktik & edukasi, manajemen, desain, teknologi & lingkungan, dan filosofi (kebutuhan sosial yang dibutuhkan individu). Pertama perihal teori, di mana teori di sini lebih mengarah kepada pandangan-pandangan dalam melihat pekerjaan individu. Kedua perihal praktik & edukasi, di mana dalam dimensi ini, terjadi trial dan Seta A. Wicaksana | 17 error yang biasa sering dilakukan oleh manusia dalam bekerja. Ketiga perihal manajemen, di mana dimensi ini melihat tata kelola dalam mengatasi permasalahan dan problematika dalam pekerjaan. Keempat perihal design atau desain, di mana mengacu kepada desain tempat individu dalam bekerja. Kelima perihal teknologi dan lingkungan, di mana ekosistem dalam ruang lingkup pekerjaan beserta alat-alat yang digunakan dalam bekerja. Terakhir filosofi, di mana dasar individu bekerja dan kebutuhan apa yang mereka ingin dapatkan dalam bekerja. Dengan demikian, itulah dimensi dalam disiplin ilmu ergonomi. Berlanjut kepada domain yang berkaitan dengan ilmu Human Factor Engineering atau Ergonomi adalah domain fisik, psikologi, dan ergonomi perusahaan. Salvendy (2012) menjelaskan dalam bukunya, di mana 3 domain itu yang secara tidak langsung berkaitan dengan Human Factor Engineering. Domain pertama adalah domain fisik, di mana domain ini menyangkut aktivitas fisik dalam bekerja. Chaffin (2006) mengatakan, domain fisik mengacu kepada kegiatan anatomi saat bekerja dan sejenisnya. Kedua, perihal domain psikologi, di mana domain ini melihat aspek psikis individu dalam bekerja, seperti memproses data dalam pikiran dan penalaran informasi yang diterima oleh individu dalam bekerja. Stanton (2004) beranggapan, domain psikis juga termasuk seperti 18 | Human Factor Engineering beban stres kerja yang dipikul oleh individu. Domain ketiga adalah domain ergonomi perusahaan, di mana domain ini berfokus kepada pengoptimalisasi sistem yang berlaku dalam perusahaan. Nemeth (2004) mengatakan, ergonomi perusahaan juga mengatur tentang sosioteknik dalam bekerja dan proses kebijakan dalam perusahaan. Dengan demikian, 3 domain, spesifiknya psikologi berkaitan dengan ilmu ergonomi. Berbeda dengan di masa lalu, di mana ergonomi digunakan untuk pendekatan secara langsung hingga ada kiasan yang berbunyi ―manusia dikontrol oleh teknologi‖, hal ini mendeskripsikan ilmu ergonomi di masa lalu. Kemudian, berlanjut kepada interaksi manusia dengan sistem, terutama teknologi yang berkembang saat ini. Kita bisa melihat di era digital ini, kita bisa mengandalkan berbagai teknologi demi mempermudah pekerjaan individu. Hal ini membedakan pendekatan yang dilakukan. Jika dahulu, pendekatan bersifat reaktif, tetapi sekarang pendekatan ergonomi bersifat non-reaktif. Hal ini dikarenakan banyaknya teknologi yang memudahkan individu. Kita bisa ambil contoh, yaitu penggunaan google translate yang memudahkan penerjemahan bahasa dalam memahami bahasa yang sulit. Hal ini seolah mengubah slogan lama menjadi slogan baru yang berbunyi ―manusia mengontrol teknologi‖. Seta A. Wicaksana | 19 Penerapan Ilmu Human Factor and Ergonomics Human Factor Ergonomics kontemporer menemukan dan menerapkan informasi tentang perilaku manusia, kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik lain pada desain alat, mesin, sistem, tugas, pekerjaan, dan lingkungan untuk penggunaan manusia secara produktif, aman, nyaman, dan efektif menurut Salvendy (2012). Dalam konteks ini, Human Factor Ergonomics berurusan dengan cakupan masalah yang luas yang relevan dengan desain & evaluasi sistem kerja, produk konsumen, dan lingkungan kerja, di mana interaksi manusia-mesin memengaruhi kinerja manusia dan kegunaan produk (Karwowski 2005; Bisantz dan Burns, 2009; Karwowski et al., 2010). Awalnya, Human Factor Ergonomics berfokus pada interaksi manusia-mesin lokal, sedangkan saat ini, fokus utamanya adalah pada interaksi manusiateknologi yang didefinisikan secara luas. Dalam pandangan ini, Human Factor Ergonomics juga bisa disebut sebagai disiplin ekologi teknologi. Meister (1999) mengatakan, konsep tradisional dari sistem faktor manusia adalah organisasi antara manusia dan 20 | Human Factor Engineering mesin, di mana mereka mengoperasikan dan memelihara untuk memudahkan pekerjaan yang ditugaskan sebagaimana diimplementasikan berdasarkan tujuan sistem yang telah ditetapkan atau dikembangkan. Dalam konteks ini Meister (1999) mengatakan, sistem adalah konstruksi yang karakteristiknya diwujudkan dalam fenomena fisik dan perilaku. Oleh karena itu, Sistem ini penting dalam Human Factor Ergonomics karena menjelaskan substansi hubungan faktor manusia dengan mesin dalam sudut pandang sistem. Akan tetapi, adapun faktor lain yang memengaruhi hal-hal efektivitas semisal lingkungan pekerjaan, kolega yang produktif, dan faktor eksternal lain juga memengaruhi kinerja karyawan. Karwowski (2010) mengatakan, faktor lingkungan kerja juga memengaruhi efektivitas kerja individu. Hal ini didukung menurut Bisantz and Burns (2009) yang mengatakan, faktor kebijakan, lingkungan yang kondusif, serta kelengkapan alat kantor juga memengaruhi kinerja individu. Hal ini yang menjadi faktor yang patut dipertimbangkan oleh perusahaan. Pada era sebelum 20-an, ilmu disiplin ergonomi berfokus kepada interaksi manusia dengan mesin. Akan tetapi, dewasa ini ilmu ergonomi berfokus kepada interaksi manusia dengan teknologi dan memiliki cakupan yang luas. Salvendy (2012) mengatakan, misal dalam aspek karakteristik Seta A. Wicaksana | 21 humanistik, ilmu ergonomi mencakup aspek fisiologis, psikologis, hingga aspek tugas yang berhubungan. Aspek lainnya adalah aspek health & safety semisal aspek etiologi hingga injuries & illness. Atas dasar cakupannya yang mulai luas, ilmu ergonomi dianggap ilmu ekologi teknologi. Meski begitu, ada tantangan tersendiri dalam pengaplikasian ilmu ini, terutama di era dewasa ini. Hal ini dikarenakan ke-melek-kan akan teknologi yang tersedia. Pada masa ini, mulai banyak teknologi yang memudahkan tugas individu, tetapi hanya sedikit orang yang bisa menggunakan teknologi tersebut. Hal ini juga dikatakan dalam Salvendy (2012), di mana permasalahan yang sering terjadi adalah ketidakmelek-kan akan teknologi yang ada dan para profesional Human Factor Ergonomics sangat ahli dalam penggunaan teknologi dalam pekerjaan mereka. Hal ini yang membuat para profesional dalam ilmu ini sedikit. Meski begitu, ada beberapa saran yang dapat digunakan berdasarkan dimensi ergonomi adalah : Memiliki pengetahuan dasar dan keterampilan ergonomi. Hal ini cukup penting karena untuk memahami masalah yang kompleks dan dibutuhkan pemahaman akan pengetahuan dasar yang kuat. Memiliki cara berpikir dalam bertindak secara efektif dan efisien. Hal ini dikarenakan perubahan zaman yang dinamis, sehingga dibutuhkan cara 22 | Human Factor Engineering berpikir yang efektif serta efisien dalam menemukan solusi terkait masalah ergonomi. Memiliki kapabilitas akan praktik ergonomi. Hal ini dikarenakan berguna untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan tugas sederhana seperti pekerjaan, masalah desain terkait di tempat kerja atau di rumah, dan dapat menerapkan konsep dasar ergonomis. Seperti yang kita ketahui, bahwasanya ilmu ergonomi atau Human Factor Ergonomics adalah ilmu yang berorientasi terhadap design (design-oriented discipline). Meski tertulis demikian, ilmu ini tidak hanya berfokus kepada design, tetapi juga merancang interaksi antara individu dengan sistem teknologi. Adapun kesulitan yang ada adalah adanya beberapa fungsi persyaratan kompatibilitas sistem-manusia yang harus puas di saat dan waktu yang sama. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah sistem teknologi yang dapat menciptakan kepuasaan untuk beragam manusia. Hal ini juga tidak lepas dari prinsip dasar bahwa, manusia itu unik sehingga pemuasan kebutuhannya beragam dan karena itu pula, diperlukan sebuah sistem. Oleh sebab itu, ilmu ergonomi hadir untuk menjawab tantangan tersebut, terutama di era yang serba bebas dan dinamis ini. Salvendy (2012) berujar, bahwa dia menawarkan framework dalam ilmu ergonomi, yaitu desain aksiomatik yang memanfaatkan empat domain Seta A. Wicaksana | 23 berbeda yang mencerminkan pemetaan antara kebutuhan yang diidentifikasi ("Apa yang ingin dicapai") dan cara untuk mencapainya mereka ("bagaimana memenuhi kebutuhan yang dinyatakan"). Domain mencakup beberapa hal, di antaranya adalah sebagai berikut, yaitu : Persyaratan pelanggan (pelanggan kebutuhan atau atribut yang diinginkan). Hal ini lebih seperti siapa target sasaran dari perusahaan, apa kebutuhan yang pelanggan butuhkan, dan sejenisnya yang berkaitan dengan kebutuhan pelanggan. Domain fungsional (persyaratan dan kendala fungsional). Hal ini seperti domain fungsional perusahaan seperti fisik dari perusahaan, kognisi, afeksi, dan sistem organisasi dalam perusahaan. Domain fisik (parameter desain fisik). Hal ini seperti tempat kerja, produktivitas kerja, rancangan perusahaan dalam bentuk sistem, dan sejenisnya. Domain proses (proses dan sumber daya). Hal ini seperti proses dan manajemen dalam pengelolaan barang atau jasa yang dibutuhkan. Kemudian, berlanjut ke bagian pengoptimalisasian antara manusia dengan teknologi yang dimiliki. Karwowski (1991) mengatakan, untuk mengoptimalkan kesejahteraan manusia dan sistem dalam kinerja, kompatibilitas sistem-manusia harus dipertimbangkan di semua tingkatan, termasuk fisik, perseptual, 24 | Human Factor Engineering kognitif, emosional, sosial, organisasi, manajerial, lingkungan, dan politik. Dalam keterangannya, dia juga mengatakan bahwa, kompatibilitas antara manusia-sistem juga harus membutuhkan cara agar mengukur masukan dan pengeluaran yang menjadi ciri dari himpunan sistem interaksi manusia dengan sistem. Dengan demikian, pengoptimalan akan pendekatan interaksi manusia-sistem dapat berjalan dengan apa yang diharapkan. Akan tetapi, sering beberapa perusahaan mengalami kejadian yang disebut kekurangannya kompatibilitas dan inkompatibilitas ergonomis. Inkompatibilitas ergonomis adalah suatu fenomena, di mana tidak terjadi sebuah keharmonisan dalam suatu sistem di dalam perusahaan. Salvendy (2012) berujar, inkompatibilitas ergonomis adalah suatu hal, di mana suatu sistem dalam perusahaan tidak berjalan lancar sehingga mengakibatkan ke-disharmonisasi dalam pekerjaan. Hal ini tentu sangat dihindari karena berakibat kepada konflik dalam pekerjaan yang tidak diinginkan bila tidak segera diatasi. Oleh karena itu, fenomena inkompatibilitas ergonomis perlu dicegah. Selain itu, dalam ilmu disiplin Human Factor Ergonomics terdapat subdisiplin. Subdisiplin tersebut terdiri dari seperti desain pekerjaan, perencanaan sumber daya manusia (analisis pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan), manajemen stres kerja, dan keselamatan serta kesehatan kerja manajemen. Tidak Seta A. Wicaksana | 25 hanya itu, subdisiplin ilmu Human Factor Ergonomics juga melihat hubungan manusia-sistem di tingkat tempat kerja individu (workstation) atau di tingkat sistem kerja. Hal ini dianggap penting dan merupakan subdisiplin pengetahuan serta kepentingan utama manajemen. Subdisiplin lainnya yang tidak penting adalah makroergonomi. Makroergonomi berkaitan dengan analisis, desain, dan evaluasi sistem kerja. Sistem kerja yang di sini juga merujuk kepada sistem sosioteknik, di mana sistem ini merujuk kepada kegiatan dari satu individu ke organisasi multinasional yang kompleks. Sistem kerja ini terdiri dari orangorang yang berinteraksi dengan beberapa orang bentuk. Bentuk-bentuk tersebut antara lain sebagai berikut : Desain pekerjaan. Desain pekerjaan yang dimaksud seperti modul kerja, tugas, pengetahuan, dan persyaratan keterampilan. Perangkat keras (mesin atau peralatan) dan/atau perangkat lunak. Kita bisa ambil contoh komputer, meja, kursi, dan sejenisnya. Lingkungan internal (fisik parameter dan faktor psikososial). Hal ini bisa dilihat dari fisik individu dalam bekerja, cara mereka bergaul dengan sesama, dan sejenisnya. 26 | Human Factor Engineering Eksternal lingkungan (faktor politik, budaya, dan ekonomi). Hal ini bisa dilihat dari budaya yang terbentuk dalam sebuah perusahaan. Desain organisasi (yaitu sistem kerja struktur dan proses yang digunakan untuk mencapai yang diinginkan fungsi). Hal ini bisa dilihat dari mekanisme kerja dalam organisasi, seperti mereka bekerja secara tanggap dan tangkas, lambat, dan sejenisnya. Selain itu, ada pembahasan terkait teknologi unik dalam Human Factor Ergonomics. Teknologi tersebut adalah human–system interface technology. Dalam teknologi ini, terbagi 5 sub-bagian, di mana menurut Salvendy (2012) bahwa, ada beberapa bagian, yaitu : Teknologi antarmuka manusia-mesin atau ergonomi perangkat keras. Hal ini bisa dilihat contohnya seperti hubungan individu dalam bertugas dalam pertukangan dengan gergaji mesin sebagai alat untuk mengerjakan tugasnya. Teknologi antarmuka manusia-lingkungan atau ergonomi lingkungan. Contohnya adalah interaksi individu dengan budaya Jawa Tengah dengan individu dengan budaya Jawa Timur dalam mengerjakan tugas di perusahaan mereka. Teknologi antarmuka manusia-perangkat lunak atau ergonomi kognitif. Contohnya adalah individu mencari informasi terkait masa pertumbuhan kayu tertentu dengan mesin pencarian Google. Seta A. Wicaksana | 27 Teknologi antarmuka pekerjaan-manusia desain ergonomis. Contohnya adalah interaksi dua individu dalam satu divisi yang sama. Teknologi antarmuka organisasi manusia atau makro ergonomi. Contohnya adalah perusahaan dua PT tertentu negosiasi dalam akuisisi anak cabang di wilayah tertentu. Selain itu, ada komponen penting dalam ilmu disiplin ergonomi. Salvendy (2012) mengatakan, ada beberapa komponen penting perusahaan dalam ilmu ergonomi, yaitu orang, infrastruktur, dan teknologi. Tidak lupa pula, ada terdapat 4 dimensi utama dalam sistem layanan kontemporer, yaitu struktur, proses, pendapatan, dan pasar. Struktur terdiri dari manusia, material, informasi, komunikasi, teknologi, sumber daya, dan pengoperasian fasilitas dalam perusahaan. Proses terdiri dari model proses, penyediaan layanan, dan sejenisnya. Pendapatan terdiri dari model produk, isi layanan, konsekuensi, kualitas, kinerja dan standar. Pasar terdiri dari kebutuhan apa yang ditawarkan, target dari pasar yang ingin dicapai, dan harga yang ditentukan sesuai harga pasar. Berlanjut kepada pendekatan Customer CenteredService System. Salvendy (2012) mengatakan, ada 4 28 | Human Factor Engineering pendekatan dalam customer centered-service system, yaitu : Clear Understanding of User and Task Requirements. Pemahaman ini berpusat pada pelanggan, di mana pelanggan secara spontan dan terlibat aktif dalam pengguna layanan, serta pemahaman tentang persyaratan tugas mereka. Melibatkan pengguna juga dapat meningkatkan penerimaan sistem layanan dan meningkatkan komitmen untuk keberhasilan layanan baru dalam pelayanan sebuah perusahaan. Consistent Allocation of Functions Between Users and Service System. Pemahaman ini berpusat kepada harus didasarkan pada pemahaman penuh kemampuan, batasan, dan permintaan pelanggan. Iterative Service System Design Approach. Pendekatan ini berfokus kepada memproses tanggapan dan umpan balik dari layanan pengguna barang atau jasa setelah mereka menggunakan solusi desain yang diusulkan oleh perusahaan. Multidisciplinary Design Teams. Pendekatan ini berfokus kepadapelanggan adalah multitask proses kolaboratif yang melibatkan tim desain multidisiplin. Dengan kata lain, pelanggan terlibat dalam menentukan desain perusahaan, minimal memberikan pendapat dalam desain suatu perusahaan. Seta A. Wicaksana | 29 Berlanjut kepada domain dalam Human-System Integration. Menurut Salvendy (2012), domain HumanSystem Integration mencakup beberapa hal, yaitu : Manpower atau tenaga kerja manusia membahas perihal nomor tersebut dan jenis personil dalam berbagai spesialisasi pekerjaan yang dibutuhkan dan berpotensi tersedia untuk melatih, mengoperasikan, memelihara, dan mendukung sistem yang diterapkan berdasarkan analisis kerja dan beban kerja. Personil atau pegawai, membahas perihal mempertimbangkan jenisnya pengetahuan, keteram-pilan, kemampuan, tingkat pengalaman manusia, dan bakat manusia. Human Factors Engineering membahas perihal melibatkan pemahaman yang komprehensif terintegrasi secara kemampuan manusia dalam melakukan pekerjaan mereka. Environment atau lingkungan kerja membahas perihal, mempertimbangkan kondisi di dalam dan di sekitar sistem yang memengaruhi kemampuan manusia untuk berfungsi sebagai bagian dari sistem. Hal ini dilakukan demi mempertahankan atau mengubah budaya sebelumnya di sebuah perusahaan. Safety and Occupational Health, merujuk kepada mempromosikan keselamatan karakteristik desain sistem dan prosedur yang meminimalkan potensi kecelakaan atau kecelakaan pegawai yang 30 | Human Factor Engineering menyebabkan kematian atau cedera pada operator, pengelola, dan dukungan personel serta pemangku kepentingan dan pengamat. Habitability, merujuk kepada karakteristik sistem kehidupan pegawai dan kondisi kerja pegawai seperti penerangan, ventilasi, ruang yang memadai, getaran, kebisingan, pengatur suhu, ketersediaan perawatan medis, makanan dan layanan minuman, tempat tidur yang sesuai, sanitasi, dan fasilitas kebersihan pegawai. Survivability, merujuk kepada karakteristik sistem (misalnya dukungan hidup, perlindungan pribadi peralatan, peralatan pelindung, peralatan outdoor atau ―lapangan‖, tabung oksigen, sabuk pengaman, pelindung elektronik) yang mengurangi kerentanan sistem total terhadap penurunan operasional atau pemutusan hubungan kerja, cedera atau hilangnya nyawa, dan sebagian atau hilangnya sepenuhnya sistem atau salah satu komponennya. Terakhir, perihal tantangan di masa depan untuk ilmu ergonomi. Beberapa tantangan tersebut adalah memperluas area aplikasi, melanjutkan peningkatan dalam metodologi penelitian, dan peningkatan kontribusi untuk pengetahuan dasar, serta pengaplikasian tentang penting untuk kebutuhan masyarakat luas. Hal ini berguna sebagai arsip sekaligus sumber untuk meningkatkan atau merombak suatu penelitian sebelumnya. Dengan demikian, itulah beberapa Seta A. Wicaksana | 31 prinsip dasar, domain ilmu Human Factor Ergonomics, hingga saran untuk meningkatkan kualitas sistem dalam perusahaan berdasarkan ilmu Human Factor Engineering. IEA juga telah mengembangkan beberapa tindakan untuk merangsang pengembangan Human Factor Ergonomics di negara berkembang secara industri (IDCs). Tindakan tersebut mencakup elemenelemen berikut: Bekerja sama dengan badan-badan internasional seperti ILO (Organisasi Perburuhan Internasional), WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), dan asosiasi ilmiah profesional yang lainnya seperti, IEA telah menandatangani perjanjian formal Bekerja dengan penerbit utama jurnal dan teks ergonomi untuk memperluas akses mereka ke masyarakat federasi, dengan fokus khusus pada negara berkembang Pengembangan program dukungan bagi negara berkembang untuk mempromosikan ergonomi dan memperluas program pelatihan ergonomi Promosi lokakarya dan program pelatihan di negara berkembang melalui penyediaan perlengkapan pendidikan dan ahli ergonomis yang berkunjung 32 | Human Factor Engineering Memperluas ―jaringan‖ ergonomi regional negaranegara ke negara-negara yang tidak memiliki program ergonomi yang berlokasi di wilayah mereka Mendukung negara-negara non-anggota IEA dalam mempertimbangkan permohonan afiliasi ke IEA dalam hubungannya dengan Komite Pembangunan IEA. Seta A. Wicaksana | 33 Kesimpulan Disiplin Human Factor and Ergonomics adalah penerapan prinsip psikologis dan fisiologis pada rekayasa dan desain produk. Tujuan dari disiplin Human Factor and Ergonomics adalah menemukan dan menerapkan informasi tentang perilaku manusia, kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik lain pada desain alat, mesin, sistem, tugas, pekerjaan, dan lingkungan untuk penggunaan manusia yang produktif, aman, nyaman, dan efektif menurut Salvendy (2012). Fungsi dari disiplin Human Factor and Ergonomics dapat dijelaskan dalam istilah persepsi, pemrosesan informasi, pengambilan keputusan, memori, perhatian, umpan balik, dan proses respons manusia. Kemudian, tujuan terpenting dari disiplin Human Factor and Ergonomics adalah untuk memahami interaksi antara individu dan segala sesuatu di sekitar kita serta berdasarkan pengetahuan tersebut untuk mengoptimalkan kesejahteraan manusia dan kinerja sistem secara keseluruhan. 34 | Human Factor Engineering Daftar Pustaka Bisantz, A., M., and Burns, C. M. (2009). Applications of Cognitive Work Analysis (Ed.,1st), Boca Raton, FL : CRC Press. Chaffin, D. B., Anderson, G. B. J., and Martin, B. J. (2006). Occupational Biomechanics (Ed.,3rd), Wiley, New York. Edholm, O. G., and Murrell, K. F. H. (1973).The Ergonomics Society: A History 1(pp. 949-1970). London : Ergonomics Research Society. Engineering, Design,Technology, and Management of Human-Compatible Systems,” Ergonomics. (Vol. 48, No. 5, pp.436–463). Karwowski, W. (1991). Ergonomic: Complexity, Fuzziness and Ergonomic Incompatibility Issues in the Control of Dynamic Work Environments. (34 (60, pp. 671–686.) Karwowski, W. (2005). Ergonomics and Human Factors: The Paradigms for Science, Engineering, Design, Technology, and Management of Human-Compatible Systems. Ergonomics. 48 (5), pp. 436–463. Seta A. Wicaksana | 35 Karwowski, W., Salvendy, G., and Ahram, T. (2010). Customer-Centered Design of Service Organizations : in Introduction to Service Engineering. G. Meister, D. (1999). Sejarah Faktor Manusia dan Ergonomi. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. Salvendy and W. Karwowski, Eds., Wiley, Hoboken, NJ, (pp. 179–206). Nemeth, C. (2004). Human Factors Methods for Design (Ed.,1), Boca Raton, FL : CRC Press. Salvendy, G. (2012). Handbook of Human Factors and Ergonomics (Ed.,4th), USA : JOHN WILEY & SONS, INC. Stanton, N., Hedge, A., Brookhuis, K., Salas, E., and Hendrick, H.W. (2004), Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods (Ed.1st), Boca Raton, FL : CRC Press. Tarwaka. (2010). Ergonomi Indusri. Surakarta: Harapan Press. 36 | Human Factor Engineering Human Factors and Ergonomics From The Earliest Times to The Present Seta A. Wicaksana | 37 Latar Belakang Setiap kali kita menggunakan alat atau mesin, kita berinteraksi dengannya melalui antarmuka (pegangan, setir, keyboard, mouse komputer, dan sejenisnya). Pengetahuan inti Human Factor Ergonomics menjelaskan, cara terbaik merancang alat dan mesin untuk mengoptimalkan interaksi individu-alat dan juga pengaruh kondisi lingkungan sekitar saat interaksi berlangsung. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan kompatibilitas antara komponen sistem dengan fokus utama pada penggunanya. Awalnya, Human Factor Ergonomics berfokus pada interaksi manusia-mesin lokal, sedangkan saat ini fokus utamanya adalah pada interaksi manusiateknologi yang didefinisikan secara luas menurut Salvendy (2012). Dalam pandangan ini, Human Factor Ergonomics juga bisa disebut sebagai disiplin ekologi teknologi menurut Salvendy (2012). Ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi tentang karakter manusia, kapasitas manusia dan keterbatasan manusia terhadap desain dari tugas pekerja, sistem permesinan, tempat tinggal dan lingkungan, sehingga manusia dapat hidup, 38 | Human Factor Engineering bekerja dan bermain dengan aman, nyaman, serta efisien (Annis & McConville, 1996). Pada tahun 1857, B.W. Jastrzebowski menghasilkan sebuah risalah filosofis tentang Ergonomi, yaitu Ilmu Pekerjaan. Namun, tampaknya tetap tidak dikenal di luar Polandia, hingga saat ini menurut Jastrzebowski (1857). Ergonomi atau Human Factor adalah disiplin sains yang memberikan perhatian tentang interaksi antara manusia serta elemen lain dari sebuah sistem dan profesi yang menerapkan prinsip teori, data, serta metode untuk membuat desain yang dapat mengoptimalisasi kesejahteraan manusia, serta sistem performa secara keseluruhan (IEA, 2000). Faktor manusia dan ergonomi selalu memiliki banyak kesamaan, tetapi perkembangannya telah bergerak sepanjang garis yang agak berbeda. Faktor manusia sangat menekankan pada integrasi pertimbangan manusia ke dalam proses desain sistem total menurut Bridger (2017). Program ergonomi sering kali diperkenalkan melalui infrastruktur keselamatan yang ada. Dalam mendukung program, diadakan sebuah survei yang dapat dilakukan untuk menentukan ruang lingkup dan biaya masalah ergonomis yang ada. Dalam studi salvendy (2012) mengatakan, bagian ergonomis ditambahkan ke manual audit program keselamatan. Pabrik Goodyear diminta untuk membentuk komite Seta A. Wicaksana | 39 ergonomis, memberikan pelatihan kesadaran umum kepada personel, dan melaksanakan audit untuk mengidentifikasi masalah ergonomis di pabrik. Dengan cara ini, ―pasar internal‖ diciptakan untuk ergonomi dan program dilanjutkan dengan fase reaktif di mana area masalah yang ada diidentifikasi dan masalah diperbaiki. Gold (1994) berpendapat, bahwa beban pembuktian harus dibalik dan bahwa ada sedikit bukti untuk efek negatif dari partisipasi pada kinerja. N. Wilson dari University of Bradford Management Center dalam Salvendy (2012) melaporkan, adanya perbedaan produktivitas 5%-10% yang mendukung perusahaan yang mengadopsi partisipasi pendekatan. Salvendy (2012) melaporkan bahwa, penerapan kelompok kerja otonom di sebuah perusahaan makanan Irlandia menghasilkan peningkatan produksi sebesar 36% dan peningkatan efisiensi pemeliharaan dengan penghematan 25%. Perkembangan cepat dari sistem yang digunakan merupakan prioritas di banyak organisasi. Perubahan demografis di negara-negara industri maju menimbulkan kendala baru. Tenaga kerja yang menua dan kekurangan tenaga terampil, ditambah dengan epidemi obesitas dan gaya hidup tidak sehat telah mengakibatkan penurunan persentase orang yang mampu bekerja secara normal. Pada saat yang sama, undang-undang tentang kesempatan yang sama 40 | Human Factor Engineering menuntut agar, pemberi kerja menyediakan pekerjaan bagi semua. Perubahan demografis di negara-negara industri maju menimbulkan kendala baru. Tenaga kerja yang menua dan kekurangan tenaga terampil, ditambah dengan epidemi obesitas dan gaya hidup tidak sehat telah mengakibatkan penurunan persentase orang yang mampu bekerja secara normal. Masalah ergonomis fisik menjadi semakin penting seiring bertambahnya usia angkatan kerja dan karenanya, lebih banyak wanita mengambil pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh pria. Di negara berkembang, desain dasar ergonomis untuk pabrik dan perkantoran masih dibutuhkan. Salah satu faktor pengereman utama pada pengenalan Artificial Intelligence (dan salah satu alasan mengapa mereka tidak meluncurkan sistem ahli dalam perawatan kesehatan 30 tahun yang lalu) adalah bahwa seseorang harus bertanggung jawab secara hukum atas keputusan dan tindakan yang dibuat oleh sistem Artificial Intelligence. Seta A. Wicaksana | 41 Sejarah Singkat Ilmu Ergonomi Ergonomi muncul sebagai tanggapan atas masalah desain dan operasional yang dihadirkan oleh kemajuan teknologi di abad kedua puluh. Ini adalah disiplin hibrida atau disambiguasi yang muncul ketika, para ilmuwan terapan berkumpul untuk memecahkan masalah lintas disiplin yang kompleks dan perkembangannya berasal dari proses sejarah yang sama yang memunculkan disiplin ilmu lain, seperti teknik industri dan kedokteran pekerjaan. Berikut adalah beberapa inti ilmu dari mana ilmu ergonomi diambil, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Psikologi Psikologi kerja berkembang pada tahun 1920-an dan 1930-an. Inti dari Taylorisme adalah menganggap pekerja sebagai individu yang terisolasi yang hasilnya ditentukan oleh faktor fisik seperti kelelahan, desain pekerjaan yang buruk, dan insentif ekonomi. Sebuah pekerjaan akan didesain ulang untuk membuatnya 42 | Human Factor Engineering sesederhana mungkin untuk dipelajari dan dilakukan. Standar produksi dan tingkat gaji akan ditetapkan dan skema bonus diperkenalkan sebagai insentif bagi pekerja untuk menghasilkan hasil lebih dari standar. Diasumsikan bahwa, "manusia ekonomi rasional" akan memaksimalkan produktivitas mereka untuk memaksimalkan bonus. Dalam konteks sosial, standar produksi yang lama dalam sebuah pekerjaan dan sedang berlangsung, akan segera diabaikan. Hal tersebut akan terganti dengan standar produksi yang baru dan lebih tinggi diperkenalkan setiap kali ada peningkatan output yang berkelanjutan dicapai dan bonus hanya dibayarkan ketika standar baru terlampaui. Tidak mengherankan, para pekerja bereaksi dengan membatasi output mereka untuk mencegah standar dinaikkan dan memberikan tekanan sosial yang berujung pada "penghancur tarif". 2. Ilmu Urai Ilmu Urai atau Anatomi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia dan hubungannya dengan anggota tubuh lain. Ilmu urai mulai ada dan terkenal saat zaman Yunani kuno. Kemudian, berkembang ke berbagai daerah di dunia. Hal ini terus berlanjut hingga saat ini, di mana perkembangan ilmu urai telah memasuki tahap baru dalam perkembangan nanopartikel untuk penyakit kanker otak. Hal ini juga Seta A. Wicaksana | 43 berlanjut kepada perkembangan ilmu urai dengan ilmu ergonomi dalam penanganan medis dengan alat medis yang mutakhir hingga standar operasional prosedur dalam melakukan kegiatan berdasarkan kode etik ilmu urai. 3. Fisiologi Okupasi kedokteran berasal dari abad kedelapan belas ketika Ramazini (1717) dikatakan, menulis risalah tentang ―Penyakit Pedagang‖, tetapi risalah itu diubah menjadi lebih formal pada awal abad kedua puluh. Komite Kesehatan dan Pekerja amunisi mempelajari kondisi di pabrik amunisi dan faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas seperti lamanya hari kerja. Fisiologi kemudian menjadi Badan Penelitian Kesehatan Industri dan bidang minatnya cukup luas meliputi ventilasi, pengaruh panas, dan kerja shift serta pelatihan. Rekomendasi dibuat pada saat ini untuk berbagai aspek pekerjaan industri termasuk jenis makanan yang disajikan di kantin pabrik, dengan mempertimbangkan kemungkinan kekurangan nutrisi tenaga kerja dan tuntutan pekerjaan. Dari fondasi seperti inilah, fisiologi industri dan kesehatan kerja telah muncul (sungguh mengejutkan, mengingat tingginya insiden gangguan trauma kumulatif saat ini, tetapi betapa sedikit industri yang telah bertindak 44 | Human Factor Engineering berdasarkan kesimpulan yang telah dikumpulkan dalam penelitian. 4. Fisika (Khususnya Mekanika dan Fisika Lingkungan) Behaviorisme melihat bahwa, pembelajaran sebagai rangkaian pasangan stimulus-respons di bawah kendali penguatan, atau rangsangan yang bermanfaat dari lingkungan. Dalam pembelajaran terprogram, materi yang akan dipelajari disajikan secara bertahap dan urutan penyajian informasi yang akan dipelajari ditentukan oleh apakah tanggapan peserta sebelumnya benar atau salah. Tekanan untuk penggunaan mesin yang produktif dan efisien diperkuat oleh tuntutan Perang Dunia II dan membawa psikolog ke dalam kontak langsung dengan masalah interaksi manusia-mesin. Psikolog Cambridge terkenal Sir Frederick Bartlett membangun simulator pesawat Spitfire dan menyelidiki efek stres dan kelelahan pada perilaku pilot. Hal ini menyebabkan peningkatan pemahaman tentang perbedaan individu dalam menanggapi stres dan memungkinkan kerusakan kinerja terampil dijelaskan dalam istilah psikologis, bukan berbasis mesin. Penyempitan persepsi, yang terjadi akibat kelelahan atau sebagai respons maladaptif terhadap stres berat, adalah salah satu contohnya. Seta A. Wicaksana | 45 5. Rekayasa Studi kerja dan manajemen ilmiah adalah pelopor studi gerak dan waktu dan rekayasa manusia. Perusahaan mempekerjakan generasi baru spesialis untuk menyelidiki interaksi manusia-mesin dan untuk merancang tugas. Praktik kerja tidak lagi dianggap sebagai kebijaksanaan pekerja atau ditentukan oleh tradisi atau teknologi, tetapi dianggap sebagai sesuatu yang harus dibeli di bawah kendali manajemen. Perubahan pandangan ini merupakan persyaratan penting untuk pengenalan teknik perakitan massal dan jalur produksi. Studi waktu dan gerak atau rekayasa metode dapat dikritik karena banyak alasan di antaranya, ia hanya melihat fitur superfisial dari kinerja tugas, ia membuat asumsi yang tidak beralasan tentang orang, dan itu sedikit lebih dari akal sehat. Banyak yang berpendapat bahwa, Taylorisme berhasil "menghilangkan keterampilan" pengrajin dan menciptakan pekerjaan yang biasa-biasa saja dan berulang. Pandangan alternatif adalah bahwa, rekayasa ulang produk untuk produksi massal yang benar-benar membuat para pengrajin Victoria tidak terampil, sehingga memunculkan seluruh generasi produk yang diproduksi secara massal yang semakin terjangkau oleh sejumlah besar orang, termasuk mereka yang memproduksinya. 46 | Human Factor Engineering 6. Teknik Industri Hal ini bermula Paradoks pengamat, di mana perilaku yang diamati secara tidak sengaja dipengaruhi oleh pengamat. Hal ini memunculkan Hawthorne effect, di mana secara insting individu melakukan peningkatan dalam tingkah laku mereka, sehingga perilaku mereka menjadi berubah dari perilaku yang ―termodifikasi‖. Atas penjelasan ini pada tempo waktu sebelumnya, secara tidak langsung membuat "hubungan antar manusia" menjadi lebih baik, meskipun para peneliti tidak berusaha untuk mengukur "hubungan antar manusia". Penjelasan ini juga membuat situasi perusahaan menjadi baik, seperti organisasi kerja yang lebih baik, insentif ekonomi yang lebih baik, dan teknik industri berkembang menjadi lebih baik tanpa ada yang terabaikan. Meski demikian, ada beberapa penelitian yang tidak percaya dan menguji kembali terkait Hawthorne effect. Meski hasilnya masih diperdebatkan, tetapi hal ini menjadi kabar baik dalam mengatur perilaku pegawai dalam teknik industri dan dapat diaplikasikan dalam perubahan pada praktik kerja yang dilakukan para peneliti saat menyiapkan penelitian eksperimen. 7. Desain Industri Desain industri mulai terkenal saat revolusi industri di negara inggris pada abad 18. Pada saat itu, terjadi Seta A. Wicaksana | 47 perkembangan metode kerajinan tangan. Selain itu, terdapat sistem pabrikan (manufacture) mulai dikenal pada pertengahan abad ke 18, tetapi masih tetap menggunakan metode-metode tradisional dengan jaringan-jaringan bengkel kecil. Dewasa ini, revolusi industri juga mulai memasuki babak baru dengan nama revolusi industri 4.0. Pada revolusi ini, perusahaan mulai mengintegrasikan teknik otomasi, komputer, dan jaringan internet untuk meningkatkan produktivitas di bidang industri. Salah satu contohnya saja adalah produksi makanan di Jepang, di mana banyak pengusaha yang menggunakan robot untuk memproduksi sushi dengan berbagai topping ataupun penggunaan mobil otonom yang dapat bergerak sendiri dengan sensor. Hal ini berkaitan dengan Human Factor Engineering, di mana ergonomis dari barang industri disesuaikan demi kenyamanan dan efektifitas pengguna. Dengan demikian, desain industri dan ilmu Human Factor Engineering masih berkaitan hingga saat ini. 8. Teori Sistem Teori sistem sosioteknik muncul di Inggris Raya setelah Perang Dunia II. Trist dan Bamforth (1951) mengatakan, mereka menyelidiki konsekuensi sosial dan psikologis dari penambangan batu bara mekanis dalam konteks insiden gangguan psikosomatis yang 48 | Human Factor Engineering dilaporkan lebih tinggi di antara para penambang yang bekerja dalam kondisi mekanis. Mereka menunjukkan hasil bahwa, adanya metode mekanis yang berbeda, secara asal dan skalanya permukaan antara bekerja di pabrik dengan bekerja di tempat tambang batu bara. Di tambang batu bara, diperlukan bentuk organisasi sosial yang berbeda karena sifat lingkungan kerja di tambang yang secara intrinsik tidak dapat diprediksi dibandingkan dengan mereka yang kerja di pabrik. Organisasi teknologi, organisasi sosial, dan lingkungan lokal harus melihat hal ini sebagai masukan dalam rancangan membuat sebuah bentuk struktur sistem kerja yang jelas, agar kompatibel satu sama lain dan dapat meningkatkan skala produktivitas yang baik, serta memberikan kesehatan dan keselamatan kerja akan tekanan patologis dan psikologis yang dimiliki oleh pekerja. Seta A. Wicaksana | 49 Upaya Memanusiakan Pekerja Pada 1960-an, 1970-an, dan 1980-an, sejumlah program berskala besar dimulai di beberapa negara Eropa. Program-program ini dimotivasi oleh berbagai faktor. Misalnya, generasi lulusan sekolah berturut-turut di negara-negara yang bersangkutan memiliki tingkat pendidikan yang semakin tinggi dan harapan akan pekerjaan yang semakin tinggi. Program-program tersebut berusaha untuk memberikan pekerjaan yang lebih berkualitas melalui perubahan dalam organisasi kerja. Beberapa karakteristik umum dari pekerjaan yang baik secara psikologis menguntungkan, baik dari sisi finansial, karier, atau sisi psikis. Di Swedia, perusahaan mobil Volvo di mana mengalami tingkat ketidakhadiran dan perputaran tenaga kerja yang tinggi pada tahun 1960-an, mencoba membuat program untuk menemukan cara baru dalam merakit mobil sebagai upaya untuk memiliki tenaga kerja yang lebih stabil, termotivasi, dan produktif. Metode lini produksi konvensional yang awalnya diterapkan, digantikan oleh "produksi unit". Tim pekerja diawaki oleh gerobak perakitan listrik, di 50 | Human Factor Engineering mana bergerak di sekitar area perakitan berhenti di toko-toko terpusat untuk mengumpulkan berbagai komponen. Sering kali sulit untuk menguraikan efek program semacam itu pada produktivitas atau imbalan psikologis dari pekerjaan karena banyak faktor berbeda yang terlibat. Produksi unit mengubah hubungan sosial antar manusia, tetapi juga menghilangkan kerja ―dua kali‖ (dalam hal ini, tingkat pekerjaan ditentukan oleh mesin dan mencegah pekerjaan dilakukan dua kali dalam satu waktu) dan memperpanjang waktu siklus. Kedua faktor tersebut, diketahui memengaruhi kepuasan kerja. Program British Quality of Working Life dikatakan Tynan dalam Salvendy (2012), mereka berusaha untuk menggabungkan pendekatan baru untuk mendesain pekerjaan dengan perubahan teknologi dan dikatakan bahwa, sejak adanya perubahan teknologi, memaksa perubahan desain secara ulang dalam pekerjaan, peluang yang disajikan oleh teknologi baru paling baik dapat direalisasikan dengan mengoptimalkan organisasi kerja, dan perlu adanya perubahan dalam desain pekerjaan, manajemen, serikat pekerja, dan pekerja harus diikutsertakan dalam pendekatan partisipatif terhadap rancangan pekerjaan dengan teknologi terbaru dalam sistem kerja mereka. Dengan demikian, maka sistemasi kerja dapat berjalan secara optimal, efisien, dan efektif. Seta A. Wicaksana | 51 Sukses Program Manajemen Pekerjaan Tempat kerja modern, menurut pandangan ini, dicirikan oleh fleksibilitas dan kebijaksanaan individu atas elemen-elemen pekerjaan. Tugas tradisional, tugas yang sudah dibagi, berulang, dan hierarki organisasi yang kaku, telah diganti dengan sistem yang lebih terdesentralisasi atau diberikan kepada bawahan. Sejauh mana pemikiran ini telah benar-benar menembus organisasi dan menggantikan gaya manajemen tradisional adalah pertanyaan terbuka untuk penyelidikan secara empiris. Hal ini telah diteliti oleh Boreham (1992), di mana dia melakukan studi komparatif internasional tentang organisasi kerja dan jumlah kebijaksanaan yang tersedia untuk karyawan di berbagai organisasi di Amerika Serikat, Australia, Inggris, Kanada, Jerman, Jepang, dan Swedia. Hasil mengatakan bahwa, adanya Otonomi ditemukan sebagai milik individu berstatus lebih tinggi. Kemudian, individu dengan status yang lebih rendah hampir sepenuhnya tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan tentang produksi di organisasi mereka. Mengutip temuan tersebut sebagai 52 | Human Factor Engineering bukti untuk "mitos manajemen pasca-Fordist", Boreham menyimpulkan bahwa, ada sedikit bukti yang menunjukkan praktik organisasi yang benar-benar partisipatif telah diterapkan di negara-negara yang diteliti. Dalam beberapa perkembangan, dari zaman dahulu hingga sekarang, telah terjadi interaksi antara manusia dengan beberapa alat. Kita bisa sebut contohnya pada zaman purba, di mana saat manusia masih menggunakan tombak untuk berburu. Kemudian, berlanjut manusia dengan hewan ternak untuk menggembur tanah, hingga zaman industri di mana terjadi interaksi manusia dengan mesin untuk pertama kalinya. Dalam waktu yang bersamaan, terjadi pula interaksi manusia dengan alat, sistem, dan lingkungan dalam menunjang aktivitas manusia. Hal ini sesuai dengan Bridger (2017) yang mengatakan, manusia dalam melakukan kegiatannya sering mengalami interaksi dengan sekitarnya dalam menjalankan aktivitasnya. Salvendy (2012) dalam bukunya mengatakan, ergonomi adalah ilmu ilmiah disiplin yang bersangkutan dengan interaksi manusia dengan berbagai elemen dalam tempat kerja dan profesi di mana manusia bekerja. Hal ini juga didukung menurut Stanton (2004), ilmu ergonomi adalah ilmu yang membahas bagaimana manusia berinteraksi dan menggunakan alat yang mereka punya untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Seta A. Wicaksana | 53 Dengan demikian, ilmu ergonomi adalah ilmu yang berkaitan dengan penyelesaian masalah yang dihadapi manusia dengan peralatan yang dimiliki. Berlanjut kepada sejarah pembentukan ilmu ergonomi. Ilmu ergonomi terbentuk akibat adanya tuntutan terhadap tanggapan atas masalah desain dan operasional yang dihadirkan oleh kemajuan teknologi di abad kedua puluh. Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka dibuatlah ilmu ergonomi. Bridger (2017) mengatakan, ilmu ergonomi merupakan ilmu campuran dan campuran tersebut terdiri dari beberapa cabang ilmu, yakni psikologi, ilmu anatomi tubuh, fisiologi, fisika (lebih ke arah mekanik dan lingkungan fisik), ilmu teknik, teknik Industri, desain industri, dan teori sistem. Atas dasar inilah, ilmu ergonomi dikatakan sebagai ilmu campuran dan sekilas perihal sejarah dari ilmu ergonomi. Selain itu, ada satu gaya manajemen yang disebutkan dalam Bridger (2017) pada permulaan ilmu ergonomi. Gaya manajemen itu adalah gaya Taylorism. Taylorism juga disebut manajemen ilmiah, adalah sebuah gagasan tentang analisis kerja yang meyakini bahwa, peningkatan produktivitas bermanfaat, baik bagi para pengusaha maupun para pekerja jika biaya produksi ditekan serendah-rendahnya. Dalam pendekatan ini, ada beberapa manfaat yang didapatkan, yaitu : 54 | Human Factor Engineering 1. Pendekatan ini mempunyai fleksibilitas yang lebih besar dalam mengalokasikan operator untuk tugas-tugas yang dipelajari dengan mudah. 2. Pendekatan ini lebih sedikit pekerja terampil yang dibutuhkan. Kekurangan keterampilan dapat dihindari dan biaya pelatihan dan gaji bisa lebih mudah ditahan. 3. Pendekatan ini melakukan pengenalan pekerjaan yang serba cepat, sehingga memungkinkan jadwal produksi dikuantifikasi atau jumlah produksi diperketat. Hasil ini berpengaruh pada prediksi output yang lebih baik dapat dibuat dan dihasilkan. 4. Pendekatan ini juga menunjukkan efek yang nyata, jika setiap orang bekerja dengan kecepatan yang sama dan intinya adalah hasil selalu merupakan produk akhir dan jadi tujuan utama. Berlanjut ke beberapa kesempatan dalam perkembangan ilmu ergonomi. Pada perkembangannya, terjadi beberapa penemuan. Di antaranya adalah hawthorne effect dari penelitian eksperimen dalam paradoks observer dalam Salvendy (2012). Selain itu, hasil penelitian lain adalah terciptanya teori sistem sosio-teknologi, medis okupasional, Human Performance Psychology, teori ―Fitting The Man to Job‖ vs Fitting The Job to Man‖, hingga Human Factor Seta A. Wicaksana | 55 Ergonomics. Dari penelitian ini yang telah dihasilkan dan memunculkan berbagai teori, kita bisa melihat interaksi manusia dengan alat yang menunjang kegiatannya. Bridger (2017) mengatakan, dengan adanya alat penunjang, membuat pekerjaan manusia menjadi lebih mudah. Meskipun beberapa penelitian membuktikan bahwa efek tersebut tidak ada dampaknya, tetapi setidaknya dengan bukti penelitian ini, membuktikan adanya interaksi manusia dengan alat, sistem, dan lingkungan demi efektivitas pekerjaan manusia lebih baik. Selain itu, ada peran karyawan yang tidak bisa dianggap remeh. Karyawan dianggap sebagai salah satu komponen dalam sebuah perusahaan yang tidak bisa dianggap remeh. Meski begitu, karyawan harus menyadari beberapa hal penting dalam perusahaan. Bridger (2017) mengatakan, persyaratan tersebut di antaranya adalah : 1. Karyawan harus menyadari pentingnya partisipasi dalam kegiatan perusahaannya. 2. Karyawan harus percaya bahwa, keikutsertaan mereka tidak akan berdampak negatif dan bahwa, mereka akan memiliki kendali atas keputusan akhir. 3. Karyawan harus memahami bahwa, perubahan dalam perusahaan harus diperkenalkan dengan cara yang sah. 56 | Human Factor Engineering 4. Karyawan percaya bahwa, perubahan dalam perusahaan, dilaksanakan dengan benar. 5. Karyawan harus diberi peran nyata untuk diberikan dalam pengenalan dan pengujian caracara baru bekerja dalam perusahaan. Pada kelanjutan dari ilmu ergonomi, dibuktikan dengan adanya revolusi industri. Hal ini dibuat pada abad akhir 21 dan menyebabkan berbagai perubahan. Bridger (2017) mengatakan, ada beberapa perubahan yang terjadi, yaitu : 1. Laju perubahan telah meningkat karena adanya pertemuan teknologi sebagai pendukung utama. Hal ini bisa kita lihat dari aktivitas warganet yang meninggi seiring berjalannya waktu dalam berinternet. 2. Pekerjaan utama yang cenderung diotomatiskan adalah pekerjaan rutin, berbasis aturan, dan proses. 3. Hubungan dengan internet semakin erat seiring berjalannya waktu 4. Algoritma di mesin penelusur seperti Google dalam memantau perilaku online kita dan menyesuaikan interaksi dalam berinternet. Hal ini juga berpengaruh dan digunakan dalam pengelolaan organisasi untuk mengotomatiskan Seta A. Wicaksana | 57 segala bentuk proses konsultasi yang melibatkan karyawan. Selain itu, dalam ilmu ergonomi terdapat dua alat yang digunakan. Dua alat tersebut adalah ceklis ergonomi dan analisa tugas. Pertama perihal ceklis ergonomi. Alat ini ditemukan oleh profesor E. Grandjean dalam Salvendy (2012). Alat ini digunakan untuk membantu dalam investigasi kondisi kerja. Basis dari alat ini adalah untuk memastikan pengurus dapat mengecek kondisi kerja semua aspek di perusahaan secara menyeluruh. Di dalam ceklis ergonomi, terdapat peraturan dan pedoman sehingga memastikan tidak ada kemungkinan faktor ergonomis yang tertinggal. Kemudian, alat kedua bernama analisa tugas. Analisa tugas adalah alat yang berguna untuk mengurutkan tugas dan sub-tugas, mengidentifikasi pelaku atau pengguna dalam aksinya, aktivitas ikatan atau operasi, lingkungan, keadaan awal dalam bekerja, keadaan tujuan dalam bekerja, dan melengkapi persyaratan tugas seperti perangkat keras, perangkat lunak atau informasi. Bridger (2017) mengatakan, analisa tugas adalah sebuah alat untuk menganalisa kegiatan yang sedang, akan, atau sudah dijalankan. Kita bisa ambil contoh misalnya mengumpulkan deskripsi terperinci dari pengguna ahli tentang apa orang yang berbeda dan mengidentifikasi semua proses yang membentuk aktivitas. Hasil yang didapat dari analisa tugas terkait pernyataan sebelumnya 58 | Human Factor Engineering semisal mendeskripsikan perilaku karyawan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan tertentu dan mendeskripsikan tugas saat dilaksanakan oleh sistem di sebuah perusahaan. Meski demikian, ada beberapa hal yang diperhatikan dalam menggunakan alat dari ilmu ergonomi ini. Bridger (2017) mengatakan, setidaknya ada 7 hal yang perlu diperhatikan, yaitu : 1. Validitas, di mana seberapa valid dari alat yang digunakan. 2. Reliabilitas, di mana seberapa sesuaikah alat yang digunakan. 3. Sensibilitas, di mana apakah alat ini bisa merasakan perbedaan dari apa yang ada di lapangan dengan data yang ingin dicari. 4. Diagnostik, di mana seberapa alat itu cukup memberikan informasi yang diinginkan. 5. Intrusiveness, di mana apakah alat ini gampang terganggu atau tidak oleh faktor eksternal. 6. Acceptability, di mana apakah alat ini dapat diterima dan digunakan oleh banyak orang. 7. Assessment of costs, di mana apakah alat yang digunakan sesuai dengan biaya yang dibutuhkan. Selain itu, ada 3 konsep dalam membahas kemanfaatan ekonomi berdasarkan ilmu ergonomi. Menurut Bridger (2017), 3 konsep tersebut adalah Seta A. Wicaksana | 59 efikasi, efektivitas, dan efisien. Berikut definisi dari 3 konsep tersebut : 1. Khasiat atau efikasi adalah konsep yang berisi apakah aplikasi bekerja dalam kondisi ideal. 2. Efektivitas adalah konsep aplikasi yang bekerja dalam kondisi penggunaan normal. 3. Efisiensi adalah konsep perihal apakah aplikasi menghemat lebih banyak sumber daya daripada yang mereka konsumsi. Berlanjut ke bagian model dalam ilmu ergonomi, terdapat model dalam ilmu ergonomi yang bernama Oxenburgh Productivity Model. Model ini dijelaskan menurut Bridger (2017) bahwa, model ini adalah model yang menjelaskan perihal identifikasi pekerjaan dengan tingkat ketidakhadiran, cedera, atau pergantian staf yang tinggi. Selain itu, biaya dari modifikasi akan model ini dapat dihitung dalam bahan dan biaya tenaga kerja yang diperlukan untuk melaksanakan serta menargetkan mereka, serta waktu henti selama desain ulang. Dengan kata lain, model ini dihitung berdasarkan jumlah gaji yang dibayar untuk karyawan ditambah administrasi, biaya upah, serta biaya pegawai. Contoh lain dari biaya upah langsung adalah upah dari pengemudi gojek dari mengantar pelanggan dan dapat 100 ribu. Perusahaan akan mendapatkan 20% dari pendapatan. Jadi, pendapat yang didapat perusahaan adalah 20 ribu dan pengemudi gojek dapat 80 ribu akibat pemotongan sebesar 20%. 60 | Human Factor Engineering Arah Masa Depan untuk Human Factor Engineering ―Technology push‖ adalah salah satu faktor utama yang memengaruhi arah dan pertumbuhan Human Factor Engineering. Peningkatan dalam kekuatan dan kecepatan pemrosesan ditambah dengan pembelajaran mesin dan kecerdasan buatan akan memiliki perubahan besar di dunia kerja. Masalah yang sulit secara komputasi seperti manajemen rantai pasokan, perencanaan tenaga kerja, dan penjadwalan pemeliharaan dapat disesuaikan dengan otomatisasi menggunakan sistem cerdas. Sistem ini dapat menggantikan manajer menengah dengan mengambil alih manajemen proses atau membantu mereka melalui kemampuan untuk menjalankan sejumlah besar simulasi kompleks untuk mendukung perencanaan. Tugas yang memiliki prioritas tinggi untuk organisasi, sesuai dengan teknologi baru, dan saat ini sulit atau menantang kemungkinan besar akan diotomatiskan terlebih dahulu. Dengan peningkatan pesat dalam pengenalan ucapan dan pemrosesan bahasa alami, fungsi yang lebih "berpusat pada manusia" seperti sumber daya manusia dapat diotomatiskan. Seta A. Wicaksana | 61 Teknologi Sistem Baru dengan Kinerja Individu Rockart (1995; dalam Irwansyah, 2003) menyatakan bahwa, teknologi informasi merupakan sumber daya keempat setelah sumber daya manusia, sumber daya uang, dan sumber daya mesin yang digunakan manajer untuk membentuk dan mengoperasikan perusahaan. Keberhasilan sistem informasi suatu perusahaan tergantung bagaimana sistem itu dijalankan, kemudahan sistem itu bagi para pemakainya, dan pemanfaatan teknologi yang digunakan Goodhue (1995). Dalam penelitian Goodhue dan Thompson (1995) mengatakan, pencapaian kinerja individu dinyatakan berkaitan dengan pencapaian serangkaian tugas-tugas individu dengan dukungan teknologi informasi yang ada. Jumlah sarana komputer dalam perusahaan sangat memengaruhi dalam implementasi teknologi sistem informasi baru pada perusahaan. Dengan lebih banyak fasilitas pendukung yang disediakan bagi pemakai, maka semakin memudahkan pemakai mengakses data yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas individu dalam perusahaan atau 62 | Human Factor Engineering organisasi. Diharapkan dengan teknologi sistem informasi yang baru individu dari perusahaan atau organisasi yang merupakan pemakai sistem tersebut, menghasilkan output yang semakin baik dan kinerja yang dihasilkan tentu akan meningkat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jumaili (2005), di mana dia melihat arah hubungan kinerja dan teknologi sistem baru dan menyatakan bahwa, bila skor pada variabel teknologi meningkat, maka dapat diramalkan skor variabel kinerja meningkat pula. Hasil tersebut sesuai dengan temuan penelitian Goodhue (1995) dan Irwansyah (2003) menemukan bahwa, pemakai yang memberikan nilai evaluasi tinggi adalah pemakai yang merasa bahwa, teknologi sistem informasi baru yang diimplementasikan dalam organisasi atau perusahaan, dapat meningkatkan kinerja individu pemakai tersebut. Terakhir perihal masa depan dari ilmu ergonomi. Seperti yang kita ketahui, ilmu ergonomi akan berkembang seiring berjalannya waktu. Hal ini tidak terlepas dengan adanya peran teknologi yang semakin pesat. Selain itu, tuntutan manusia ingin mencari segala hal dengan cepat menimbulkan efek domino tersebut. Oleh karena itu, ilmu ergonomi dapat dikatakan dapat berkembang pesat seiring bertambahnya minat dari pihak-pihak, terutama perusahaan yang ingin mengembangkan sumber daya yang dia miliki, alat, sistem, serta iklim lingkungan dari perusahaan tersebut. Seta A. Wicaksana | 63 Kesimpulan Human Factor Engineering menempati posisi tak bertuan antara teknik, kedokteran, arsitektur, kesehatan & keselamatan, ilmu komputer, dan desain produk konsumen. Hal ini adalah satu-satunya subjek ilmiah yang secara khusus berfokus pada interaksi antara manusia dan mesin. Secara historis, Human Factor Engineering dapat dilihat, muncul sebagai respons terhadap kebutuhan akan desain sistem kompleks yang cepat. Ahli ergonomis modern memiliki peran penting sebagai anggota tim desain, memberikan informasi ilmiah tentang personel (komoditas langka di banyak organisasi), dan memastikan bahwa semua aspek sistem dievaluasi dari sudut pandang pengguna atau operator melihat mulai banyak alat sekarang yang tersedia untuk analisis sistematis dan spesifikasi ergonomi sistem. Pendekatan partisipatif tampaknya menjadi cara terbaik untuk memastikan bahwa, penerapan ergonomi akan efektif. Peningkatan dalam kekuatan dan kecepatan pemrosesan ditambah dengan pembelajaran mesin dan kecerdasan buatan, akan memiliki perubahan besar di 64 | Human Factor Engineering dunia kerja. Masalah yang sulit secara komputasi, seperti manajemen rantai pasokan, perencanaan tenaga kerja, dan penjadwalan pemeliharaan dapat disesuaikan dengan otomatisasi menggunakan sistem cerdas. Sistem ini dapat menggantikan manajer menengah dengan mengambil alih manajemen proses atau membantu mereka melalui kemampuan untuk menjalankan sejumlah besar simulasi kompleks untuk mendukung perencanaan pengenalan Artificial Intelligence. Dengan peningkatan pesat dalam pengenalan ucapan dan pemrosesan bahasa alami, fungsi yang lebih "berpusat pada manusia" seperti sumber daya manusia dapat diotomatiskan secara optimal di masa yang akan mendatang. Seta A. Wicaksana | 65 Daftar Pustaka Annis, J. F., & McConville, J. (1996). Anthropometry. OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH, (no. 27,pp. 1-46). NEW YORK. Boreham, P. (1992). The myth of post-Fordist management: Work organisation and employee discretion in seven countries. 14: 13–24. Employee Relations. Bridger, R. S. (2017). Introduction to Human Factors and Ergonomics (Fourth Edition), USA : CRC Press. Dul, J., Bruder, R., Buckle, P., Carayon, P., Falzon, P., Marras, W. S., ... & van der Doelen, B. (2012). A strategy for human factors/ergonomics: developing the discipline and profession. Ergonomics, 55(4), 377-395. Gold, M. (1994). Editorial. In: P+, European Participation Monitor, The Economics of Participation, M. Gold, ed. European Foundation for the Improvement of Living and Working Conditions, ISSN 1017-6713. Dublin, Ireland. Goodhue, D.L. (1995). Management Science : Understanding User Evaluation of Information System, 1827 -1844. 66 | Human Factor Engineering Goodhue, D.L, and Thompson, R.L. (1995). TaskTechnology Fit and Individual Performance, (pp. 213236) : MIS Quarterly. IEA, 2000. The Discipline of Ergonomics. International Ergonomics Association. [Accessed 11 January 2012 Available from: www.iea.cc ] Irwansyah, 2003, Evaluasi Pemakai Atas Kecocokan Tugas Teknologi yang Memengaruhi Kinerja Individu. Thesis. Universitas Gadjah Mada. Jastrzebowski, W. (1857). An outline of ergonomics, or the science of work. Central Institute for Labour Protection. Varsóvia. Jumaili, S. (2005). Kepercayaan terhadap teknologi sistem informasi baru dalam evaluasi kinerja individual. Solo: Simposium Nasional Akuntansi VIII. Karwowski, W. (2006). Handbook Of Human Factors And Ergonomics : The Discipline Of Ergonomics And Human Factors. 3, 3-31. O‘Brien, S. (1994). Autonomous working at Galtee Foods Dairygold. In: P+, European Participation Monitor, The Economics of Participation, M. Gold, ed. European Foundation for the Improvement of Living and Working Conditions, Dublin, Ireland, ISSN 1017– 6713. Ramazini, B. 1717. De Morbis Artificium. Available from : Seta A. Wicaksana | 67 http://www.cdc.gov/niosh/hhe/reports/pdfs/1 990–0385–2173.pdf Salvendy, G. (2012). Handbook of Human Factors and Ergonomics (Ed.,4th), USA : JOHN WILEY & SONS, INC. Salvendy, G. (2012). Handbook of human factors and ergonomics (Ed.). John Wiley & Sons. Stanton, N., Hedge, A., Brookhuis, K., Salas, E., and Hendrick, H.W. (2004), Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods (Ed.1st), Boca Raton, FL : CRC Press. Taylor, F.W. (1911). The Principles of Scientific Management. London, New York : Harper and Brothers Publishers. Trist, E.L. and Bamforth, K.W. (1951). Human Relations: Some social and psychological consequences of the longwall method of coal getting. (4: 3–38). Tynan, O. (1980). WRU Occasional Paper 16 : Improving the quality of working life in the 1980’s, London : Work Research Unit. Vernon, H.M. (1920). Industrial efficiency and fatigue. In: The Industrial Clinic, E.L. Collis (ed. John Bale). London, 51–74. 68 | Human Factor Engineering Human Factors and Ergonomics in Systems Design and Project Management Seta A. Wicaksana | 69 Semua ilmu tidak bisa berdiri sendiri. Hal ini pun berlaku untuk ilmu Human Factor Engineering atau ilmu ergonomi. Ilmu ergonomi juga membutuhkan spesialisasi atau tim proyek, serta manajemen dalam merancang sebuah produk hingga sebuah sistem. Sistem dalam ilmu Human Factor Engineering sering dibahas dan menjadi faktor penting yang berguna dalam menjaga stabilitas sebuah perusahaan. Akan tetapi, apakah kita mengetahui apa itu sistem? Bagaimana cara kerjanya? Semua itu akan dibahas dalam paragraf di bawah ini. Sistem dibuat untuk memproses semua kegiatan dalam perusahaan dan tujuan sistem adalah untuk memberikan beberapa jenis kemampuan. Sistem sendiri adalah kombinasi dari beberapa teknologi dan aktivitas orang yang menggunakan teknologi untuk mendukung operasi, serta manajemen dalam sebuah perusahaan. Hal ini didukung menurut Bridger (2017) bahwa, sistem adalah sekumpulan elemen, hubungan antara elemen-elemen ini, dan batas di sekitarnya. Kebanyakan sistem terdiri dari orang-orang dan perangkat yang menjalankan satu atau lebih fungsi (aktivitas) pada inputnya untuk menghasilkan suatu bentuk keluaran. Pendapat lain menurut Salvendy (2012) bahwa, sistem adalah kumpulan rangkaian mekanisme yang sudah tersusun dengan sistematis sehingga menyebabkan proses manajemenisasi berjalan lancar. Dengan demikian, sistem adalah 70 | Human Factor Engineering mekanisme sebuah perusahaan yang telah terbentuk dengan penyesuaian dalam manajemenisasi pekerjaan anggota dalam perusahaaan. Ketika membangun sebuah sistem, pasti kita melihat beberapa aspek sebagai pertimbangan. Bridger (2017) mengatakan, aspek dalam membangun sebuah sistem ada 3 komponen. Komponen tersebut adalah Human (manusia), Environment (lingkungan), dan Machine (mesin). Ketiga komponen ini seiring berjalannya waktu menghasilkan hubungan timbal yang tidak terelakkan dalam sebuah perusahaan. Salvendy (2012) mendukung dan berkata, setidaknya 3 komponen inti ini menjadi modal awal dalam membangun sebuah sistem yang sinergis dan efeknya berjangka panjang. Bridger (2017) berkata, hubungan 3 komponen digambarkan layaknya hubungan diagram venn yang menyatu dan berkaitan satu sama lain. Dengan demikian, 3 komponen tersebut tidak bisa dielakkan dalam membangun sebuah sistem dalam perusahaan. Dengan implementasi dari sistem, membuat ilmu ergonomi menjadi ilmu yang dapat menjelaskan perihal mekanisme sistem dari sudut pandang Human Factor Engineering. Hal ini juga tidak terlepas dari definisi ilmu ergonomi, yaitu ilmu yang mempelajari interaksi antara manusia dengan teknologi, serta faktor-faktor yang memengaruhinya interaksi. Hal ini didukung menurut Salvendy (2012) bahwa, ergonomi Seta A. Wicaksana | 71 adalah ilmu ilmiah disiplin yang mempelajari interaksi manusia dengan berbagai elemen dalam tempat kerja dan profesi di mana manusia bekerja. Hal ini didukung menurut Stanton (2004) bahwa, ilmu ergonomi adalah ilmu yang membahas bagaimana manusia berinteraksi dan menggunakan alat yang mereka untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Dengan demikian, ilmu ergonomi tidak dapat terpisahkan dalam menjelaskan mekanisme sistem dalam perusahaan. Selain sistem, ilmu ergonomi juga melihat faktor risiko dalam pekerjaan. Bridger (2017) mengatakan, faktor risiko dalam pekerjaan juga menjadi salah satu fokus dalam memahami mekanisme karyawan dan risiko mereka dalam bekerja. Faktor risiko dalam pekerjaan tersebut seperti kelelahan, kecelakaan dalam kerja, kesulitan pengguna dalam menggunakan sebuah produk, dan semangat rendah karyawan serta sikap apatis karyawan. Salvendy (2012) berkata, faktor kecelakaan dalam kerja menjadi faktor yang perlu diperhatikan demi kenyamanan dan keamanan pegawai dalam bekerja. Dalam sistem sendiri, terdapat permasalahan plus penyelesaiannya berdasarkan ilmu ergonomi. Pertama, pembahasan perihal Emergent Properties dan Emergent Problems. Bridger (2017) mengatakan, Emergent Properties adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan bahwa sistem perusahaan memiliki 72 | Human Factor Engineering kemampuan dan properti (alat serta peralatan) di atas rata-rata dalam membantu pekerjaan manusia. Sementara, Emergent Problems adalah masalah yang muncul akibat sering terjadi tatap antarmuka manusia dalam perusahaan. Dalam menghadapi 2 masalah tersebut, terdapat penyelesaian menurut ilmu ergonomi. Bridger (2017) mengatakan, penyelesaiannya ada 3, yaitu penyelesaian ala “TopDown,” “Bottom-Up,” & “Same-Level”. Penyelesaian ala “Top-Down,” adalah penyelesaian yang dilakukan dengan mengubah sebuah sistem yang berefek besar. Contohnya adalah perubahan cara bekerja perusahaan, adanya pekerjaan tipe terbaru atau pembuatan divisi terbaru, rotasi pekerjaan, dan sejenisnya. Kemudian tentang penyelesaian “Bottom-Up,” di mana penyelesaian ini berefek kecil dan tidak mengubah sistem. Contoh penyelesaian ini adalah perubahan alat yang digunakan, mendesain ulang tata letak kantor, dan memberikan bantuan dalam pekerjaan. Terakhir, perihal penyelesaian “Same-Level” adalah penyelesaian yang masih dalam tahap perubahan secara umumnya. Contohnya adalah meningkatkan lingkungan dalam pekerjaan dan menggambar ulang ruang kerja. Dengan pendekatan ini, bisa menyelesaikan permasalahan dalam perusahaan, baik dalam skala mikro maupun makro. Ketika sudah mendengar kata sistem, pasti hal yang dipikirkan adalah proses mekanisme atau alur Seta A. Wicaksana | 73 yang komplek. Bridger (2017) mengatakan, sistem yang kompleks itu memiliki beberapa hal, yaitu waktu pengembangan sistem yang lama, Banyak komponen dan sub-komponen yang dibutuhkan, "Peran" yang dibutuhkan daripada sebatas banyaknya "orang", Proses ―Top-Down‖ berulang seiring berkembangnya konsep sistem yang dipegang oleh perusahaan, dan Tidak ada "gigi mundur" atau kembali ke awal. Maka dari itu, dibuatlah sebuah model bernama CADMID Cycle. Bridger (2017) mengatakan, CADMID terdiri dari beberapa singkatan, yaitu Conception, Assessment, Design, Manufacture, In-use, & Decommission. Pertama perihal konsep Conception di mana didefinisi sebagai pernyataan persyaratan sistem atau pengguna. Kedua, konsep Assessment, di mana didefinisikan sebagai konsep Human Factor Engineering dalam penilaian desain. Ketiga, konsep Design yang didefinisi sebagai penerapan pedoman dan alat Human Factor. Keempat, konsep Manufacture didefinisikan sebagai konsep yang dibangun untuk memenuhi standar dan uji untuk penerimaan dalam perusahaan. Kelima, konsep In-Use didefinisikan sebagai konsep dalam mengidentifikasi atau solusi masalah operasional sistem perusahaan. Terakhir, konsep Decommission, di mana didefinisikan sebagai rencanakan penonaktifan atau pembuangan yang aman, baik karyawan atau sistem yang tidak dapat digunakan. 74 | Human Factor Engineering Selanjutnya, pembahasan perihal membangun pendekatan desain sistem yang ergonomis. Bridger (2017) mengatakan, ada beberapa cara untuk membangun pendekatan desain sistem yang ergonomis, di antaranya adalah melakukan perumusan perihal tujuan dari sistem, melakukan analisis dan alokasi fungsi dari desain sistem, membuat konsep desain yang diinginkan, membuat desain sistem yang terperinci dan jelas, merealisasi, implementasi, dan validasi dari desain yang dibuat, dan membuat evaluasi dari desain sistem yang telah dibuat. Dengan demikian, beberapa cara dalam membangun desain sistem dalam perusahaan yang diinginkan. Selain itu, dalam memahami desain sistem yang dibuat, diperlukan berbagai elemen. Bridger (2017) mengatakan, ada beberapa elemen yang perlu diperhatikan dalam membangun desain sistem yang ergonomis, yaitu Users (pengguna produk atau jasa atau karyawan), Tasks (pekerjaan yang diberikan), Equipment (peralatan yang digunakan dalam menjalankan tugas), dan Environment (lingkungan dalam perusahaan). Selanjutnya, perihal prinsip dalam membangun desain yang ergonomis. Bridger (2017) mengatakan, prinsip yang perlu diperhatikan adalah Realization, Implementation, Validation, Evaluation, Safety, Quality Control dan Quality Assurance. Pertama, prinsip Realization adalah prinsip yang melibatkan pengadaan Seta A. Wicaksana | 75 dan pemasangan sistem baru di sebuah perusahaan. Prinsip kedua, Implementation adalah prinsip yang melibatkan manajemen peralihan dari sistem lama ke sistem baru dan melakukan pengenalan serta pelatihan operator untuk sistem yang baru dalam perusahaan. Prinsip ketiga, Validation adalah prinsip yang menyatakan bahwa, sistem ditampilkan dan digunakan berfungsi sesuai dengan persyaratan yang ditentukan sebelumnya oleh perusahaan. Prinsip keempat, Safety adalah prinsip yang melibatkan integrasi dan implementasi yang sering ditandai dengan penyesuaian dalam sebuah sistem perusahaan. Prinsip kelima, Quality Control adalah prinsip di mana syarat sebuah sistem yang terbaik adalah memiliki kualitas yang baik jika memenuhi standar yang ditetapkan pada tahap spesifikasi persyaratan dalam membangun sebuah sistem dalam perusahaan. Prinsip terakhir, Quality Assurance adalah prinsip yang menjelaskan bahwa sebuah sistem yang bagus, harus bisa menjamin keamanan, keselamatan, dan kenyamanan pegawai perusahaan dalam bekerja. Selain itu, terdapat beberapa pendekatan dalam membangun sebuah sistem. Salvendy (2012) mengatakan, ada beberapa pendekatan dalam membangun sebuah system, yaitu pendekatan Sociotechnical Systems Approach, Participatory Ergonomics, User-Centered Design, dan Ecological Interface Design. Pertama perihal Sociotechnical Systems Approach, 76 | Human Factor Engineering di mana pendekatan ini melihat kesesuaian antara sosial, teknis sistem, dan lingkungan. Pendekatan ini juga mencakup metode untuk menganalisis lingkungan, sosial sistem, dan sistem teknis. Pendekatan kedua adalah Participatory Ergonomics Approach. Pendekatan ini adalah pendekatan yang berfokus kepada penerapan prinsip dan konsep ergonomis untuk proses desain oleh orang-orang yang merupakan bagian dari kelompok kerja dan pengguna sistem. Orang-orang ini biasanya dibantu oleh ahli ergonomis yang melayani sebagai pelatih dan pusat sumber daya untuk menjalankan sistem dalam perusahaan. Pendekatan ketiga yaitu User-Centered Design Approach, di mana pendekatan ini berfokus kepada faktor manusia menjadi perhatian utama dalam proses desain sistem dalam perusahaan. Hal Ini didasarkan pada model sistem terbuka dan mempertimbangkan subsistem manusia dan teknis dalam konteks dari lingkungan yang lebih luas. Terakhir, pendekatan Ecological Interface Design Approach, di mana pendekatan ini berfokus mendesain hubungan antarmuka manusia-komputer untuk sosioteknik sistem yang kompleks. Secara spesifiknya, pendekatan sistem ini melibatkan analisis domain kerja dan karakteristik kognitif dan kecenderungan perilaku individu. Dengan demikian, berbagai pendekatan dalam membangun desain sistem yang cocok untuk perusahaan. Seta A. Wicaksana | 77 Berikutnya, perihal pengaplikasian faktor manusia dalam proses desain sistem perusahaan. Salvendy (2012) mengatakan, ada 4 fase dalam hal ini, yaitu : 1. System Planning adalah fase di mana Kebutuhan akan sistem tersebut diidentifikasi berdasar tujuan awal perusahaan. 2. Preliminary Design adalah fase di mana konsep sistem alternatif yang baru dibuat diidentifikasi, dan prototipe dari sistem dikembangkan dan diuji. 3. Detail Design adalah fase di mana rekayasa skala penuh dikembangkan dan diterapkan. 4. Production & Testing adalah fase di mana pengevaluasian sistem yang telah dibangun dalam perusahaan apakah sistem berjalan dengan baik atau terjadi hambatan. Terakhir, perihal kesimpulan dari chapter ini. Desain dan pengembangan sistem merupakan hal yang penting dalam mengaplikasikan faktor manusia dalam proses sistem kinerja di perusahaan. Sistem kinerja dapat ditingkatkan dengan pertimbangan masalah perilaku dari faktor manusia yang ada di dalamnya. Bila mereka mau berusaha dengan sekuat tenaga untuk membuat desain sistem yang bagus untuk perusahaan, maka desain itu akan menjadi sistem yang berguna bagi pegawai di dalamnya. Akan tetapi, bila tidak ada niat dari faktor manusia untuk 78 | Human Factor Engineering membangun sistem tersebut, maka sistem yang dibuat akan berantakan. Oleh karena itu, baik desain sistem untuk kemaslahatan pegawai dalam perusahaan dan faktor manusia yang menunjang desain sistem, kedua unsur tersebut harus saling berkolaborasi agar, mekanisme perusahaan dapat berjalan sesuai apa yang diinginkan. Seta A. Wicaksana | 79 Daftar Pustaka Ø Bridger, R. S. (2017). Introduction to Human Factors and Ergonomics (Fourth Edition), USA : CRC Press. Ø Salvendy, G. (2012). Handbook of Human Factors and Ergonomics (Ed.,4th), USA : JOHN WILEY & SONS, INC. Ø Stanton, N., Hedge, A., Brookhuis, K., Salas, E., and Hendrick, H.W. (2004), Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods (Ed.1st), CRC Press : Boca Raton, FL 80 | Human Factor Engineering Human Body: Body Size, Mobility, Muscular, Body Strength Seta A. Wicaksana | 81 Body Size Kita semua mengalami perubahan ukuran tubuh. Hal ini bisa dilihat dengan adanya pertumbuhan cepat selama masa kanak-kanak, diikuti oleh periode dimensi yang cukup konstan selama masa dewasa selama sekitar 20–40 tahun atau lebih, sampai akhir variasi datang dengan penuaan. Sebagai aturan, pria tumbuh menjadi lebih tinggi sebagai orang dewasa daripada wanita. Selama periode usia manapun, beberapa orang lebih kecil atau lebih besar dari rekanrekan mereka dan proporsi tubuh dapat sangat berbeda antar individu. Cara paling umum untuk menggambarkan tubuh populasi dan individu adalah dengan tinggi tubuh & bentuk tubuh (perawakan) dan berat badan. Estimasi tersebut memberikan kesan menyeluruh tentang perbedaan ukuran tubuh orang dewasa, tetapi desainer membutuhkan informasi antropometri yang lebih tepat. Keragaman postur atau bentuk tubuh, meskipun kecil dibandingkan dengan seberapa perawakan kita, harus dimasukkan ke dalam angka yang tepat sehingga kita dapat menetapkan tarif pakaian, ukuran bingkai kacamata, ketinggian meja 82 | Human Factor Engineering kerja, dimensi kokpit. Semuanya jelas berbeda agar sesuai dengan berbagai kelompok pengguna. Di dalam pengukuran, kita dapat memperkirakan berat badan, atau mungkin bertanya kepada orangorang tentang ukuran tubuhnya. Bahkan, jika mereka tahu, mereka dapat memberitahu kita tentang ukuran tubuhnya. Namun, dengan adanya kekhawatiran saat ini tentang obesitas di berbagai negara, beberapa responden cenderung menambahkan sedikit tinggi badan mereka dan sedikit mengurangi berat badan mereka. Tahapan pengukuran perancang membutuhkan data khusus yang mendeskripsikan ukuran kepala semisalnya, dalam pengukuran penggunaan helm motor atau menunjukkan jarak jangkauan untuk merancang ruang kerja yang tepat. Biasanya, informasi tersebut tidak dapat disimpulkan dari tinggi badan atau berat badan, tetapi harus diukur secara khusus. Teknik yang lebih baru menggunakan pemindaian dan penyimpanan file otomatis, yaitu teknik pemindaian tiga dimensi dari permukaan manusia. Pengukuran juga dapat dilakukan dengan bentuk statistik. Koleksi data antropometri memberikan banyak informasi, tidak hanya kepada ahli statistik yang terampil, tetapi kepada orang awam, termasuk insinyur atau desainer, dapat menggunakan data tersebut, misal untuk menghitung persentil dan nilai batas dan untuk Seta A. Wicaksana | 83 menentukan rentang penyesuaian kelompok populasi yang seragam atau gabungan. Hampir setiap orang dewasa di Bumi, dapat masuk ke dalam pesawat atau menggunakan perkakas tangan umum, jika produk tersebut berukuran tepat dan sesuai. Namun, individu-individu dalam spesies yang berbeda satu sama lain, mereka membutuhkan sepatu dengan ukuran berbeda, agar sesuai dengan ukuran kaki mereka. Bahkan, di antara kelompok yang tampak serupa, ukuran tubuh atau pengukuran segmen tubuh dapat berbeda secara signifikan. Kita bisa ambil contoh misalnya, di Amerika Serikat di mana pekerja pertanian rata-rata lebih pendek 2,5 cm dari pekerja lain. Pekerja pertanian dan manufaktur wanita Amerika memiliki lingkar pinggang yang lebih besar daripada yang memiliki pekerjaan lain. Petugas pemadam kebakaran, polisi, dan penjaga lebih tinggi dan juga lebih berat dalam berat badan dengan rincian penambahan berat laki-laki 7 kg dan perempuan lebih dari 10 kg daripada orang-orang di semua pekerjaan lain. Sebelum kita mulai mendesain sarung tangan, helm, atau benda lain yang harus pas dengan penggunanya, kita harus memutuskan kisaran ukuran tubuh secara menyeluruh. Kami memiliki beberapa pilihan pendekatan dalam menentukan Body Size individu dan beberapa pilihan pendekatan tersebut di antaranya adalah : 84 | Human Factor Engineering 1. Sesuai dengan kebutuhan setiap individu. Pendekatan ini adalah solusi yang melelahkan dan mahal, serta dapat mengukur ukuran tubuh dalam kasus-kasus atau ukuran yang luar biasa. 2. Memiliki beberapa ukuran tetap. Pendekatan Ini bisa menjadi solusi yang masuk akal, tetapi semua ukuran harus tersedia dan pengguna dengan ukuran tubuh di antara ―2 ukuran tetap", mungkin tidak dapat diakomodasi kebutuhannya dengan baik. 3. Buat desain yang dapat disesuaikan. Pendekatan ini biasanya, merupakan pendekatan yang paling sesuai untuk semua orang, tetapi fitur penyesuaian harus mudah dan fleksibel digunakan oleh pengguna. 4. Desain untuk ukuran tubuh yang ekstrim. Pendekatan Ini adalah solusi yang tepat ketika kita harus meyakinkan semua orang. Ada beberapa contoh dalam bagian ini. Contohcontoh tersebut di antaranya adalah sebagai berikut :  Dapat mengoperasikan gadget. Hal ini terjadi apabila terjadi ketidaksesuaian desain. Seta A. Wicaksana | 85  Buatlah pintu untuk ketinggian semua postur tubuh. Hal ini agar pintu masuk atau keluar bisa dilalui oleh orang yang berpostur tubuh ―raksasa‖ atau ―kecil‖.  Membuat penghalang rumah atau pagar agar tidak dapat dilalui oleh orang dengan ukuran tubuh tertentu. 5. Pilih orang-orang yang tubuhnya sesuai dengan desain yang seadanya. Pendekatan Ini adalah pilihan terakhir dan terburuk jika kita gagal mencapainya prinsip dasar desain yang baik yang bertuliskan ―semua pengguna harus dapat menggunakan seluruh jenis ukuran desain kami secara efektif dan efisien‖. Solusi pendekatan 2 dan 3 adalah yang paling umum. Untuk ini, kita perlu menentukan kisaran ukuran tubuh yang ingin kita gunakan dengan bentuk tubuh kita, di mana kita harus mengatur titik ujung bawah dan atas dari kisaran fit. Sering kali, kami bertujuan untuk menyesuaikan semua orang yang lebih besar dari 5% terkecil dan lebih kecil dari 5% terbesar. Dengan kata lain, kami mengakomodasi 90% pusat grup. Saat melakukannya, kami dengan sengaja mengecualikan 10%, setengahnya sangat kecil dan yang lainnya sangat besar. Titik akhir desain, kisaran minimum dan maksimum yang akan dipasang, bergantung pada tujuan desain dan oleh karena itu, 86 | Human Factor Engineering harus dipilih dengan hati-hati. Kami dapat memutuskan untuk membagi desain kami menjadi beberapa ukuran (solusi 2), masing-masing sesuai untuk sub-kelompok semua pengguna. Hal ini adalah pendekatan rutin untuk pakaian jadi, yaitu pakaian dikumpulkan dalam kelompok ukuran yang sama. Dalam setiap rentang, fitur penyesuaian (solusi 3) dapat memberikan penyesuaian lebih lanjut. Contoh kasus pengaplikasian pendekatan solusi 3 yang baik adalah sepatu dengan tali dan tempat duduk kursi kantor yang dapat dinaikkan dan diturunkan. Oleh karena itu, menyesuaikan peralatan dan tugas untuk orang-orang dengan berbagai ukuran tubuh memerlukan data antropometri dan prosedur yang tepat. Data tentang banyak populasi harus tersedia, sehingga informasi yang hilang dapat diperkirakan atau sebaiknya diukur dengan mengikuti prosedur standar. Prosedur desain sering kali melibatkan pemilihan nilai persentil yang berfungsi sebagai batas bawah dan atas dari kisaran akomodasi. Adapun beberapa langkah yang tepat adalah : Langkah 1: Tentukan dimensi tubuh mana yang penting untuk desain Anda. Contohnya berapa ukuran tubuh anda, luas lingkar pinggang secara pita meter. Langkah 2: Tentukan kisaran yang akan dipasang, pada titik potong. Contohnya mengecilkan Seta A. Wicaksana | 87 lingkar bawah celana dari ukuran awal ke ukuran modifikasi yang diinginkan pengguna. Langkah 3: Desain, lalu uji. Jika ada kurang atau kelebihan, modifikasi seperlunya sesuai keinginan Anda. 88 | Human Factor Engineering Mobility Pengalaman di bidang pertanian, kehutanan, perikanan, dan pekerjaan tradisional seperti pekerjaan tukang batu dan pertukangan telah mengajari orangorang bagaimana melakukan tugas-tugas yang melekat dengan baik. Namun, tugas, alat, dan tempat kerja baru dalam industri dan perdagangan modern dengan transportasi di darat, air, udara, ataupun ruang angkasa harus diatur. Hal ini dibuat agar sesuai dengan tubuh dan pikiran manusia. Satu fondasi untuk desain yang berpusat pada manusia adalah pemahaman bahwa, tubuh kita berfungsi paling baik saat bergerak, bukan dalam posisi statis yang terjaga atau posisi diam. Berikut adalah beberapa kondisi mobilitas tubuh individu saat bekerja yang perlu diperhatikan, di antaranya adalah : 1. Bekerja Sambil Bergerak Kita secara kontinuitas mengubah bentuk tubuh sementara, baik saat kita berjalan, duduk, bahkan saat kita dalam keadaan tidur. Jika cedera atau penyakit membebani tubuh, fungsi peredaran darah dan Seta A. Wicaksana | 89 metabolisme tubuh menjadi terganggu dan menyebabkan individu harus berbaring di tempat yang sesuai untuk memulihkan luka. Holding atau menahan sesuatu masih melelahkan, hampir tidak mungkin dapat dilakukan dalam satu jam. Tampaknya, tubuh manusia berfungsi paling baik saat bergerak. Oleh karena itu, kita harus membuat desain peralatan dan tugas individu dalam menyesuaikan sistem gerak individu. Akan tetapi, akan lebih mudah untuk mengukur tubuh manusia saat ia berada dalam posisi tegak statis yang ditentukan, seperti saat posisi tubuh sedang berdiri atau duduk. 2. Persendian Tubuh Kaki memberi kita mobilitas yang kuat dan anggota tubuh yang panjang ini dapat bergerak dengan sendi di daerah pinggul, di mana memberikan kebebasan sudut yang luas. Gerakan sudut yang lebih sederhana terjadi pada sendi lutut. Perubahan sudut kaki di pergelangan kaki terlihat kecil, tetapi memiliki peran penting untuk menjaga keseimbangan dan melakukan gerakan halus. Lengan kita memberi kita jangkauan yang panjang dan bahu serta sendi siku kita membantu mobilitas tersebut. Jempol dan jari mampu melakukan gerakan terkontrol halus yang rumit dalam artikulasi pergelangan tangan dan jari. Sendi pinggul dan bahu memiliki struktur tulang seperti ―per‖, di 90 | Human Factor Engineering mana tulang proksimal paha dan lengan atas dapat berputar. Analogi teknisnya adalah sambungan bola yang dapat bergerak sekitar tiga sumbu rotasi dan memiliki tiga "derajat kebebasan" mobilitas, yaitu kaki bagian atas dan lengan dapat berputar ke depanbelakang, kiri-kanan, dan dapat memelintir. Lutut dan siku adalah persendian yang lebih sederhana, di mana hanya memiliki satu sumbu rotasi sehingga tungkai bawah dan lengan bawah hanya dapat berayun maju dan mundur pada sambungan tipe engselnya. Artikulasi pergelangan kaki adalah jenis sendi dengan gerakan yang sangat terbatas di tiga sumbu. Berikut terkait penjelasannya di bawah ini : a. Pergelangan tangan memberikan jangkauan tangan yang lebar secara mobilitas, dalam tiga sumbu yaitu membungkuk ke atas dan ke bawah, ke kiri dan ke kanan, serta memutar. Terdapat 27 tulang tangan menyediakan struktur yang kokoh, sedangkan tubuh utama tangan hanya sedikit berubah bentuk di antara 8 tulang karpal, lima jari yang melekat (satu ibu jari dan empat jari) memberikan ketangkasan yang besar. b. Tulang belakang menopang batang tubuh dan kepala. Pada dasarnya, terdiri dari tumpukan 24 tulang, masing-masing disebut Vertebra, di atas tulang ekor yang menyatu, Sacrum. Tulang belakang menjadi satu-satunya struktur tulang padat di pantat manusia yang mencegah tulang Seta A. Wicaksana | 91 rusuk jatuh ke panggul. Hal Ini pula yang mendukung seluruh massa tubuh bagian atas. Beban yang dibawa di tangan, di bahu, atau di perut orang gemuk menambah beban pada tulang belakang: kompresi, tekuk, puntir. Jika dilihat dari depan atau belakang, tulang belakang yang sehat pada dasarnya lurus, tetapi jika dilihat dari samping, tulang belakang tersebut tertekuk dalam rangkaian kurva datar. Terdapat beberapa kelainan akibat posisi tulang belakang seperti di leher ada tikungan ke depan, yang disebut Lordosis, pada ketinggian dada lengkungan mengarah ke belakang disebut Kyphosis, di bawah di daerah pinggang, adalah Scoliosis. 3. Merancang untuk Mobilitas Meskipun individu bergerak secara bersamaan anggota tubuhnya, akan tetapi mekanisme pergerakan setiap anggota tubuh dilakukan secara terpisah. Saat kita bergerak, biasanya terjadi penggabungan gerakan pada beberapa sendi tubuh untuk menghasilkan keserasian gerak yang dibutuhkan. Meski demikian, tidak kurang juga ada beberapa orang biasa, cenderung kurang fleksibel dalam bergerak. Meski demikian, tentu saja, rentang gerak yang sebenarnya sangat banyak tergantung pada kesehatan, kebugaran, pelatihan, keterampilan, usia, dan kecacatan apa pun 92 | Human Factor Engineering yang terjadi di dalam tubuh individu. Oleh karena itu, dibutuhkan teknik pengukuran mobilitas yang berbeda dan instruksi kepada pekerja, agar dapat menghasilkan keberfungsian dalam bergerak dan mendapatkan hasil laporan terkait mobilitas sekelompok orang yang bekerja di satu ruang lingkup kerja yang sama ataupun berbeda. 4. Ruang Kerja Dalam aktivitas rutin individu, baik di tempat kerja atau saat waktu senggang, individu suka bergerak dan berjalan-jalan. Hal tersebut memengaruhi postur tubuh dan perubahan postur tubuh sangat penting untuk kesejahteraan tubuh individu. Memaksakan tubuh untuk berdiri, duduk, atau berbaring diam dalam waktu lama pun, sulit untuk ditoleransi oleh tubuh. Rentang waktu gerakan yang sering dilakukan, baik kaki atau tangan tergantung pada kebiasaan yang individu lakukan setiap harinya. Hal ini juga dipengaruhi oleh tata letak tempat kerja individu dan dominan persyaratan tugas yang diberikan kepada individu, di mana menuntut seluruh aspek tubuh atau panca indra yang dimiliki individu. Kalaupun ada penjelasan yang sederhana untuk dituliskan, tata letak ruang kerja juga memengaruhi postur tubuh individu dalam bekerja dan munculnya kebiasaan ―baru‖ individu dalam aktivitas rutin mereka. Seta A. Wicaksana | 93 Muscular Work Otot adalah mesin alami tubuh kita. Otot melekat pada tulang dan kemudian meluas melintasi satu atau dua sendi tubuh ke tulang lainnya. Saat berkontraksi, otot menarik kerangka tulang internal tubuh. Tarikan itu dapat mengubah sudut antar tulang, mengatur segmen tubuh menjadi gerakan atau menstabilkan posisinya. Tubuh manusia memiliki beberapa ratus otot rangka, yang dikenal dengan nama Latinnya. Misalnya, Bisep (Musculus Biceps brachii) melenturkan siku dengan menarik lengan atas dan bawah bersamasama. Setiap otot terdiri dari kumpulan jaringan yang menyematkan pembuluh darah dan saraf membungkus, lalu menembus di antara otot. Di ujung otot, jaringan pembungkus bergabung membentuk tendon, seperti kabel yang memanjang dan menempel pada tulang. Ribuan serat otot tersusun, pada dasarnya sejajar, di sepanjang otot. Di dalam serat otot, terdapat ratusan mitokondria. Mereka adalah ―pabrik‖ tenaga otot, di mana sel-sel yang dikhususkan untuk membebaskan energi yang disimpan secara kimiawi (terdapat Adenosine Triphosphate dan Creatine phosphate) 94 | Human Factor Engineering di dalamnya. Energi itu memungkinkan otot berkontraksi. Otot yang berkontraksi dapat memompa pasokan darah dan pasokan darah sangat penting untuk fungsi otot karena memasok energi dan oksigen, serta menghilangkan produk sampingan dari proses metabolisme seperti panas, air, dan karbondioksida. Hasil tersebut memicu sinyal saraf dan dapat memicu tindakan otot serta mengontrol intensitasnya. Kekuatan otot rangka didapat dari besaran jumlah serat otot aktin-miosin yang berdampingan dalam otot. Semakin besar jumlah serat otot yang dihasilkan, maka semakin besar pula kekuatan yang dapat diberikannya. Ketegangan otot pun dilihat dari semakin jauh peregangan yang dilakukan, maka semakin kuat otot dapat menahan ketegangan otot dan ketegangan keseluruhan di dalam otot adalah hasil dari penambahan ketegangan aktif dan pasif. Menurut Kroemer (2017), Otot biasanya muncul berpasangan, yaitu satu otot memutar tulang di sekitar artikulasi ke satu arah, sementara otot lainnya memutar ke arah yang berlawanan. Siku memberikan contoh yang baik, di mana tarikan otot Bisep mengurangi sudut siku, sementara tarikan Trisep meningkatkannya. Sistem otot yang tampaknya sederhana di sekitar siku sebenarnya cukup kompleks, karena ada dua otot yang membantu Bisep dalam mengurangi sudut siku, yaitu otot Brachialis, menghubungkan tulang lengan atas (Humerus) dan Seta A. Wicaksana | 95 lengan bawah (Ulna), dan otot menghubungkan Humerus ke jari-jari. Brachioradialis, Upaya otot dinamis lebih rumit untuk dijelaskan daripada kontraksi statis, dan lebih sulit dikendalikan dalam eksperimen. Dalam aktivitas dinamis, panjang otot berubah dan karenanya, segmen tubuh yang terlibat ikut bergerak. Kekuatan otot pun bisa diukur umumnya, dengan acara olahraga. Biasanya, dilakukan dalam persaingan untuk menguji kemampuannya, dan hasilnya sering terlihat dalam rekor yang dicapai dan mencetak rekor pertandingan yang dimenangkan. Tak hanya dalam dunia olahraga, tenaga otot dibutuhkan sepanjang waktu kerja, seperti kerja delapan jam sehari. Upaya ini sering kali terputus karena sering diulang selama shift kerja. Pengerahan tenaga yang dibutuhkan biasanya tidak terlalu tinggi, sehingga semua orang dapat melakukannya selama shift kerja berlangsung. Untuk menentukan kemampuan otot yang berhubungan dengan pekerjaan, ujilah kekuatan secara rutin yang dilakukan di lingkungan kerja atau di laboratorium. Ketika hasilnya keluar, maka individu dapat mengetahui kemampuan otot mana yang sering digunakan dalam pekerjaan yang individu lakoni. Kemudian, berlanjut ke bagian kelelahan otot. Kelelahan otot adalah pengalaman subjektif yang 96 | Human Factor Engineering menandakan bahwa, seseorang menjadi tidak bisa melanjutkan atau mengulangi usaha yang individu lakukan. Kelelahan bisa terjadi karena pengerahan tenaga yang sangat besar dan dalam waktu yang lama. Kelelahan bisa diatasi dengan menghentikan apa yang menjadi penyebab kelelahan otot dan istirahat bisa membantu pemulihan secara total. Manfaat adanya rasa lelah adalah sebagai pencegahan akan kerusakan serius pada otot. Dengan adanya rasa lelah, sebagai tanda bahwa kita perlu mengistirahatkan otot agar tidak terjadi kerusakan secara serius. Ada beberapa faktor yang memengaruhi kekuatan kerja otot. Faktor tersebut ada dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang memengaruhi kekuatan kerja otot seperti jenis kelamin, usia, masa latihan, kebugaran, pengalaman, keterampilan, dan motivasi. Salvendy (2012) mengatakan, faktor internal seperti pengalaman individu juga memengaruhi kekuatan kerja otot yang dimiliki. Adapun faktor eksternal yang memengaruhi kekuatan kerja otot individu adalah beban kerja, faktor budaya tempat kerja, dan sistem kerja. Salvendy (2012) mengatakan, faktor eksternal seperti beban kerja yang sering diterima individu, budaya kerja, dan sistem kerja memengaruhi kekuatan otot yang dimiliki individu. Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut bisa jadi meningkatkan atau menurunkan kekuatan kerja otot yang dimiliki individu. Seta A. Wicaksana | 97 Body Strength Gerak tubuh atau ketiadaan, merupakan faktor utama yang menentukan gaya, torsi, usaha, daya, atau impuls yang ditransmisikan dari benda ke benda eksternal. Ketika tubuh tidak bergerak, otot-otot yang terlibat dalam pengerahan kekuatan statis ini tidak berubah panjangnya. Dalam istilah fisiologis, ini disebut kontraksi otot Isometrik. Kondisi statis secara teoritis sederhana dan secara eksperimental mudah dikendalikan. Ini memungkinkan pengukuran usaha otot yang agak sederhana. Oleh karena itu, banyak informasi yang tersedia tentang kekuatan tubuh menggambarkan hasil pengujian statis (isometrik). Berlanjut ke kekuatan tangan. Ada tiga jenis persyaratan utama dalam tugas tangan di antaranya adalah untuk akurasi, untuk pengerahan tenaga, dan untuk perpindahan. Seseorang dapat membagi tugas tangan lebih jauh dengan cara seperti berikut ini :  Manipulasi objek secara halus, dengan sedikit perpindahan dan gaya. Contohnya adalah menulis dengan tangan, perakitan bagian-bagian kecil, dan penyesuaian kontrol otot tangan pada barang yang dipegang. 98 | Human Factor Engineering  Gerakan cepat ke suatu objek, membutuhkan akurasi sedang untuk mencapai target, tetapi tenaga yang digunakan cukup kecil untuk mencapai target. Contohnya adalah gerakan ke sakelar dan pengoperasiannya.  Gerakan yang sering di antara target, di mana biasanya dengan beberapa akurasi, tetapi sedikit kekuatan yang dikeluarkan. Contohnya adalah mengetik keyboard dengan jemari tangan.  Aktivitas kuat dengan perpindahan sedang, seperti banyaknya aktivitas fabrikasi atau perbaikan. Contohnya adalah saat memutar perkakas tangan, seperti kunci inggris dalam memasang mur dan baut.  Aktivitas yang kuat dengan perpindahan yang besar. Contohnya adalah memalu. Dalam memakai perkakas dengan menggunakan tangan, desain dan penggunaan alat yang tepat harus menjaga pergelangan tangan tetap lurus, tidak bengkok untuk menghindari jaringan ikat yang terlalu banyak bekerja. Kemudian, hindari menekuk pergelangan tangan terlalu lama dikarenakan bisa menimbulkan kelumpuhan apalagi dilakukan berulang dalam jangka waktu yang lama. Setelah kekuatan tangan, kekuatan kaki pun perlu diperhatikan. Bagi operator yang duduk, pengoperasian kontrol kaki jauh lebih mudah karena jok menyandang dengan bak. Dengan demikian, kaki Seta A. Wicaksana | 99 dapat bergerak lebih bebas dan dengan kondisi yang sesuai, dapat mengerahkan tenaga dan energi yang besar, seperti saat mengayuh sepeda. Dengan penyangga kursi yang tepat, kaki dapat mengerahkan tenaga besar ke arah bawah dan ke depan. Jika kekuatan otot sangat penting untuk mengoperasikan kontrol tangan atau kaki atau untuk kinerja tugas secara umum, desain yang dipilih harus mempertimbangkan kebutuhan kedua kekuatan tersebut. Ketika kebutuhan untuk barang operasional dan kekuatan tersebut terpenuhi, maka kriteria keselamatan dan penggunaan lainnya menjadi penting untuk keputusan desain ergonomis. Hal ini juga dibuktikan dalam salah satu contoh pekerjaan, yaitu mengangkut beban. Mengangkut beban dapat dilakukan dengan berbagai cara, tidak hanya mengandalkan tangan, tetapi juga bahu, punggung, dada ataupun mengangkat beban tersebut dengan dipegang, diikat, dan dimasukkan ke dalam semacam saku khusus. Membawa beban pada tubuh tidak hanya mengandalkan kekuatan otot, tetapi mengandalkan energi yang cukup dan stabil, serta kemudahan dalam bergerak. Oleh karena itu, ketika sarana dan prasarana dalam pekerjaan terpenuhi secara ergonomis, maka bisa dipastikan pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja dapat menghasilkan performa kinerja yang memuaskan. 100 | Human Factor Engineering Daftar Pustaka Chaffin, D. B., Andersson, G. B. J., and Martin, B. J. (2006). Occupational Biomechanics (fourth ed). New York: Wiley Fagarasanu, M., and Kumar, S. (2004). Hand strenght. In Kumar, S. (ed.), Muscle Strength, Chapter 10. Boca Raton, FL: CRC. Hsiao, H., Long, D., and Snyder, K. (2002). Ergonomics : Anthropometric differences among occupational groups. 45: 136 Kroemer, K. H. E., Kroemer, H. B., and KroemerElbert, K. E. (2003). Ergonomics: How to Design for Ease and Efficiency, second ed (amended reprint of the 2001 ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall/Pearson. Kroemer, K. H. E. (2006). ExtraOrdinary”Ergonomics: How to Accommodate Small and Big persons, the Disabled and Elderly, Expectant Mothers and Children. Boca Raton, FL: CRC. Kroemer, K. H. E. (2010). 40 Years of human engineering the keyboard. In Proceedings of the 54th Annual Meeting of the Human Factors and Ergonomics Seta A. Wicaksana | 101 Society, (pp. 1134–1138). Santa Monica, CA: Human Factors and Ergonomics Society. Kroemer, K. H. (2017). Ergonomic design for material handling systems. CRC Press. Kroemer, K.H.E. (2017). Fitting the Human: Introduction to Ergonomics/Human Factors Engineering Seventh Edition. LLC : Taylor & Francis Group. Wu, G., Siegler, S., Allard, P., Kirtley, C., Leardini, A., Rosenbaum, D., Whittle, M. et al. (2002). ISB recommendation on definitions of joint coordinate system of various joints for the reporting of human joint motion: Part I. Ankle, hip, and spine. Journal of Biomechanics 35: 543–555. 102 | Human Factor Engineering Human Mind: See, Hear, Feel, Experiences and Mental Activity Seta A. Wicaksana | 103 Latar Belakang Human mind adalah gagasan dan proses mental. Manusia merupakan makhluk psikologis yang dinamis dan terus mengalami perubahan. Perubahan merupakan bagian dari hasil pengalaman dan pemikiran manusia (Human Mind). Pikiran tersebut menimbulkan perspektif yang memengaruhi sebagian besar perilaku. Berpikir memungkinkan seseorang untuk merepresentasikan dunia sebagai model dan memberikan perlakuan secara efektif dengan adanya tujuan, rencana, dan juga keinginan. Pemikiran adalah analogi dari hasil pikiran dan berdasarkan interaksi sosial yang timbal balik dialami oleh manusia. Perspektif John Locke (1690) dalam Salvendy (2012) mengenai Human Mind menyatakan bahwa, manusia dilahirkan dengan suatu keadaan di mana tidak ada bawaan yang akan dibangun pada saat lahir. Jadi, segala sesuatu yang kita pelajari dalam hidup adalah hasil dari hal-hal yang kita amati dengan menggunakan indra kita. Human mind meliputi gagasan dari penglihatan, pendengaran, perasaan, pengalaman, dan juga aktivitas mental manusia. 104 | Human Factor Engineering Ketika kita melihat suatu objek di depan kita, kita secara tidak sadar menyesuaikan dua sudut pitch, yaitu mata di dalam kepala dan kepala terhadap batang. Mata kita merasakan energi dari luar dalam bentuk sinar cahaya dan mengubahnya menjadi impuls saraf, yang diintegrasikan oleh otak ke dalam gambaran visual dunia luar. Kita tidak bisa melihat objek tanpa cahaya. Beberapa objek menghasilkan cahaya, seperti matahari, lampu, atau layar elektronik. Objek lain memantulkan cahaya, misalnya bulan, dinding ruangan, atau halaman cetakan. Kecuali jika kita melihat langsung ke sumber cahaya, energi cahaya yang dipantulkan dari suatu permukaan (luminansinya), mengaktifkan mata dan karenanya merupakan faktor terpenting bagi penglihatan manusia. Sementara itu di anggota panca indra yang lain, pada pendengaran telinga merupakan bagian yang didesain secara cerdas yang mengubah gelombang bunyi mekanis di udara menjadi denyut-denyut elektris pada saraf pendengaran. Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Suara yang keras dapat menyebabkan otot pada telinga untuk menarik sisi-sisi Ossicle dan mengurangi intensitas suara yang mencapai telinga dalam. Perasaan adalah keadaan (state) yang dialami oleh setiap individu sebagai bentuk proses akibat dari persepsi tindakan yang memengaruhinya yang Seta A. Wicaksana | 105 dilakukan atas dorongan internal dan eksternal dalam kehidupan yang dijalankan. Atas dasar pengertian perasaan atau emosi inilah, dapat disimpulkan bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh manusia didasari pada kejiwaan hati yang berada dalam pengaruh lingkungan keluarga dan masyarakat. Kemudian, keadaan ini menjadi pemicu tindakan sosial yang dilakukan. Lalu John Locke dalam Salvendy (2012) mengatakan, awalnya, manusia memulai dengan konsep yang sederhana dan kemudian dilanjutkan dengan konsep yang lebih kompleks. Locke dalam Salvendy (2012) menganggap, bahwa otak manusia adalah sebuah penerima pasif yang memperoleh pengetahuan dari pengalaman dan diserap melalui panca indra. Berbagai gagasan sederhana dan kemudian dihubungkan atau digabungkan menjadi pemikiran yang berkaitan. Locke (1690) mengungkapkan, sebuah informasi dimasukkan ke dalam pikiran, ia akan diproses dan dibentuk oleh pengalaman sensoris secara murni. Ia berasumsi bahwa manusia bebas mengolah pikirannya sendiri. Aktivitas mental memiliki dua sistem internal yang mengontrol fungsi manusia. satu adalah sistem endokrin, yang pada dasarnya terdiri dari kelenjar sekresi internal, di mana sekelompok organ yang menghasilkan hormon dan mengeluarkannya ke dalam aliran darah. Hormon adalah zat yang 106 | Human Factor Engineering memengaruhi aktivitas sel tubuh di tempat lain. Pengendali lain dari tubuh manusia adalah sistem saraf, yang diatur oleh otak. Anatomi dan fungsinya dipelajari dengan baik, tetapi fungsi sebenarnya masih dipahami secara umum. Dalam teori Piaget dalam Salvendy (2012) yang menjelaskan tentang perkembangan kognitif, bahwa manusia tidak dapat ―diberi informasi‖ yang kemudian secara tiba-tiba memahami dan menggunakannya, tetapi manusia harus ―mengkonstruksi‖ pengetahuan mereka sendiri. Maka dari itu, manusia mengembangkan pengetahuan kognitifnya dari penglihatan, pendengaran, perasaan, pengalaman, dan juga aktivitas mental. Proses tersebut menghasilkan pemikiran (Human Mind), informasi, menyimpan dan mensintesis pengetahuan (mengkonstruk), serta menggunakannya untuk memecahkan masalah dengan pengetahuan (informasi) yang dimilikinya (Robert L. Solso, 2008, hal. 19). Seta A. Wicaksana | 107 Proses Pengambilan Keputusan Permasalahan-permasalahan ergonomi yang ditemui dalam berbagai sistem kerja dapat terjadi karena minimnya perhatian yang diberikan pada interaksi antara manusia dan sistem yang sedang digunakan. Sering kali masalah-masalah ini bukan disebabkan oleh aspek fisik manusia (misalnya dimensi tubuh atau kemampuan fisiologis), tetapi berkaitan erat dengan proses mental yang terjadi pada manusia. Proses mental ini mencakup diterimanya stimulus dari sistem kerja, proses pengubahan stimulus menjadi informasi yang berarti, hingga pengambilan keputusan yang sejalan dengan informasi yang diperoleh. Human error dapat terjadi bukan hanya karena kesalahan operator saja, tetapi juga karena interaksi antara operator dan mesin (sistem kerja) yang tidak dirancang secara optimal dengan memanfaatkan pemahaman atas serangkaian proses mental yang terjadi pada manusia. Perancangan sistem kerja tidak didasarkan atas keterbatasan manusia dalam melakukan pemrosesan informasi (kerja mental), sehingga human error terjadi 108 | Human Factor Engineering karena beban kerja mental yang berlebihan. Dalam kasus ini, human error lebih layak disebut sebagai human-induced error, karena interaksi antara manusia dan sistem kerja tidak dirancang secara optimal, yang berkontribusi pada terjadinya kegagalan sistem. Sebagai ilustrasi, sejumlah kecelakaan lalu lintas terjadi karena pengemudi yang lalai menggunakan telepon seluler (ponsel) ketika mengendarai kendaraan di jalan raya. Berdasarkan fakta-fakta yang ada, keluarlah peraturan lalu lintas yang melarang penggunaan telepon genggam saat mengendarai kendaraan. Peraturan seperti ini mungkin bermanfaat mengurangi risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas, tetapi sejumlah pertanyaan pokok belum terjawab, misalnya:  Rangkaian proses apa yang terjadi sehingga pengendara kehilangan konsentrasi saat mengemudi?  Seberapa besar pengurangan kecepatan reaksi akibat penggunaan ponsel?  Apakah dampak penggunaan ponsel sama pada berbagai jenis lalu lintas (misalnya jalan dalam kota versus jalan bebas hambatan)? Untuk usia yang berbeda? Untuk pengendara yang sudah ber-pengalaman?  Apakah penggunaan alat bantu dengar nirkabel (bluetooth headset) membantu mengurangi risiko kecelakaan? Seta A. Wicaksana | 109  Apakah ada fitur tertentu dari ponsel yang dapat membantu pengoperasian ponsel, sehingga konsentrasi pengendara dapat tetap terjaga?  Seberapa besar manfaat teknologi voice recognition bila dibandingkan secara relatif terhadap peng-operasian secara manual? Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan memahami proses mental yang terjadi dan respons yang diberikan manusia saat berinteraksi dengan sistem yang sedang digunakan. Human information processing (HIP) adalah salah satu bidang penting ergonomi yang secara khusus mengkaji rangkaian proses kerja mental yang kompleks yang dilakukan manusia ketika berinteraksi dengan suatu sistem kerja. Melalui kajian HIP, dapat dipahami kapasitas, keterbatasan, serta karakteristik kerja mental manusia yang selanjutnya dapat dimanfaatkan dalam merancang interaksi yang optimal. Beberapa contoh pertanyaan yang dapat dikaji melalui pemahaman HIP adalah, desain display visual seperti apa yang sebaiknya digunakan, prosedur operasi apa yang perlu diubah, serta metode pelatihan seperti apa yang terbaik untuk diterapkan. Kajian ini memungkinkan kita memahami bagaimana manusia memperoleh informasi, memilah, memahami, menyimpan, dan menindaklanjutinya (respons), serta proses umpan balik yang terjadi. Lebih jauh lagi, kita juga dapat mengetahui bagaimana proses-proses ini bisa 110 | Human Factor Engineering mengalami kegagalan, atau sebaliknya, faktor-faktor apa yang dapat mendukung efektivitas proses-proses tersebut. Kajian HIP banyak dimanfaatkan sebagai basis dalam perancangan produk-produk konsumen, seperti tombol kontrol pada oven microwave, ponsel, mesinmesin ATM, serta fitur pada berbagai produk elektronik lainnya. Berbagai model HIP yang telah berkembang dimanfaatkan dalam merancang sejumlah perangkat lunak sistem komputer. Dalam konteks teknologi canggih, HIP telah dimanfaatkan dalam membantu perancangan air traffic control (ATC), ruang kendali pembangkit listrik, serta evaluasi penggunaan teknologi otomatis dan telerobotik. Insiden kegagalan reaktor nuklir The Mile Island yang terjadi pada tahun 1979 di Pennsylvania, Amerika Serikat adalah kasus yang sering digunakan dalam menggambarkan peran HIP dalam sistem yang kompleks. Pemahaman atas konsep HIP menjadi sangat penting dan dapat di manfaatkan dalam membantu perancangan suatu sistem. Salah satu tanggung jawab para ahli ergonomi adalah memastikan bahwa interaksi antara operator dan sistem kerjanya, serta konsekuensi beban mental yang terkait telah dirancang secara optimal. Tujuan yang lebih besar tentunya adalah tercapainya kinerja terbaik pada sistem yang dirancang melalui penerapan prinsip-prinsip ergonomi. Seta A. Wicaksana | 111 Model HIP (Human Information Processing) Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami interaksi manusia-mesin adalah dengan cara memodelkan bagaimana otak manusia memproses informasi. Setidaknya terdapat 3 tahapan besar dalam memproses informasi (Wickens dkk., 2004) ,yaitu: (1) memahami informasi apa yang diberikan oleh lingkungan, (2) memproses informasi tersebut pada tingkatan yang lebih tinggi, serta (3) memberikan respons atas informasi tersebut. Pendekatan dengan permodelan bukanlah satusatunya cara. Namun, cara tersebut dapat membantu dalam menganalisis rangkaian proses mental yang terjadi, memahami keterbatasan operator dalam memproses informasi, serta mengkaji kesesuaian antara karakteristik operator dan sistem kerja. Christopher Wickens adalah salah seorang pakar ergonomi yang usulannya tentang model HIP banyak dianut para praktisi ergonomi. Model HIP tersebut dapat dilihat pada Wickens dan Hollands (2000). Sera 112 | Human Factor Engineering Wickens dkk (2004), yang diilustrasikan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Model Human Information Processing (Wickens dkk, 2004) Secara Konseptual, model ini (Gambar 2.1) menggambarkan rangkaian tahapan proses yang berjalan secara serial, diawali oleh proses sensasi atas stimulus fisik yang datang dari lingkungan. Stimulus fisik ini membangkitkan aktivitas saraf, yang bisa maupun tidak bisa diproses lebih lanjut. Proses selanjutnya bersifat kognitif, proses ini mencakup persepsi dan pengambilan keputusan, yang dibantu oleh proses penyimpanan informasi (working memory dan long-term memory). Proses persepsi (memahami Seta A. Wicaksana | 113 apa yang terjadi) merupakan gabungan antara proses top-down, di mana stimulus dirasakan oleh indra kita, serta proses buttom-up di mana ingatan jangka panjang (pengetahuan dan pengalaman) membantu memberi arti atas stimulus yang diperoleh. Akhir dari model HIP ini adalah proses eksekusi atas keputusan yang dipilih. Efektifitas proses-proses tersebut dibatasi oleh attention resources, yang menunjukkan kapasitas berbagai proses mental yang dapat dilakukan secara bersamaan. Terakhir, respon yang dipilih dan dilakukan oleh manusia akan menghasilkan masukan (feedback), yang bersama-sama dengan stimulus dari lingkungan dirasakan kembali oleh indra dan bermanfaat dalam menentukan apakah tujuan aktivitas yang dilakukan telah tercapai. Penjelasan melalui model HIP ini dapat membantu kita dalam mengevaluasi performansi operator, untuk dapat dimanfaatkan dalam memperkirakan kinerja sistem. Pemahaman atas bagaimana proses mental berlangsung dapat dimanfaatkan dalam mengetahui keterbatasan seseorang operator saat memproses informasi serta merancang sistem kerja yang dapat mengakomodasi keterbatasan tersebut. Pemahaman ini dapat juga digunakan untuk mengeksplorasi kelebihan manusia dan memanfaatkannya dalam meningkatkan performansi interaksi manusia-mesin. 114 | Human Factor Engineering Perlu dicatat bahwa Gambar 2.1 hanyalah sebuah model yang memiliki fungsi untuk mempermudah pemahaman atas rangkaian aktivitas mental yang terlibat dalam pemrosesan informasi. Model ini bersifat menyederhanakan, sedangkan yang sesungguhnya terjadi saat otak manusia memproses informasi boleh jadi tidaklah sesederhana ini. Selain itu, aktivitas pengambilan keputusan dapat pula berlangsung secara cepat dan otomatis, ―tanpa‖ memerlukan bantuan working maupun long-term memory. Hal ini dapat dicontohkan pada kasus seorang operator yang secara refleks menekan tombol untuk menghentikan jalannya mesin saat percikan api muncul dari mesin tersebut. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah saat adanya suatu stimulus yang mendorong seseorang untuk memersepsikannya dan memprosesnya lebih jauh dalam bentuk suatu tindakan. Ada kalanya suatu stimulus tidak muncul (atau hadir dalam intensitas yang minim), tetapi melalui ingatan seseorang, proses persepsi mengartikan adanya sesuatu yang harus ditindaklanjuti. Model HIP yang dijelaskan di sini menganggap bahwa terdapat kotak-kotak yang membagi rangkaian kerja mental ke dalam fungsi-fungsi yang bersifat unik serta memiliki batas yang membedakan antara satu tahap pemrosesan informasi dan tahap lainnya. Pengelompokan ini tidak serta-merta menggambarkan Seta A. Wicaksana | 115 secara fisik anatomi otak manusia. Kerja mental merupakan rangkaian aktivitas kompleks yang berlangsung secara cepat dan sukar untuk dibedakan secara tegas. Penjelasan mengenai berbagai komponen model HIP di atas akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Pengindraan Mengacu pada model ini, stimulus (suatu fenomena fisik) yang terjadi di sekitar kita dapat dirasakan keberadaannya oleh berbagai indra yang kita miliki. Contoh stimulus dapat berupa gelombang cahaya yang dipantulkan oleh papan penunjuk jalan dan ditangkap oleh mata kita, dapat juga berupa raungan sirene ambulans yang terdengar oleh telinga, ataupun berupa getaran mobil yang kita tumpangi. Melalui indra kita, stimulus ini pada intensitas tertentu dapat membangkitkan sejumlah aktivitas saraf yang bila diperlukan dapat diproses lebih jauh menjadi informasi yang bernilai. Dengan demikian, stimulus dapat diukur secara objektif dan kuantitatif (misalnya frekuensi, intensitas, dan tekanan), tetapi apa yang persis dirasakan oleh tubuh kita dalam bentuk respons sistem saraf (sensasi) atau yang kita artikan lebih jauh (persepsi) adalah bersifat subjektif. Pengindraan dapat bersifat visual (mata), auditori/suara (telinga), atau proprioseptif/kinestetik. Sifat yang terakhir ini terkait dengan perubahan sudut sendi, panjang dan tegangan otot, serta posisi tubuh 116 | Human Factor Engineering manusia. Pada awal diterimanya suatu stimulus, keterbatasan yang ada lebih merupakan keterbatasan pada sistem pengindraan. Dengan demikian, suatu bunyi alarm yang dapat dirasakan oleh seorang operator akan bergantung pada efektivitas sel-sel rambut di telinga serta proses pengiriman sinyal pada sistem saraf yang terkait. Efektifitas ini juga bergantung pada karakteristik stimulus. Alarm yang berbunyi dengan intensitas sangat rendah atau bersumber dari objek yang cukup jauh, tentunya tidak akan terdengar oleh telinga kita. Sistem saraf pusat secara otomatis membantu menyimpan stimulus pada sensory store, yang membantu memperpanjang tersimpannya stimulus, walaupun paparan terhadap stimulus telah berakhir. Bunyi alarm yang masih terngiang-ngiang pada telinga kita menunjukkan fenomena ini. Sensory store atau sensory register atau sensory memory adalah sistem penyimpanan berkapasitas besar yang mencatat informasi dari indra secara akurat (Atkinson dan Shaffrin, 1968). Suatu stimulus yang tersimpan pada sensory store tidak bertahan lama, kurang lebih satu detik setelah stimulus menghilang untuk penyimpanan yang bersifat ikonik (visual), atau lebih dari itu (dua hingga tiga detik setelah stimulus menghilang) untuk stimulus yang bersifat ekoik (suara) serta kinestetik. Stimulus yang tersimpan pada sensory store cenderung bersifat apa adanya. Seta A. Wicaksana | 117 Karakteristik utama yang tersimpan berupa sifat-sifat fisik dari stimulus tersebut (misalnya dimensi, intensitas, dan sebagainya). Proses penyimpanan stimulus seperti ini berlangsung secara otomatis dan tidak memerlukan upaya mental/perhatian khusus. Informasi di sensory store relatif mentah dan belum diproses. Dalam konteks ergonomi, salah satu ciri dari rancangan sistem manusia-mesin yang baik adalah memiliki karakteristik fisik yang mampu memberikan stimulus yang tepat bagi indra kita. Dengan demikian, papan penunjuk jalan haruslah dirancang dengan huruf yang cukup besar, dengan tingkat kontras yang baik. Demikian pula dengan alarm tanda bahaya, haruslah memiliki intensitas yang cukup. Semua ini diperlukan, agar stimulus yang dihasilkan akan memiliki kemampuan untuk ―dikenali‖ oleh indra kita. 2. Perhatian Sebelum membahas lebih lanjut mengenai model HIP yang diajukan oleh Wickens, sebaiknya dipahami dahulu apa yang dimaksud dengan perhatian (attention). Pada model HIP di atas, attention digambarkan sebagai suatu komponen yang terletak pada posisi paling atas, menunjukkan kumpulan sumber daya yang bersifat terbatas. Stimulus dari 118 | Human Factor Engineering lingkungan akan memborbardir indra manusia secara konstan dan cepat berubah-ubah. Tidak semua stimulus yang sangat kompleks ini akan diperhatikan dan dirasakan. Kecuali proses penyimpanan stimulus di sensory register, semua tahapan pemrosesan informasi memerlukan adanya suatu upaya khusus yang diberikan agar setiap tahap dapat berjalan secara efektif. Hanya sebagaian kecil yang akan ditangkap indra dan perlu ‗dicatat‘ untuk diseleksi agar dapat diproses lebih lanjut pada proses persepsi. Proses human attention merupakan suatu mekanisme penyaringan stimulus yang akan diperhatikan, dirasakan, dan diproses lebih jauh. Terkadang hanya stimulus tertentu (dari lingkungan yang kompleks) yang dipilih untuk diproses. Sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1, perhatian dianalogikan sebagai suatu sumber air yang terbatas jumlahnya. Secara konseptual, perhatian dianggap sebagai suatu sumber daya yang jumlahnya terbatas, dan untuk itu terdapat proses pemilihan ke mana sumber daya tersebut utamanya akan digunakan. Dengan demikian, terdapat konsekuensi di mana perhatian yang diberikan pada satu tahap pemrosesan informasi dapat mengurangi jumlah perhatian pada tahap lainnya. Implikasinya adalah efektivitas pada salah satu tahap akan berkurang, atau bahkan performansi dari beberapa tahap dapat menurun Seta A. Wicaksana | 119 secara bersamaan. Pada umumnya manusia tidak bisa memproses seluruh tahapan pada saat bersamaan. Contoh saat berkendaraan, seseorang akan merasakan adanya getaran, suara dari berbagai sumber (dari dalam dan luar kendaraan) maupun berbagai objek visual yang terlihat oleh mata. Bisa jadi pada saat tertentu, pengemudi hanya memilih mengarahkan indranya untuk mendengarkan pembicaraan di kendaraan. Perhatian tidak banyak diberikan pada keadaan lalu lintas, kebisingan jalan raya, bahkan guncangan pada kendaraan. Hal ini merupakan suatu mekanisme yang terjadi secara otomatis, dan disebut sebagai selective attention. Dengan demikian, ada kalanya seorang pengemudi memberikan perhatian yang lebih besar pada lagu yang ia dengar dari perangkat musik di mobilnya, dan ada kalanya pada keadaan lain (mencari nama jalan, misalnya), ia harus memperkecil suara musik dan lebih memberikan perhatian pada aktivitas visualnya. Ada pula saat ketika seseorang secara sengaja mengarahkan dan mengonsentrasikan pandangannya pada suatu objek tertentu (dan mengabaikan objekobjek lainnya). Hal ini dilakukan agar karakteristik objek tersebut dapat dilihat dengan baik. Apabila hal ini dilakukan secara terus-menerus, mekanisme ini dikenal sebagai focused attention. Mekanisme ini sukar untuk dipertahankan terus-menerus, mengingat gangguan sekecil apa pun dapat merupakan suatu 120 | Human Factor Engineering stimulus yang secara otomatis diperhatikan. Salah satu contoh focused attention adalah saat seorang personel militer harus terus-menerus mengamati layar radar di saat perang. Aktivitas ini membutuhkan konsentrasi tinggi, dan dapat sangat terganggu oleh hal sepele seperti suara percakapan di sekeliling personel tersebut. Jelas bahwa focused attention merupakan aktivitas penggunaan sumber daya yang cukup besar, ketika aktivitas lainnya hanya dapat memperoleh perhatian kecil saja. Pada keadaan lain, seseorang kadang harus menerima beberapa stimuli (bentuk tunggal dari stimulus) secara bersamaan dan memberikan respons yang tepat untuk masing-masing stimulus yang diterima. Aktivitas seperti ini memerlukan suatu mekanisme yang disebut sebagai devided attention. Sebagai contoh, seorang pengemudi dapat menggunakan alat bantu navigasi kendaraan berupa GPS (global positioning system). Alat ini memberikan informasi visual berupa peta dinamis, serta berbagai instruksi lisan kepada pengemudi (kapan harus berbelok, seberapa jauh jarak yang ditempuh, dan lain-lain). Dalam kasus ini, pengemudi terpaksa memperoleh, memproses, dan bahkan merespons dua stimulus yang berbeda pada waktu yang relatif bersamaan. Performansi dapat ditingkatkan melalui cara melatih diri melakukan devided attention. Peningkatan performansi juga dapat Seta A. Wicaksana | 121 dilakukan dengan cara merancang alat (GPS) sedemikian rupa sehingga display lebih cocok dengan model mental yang ada di benak pengemudi. Informasi lisan dapat pula dirancang dengan memperhatikan aspek-aspek pemilihan kata-kata, waktu pengulangan informasi, dan sebagainya. Sejumlah faktor dipercaya dapat memengaruhi efektivitas penerimaan informasi dari lingkungan, yaitu salience, expectancy, value dan effort. Salience menunjukkan seberapa kuat suatu stimulus dalam menarik perhatian seseorang. Kekuatan ini dapat muncul dari karakteristik fisik stimulus, seperti ukuran, intensitas, kontras, keunikan stimulus relatif terhadap lingkungannya, dan sebagainya. Misalnya, iklan yang besar dan dipasang tepat di sisi jalan cenderung lebih menarik perhatian. Demikian pula halnya dengan suara yang keras, cahaya lampu yang berkedip-kedip, maupun bau yang membusuk hidung (bau gas elpiji). Expectancy menunjukkan kecenderungan manusia dalam mengarahkan perhatian pada sesuatu yang akan terjadi. Kecenderungan ini didorong oleh kejadian apa yang ‗diharapkan‘ terjadi, saat seseorang melakukan pekerjaannya. Pandangan mata operator ATC akan cenderung berada pada display monitor saat sebuah pesawat hendak terbang atau mendarat. Pesawat yang akan mendarat adalah suatu kejadian yang diharapkan berlangsung, dan hal inilah yang 122 | Human Factor Engineering menarik perhatian operator ATC. Hal ini mungkin berbeda dari operator pemeriksa kualitas di suatu lintasan produksi yang kurang teliti memeriksa cacat pada produk. Hal ini karena cacat produk merupakan sesuatu yang tidak diharapkan untuk terjadi. Value menunjukkan seberapa penting informasi yang terkait dengan stimulus tertentu, atau sebaliknya, seberapa besar risiko (cost) yang ditimbulkan jika informasi tersebut tidak diperoleh. Contohnya, perhatian visual pengemudi kendaraan terhadap lampu pengatur lalu lintas akan sangat tinggi, mengingat besarnya potensi bahaya jika pengemudi ini mengabaikan lampu lalu lintas saat melalui suatu persimpangan jalan. Perkalian antara expectancy dan value dapat merupakan suatu indikator yang menunjukkan seberapa besar seseorang akan memilih suatu stimulus tertentu. Pada kasus pengemudi di atas, pandangan pengemudi mungkin tidak akan diarahkan ke lampu lalu lintas (yang memiliki value besar), jika pengemudi tersebut mengetahui bahwa lampu lalu lintas tersebut sudah rusak sejak lama (expectancy yang rendah). Effort merupakan besarnya upaya yang secara sadar harus dilakukan untuk memperhatikan suatu stimulus tertentu. Semakin besar upaya yang dibutuhkan, semakin kecil peluang stimulus tersebut akan diperhatikan oleh indra kita. Suatu lampu monitor yang diletakkan di luar ruang pandang Seta A. Wicaksana | 123 operator mungkin tidak akan diperhatikan walaupun lampu tersebut menyala mengindikasikan kegagalan suatu proses. Dalam desain, proses pengindraan dapat pula terbantu jika suatu stimulus bisa dengan mudah dibedakan dengan stimulus lain di lingkungan. Pembedaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan warna, bentuk, frekuensi, serta karakteristik fisik lainnya. Pengindraan visual dapat dilakukan dengan baik jika visual search diminimalkan. Manusia memiliki kecenderungan untuk melakukan pengamatan dalam jarak dekat dibandingkan jarak yang lebih jauh, dan cenderung menghindari pergerakan kepala untuk memilih sumber informasi. 3. Penyimpanan Informasi (Memory) Pemahaman mengenai proses penyimpanan informasi (memory) penting untuk dapat membantu memahami proses selanjutnya yang terjadi pada Gambar 2.1 di atas. Otak manusia memiliki karakteristik yang sangat mengagumkan, yaitu dapat menerima informasi dalam jumlah yang sangat besar. Banyak hal dalam hidup kita diterima dan direkam oleh otak. Misalnya, seseorang yang sudah berusia sangat lanjut masih dapat menguraikan apa yang terjadi dalam sejarah suatu negara puluhan tahun lalu yang dialaminya. Dia masih dapat menjelaskan kepada cucunya perbedaan 124 | Human Factor Engineering antara konsep kerja aerobik versus anaerobik, atau bahkan menasihati orang lain bagaimana cara mengemudi dengan baik. Di sisi lain, orang tersebut dapat dengan mudah lupa atas nama seseorang atau daftar barang yang harus dibeli pada saat berbelanja. HIP memanfaatkan kedua karakteristik ini, khususnya dalam menentukan bagaimana kemampuan dan keterbatasan dalam menyimpan informasi dapat memengaruhi performansi manusia. Pada model HIP, informasi disimpan pada dua wilayah yang berbeda, yaitu working memory (WM) dan long-term memory (LTM). Working memory (WM) digunakan dalam membantu proses pengambilan keputusan, sedangankan long-term memory (LTM) digunakan sebagai tempat penyimpanan informasi yang banyak dimanfaatkan saat proses persepsi berlangsung. LTM berinteraksi dengan WM bilamana diperlukan saat proses pengambilan keputusan berlangsung. Secara teoretik, informasi pada WM dapat hilang dan tidak digunakan lebih lanjut atau disimpan pada LTM (melalui suatu mekanisme tertentu) untuk digunakan di masa yang akan datang. Penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli psikologi menujukkan bahwa working memory (WM) dan long-term memory pada dasarnya sama (Crowder, 1993; Nairne, 2002). Namun, penelitian lain yang meyakini bahwa kedua sistem ini berbeda, bisa jadi tidak memiliki penjelasan teoritis yang sama (Atkinson Seta A. Wicaksana | 125 dan Shiffrin, 1968; Baddeley, 2001a; Engle dan Kane, 2005; Izawa, 1999; Miyake dan Shah, 1999a). Penelitian klasik mengenai working memory (WM) dijelaskan melalui model memori yang diajukan oleh Atkinson dan Shffrin (1968). Pada model ini, working memory (WM) disebut short-term memory (STM). Model ini mendominasi penelitian mengenai memori selama bertahun-tahun. Namun, sekarang pengaruhnya mulai berkurang karena kurang mampu membedakan antara short-term memory (STM) dan long-term memory (LTM) secara tegas (Baddeley, 1995b; Healy dan Mc-Namara, 1996). Model memori yang diajukan Atkinson dan Shiffrin (1968) masih banyak digunakan karena model ini merupakan contoh pendekatan pemrosesan informasi yang paling diketahui saat ini. Gambar 2.2 Model memori (Atkinson & Shaffrin, 1968) diadaptasi dari Cognition 6th ed., Matlin, 2005, p. 11 126 | Human Factor Engineering Berdasarkan model tersebut, stimuli dari lingkungan, awalnya, akan masuk ke sensory store, yaitu sistem penyimpanan berkapasitas besar yang mencatat informasi dari indra secara akurat (terutama iconic memory dan echoic memory). Informasi yang tersimpan pada sensory store dapat dengan mudah hilang. Selanjutnya, informasi akan diteruskan menuju STM. Penyimpanan jangka pendek ini berisi sejumlah kecil informasi yang digunakan secara aktif (working memory). Informasi verbal disandikan secara akustik (sesuai bunyinya). Misalkan ketika harus menghafalkan serangkaian kode ‗4 G S 7 N P‘, dan ternyata lupa akan kode terakhir yaitu ‗P‘, sehingga ketika diminta untuk menyebutkan kembali, akan menyebutkan B, G, atau huruf lain yang memiliki bunyi serupa. Terakhir informasi akan masuk ke LTM yang berkapasitas besar, berisi memori beberapa detik terakhir sampai puluhan tahun silam. Disandikan dalam bentuk semantik (berdasarkan makna). Menurut model ini, informasi dapat diteruskan ke STM, tetapi bisa juga langsung ke LTM jika sangat bermakna (berkesan) bagi individu yang bersangkutan. a. Short-Term Memory Perbedaan antara sensory store dan short-term memory dapat dilihat pada tabel berikut ini. Seta A. Wicaksana | 127 Tabel 2.1 Perbedaan sensory store dan short-time memory Sensory Store Short-Term Memory Stimuli dapat bertahan selama 2 detik atau kurang Stimuli dapat bertahan 30 detik Informasi relatif mentah dan belum diproses Informasi dapat dimanipulasi (misalnya dengan mengulang, membandingkan, atau mengubah urutan item) Informasi merupakan representasi stimulus yang sangat akurat Informasi sangat mudah mengalami distorsi dan tidak akurat Informasi secara pasif didata pada sensory store Informasi akan diseleksi secara aktif untuk memasuki short-term memory Sumber : Diadaptasi dan Atkinson & Shiffrin, 1968 Berdasarkan Gambar 2.2 di atas, memori pada STM bersifat rapuh, dapat terlupa sebelum digunakan (tetapi tidak serapuh memori di sensory store) dan akan menghilang dalam 30 detik (kecuali jika diulangulang). Ciri lain dari STM (menurut Atkinson dan Shiffrin) adalah clear cut limits. Seseorang akan merasakan ketegangan tatkala mencoba mengingat daftar item dalam STM. Stimuli yang diproses di STM diubah menjadi informasi dalam bentuk kode. Pengodean yang 128 | Human Factor Engineering disimpan pada STM dapat berbentuk akustik, visual, atau semantik. Informasi yang disimpan berdasarkan bunyi adalah mekanisme penyimpanan dalam bentuk akustik. Penyimpanan yang menggunakan karakteristik tampilan dari objek/benda, merupakan bentuk penyimpanan visual. Penyimpanan yang bersifat semantik memanfaatkan arti/makna dari suatu objek. George Miller (1956) melakukan penelitian klasik, yang dituliskan pada artikel ―The Magical Number Seven, Plus or Minus Two: Some Limits on Our Capacity for Processing Information‖. Manusia tidak mungkin menahan banyak item dalam STM-nya dalam satu waktu. Secara spesifik dinyatakan manusia dapat mengingat sekitar 7 ± 2, atau antara 5 sampai dengan 9 unit. Sebagai contoh, jika seorang diminta untuk mengingat angka-angka yang bersifat random (misalnya 12 angka ‗0 8 1 3 2 1 4 4 6 6 1 8‘), maka pada umumnya orang tersebut hanya dapat menyebutkan tidak lebih dari 9 angka secara tepat. Istilah ‗unit‘ oleh Miller dijelaskan lebih jauh sebagai ―chunks of information.‖ Setiap chunk merupakan sekelompok stimulus yang memiliki keterikatan dan berasosiasi dengan informasi yang tersimpan pada LTM. Suatu chuck dapat berbetuk single numeral atau single letter karena manusia dapat mengingat sekitar tujuh angka atau tujuh huruf jika berada dalam urutan acak. Angka-angka itu dapat diorganisasikan dalam unit yang lebih besar. Misalkan huruf-huruf berikut ‗r u m Seta A. Wicaksana | 129 a h‘ tidak dianggap sebagi lima huruf yang berbeda, tetapi dimaknai sebagai suatu informasi (chuck). Dengan demikian, pada saat seseorang mengingat kata-kata ‗rumah‘, ‗mobil‘, dan ‗komputer‘, yang disimpan dalam STM adalah tiga unit informasi, bukan 18 huruf yang terkait satu sama lain. Kalimat ‗saya memiliki rumah, mobil, dan komputer‘, dengan mekanisme asosiasi tertentu dapat membentuk menjadi satu chunk. Chunking dengan demikian dapat digunakan sebagai salah satu strategi untuk mengingat informasi dalam jumlah banyak. Kembali pada contoh angkaangka di atas, jika kita mengenal bahwa angka ‗0813‘ adalah awal nomor ponsel di Indonesia untuk provider tertentu, maka STM hanya perlu mengingat 8 angka lainnya. Angka 0813 akan dengan mudah dimunculkan kembali, karena telah lebih dahulu tersimpan di LTM (melalui pengalaman masa lalu tentang karakteristik nomor-nomor ponsel). Dengan demikian, kapasitas STM seolah-olah adalah 12 angka, padahal jumlah yang harus diingat telah dikurangi dengan teknik chunking. Dalam satu chunk, jumlah stimulus yang optimal berkisar antara 3–4 digit. Pengelompokan (pemisahan) juga merupakan salah satu teknik dalam chunking. Di Amerika Serikat, nomor telepon selalu dituliskan dengan awalan kode area, dilanjutkan dengan pengelompokan tiga nomor pertama, serta empat nomor terakhir (sebagai contoh 130 | Human Factor Engineering (540) 231 – 8130). Teknik penulisan serta penyebutan nomor telepon dengan teknik ini memudahkan orang dalam mengingat-ingat nomor tersebut. Terkadang, di Amerika Serikat, nomor telepon menggunakan hurufhuruf yang memiliki arti, agar nomor tersebut lebih mudah diingat. Pemberian nomor telepon darurat seperti ‗231 – 4350‘, sebagai contoh, jauh lebih mudah dilupakan oleh yang memerlukan bila dibandingkan dengan penulisan berikut ‗231 - HELP‘. Contoh tersebut adalah bentuk chunking yang mengeksploitasi asosiasi antara keadaan darurat dengan permintaan bantuan (HELP). Dengan menggunakan teknik ini, mungkin dibutuhkan sejumlah waktu dalam menekan nomor telepon, tetapi nomor yang dituliskan dengan cara ini relatif lebih mudah diingat (recalled). Teknik ini juga lebih efektif, mengingat bahwa asosiasi yang dibentuk oleh huruf dapat lebih mudah dibentuk bila dibandingkan dengan angka. Implikasi dari penjelasan di atas adalah dalam mendesain suatu sistem, usahakan agar operator tidak dibebani dengan informasi yang melebihi kapasitas di atas. Strategi chunkcing dapat digunakan untuk mengurangi beban informasi yang harus diingat oleh operator. Dengan memahami keterbatasan operator, dapat dirancang suatu mekanisme yang memperkecil peluang operator untuk lupa terhadap apa yang harus diingat. Menyederhanakan tugas adalah salah satu caranya. Teknik lain dapat berupa penggunaan alat Seta A. Wicaksana | 131 bantu. Contohnya, seorang operator data entry dapat menggunakan warna untuk menandai data terakhir yang telah dimodifikasi. Teknik chunking dapat pula diperoleh sejalan dengan bertambahnya keahlian seorang pada bidang tertentu. Mereka yang ahli pada bidangnya dipercaya memiliki strategi khusus dalam mengelompokan informasi, seperti halnya pemain catur, programmer, dan lain-lain. Salah satu keterbatasan lain adalah informasi yang tersimpan pada STM dapat hilang dengan cepat. Paradigma Brown-Peterson menunjukkan bahwa kemampuan responden penelitian dalam mengingat tiga huruf acak sangatlah buruk. Jika responden tersebut tidak diperkenankan untuk secara sengaja mengingat-ingat ketiga huruf tersebut, dalam 20 detik sangat sukar bagi para responden untuk menyebutkan ulang ketiga huruf tersebut. b. Working Memory Alan Baddelay (2001, 200b, 200c, 2001a, 2001b) mengembangkan penjelasan utuh tentang interpretasi multikomponen dari short-term memory (STM) yang disebut working memory (WM), yaitu sistem yang terdiri atas empat komponen yang menyimpan sementara dan memanipulasi informasi ketika seseorang melakukan tugas kognitif. Keempat komponen yang terdapat pada working memory adalah 132 | Human Factor Engineering phonological loop, visuospatial sketch pad, central executive, dan episodic buffer. Gambar 2.3 Simplifikasi model working memory dan interaksinya dengan long-term memory (Baddelay 2001,b), diadaptasi dari Cognition 6th ed., Matlin, 2005, p. 110 Phonoligical loop menyimpan suara dalam jumlah yang terbatas dan jejak ingatan (memory trace) akan rusak dalam kurun waktu dua detik, kecuali bila diulang. Visuospatial sketch pad menyimpan informasi spasial dan visual, yaitu informasi yang berkaitan dengan dimensi, ruang, atau kedalaman. Central executive mengintegrasikan informasi-informasi yang berasal dari phonological loop dan visuospatial sketch pad dan sangat berperan dalam atensi dan perencanaan pengontrolan perilaku. Central executive bertindak sebagai supervisor atau scheduler, tetapi sulit untuk Seta A. Wicaksana | 133 dikaji melalui sistem riset. Episodic buffer menyediakan tempat penyimpanan sementara informasi dari phonological loop, visuospatial sketch pad, central executive yang dapat dikumpulkan dan dikombinasikan. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperlambat hilangnya informasi pada WM, antara lain adalah penggunaan stimulus tambahan yang dapat memperkuat informasi pada WM. Sebagai contoh adalah penggunaan display yang memberikan informasi yang bersifat visual dan auditori secara bersamaan. Operator yang menggunakan display seperti ini akan memperoleh informasi utama secara visual. Namun, informasi ini juga diperkuat dengan adanya informasi tambahan yang disimpan dalam bentuk auditori. c. Long-Term Memory Tempat penyimpanan informasi yang bersifat lebih permanen dan dapat menampung jauh lebih banyak informasi disebut sebagai long-term memory (LTM). Proses penyimpanan informasi (coding) pada LTM terjadi melalui proses belajar dan pelatihan. Pengetahuan yang disimpan pada LTM dapat berbentuk prosedural maupun deklaratif. Pengetahuan yang bersifat prosedural menggambarkan bagaimana sesuatu dilakukan (misalnya urut-urutan aktivitas yang perlu dilakukan ketika alarm di suatu pusat 134 | Human Factor Engineering kendali proses berbunyi). Pengetahuan yang bersifat deklaratif lebih mengarah pada makna, fakta, atau kenyataan atas suatu objek (misalnya alarm yang berbunyi bersama-sama dengan nyala lampu merah, mengindikasikan bahaya yang membutuhkan perhatian segera). Penyimpanan informasi pada LTM dapat pula dibedakan berdasarkan sifatnya yang terkait dengan kejadian tertentu (episodik) atau pengetahuan yang bersifat umum (semantik). Perbedaan antara episodic memory dan semantic memory tidak dapat dibedakan secara tegas (not clear cut). Episodic memory lebih ditekankan pada kapan (when), di mana (where), atau bagaimana (how) suatu peristiwa berlangsung, sedangkan semantic memory meliputi pengetahuan tanpa rujukan bagaimana informasi tersebut diperoleh. Informasi pada LTM tidak disimpan secara random, tetapi tersimpan secara struktural dengan mekanisme organisasi tertentu. Setiap informasi yang tersimpan pada LTM akan disusun sedemikian rupa sehingga memiliki arti yang lebih luas dan memiliki keterkaitan antara satu informasi dengan informasi lainnya. Contohnya, seseorang akan dengan sangat mudah menyebutkan nama dan tanggal lahir karena informasi tersebut sering digunakan dan memiliki asosiasi yang erat dengan informasi pribadi lainnya. Fenomena pengorganisasian informasi juga berarti pengambilan informasi tersebut (retrieval) dapat Seta A. Wicaksana | 135 berjalan dengan efektif, jika prosesnya dilakukan dengan cara yang mirip dengan bagaimana informasi tersebut disimpan pada long-term memory (LTM). Sebagai contoh, sangat lazim bahwa mahasiswa menghafalkan definisi dari sejumlah istilah. Cara menghafal yang sering kali dilakukan adalah dengan menyebutkan ‗Definisi dari A adalah…‘, dan seterusnya. Teknik ini hanya efektif jika pertanyaan yang muncul dalam ujian adalah ‗Sebutkan definisi dari A!‘. Mahasiswa akan kesulitan menjawab jika pertanyaan yang diajukan dalam bentuk ‗Definisi apa yang dapat menjelaskan fenomena berikut?‘. Seseorang dengan latar belakang pendidikan teknik akan menyimpan informasi cara kerja mesin dengan cara yang berbeda bila dibandingkan dengan mereka yang memiliki latar belakang sosial. Salah satu konsep penting dalam pengorganisasian informasi pada LTM dan kaitannya dengan performansi kerja adalah ‗model mental‘. Model ini menggambarkan pemahaman/pemikiran seseorang atas suatu objek. Dengan menggunakan model mental, seseorang dapat menjelaskan dan menyimulasikan bagaimana suatu sistem bekerja. Melaui pembentukan model mental yang benar, seseorang dapat menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi saat indikator temperatur mesin terus bergerak naik dan dapat menjelaskan apa dampak yang akan terjadi jika fenomena ini terus berjalan. Model mental yang benar 136 | Human Factor Engineering dapat dibentuk melalui pengajaran dan pelatihan yang diberikan secara terus-menerus. Fitur dari suatu produk atau sistem juga dapat dimanfaatkan untuk membentuk model mental. Tombol-tombol yang jelas diletakkan secara menonjol di permukaan monitor komputer akan membentuk model mental seorang operator yang akan menganggap bahwa tomboltombol tersebut memiliki kaitan dengan pengoperasian monitor. Contoh lain, saat melihat ikon trash can (tempat sampah) di layar komputer, seseorang memercayai bahwa file yang sudah hapus dapat dibuka kembali. Hal ini terjadi karena orang tersebut memiliki model mental di mana sampah (berupa kertas dokumen) yang kita buang ke tempat sampah masih dapat kita ambil kembali bilamana diperlukan. Sistem dan produk tidak dirancang dengan cermat dapat menyebabkan terbentuknya model mental yang tidak tepat dan berujung pada kesalahan pengoperasian suatu sistem. Sebagai contoh, sejumlah display sering kali dirancang dengan bentuk yang menonjol di permukaan panel monitor. Hal ini akan membentuk model yang salah, di mana operator beranggapan bahwa display tersebut adalah tombol kontrol. Hal yang sama juga dapat terjadi saat sebuah pintu (yang hanya dapat dibuka ke satu sisi) memiliki dua pegangan pintu yang persis sama di kedua sisinya. Terkadang pintu tersebut tidak terbuka ketika Seta A. Wicaksana | 137 ditarik, karena seharusnya pintu tersebut dibuka dengan cara didorong. Model mental yang dimiliki adalah pegangan tersebut dapat ditarik. Untuk mengurangi kesalahan seperti ini, sejumlah pintu di tempat-tempat umum ditandai dengan pegangan pintu di satu sisi, serta plat logam yang sekadar ditempelkan (untuk didorong) di sisi lainnya. Bisa dimengerti bahwa kegagalan pada pengoperasian suatu sistem dapat disebabkan oleh ketidaksesuaian antara model mental yang dimiliki oleh operator dan cara kerja sistem yang sesungguhnya. Aspek ini menjadi sangat penting dan dapat dimanfaatkan dalam merancang suatu sistem kerja yang baik. Informasi yang tersimpan pada LTM hanya akan bermanfaat jika dapat diperoleh dengan segera pada saat diperlukan. Pengambilan informasi dari LTM dilakukan melalui mekanisme recognition dan recall. Recognition adalah kemampuan menggali informasi dari LTM melalui proses identifikasi atas sejumlah stimulus yang dimunculkan kembali. Sebagai contoh, seorang pengemudi mampu menjelaskan rute yang harus diambil untuk sampai pada satu tujuan, tetapi kemampuan ini hanya bisa ia lakukan saat mengemudikan kendaraan menuju tujuan tersebut. Sebaliknya, informasi yang digali melalui proses recall dapat dicontohkan, misalnya saat pengemudi mampu menuliskan/menjelaskan rute menuju suatu tujuan, 138 | Human Factor Engineering walaupun pengemudi tersebut sedang tidak berada di daerah tujuan. Mekanisme recall akan lebih baik jika konteks saat retrieval task (tugas untuk mengingat kembali) sesuai dengan konteks saat encoding (proses mengubah stimulus menjadi kode yang akan disimpan di dalam memori). Misalkan jika proses perkuliahan dilakukan di suatu ruangan tertentu dan ujian mata kuliah tersebut dilakukan di ruangan yang sama, diharapkan hasil yang didapatkan lebih baik dari pada jika ujian tersebut dilakukan di ruangan lain. Outshining hypothesis menyatakan konteks dapat memicu memori tatkala better memory cues tidak ada. Jadi, performansi seorang operator ATC dapat meningkat jika penjelasan tentang ATC tidak dilakukan semata-mata dengan menggunakan teori buku, tetapi dijelaskan dengan cara hadir di ruangan ATC. Perlu diingat bahwa peran konteks akan semakin besar nilainya jika better cues hadir. Secara umum, bila materi yang akan di-recall telah dipelajari dengan baik, maka memory cues menjadi cukup kuat untuk mengatasi context cues yang lemah. Bila materi belum dipelajari dengan baik, context cues akan membantu memicu memori. Singkatnya, konteks atas sesuatu menjadi penting dan bermanfaat dalam membantu proses penggalian informasi dari LTM. Seta A. Wicaksana | 139 d. Memory Improvement Ada sejumlah metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan memori, antara lain dengan memanfaatkan: (1) visual imagery, (2) the method of loci, (3) organization, (4) external memory aids, (5) practice, (6) the multimodal approach, (7) metamemory. Penggunaan visual imagery, the method of loci, dan organization dilakukan dengan memanfaatkan mnemonics, yaitu strategi untuk mengingat. Pada metode visual imagery, kemampuan memori ditingkatkan dengan cara merujuk kepada representasi mental dari objek atau tindakan yang secara fisik sesungguhnya tidak ada. Sebagai contoh, bayangkan ketika seseorang membaca novel. Alur cerita dapat diingat dengan lebih mudah jika membayangkan gambaran situasi yang terjadi pada novel tersebut. Method of loci merupakan metode yang dilakukan dengan cara mengaitkan item yang akan dipelajari dengan lokasi fisik. Sebagai contoh, saat kita diminta untuk menuliskan barang-barang yang ada di rumah, kita akan memanfaatkan suatu strategi di mana kita akan mencoba mengingat-ingat rumah kita dan lokasi dari ruang-ruang yang ada. Metode ini merupakan kombinasi antara visual imagery dengan memory aids lainnya. Organization adalah metode yang memanfaatkan pemberian aturan dan pola-pola suatu objek yang tengah kita pelajari. 140 | Human Factor Engineering External memory aids adalah penggunaan alat bantu yang bersifat eksternal untuk meningkatkan kemampuan mengingat informasi. Alat bantu ini dapat berupa stimulus tambahan, seperti mengaitkan secarik kain pada jari kita untuk mengingatkan bahwa ada sesuatu yang harus kita lakukan sebelum pulang ke rumah dari kantor. Teknik berikutnya adalah latihan. Kita mengenal istilah practice makes perfect yang berarti semakin banyak latihan, akan semakin banyak yang dapat kita ingat. Ini adalah suatu strategi yang sering disampaikan oleh seorang guru kepada muridmuridnya. Berkaitan dengan multimodal approach, Douglas Hermann (1991) dalam ―Super Memory” mengungkapkan tidak ada teknik sederhana untuk meningkatkan kemampuan memori. Perlu bagi kita untuk memperhatikan kondisi fisik dan mental, concern dengan memory attitude, dan concern dengan konteks sosial. Sejumlah saran yang diajukan adalah melakukan pengulangan (rehearsing an item), memfokuskan perhatian terhadap detail, melakukan deep level processing dengan memberi penekanan yang lebih pada aspek semantik (makna) dan aspek emosional. Teknik terakhir, metamemory, adalah pengetahuan dan kesadaran tentang memori yang dimiliki oleh diri sendiri. Untuk belajar lebih efektif, seseorang perlu mengetahui strategi terbaik baginya, berapa lama waktu belajar yang bisa dilakukan Seta A. Wicaksana | 141 sebelum perhatian terpecah, ‗waktu‘ belajar terbaik, serta kekuatan dan kelemahan memorinya. Artinya, seseorang perlu menyadari dan mengenali bagaimana merencanakan proses belajar, bagaimana meregulasi perhatian, dan bagaimana memantau pemahaman atas suatu materi. 4. Persepsi Proses persepsi merupakan suatu tahapan di mana citra dari suatu stimulus yang tersimpan pada sensory store kemudian diproses lebih jauh menjadi informasi yang memiliki arti. Mekanisme ini cenderung berlangsung cepat dan tidak terlalu membutuhkan usaha mental. Pada proses ini terjadi pencarian dan penentuan sifat-sifat dasar dari suatu stimulus yang diterima cocok dengan pola, model mental, serta konsep yang telah dipelajari dan disimpan sebelumnya. Proses ini berlangsung di sistem saraf pada tingkatan yang lebih tinggi, di mana otak kemudian mengubah stimulus menjadi suatu bentuk informasi yang lebih memberi arti. Informasi yang terbentuk bukan sekadar penjelmaan dari stimulus yang disimpan oleh sistem saraf, melainkan dipengaruhi oleh pengalaman dan pengetahuan masa lalu yang disimpan dengan bantuan LTM. Sebagai contoh, bayangkan seorang operator yang tengah bekerja di ruang kendali pada sebuah 142 | Human Factor Engineering pembangkit listrik. Saat sebuah lampu indikator menyala berkedip-kedip, sistem saraf menyimpannya sebagai stimulus fisik (cahaya) yang berulang, ditandai dengan spectrum frekuensi dan intensitas tertentu. Operator kemudian ‗memodelkannya‘ sebagai suatu fenomena kejanggalan. Model ini kemudian disbandingkannya dengan konsep yang telah ia peroleh di masa lalu, baik melalui pelatihan maupun pengalamannya selama ini. Akhirnya, berdasarkan informasi di masa lalu, operator mengartikan informasi ini sebagai terjadinya peningkatan tekanan secara drastis pada katup tertentu. Persepsi mencakup pemanfaatan pengetahuan untuk mendapatkan dan menafsirkan stimulus yang dicatat oleh indra. Pada proses persepsi, berbagai stimulus fisik yang berbeda-beda dapat diartikan sebagai satu kategori yang sama, suatu fenomena yang disebut sebagai many-to-one mapping. Sebagai contoh, kita dapat membaca dan memahami huruf ‗h‘, terlepas apakah huruf tersebut dicetak dengan huruf besar, miring, tebal, atau bahkan ditulis tangan. Pada tingkatan pemrosesan yang lebih tinggi, kita dapat membedakan antara huruf ‗h‘ dengan huruf lain yang memiliki kemiripan fisik, misalnya huruf ‗n‘. Otak juga dapat mempersepsikan (pada tingkatan lain) apakah huruf ‗h‘ tersebut diucapkan oleh seorang wanita atau lelaki. Pengidentifikasian susunan kompleks dari stimulus pengindraan disebut pattern recognition. Seta A. Wicaksana | 143 Ketika melakukan pattern recognition, proses-proses pengindraan akan mengubah dan mengorganisasikan informasi mentah dan membandingkannya dengan informasi dalam memori. Dengan demikian, proses persepsi mencakup pengenalan terhadapat karakteristik dasar dari suatu stimulus serta kemampuan dalam mengelompokkan informasi yang dihasilkan ke dalam suatu katageri tertentu. Pemrosesan informasi dapat dikelompokkan menjadi beberapa tingkat (Bridger, 2009). Pada tingkat yang paling rendah, suatu stimulus dapat diartikan apa adanya, sekadar ada atau tidak ada. Pada tingkat ini, proses persepsi akan menentukan ada atau tidaknya suatu stimulus (deteksi). Teori dasar yang terkait dengan ini adalah SDT (signal detection theory), suatu konsep yang memodelkan secara kuantitatif kemampuan manusia dalam mengenali karakteristik fisik atas suatu stimulus. Pada tingkatan pemrosesan yang lebih rendah, suara yang datang dari sirine ambulans dapat dipersepsikan sebagai sekadar munculnya ‗suara‘ dari lingkungan. Pada tingkatan yang lebih tinggi, perubahan frekuensi (naik dan turun secara berulang-ulang) pada sirine tersebut dapat dipersepsikan sebagai kendaraan ambulans. Seorang dapat pula mengidentifikasi bahwa ambulans tersebut ternyata bergerak menjauh atau mendekat berdasarkan informasi yang diperoleh dari adanya perubahan intensitas suara sirine. Dalam hal ini, 144 | Human Factor Engineering proses persepsi hanya mengadalkan karakteristik fonetik dari stimulus. Terkadang seseorang tidak mampu mengenali adanya ambulans yang bergerak mendekat, sampai saat ambulans tersebut benar-benar terlihat dengan mata. Pada saat itu barulah disadari adanya keadaan darurat dan harus segera memberi jalan. Hal ini menunjukkan kompleksitas proses persepsi, yaitu dibutuhkannya lebih dari satu dimensi stimuli (auditori dan visual) untuk menginterpretasikan adanya suatu keadaan darurat. Seseorang bisa menginterpretasikan suatu sirine tersebut sebagai situasi kota yang tidak aman, di mana kecelakaan lalu lintas sering terjadi. Informasi seperti ini diproses pada tingkatan yang lebih tinggi lagi. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi dapat terjadi pada beberapa tingkatan dan semakin tinggi tingkat persepsi yang terlibat, semakin lama pula waktu yang dibutuhkan untuk memproses suatu informasi. Secara konseptual, implikasinya adalah jika seseorang diharapkan untuk dapat merespons dengan cepat, usahakan agar stimulus dirancang agar dapat diproses pada tingkatan yang paling rendah, dengan stimulus sesederhana mungkin. Proses persepsi dipengaruhi oleh sejumlah faktor penting. Faktor individual antara lain berupa pengalaman, motivasi, kepribadian, kelelahan, harapan, pelatihan yang diperoleh, dan sebagainya. Seorang pengendara yang mengalami kelelahan akibat Seta A. Wicaksana | 145 mengemudi selama berjam-jam, mungkin saja tidak dapat memaknai lebih jauh lampu indikator yang menyala merah di panel dashboard. Pengendara tersebut mengenali adanya lampu merah yang menyala. Namun, kelelahan membuatnya tidak mampu mengartikan lebih warna merah yang misalnya mengindikasikan bahan bakar yang telah menipis. Faktor kontekstual juga merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi proses persepsi. Sebelum menjalankan kereta, seorang masinis kereta api (KA) selalu menunggu aba-aba peluit panjang yang dibunyikan. Masinis hampir secara otomatis mengartikan stimulus tersebut sebagai perintah untuk menjalankan kereta api. Jika masinis tersebut berada di sebuah taman dan kemudian dia mendengar suara peluit panjang, stimulus ini tidak akan diartikan lebih jauh karena tidak didukung oleh konteks di mana dia berada. Persepsi atas suatu stimulus juga dipengaruhi oleh lingkungan dan tingkat intensitas stimulus yang merupakan fungsi dari sumber stimulus. 5. Pengambilan Keputusan dan Pengambilan Tindakan Setelah informasi dari proses persepsi terbentuk, proses berikutnya adalah menentukan apa yang dilakukan setelah informasi tersebut diperoleh. Proses 146 | Human Factor Engineering pengambilan dan pemilihan keputusan ini dianggap sebagai proses kognitif yang lebih tinggi. Berbeda dari proses persepsi, proses kognitif ini dilakukan secara sadar dan mengandalkan kinerja working memory, seperti pada saat mengulang informasi, memanipulasi fakta, menganalisis data, melakukan perencanaan, serta mengevaluasi hasil. Usaha mental yang sungguhsungguh serta perhatian yang memadai harus dialokasikan pada proses ini agar performansi dapat terjaga dengan baik. Sebagai peneliti memberi label kognitif hanya pada proses pengambilan keputusan. Namun, perbedaan antara proses persepsi dan kognitif tidak perlu diperdebatkan, karena tidak ada batasbatas yang membedakan keduanya secara tegas (Wickens dan Hollands, 2000). Pengambilan keputusan sangat erat kaitannya dengan problem solving. Proses penyelesaian masalah digunakan tatkala seseorang ingin meraih tujuan tertentu, tetapi tujuan tersebut tidak dapat tercapai dengan mudah. Seseorang berhadapan dengan masalah bila terjadi kesenjangan antara situasi saat ini dengan tujuan yang ingin dicapai dan tidak tahu bagaimana cara menjembatani kesenjangan tersebut. Suatu masalah terdiri atas tiga hal penting, yaitu original state, goal gate, dan rules. Original state adalah situasi saat ini, sedangkan goal state adalah tujuan yang ingin dicapai. Goal state dicapai ketika masalah sudah Seta A. Wicaksana | 147 terpecahkan. Rules menggambarkan keterbatasan yang terbentang antara original state dan goal state. Satu hal yang jarang mendapatkan perhatian dalam problem solving adalah problem finding. Langkah pertama dalam problem finding adalah memahami masalah. Tahapan pertama dalam memahami masalah adalah memilah informasi yang krusial (penting) dan informasi yang tidak relevan. Tahap selanjutnya adalah bagaimana cara merepresentasikan masalah. Bila persoalan yang dihadapi adalah sesuatu yang abstrak sehingga muncul kesulitan, maka harus dilakukan operasi terhadapnya. Beberapa operasi yang dilakukan bisa menggunakan symbol, daftar (list), matriks, hierarchical tree diagram, grafik, ataupun visual imagery. Menurut penelitian Schwartz, metode representasi sangat berkaitan dengan frekuensi solusi. Artinya, metode yang dipilih didasarkan pada tingginya frekuensi solusi yang dihasilkan oleh metode bersangkutan. Kepakaran (expertise) akan memengaruhi bagaimana cara seseorang menyelesaikan masalah pada area tertentu (Erickson san Lehman, 1996). Perbedaan seorang expert dari orang awam erat kaitannya dengan memori, dasar pengetahuan, representasi, kemiripan struktural, elaborasi situasi awal, kecepatan dan efisiensi, serta kemampuan metakognisi. Perbedaan memori pada expert dan orang awam berkaitan dengan informasi yang berhubungan 148 | Human Factor Engineering dengan area kepakarannya. Dasar pengetahuan yang berbeda akan menghasilkan skema berpikir yang berbeda. Representasi yang dilakukan orang awam cenderung naïf, sedangkan expert akan merekonstruksinya sedemikian rupa. Struktural yang memiliki kemiripan lebih banyak akan lebih dihargai. Elaborasi situasi awal berkaitan dengan semakin tinggi tingkat kepakarannya (spesialisasinya), semakin sedikit pengetahuannya tentang hal lainnya. Misalnya seorang pilot yang andal mengemudikan pesawat, akan kesulitan jika diminta untuk melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan assembly. Semakin tinggi tingkat kepakaran seseorang, kemampuan problem solving-nya semakin cepat dan efisien. Metakognisi merujuk pada pengetahuan (knowledge) dan kewaspadaan (awareness) mengenai memori mereka. Artinya, seseorang akan mengalihkan pengetahuan tentang dunia luar diri menjadi pengetahuan tentang proses yang berlangsung di dalam ‗kepala‘. Semakin pakar seseorang dalam suatu bidang tertentu, semakin tinggi juga kemampuan orang tersebut dalam memonitor masalah yang dihadapi. Kepakaran (expertise) membantu mengingat informasi karena seorang pakar (expert) memiliki struktural pengetahuan yang telah dipelajari dengan baik (wellorganized). Seorang expert memiliki gambaran visual (visual images) yang ‗hidup‘ tentang informasi yang Seta A. Wicaksana | 149 harus diingat kembali (di-recall). Selain itu, expert juga akan mengorganisasikan material yang akan diingat kembali (di-recall) membentuk meaningful chunk dengan cara mengelompokkan material yang memiliki hubungan. Seseorang yang dianggap pakar akan melakukan pengulangan (rehearsal) dengan suatu cara tertentu dan sangat terampil dalam merekonstruksikan bagian informasi yang ‗hilang‘ dari material yang diingat. Pada tahap pengambilan keputusan, terdapat dua alternatif yang dapat dilakukan. Alternatif pertama adalah menentukan tindakan apa yang akan dilakukan, sedangkan alternatif kedua adalah menyimpan informasi tersebut ke dalam working memory. Untuk jangka waktu yang relatif pendek, informasi yang tersimpan pada WM dapat digunakan dan disimpan secara berulang-ulang sebelum atau sambil menentukan tindakan yang akan dilakukan. Informasi yang tersimpan pada WM selanjutnya dapat disimpan pada LTM, untuk membantu proses pengambilan keputusan di masa yang akan datang. Contohnya seorang pengemudi yang tengah mengendarai kendaraannya dengan kecepatan tinggi mengenali adanya polisi yang tengah berdiri di sisi jalan raya. Dalam konteks pengambilan keputusan, terdapat dua alternatif yang dapat dilakukan pengemudi tersebut. Alternatif pertama adalah menyimpan informasi tersebut pada WM, dan 150 | Human Factor Engineering pengemudi tetap mempertahankan laju kendaraannya. Informasi tersebut dapat dengan sengaja disimpan pada WM, misalnya dengan terus-menerus mengingat karakteristik khusus dari petugas tersebut. Alternatif kedua adalah menentukan untuk memperlambat laju kendaraan, yang dapat dilakukan secara spontan maupun dengan bantuan WM dan LTM. Informasi tentang keberadaan polisi tersebut dapat terus diingat walaupun kendaraan telah jauh melewati polisi. Dalam hal ini, bisa jadi informasi pada WM akan diteruskan untuk disimpan pada LTM. Proses pengambilan keputusan merupakan suatu tahapan pemrosesan informasi yang bersifat kritis, karena sering kali berakibat pada sukses atau tidaknya suatu tindakan. Human error yang dapat mengakibatkan kerugian harta benda maupun jiwa sering kali dikaitkan dengan kesalahan operator dalam mengambil suatu keputusan. Konotasi negatif dari buruknya performansi operator umumnya dikaitkan dengan ketidakmampuan dalam mengambil keputusan. Hal ini diperkuat dengan berbagai kejadian-kejadian tragis (misalnya musibah pesawt ulang alik Challenger atau jatuhnya pesawat penumpang di Indonesia), yang cenderung menganggap operator salah dalam mengambil keputusan. Pengambilan keputusan merupakan suatu proses yang kompleks. Seorang operator dituntut untuk Seta A. Wicaksana | 151 mengambil hanya satu keputusan, sedangkan informasi yang tersedia (dan harus diproses) sangat banyak. Kompleksitas ini juga tidak dapat dilepas dari unsur ketidakpastian (risiko) atas hasil yang diperoleh dari suatu pengambilan keputusan. Keputusan yang berisiko rendah tentunya lebih muda diambil dibandingkan dengan berisiko tinggi. Selain kompleks, proses pengambilan keputusan juga sering kali dilakukan dalam waktu yang cenderung terbatas. Tekanan waktu ini dapat mendorong operator untuk mengambil keputusan yang salah. Salah satu konsep yang banyak diteliti dan bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan adalah situation awareness (Endsley, 1988). Konsep ini didefinisikan sebagai kesadaran seseorang atas dinamika yang terjadi di sekelilingnya, serta kesadaran akan arah perubahan lingkungan. Situation awareness (SA) dapat diukur dan dimanfaatkan dalam membantu perancangan display serta umpan balik yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Situation awareness harus dibedakan dari situation assessment (Endsley, 1995b). Situation awareness didefinisikan sebagai state of knowledge, sedangkan situation assessment adalah proses yang digunakan untuk mencapai keadaan tersebut (Endsley, 1995b). Proses ini bervariasi antarindividu dan antarkonteks. Situation assessment adalah proses yang digunakan untuk memperoleh, mendapatkan, atau memper152 | Human Factor Engineering tahankan SA. Situation Awarening bukanlah hasil dari proses penilaian situasi saja, melainkan juga didorong oleh proses yang sama dan berulang dengan kebiasaan tertentu. Contohnya, awereness seseorang saat ini akan menentukan apa yang akan diperhatikannya, kemudian dan bagaimana informasi yang diterima akan diinterpretasikan (Endsley, 2000). Kotak terakhir pada Gambar 2.1 menggambarkan tindakan yang diambil setelah suatu keputusan diambil. Pengambilan tindakan dilakukan melalui aktivitas motorik dengan memperhatikan aspek waktu dan besarnya usaha yang harus dilakukan. Dalam model HIP, proses pengambilan tindakan ini dianggap sebagai suatu tahap yang terpisah dari pengambilan keputusan. Kurt Lwein mengatakan perilaku manusia adalah hasil interaksi antara kepribadian dan lingkungan. Dengan kata lain, tindakan yang dilakukan oleh seseorang bergantung pada interaksi keputusan yang diambilnya dengan lingkungan. Misalnya, ketika seorang manajer harus memutuskan antara memperpanjang atau memutuskan kontrak kerja seorang operator. Berdasarkan evaluasi kerjanya, operator yang bersangkutan memiliki kinerja yang rendah, sehingga manajer memutuskan untuk tidak memperpanjang kontraknya. Jika situasi lingkungan mendukung, maka tindakan yang diambil adalah tidak memperpanjang kontrak. Tetapi jika situasi tidak Seta A. Wicaksana | 153 mendukung, misalnya pada saat itu terjadi peningkatan produksi yang membutuhkan banyak tenaga kerja dan pada saat yang bersamaan dibutuhkan waktu yang lama untuk proses rekrutmen, maka tindakan yang diambil bisa jadi memperpanjang kontrak operator tersebut. 6. Umpan Balik Beberapa model HIP terdahulu beranggapan bahwa rangkaian tahapan pemrosesan informasi berakhir setelah suatu tindakan dilakukan. Model-model lainnya menyebutkan bahwa konsekuensi dari suatu tindakan perlu dievaluasi dan dimonitor dengan memberikan informasi terkait ke awal proses. Dengan demikian, model ini menganut struktur umpan balik yang tertutup. Manfaat umpan balik ini adalah untuk memastikan bahwa tujuan sistem dapat tercapai melalui perbaikan atas deviasi proses pencapaian tujuan tersebut. Pada sejumlah sistem, umpan balik sering kali dapat berupa stimulus visual maupun auditori. Sebagai contoh, salah satu aktivitas penting seorang pilot adalah menerbangkan pesawat pada ketinggian yang telah ditetapkan demi keselamatan dan kenyamanan penerbangan. Ada saat-saat di mana pilot harus mengoreksi ketinggian pesawat dan informasi ini diperoleh melalui data ketinggian (altitude) yang ditunjukkan oleh display pada kokpit 154 | Human Factor Engineering pesawat. Umpan balik dapat pula diperoleh melalui penglihatan secara langsung ke luar pesawat melalui jendela kokpit. Bisa jadi perlu tidaknya pilot mengubah ketinggian jelajah juga dibantu oleh fenomena di mana pilot merasakan getaran tertentu pada pesawat. Pada kasus ini, pilot menggunakan umpan balik yang bersifat proprioseptif (kinestetik). Seta A. Wicaksana | 155 Cognitive Engineering Cognitive Engineering adalah ilmu kognitif terapan yang mengacu pada pengetahuan dan teknik kognitif psikologi dan disiplin terkait dalam memberikan landasan untuk men-desain dan menggerakkan berdasarkan prinsip sistem person-machine. Fokus pendekatan ini berdasarkan penerapan psikologi kognitif pada desain dan konstruksi mesin atau manusia-sistem mesin. Tujuan dari cognitive engineering adalah untuk memahami masalah. Secara spesifik, untuk menunjukkan bagaimana membuat pilihan yang lebih baik ketika ada permasalahan, dan untuk menunjukkan suatu hal peningkatan dalam satu domain tertentu dan mengurangi defisit di masalah lain. Simpelnya, ketika menggunakan pendeketan Cognitive Engineering, dapat meningkatkan kualitas dalam penyelesaian masalah yang dihadapi. Meski demikian, mereka yang mau menggunakan pendekatan ini harus bisa memahami nilai fundamental sistem mesin-manusia. Dengan demikian, Cognitive Engineering adalah pendekatan terbaru yang menawarkan jawaban untuk menyelesaikan masalah 156 | Human Factor Engineering dalam daerah ilmu terapan kognisi dan Human Engineering. Meski demikian, pendekatan ini baru ada di akhir abad 20. Dengan kata lain, pendekatan ini masih tergolong baru. Meski demikian, sudah ada penelitian dan buku yang meneliti soal Cognitive Engineering yaitu Wilson, Helton, & Wiggins (2013) dan Harris, & Chin Li (2020). Banyak beberapa karya jurnal atau buku di luar sana yang membahas perihal pendekatan cognitive engineering. Dengan demikian, semakin memperkuat asumsi bahwasanya, pendekatan ini dapat menyumbangkan ide untuk kemaslahatan individu secara luas. Berlanjut kepada penggunaan pendekatan Cognitive Engineering. Wilson, Helton, & Wiggins (2013) menjelaskan, penggunaan pendekatan ini sudah ada semenjak ilmu psikologi terbentuk. Hal ini dibuktikan dengan adanya pembuatan senjata rifle. Dalam kasus ini, penggunaan pendekatan Cognitive Engineering digunakan untuk mencari jangkauan optik pertama, yang menggunakan penelitian perseptual untuk meningkatkan estimasi jangkauan. Dalam hal ini, bila senjata tidak dilengkapi jangkauan optik, maka tidak berguna untuk mengukur jarak pandang musuh di medan pertempuran. Dengan demikian, penggunaan pendekatan Cognitive Engineering atau munculnya ilmu psikologi adalah bukan kebetulan, melainkan cocok dengan revolusi teknologi waktu itu Seta A. Wicaksana | 157 dan hal itu membuat psikologi sebagai salah satu upaya untuk dalam terbentuknya pendekatan Cognitive Engineering. Masuk ke bagian pendekatan Cognitive Engineering terbaru di mana menurut Wilson, Helton, & Wiggins (2013) menjelaskan, terdapat 3 Framework. Pendekatan pertama adalah Cognitive Systems Engineering (CSE), pendekatan kedua adalah Naturalistic Decision Making (NDM), dan pendekatan ketiga adalah Ecological Interface Design (EID). Ketiga framework memiliki pendekatan yang sama, di mana sangat berfokus pada interaksi sosioteknik sistem maupun makrokognisi. Selain itu, semua framework yang disebutkan, lebih fokus pada kerja lapangan daripada laboratorium. Hal ini yang membedakan Cognitive Engineering baru dari pendekatan yang lebih tradisional. Dengan demikian, itulah beberapa framework pada pendekatan Cognitive engineering terbaru. Meski demikian, kurang lengkap jika kita tidak membahas 3 framework tersebut. Pertama, pendekatan Cognitive Systems Engineering (CSE). Wilson, Helton, & Wiggins (2013) mengatakan, pendekatan ini adalah pendekatan yang menekankan studi tentang makrokognisi, atau kognisi yang bekerja di lapangan. Secara spesifik, CSE atau Joint Cognitive Systems adalah pendekatan untuk desain teknologi, pelatihan, dan proses yang dimaksudkan untuk mengelola 158 | Human Factor Engineering kompleksitas kognitif dalam sistem sosioteknik. Dalam konteks sistem sosioteknik, tidak hanya berlaku pada mesin, tetapi juga dalam prosedur dan pengetahuan yang dimiliki. Pada framework CSE, lebih menekankan pada 3 aspek, yaitu ―apa‖, ―mengapa‖, dan ―bagaimana‖ pada mencoba menjelaskan Cognitive Engineering. Dalam framework ini, terdapat 3 nilai inti, yaitu nilai pertama adalah observasi. Nilai ini mengacu pada praktisi mengamati pekerjaan yang dilakukan untuk memahami bagaimana pekerja melakukan apa yang mereka lakukan dan beradaptasi dalam lingkungan mereka. Nilai inti kedua adalah abstraksi. Nilai ini yang melibatkan pengambilan informasi dan pola dari berbagai situasi dan pengaturan dalam sistem. Nilai ketiga adalah penemuan dan inovasi. Nilai ini mengacu kepada informasi yang telah dikumpulkan dari dua proses pertama dan digunakan untuk membuat konsep dan prosedur yang lebih baik. Dalam CSE, tidak ada proses standar atau urutan desain. Hal ini membuat praktisi secara kontinuitas mengevaluasi kembali desain sistem yang mereka miliki. Evaluasi secara kontinuitas ini merupakan bagian integral dari pendekatan dan sorotan proses kreatif dalam framework CSE. Selain itu, pendekatan ini memiliki keuntungan dan kekurangan. Keuntungannya adalah secara konseptual, framework CSE memperhitungkan atribut lingkungan tertentu dari suatu sistem. Hal ini sangat Seta A. Wicaksana | 159 penting, karena lingkungan dapat memiliki pengaruh yang signifikan pada fungsi sistem serta output yang diinginkan atau dibutuhkan. Sementara kekurangan dalam menggunakan framework ini adalah terminologi atau istilah yang digunakan sangat kompleks oleh praktisi CSE dan hal itu sering kali ada lebih dari satu istilah yang digunakan untuk menggambarkan konstruksi yang sama. Hal ini tentu sangat mempersulit praktisi di luar bidang keilmuan Cognitive Systems Engineering untuk memahami peran dari Cognitive Engineering. Dengan demikian, pembahasan framework pertama perihal Cognitive Systems Engineering (CSE). Pendekatan kedua adalah Naturalistic Decision Making (NDM). Pendekatan ini adalah pendekatan bagaimana orang membuat keputusan dalam pengaturan di dunia nyata. Pendekatan ini sebetulnya sama saja dengan CSE karena lebih berfokus pada makrokognisi, bukan mikrokognisi. Ada keuntungan yang didapatkan bila menggunakan framework jenis ini adalah memahami bagaimana para ahli beroperasi dalam pengaturan naturalistik dengan menangani sejumlah bidang sebelumnya yang diabaikan dalam penelitian psikologis dan dengan memperkenalkan model-model baru dan metode penyelidikan psikologis. SimpelSimpelnya, framework ini berusaha menggali secara mendalam tentang bagaimana para ahli bekerja di lingkungan aslinya yang terkadang 160 | Human Factor Engineering tidak sesuai dengan ekspetasi yang diharapkan pekerja dan bagaimana cara mereka mengatasi masalah tersebut saat bekerja di lapangan layaknya metodologi kualitatif. Meski demikian, ada kekurangannya dalam framework ini, yaitu sifat terapan dalama metodologi. Secara spesifik, tema yang diangkat selalu sama atau general sehingga terkesan sama dan tidak ada pengembangan teoritis. Dengan demikian, pembahasan framework kedua yaitu, Naturalistic Decision Making (NDM). Pendekatan ketiga adalah Ecological Interface Design (EID). Pendekatan ini berbeda dari 2 pendekatan sebelumnya dan adalah pendekatan yang lebih sempit cakupannya layaknya analisis kerja kognitif. Selain itu, pendekatan ini berfokus kepada ―masalah spesifik tentang bagaimana merancang antarmuka manusia-komputer untuk sistem sosioteknik yang kompleks‖. Selain itu, tujuan utama dari EID adalah untuk merancang sistem yang mendukung adaptasi operator. Dalam pendekatan ini, ada dua aspek penting, yaitu abstraksi hierarki dan keterampilan, aturan, & pengetahuan taksonomi. Aspek pertama perihal abstraksi hierarki, di mana aspek ini menggambarkan kendala dalam lingkungan sedemikian rupa dan mencari cara yang dapat membantu metode koping potensial. Aspek kedua adalah keterampilan, aturan, dan pengetahuan taksonomi. Aspek ini menjelaskan proses kognitif Seta A. Wicaksana | 161 terlibat dalam pengambilan keputusan dalam pengaturan ini. Adapun keuntungaan dari penggunaan pendekatan ini, yaitu adanya peningkatan metode kinerja untuk tugas yang bersifat kompleks. Sementara untuk kekurangannya adalah kurangnya jumlah penelitian empiris dengan pendekatan ini. Berlanjut ke bagian berikutnya, di mana pembahasan ini perihal pendekatan tradisional. Berbeda dengan pendekatan sebelumnya, di mana pendekatan tradisional lebih berorientasi kepada mikrokognitif karena para peneliti dalam tradisitradisi ini tampaknya mengambil sikap reduktif orientasi dan upaya untuk mengisolasi subkomponen kognitif. Meski demikian, pendekatan ini dapat diterapkan di lapangan. Dalam pendekatan Cognitive Engineering tradisional atau baru, terdapat 3 topik yang sering dibahas. 3 topik tersebut adalah topik Kewaspadaan, Pembelajaran Keterampilan/Keahlian, dan Tampilan Visual dan Isyarat Ikonik. Topik pertama adalah Kewaspadaan. Topik ini adalah menyorot bagaimana kewaspadaan memengaruhi tingkat pekerjaan individu. Dalam hal ini, ketika individu merasa kelelahan, maka daya kewaspadaan jua turut menurun. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Harnadini & Wicaksono (2012) yang mengatakan, kelelahan yang dihasilkan pada suster menyebabkan human error termasuk menurunkan tingkat kewaspadaan. Topik kedua adalah Pembe162 | Human Factor Engineering lajaran Keterampilan/Keahlian. Topik ini menyorot keterampilan atau keahlian dari seorang pekerja. Dalam hal ini, kita bisa menggunakan ilustrasi seorang pengemudi mobil. Bagi mereka yang ahli, mereka bisa mengendarai dengan lancar dan bisa memprediksi bagaimana akan bersikap. Berbeda dengan mereka yang pemula dalam mengemudi. Pemula yang baru mengendarai mobil, akan lebih fokus secara panca indra mereka dalam berkendara mobil. Hal ini juga dibuktikan dalam penelitian Darmawan, Wiyono, & Khairudin (2018) yang mengatakan, mereka yang menggunakan pelatihan menimbulkan dampak yang positif bagi mereka yang pemula. Topik ketiga adalah Tampilan Visual dan Isyarat Ikonik. Topik ini menyoroti bagaimana penggunaan barang visual sebagai tanda atau tampilan pada suatu objek tertentu. Topik ini sering digunakan pada segala bidang pekerjaan, termasuk dokter. Dalam dokter, dokter bisa melihat keadaan pasien berdasarkan tensi darah dan detak jantung. Hal ini penting demi memudahkan pekerjaan mereka dalam mengambil tindakan selanjutnya. Adapun penelitian lain menurut Carsana & Jolibert (2018) mengatakan, penggunaan tanda atau isyarat ikonik memiliki dampak pada keinginan individu belanja dan membeli kesan positif kepada brand tersebut. Dengan demikian, baik pendekatan tradisional atau terbaru memberikan dampak dalam Cognitive Engineering terlepas dari kelebihan dan Seta A. Wicaksana | 163 kekurangan pendekatan dalam membahas topik yang yang dibicarakan. 1. See Mata kita merasakan energi dari luar dalam bentuk sinar cahaya dan mengubahnya menjadi impuls saraf, yang diintegrasikan oleh otak ke dalam gambaran visual dunia luar. Namun, gambaran yang dipersepsikan ini adalah modifikasi subjektif dari apa yang dilaporkan mata. Berikut adalah contoh penjelasannya :  Garis lurus tampak terdistorsi dengan latar belakang garis lengkung atau garis radiasi.  Sebuah warna tampak lebih gelap saat dilihat dengan latar belakang terang daripada saat muncul di latar belakang gelap.  Rona dan intensitas biru kehijauan yang dirasakan berbeda dari orang ke orang dan dapat berubah saat mata yang melihatnya menjadi tua. a. Mata Mata terus menerus menyesuaikan jumlah cahaya yang mereka biarkan masuk, mengubah fokusnya pada objek yang jauh dan dekat, dan menghasilkan 164 | Human Factor Engineering gambar yang terus menerus, yang langsung mereka transmisikan ke otak. Bola mata adalah organ yang kira-kira berbentuk bola, dengan diameter sekitar 2,5 cm, dikelilingi oleh lapisan jaringan Fibrosa yang disebut Sklera. Cahaya masuk melalui kornea berbentuk kubah transparan di permukaan depan mata. Kornea berfungsi sebagai penutup pelindung dan sebagai lensa lemah yang membantu memfokuskan cahaya pada retina di bagian belakang mata. 1. Pupil di iris Setelah melewati kornea, cahaya memasuki pupil, bagian mata yang muncul sebagai area hitam bulat kecil di tengah iris. Dalam hal ini, pupil tampak hitam karena tidak ada cahaya yang muncul dari bagian dalam mata. Namun, pupil dapat tampak merah dalam foto saat lampu kilat menerangi bagian dalam, yang memiliki banyak pembuluh darah. Iris adalah bagian area mata yang melingkar dan berwarna dari mata. Dilator pupil dan otot Sfingter membuka dan menutup pupil seperti yang dilakukan Aperture lensa kamera, untuk mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke mata dan membiarkan lebih banyak cahaya masuk saat lingkungan redup, tetapi menerima lebih sedikit cahaya saat lingkungan cerah. Seta A. Wicaksana | 165 2. Lensa fokus Lensa berada di belakang iris. Bagian Ini memfokuskan cahaya ke retina dengan mengubah bentuknya. Ketika tipis, bagian itu adalah lensa lemah (dalam terminologi kamera, bagaikan lensa optik) yang berfokus pada objek yang jauh. Otot Siliaris yang berkontraksi menarik lensa dan dengan demikian membuatnya lebih tebal dan secara optik "lebih kuat" sehingga dapat fokus pada objek di dekatnya. Mata orang dewasa muda yang sehat biasanya dapat fokus pada objek sedekat 10 cm. Akan tetapi, seiring bertambahnya usia, lensa menjadi kurang fleksibel dan karenanya, kurang dapat menebal, yang di mana dapat mengurangi kemampuannya untuk menangani objek di dekatnya. Akibatnya, jarak akomodasi biasanya bertambah. Kondisi ini disebut Mata Tua atau presbiopi. Cahaya yang difokuskan oleh kornea dan lensa bergerak melalui Vitreous Humor, cairan seperti gel (mirip sifat tahan api yang mirip dengan air) yang mengisi bagian dalam bola mata. Akhirnya, cahaya mencapai retina, jaringan tipis yang melapisi sekitar tiga perempat permukaan bagian dalam belakang bola mata. Banyak Arteri dan Vena yang cukup memasok darah ke retina. 166 | Human Factor Engineering 3. Batang untuk persepsi putih/abu-abu/hitam Retina membawa sekitar 130 juta sensor cahaya. Susunannya paling padat di tengah, Fovea, tepat di belakang lensa. Sensor cahaya ada dua jenis, dinamai menurut bentuknya. Batang Lazim ditemukan sekitar 120 juta. Mereka hanya mengandung satu pigmen, yang merespons cahaya intensitas rendah sekali pun. Batang memicu impuls listrik yang berjalan di sepanjang saraf optik ke otak untuk persepsi warna putih, hitam, dan abu-abu. Batang memberi individu informasi bersifat visual. 4. Warna sinyal kerucut Retina juga membawa sekitar 10 juta kerucut, yang sebagian besar terletak di Fovea. Mereka merespons cahaya berwarna jika cukup terang. Setiap kerucut mengandung satu pigmen yang paling sensitif terhadap panjang gelombang biru, hijau, atau merah. Berkas cahaya yang tiba, jika cukup kuat, memicu reaksi kimia di salah satu dari tiga jenis kerucut berpigmen, menciptakan sinyal listrik yang melewati saraf optik ke otak, yang dapat menyusun dan membedakan di antara sekitar 150 rona warna. 5. Saraf optik Saraf optik keluar dari mata di bagian belakangnya, tetapi tidak langsung sejajar dengan pusat kornea dan lensa melainkan diimbangi dari Fovea sekitar 15 ° (derajat) ke arah dalam (Medial). Karena tidak ada Seta A. Wicaksana | 167 sensor cahaya di area ini, individu tidak dapat melihat gambar yang dibiaskan pada apa yang disebut titik buta. Namun, karena kedua titik buta ini terletak di Medial, keduanya tidak tumpang tindih dalam bidang penglihatan kita dan oleh karena itu, kita biasanya tidak menyadari keberadaannya. 6. Sistem kendali visual Penglihatan yang tepat membutuhkan tindakan berkelanjutan dari sistem kontrol yang kompleks. Hal ini menunjukkan bahwa, pertama, adanya penyesuaian lensa di belakang kornea untuk memberikan gambar yang terfokus tajam pada retina. Kedua, adanya Informasi tentang gambar itu menyebar di sepanjang saraf optik ke daerah otak. Berbagai mekanisme kontrol saraf juga mengatur kembali posisi bola mata, ukuran pupil, dan bentuk (sifat bias) lensa secara kontinuitas. Persepsi visual dari dunia luar terjadi di lingkungan otak sadar dan mengarahkan persepsi tersebut ke sinyal perintah yang berjalan melalui sumsum tulang belakang untuk memicu tindakan yang tepat dari tubuh. b. Kondisi Mata Saat Melihat Lingkungan Saat mata sedang melakukan aktivasi dalam memproses informasi yang tersedia di lingkungan, 168 | Human Factor Engineering terdapat beberapa hal yang terjadi pada kondisi mata. Beberapa hal tersebut di antaranya adalah : 1. Bidang visual Kita dapat melihat objek dalam apa yang disebut bidang visual, yang merupakan ruang berbentuk kerucut di depan mata. Namun, dalam ruang ini, kita dapat melihat target visual dengan ketajaman tinggi hanya jika target tersebut muncul dalam kerucut yang sangat sempit dan pada jarak yang sesuai. Contohnya, ketika kita fokus pada teks tertulis, hanya beberapa huruf yang berdekatan yang tampak jelas, sedangkan huruf di sekitarnya kabur, terlebih lagi semakin jauh jaraknya. 2. Mata yang terpaku Area yang dapat dilihat oleh kedua mata tidak tumpang tindih dengan sempurna, sebagian karena hidungnya menghalangi. Ketika mata mempertahankan fiksasi pada satu tempat lurus di depan, peneliti mengukur ukuran bidang visual dengan mempresentasikan benda uji jauh dari posisi ini. Di luar, kita dapat melihat keberadaan objek dalam jarak sekitar 90 ° dari pandangan lurus ke samping, baik itu ke kiri-kanan. Akan tetapi, untuk melihat ke atas, hanya bisa beberapa derajat yang bisa dicapai oleh mata. Saat individu melihat ke bawah, individu hanya bisa mencapai sekitar 70 ° saat area mata melihat bagian bawah tubuh dan Seta A. Wicaksana | 169 hanya bisa meluaskan pandangan ke bawah hanya sekitar 40 °. 3. Perputaran Bola Mata Memutar bola mata dapat meningkatkan area visual ke luar di luar bidang fiksasi, tetapi tidak menambahkan apa pun ke arah atas, bawah, atau dalam, karena alis, pipi, dan hidung tetap di tempatnya. Beberapa otot menempel di bagian luar bola mata, bekerja sama untuk menggerakkan mata. Gerakan rotasi terlihat paling menonjol, tetapi beberapa gerakan bola mata ke depan dan ke belakang juga terjadi, baik secara sadar atau tidak sadar. Individu bisa memutar mata mereka sampai sekitar 50 °, baik dalam saat berbicara dengan nada (dalam hal ini, perputaran mata ke atas dan bawah) dan menguap (ke kiri dan kanan). Namun, mata jarang berputar ke sudut ekstrim ini. 4. Fiksasi pada target visual Ketika kita mencoba untuk melihat suatu objek di pinggiran bidang penglihatan kita, fiksasi awal sebagian besar dilakukan dengan rotasi mata, biasanya disertai dengan putaran cepat kepala ke arah tersebut. Dengan preferensi yang kuat untuk gerakan tubuh daripada gerakan mata yang ekstrem, individu biasanya menggunakan penyesuaian postur tubuh untuk terpaku pada target Perifer mata, sehingga mata individu dapat 170 | Human Factor Engineering beroperasi dengan nyaman dan tepat mendekati posisi istirahat normalnya. 5. Pelacakan Objek Visual oleh Mata Mata dapat terus melacak target visual yang bergerak ke kiri atau ke kanan dengan kecepatan kurang dari 30 ° per detik atau yang bersiklus kurang dari 2 Hz. Di atas tingkat ini, mata tidak lagi dapat terus mengikuti arah pergerakan objek tersebut, tetapi harus bergerak di belakang objek untuk bisa mengikuti arah pergerakan objek. Contohnya, saat anda tertinggal di belakang dan kemudian, anda segera bergegas untuk menyusul objek tersebut. 6. Hindari Kondisi Kelelahan Mata Kelelahan mata yang disebut sering kali merupakan akibat dari tuntutan berlebihan pada otot-otot mata yang menggerakkan bola mata, dan yang mengatur lensa dan iris. Kelelahan mata, terutama, menjadi masalah bagi orang lanjut usia yang lensanya menjadi kaku dan yang sering mengalami kesulitan untuk menggerakkan leher dan batang tubuh dibandingkan saat yang mereka lakukan di masa muda. Rupanya, banyak contoh kelelahan yang sering dikeluhkan oleh pengguna komputer terkait dengan penempatan monitor yang buruk, dokumen sumber, atau target visual lainnya atau kondisi pencahayaan yang tidak sesuai di tempat kerja mereka. Seta A. Wicaksana | 171 7. Menemukan Target Visual Penting untuk mengatur target visual dengan benar, yaitu posisi target berada di depan, bukan di samping, dan pada jarak yang dapat dengan mudah dilihat oleh mata, serta bukan pada jarak yang sangat rendah, sehingga individu hanya perlu memutar bola mata sedikit ke bawah sambil mempertahankan batang, leher, dan kepala dalam posisi yang nyaman. Pembuat kacamata dan ahli optometri selalu tahu bahwa, melihat ke bawah pada target visual kecil, seperti teks yang dicetak, lebih mudah daripada melihat ke atas. Oleh karena itu, mereka menempatkan bagian bacaan dari kacamata korektif (Bifokal atau Trifokal) ke bagian bawah lensa. Jika ada beberapa target visual yang serupa, mereka harus ditempatkan berdekatan satu sama lain sehingga pergerakan mata dan kepala menjadi lebih mudah dan kecil dalam mengeluarkan tenaga yang dibutuhkan. 8. Pandangan Ketika kita melihat suatu objek di depan kita, kita secara tidak sadar menyesuaikan dua sudut pitch, yaitu mata di dalam kepala dan kepala terhadap batang. Saat kita terpaku pada target, garis pandang (Line of Sight) berjalan dari pusat retina melalui titik tengah lensa dan pupil dan menuju ke target. Jadi, di dalam bola mata, Line of Sight dengan jelas ditetapkan. Namun, harus ada referensi yang sesuai 172 | Human Factor Engineering diperlukan untuk mendeskripsikan arah Line of Sight dari mata ke target visual dan salah satu referensinya, yaitu dengan referensi garis telingamata. 9. Fleksibilitas Pandangan Di masa lalu, apa yang disebut bidang Frankfurt digunakan sebagai referensi, tetapi definisi anatominya berdasarkan penanda pada tulang tengkorak membuatnya sulit untuk digunakan. Garis Ear-Eye (EE) lebih sederhana untuk dibuat, di mana garis itu mengalir melalui lubang telinga yang mudah dilihat dan persimpangan kelopak mata. Sudut antara Line of Sight dan Ear-Eye atau LOSEE, adalah jarak pandang antara mata dengan objek. Derajat LOSEE paling baik adalah sekitar 45 ° saat membaca teks, di atas kertas atau layar komputer. Jarak LOSEE bisa menjadi lebih kecil karena objek yang diamati semakin jauh. Contoh pengaplikasian dari LOSEE yang tepat adalah jarak pandang individu saat menonton film di bioskop. 10. Ukuran Target Visual Jika target visual bukanlah sebuah titik, tetapi memiliki panjang atau lebar terukur yang tegak lurus terhadap Line of SIght, maka ukuran target biasanya dinyatakan sebagai sudut visual subtended, di mana sudut yang dibentuk pada pupil. Besarnya sudut yang dinyatakan dalam bentuk ―α‖ ini, bergantung pada ukuran benda atau ―L‖ dan jarak Seta A. Wicaksana | 173 dari mata atau ―D‖. Sudut visual subtended biasanya, digambarkan dalam derajat busur (dengan ukuran 1 ° = 60 menit = 60 × 60 detik busur). Berikut rumus persamaannya dalam menentukan ukuran target visual oleh bagian mata : α (derajat) = 2 × arctan (0,5 × L × D − 1). Rumus ini untuk sudut visual yang tidak lebih dari 10 °, ini dapat didekati dengan α (derajat) = 57,3 × L × D − 1 atau oleh α (menit busur) = 60 × 57,3 × L × D − 1 = 3438 × L × D − 1. Mata manusia setidaknya dapat melihat sudut visual setara 1 derajat busur. Untuk kemudahan penggunaan barang oleh pengguna, produk teknis harus dirancang sedemikian rupa sehingga sudutnya dapat dikurangi setidaknya 15 derajat busur atau dapat ditingkatkan menjadi 21 derajat busur pada tingkat cahaya yang rendah. 11. Diopter Jarak target D diukur dalam meter kebalikannya, 1/D, disebut Diopter. Diopter merupakan satuan pengukuran kemampuan optikal dari sebuah lensa, cermin cekung atau cermin cembung. Dioptri dirumuskan sebagai resiprokal jarak fokus yang diukur dalam satuan meter. Diopter juga 174 | Human Factor Engineering menunjukkan pembiasan optik yang diperlukan untuk fokus terbaik. Jadi, target pada tak terhingga memiliki nilai diopter nol, sedangkan target pada jarak 1 m memiliki nilai diopter satu (satu). 12. Titik Fokus Akomodasi menggambarkan kemampuan mata, sebagian besar melalui pembentukan lensanya, untuk menghadirkan objek fokus tajam pada jarak yang berbeda-beda, dari tak terhingga hingga titik terdekat dari versi berbeda. Jika kita mengangkat satu jari di depan mata, kita bisa memfokuskannya secara tajam pada jari tersebut, tetapi titik fokus latar belakangnya menjadi kabur. Hal ini juga terjadi saat kita dapat berkonsentrasi pada titik fokus latar belakang dan akhirnya, titik fokus jari menjadi tidak jelas. Hal ini dikarenakan, kita hanya dapat melihat dengan jelas satu objek yang gambarnya tampak terfokus pada retina dan menghiraukan objek lainnya. 13. Perubahan Otot Mata yang Konstan Jika pandangan kita menyisir ke berbagai objek di dekat bidang penglihatan, lensa harus terus menerus mengubah kelengkungannya untuk tetap menyesuaikan panjang fokusnya, sehingga gambar yang tajam dapat muncul di retina. Bahkan, saat mempertahankan fokusnya pada target yang dekat, otot secara terus-menerus menyesuaikan kekuatan kontraksi. Misalnya, saat kita membaca teks, lensa Seta A. Wicaksana | 175 tidak bergerak diam, tetapi berosilasi dengan kecepatan sekitar empat kali per detik. Pada saat yang sama, iris terus menerus mengubah ukuran bukaan tengahnya, pupil. Hal ini membuat otot Dilator (pembukaan) dan Sfingter (penutup) tetap aktif untuk mengatur diafragma mata sesuai dengan kondisi cahaya di bidang visual. Pada siang hari, ukuran pupil biasanya berdiameter 3-5 mm, yang meningkat pada malam hari menjadi lebih dari 8 mm. Bukaan pupil berkontraksi saat kita fokus pada objek dekat dan terbuka saat lensa rileks. Contoh perubahaan otot mata secara terus menerus adalah saat murid bereaksi terhadap keadaan emosi. Otot mata ―melebar‖ di bawah emosi yang kuat seperti kegelisahan, kegembiraan, rasa sakit, atau konsentrasi mental yang intensif. Perubahan otot mata dapat jua menyempit karena kelelahan dan kantuk. Oleh karena itu, perubahan ukuran pupil telah digunakan untuk menilai perhatian dan sikap individu pada objek tertentu. 14. Mengatasi Masalah Mata Mata muda yang sehat dapat menampung dari tak terhingga hingga jarak yang sangat dekat, seperti 10 cm, yang berarti bahwa rentang Diopter dari 0 hingga sekitar 10 dapat dicapai. Jarak minimal meningkat menjadi sekitar 5 diopter (20 cm) pada sekitar usia 40 tahun dan menjadi sekitar 1 diopter (1 m) pada usia rata-rata 60 tahun. Dengan 176 | Human Factor Engineering bertambahnya usia, kemampuan daya tampung mata menurun, karena lensa menjadi kaku karena kehilangan kadar air. Hasilnya adalah kesulitan dalam membuat sinar cahaya lurus persis mengenai retina. Jika titik konvergensi berada di depan retina, kondisi disebut Miopi atau Rabun Jauh dan jika tidak bisa melihat dekat disebut Hipermetropi atau Rabun Dekat. Orang yang rabun jauh (rabun) tidak kesulitan melihat objek dekat, tetapi merasa sulit untuk fokus pada target yang jauh. Kondisi ini sering kali membaik seiring bertambahnya usia, ketika umumnya lensa tetap rata atau tidak ada penambahan minus pada mata. Sebaliknya, rabun dekat (Hipermetropi) biasanya menjadi lebih jelas seiring bertambahnya usia, yang berarti semakin sulit untuk fokus pada objek dekat. Kedua masalah, Miopi dan Hipermetropi, dapat diperbaiki dengan menggunakan lensa kontak, kacamata, atau operasi lasik. 15. Perlu Banyak Cahaya dan Perbaikan pada Badan Bening Pada banyak orang, pupil menyusut seiring bertambahnya usia. Hal ini berarti bahwa lebih sedikit cahaya yang mengenai retina, dan oleh karena itu, untuk mencapai ketajaman visual yang memadai, banyak orang lanjut usia perlu meningkatkan iluminasi pada objek visual. Masalah lain yang sering dihadapi dengan bertambahnya Seta A. Wicaksana | 177 usia adalah menguningnya Humor Vitreous atau Badan Bening. Semakin kuning jadinya, semakin banyak energi yang diserap dari cahaya yang melewatinya. Akibatnya, sekali lagi, meningkatkan iluminasi target visual membantu meningkatkan ketajaman. Namun, sinar cahaya yang dibiaskan dalam Humor Vitreous yang menguning, menghasilkan persepsi kabut tipis atau selubung di bidang visual. Jika cahaya terang ada di bidang visual, silau kerudung yang dihasilkan dapat sangat mengurangi penglihatan seseorang. Jelas, lensa buatan tidak dapat memperbaiki masalah pada Badan Bening yang menguning. 16. Floaters Mata Floaters adalah bintik-bintik pada penglihatan yang terlihat seperti bintik atau garis hitam atau abu-abu yang melayang-layang di mata. Floaters juga sekilas seperti muncul seperti bintik-bintik kecil di depan mata. Pada kenyataannya, mereka terdiri dari gumpalan kecil gel atau sel yang tersuspensi dalam Vitreous Humor. Sering kali, mereka tidak diperhatikan karena mata menyesuaikan diri dengan ketidaksempurnaan ini. Floaters hanya terlihat oleh individu saat berada di Line of Sight, menghasilkan bayangan di retina. Mereka lebih mudah dirasakan saat, seseorang melihat pada latar belakang yang sederhana. Untungnya, Floaters biasanya tidak berbahaya. 178 | Human Factor Engineering 17. Glaukoma Glaukoma adalah penyebab utama kebutaan di Amerika Serikat terutama di kalangan orang tua. Penyakit ni adalah penyakit saraf optik, terkait dengan tekanan tinggi di dalam mata. Pemeriksaan mata secara teratur dapat membantu mendeteksi awal Glaukoma dan mencegah kerusakan lebih lanjut. 18. Memperbaiki Mata yang “Sakit” Masalah lain yang sering terjadi pada mata yang menua adalah mengalami katarak, pola kekeruhan di dalam lensa yang biasanya bening. Ketika penglihatan sangat terganggu, ahli bedah mata dapat mengangkat lensa keruh dan menggantinya dengan implan buatan. Ada dua kekurangan penglihatan lainnya, di mana biasanya tidak terkait dengan penuaan, biasanya dapat diperbaiki dengan operasi atau lensa. Dua gangguan mata tersebut di antaranya adalah :  Astigmatisma atau silinder adalah gangguan penglihatan akibat kelainan pada kelengkungan kornea atau lensa. Kondisi ini menyebabkan pandangan kabur, baik dalam jarak dekat maupun jauh. Kondisi ini terjadi jika kornea tidak melengkung secara seragam, sehingga tergantung posisinya dalam bidang visual dan akibatnya, suatu objek tidak terfokus secara tajam pada Seta A. Wicaksana | 179  retina. Sering kali, Astigmatisma adalah penyimpangan bola mata, yang berarti bahwa sinar cahaya dari suatu objek mendarat di samping dibandingkan mendarat di titik retina pada bidang pandang, atau sebaliknya. Penyimpangan kromatik cukup umum seperti mata mungkin Hipermetropi untuk gelombang panjang (merah) dan rabun untuk gelombang pendek (ungu atau biru). 19. Persepsi Warna atau Buta Warna Bahkan, untuk mata yang berfungsi penuh, persepsi warna membutuhkan energi cahaya yang cukup yang tiba di kerucut untuk mengaktifkannya. "Kelemahan warna" atau buta warna yang paling umum, di mana orang tidak dapat membedakan gradasi warna sebanyak orang lain dengan penglihatan warna normal. Beberapa individu melewatkan salah satu sistem kerucut dalam mata dan karena hal itu, individu tidak dapat membedakan beberapa warna dasar satu sama lain. Hanya sedikit orang yang dapat melihat satu warna atau tidak sama sekali warna tersebut. 20. Buta di Malam Hari “Nyctalopia” Rabun malam atau senja atau ilmiahnya Nyctalopia adalah kondisi seseorang yang memiliki penglihatan kurang dari normal dalam cahaya 180 | Human Factor Engineering redup. Dalam hal ini, ketika target memiliki penerangan atau pencahayaan yang rendah, maka individu akan merasa penglihatan dia berkurang atau kesulitan melihat objek apa pun di kondisi ini. c. Kondisi Tampilan Redup dan Cerah Beberapa hal terjadi pada saat bola mata mendapatkan cahaya, baik secara cukup maupun redup. Salvendy (2012) mengatakan, beberapa hal yang dapat terjadi, di antaranya adalah : 1. Individu Membutuhkan Cahaya untuk Melihat Tanpa cahaya, kita tidak bisa melihat. Matahari, lampu, atau layar elektronik menghasilkan cahaya. Bulan, dinding ruangan, atau halaman cetakan memantulkan cahaya. Faktor terpenting bagi penglihatan manusia adalah pencahayaan, energi cahaya yang dipantulkan dari suatu permukaan (kecuali kita menatap ke sumber cahaya). Energi yang jatuh ke retina merangsang batang dan kerucut bola mata. Karena mata manusia beradaptasi dengan kondisi pencahayaan, maka mata tidak menyampaikan informasi yang dapat diandalkan tentang tingkat pencahayaan absolut, tetapi merespons variasi pencahayaan, pencahayaan, dan warna yang terjadi seiring waktu dan ruang. Seta A. Wicaksana | 181 2. Iluminasi dan Luminansi Iluminasi berasal dari bahaya latin, yaitu ―Illuminare‖ yang artinya menerangi. Dalam kasus ini, iluminasi adalah penerangan cahaya yang jatuh pada suatu benda dan iluminasi adalah cahaya yang dipantulkan atau dipancarkan dari suatu objek. Sementara Luminasi atau ―Luminance‖ adalah suatu satuan ukuran dalam mengukur terangnya suatu cahaya, baik pada sumber cahaya atau suatu permukaan. Hal ini berlaku bila banyak cahaya yang masuk dalam waktu bersamaan, maka mata akan merasakan efek berupa efek silau karena melebihi batas kapasitas yang bisa ditampung oleh retina dan anggota mata lainnya. 3. Warna yang Mungkin Kita Lihat Indra mata manusia berfungsi penuh dan dapat beradaptasi dengan peningkatan dan penurunan iluminasi derajat retina pada rentang panjang gelombang sekitar 380–720 nm, yaitu dari ungu ke merah. Kita dapat melihat objek jika cukup terang (baik dengan menghasilkan cahaya atau dengan memantulkannya) untuk membawa energi yang cukup ke retina. Pada retina, intensitas minimal yang dibutuhkan untuk memicu indra persepsi cahaya adalah 10 foton, menyebabkan iluminasi sekitar 0,01 lux. Pada intensitas rendah seperti itu, persepsi utamanya adalah cahaya redup, bukan warna, karena hanya batang yang diaktifkan. Ketika 182 | Human Factor Engineering iluminasi retina melebihi sekitar 0,1 lux, baik batang maupun kerucut merespons, dan kerucut melaporkan warna yang diterima dari luar. Hal ini dapat terjadi saat individu mengalami silau pada saat senja dan fajar, ketika individu dapat melihat warna di langit yang lebih cerah, tetapi semua objek yang lebih redup hanya muncul dalam bayangan abu-abu seperti yang dilaporkan oleh Batang. 4. Melihat dalam Kegelapan Beberapa peristiwa menarik dapat terjadi dalam kegelapan:  Jika seseorang menatap satu sumber cahaya dengan latar belakang gelap, cahayanya seperti bergerak. Inilah yang disebut fenomena Autokinetik.  Kemampuan penglihatan pada malam hari memburuk dengan berkurangnya oksigen. Jadi, pada ketinggian sekitar 1300 m, penglihatan berkurang sekitar 5%. Pada ketinggian 2000 m, terjadi penurunan penglihatan sekitar 20%. Namun, hal yang paling parah justru terjadi pada perokok yang darahnya kehilangan kemampuan untuk membawa oksigen dan persentasenya sebesar 40%. Hal ini yang menyebabkan perokok mengalami banyak keriput dibanding nonperokok karena oksigen yang di bawah darah Seta A. Wicaksana | 183 berkurang secara drastis akibat aktivitas tersebut.  Jika cakrawala tidak menunjukkan isyarat visual, lensa menjadi rileks dan fokus pandang jarak yang dapat dilihat sekitar 1–2 m, sehingga menyulitkan seseorang untuk memperhatikan objek yang jauh. Hal ini dikenal sebagai miopia malam atau Nyctalopia. 5. Adaptasi terhadap Kondisi Terang dan Gelap Antara kondisi gelap ke terang, mata dapat mengubah kepekaannya melalui rentang pencahayaan dan derajat luminasi yang luas. Penyesuaian pada pupil, rangsangan batang dan kerucut, serta penjumlahan spasial rangsangan semuanya berkontribusi pada kepekaan mata. Perubahan aktual dalam respons mata selama adaptasi terhadap gelap atau terang juga bergantung pada pencahayaan dan durasi kondisi sebelumnya yang telah diadaptasi oleh mata, pada panjang gelombang iluminasi, dan pada lokasi stimulus cahaya pada retina. 6. Adaptasi dalam Kondisi Gelap Adaptasi penuh dari terang ke kegelapan membutuhkan waktu hingga 30 menit. Selama periode ini, awalnya kerucut paling sensitif, dan batang mengikuti lebih lambat. Adaptasi terhadap 184 | Human Factor Engineering kegelapan sebagian besar bergantung pada perubahan ambang batas di kerucut. Bahkan, setelah adaptasi penuh, kepekaan di Fovea (dengan banyak kerucutnya) jauh lebih sedikit daripada di pinggiran retina (di mana terdapat lebih banyak batang). Oleh karena itu, cahaya yang lemah dapat terlihat di pinggiran bidang pandang, tetapi tidak jika seseorang melihatnya secara langsung untuk membuatnya tampak di Fovea. Orang yang menderita kebutaan gelap memiliki batang yang tidak berfungsi dan hanya dapat beradaptasi melalui kerucut. Mata individu menyesuaikan lebih cepat ke spektrum cahaya warna merah dan kuning daripada cahaya biru selama adaptasi dengan kegelapan, setelah berada di lingkungan yang terang. 7. Adaptasi untuk Cahaya Statement sebelumnya berlaku sebaliknya di sini, di mana adaptasi terhadap cahaya berlangsung cepat, sepenuhnya dicapai dalam beberapa menit. Selama periode itu, Fovea paling mudah merasakan panjang gelombang di wilayah kuning dari spektrum yang terlihat. Oleh karena itu, yang terbaik adalah menerangi instrumen dalam kendaraan yang dikendarai pada malam hari dengan cahaya kekuningan atau kemerahan, di mana dengan warna kuning atau merah mungkin lebih cocok untuk mata yang lebih tua. Warna-warna ini Seta A. Wicaksana | 185 mempertahankan adaptasi gelap batang sehingga pengemudi masih dapat mengamati sebagian besar peristiwa hitam-abu-putih di jalan raya. Selain itu, mata pengemudi relatif cepat menyesuaikan diri dengan lampu merah dan kuning setelah berada di lingkungan yang terang. 8. Ketajaman Visual Ketajaman visual dapat didefinisikan sebagai kemampuan dalam melihat objek dari panca indra mata secara saksama. Ketajaman visual dapat diperhatikan dengan beberapa cara. Contohnya adalah individu biasanya bisa melihat dan mendeteksi detail kecil dan membedakan objek kecil dengan penglihatan yang dia miliki. Ketajaman visual juga tergantung pada bentuk objek dan panjang gelombang, iluminasi, pencahayaan, kontras, dan durasi stimulus cahaya. 9. Pengujian Ketajaman Ketajaman visual biasanya diukur pada jarak pandang 6 m (20 kaki) dan 0,4 m (1,3 kaki), karena faktor-faktor yang menentukan resolusi suatu objek berbeda dalam tampilan jauh dan dekat. Untuk menentukan ketajaman mata, pola kontras tinggi disajikan kepada pengamat. Pola yang paling umum adalah huruf Snellen atau cincin Landolt. Dalam dua alat tersebut, terdapat detail terkecilterbesar yang terdeteksi atau diidentifikasi diambil sebagai ambang batas. Ukuran ketajaman 186 | Human Factor Engineering pandangan juga bergantung pada kemampuan untuk melihat perbedaan tepi antara rangsangan hitam dan putih pada tingkat pencahayaan yang agak tinggi. Pengukuran ketajaman tepi statis seperti itu sederhana, tetapi ini bukan satu-satunya atau ukuran terbaik dalam mengukur kemampuan resolusi visual individu. Misalnya, orang dengan ketajaman Snellen yang sempurna, mungkin tidak dapat mendeteksi target dengan baik di latar belakang yang sibuk atau mengamati rambu jalan raya pada jarak tertentu. 10. Persepsi Warna Sinar matahari mengandung semua panjang gelombang spektrum yang terlihat, tetapi objek yang disinari matahari menyerap sebagian radiasi. Jadi, cahaya yang kita lihat pada objek adalah apa yang mereka pancarkan atau pantulkan, di mana distribusi energinya berbeda dari cahaya (iluminasi) yang diterima benda. Namun, manusia yang melihat objek tersebut, tidak menganalisis komposisi spektrum cahaya yang mencapai mata karena pada kenyataannya, apa yang tampak pada warna yang identik, mungkin memiliki kandungan warna spektral yang berbeda. Hal ini dibuktikan dengan adanya eksperimen dalam Salvendy (2012), di mana eksperimen menguji pencocokan warna pada manusia. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa, manusia dapat Seta A. Wicaksana | 187 melihat warna yang sama dan warna tersebut berasal dari berbagai kombinasi tiga warna primer, yaitu merah, kuning, dan biru. Oleh karena itu, penglihatan warna manusia disebut Trikromasi. 11. Warna adalah Sebuah Pengalaman Otak tidak mengukur panjang gelombang karena hal itu hanya dilakukan untuk mengklasifikasikan sinyal yang masuk dari kelompok panjang gelombang yang berbeda. Individu juga menilai warna dengan perbandingan dan individu menamainya berdasarkan kebiasaan mereka dalam melihat warna tersebut. Beberapa masyarakat tidak mau repot-repot membedakan antara warna spektrum tertentu dan warna lain yang muncul secara bersamaan. Sementara yang lain memiliki banyak kata untuk menjelaskan warna tertentu. Persepsi warna manusia adalah pengalaman psikologis secara subjektif dan bukan satu-satunya properti spesifik dari energi elektromagnetik yang kita lihat sebagai cahaya. 12. Menggambarkan Warna Fisika menjelaskan perihal rangsangan warna yang sampai ke mata dan dapat dijelaskan dengan baik (meskipun sering kali dijelaskan dengan banyak usaha). Namun, persepsi, interpretasi, dan reaksi terhadap warna sangat individual dan bervariasi. Jadi, orang merasa sangat sulit untuk mendeskripsikan warna secara verbal karena 188 | Human Factor Engineering mengingat banyaknya kombinasi yang mungkin dari nilai Hue, nilai Lightness, dan nilai Saturation yang dirasakan individu secara subjektif. 13. Reaksi Terhadap Warna Orang mungkin mengalami reaksi emosional terhadap rangsangan warna. Contohnya, warna merah, oranye, dan kuning biasanya dianggap hangat dan merangsang. Violet, biru, dan hijau sering kali terasa sejuk dan menimbulkan sensasi kebersihan dan ketenangan. Namun, ketertarikan pada warna-warna tertentu dan kombinasinya dapat ditafsirkan secara berbeda-beda menurut umur, budaya, penggunaan, dan figur yang menggunakan warna tersebut. Hal ini dijelaskan karena adanya sebab dan muasal dari interpretasi warna tersebut. 14. Mendesain Iluminasi Karakteristik visi manusia memberikan dasar bagi prosedur teknik untuk merancang lingkungan untuk penglihatan yang tepat. Inilah beberapa konsep yang paling penting, di antaranya adalah :  Penglihatan yang tepat membutuhkan pencahayaan yang tepat dari suatu objek, yaitu energi yang dipantulkan atau dipancarkan darinya, yang memenuhi mata.  Insiden iluminasi pada suatu objek, dan seberapa banyak pantulannya yang Seta A. Wicaksana | 189 dihasilkan, dapat menentukan luminasi akan cahaya tersebut.  Kuantitas dan arah iluminasi harus dipilih dengan cermat oleh desainer, baik perancang peralatan, baju, ataupun desainer lainnya.  Persyaratan khusus tentang visibilitas, seperti berkurangnya kemampuan penglihatan pada lansia, memerlukan perhatian khusus dalam pengaturan penerangan yang tepat bagi lansia.  Penggunaan warna, jika dipilih dengan benar, dapat membantu individu dalam beraktivitas. Akan tetapi, penglihatan akan warna membutuhkan pencahayaan yang cukup pula. 2. Hear Pada bagian ini, penulis akan membahas salah satu panca indra yang sering memberikan informasi terkait fenomena dari luar individu. Panca indra tersebut bernama indra pendengaran. Indra pendengaran menjadi salah satu topik yang menarik dibahas karena berbagai informasi terkumpul dari bagian ini. Meski demikian, apakah kita paham alur atau bagaimana mekanismenya bekerja? Berikut adalah penjelasannya: 190 | Human Factor Engineering a. Jalur Suara Suara dapat mencapai telinga bagian dalam melalui dua jalur berbeda. Suara dapat ditransmisikan melalui struktur tulang, tetapi hal ini membutuhkan intensitas yang sangat tinggi agar efektif. Biasanya, suara yang kita rasakan berasal dari udara dan mengalir melalui saluran telinga,di mana ia ―menggairahkan‖ gendang telinga dan kemudian struktur di belakangnya, seperti yang dijelaskan berikut ini : Telinga luar (daun telinga atau Pinna) mengumpulkan dan menyalurkan gelombang suara yang terbawa udara ke dalam saluran pendengaran (Meatus). Pada akhirnya, gendang telinga (Membran Timpani) menutup saluran, memisahkan telinga tengah yang berisi udara dari lingkungannya. Lebih ke dalam, dua selaput lainnya memisahkan telinga bagian dalam dari telinga tengah dengan menutup dua ―jendela‖, yang satu disebut Tingkap Oval, dan yang lainnya bernama Tingkap Bulat. Cairan encer (disebut Endolimfe dan Perilimfe) memenuhi telinga bagian dalam, yang membawa organ yang merasakan suara. b. Bagian Luar Telinga Setelah melewati saluran telinga, gelombang suara yang sampai di gendang telinga membuatnya bergetar sesuai dengan frekuensi suara tersebut. Efek resonansi di dalam telinga luar dan kanal memperkuat intensitas Seta A. Wicaksana | 191 suara sebesar 10–15 desibel (dB dalam satuan internasional) pada saat mencapai gendang telinga. c. Telinga Tengah Tiga Tulang (Ossicles) di telinga tengah—Palu (Malleus), landasan (Incus), dan sanggurdi (Stapes), secara mekanis, mengirimkan suara dari gendang telinga ke jendela Tingkap Oval. Dengan luas gendang telinga (sekitar 60 mm2), lebih besar dari permukaan jendela Tingkap Oval (sekitar 4 mm2), tekanan suara yang masuk ke telinga bagian dalam pada Membran jendela Tingkap Oval sekitar 15 kali lebih besar daripada di gendang telinga. d. Bagian Dalam Telinga Telinga bagian dalam berisi reseptor untuk pendengaran (dan untuk posisi tubuh, vestibulum). Pergeseran cairan di telinga bagian dalam menyebarkan gelombang suara dari jendela Tingkap Oval ke jendela bundar melalui Koklea, sebuah tabung (berdiameter sekitar 2 mm dan panjang 30 mm) dililitkan menjadi dua setengah dan berbentuk seperti cangkang siput (Koklea). Gerakan cairan merusak Membran Basilar, Organ Corti, sepanjang Koklea. Gerakan tersebut merangsang sensor, Silia, sel rambut berbulu di organ Corti. Bergantung pada struktur dan 192 | Human Factor Engineering lokasinya, sensor merespons frekuensi tertentu dan menghasilkan impuls, yang dikirim melalui saraf pendengaran ke otak untuk interpretasi. Tabung Eustachius menghubungkan telinga tengah ke Faring (bagian dari alat pernapasan kita). Saat tabung terbuka, tekanan udara di telinga tengah akan tetap sama dengan tekanan udara luar. Namun, bila selang tersebut terhalang, seperti pada kasus pilek atau infeksi telinga, pemerataan tekanan mungkin tidak berfungsi secara maksimal, dan seseorang merasakan tekanan di telinga, bahkan nyeri, dan tidak dapat mendengar dengan baik. Di pesawat terbang, terutama selama penurunan cepat, tabung Eustachius yang tersumbat dapat menunda pemerataan tekanan antara telinga bagian dalam dan sekitarnya. Anda dapat mencoba membuka tabung dengan mengunyah permen karet atau dengan sengaja menguap berlebihan, tetapi ―memompa‖ telinga luar dengan tangan tidak akan membantu telinga bagian tengah. e. Psikofisika Pendengaran Pengukuran fisik menggambarkan peristiwa akustik, tetapi orang menafsirkannya dan bereaksi terhadapnya dengan cara yang sangat subjektif. Kita bisa ambil contoh misalnya, menemukan suara tertentu yang menarik atau mengganggu. Sensasi suatu nada atau bunyi yang kompleks tidak hanya Seta A. Wicaksana | 193 bergantung pada intensitas dan frekuensinya, tetapi juga pada bagaimana perasaan kita terhadapnya. 3. Feel Manusia memiliki beberapa jenis sensor tubuh yang biasanya aktif pada waktu yang sama untuk memberikan informasi yang berlebihan. Misalnya, pengendara sepeda merasakan gerakan tubuh, kecepatan, dan medan berbenturan melalui sensor Taktil dan Haptik, melihat jalan di depan dan objek di dekatnya saat dia melewatinya, dan mendengar sinyal peringatan yang datang dari pengendara atau kendaraan lain. Contoh lain adalah seorang tunanetra menggerakkan ujung jari di atas huruf Braille untuk "membaca" teks yang tidak dapat dilihat oleh mata. Contoh berikutnya perihal mereka mendekatkan tangan dengan hati-hati ke suatu benda untuk mengetahui apakah benda itu panas dan menyentuh suatu benda untuk menentukan apakah permukaannya halus atau kasar. Beberapa contoh tersebut merupakan contoh dari “Feel”. Dalam merasakan gerakan tubuh, misalnya seperti sinyal gabungan pada sistem saraf pusat yang menerima sinyal dari berbagai indra manusia secara bersamaan, memberi kita informasi spesifik yang menghasilkan gambaran umum tentang peristiwa yang terjadi di dalam dan di luar tubuh. Contohnya, 194 | Human Factor Engineering saat kita mengangkat beban, sensor otot dan kulit memberitahu individu perihal gaya apa yang harus individu berikan pada objek. Kita tahu bagaimana gerakannya, bahkan jika kita tidak dapat melihatnya karena organ reseptor Ruffini melaporkan lokasi anggota tubuh kita dan persendian tubuh. Kemudian, sensor kulit memberikan lebih banyak detail karena penekukan sendi meregangkan sebagian kulit di sekitar sendi dan melemaskan bagian lainnya. Kemudian, ada Vestibulum yang berfungsi untuk memberikan informasi utama tentang postur dan pergerakan tubuh. Hal ini adalah organ non-auditory berukuran kacang polong, terletak di setiap telinga bagian dalam, di samping Koklea. Vestibulum memiliki tiga kanal setengah lingkaran, berisi cairan (Endolimfe). Lengkungan dari tiga kanal Vestibular berada pada sudut siku-siku satu sama lain, yang membuatnya sensitif terhadap rotasi kepala yang berbeda. Meskipun kanal memiliki rongga yang sama di Utricle, masing-masing kanal berfungsi seperti sirkuit Fluida secara independen. Dekat dengan persimpangannya dengan Utricle, setiap kanal memiliki pelebaran (disebut Ampula), yang berisi punggungan yang menonjol, yang membawa Silia, sel-sel rambut sensori dengan fungsi berupa mereka merespon perpindahan dari Endolimfe. Silia juga terletak di Utricle dan Saccule. Sel-sel rambut tersebut menghasilkan sinyal yang Seta A. Wicaksana | 195 berjalan di sepanjang saraf Vestibular ke sistem saraf pusat. Pada proses selanjutnya, Vestibulum memberitahu kita tentang keseimbangan tubuh karena dia merasakan besarnya tekanan dan arah percepatan udara ke kepala, termasuk tarikan gravitasi. Sistem beradaptasi dengan akselerasi konstan, dan mungkin tidak melihat adanya perubahan kecil. Menempatkan kepala ke dalam postur baru mengharuskan otak membandingkan sinyal, tidak hanya dengan sistem referensi spasial baru, tetapi juga dengan masukan baru dari sensor, karena Endolimfe sekarang memuat Silia dengan cara yang berbeda. Dengan banyaknya sinyal lain yang secara bersamaan datang dari berbagai sensor lain, hal ini juga berhubungan dengan posisi dan gerakan tubuh, di mana otak memiliki tugas berupa mengintegrasi dan interpretasi sesuatu yang kompleks. Dengan demikian, tidak mengherankan jika beberapa ilusi Vestibular atau ilusi sensorik pada penerbangan dapat terjadi. Yang paling terkenal adalah penyakit gerakan atau ruang angkasa, yang mungkin disebabkan oleh input yang bertentangan dari sensor vestibular dan sensor lainnya. Terdapat empat kelompok kemampuan sensorik yang berbeda dan terletak di dalam kulit. Empat kelompok tersebut di antaranya ada Mekanoreseptor, yang merasakan taksi sebagai kontak atau sentuhan, gelitik, tekanan. Kemudian, Termoreseptor, yang 196 | Human Factor Engineering merasakan hangat atau dingin, relatif terhadap satu sama lain dan dengan suhu netral tubuh. Berikutnya, Electroreceptors, yang merespons rangsangan listrik pada kulit. Terakhir, Nociceptors (dari bahasa Latin ―Nocere‖, artinya ―merusak‖), yang merasakan nyeri. Beberapa sensor berada jauh di dalam permukaan kulit tubuh dan bersemayam sambil menyensor rangsangan di kulit. Dalam kehidupan modern sehari-hari, kita kebanyakan mengandalkan penglihatan dan audio untuk menerima informasi, sementara indra lain masih kurang dimanfaatkan, misalnya sentuhan dan penciuman. Beberapa perbedaan penggunaan berkaitan dengan apa yang secara teknis praktis, tetapi ada juga kurangnya pengetahuan khusus dan kuantitatif tentang cara kerja indra manusia lainnya. Rupanya, banyak aplikasi teknik saat ini sebagian besar mengandalkan pengalaman masa lalu karena data eksperimen yang tersedia sangat terbatas. Banyak dari kehidupan sehari-hari individu bergantung pada menerima informasi dari lingkungan mereka dan menafsirkannya dengan tepat untuk memandu tindakan kita. Jelas sekali, ini adalah salah satu fitur paling kuno dan alami yang individu gunakan secara naluriah. Fitur tersebut adalah ―pengalaman‖. Seta A. Wicaksana | 197 4. Experiences Lindstrom (2005) menyatakan bahwa, emosi kita terkait dengan informasi yang dikumpulkan melalui indra. Dia mengatakan bahwa pengalaman sensorik dapat menstimulasi dan meningkatkan imajinasi, persepsi konsumen, menciptakan ikatan emosional antara ruangan dan waktu bagi pengunjung. Rangsangan sensorik tersebut dapat memotivasi pengunjung dan memicu daya tarik mereka, minat mereka untuk datang kembali, dan memungkinkan respons emosional mendominasi pemikiran rasional mereka. Goldstein (2006) menjelaskan, proses persepsi sebagai interaksi antara informasi merangsang reseptor dan informasi dari pengalaman masa lalu kita yang sudah ada. Pengalaman manusia dipengaruhi oleh proses kognitif seperti berpikir dan memori mengingat yang diperoleh dengan mengatur dan mengintegrasikan informasi, serta membuat kesimpulan dari informasi tersebut. Dengan demikian, cara-cara di mana manusia menanggapi dengan melihat, mendengarkan, mencium, mencicipi, dan menyentuh tidak hanya dicapai dengan memasukkan sensasi tunggal, tetapi juga oleh kombinasi sistem persepsi yang tumpang tindih satu sama lain dari pengalaman individu. 198 | Human Factor Engineering 5. Mental Activity Dua sistem internal mengontrol fungsi manusia. Satu adalah sistem Endokrin, yang pada dasarnya terdiri dari kelenjar Sekresi internal, di mana sekelompok organ yang menghasilkan hormon dan mengeluarkannya ke dalam aliran darah. Hormon adalah zat yang memengaruhi aktivitas sel tubuh di tempat lain. Pengendali lain dari tubuh manusia yang kedua adalah sistem saraf, yang diatur oleh otak. Anatomi dan fungsinya dipelajari dengan baik, tetapi fungsi sebenarnya masih dipahami secara umum. a. Jaringan Otak-Saraf Otak adalah pusat kendali tubuh. Organ ini menciptakan "pikiran" manusia dengan menghasilkan saraf sekitar 100 miliar neuron dan berbagai koneksi emosi, suasana hati, keyakinan, ingatan, perilaku, dan pikiran. Otak menerima sinyal sensorik berkaitan dengan posisi dan gerakan tubuh, sentuhan, penciuman, pendengaran, dan penglihatan; mengoordinasikan dan menafsirkan ini dan mengembangkan reaksi dan tindakan yang diakibatkannya, sering kali dalam milidetik. Tiga komponen anatomis utama otak adalah otak besar, otak kecil, dan batang otak. Otak besar terdiri dari massa jaringan yang padat dan berbelit-belit yang dibagi menjadi dua bagian, belahan otak kiri dan Seta A. Wicaksana | 199 kanan, dihubungkan oleh serabut saraf. Otak besar berisi Lobus Frontal, Parietal, Oksipital, dan Temporal. Lobus Frontal mengontrol perilaku motorik terampil, termasuk ucapan, suasana hati, pikiran, dan perencanaan. Lobus Parietal menafsirkan informasi sensorik dari seluruh tubuh dan mengontrol gerakan tubuh. Lobus Oksipital menangani penglihatan. Lobus Temporal menghasilkan ingatan dan gerakan, memproses dan mengambil ingatan jangka panjang, dan memulai komunikasi atau tindakan. Otak kecil mengoordinasikan gerakan tubuh. Kumpulan khusus sel saraf ada di dasar otak besar, yaitu Ganglia Basal, Hipotalamus, dan Talamus. Ganglia Basal membantu memperlancar gerakan. Hipotalamus mengoordinasikan fungsi otomatis tubuh, seperti tidur dan terjaga dan hal itu menjaga suhu tubuh dan mengatur keseimbangan air di dalam tubuh. Talamus mengatur pesan sensorik ke dan dari tingkat tertinggi otak, Korteks Serebral. Batang Otak menghubungkan otak ke sumsum tulang belakang. Batang otak secara otomatis, mengatur fungsi tubuh seperti kecepatan tubuh memakan makanan, dan mengontrol postur tubuh, pernapasan, menelan, dan detak jantung. Hal Ini juga termasuk dalam meningkatkan kewaspadaan saat dibutuhkan. Unit fungsional dasar dari sistem transmisi saraf manusia adalah sel saraf, neuron. Sistem saraf mengandung sekitar satu miliar sel yang menyebar 200 | Human Factor Engineering seperti benang ke seluruh tubuh. Sebuah neuron memiliki Badan Sel, Soma, yang tebalnya beberapa ribu milimeter, dan ekstensi pendek, Dendrit, tempat koneksi dari neuron lain tiba melintasi ke Sinapsis. Sinapsis juga berfungsi sebagai filter atau sakelar, karena dapat menghambat transmisi sinyal masuk yang jarang dan lemah. Otak dan saraf adalah struktur sistem komunikasi yang kompleks. Biasanya, ia dapat mengirim dan menerima banyak informasi secara bersamaan. Otak adalah pusat kendali yang berkomunikasi dengan tubuh melalui saraf yang naik dan turun di sumsum tulang belakang. Saraf sensorik membawa informasi ke otak tentang tekanan, nyeri, panas, dingin, getaran, dan perasaan serta bentuk benda. b. Menerima dan Memproses Informasi Konsep kognitif dalam pemrosesan informasi adalah tindakan atau proses mengetahui dalam arti luas seperti, minat khusus dalam domain faktor manusia adalah proses intelektual di mana pengetahuan diperoleh dari persepsi. Mengenai pemrosesan mental, dalam psikologi kognitif konsep umumnya adalah bahwa informasi harus melewati tiga tahap pemrosesan mental, yaitu input sensori, memori jangka pendek, dan memori jangka panjang. Model pemrosesan "tahap" dan "terdistribusi paralel", Seta A. Wicaksana | 201 menonjol di antara teori-teori terkini bagaimana manusia memproses informasi. tentang Saat ini, banyak contoh dari pengaplikasian dari teori tersebut. Contohnya adalah saat kita melihat para petugas lalu-lintas sedang bertugas. Kita dapat melihat bahwa, terdapat aktivitas kognitif yang tidak terhitung yang masuk ke otak kita melalui panca indra. Contoh lainnya adalah kita melihat input eksternal berupa halaman dan lingkungan sekeliling kita. Input-input ini, memengaruhi perhatian kita terhadap informasi yang didapatkan. Dengan mengasumsikan informasi yang telah diterima, kita dapat mengolah informasi yang didapat, dan disimpan ke dalam memori. Setelah informasi tersebut sudah disimpan, individu dapat mengambil keputusan dari informasi yang telah didapatkan. c. Membuat Keputusan Model tradisional pemrosesan informasi (Information Processing) menunjukkan urutan tahapan (seperti diagram alur yang digunakan dalam teknik industri) yang dilalui informasi. Model kerja mental yang paling sederhana memiliki dua fase yang berbeda. Pertama, evaluasi peristiwa yang terjadi dan kedua, membawa perubahan. Dalam hal ini, seperti mengeksekusi informasi baru yang didapatkan dan menggabungkan dengan informasi yang telah didapat sebelumnya. 202 | Human Factor Engineering Setelah hal itu dilakukan, kemudian dievaluasi kembali. Dengan 2 fase tersebut, menjadi dasar model proses pemikiran individu. Secara spesifik, otak melakukan aktivitas berupa membandingkan input baru dengan informasi yang disimpan dalam memori kita serta, mengenali fitur-fitur yang sudah dikenal. Hal Ini diartikan bahwa, pengalaman masa lalu menghasilkan ekspektasi, yang kemudian kita gunakan untuk memandu persepsi dan pemilihan informasi. Informasi sensorik yang baru diterima dapat ditolak atau diterima dengan mudah menembus batasan berbasis ekspektasi kita. Meski begitu, kita mungkin akan merasakan pengalaman ―ketidaktahuan‖ dalam memproses informasi baru pada awalnya. Hal itu yang dinamakan proses ―belajar‖ dalam model paradigma berpikir. Berlanjut kepada 2 memori pada individu. Memori tersebut adalah memori jangka pendek (Shortterm Memory) dan memori jangka panjang (Long-term Memory). Memori jangka pendek bekerja untuk menyimpan informasi yang terdaftar dalam durasi singkat selama beberapa detik. Dalam proses berpikir, terjadi penerimaan informasi dengan cepat di sekitar kita dan berfungsi sebagai perbandingan dan pemfilteran akan informasi. Sebaliknya, memori jangka panjang memiliki kapasitas yang jauh lebih besar dan tidak ada batasan durasi yang jelas. Perbedaan umum yang mendeskripsikan 2 memori Seta A. Wicaksana | 203 adalah adanya keterlibatan memori semantik dan memori episodik dalam pemrosesan informasi. Pada akhirnya, otak kita memiliki tanggung jawab untuk mengintegrasikan rangsangan sensorik yang masuk dengan informasi yang sudah ada. Tentu saja, proses ini menjadi inti dalam merespons tindakan yang tepat dari beberapa kemungkinan yang ada. Dengan demikian, pengambilan keputusan dan pemilihan respons, menjadi kebutuhan ―esensial‖ manusia dalam menentukan langkah atau tindakan apa yang akan mereka lakukan berdasarkan informasi yang diterima dan pengalaman yang mereka miliki. d. Aksi dan Reaksi Pusat sistem saraf manusia adalah otak. Sistem saraf pusat memiliki kemampuan untuk memahami dan menafsirkan sinyal Aferen yang dikirim dari sensor tubuh. Kemudian, memproses informasi tersebut dengan mengintegrasikannya dengan pengetahuan yang diambil dari memori, dan, akhirnya, membuat keputusan tentang tindakan yang akan diambil. Selanjutnya, sinyal dikirim melalui jalur Eferen dari sistem saraf tepi ke organ tubuh, terutama otot, untuk mengambil tindakan. Pada saat tindakan sudah diambil, sensor tubuh mengambil hasil dari tindakan ini, bersamaan dengan informasi baru yang independen, dan sinyal yang sesuai dikirim ke 204 | Human Factor Engineering sepanjang jalur Aferen sistem saraf tepi ke otak untuk pengambilan keputusan berikutnya. Seta A. Wicaksana | 205 Kesimpulan Manusia merupakan makhluk psikologis yang dinamis dan akan terus mengalami perubahan seiring dengan berkembangnya zaman. Perubahan merupakan bagian dari hasil pengalaman dan pemikiran manusia (Human Mind). Pemikiran manusia tersebut dapat menimbulkan perspektif yang dapat memengaruhi sebagian perilaku manusia. Pemikiran manusia (Human Mind) itu sendiri diproses dari hasil penglihatan, pendengaran, perasaan, pengalaman dan juga aktivitas mental manusia. Dalam hal ini, individu mendapatkan informasi dari panca indra yang mereka miliki. Pertama, indra mata menjadi panca indra yang menerima informasi secara visual. Setelah informasi diterima, akan diproses dengan ―mekanisme‖ agar informasi bisa dipahami. Kedua, telinga menjadi penerima informasi secara auditori. Pemrosesan pun jua terjadi di indra ini agar mendapatkan sebuah informasi. Ketiga, kulit menjadi indra lain dalam merasakan informasi secara sentuhan. Hal ini juga terdapat mekanisme pengolahan agar informasi diterima oleh individu. Tidak hanya kulit, tetapi lidah jua termasuk bagian 206 | Human Factor Engineering dari sistem sensorik ―sentuhan‖, meski cara ―sentuhan‖ yang dilakukan berbeda. Keempat, hidung menjadi indra yang memproses informasi secara pembauan. Terakhir, indra lain yang tidak kalah penting ialah pengalaman dan aktivitas mental individu. Hal ini merupakan penerimaan informasi tambahan, tetapi berefek sangat dahsyat. Hal ini jelas karena dengan adanya pengalaman dan aktivitas mental individu, membuat individu ―memilah‖ informasi yang ada di luar individu dan menentukan pilihan apa yang akan individu ambil. Dengan demikian, hasil dari penglihatan, pendengaran, perasaan, hingga pengalaman dan aktivitas mental tersebut diproses oleh otak manusia dan menghasilkan sebuah pemikiran manusia (human mind) yang ada hingga saat ini. Konsep terkini tentang fungsi otak mengasumsikan kesamaan antara cara kerja otak manusia dan komputer. Oleh karena itu, model Information Processing menggambarkan pemrosesan informasi secara berurutan. Individu dapat menunggu penggunaan model logika yang lebih realistis dan aplikasi praktisnya. Untuk saat ini, bagaimanapun kita harus puas dengan model logika ini. Model ini juga memberikan panduan bagi ahli ergonomis untuk membuat desain sistem yang dikendalikan oleh manusia secara efisien dan efektif di masa depan kelak. Seta A. Wicaksana | 207 Daftar Pustaka Alberti P,W. (1970). The Anatomy and Physiology of The Ear and Hearing. (p.53-62.). Singapore: Department of Otolaryngology. Cameron J,R., Skofronick J,G., Grant R,M. (2006). Fisika Tubuh Manusia.( p.304-19). Jakarta: EGC. Carsana, L., & Jolibert, A. (2018). Influence of Iconic, Indexical Cues, and Brand Schematicity on Perceived Authenticity Dimensions of PrivateLabel Brands. Journal of Retailing and Consumer Services, 48(1), 213-220. Darmawan, I. A., Wiyono, G., & Khairudin, M. (2018). Development Skills for Growing The Society‘s Economy Through Technical and Vocational Education and Training Centers. Journal of Mechanical Engineering and Vocational Education. (JoMEVE), 1(1), 37-48. Goldstein, E. B. (2006). Sensation and Perception. United States of America: Brooks/Cole Publishing Company. Harnadini, S., & Wicaksono, P. A. (2012). Pengaruh Beban Kerja, Kelelahan Kerja, dan Tingkat 208 | Human Factor Engineering Kewaspadaan Terhadap Tingkat Kesalahan dalam Upaya Meminimalisir Human Error (Studi Kasus di R.S Semarang). Industrial Engineering Online Journal, 1(4), 1-14. Harris, D., & Chin Li, W. (2020). Engineering Psychology and Cognitive Ergonomics. Cognition and Design : 17th International Conference, EPCE 2020, Held as Part of the 22nd HCI International Conference, HCII 2020, Copenhagen, Denmark, July 19-24, 2020, Proceedings, Part II) (Eds.,). Jerman : Springer. 1479. Herawati S, Rukmini S.(2003). Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. (p.1-8) Jakarta: EGC. Kroemer, K. H. (2017). Fitting the human: Introduction to ergonomics/human factors engineering. CRC Press. Lindstrom, M. (2005). Brand Senses. New York: Free Press. Locke, John.(1690). An Essay Concerning Human Understanding (Ed. Winkler, P.K.). Indiana polis, IN : Hacket Publishing Company Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD.(2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. (p.10-52). Jakarta: FKUI. Solso, Robert, L,. (2008). Psikologi Kognitif. Jakarta : Erlangga. Seta A. Wicaksana | 209 Solso, R. L., Maclin, O. H., & Maclin, M. K. (2009). Psikologi Kognitif Edisi 8. Jakarta : Erlangga. Tjan, H., Lintong, F., & Supit, W. (2013). Efek bising mesin elektronika terhadap gangguan fungsi pendengaran pada pekerja di Kecamatan Sario Kota Manado, Sulawesi Utara. eBiomedik, 1(1). Wilson, K. M., Helton, W. S., & Wiggins, M. W. (2013). Cognitive Engineering. Wiley interdisciplinary reviews. Cognitive science, 4(1), 17-31. Wulandari, H. (2014). Dimensi Interior : Eksplorasi Pengalaman Panca Indra untuk Perancangan Interior.12(2), 85-90. 210 | Human Factor Engineering Body Mind Work Together: Hard Physical, Light and Moderate, Task Load and Stress Seta A. Wicaksana | 211 Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting bagi organisasi, di mana pada hakikatnya berfungsi sebagai faktor penggerak bagi setiap kegiatan di dalam perusahaan. Suatu organisasi dalam melakukan aktivitasnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan, perlu adanya manajemen yang baik terutama sumber daya manusia, karena sumber daya manusia merupakan modal utama dalam merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, serta menggerakkan faktor-faktor yang ada dalam suatu organisasi. Berdasarkan hakikat kesetaraan dan keadilan gender, terdapat kesamaan kondisi bagi pria maupun wanita untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam segala kegiatan pembangunan (Heryawan dalam salvendy, 2012). Interaksi karyawan dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya menghasilkan barang atau jasa. Berdasarkan unjuk kerjanya, karyawan mendapatkan imbalan yang berdampak pada motivasi dan kepuasan kerjanya sebagai hasil atau akibat lain dari proses bekerja, karyawan dapat mengalami stres, yang dapat 212 | Human Factor Engineering berkembang menjadikan karyawan sakit fisik dan mental, sehingga tidak dapat bekerja lagi secara optimal (Munandar dalam salvendy, 2012). Stres kerja dan lingkungan kerja merupakan faktor sentral dalam suatu organisasi meski di sisi lain tidak mudah untuk tercapainya suatu tujuan dalam organisasi salvendy (2012). Lingkungan kerja juga sebagai variabel yang berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Dalam hal ini, lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat memengaruhi dirinya dalam menjalankan tugastugas yang diembankan (Sedarmayati dalam salvendy, 2012). Seta A. Wicaksana | 213 Tinjauan Teori Hard Physical Kerja paksa adalah kegiatan yang sangat memanfaatkan otot rangka. Hal ini dapat mengubah energi kimia menjadi kerja (energi fisik) dengan menggerakkan segmen-segmen tubuh melawan resistensi internal dan eksternal. Dari beristirahat, otototot itu dapat meningkatkan generasi energinya hingga 50 kali lipat. Variasi yang sangat besar dalam kecepatan metabolisme seperti itu tidak hanya membutuhkan pasokan nutrisi dan oksigen yang cepat beradaptasi bagi otot, tetapi juga menghasilkan sejumlah besar produk limbah internal, yang perlu dibuang. Aliran darah yang digerakkan oleh jantung, menyediakan sarana transportasi untuk memasok dan memindahkan oksigen dalam tubuh. Kesanggupan tubuh untuk mempertahankan keseimbangannya dalam tubuh menentukan berapa banyak pekerjaan berat yang dapat dilakukan. Dalam hal ini, kemampuan itu sebagian besar bergantung pada fungsi yang tepat dari sistem pernapasan dan sirkulasi untuk melayani otot-otot yang terlibat. Layanan yang diberikan, pada dasarnya adalah pasokan dari 214 | Human Factor Engineering pembawa energi, oksigen, serta pembuangan limbah dan panas. Layanan utama lainnya adalah kontrol suhu tubuh, yang sangat penting dalam lingkungan yang panas dan lembap. Kerja keras yang berat menuntut kerja keras fisik dengan konsumsi energi yang tinggi. Oleh karena itu, sistem ini sangat menuntut fungsi metabolisme sang pekerja dengan ketegangan otot (Strain) yang berakibat pada fungsi sirkulasi dan pernapasan dalam tubuh. Biasanya, konsumsi energi dan upaya jantung membatasi kemampuan kinerja seseorang. Oleh karena itu, pengukuran kebutuhan pada fungsi metabolisme dan jantung sering kali berfungsi untuk menilai seberapa parah tugas fisik. Ukuran fisiologis dari kapasitas para pekerja yang menggunakan kemampuan bermetabolisme, kardiovaskuler, dan pernapasan, bersama dengan penilaian kekuatan dan mobilitas, berfungsi untuk menilai kemampuannya dalam melaksanakan pekerjaan fisik yang berat. Pengukuran jumlah maksimal oksigen yang tubuh seseorang dapat gunakan selama periode tertentu (seperti 1 menit) olahraga yang intensif mencerminkan kebugaran fisik aerobik orang itu. VO2 max maksimal juga digunakan untuk memprediksi kapasitas daya tahan selama latihan submaksimal yang lama. Seta A. Wicaksana | 215 a. Energy Consumption Otot-otot rangka membuat tubuh bekerja dengan menggerakkan bagian tubuh melawan resistensi internal dan eksternal. Otot membutuhkan energi untuk kontraksi. Mitokondria di dalam otot dapat mengubah energi kimia menjadi energi fisik. Menjalankan mesin energi manusia jua melibatkan proses metabolisme kompleks, yang memiliki kesamaan dengan pembakaran bahan bakar dalam mesin. Akibatnya, individu dapat menghasilkan energi untuk menggerakkan bagian tubuh. Oleh karena itu, perlu bahan bakar dan oksigen untuk diproses dan hal itu dapat menghasilkan panas dan produk sampingan lainnya untuk tubuh. 1. Comparing the Combustion Engine Dalam silinder mesin, pembakaran bahan bakar campuran bahan bakar mengubah energi yang tersimpan secara kimia menjadi energi kinetik fisik dan panas. Energi menggerakkan piston mesin, dan persneling memindahkan gerakannya ke roda kendaraan. Pendingin mesin diperlukan agar tidak terlalu panas, dan produk buangan perlu dibuang. Dalam "mesin manusia", serat otot berbentuk silinder dan piston, di mana tulang dan sendi adalah persnelingnya. Bahan bakar yang sebagian besar berasal dari karbohidrat dan lemak dalam zat gizi, 216 | Human Factor Engineering membutuhkan oksigen untuk menghasilkan energi dalam pembakaran yang lambat. Sewaktu otot-otot bekerja, otot-otot itu menghasilkan produk sampingan bermetabolisme, termasuk panas, yang perlu dibuang. 2. Metabolism Metabolisme adalah proses biologis fundamental: tubuh menyerap makanan dan minuman, yang mengandung energi yang tersimpan secara kimiawi, dan mengubahnya menjadi energi mekanis. Makanan berpindah dari mulut ke perut, lalu dimaniskan, di mana alkohol diserap dalam lambung dan diteruskan dari sana ke dalam aliran darah. Pencernaan membawa energi utama dalam makanan dan proses pencernaan akan minuman, karbohidrat, lemak, dan protein, terjadi dalam usus. Pencernaan memaksudkan perubahan kimiawi dari molekul-molekul besar yang rumit menjadi molekul-molekul kecil yang dapat melewati membran sel-sel usus dan kemudian diserap ke dalam darah dan Limfa. Liver secara luas mengendalikan apa yang terjadi pada pembawa energi yang terserap, di mana mereka diserap (dirilis) ke dalam molekul-molekul baru yang dapat terbentuk. Seta A. Wicaksana | 217 3. Metabolic by Product Metabolisme manusia merupakan proses yang rumit. Sebagian saja dari energi yang tersimpan secara kimia sebenarnya diubah menjadi kerja mekanis yang dilakukan oleh otot, di mana kebanyakan berfungsi untuk membangun dan mempertahankan struktur tubuh manusia dan akhirnya dikonversi menjadi panas. Karena suhu inti tubuh manusia harus tetap pada 37 miliar C (99 miliar F), suhu yang berlebihan harus dialihkan untuk lingkungan, tugas yang cukup sulit untuk dicapai dalam iklim yang panas. Panas itu diangkut dalam tubuh melalui aliran darah; ada yang menuju paru-paru, lalu diembuskan ke udara, di mana sebagian kulit terkelupas ke udara luar dan sering kali dengan bantuan keringat untuk menguapkan panas. Produk sampingan lainnya adalah air, yang dibawa oleh darah ke paru-paru dan kulit untuk dibuang di sana. Produk sampingan berikutnya adalah karbondioksida, yang dalam darah dialirkan ke paruparu untuk menghilangkannya. Pengelolaan yang tepat terhadap produk sampingan metabolis ini merupakan prasyarat utama bagi tubuh untuk mampu mempertahankan generasi energi dan karenanya dapat melanjutkan kerja fisik yang keras. 218 | Human Factor Engineering 4. Energy Unit Satuan ukuran untuk energi (kerja) adalah joule (J) atau kalori (cal) dengan 4,19 J = 1 Nm = 0,2389 cal = 107 ergs = 0,948 tb 10 × 3 BTU = 0,7376 ft.]. Ungkapan alternatif yang tepat untuk kcal adalah Cal. Sementara, unit untuk daya adalah watts, 1 W = 1 J/s, atau 1 kcal/hour = 1,163 W. 5. Basal Metabolism Sedikit energi diperlukan untuk menjaga tubuh tetap berfungsi, bahkan jika individu tidak melakukan kegiatan sama sekali. Di bawah kondisi yang ketat (istirahat total secara fisik dalam suhu lingkungan yang netral, setelah berpuasa selama 12 jam, dengan konsumsi protein terbatas selama setidaknya dua hari), seseorang dapat mengukur metabolisme dasar. Hasilnya memperlihatkan bahwa, nilai-nilai Metabolisme Basal terutama, bergantung pada usia, jenis kelamin, tinggi badan, dan berat. Dua variabel terakhir yang terkadang, dinyatakan sebagai luas permukaan tubuh. Di antara orang dewasa yang sehat, hanya ada sedikit variasi. Oleh karena itu, nilai yang umum digunakan adalah 1 kcal (4,2 kJ) per kg per jam, atau 4,9 kJ/min untuk orang yang beratnya 70 kg. Seta A. Wicaksana | 219 6. Resting Metabolism Sebaliknya, seseorang sering kali mengukur metabolisme sebelum hari kerja, dengan subjek juga mungkin beristirahat. Tergantung pada kondisi yang diberikan, metabolisme yang beristirahat adalah sekitar 10-15% lebih tinggi dari Metabolisme Basal. 7. Work Metabolism Peningkatan metabolisme dari beristirahat hingga bekerja disebut metabolisme kerja. Peningkatan di atas tingkat peristirahatan ini menggambarkan jumlah energi yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan itu. Sering kali, untuk menggambarkan tuntutan pekerjaan, individu mengukur total energi yang digunakan oleh tubuh, yang mencakup tingkat istirahat atau basal. 8. Measuring Heaviness of Work Satu cara untuk menilai beratnya pekerjaan adalah, cukup dengan meminta orang yang bekerja untuk menjelaskan betapa sulit rasanya upaya dalam pekerjaannya. Untuk standardisasi, hal itu adalah bermanfaat untuk menggunakan prosedur penilaian yang ditetapkan, seperti skala Borg. Akan tetapi, dalam banyak kasus, perlu dilakukan pengukuran objektif yang diinginkan, dan untuk tujuan ini, tiga prosedur 220 | Human Factor Engineering yang berbeda digunakan secara umum. Salah satu prosedur adalah mengamati energi yang diberikan kepada tubuh selama waktu tertentu. Pendekatan kedua adalah mencatat detak jantung selama bekerja. Pendekatan teknik ketiga adalah dengan mengukur volume oksigen yang dikonsumsi selama pembedahan. 9. Energy Supply to the Body Setelah mengurangi apa yang diperlukan untuk mempertahankan tubuh, semua energi berlebih digunakan untuk bekerja. Tentu saja, pendekatan ini memerlukan jangka waktu observasi yang panjang, berhari-hari atau berminggu-minggu manakala orang yang diamati melakukan berbagai kegiatan fisik, diselingi periode istirahat. Metode ini sangat tidak akurat, kecuali dilakukan dalam kondisi yang dikendalikan dengan ketat. 10. Oxygen Consumption at Work Sewaktu tubuh bekerja, konsumsi oksigen (dan karbondioksida) merupakan ukuran dari produksi energi metabolis yang saling berkaitan. Ada beragam teknik pengukuran, di mana mereka semua mengandalkan prinsip bahwa, perbedaan dalam kandungan oksigen antara oksigen yang diembuskan Seta A. Wicaksana | 221 keluar dan udara yang diserap ke dalam paru-paru. Jika kita memperkirakan nilai rata-rata energi oksigen 5 kcal (21 kJ) per liter oksigen per liter, volume oksigen yang diserap memungkinkan penghitungan energi yang dikonversi tubuh melakukan kegiatan selama periode pengamatan. b. Heart Rate As a Measure of Work Demands Menghitung detak jantung selama bekerja juga merupakan metode yang dihormati dan umum digunakan dalam waktu yang lama. Sistem ini bergantung pada pengetahuan bahwa, dibutuhkan otot-otot untuk bekerja dengan baik, agar berfungsi dengan baik, pasokan oksigen tersalur secara berkesinambungan, dan juga, produk sampingan harus disingkirkan. Semakin tinggi kebutuhan energi, semakin banyak aliran darah yang diperlukan. Untuk mencapai lebih banyak aliran darah, jantung harus menghasilkan hasil yang lebih tinggi, terutama dapat dicapai dengan meningkatkan jumlah detak jantung per menit. Jadi, denyut jantung bervariasi sesuai dengan tuntutan kerja. 1. Relations between Heart and Oxygent Uptake Denyut jantung (sebagai indikator fungsi sirkulasi) dan konsumsi oksigen (menunjukkan perubahan 222 | Human Factor Engineering metabolisme), memperlihatkan reaksi yang sama terhadap upaya fisik. (Akan tetapi, hubungan spesifik berbeda di antara orang-orang dan mungkin berubah dengan latihan fisik atau de-kondisi.) Oleh karena itu, sering kali kita dapat sekadar mengganti detak jantung yang dihitung untuk mengukur konsumsi oksigen. Hal ini adalah jalan pintas yang sangat menarik karena denyut jantung menanggapi lebih cepat perubahan dalam tuntutan kerja. Selain itu, penghitungan denyut jantung lebih mudah daripada mengukur penyerapan oksigen. 2. Breathing Hard Kesanggupan tubuh kita untuk mengalami kekurangan oksigen menjelaskan mengapa kita dapat melakukan prestasi-prestasi yang membutuhkan energi yang sangat besar yang tidak dapat kita tahan untuk waktu yang lama dan tubuh kita perlu untuk membayar utang oksigen. Hal ini menjelaskan mengapa kita terus bernapas keras setelah latihan fisik yang berat. 3. Reactions of Heart Rate to Work Mengingat hubungan yang erat antara sistem peredaran darah dan metabolisme, detak jantung bereaksi terhadap serangan-serangan kerja dengan Seta A. Wicaksana | 223 cara yang sama seperti asupan oksigen. Namun, denyut jantung meningkat lebih cepat di awal kerja daripada penyerapan O2 dan selama pemulihan, kembali ke tingkat peristirahatan yang lebih cepat. 4. Steady-State Work Jika suatu upaya kerja yang dibutuhkan tetap berada di bawah kapasitas maksimum seseorang, maka proses metabolis, suplai oksigen, aliran darah, dan pernapasan dapat mencapai dan mempertahankan tingkat yang dibutuhkan. Kondisi kerja yang stabil ini disebut keadaan tetap. Pengukuran tuntutan kerja pada tubuh dapat diandalkan diperoleh selama keadaan ini. Jelaslah, orang yang sehat secara fisik dapat mencapai keseimbangan antara permintaan dan persediaan dengan beban kerja yang relatif tinggi, sedangkan orang yang tidak terlatih atau kurang bugar hanya sanggup mencapai keadaan tetap hanya pada tingkat permintaan yang lebih rendah. 5. Classifying Work Demands Jelaslah, penggunaan energi dan jumlah denyut jantung selama pekerjaan yang diperpanjang merupakan indikator yang obyektif dari beratnya tuntutan pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang. Sewaktu dimintai keterangan yang deskriptif, 224 | Human Factor Engineering beberapa pekerja mungkin menuntut cahaya atau hal lain-lain yang bersifat berat atau keras. Namun, gambaran seperti itu dapat berbeda dengan keadaan dan pengalaman seperti beberapa kakek dan nenek, misalnya yang masih terbiasa dengan pekerjaan fisik, mungkin menuntut tingkat pekerjaan yang agak bersahaja, yang mungkin berat bagi cucu mereka. Nilai-nilai energi yang tercantum berisi Metabolisme Basal dan istirahat. Hal ini juga ada pengaruh bahwa, semua nilai adalah "unisex" karena begitu banyak pria akan menyebut pekerjaan sedikit lebih mudah dan banyak wanita yang lebih sulit bekerja dengan ―label yang tersirat‖. c. Limit of Human Labor Capacity 1. Measuring People’s Fitness to do Heavy Work Sebagian besar penilaian medis dan fisiologis dari kemampuan energik manusia, terutama bergantung pada pengukuran konsumsi oksigen, dengan detak jantung sebagai indikator sekunder. Tes standar memungkinkan perbandingan antara kemampuan orang. Ujian-ujian ini secara umum menggunakan bentuk-bentuk pekerjaan lahiriah yang sudah diakui umum dan sering kali menggunakan ergometer, treadmill, atau tes sepeda. Penggunaannya terutama menekan otot kaki. Hal ini dikarenakan massa kaki dan otot merupakan komponen penting dalam tubuh Seta A. Wicaksana | 225 dan lamanya olahraga yang ekstensif selama tes sepeda juga menimbulkan peningkatan fungsi paru, peredaran darah, dan metabolisme tubuh, tetapi tidak semuanya. Treadmill khususnya, strain atau ketegangan kemampuan tubuh lebih rendah juga, tetapi berbeda dengan bersepeda, kaki harus menopang dan mendorong seluruh berat tubuh. Oleh karena itu, ujian yang dilakukan dengan menggunakan treadmill lebih efisien daripada bersepeda. Namun, baik meniadakan batang dan kemampuan lengan dari pertimbangan. Contohcontoh ini memperlihatkan bahwa, pemilihan alat tes dan prosedur dapat mengarah ke evaluasi fisik orang yang berbeda, misalnya hasil uji coba dari pengendara sepeda yang terlatih dengan baik dan pelari jarak jauh yang terlatih akan berbeda jika dilakukan pada sepeda atau treadmill. Masalah utama dari semua tes ini adalah bahwa, mereka tidak menyerupai kondisi kerja yang sebenarnya. Jadi, hasil tes ini memiliki nilai yang terbatas untuk meramalkan kemampuan para subjek untuk melakukan tugas-tugas kerja yang menuntut secara fisik. 2. Selecting Person Fit for Heavy Work Tes kesehatan dan kebugaran adalah sarana penting untuk memastikan bahwa hanya orang-orang yang fit untuk melakukan pekerjaan fisik berat yang dilakukan 226 | Human Factor Engineering untuk melakukannya. Akan tetapi, dalam pandangan ergonomis, lebih baik merancang tugas kerja dan peralatan, sehingga beban mereka relatif kecil pada kemampuan fisik manusia. Hal ini memastikan bahwa, baik individu yang memiliki fisik yang bagus ataupun fisik yang kurang, dapat melakukan pekerjaan itu. 3. Static Work Mempertahankan postur yang tidak bergerak menuntut agar otot-otot yang menghasilkan postur, tetap dapat mengalami kontraksi. Jika seperti statis (isometrik) kontraksi melampaui sekitar 15% dari kekuatan otot, aliran darah melalui otot menjadi berkurang karena otot memampatkan arteri dan pembuluh darahnya sendiri dalam mengedarkan darah ke jaringan otot. Kompresi yang lebih kuat, yang disertai meningkatnya tegangan otot, selanjutnya mengurangi aliran darah dan bahkan dapat memotong sepenuhnya meskipun jantung berupaya meningkatkan tekanan darah untuk mengatasi gangguan aliran. Hal ini mengakibatkan kelelahan, yang akhirnya membuat kita meninggalkan postur yang melelahkan untuk rileks dan pulih. Kemampuan untuk bertahan kontraksi statis tergantung pada besarnya kontraksi. Seta A. Wicaksana | 227 d. Designing Heavy Human Work Energi manusia yang efisiensi bekerja, seperti insinyur dan ekonom suka mengekspresikan efisiensi kerja sebagai perbandingan keuntungan dibandingkan usaha. Jika kita menganggap bahwa penyimpanan energi dalam tubuh tidak berubah (artinya bahwa, orang yang diamati tidak mengenakan atau menurunkan berat badan) dan bahwa tubuh tidak mengumpulkan panas dari lingkungan atau tidak kehilangan berat badan, kita dapat menyatakan persamaan keseimbangan energi sederhana sebagai masukan energi di mana ada rumus berupa, H adalah panas yang dikembangkan, dan W adalah pekerjaan yang dilakukan. Efisiensi energi manusia (efisiensi kerja) e adalah rasio antara pekerjaan yang dilakukan dan masukan energi. Jadi, rumus yang dihasilkan dalam mengukur efisiensi kerja adalah e (%) = 100 W/H. Dalam kegiatan sehari-hari, tubuh manusia sangat tidak efisien dalam hal penggunaan energi. Hanya sekitar 5% atau kurang dari masukan energi yang beralih ke pekerjaan, yaitu energi yang digunakan untuk ditransmisikan ke objek luar, di mana Atlet yang sangat terlatih dapat mencapai, dalam keadaan yang menguntungkan, mungkin 25%. Sisanya (yaitu, kebanyakan) dari masukan berpindah menjadi panas yang berakhir pada rantai panjang proses metabolisme internal. Hal ini karena manusia begitu tidak efisien, 228 | Human Factor Engineering dalam istilah energi, kemampuan mereka lebih baik digunakan untuk berpikir dan mengatur atau mengendalikan mesin dan proses daripada untuk berfungsi sebagai penggerak fisik. 1. Design Work to Fit the Human Sang insinyur yang menentukan pekerjaan yang diperlukan dan bagaimana tugas itu harus dilakukan. Untuk mengatur kecocokan yang cocok antara kemampuan dan tuntutan, sang insinyur perlu menyesuaikan pekerjaan yang harus dilakukan (dan lingkungan kerja) dengan kemampuan tubuh yang energik. Kemampuan manusia ini ditentukan oleh kapasitas individu untuk mengeluarkan energi (fisik, pelatihan, kesehatan), oleh karakteristik fungsi saraf (seperti koordinasi gerak, kekuatan otot, dan sejenisnya), dan oleh faktor-faktor psikologis (seperti motivasi). 2. Avoid Exhausting Work Para pekerja tambang dan penebang pohon bara, yang melakukan pekerjaan mereka dengan perkakas tangan, termasuk di antara para pekerja pria dengan konsumsi energi tertinggi, di mana energi yang dihasilkan sekitar 19.000 kJ per hari, yang diukur pada tahun 1960-an. Upaya ekstrem seperti itu mungkin semakin Seta A. Wicaksana | 229 jarang dilakukan di banyak negeri karena peralatan mekanis dan mesin modern dapat mengurangi beban kerja. Konsumsi energi harian untuk pekerjaan yang cukup menuntut adalah sekitar 12.000-15.000 kJ untuk pria dan 10.000-12.000 kJ untuk wanita. 3. Provide Rest Breaks Istirahat dalam pekerjaan fisik memberikan pemulihan dan istirahat. Menyediakan istirahat adalah penting dalam kerja fisik yang keras dan patut di hasratkan, bahkan di pekerjaan yang lebih ringan untuk alasanalasan fisiologis dan psikologis. Menyediakan banyak jeda untuk waktu yang singkat lebih bermanfaat daripada sekadar membiarkan interupsi yang lebih lama. Alasannya adalah bahwa, pemulihan paling cepat pada awal istirahat kerja, karena mengistirahatkan energi dan denyut jantung. 4. No “Static Work” Seperti yang telah disebutkan, pemahaman standar tentang pekerjaan fisik adalah bahwa, hal itu terdiri dari tindakan-tindakan dinamis. Di bawah kondisi ini, biasanya, denyut jantung dan konsumsi energi berhubungan erat. Akan tetapi, banyak pekerjaan yang sebenarnya mencakup upaya statis, manakala bagianbagian tubuh harus dibekukan untuk sementara 230 | Human Factor Engineering waktu. Meskipun upaya statis tidak merupakan kerja dalam istilah fisika, hal itu tetap memengaruhi tubuh, khususnya sistem kardiovaskular seperti detak jantung yang meningkat, sedangkan konsumsi energi tidak. Upaya-upaya otot statis sering kali melelahkan, tetapi tidak produktif. Oleh karena itu, mereka harus dirancang dengan mengubah proses atau menggantikan upaya manusia dengan menggunakan solusi mekanis. Light and Moderate Work Saat sedang istirahat atau saat pekerjaan kita menuntut hal yang adil dalam usaha ringan, fungsi metabolisme dasar tubuh kita berjalan pada dasarnya sama seperti saat mendukung kerja paksa, tetapi pada tingkat yang lebih rendah seperti energi yang disimpan dalam senyawa kimia dalam makanan dan minuman kita dicerna, kemudian diasimilasi menjadi lebih sederhana secara molekul. Hal ini berfungsi untuk membangun dan memelihara organ kita dan untuk menyediakan energi yang dibutuhkan otot untuk berfungsi. Paruparu mengumpulkan oksigen dan menghilangkan produk sampingan dari metabolisme (karbondioksida, air, panas), sementara kulit bertukar panas. Hal ini memuat fungsi tubuh peredaran darah dan pernapasan, tetapi secara alami lebih sedikit dibandingkan selama pekerjaan fisik yang berat. Seta A. Wicaksana | 231 Lingkungan tempat kita bekerja dapat berkontribusi kuat pada persepsi kita tentang pekerjaan yang mudah atau menuntut. Dalam istilah fisika, lingkungan kerja sangat tergantung pada suhu dan kelembapan udara, suara dan kebisingan sekitar, dan tentang pencahayaan. Kondisi organisasi di tempat kerja sangat penting adalah ―Lingkungan psikososial‖ yang menentukan, misalnya bagaimana kita bergaul dengan rekan kerja kita, merasa baik di tempat kerja juga tergantung tentang pengaturan jam kerja kami, termasuk pekerjaan shift. a. Physiological and Psychological Principles Sebagian besar pekerjaan di kantor modern, atau saat mengemudikan kendaraan, misalnya bersifat menetap dan membutuhkan sedikit usaha fisik. Oleh karena itu, banyak orang dengan pekerjaan duduk mencoba melakukannya meningkatkan pengeluaran sehari-hari mereka dengan melakukan tuntutan waktu luang aktivitas, latihan, dan olahraga. Kegiatan olahraga seperti itu meningkatkan fungsi tubuh yang ―menganggur‖ lainnya dan membantu mengimbangi yang tidak dibutuhkan asupan energi melalui makanan dan minuman, yang justru dapat menyebabkan untuk kelebihan berat badan. Salah satu cara sederhana untuk melatih tubuh adalah dengan berjalan kaki naik dan turun tangga alih-alih 232 | Human Factor Engineering menggunakan lift di gedung tinggi. Panjat tangga menuntut penggunaan otot yang berat untuk mengangkat tubuh dan karenanya, membantu menjaga sistem metabolisme dan peredaran darah tetap fit. Ketika kebutuhan energi untuk bekerja rendah, ukurlah konsumsi oksigen pekerja memberikan sedikit informasi yang berguna. Namun, detak jantung yang lebih mudah didapat mungkin menjadi indikator yang berguna karena juga merespons otot statis memuat, seperti saat memegang bodi atau segmennya menjadi satu posisi yang diberikan. Sensitivitas ini dapat menjadi keuntungan lebih dari penilaian energi, tetapi daya tanggap juga meluas secara reaksi mental seperti kegembiraan atau kemarahan, begitu juga reaksi sumber daya manusia mungkin mencerminkan tidak hanya memuat oleh pekerjaan fisik. Pendekatan khusus lainnya untuk mengukur efek beban kerja bergantung pada listrik kejadian di tubuh, misalnya terkait dengan aktivitas otot (Elektromiogram) dan aktivitas otak (Electro Encephalogy) serta frekuensi penutupan kelopak mata. Cukup mengamati hasil pekerjaan umum, terutama yang seperti itu berfluktuasi dengan kondisi kerja yang berubah, juga realistis dan ukuran non intrusif, tetapi tidak spesifik. Seta A. Wicaksana | 233 b. Tiredness, Boredom, and Alertness at Work Perasaan lelah dan bosan sudah tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari. Menurut definisi yang ketat, kelelahan diakibatkan oleh kelelahan, efek fisiologis dari menghabiskan energi kita, otot-otot terlalu tegang, sehingga tubuh kita perlu istirahat untuk memulihkan diri dari kelelahan. Sebagai perbandingan, kebosanan merupakan suatu kondisi psikologis atau emosional di mana kurangnya peristiwa mengistirahatkan kita ke dalam keadaan malas. Namun, dalam bahasa seharihari, kita mengatakan bahwa kita lelah sebagai akibat dari keduanya (fisik) kelelahan atau (psikologis, emosional) kebosanan. Sehingga, istilah ―Saya bosan dengan .…‖ dan ―Saya bosan dengan .…‖ hampir sama dengan kita tidak terlalu tertarik pada tugas kita saat ini dan sedang enggan, bahkan merasa tidak mampu, untuk melanjutkan apa yang kita lakukan. Beberapa individu menikmati pekerjaan yang memiliki beragam bagian, tugas-tugas itu berubah dan karena itu berbagai tantangan mental dan fisik kemampuan. Variasi permintaan membuat mereka tetap tertarik, dan mereka menemukan kepuasan dalam solusi yang berhasil. Namun, lainnya orang lebih suka pekerjaan yang dapat diprediksi menyajikan tugas yang sama, atau setidaknya melakukan hal serupa seperti mereka mungkin menemukan kepuasan dalam pengulangan yang terampil, seperti di jalur perakitan, sambil berpikir, 234 | Human Factor Engineering melamun, atau bercakap-cakap. Begitu monoton hal ini karena kurangnya atau tidak biasa menerima stimulus baru dalam bekerja. Hal ini adalah sesuatu wajar untuk dibenci atau disukai, tergantung pada salah satunya kecenderungan. Namun, bagi kebanyakan orang, kinerja dan pekerjaan kepuasan yang paling baik adalah dengan pekerjaan yang tidak terlalu rumit juga tidak terlalu sederhana. Namun, setiap tempat memiliki kurva berbentuk ―gundukan‖ yang dapat berubah sesuai dengan keterampilan, kesehatan, dan suasana hati pekerja. c. Suitable Postures at Work Dalam pekerjaan ringan atau sedang, kelelahan sering kali diakibatkan oleh persyaratan untuk mempertahankan posisi anggota tubuh, atau posisi seluruh tubuh, dalam waktu yang cukup lama. Mempertahankan sebuah postur tubuh sering kali membutuhkan otot yang terlibat untuk menjaga kontraksi konstan, yang menekan jaringannya sendiri. Hal ini dijelaskan bahwa, tekanan menghalangi aliran darah melalui otot dan aliran darah yang terhambat, tidak dapat menghilangkan semua produk sampingan metabolik. Dengan mengumpulkan produk sampingan metabolik, otot lelah dan harus rileks untuk memulihkan kembali kondisinya. Selama waktu itu, aliran darah pulih dan limbah metabolisme Seta A. Wicaksana | 235 dibuang. Untuk menghindari kelelahan dan postur tubuh yang melemahkan, berbagai cara dan sering kali solusi ergonomis ditemukan. Duduk tidak terlalu melelahkan daripada berdiri. Namun, Workstation atau stasiun kerja harus memiliki ruang untuk kaki dan bekal untuk duduk dengan mudah karena tidak semua operator suka melipat kaki di bawahnya tubuh, seperti yang dilakukan pemahat kayu. Orang bisa membantah ukiran itu dengan cara ini, di mana jari-jari kaki benar-benar berfungsi untuk menahan karya dan hal itu adalah cara tradisional yang digunakan pengrajin lokal sudah lama terbiasa. Namun, tidak ada alasan seperti itu yang berlaku ke tempat kerja penggiling, di mana tukang penggiling harus menyelipkan kakinya ke bawah, membungkuk ke depan, dan bekerja dengan tangan terulur dan kita hanya bisa berharap, setidaknya hal itu tepat sesuai ketentuan keselamatan ada di tempat kerja tersebut. Kasus duduk yang hampir lama tak tertahankan dan tidak bisa bergerak terjadi saat mengemudi mobil jarak jauh dan pesawat terbang. Truk pengemudi yang harus menempuh jarak jauh mungkin harus tetap tinggal duduk dengan tangan di atas roda, kaki di atas pedal, dan mata di jalan selama berjam-jam sebelum bangun dan melakukan peregangan tubuh. Seorang pilot militer yang harus menerbangkan pesawat dengan misi yang panjang adalah contoh yang lebih buruk, karena tidak ada cara untuk bangkit dan 236 | Human Factor Engineering keluar. Ada solusi yang dicoba dalam pesawat Perang Dunia II adalah memiliki pesawat terpisah, di mana bagian berisi udara di kursi pilot secara otomatis mengembang dan mengempis. Fitur itu memberikan dukungan pada tubuh yang berdenyut, di mana dapat memberikan sedikit kelegaan dari tekanan konstan pada tubuh. Orang yang tidak bisa bergerak, seperti beberapa pasien yang sakit, sering kali mengalami tekanan bisul (luka baring) pada bagian tubuh yang mentransfer energi paling banyak saat bergerak, alihalih tetap diam dan hal itu sangat penting untuk kesejahteraan dan perasaan sehat. d. Accurate, Fast, Skillful Activities Dalam pekerjaan ringan, terutama jika membutuhkan gerakan yang sering dan tepat, area kerja tangan harus sekitar pinggang tinggi, di depan bagasi. Hal ini memungkinkan gerakan tangan yang cepat dan akurat, dicapai dengan rotasi ke dalam dari seluruh lengan di sekitar sendi bahu dan dengan menaikkan dan menurunkan lengan bawah. Jika pekerjaan membutuhkan manipulasi yang tepat, sandaran tangan mungkin berguna untuk menstabilkan tubuh bagian atas. Hal ini memicu kontraksi statis yang ketat. Selain itu, perangkat elektronik bisa menghilangkan masalah ini karena mereka memproyeksikan gambar Seta A. Wicaksana | 237 pada monitor, di mana yang operator dapat melihat dari berbagai lokasi mata dan kepala. Task Load and Stress Menurut Selye (1907–1982) memperkenalkan istilah ―stres‖ di tahun 1930-an, yang digambarkan sebagai reaksi dari manusia untuk situasi yang baik, eustress, dan untuk situasi yang buruk, distress. Saat ini, penekanannya hampir seluruhnya pada kondisi negatif. Zaenal dkk (2014: 724) juga berpendapat bahwa, stres sebagai suatu istilah ―payung‖ yang merangkumi tekanan, beban, konflik, keletihan, ketegangan, panik, perasaan gemuruh, kecemasan, kemurungan dan hilang daya. Sementara, stres kerja adalah kondisi yang muncul dari interaksi manusia dengan pekerjaannya, serta dikarakteristikkan oleh manusia sebagai perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka (Beehr dan Newman dalam Luthans, 2006: 441). Reaksi manusia terhadap tekanan beban tugas, yaitu pekerjaan fisik yang berat secara teratur, menghasilkan energi yang tinggi dengan tuntutan berat terhadap jantung dan paru-paru. Upaya jantung sering kali menjadi batasan kemampuan untuk melakukan kerja keras. Karena itu, fungsi tubuh ini dapat berfungsi untuk menggambarkan tingkat keparahan dari beban tugas fisik. Begitu pula dengan 238 | Human Factor Engineering beratnya suatu tugas beban mental, biasanya dinilai dengan tuntutan yang terkait stres yang menempatkan pikiran manusia dalam hal stres menurut Salvendy (2012). Di era digitalisasi seperti dewasa ini, banyak hal yang membuat stres. Salah satunya adalah sistem di mana manusia harus bisa beradaptasi dengan sistem seperti misalnya komputer. Pengenalan komputer ke perkantoran di akhir tahun 1900-an, memberikan contoh stres yang dirasakan oleh sekelompok besar orang. Banyak pekerja kantoran yang berpengalaman, sempat mengkhawatirkan kemampuan mereka untuk menangani persyaratan baru dalam menggunakan komputer, di mana hal ini menyebabkan ketidakamanan pekerja dalam bekerja menurut Salvendy (2012). Selain itu, adanya kekhawatiran terkait komputer membutuhkan file pengetahuan teknis yang luar biasa dan adanya kekhawatiran tentang risiko kesehatan radiasi yang terkait dengan katoda tabung sinar di monitor. Untungnya, stres pada pengguna komputer sudah menurun. Alasannya adalah perangkat lunak yang sekarang, jauh lebih cerdas dan adanya pelatihan yang dirancang dengan baik, serta instruksi yang mudah, membuat permasalah ini lebih mudah dari yang diantisipasi oleh pengguna komputer. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pekerja kantoran yang lebih tua menjadi mahir, di mana mereka menemukan Seta A. Wicaksana | 239 anggapan baru bahwa, komputer sebenarnya membuat tugas-tugas tertentu menjadi lebih mudah dan efisien. Berney dan Selye (salvendy, mengungkapkan, ada empat jenis stres: 2012) a. Eustres (good stres). Stres ini merupakan stres yang menimbulkan stimulus dan kegairahan, sehingga memiliki efek yang bermanfaat bagi individu yang mengalaminya. Contohnya seperti tantangan yang muncul dari tanggung jawab yang meningkat, tekanan waktu, dan tugas-tugas yang berkualitas tinggi. b. Distress merupakan stres yang memunculkan efek yang membahayakan bagi individu yang mengalaminya. Contohnya adalah adanya tuntutan yang tidak menyenangkan atau berlebihan, yang menguras energi individu sehingga membuat individu menjadi lebih mudah jatuh sakit. c. Hyperstress adalah stres yang berdampak luar biasa bagi yang mengalaminya. Meskipun dapat bersifat positif atau negatif, tetapi stres ini tetap saja membuat individu terbatas dalam kemampuan adaptasinya. Contohnya adalah stres akibat serangan teroris. 240 | Human Factor Engineering d. Hypostress merupakan stres yang muncul karena kurangnya stimulasi. Contohnya adalah stres karena bosan atau karena pekerjaan yang rutin. Dalam hal ini, banyak individu yang membahas perihal topik stres dan psikolog dewasa ini menegaskan bahwa, stres adalah pengalaman dasar emosional individu. Dalam kondisi ini, keadaan pikiran seseorang dapat menyebabkan kegembiraan, kecemasan atau keduanya secara bersamaan, dapat memicu endokrin dan otonom tubuh pada sistem saraf. Emosi yang diprovokasi oleh stres dapat menyebabkan ketegangan otot yang berpengaruh pada nyeri di kepala, leher, tulang belakang, atau di tempat lain. Secara kesehatan, kesusahan atau stres dapat menyebabkan gangguan tidur, keluhan sistem pencernaan, penyakit kardiovaskuler, gangguan muskuloskeletal, dan sistem kekebalan imun yang mengalami lemah fungsi. Perilaku distress merupakan perilaku stres yang intensif atau berkelanjutan dan sering kali mengubah cara-cara di mana orang berperilaku dan muncul perasaan merasa iritabilitas (sensitif), ketidakpuasan umum, gangguan perhatian, hubungan interpersonal terganggu, kecemasan, dan depresi adalah gejala umum. Stres juga bisa menyebabkan untuk perilaku yang salah, seperti merokok yang berlebihan dan minum alkohol, serta penyalahgunaan narkoba. Stres pada pekerjaan karyawan, dapat memengaruhi iklim organisasi secara Seta A. Wicaksana | 241 negatif dan menurunkan fungsi kerja karyawan seperti peningkatan ketidakhadiran staf, sikap kerja yang buruk, dan produktivitas kinerja kerja yang berkurang. Oleh karena itu, stres bisa membuat seseorang menderita dan mungkin ―buruk‖ untuk dipekerjakan oleh organisasi. Hal itu dikarenakan produktivitas dan kualitas kerja yang berkurang. Jika karyawan mengalami kelebihan beban kerja, kinerja tugas akan tetap ada, tetapi tidak maksimal bahkan, atau berkurang. Hal itu membuat karyawan menderita, baik secara fisik, psikologis atau keduanya. Hal ini yang perlu diperhatikan oleh perusahaan. Berlanjut ke pembahasan berikutnya, di mana saat individu bekerja, intensitas stres dan pengaruhnya bergantung pada bagaimana individu menanggapi kondisi tersebut. Tentu saja, hal ini bisa membuat individu menjadi lebih sulit menangani jika tidak segera dibenahi dengan benar, apalagi berpengaruh ke luar pekerjaan. Hal ini juga membuat respon emosional individu dan reaksi yang dikeluarkan menjadi berbeda saat keadaan normal atau stres. Hal ini masih menjadi problematika yang pelik dan sering terjadi di sebuah perusahaan, baik karyawan atau para petinggi perusahaan. Alih-alih mencoba beradaptasi dengan lingkungan, sering kali lebih mudah untuk menghilangkan penyebab stres di tempat kerja secara sementara daripada membenahi hal tersebut. 242 | Human Factor Engineering Berikut beberapa daftar yang berisi contoh penyebab stres dalam pekerjaan lingkungan hidup, di antaranya adalah : 1. Isi pekerjaan 2. Intensitas permintaan 3. Kompleksitas beban tugas yang diberikan 4. Tugas yang berulang dan monoton 5. Kurangnya kendali atas pekerjaan yang individu lakukan 6. Tanggung jawab yang berlebihan dalam suatu tugas pekerjaan 7. Kurangnya pengakuan atau penghargaan yang memadai untuk pencapaian yang diberikan karyawan. Penanganan Stres di Tempat Kerja Kesedihan, kemarahan, kecemasan, bahkan depresi bisa muncul saat individu tersebut tidak dapat mengatasi kondisi tersebut secara memadai. Hal ini karena stres adalah pengalaman subjektif dan manajemen stres tiap individu harus disesuaikan dengan kondisi mereka. Untuk mengatasi stres, berarti mengaktifkan kognitif individu dan strategi perilaku. Mereka mungkin mengarah langsung pada penyebabnya dengan menghilangkan stres secara Seta A. Wicaksana | 243 sementara atau dengan mengubah stres dengan strategi lain, seperti manajemen waktu, adaptasi gaya kerja, komunikasi tegas, dan pengaturan batasan. Strategi mengatasi stres dapat jua berfokus pada emosi individu, seperti evaluasi ulang kognitif situasi individu dan penggunaan humor, latihan relaksasi, aktivitas di luar pekerjaan, serta hobi. Individu dengan kesehatan fisik, nutrisi, dan kebiasaan yang buruk (termasuk merokok atau minum) mungkin membutuhkan perhatian, bahkan perubahan gaya hidup. Solusi ―radikal‖ yang dapat dicoba adalah berhenti dari pekerjaan yang membuat anda stres dan mencari pekerjaan yang lebih cocok. Hal ini dimungkinkan untuk mendapatkan pekerjaan lain yang lebih baik. Adapun strategi yang paling efektif adalah mengurangi beban tugas karena efek stres. Namun, persepsi individu tentang beban tugas dan performa kinerja, bergantung pada pengalaman yang pernah individu lakukan. Dengan beberapa strategi yang disebutkan untuk meminimalisir efek stres, efek tersebut dapat mengubah perspektif terkait beban tugas dan meningkatkan kinerja performa individu di masa depan. 244 | Human Factor Engineering Kesimpulan Pekerjaan ringan atau sedang tidak membebani kita dengan beban yang berat dalam kemampuan fisik. Sebaliknya, tuntutan utama dalam bekerja adalah bekerja keras dengan hati-hati dan memperhatikan detail. Oleh karena itu, banyak penderita pekerja duduk, memilih untuk menaikkan pengeluaran harian mereka dengan melakukan aktivitas rekreasi dan olahraga. Selain itu, mengukur detak jantung jua berguna sebagai indikator ketegangan kerja seseorang karena merespons keduanya, baik kerja dinamis dan beban otot statis, seperti saat menahan tubuh pada posisi tertentu. Hal ini yang menyebabkan individu mengalami kelelahan di seluruh bagian tubuh. Cara lain untuk menilai kondisi pekerjaan adalah meminta pendapat dan penilaian orang lain. Hal ini dapat dilakukan secara informal atau dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan. Banyak individu menikmati pekerjaan yang memiliki tugas beragam, baik menantang kemampuan mental dan fisik. Namun, bagi orang lain, ada daya tarik tertentu dalam suatu pekerjaan yang terdiri dari tugas yang sama atau serupa. Bagi kebanyakan orang, kinerja dan Seta A. Wicaksana | 245 kepuasan kerja yang terbaik dalam pekerjaan adalah tidak terlalu rumit atau terlalu sederhana dan memungkinkan individu mengontrol pelaksanaan tugas, pengaturan tempat kerja, dan lingkungan perusahaan. Berlanjut ke pembahasan berikut perihal stres, di mana stres adalah reaksi emosional individu pada aspek tuntutan kerja, lingkungan kerja, dan organisasi kerja. Jika tidak segera dibenahi, maka akan berefek kepada perilaku individu, baik di dalam atau di luar pekerjaan, alih-alih mencoba menyesuaikan dengan iklim perusahaan. Meski demikian, ada beberapa orang yang melakukan berbagai strategi untuk meminimalisir stres. Dengan beragam strategi yang disebutkan sebelumnya untuk meminimalisir efek stres, efek tersebut dapat mengubah perspektif terkait beban tugas dan meningkatkan kinerja performa individu di masa depan. 246 | Human Factor Engineering Daftar Pustaka Bridger, R. (2017). Introduction to human factors and ergonomics. CRC press. G. Salvendy. (2012). Handbook of Human Factors and Ergonomics (3rd Ed.) United States of America: Jhon Willey and Sons, Inc. Karwowski, W. (2005), Ergonomics and Human Factors: The Paradigms for Science, Engineering, Design, Technology, and Management of Human-Compatible Systems, Ergonomics, Vol. 48, No. 5, pp. 436–463. Lehto, M. R., & Landry, S. J. (2012). Introduction to human factors and ergonomics for engineers. Crc Press. Luthans, Fred. (2006). Perilaku Organisasi. Yogyakarta Meister, D. (1999). Sejarah Faktor Manusia dan Ergonomi. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. Salvendy, G., Ed. (1997). Handbook of Human Factor and Ergonomics. Wiley, New York. Tarwaka. (2010). Ergonomi Indusri. Surakarta: Harapan Press. Seta A. Wicaksana | 247 Zaenal, Veithzal Rival, Mansyur Ramly, Thoby Mutis, dan Willy Arafah. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan dari Teori Ke Praktik. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 248 | Human Factor Engineering Organizing and Managing Work: Work with Other, Organize and You, Night and Shift Work Seta A. Wicaksana | 249 Work with Other Pada saat bekerja sama dengan orang lain, kita dituntut untuk profesional. Hal ini dikarenakan perbedaan budaya, sikap, serta tingkah laku yang menyebabkan hubungan kerja secara profesional dibutuhkan. Hal ini dibutuhkan berdasarkan penelitian Sundari, Setyaningrum, & Permanasari (2014) yang mengatakan, hubungan profesionalisme secara tidak langsung mengukur seberapa kompetensi dan kemampuan yang dimiliki seseorang. Widodo (2017) juga mendukung pernyataan ini, di mana jika sikap profesional dimiliki oleh setiap pegawai, hal ini dapat menyebabkan banyak manfaat positif, seperti meningkatnya pelayanan, meningkatnya mutu diri dalam setiap pegawai, dan masih banyak manfaat yang dapat diperoleh jika setiap pegawai memiliki sikap profesional dan dapat diterapkan dalam setiap melakukan pekerjaan. Dengan demikian, sikap profesional perlu diterapkan oleh setiap pegawai dalam menjalankan aktivitas pekerjaan. Meski demikian, kita perlu membahas perihal definisi profesionalisme. Profesionalisme menurut KBBI (2003) mengatakan, profesionalisme berasal dari 250 | Human Factor Engineering kata ―profesional‖ yang artinya berhubungan dengan profesi yang mereka geluti dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankan bidang tersebut. Dorch (2012) mengatakan, seorang profesional adalah mereka yang ahli dalam jasa atau layanan sesuai dengan ketentuan bidang yang mereka tekuni, serta menerima gaji sebagai upah atas jasa yang mereka kerahkan. Pendapat lain menurut Zafiropoulos (2016), profesionalisme adalah demonstrasi kompetensi dan keterampilan yang terisolasi dari seorang individu dan mereka harus melakukan hal tersebut sebagai entitas yang utuh dari kemampuan mereka. Dengan demikian, profesional adalah kemampuan individu untuk menunjukkan kompetensinya, baik secara softskill dan hardskill dalam melakukan pekerjaan yang mereka tekuni. Dalam mencapai tingkat profesional dalam diri seorang pegawai, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi tingkat profesional pegawai dalam bekerja. Chamberlain, Catano, & Cunningham (2005) mengatakan, faktor yang memengaruhi sikap profesional pegawai adalah budaya organisasi. Rahimi & Agha (2013) menyatakan, tingkat profesional pegawai dipengaruhi oleh faktor kepribadian dari pegawai. Adapun pendapat lain menurut Doost, Moghadas, Momeni, & Rafiei (2016) yang mengatakan, faktor yang memengaruhi sikap profesional adalah umur dan pengalaman mereka dalam bekerja. Seta A. Wicaksana | 251 Penelitian terbaru Shakour, Yamani, & Yousefi (2018) mengatakan, faktor yang memengaruhi tingkat profesional pegawai adalah kepribadian, budaya organisasi, keahlian profesional, motivasi profesional, dan kinerja profesional. Dengan demikian, beberapa faktor yang memengaruhi kinerja karyawan secara profesional adalah kepribadian, budaya organisasi, keahlian profesional, motivasi profesional, dan kinerja profesional (pengalaman dan usia mereka bekerja). Meski pegawai dituntut untuk bersikap profesional, mereka juga perlu bisa bekerja sama dengan orang lain. Hal ini dikatakan menurut Salvendy (2012) bahwa, pegawai harus bisa beradaptasi dengan siapa mereka bekerja dan mereka bekerja atas dasar sikap profesionalitas. Bridger (2017) juga berkomentar bahwasanya, sikap profesionalitas seseorang akan dilihat berdasarkan bagaimana mereka dapat bekerja dengan orang lain. Atas dua hal ini, membuat sikap ―adaptasi‖ bekerja sama dengan orang lain diperlukan dalam bekerja. Selain itu, dalam sistem ergonomi berfokus kepada perilaku interaktif dan peran sentral dari perilaku manusia dalam interaksi mereka dalam kompleks sistem ergonomi. Salvendy (2012) mengatakan, interaksi dengan manusia menjadi kunci dalam pergerakan sistem ergonomi sebuah perusahaan. Hal ini menyebabkan interaksi akan individu di dalam perusahaan menjadi penting. 252 | Human Factor Engineering Berlanjut kepada bagian membawa konteks sosial dalam sistem kerja. Dalam pekerjaan sekali pun, konteks sosial tidak bisa dipisahkan. Salvendy (2012) mengatakan, konteks sosial erat kaitannya dengan pekerjaan. Hal ini dibuktikan dengan interaksi pegawai saat bekerja, melakukan berbagai manuver untuk kepentingan perusahaan, dan sejenisnya. Kalaupun konteks sosial mau dihilangkan dalam sistem kerja, hal itu menyebabkan dehumanisasi pada pekerjaan. Sementara, jika berlebihan maka akan menimbulkan efek buruk seperti pengurangan yang berlebih dalam sistem perusahaan, yang dapat berefek secara skala organisasi ataupun skala ekonomi nasional. Dengan demikian, harus ada penyesuaian yang seimbang dalam membawa konteks sosial dalam sistem kerja di suatu perusahaan. Berikutnya perihal Sistem Sosioteknik (SocioTechnological Systems). Sistem ini adalah sistem dalam ilmu Human Factor Engineering yang menekankan antara kebutuhan sosial dan teknologi, atau secara khusus lagi, sistem yang meningkatkan interaksi antara komponen teknis dan sosial dalam sistem kerja. Salvendy (2012) mengatakan, Sistem Sosioteknik juga dibuat dan difokuskan pada pilihan teknologi yang sesuai untuk kebutuhan sosial dan psikologis manusia dalam bekerja. Hal itu dilakukan agar dapat mengintegrasikan kebutuhan pekerja yang lebih baik Seta A. Wicaksana | 253 dan kesejahteraan pekerja pengoptimalan sistem utamanya. 254 | Human Factor Engineering sebagai kriteria Organize and You Dalam sebuah sistem di suatu perusahaan, terdapat sistem mekanisme pengaturan terutama untuk sistem kerja karyawan perusahaan. Hal ini masih berkaitan dengan topik sebelumnya, di mana dalam ilmu disiplin Human Factor Engineering dijelaskan terkait sistem sosioteknik. Sistem ini berguna untuk mendukung pemanfaatan partisipasi pekerja, terutama melalui kerja tim, sebagai strategi desain sistem kerja yang efektif. Hal ini dijelaskan menurut salvendy (2012) bahwa, penggunaan sistem sosioteknik efektif untuk pengaturan partisipasi pekerja dalam menyelesaikan pekerjaan. Dengan demikian, pemilihan sistem yang tepat dapat mengembangkan minat pegawai dalam berpartisipasi untuk menyelesaikan pekerjaan yang ada di perusahaan. Berlanjut kepada aspek partisipasi berdasarkan beberapa pendekatan atau paham dalam sistem. Salvendy (2012) mengatakan, ada 3 paham. Pahampaham itu di antaranya adalah paham manajemen klasik, di mana dalam paham ini ada 2 teori, yaitu teori manajemen ilmiah dan organisasi klasik. Kedua adalah paham manajemen perilaku. Terakhir, paham ilmu Seta A. Wicaksana | 255 manajemen, di mana ada 4 teori, yaitu manajemen kuantitatif, manajemen operasi, Total Quality Management, dan sistem informasi manajemen. Pembahasan pertama perihal paham manajemen klasik. Paham ini berinti pada bahwa pekerja hanya memiliki kebutuhan fisik dan ekonomi. Teori ini tidak memperhitungkan kebutuhan sosial atau kepuasan kerja, tetapi sebaliknya menganjurkan spesialisasi tenaga kerja, kepemimpinan terpusat dan pengambilan keputusan, dan maksimalisasi keuntungan. Dalam paham ini, ada dua teori utama, yaitu teori manajemen ilmiah dan organisasi klasik. Teori manajemen ilmiah atau “Taylorisme” berinti kepada menganalisis dan mensintesiskan alur kerja. Tujuan utama dari teori “Taylorisme” adalah untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, terutama produktivitas tenaga kerja. Teori ini merupakan salah satu teori paling awal untuk menerapkan sains pada rekayasa proses dan manajemen. Teori kedua dalam paham manajemen klasik adalah teori organisasi klasik atau ―teori awal‖, di mana teori organisasi klasik mendominasi administrasi dari awal tahun 1900 hingga tahun 1930-an dan masih relevan hingga sekarang dalam banyak teori organisasi kontemporer. Teori organisasi klasik adalah teori pertama yang berfungsi sebagai landasan teori organisasi lain setelahnya. 256 | Human Factor Engineering Berlanjut kepada paham kedua, yaitu paham manajemen perilaku. Teori manajemen perilaku sering disebut teori gerakan hubungan antar manusia dikarenakan teori ini membahas dimensi kerja manusia. Para peneliti percaya bahwa pemahaman yang lebih baik tentang perilaku manusia di tempat kerja, seperti motivasi, konflik, harapan, dan dinamika kelompok, meningkatkan produktivitas. Paham manajemen perilaku menggabungkan ilmu manajemen dengan ilmu psikologi untuk menjawab pertanyaan terhadap kebutuhan manusia. Memang kebutuhan menjadi dasar penting dalam teori manajemen perilaku karena asumsi utama teori ini adalah jika kebutuhan terpenuhi, maka manusia akan bekerja lebih efektif dan efisien. Terakhir ke paham ketiga, yaitu paham ilmu manajemen. Pendekatan ini berfokus pada penggunaan teknik kuantitatif yang ketat untuk membantu manajer atau perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya organisasi secara maksimal untuk menghasilkan barang dan jasa. Dalam teori ini, manajemen menggabungkan ilmu matematika dan statistika. Karena adanya gabungan dari kedua cabang ilmu, membuat paham ini sedikit mirip dengan paham pertama dan dapat dikatakan sebagai ―modifikasi‖ teori pertama. Dalam paham ini, terdapat 4 teori, yaitu teori manajemen kuantitatif, manajemen operasi, Total Quality Management, dan sistem informasi. Pertama Seta A. Wicaksana | 257 perihal teori manajemen kuantitatif, di mana teori ini menggunakan teknik matematika seperti pemrograman linier dan nonlinier, pemodelan, simulasi, teori antrian, dan teori chaos. Inti dari teori ini adalah untuk membantu manajer memutuskan berapa banyak persediaan yang akan disimpan pada waktu yang berbeda dalam setahun, di mana menemukan pabrik baru dibuat, dan cara terbaik untuk menginvestasikan modal keuangan organisasi. Teori kedua adalah teori manajemen operasi. Teori ini memberikan para manajer serangkaian teknik yang dapat mereka gunakan dan teori berfokus pada menganalisis aspek apa pun dari sistem produksi organisasi untuk meningkatkan efisiensi. Teori ketiga adalah teori Total Quality Management. Teori ini berfokus kepada Aspek partisipasi karyawan dalam ergonomi dapat dilihat berdasarkan pendekatan manajemen kualitas total. Total Quality Management adalah sebuah pendekatan yang mengandalkan kerja tim untuk pemecahan masalah dan implementasi perubahan terkait dengan masalah kualitas dan produksi dalam sebuah perusahaan. Terakhir, teori sistem informasi. Teori ini membantu para manajer merancang sistem informasi untuk menyediakan informasi tentang peristiwa apa saja yang terjadi di dalam organisasi, serta peristiwa apa saja yang terjadi dalam lingkungan eksternal. Hal ini dikarenakan informasi itu yang sangat penting untuk pengambilan keputusan yang efektif. 258 | Human Factor Engineering Berlanjut ke Social Centered Design. Social Centered Design didefinisikan sebagai pendekatan yang berkaitan dengan sistem variabel desain yang ―mencerminkan konstruksi sosial dan mempertahankan pandangan dunia yang mendorong dan membatasi bagaimana orang dapat dan akan bereaksi dan berinteraksi dengan sistem atau elemennya". Pendekatan ini secara spesifik dijelaskan adalah strategi yang ditujukan untuk mengisi kesenjangan antara pendekatan yang berpusat pada sistem dan pendekatan yang berpusat pada pengguna untuk pekerjaan dan desain organisasi. Hal ini dikatakan salvendy (2012) bahwa, pendekatan Social Centered Design adalah cara untuk menjembatani antara pihak secara mikro maupun makro. Dengan kata lain, pendekatan ini layaknya jembatan yang mengakomodasi mikro dan makro dalam perusahaan. Berlanjut ke bagian yang sering dialami oleh pekerja, yaitu stres. Stres adalah beban psikis yang dialami individu secara berlebihan. Salvendy (2012) mengatakan, stres sebagai proses biologis yang dipengaruhi oleh pengaruh sosial. Lingkungan (fisik dan psikososial) menghasilkan stres yang mengarah pada adaptif reaksi tubuh dengan memobilisasi energi, melawan penyakit, dan tanggapan kelangsungan hidup. Dalam stres sendiri, ada 3 tahap. Tahap pertama, adanya status alarm dari tubuh. Tubuh memobilisasi pertahanan biologis untuk melawan Seta A. Wicaksana | 259 serangan itu dari permintaan lingkungan. Tahap ini ditandai oleh produksi hormon secara tinggi, pelepasan energi, ketegangan otot, dan peningkatan detak jantung. Pada tahap ini, adaptasi proses biologis tubuh kembali menjadi normal, karena tampaknya ancaman lingkungan telah berhasil dikalahkan. Tahap kedua adalah tubuh mengambil tindakan ―kompensasi‖. ―Kompensasi‖ ini adalah istirahat. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan keseimbangan Homeostatis dalam tubuh. Tindakan kompensasi ini sering menanggung biaya fisiologis yang berat, yang akhirnya mengarah ke tahap ketiga. Pada fase ketiga dan terakhir, kelelahan, integritas fisiologis organisme masuk bahaya. Dengan demikian, stres merupakan bagian tubuh sebagai penanda akan lebih atau tidaknya manusia dalam bekerja. Berlanjut kepada faktor yang memengaruhi stres kerja. Salvendy (2012) mengatakan, faktor-faktor tersebut di antaranya adalah ada faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik seperti kapasitas mental, fisik, pengambilan keputusan, kontrol diri, genetik, dan hal-hal lain yang berkaitan secara pribadi dari individu. Sementara untuk faktor ekstrinsik adalah lingkungan kerja, sistem kerja, desain tempat kerja, pengaturan shift kerja (pagi atau malam), dan sejenisnya. Faktor-faktor ini bisa berpengaruh secara jangka pendek atau jangka panjang. Jangka pendek yang dimaksud seperti kecapaian, kelelahan, stres 260 | Human Factor Engineering yang tidak teratur bila tidak bisa mengolahnya. Sementara, jangka panjangnya dapat memicu penyakit tertentu seperti hipertensi, penekanan dalam pembuluh darah, dan sejenisnya. Dengan demikian, faktor-faktor ini patut diingat untuk antisipasi karyawan dalam bekerja di sebuah perusahaan. Kemudian, dalam buku ini terdapat ResidentCommunity-Environment atau CE. Salvendy (2012) mengatakan, Resident-Community Environment (CE) adalah sebuah sistem, di mana sistem ini merupakan sistem yang dibangun dari kebiasaan sosial komunitas, ditambah dengan konsep yang berpusat pada manusia desain komunitas. Sistem ini bertujuan untuk mencapai kesesuaian komunitas yang lebih baik dengan membuat lebih banyak institusi publik dan swasta tanggap terhadap kemampuan, kebutuhan, dan keinginan penghuni dan warga lebih responsif terhadap norma masyarakat. Dalam sistem ini, terdapat 7 prinsip, yaitu orientasi akan ―aksi‖, diikuti oleh semua orang (semua aspek kalangan), keragaman dan manajemen akan konflik keragaman, berani melakukan pembelajaran (tidak takut untuk belajar), membangun regulasi diri, umpan balik atau tanggapan yang responsif, dan meningkatkan diri serta inovasi dalam diri individu. Selain itu, terdapat 8 prinsip dalam sistem ini. 8 prinsip itu di antaranya : Seta A. Wicaksana | 261 1. Fit Principle, di mana prinsip ini menjembatani atau menyesuaikan dan menyeimbangkan berbagai budaya di dalam sebuah perusahaan. 2. Balance Principle, di mana prinsip ini kebutuhan yang diberikan harus seimbang, baik untuk tujuan dan sasaran keuangan perusahaan dengan hak sosial dan tanggung jawab sosial perusahaan pada karyawan yang bekerja di dalamnya. 3. Sharing Principle, di mana prinsip ini berfokus kepada keuntungan dua pihak. Dalam hal ini, perusahaan mendapat profit yang besar dan pengguna mendapatkan kualitas pelayanan mutu terbaik dari perusahaan. 4. Reciprocity Principle, di mana prinsip ini berfokus pada hubungan timbal-balik antara produsen dengan customer. 5. Self-regulation principle, di mana prinsip ini berfokus pada korporasi harus dipandang sebagai katalisator pengaturan diri dan pembangunan sosial ekonomi di komunitas tuan rumah. 6. Social Tracking Principle, di mana prinsip ini berfokus kepada kesadaran tentang lingkungan, proses kelembagaan, dan interaksi sosial diperlukan bagi orang dan perusahaan untuk menavigasi melalui kehidupan sehari-hari 262 | Human Factor Engineering mereka dan agar komunitas dapat menyesuaikan diri dengan dunia yang lebih luas. 7. Human Rights Principle, di mana prinsip ini berfokus kepada pemenuhan hak asasi, baik dari karyawan dalam perusahaan atau pelanggan yang membeli produk atau jasa perusahaan. 8. Partnership Principle, di mana prinsip ini berfokus kepada kemitraan di antara para pemain kunci di sistem untuk mencapai solusi yang terbaik, yaitu: korporasi, komunitas, pemerintah, karyawan, dan hubungan internasional. Dengan demikian, penjelasan di atas perihal prinsip-prinsip dalam Resident-Community-Environment (CE). Seta A. Wicaksana | 263 Night and Shift Work Bridger (2017) mengatakan, ―Night and shift work‖ merupakan sebuah sistem bekerja di mana orang bekerja dengan shift yang sama (Continual Shift) atau waktu yang biasa diulangi (Rotating Shift). Tindakan individu harus dilakukan ketika melakukan Night & Shift Work adalah beradaptasi ke dalam shift baru mereka dan jika bisa, perubahan shift yang dilakukan tidak berbeda jauh dengan jam shift yang asli. Shift work bukan hal baru. Bridger (2017) mengatakan, hal ini sudah terjadi seperti di roma lalu ketika masa industrialisasi muncul, jam kerja yang panjang menjadi hal biasa dengan team pekerja yang di mana mereka bekerja dengan periode 24 jam dengan pilihan antara 2 sesi 12 jam atau 3 sesi 8 jam shift menjadi hal yang sudah biasa. Kemudian, masuk abad ke 20, di mana bekerja 6 hari dengan shift 10 jam dikurangi. Sejak pertengahan abad ke 20, banyak pekerjaan menggunakan 8 jam per-hari selama 5 hari satu minggu. Banyak kekhawatiran mengenai efek negatif Shift Work terhadap kesehatan pekerja. Bridger (2017) mengatakan, khususnya dengan jam kerja yang tidak 264 | Human Factor Engineering bisa khususnya di malam hari yang di mana biasanya 10 hingga 12 jam, dan juga perubahan jam kerja yang di mana dapat mengarah kepada kekurangan tidur, bisa mengakibatkan masalah kesehatan khususnya, ditambah dengan panjangnya waktu bekerja dan kurang nya istirahat dan tidur untuk pekerja. Berikut beberapa hal yang dikhawatirkan dapat memengaruhi well-being pekerja, seperti :  Meningkatnya risiko kecelakaan, baik saat bekerja dan tidak bekerja  Sleep Disorder  Nervous Disorder  Gangguan dalam keluarga dan kehidupan sosial Masalah utamanya adalah psikologikal seperti pekerjaan harus dilakukan ketika tubuh seharusnya tidur dan beristirahat dan psikososial dikarenakan pekerjaan dilakukan saat seharusnya digunakan untuk berinteraksi dengan keluarga dan juga kegiatan yang menyenangkan. Jika perusahaan ingin menerapkan ―Night and Shift Work‖, berikut beberapa hal yang dapat perusahaan pertimbangkan menurut Bridger (2017), dalam menghadapi permasalahan ini, di antaranya adalah sebagai berikut :  Perusahaan memberikan flexibilitas dan pilihan untuk pekerja yang melakukan shift dengan menanyakan pekerja lebih ingin bekerja lebih Seta A. Wicaksana | 265 awal seperti di shift pagi hari atau bekerja pada shift malam hari.  Perusahaan juga harus mempertimbangkan keadaan pekerja khususnya, yang bekerja shift malam seperti menyiapkan kebutuhan yang dibutuhkan untuk pekerja shift malam. Hal ini dapat membantu mengadaptasi pekerja ke dalam mindset shift malam.  Shift malam yang permanen mungkin tidak akan menjadi efektif khususnya di ―Third World Country‖, di mana kota tersebut terhitung kota yang ramai khususnya di siang hari. Hal ini dapat memengaruhi waktu tidur untuk pekerja shift malam dan dapat mengakibatkan masalah kekurangan tidur yang kronis.  Jika ingin menerapkan sebuah shift malam harus dilihat apakah memiliki pekerja yang cukup untuk melakukan ―Rapidly Rotating Day Shift‖, sehingga setiap pekerja shift malam dapat mengakomodasi perubahan dan tidak berefek terhadap jam tidur dan ―Wakefulness‖ mereka di saat bekerja. Adapun pendapat menurut Bridger (2017) yang mengatakan, mereka menginvestigasi perbedaan performa dan kesadaran pekerja antara shift 8 jam pagi dan 12 jam malam. Mereka menemukan fakta bahwa, mereka menemukan munculnya penurunan performa 266 | Human Factor Engineering dan kesadaran pekerja di shift 12 jam malam, di mana hal itu disebabkan oleh kurangnya jam tidur dan juga meningkatnya Fatigue atau kelelahan jika dibandingkan dengan pekerja dengan shift 8 jam pagi. Sehingga, dari hasil tersebut bahwa, aktivitas yang penting seperti tidur, sebaiknya dilakukan setelah pulang shift sehingga tidak memengaruhi hasil pekerjaan khususnya, dalam shift 12 jam yang dimulai di malam hari. Pembahasan terakhir perihal perusahaan dapat memperkenalkan ―Boost Break‖. ―Boost Break‖ merupakan kebebasan untuk pekerja untuk berbaring atau tidur sebentar untuk 1 jam dalam shift kerja. Bridger (2017) mengatakan, ada penelitian yang meneliti hal tersebut dan menemukan bahwa, dengan adanya ―Boost Break‖ khususnya kepada shift malam. Hal ini dapat meningkatkan performa dalam tugastugas yang simpel, mengurangi rasa ngantuk, bahkan, ketika mereka selesai shift malamnya di pagi hari, ―Boost Break‖ ini tidak mengganggu Recovery Sleep atau tidur yang dibutuhkan setelah shift berakhir. Ada beberapa cara untuk mempermudah kerja bagi karyawan shift malam. Bridger (2017) mengatakan, ada beberapa cara perusahaan mempermudah pekerja shift malam. Beberapa cara di antaranya adalah perusahaan menyiapkan sebuah tempat kerja dengan cahaya yang tinggi. Hal ini agar mengurangi produksi Hormon Melatonin, di mana Seta A. Wicaksana | 267 dapat menyebabkan rasa kantuk. Setelah hal itu telah dilakukan, ditambahkan stimulus tambahan dari lingkungan kerja seperti menyiapkan musik, cemilan, dan minuman yang memiliki kafein seperti, kopi atau minuman energi. Selain itu, perlu adanya interaksi di antara para pekerja. Tidak lupa pula, bagaimana pekerja perlu mengubah beberapa hal dalam diri mereka, seperti mengubah Biological Clock atau jam tidur mereka, mendapatkan tidur yang cukup, dan menjaga hubungan sosial, serta interaksi dengan keluarga. Contoh cara agar tidak mengganggu siklus tidur adalah tidur setelah shift malam selesai di siang hari dan saat waktu untuk tidur, disarankan tanpa adanya gangguan suara. Selain itu, pekerja shift malam harus memberikan pemahaman kepada keluarga dan teman akan kondisi diri mereka bahwa, mereka membutuhkan istirahat karena aktivitas kerja di jam malam. 268 | Human Factor Engineering Daftar Pustaka Bridger, R. S. (2017). Introduction to Human Factors and Ergonomics (Fourth Edition), USA : CRC Press Chamberlain, T. C., Catano, V., & Cunningham, D. P. (2005). Personality as a Predictor of Professional Behavior in Dental School: Comparisons with Dental Practitioners. Journal of Dental Educatio, 69(11), 1222-37. Doost, F. H., Moghadas, T., Momeni, M., & Rafiei, H. (2016). Factors Influencing Professionalism: A Cross Sectional Study among Iranian Registered Nurses. Journal of Nursing and Health Science, 5(3), 47-49. Dorch, P. (2012). Professionalism: New Rules For Workplace Career Success (Ed.,1st). USA : EXECU DRESS. Kbbi. (2003). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru : Dilengkapi Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (Ed.,1st). Surabaya : Penerbit Amelia Rahimi, H., & Agha, B. R. (2013). Quarterly of Education Strategies in Medical Sciences : Relationship between Seta A. Wicaksana | 269 organizational culture and professional ethic: faculty members of Kashan University, 6(2), 61-67. Sundari, S., Setyaningrum, R. M., & Permanasari, R. (2014). Model Hubungan Kompetensi, Profesionalisme, dan Kinerja Dosen. Jurnal Bisnis, Manajemen & Perbankan, 1(2),157-174. Widodo, E. S. (2017). Profesionalisme Kerja dan Kualitas Pelayana PT POS INDONESIA. Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik, 4(1), 39-49. Zafiropoulos, G. (2016). Professionalism: An attempt to measure definition and understanding. International Journal of Medicine and Medical Sciences, 8(5), 51-61. 270 | Human Factor Engineering Human Engineering: Designing The Home Seta A. Wicaksana | 271 Latar Belakang Tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan setiap keluarga bahkan manusia. Rumah idaman dengan berbagai tipe bentuk dimulai dari desain rumah modern, sederhana, sampai dengan desain rumah minimalis banyak diminati oleh setiap orang sekarang. Dan banyak orang pula yang dapat mendesain sendiri sketsa rumah idaman yang ingin dibuat. Rumah atau tempat tinggal mempunyai arti, yaitu sebagai tempat tinggal dan tempat usaha tentu punya konsekuensi tersendiri. Prinsip utama yang harus diperhatikan dalam mensketsa rumah dengan taman di dalam rumah adalah faktor kenyamanan. Kenyamanan sendiri adalah hal paling penting dan utama dimiliki oleh sebuah hunian dengan 2 fungsi berbeda, sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat ketengangan bagi yang menempatinya. Kemudian, ada faktor lain selain dari kenyamanan yang sangat penting dan juga harus memperhatikan, yaitu sirkulasi penghuni rumah. Denah rumah sebaiknya direncanakan sebaik mungkin agar akses antara rumah (sebagai hunian yang bersifat privat) dan ruang rekreasi dapat seimbang. Sirkulasi 272 | Human Factor Engineering penghuni juga penting diperhatikan untuk memastikan fungsi dari area private (rumah) dan area taman tidak menjadi satu. Rumah yang direncanakan dengan baik sebelumnya, pastinya tidak akan menghamburkan dana yang berlebihan akibat kesalahan bangunan yang tidak terencana dengan baik. Ketepatan dalam menciptakan desain rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal untuk semua orang. Sejak awal keberadaannya, seluruh manusia di bumi ini memerlukan suatu tempat untuk bernaung maupun berlindung, baik yang bersifat tetap maupun sementara. Pada zaman dahulu, sekali pun cara berpikir manusia masih sangat primitif, manusia sudah berupaya memiliki suatu tempat tinggal. Sebenarnya, tempat apa pun yang dapat digunakan untuk bernaung dan berlindung bagi manusia dapat dikatakan sebagai tempat tinggal. Akan tetapi, tempat tersebut sudah seharusnya memenuhi kriteria-kriteria tertentu sebagai tempat tinggal yang layak. Tempat tinggal atau dapat dikatakan sebagai hunian ada banyak macamnya. Jenis tempat tinggal yang paling umum di antara sekian banyak adalah rumah. Tempat tinggal, yang dalam konteks ini adalah oleh semua orang di samping sandang dan pangan. Rumah merupakan suatu tempat di mana seseorang, keluarga, atau sekelompok orang tinggal atau menghabiskan banyak waktu mereka, atau di mana seseorang merasa Seta A. Wicaksana | 273 nyaman dan aman. Fungsi rumah tinggal tidak hanya sekadar untuk berlindung dari segala gangguan alam dan iklim, akan tetapi juga untuk berkarya dan mengembangkan kreatifitas serta profesi. 274 | Human Factor Engineering Desain Rumah Desain rumah yang berbeda menyediakan tempat berteduh yang disesuaikan dengan perubahan iklim atau cuaca, penghuni rumah membuat asumsi yang berbeda tentang kenyamanan desain rumah dan privasi. Tidak ada jenis rumah yang benar dari sudut pandang ergonomis, sebaliknya ada banyak solusi yang baik, bergantung pada iklim atau cuaca, ketersediaan bahan, dan harapan masyarakat. Berikut akan membahas desain rumah sebagian besar konsepnya untuk membuat hidup mudah dan aman yang tumbuh dari sebuah kebiasaan awalnya dikembangkan di Eropa dan mencerminkan tradisi arsitektur, harapan, dan gaya hidup. Iklim, kondisi kehidupan, dan adat istiadat sangat berbeda di banyak daerah dan budaya. Tujuan utama memiliki rumah adalah untuk berlindung dalam fitur lingkungan yang tidak menyenangkan. Dengan pencapaian ini, atribut lain muncul termasuk privasi, keamanan, kenyamanan, kemudahan, kesenangan, dan estetika. Berbeda penduduk cenderung memiliki pendapat yang berbeda tentang pentingnya atribut ini, tetapi dari Seta A. Wicaksana | 275 sudut ergonomis jika dilihat, kegunaan desain rumah memang sangat penting. Untuk orang muda dan sehat, desain yang agak tidak biasa mungkin cukup menarik, misalnya tangga spiral dan loteng, tetapi sebaliknya fitur seperti itu mungkin sulit digunakan dan sulit untuk dipelihara, bahkan berbahaya bagi wanita hamil, anak-anak, untuk orang tua dan orang cacat. • Melindungi Anak Kebanyakan rumah berfungsi, biasanya selama bertahun-tahun, sebagai tempat berlindung yang aman untuk anak-anak dan ibu mereka. Ini membutuhkan desain interior agar ramah anak, sebagian besar dalam hal keamanan anak muda. Contoh melindungi anak adalah tidak ada tangga, atau setidaknya memblokirnya; tidak ada yang menonjol benda keras dan tajam; menghindari barang panas yang dapat membakar kulit, seperti permukaan kompor di dapur, atau air panas mendidih. Semua tindakan yang membuat rumah aman untuk semua orang lain. • Desain untuk Kehamilan Selama kehamilan, banyak tugas sehari-hari menjadi lebih sulit bagi calon ibu. Sebagian besar kesulitan berasal dari jangkauan dan mobilitas yang berkurang, sering kali terkait dengan nyeri punggung. Karena 276 | Human Factor Engineering bertambahnya besar batang dengan kehamilan, bendabenda di tanah di dekat kaki sulit dilihat, dan tersandung serta jatuh dikhawatirkan bahaya, terutama jika rasa keseimbangan terpengaruh. Sering buang air kecil adalah gejala umum kehamilan, yang membutuhkan akses mudah ke toilet dan kamar kecil. Dengan bertambahnya usia kehamilan, secara umum terjadi penurunan kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang membutuhkan pengerahan tenaga yang besar, meluas dalam waktu lama, dan melibatkan banyak mobilitas, semacamnya sebagai pembengkokan rendah dan jangkauan jauh. Seta A. Wicaksana | 277 Merancang untuk Kebutuhan Orang Cacat dan Lanjut Usia Selama penyakit penduduk atau penyembuhan dari cedera, rumah berfungsi sebagai fasilitas sementara, yang mungkin harus menampung kursi roda, bahkan mungkin brankar. Penggunaan seperti itu membuat tata letak yang cermat dan desain detail menjadi sangat penting, terutama kamar tidur, toilet dan kamar mandi, dan lorong-lorong. Fitur desain yang digabungkan dengan hati-hati yang sama juga mengakomodasi tanggal penuaan penghuni yang kehilangan sebagian dari fisik dan kemampuan mental yang mereka miliki di tahun-tahun muda. Melanjutkan hidup di rumah sendiri memiliki keuntungan besar karena berada di sebuah familiar pengaturan dengan semua implikasi fisik dan emosionalnya. Ini termasuk merasa di rumah, merasa nyaman, menikmati privasi, dan memiliki kepuasan atas kemandirian dan kemandirian. 278 | Human Factor Engineering Akses, Jalan Setapak, dan Tangga Di Amerika Serikat, mungkin rumah paling terkenal secara tegas dibangun untuk digunakan oleh orang dengan mobilitas terbatas adalah Top Pondok di Hyde Park, New York, yang oleh Presiden Franklin Roosevelt dirancang untuk mengakomodasi dirinya sendiri di kursi roda. Untungnya, kebanyakan orang dapat berjalan dengan bebas, tetapi merancang rumah bagi pengguna kursi roda tentunya akan membuatnya nyaman untuk setiap penduduk, bahkan jika cacat, termasuk orang lanjut usia yang tidak lagi gesit dan kuat seperti di masa muda mereka. Jadi, kursi roda (nyata atau imajiner) adalah instrumen yang baik untuk menilai kesesuaian lorong. Jalan menuju dan dari tempat tinggal dan di dalamnya harus aman dan nyaman digunakan bahkan untuk orang yang lemah. Permukaan jalan harus datar, tanpa pembatas seperti tangga atau ambang batas, dan sebaiknya tidak miring. Seta A. Wicaksana | 279 Dapur Dapur adalah salah satu yang paling sering digunakan dan penting ruangan rumah untuk banyak orang. Ini sering kali merupakan pertemuan ruangan, tempat sosial, dan pusat komunikasi dan pesan. Padahal pada dasarnya itu adalah tempat untuk menyiapkan, menyajikan, dan menyimpan makanan. Banyak konsep desain mengikuti gagasan "segitiga kerja". Sudut-sudutnya adalah tiga bidang kegiatan utama: penyimpanan (lemari es, lemari, dan sejenisnya), penyiapan (pembakar gas atau listrik, oven konvensional atau microwave, pembuat kopi atau teh), dan pembersihan (bak cuci piring, mesin cuci piring, pembuangan sampah). Beberapa prinsip faktor manusia klasik, ditambah dengan temuan ergonomis yang lebih baru dan perubahan dengan cara hidup baru, berlaku untuk desain dapur. 280 | Human Factor Engineering Kamar Tidur, Kamar Mandi, dan Toilet Sebagian besar dari kita tinggal sekitar sepertiga hari di kamar tidur, dan orang yang lemah atau sakit menghabiskan lebih banyak waktu di dalamnya. Oleh karena itu, memang demikian penting untuk memperhatikan fitur ergonomisnya. Tempat tidur harus pada ketinggian yang membuat berbaring dan bangun nyaman. Kamar tidur harus cukup luas untuk memungkinkan bermanuver ruang. Ini harus menyediakan rak dan gantung yang mudah dijangkau untuk pakaian, linen, dan tempat tidur. Ini harus berisi akses langsung penyimpanan perbekalan medis. Ini harus memungkinkan akses darurat dan memiliki pintu keluar darurat. Biasanya, kamar tidur harus memberikan privasi dan berada di dekat kamar mandi. Kamar mandi layak mendapat perhatian ergonomis khusus karena mereka penting untuk hidup sehat. Perlengkapan dasar termasuk bak mandi dan/atau pancuran, wastafel, dan toilet. Selain itu, kamar mandi biasanya berisi fasilitas penyimpanan perlengkapan mandi, handuk, dan perlengkapan lainnya. Orang dan penyandang disabilitas, memiliki masalah utamanya Seta A. Wicaksana | 281 adalah pada pintu sempit dan ruang sempit sehingga pengguna yang membutuhkan tongkat, pejalan kaki, dan terutama kursi roda merasa sulit untuk bergerak. Bak mandi dan pancuran, dua area utama untuk pembersihan seluruh tubuh, adalah tempat terjadinya banyak kecelakaan. Paling berbahaya berasal dari licinnya permukaan basah yang menempel pada kulit, termasuk kaki telanjang. Yang paling berbahaya adalah bathtub dengan permukaan licin miring. Muncul dari itu dan melangkahinya, sisi tinggi tidak mudah bagi kebanyakan orang dan sangat sulit untuk orang-orang yang memiliki kekurangan keseimbangan dan mobilitas. Layak pegangan tangan dan pegangan tangan yang mudah dijangkau bisa sangat membantu saat masuk dan keluar. Desain walk-in tanpa bingkai biasanya membutuhkan lebih banyak ruang lantai solusi terbaik untuk pengguna kursi roda. Penggunaan gagang pengontrol untuk air panas dan dingin sering kali sulit dilakukan bagi orang yang mengalami gangguan, terutama jika mereka harus menjangkau melintasi bak mandi atau baskom mandi untuk mengaksesnya. Dalam beberapa pengaturan, kedua kontrol untuk air panas dan dingin bergerak searah sementara pada desain lain, keran berputar berlawanan arah; standarisasi solusi rekayasa manusia akan menjadi menguntungkan. Untuk mencegah panas, menyesuaikan secara termostatis suhu air adalah 282 | Human Factor Engineering solusi ergonomis yang baik, sangat membantu semua pengguna. Ketinggian wastafel yang tepat itu penting. Selain itu, keran dan outlet besar seharusnya tidak mengurangi kegunaan area terbuka dari wastafel. Di seluruh dunia, adat istiadat dan instalasi berbeda berlaku untuk desain yang digunakan untuk menghilangkan makanan limbah sekaligus menjaga kebersihan tubuh. Kebersihan pribadi sistem seperti pancuran air yang dipasang di toilet usus bisa sangat membantu. Pencahayaan, pemanas, dan pendinginan Windows penting bagi banyak orang: tidak hanya mereka mengirimkan cahaya ke bagian dalam rumah, tetapi mereka juga menyediakan hubungan visual dan emosional dengan luar. Lampu otomatis disarankan di lorong, kamar mandi, dan kamar tidur. Sakelar manual dan semua kontrol lainnya juga sebagai outlet listrik harus ditempatkan pada ketinggian sekitar pinggul, jadi bahwa orang yang berdiri dan duduk dapat menjangkau mereka secara alami. Mereka harus mudah dioperasikan, paling baik dengan dorongan sederhana dan tidak membutuhkan jari yang bagus. Rumah-rumah makmur biasanya memiliki sistem pemanas berbahan bakar listrik atau gas, yang disebut AC atau pengatur suhu dikombinasikan dengan fitur untuk mendinginkan dan mengatur kelembapan. Pengaturan otomatis untuk pengatur suhu sangat diinginkan karena mereka tidak membutuhkan Seta A. Wicaksana | 283 penilaian, keputusan, atau tindakan oleh orang tersebut. Banyak orang lebih menyukai sistem pemanas lantai dengan seragamnya kehangatan pada pengaturan udara paksa yang sering berangin dan keras, umum di Amerika Utara. 284 | Human Factor Engineering Kantor pusat Teknologi kerja baru biasanya membawa perubahan dalam pekerjaan praktik. Contoh yang mencolok adalah kemunculan baru-baru ini "Kantor Instan": komputer nirkabel dan portabel, ditempatkan di pangkuan atau genggam, bahkan dipasang di pergelangan tangan, dan terutama ponsel memungkinkan kami untuk berkomunikasi dan menulis serta merekam di mana saja termasuk, tentu saja, rumah kita. Kantor rumah seperti itu bisa menjadi sebuah kutukan jika mereka mengikat kita terus menerus untuk bekerja, atau mereka bisa menjadi berkah ketika kita tidak harus menghabiskan waktu bekerja di bilik kecil di dalam kantor. Namun, sebaliknya, dapat mengikuti pekerjaan kita sendiri jadwal sambil memeriksa anak-anak kita. Pekerjaan komputer di rumah sering kali dimulai dengan penggunaan sesekali meja dapur, ruang di ruang kerja, atau ruang cadangan di rumah, untuk berbicara dengan kolega dan pelanggan, menulis surat dan memo, membuat brosur dan artikel, menggambar dan menemukan, memesan barang, dan mengirim tagihan. Semakin sering dan intensif bekerja di rumah, Seta A. Wicaksana | 285 semakin penting menerapkan pemikiran ergonomis ke dalam tata letak rumah kantor. Dimana pun kantor tempat kerja, file prinsip rekayasa manusia yang sama berlaku. Sediakan yang berikut ini: 1. Furnitur yang nyaman mendukung gerakan tubuh dan postur tubuh 2. Alat dan perlengkapan kerja yang memudahkan pelaksanaan tugas tanpa membebani kemampuan manusia, terutama terkait gerakan berulang 3. Pencahayaan di tempat kerja yang sesuai untuk tugas, yang tidak menghasilkan silau langsung atau tidak langsung 4. Iklim termal dan lingkungan akustik yang sesuai 5. Lingkungan kerja yang nyaman dan menarik Saat mengatur kantor rumah kami, kami dapat membuang pemberat kebiasaan lama dan konvensi tentang bagaimana duduk di tempat kerja yang mengatur kami di kantor perusahaan. Jika Anda mulai bekerja di kantor rumah Anda selama berjam-jam, Anda harus sangat sadar akan kondisi di sana: pada prinsipnya, untuk kantor pusat. Jadi, lengkapi kantor Anda dengan furnitur yang dipilih dengan cermat, di mana komponen workstation saling cocok baik dan, yang terpenting, cocok untuk Anda. Duduklah di kursi kantor yang nyaman. Mungkin Anda ingin bekerja 286 | Human Factor Engineering berdiri, setidaknya saat Anda membuat catatan atau melakukan panggilan telepon, misalnya. Beberapa orang berjalan di atas treadmill atau mengendarai sepeda statis kerja. Ini adalah ruang kerja Anda sendiri, yang Anda gabungkan kenyamanan dan kemudahan Anda dalam bekerja, dan itu tidak harus serupa untuk penyiapan orang lain, juga tidak harus mahal, karena beberapa furniture sederhana yang beredar di pasaran didesain dengan baik. Seta A. Wicaksana | 287 Produk Rumah Tangga Produk yang dirancang dengan baik adalah produk yang mengurangi risiko cedera. Biasanya ini tercapai dengan merancang bahayanya. Sayangnya, tidak selalu mungkin menghilangkan bahaya tanpa mengorbankan fungsi atau kinerja produk, seperti halnya banyak bahan kimia rumah tangga. Untuk memastikan keamanan pengguna, orang dapat berasumsi bahwa paket yang efektif harus tidak hanya memungkinkan pengguna untuk mengidentifikasi konten dengan benar sebelum menggunakannya, tetapi juga untuk berkomunikasi, melalui isyarat visual, makna dan fungsi produk (Radford, 2007). Umumnya, label peringatan digunakan untuk menginformasikan pengguna dan meningkatkan keselamatan mereka. Namun, orang tidak selalu mencari atau membaca beberapa paket memiliki dimensi kecil yang membuatnya sulit untuk menempatkan semua informasi yang diperlukan pada label peringatan. Norman (2010) menyatakan bahwa, ketika pengguna gagal memperhatikan kemampuan, desainer harus menambahkan tanda-tanda 288 | Human Factor Engineering keberadaannya yang terlihat dengan apa yang dia sebut penanda. Dengan kata lain, penanda membuat keterjangkauan lebih menonjol. Untuk mempromosikan tindakan yang lebih aman, strategi komunikasi yang lebih baik antara pengguna dan paket harus diterapkan untuk menginduksi persepsi bahaya yang benar. Dalam konteks ini, tujuannya adalah untuk memeriksa pengaruh bentuk paket pada persepsi terkait bahaya (yaitu, tingkat bahaya konten dan kesadaran akan konsekuensi). Memberi tahu pengguna tentang tingkat bahaya yang benar terkait dengan produk berbahaya bisa jadi salah satu tindakan terpenting untuk membantu mempromosikan keselamatan. Melalui manipulasi berbeda bentuk fitur, desainer mungkin melemahkan atau memperkuat penanda yang mengubah tindakan yang diinginkan. Seta A. Wicaksana | 289 Kesimpulan Menata sebuah bangunan hunian menjadi salah satu tugas manusia. Adanya sebuah desain pada rumah dan berbagai furniture di dalamnya dibuat untuk menyesuaikan kebutuhan konsumen. Orang–orang harus berpikir bahwa desine prosedur modern dan teknik banguan menggabungkan pada tingkat dasar sebuah pengetahuan tentang bagaimana menata rumah untuk mengakomodasi penghuninya dalam hal kemudahan dan keamanan. Dalam materi ini sudah banyak memberikan saran tentang cara mendesain sebuah rumah yang cocok untuk wanita hamil, lansian disabilitas dan anak-anak. Dan juga merangkum sebagian besar informasi ergonomis dan menerapkannya terutama pada topik akses, jalan setapak, tangga, dan tangga; penerangan, pemanas dan pendingin; dan kamar-kamar yang sangat penting, yaitu dapur, kamar tidur, serta kamar mandi dan toilet. Dengan semakin banyaknya pekerjaan komputer yang dilakukan dari rumah, tata letak kantor rumah menjadi penting bagi banyak orang terkait dengan kesejahteraan dan kinerja kerja mereka. 290 | Human Factor Engineering Daftar Pustaka KARL H.E. KROEMER, Fitting the Human INTRODUCTION TO ERGONOMICS /HUMAN FACTORS ENGINEERING. Kroemer, K.H.E. (2017). Fitting the Human: Introduction to Ergonomics/Human Factors Engineering Seventh Edition. Taylor & Francis Group, LLC Marcelo M. Soares & Francisco Rebelo, Ergonomics In Design Methods & Techniques, CRC Press. Norman, D. A. 2010. Living with Complexity. Signals. London: The MIT Press. Radford, S. K. 2007. Have You Seen the New Model? Visual Design and Product Newness. University of Missouri, Colombia. Seta A. Wicaksana | 291 Human Engineering: Designing Office 292 | Human Factor Engineering Dalam membangun sebuah tempat kerja, tentunya diperlukan beberapa hal dalam mendesain tempat kerja. Hal itu bukan tanpa sebab dikarenakan menurut Salvendy (2012), desain tempat kerja yang memadai dapat membuat pekerja leluasa bergerak dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan. Kroemer (2017) juga berpendapat bahwasanya, desain tempat kerja terkadang menjadi faktor remeh, tetapi akan berakibat buruk dan berefek jangka panjang bila tidak segera dibenahi. Dengan demikian, desain tempat kerja patut menjadi problematika di berbagai perusahaan, baik tingkat menengah kecil hingga multi internasional. Akan tetapi, apakah yang menjadi permasalahan dalam desain tempat kerja. Kroemer (2017) berujar, setidaknya ada beberapa yang menjadi permasalahan desain tempat kerja saat ini, di antaranya ialah : Jarak Tempat Kerja Kroemer (2017) mengatakan, jarak tempat kerja menjadi permasalahan klasik dalam membangun sebuah desain tempat kerja. Kita tentu sering lihat, baik secara tidak sadar atau sadar tentang jarak tempat kerja yang tidak memadai. Contohnya adalah saat tukang potong baja yang tempat kerjanya berdampingan dengan tabung gas atau pemotongan kayu yang sangat berdekatan dengan pemotong kayu. Seta A. Wicaksana | 293 Contoh itu adalah rangkaian dari beberapa sekelumit fenomena betapa tidak idealnya tempat kerja pekerja. Alat Kerja yang Kurang Memadai Kroemer (2017) menjelaskan, alat yang menjadi penopang karyawan sangat penting dalam bekerja. Kita bisa ambil contoh tukang kayu dengan gergaji, serta alat lainnya. Namun, bila peralatan tersebut usang atau tidak pernah diperbaiki, maka akan mengganggu kinerja pekerja dalam bekerja. Salvendy (2012) juga setuju dan berujar, karyawan, tukang, atau profesi lainnya, bergantung dengan alat pembantu untuk memudahkan tugas mereka. Jika alat penunjang tidak dibenahi atau diperbaiki, maka akan muncul kasus kecelakaan kerja yang tidak diinginkan. Pencahayaan Ruangan Tempat Kerja Dalam hal ini, seperti yang sudah disinggung di subbab sebelumnya perihal cahaya, pencahayaan sangat penting untuk menerangi atau membantu penglihatan pekerja dalam bekerja. Hal ini disampaikan pula menurut Kroemer (2017) bahwa, pencahayaan yang cukup jua diperlukan demi mendukung kinerja pekerja. Salvendy (2012) juga berkomentar bahwa, individu dengan penerangan yang kurang memadai, akan terganggu dalam menjalankan tugasnya. Hal itu 294 | Human Factor Engineering berlaku sebaliknya bilamana, penerangan terlalu terang. Maka hal tersebut, dapat menyilaukan pandangan saat bekerja. Bridger (2017) mengusulkan bahwa, penerangan harus disesuaikan dengan keperluan individu bila bekerja sendiri dan keperluan sosial, bila sedang bekerja di tempat kerja. Dengan demikian, hal tersebut tidak menjadi permasalahan yang dapat mengganggu aktivitas individu dalam bekerja. Perubahan Iklim Tempat Kerja Pernahkah anda saat bekerja, mengalami suasana panas dalam sebuah ruangan? Apakah anda merasa gerah dan tidak betah untuk bekerja atau justru anda keluar dari ruangan tersebut untuk mencari udara segar agar keringat anda sedikit berkurang? Hal itulah yang terkadang atau sering menjadi permasalahan dalam mendesain tempat kerja. Dalam hal ini, ketika iklim tempat kerja berubah, maka akan memengaruhi, minimal suasana pekerja dalam bekerja. Kroemer (2017) mengatakan, iklim yang kurang mendukung jua mengganggu kinerja pekerja. Hal ini didukung Salvendy (2012) bahwa, iklim tempat kerja yang kurang memadai, akan mengganggu pekerja dalam menjalankan tugas. Bridger (2017) juga berpendapat, iklim yang ekstrim justru membuat orang menjadi tidak nyaman dalam bekerja. Oleh karena itu, Seta A. Wicaksana | 295 permasalahan ini harus diperhatikan oleh para perusahaan. Tempat Duduk Tempat duduk yang kurang memadai juga membatasi performa kinerja pekerja. Kroemer (2017) mengatakan bahwa, tempat duduk yang tidak memadai, dapat mengganggu kinerja pekerja. Salvendy (2012) berpendapat bahwa, ada beberapa kursi tertentu yang dibuat dan kursi itu dibangun demi memberikan kenyamanan dalam bekerja para pekerja, baik karyawan maupun para atasan. Bridger (2017) mendukung pendapat Salvendy dan berujar bahwa, dengan adanya tempat duduk yang sesuai dengan ukuran proporsi tubuh, dapat mendukung kinerja performa pekerja dalam bekerja. Penyimpanan Arsip atau Barang Kantor Dalam hal ini, penyimpanan arsip yang tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat memberikan efektivitas dalam penyerahan dokumen kepada pekerja lain atau kepada atasan. Kroemer (2017) berkata, dengan penyimpanan berkas yang kurang memadai, akan membuat kinerja pegawai menurun dan justru, pekerja harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menaruh arsip tersebut. Salvendy (2012) 296 | Human Factor Engineering berpendapat, dengan penyimpanan arsip yang mudah ditaruh, pekerja tidak akan membutuhkan tenaga ekstra dalam menaruh arsip tersebut. Oleh karena itu, dibuatlah pedoman dalam mengatur desain tempat kerja yang memadai. Kroemer (2017) menjelaskan, beberapa pedoman tersebut di antaranya adalah : Usahakan Jarak tempat kerja dari pekerja lain adalah 4-5 meter. Hal ini berdasarkan jarak minimum manusia dalam bersosialisasi. Kroemer (2017) menjelaskan, dengan jarak 4-5 meter, maka individu tidak merasa sempit atau lebar dalam berlalu lalang atau takut menerobos jarak privasi individu. Gunakan alat kerja yang sesuai dengan proporsi tubuh pekerja. Kroemer (2017) menjelaskan, dengan alat kerja yang sesuai dengan tangan atau baju yang sesuai dengan badan pekerja, maka memberikan efek kesesuaian dan kenyamanan pekerja dalam bekerja. Gunakan Pencahayaan yang cukup. Hal ini berdasarkan Kroemer (2017) bahwa, dengan pencahayaan yang sesuai, dapat menstimulasi pekerja untuk bekerja. Untuk ukuran normal pencahayaan, gunakan daya listrik perkantoran dan industri kecil sampai industri menengah sebesar 630 KVA, per 3 Phasa dan untuk perusahaan besar, bisa menggunakan daya di atas data tersebut sesuai kebutuhan perusahaan. Seta A. Wicaksana | 297 Iklim yang minimum sesuai perkantoran. Umumnya, iklim yang normal untuk tempat kerja adalah 22-25 derajat celcius. Kroemer (2017) mengatakan, dengan penyesuaian iklim yang memadai, pekerja tidak akan terganggu dalam bekerja. Tempat duduk yang proporsional. Secara spesifik, tempat duduk dapat diatur ketinggiannya, ada sandaran kaki, dan sesuai dengan tulang belakang secara ergonomis. Kroemer (2017) mengatakan, setiap orang memiliki cara duduk yang berbeda, sehingga tempat duduk harus bisa disesuaikan sesuai cara duduk individu. Dengan demikian, hal tersebut dapat meningkatkan performa kinerja pekerja. Tempat penyimpanan yang bertingkat. Hal ini diperlukan agar, bagi pekerja dengan ukuran yang bervariasi, dapat menyimpan arsip tersebut dengan mudah. Kroemer (2017) mengatakan, dengan penyimpanan yang bertingkat, dapat memudahkan pekerjaan pekerja dalam bekerja. 298 | Human Factor Engineering Kesimpulan Dengan menyesuaikan desain tempat kerja, hal ini dapat memengaruhi aspek kinerja individu. Hal ini bukan tanpa alasan. Kroemer (2017) mengatakan, dengan memenuhi desain tempat kerja yang memadai, dapat memengaruhi suasana hari hingga kinerja performa pekerja. Salvendy (2012) berpendapat bahwa, membuat desain tempat kerja yang sesuai, dapat meningkatkan perasaan pekerja dalam menjalankan pekerjaan yang diberikan. Bridger (2017) berpendapat, dengan adanya tempat kerja yang efisien, membuat pekerja di kantor menjadi nyaman dalam bekerja. Jika desain tempat kerja tidak didesain dengan efisien, justru akan membuat ketidaknyamanan dalam menjalankan pekerjaan. Dengan demikian, desain tempat kerja menjadi salah satu usulan penting demi menciptakan kinerja performa pekerja yang meningkat, baik secara kualitas maupun kuantitas. Seta A. Wicaksana | 299 Daftar Pustaka Bridger, R. S. (2017). Introduction to Human Factors and Ergonomics (Fourth Edition), USA : CRC Press. Kroemer, K. H. E. (2017). Fitting the Human : INTRODUCTION TO ERGONOMICS /HUMAN FACTORS ENGINEERING (Ed., 7th). USA : CRC Press. Salvendy, G. (2012). Handbook of Human Factors and Ergonomics (Ed.,4th), USA : JOHN WILEY & SONS, INC. 300 | Human Factor Engineering Human Engineering: Computer Design Seta A. Wicaksana | 301 Latar Belakang Hanya dalam beberapa dekade, komputer menjadi pekerjaan penting alat, gadget rekreasi yang banyak digunakan, dan mainan dari berbagai jenis. Teknologi komputer membuat interaksi jarak jauh menjadi mudah. Sebagian besar komunikasi bisnis, yang sebelumnya dilakukan melalui surat dan telepon, sekarang nirkabel. Komputer membuka dunia untuk banyak orang, terutama mereka yang sakit atau lanjut usia, yang akan merasa tertutup, elektronik memungkinkan mereka untuk berkomunikasi langsung dengan orang lain, untuk berbelanja dan bank, untuk mendapatkan berita. Internet memberikan banyak informasi kepada siapa saja hanya dengan beberapa goresan kunci. Namun, bahkan keyboard komputer saat ini tidak baik manusia-direkayasa, tetapi sebaliknya, masih mengikuti pada dasarnya. Desain mesin ketik 1878, meskipun sekarang sering diminimalkan. Tata letak QWERTY membuat keying tidak perlu sulit dan memakan waktu dan bahkan dapat menyebabkan cedera berulang pada tangan dan lengan keyers. Selama lebih dari satu abad, penemu telah membuat 302 | Human Factor Engineering banyak proposal untuk perangkat baru tombol dan keyboard dari desain mesin ketik lama, tetapi sejauh ini tidak ada solusi baru yang berhasil. Selama lebih dari satu abad, penemu telah membuat banyak proposal untuk perangkat baru tombol dan keyboard dari desain mesin ketik lama, tetapi sejauh ini tidak ada solusi baru yang berhasil. Di sini membahas aspek ergonomis komputer desain dan operasi dan mendapatkan saran untuk desain yang lebih baik dan ramah pengguna. Ulasan ini menunjukkan proses penyelesaian yang khas masalah teknis, dimulai dengan desain yang hampir tidak dapat dikerjakan, kemudian meningkatkannya secara bertahap dan pada akhirnya, mencari solusi yang pada dasarnya berbeda, benar-benar baik. Seta A. Wicaksana | 303 Tinjauan Teori 1. Sholes’ “Typewriting Machine” With Its QWERTY Keyboard Sepanjang tahun 1800-an, banyak penemu mengusulkan berbagai perangkat tipografi tempat manipulasi perangkat input (biasanya dengan tombol semacam itu) yang dihasilkan jejak huruf di atas kertas. Mengingat teknologi yang tersedia pada saat itu, jeroan mesin-mesin penulisan jenis ini mengandalkan pengaturan tuas mekanis yang kompleks. Rupanya, yang mengesampingkan tantangan teknis adalah menemukan mekanisme yang dapat dikerjakan, sehingga penemu mesin ini tampaknya telah memberikan sedikit perhatian kegunaan sisi input, desain kunci dan pengaturan. Paten 1876 berikut (182.511) dan empat paten pertama dari 1878 semua array pameran dari tiga baris lurus seperti tombol kunci yang ditempelkan pada batang tipe tuas: 32 kunci dalam paten 1876 dan 21 kunci dalam paten tahun 1878. Tidak ada label dengan huruf atau angka berada di tombol, dan teks paten tidak memberikan penjelasan atau deskripsi apa pun. Paten terakhir Sholes, 207.559, berisi 14 klaim, tetapi 304 | Human Factor Engineering tidak ada yang mengacu pada tata letak kunci. Satu gambar dalam hal ini paten memperlihatkan tampilan frontal empat baris lurus dan horizontal puncak kunci. Baris terhuyung-huyung tingginya sehingga baris tertinggi. Ada yang menggambarkan tampilan atas empat lurus baris, masing-masing dengan 11 tombol bulat, dengan total 44 tombol. Dan ada bagian atas utama membawa angka tertulis, huruf, dan tanda. 2. From Typewriter to Computer Keyboard Penemuan Sholes pada tahun 1878 menjadi kesuksesan global, dan tata letak keyboardnya yang membingungkan masih digunakan secara umum, dengan hanya posisi X dan C disalahi ditukar dan M pindah ke posisi pertama baris dalam versi bahasa Inggris. Enam tombol paling kiri pada baris ketiga, dihitung dari operator, membawa huruf Q, W, E, R, T, Y. Bahkan pada komputer saat ini, istilah keyboard QWERTY berfungsi sebagai nama pendek untuk pengaturan apa pun di mana tombol huruf pada dasarnya mengikuti tata letak keyboard Sholes. Mulai tahun 1960-an, elektronik menggantikan bagian dalam mekanis: mesin tik diubah menjadi komputer pribadi. Teknologi baru akan memungkinkan untuk dengan mudah memindahkan tombol dan mendesain ulang seluruh keyboard. Namun, alih-alih menciptakan solusi baru, kunci Seta A. Wicaksana | 305 hanya ditambahkan ke papan kunci asli. Ini sebagian besar adalah tombol "fungsi", ditempatkan di kiri, di belakang, dan terutama di kanan set QWERTY. Dengan bantalan tombol numerik tambahan dan bantalan tombol kontrol kursor lebih lanjut (keduanya biasanya di sisi kanan), pada 1980-an, jumlah total tombol biasanya lebih dari seratus, dalam beberapa kasus sekitar 125 lebih dari dua kali lipat sebagai banyak kunci seperti pada mesin tik Sholes tua. Begitu banyak tombol membutuhkan banyak ruang keyboard dan keyboard besar membutuhkan gerakan jari dan tangan yang besar. Mouse, trackball, touch pad, dan aksesori lainnya menghasilkan tugas baru dan membutuhkan gerakan tubuh baru dari keyboarder. Pada 1980-an, gelombang komputer memasuki era modern kantor, menyapu sisa mekanik dan bahkan mesin ketik "listrik" yang lebih baru. Misalnya, IBM memperkenalkan komputer pribadi pertama pada tahun 1981 hanya 10 tahun kemudian, itu berhenti memproduksi mesin ketik. Dua dekade kemudian, IBM menjual seluruh bisnis komputer pribadi ke perusahaan Cina. Sejak sekitar tahun 2000, telepon nirkabel menjadi sangat populer. Mereka sering digunakan untuk mengirim pesan teks miniatur keyboard, yang sebagian besar masih mengikuti kunci Sholes tata letak. 306 | Human Factor Engineering 3. Human Factor Considerations For Keyboarding Keyboard pada perangkat tipografi awal, termasuk penemuan Sholes tahun 1878, bukanlah "rekayasa manusia". Namun demikian, tata letak QWERTY-nya menjadi default keyboard yang paling sering diproduksi saat mengetik mesin menjadi sukses global.  Body posture and effort Teknologi komputer desktop saat ini memiliki dua postur persyaratan pada pengguna, yang mirip dengan apa yang harus dilakukan pengetik, memfokuskan mata pada tampilan sambil tetap mempertahankan tangan di atas keyboard. Lokasi mata yang ditentukan seperti itu dan tangan memusatkan keseluruhan posisi kepala dan tubuh bagian atas dan karenanya memungkinkan sedikit variasi dari postur tubuh. Bahkan, komputer laptop dan tablet yang dapat dipindahkan memberlakukan persyaratan posisi yang serupa pada penggunanya.  Overloading typists Pengaturan spasial dari keyboard itu sendiri, dan dari tombol di atasnya sesuai desain Sholes, memaksa lengan juru ketik masuk twist ke dalam yang kuat (pronasi) dan tangan ke tikungan lateral (deviasi Seta A. Wicaksana | 307 ulnaris) di pergelangan tangan, dan itu membutuhkan gerakan yang kompleks di antara tombol-tombol yang lokasinya tidak tepat. Kombinasi yang tidak menguntungkan dari postur tubuh yang dipaksakan dan upaya keras membebani banyak tangan juru ketik, pergelangan tangan, lengan, bahu, dan leher.  1920s typists Klockenberg (1926) memberikan ilustrasi, direproduksi seperti Gambar juru ketik tipikal. Dalam narasi yang mengharukan. Klockenberg menggambarkan bagaimana wanita muda, yang telah memilih mengetik sebagai profesi mereka, setelah hanya beberapa tahun pekerjaan itu ditemukan diri mereka sendiri dengan tangan yang menyakitkan, tidak dapat mengetik atau melakukan tugas sehari-hari dengan tangan mereka, bahkan tidak mampu mengangkat anak kecil mereka. Jelas, alasan cedera mus culoskeletal juru ketik adalah pekerjaan berulang yang berat yang diperlukan mengoperasikan mesin ketik mereka dalam postur tubuh yang tidak sesuai. Hari ini, postur seorang keyboarder biasanya tidak terlalu berkerut, tetapi masih terikat oleh kebutuhan untuk menjaga ujung jari pada tombol dan mata diarahkan ke layar. 308 | Human Factor Engineering  Heidner‘s 1915 keyboard designs Di antara proposal awal tentang keyboard yang ditingkatkan, ada satu yang berdiri keluar. Pada tahun 1915, Heidner menerima paten A.S. 1.138.474 untuk miliknya tata letak baru. Dalam hak patennya, ia menuliskan bahwa desain keyboard miliknya diperbolehkan ―menulis dengan lebih mudah, dalam posisi yang tidak terlalu sempit sesuai dengan bentuk alami tangan dan karena itu jauh lebih sedikit ketegangan menulis dianggap tidak terlalu melelahkan. Gambar mengilustrasikan bagaimana Heidner membagi keyboard menjadi bagian kiri dan kanan, pada mereka, dia mengatur kunci-kunci dalam berbagai tata letak, yang mendahului banyak rekomendasi ergonomis yang telah diusulkan oleh para penemu sejak saat itu 1915. Anehnya, patennya ternyata dilupakan atau diabaikan sampai tahun 1980an.  Repositioning keys Kinerja kunci telah menjadi masalah sejak tahun-tahun awal keyboarding. Ukuran kinerja biasanya berfokus pada jumlah total penekanan tombol yang dilakukan selama waktu tertentu dan seterusnya rasio antara pukulan yang benar dan salah. Mulai di awal 1900-an, beberapa paten untuk pengaturan kunci baru muncul yang dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja Seta A. Wicaksana | 309 pengetikan dengan mengatasi masalah tata letak QWERTY. Biasanya desain baru ini merelokasi tombol tetapi mempertahankan tata letak asli Sholes dari kolom yang bengkok dan baris kunci yang lurus. Papan kunci sederhana (SK) Dvorak (1936, 1943) mungkin yang paling terkenal dan paling semua rencana ini. Namun, pada 1956, sebuah uji komparatif menunjukkan yang membutuhkan waktu lama untuk melatih kembali juru ketik agar mahir SK, tetapi mereka masih membuat lebih banyak kesalahan pada itu daripada pada keyboard QWERTY biasa mereka, dan peningkatan mereka lebih sedikit.  Repetitive injuries during the 1800s Tabib Poore menyatakan pada tahun 1872 dan 1887 bahwa dia dan penulis lainnya, mengikuti jejak Ramazzini jauh sebelumnya, telah melacak kram penulis untuk "impotensi otot" dan "kejang" disebabkan dengan penggunaan otot yang sama secara berulang-ulang. Poore mengatakan itu masalah kesehatan tidak terbatas pada penulis saja, tetapi juga terjadi di penjahit, tukang sepatu, ahli anggar, dan musisi. Dia menulis itu orang mungkin berbicara tentang kram pianis karena gangguan penggunaan yang berlebihan ini terjadi begitu sering di antara pianis. Pada tahun 1892, Osler juga menghubungkan kejang ini dengan penggunaan yang terus menerus 310 | Human Factor Engineering dan berlebihan otot dalam melakukan gerakan tertentu dalam penulis dan musisi dan operator alat kunci Morse yang menderita cedera yang kemudian disebut ―telegraphist's wrist‖.  Keying ―myalgia‖ Terbukti, sejak paruh kedua tahun 1800-an, asosiasi dari gangguan regangan berulang dengan penggunaan otot yang berulang secara berlebihan dalam pekerjaan tertentu sudah mapan. Itu sudah menjadi rahasia umum bahwa pemain instrumen keyboard berada dalam bahaya mengalami gangguan muskuloskeletal kronis. Setelah mesin tik Sholes menjadi banyak digunakan, "mialgia" yang sama juga muncul di juru ketik.  Muscles used in typewriting Pada tahun 1951, Lundervold menerbitkan laporan pertama dari studi terobosannya untuk memperoleh pengetahuan tentang penggunaan individu otot saat mengetik. Dia mengukur elektromiografi sinyal pada 47 juru ketik sehat dan 88 pasien, kebanyakan dari mereka menderita mialgia okupasi pada otot yang tadinya terlalu lelah selama pengetikan berulang. Setan Lundervold menyatakan bahwa perubahan dalam catatan EMG mencerminkan yang sebenarnya Seta A. Wicaksana | 311 aktivitas otot dan status kelelahan otot. Pengalamannya memberikan dukungan atas opini lama yang berulang-ulang mengetik dapat menyebabkan cedera kerja berlebihan kumulatif, bahkan ketika melakukan penekanan tombol tunggal tidak berbahaya dengan sendirinya.  Occupational overuse disorders Di Eropa, penyakit seperti tendinitis, tenosinovitis, dan tendovaginitis pada ekstremitas atas menjadi dikenal sebagai penyakit muskuloskeletal terkait pengulangan pekerjaan dari juru ketik di akhir 1950-an. Meneliti alasan gangguan trauma kumulatif, terutama carpal tunnel syndrome (CTS), terkait dengan aktivitas keyboard berulang, berubah menjadi topik teknik dan perhatian medis. Dalam akhir 1990-an, National Research Council (NRC) (AS) mengadakan lokakarya tentang gangguan muskuloskeletal terkait pekerjaan. Dalam ringkasan temuannya, NRC (1999, p. 59) menyatakan bahwa gangguan muskuloskeletal multifaktorial karena faktor individu, sosial, dan organisasi dapat berkontribusi pada gangguan tersebut penampilan. Namun, tuntutan biomekanik pekerjaan merupakan faktor risiko yang paling penting. 312 | Human Factor Engineering  Overuse pathomechanics Operator yang lambat, hanya mengetuk 20 kata per menit (dengan lima huruf per kata), melakukan 12.000 ketukan tombol (20×5×60×2) selama sesi kerja dua jam. Seorang keyer cepat, melakukan 100 kata per menit selama enam jam, melakukan 180.000 penekanan tombol. Setiap stroke membutuhkan fleksi digit diikuti dengan ekstensi digit. Begitu banyak gerakan dapat menciptakan kondisi patomekanis. Tekanan biomekanik yang menghasilkan trauma kumulatif gangguan, terutama CTS, telah diteliti dengan baik 1980-an dan 1990-an. Anatomi tangan dan pergelangan tangan manusia dan kinematika saat keyboard menjelaskan kondisi penggunaan berlebihan yang terutama memengaruhi tendon fleksor dari digit di terowongan karpal. Gaya di tendon fleksor sering kali lebih dari tiga kali lebih kuat dari impuls yang ditransmisikan oleh ujung jari ke puncak kunci. Itu perjalanan longitudinal tendon bisa mencapai 2 cm, pergelangan tangan posisi sangat memengaruhi kemudahan meluncur dalam selubung sino vial. Peradangan tendon dan selubungnya menyebabkan pembengkakan jaringan dalam ruang terbatas tersebut terowongan karpal. Tekanan yang dihasilkan dapat merusak median saraf, menyebabkan CTS yang memengaruhi fungsi tangan. Seta A. Wicaksana | 313 4. Input-Related Anthromechanical Issues Konsep keyboard Sholes dengan tombol mekanisnya diperlukan upaya dari juru ketik yang sering melebihi kapasitas muskuloskel etal mereka. Masalah biomekanik yang mendasari muncul dari beberapa kategori tuntutan kerja; energi fisik untuk mempercepat massa mekanisme penulisan ketik; itu postur tangan, lengan, tubuh bagian atas, dan leher; yang luas penggunaan terutama otot fleksor dan tendon juru ketik tangan; dan kecepatan dan pengulangan kontraksi otot dan gerakan tendon. Upaya untuk meringankan beban juru ketik menghasilkan banyak proposal dan paten dari awal 1900-an; tetapi sifat mekanis dari mesin yang tersedia saat itu sangat terhambat solusi desain baru. Pada 1960-an, istilah ergonomi dan manusia (faktor) rekayasa muncul. Akibatnya, file pentingnya menyesuaikan tugas dan peralatan dengan manusia menjadi diakui secara luas; mengkonfigurasi ulang keyboard agar sesuai dengan ukurannya dan mobilitas tangan menjadi tantangan penting. Pada tahun 1969, Remington dan Rogers mengumpulkan lebih dari 300 publikasi pada perangkat entri keyboard. Di tahun yang sama, Kincaid dan Gonzalez merumuskan "rekomendasi desain faktor manusia untuk keyboard yang dioperasikan dengan sentuhan". Penggunaan yang muncul dari listrik dan kemudian sirkuit elektronik 314 | Human Factor Engineering akan memungkinkan desain baru secara radial; tetapi standar A.S. Pada tahun 1968 dan 1988 masih memasukkan tata letak QWERTY sambil menambahkan lebih banyak kunci sisi-sisinya. Review tentang masalah desain keyboard dan novel solusi untuk desain tombol, keyboard, dan workstation keyboard yang berpusat pada operator, dan untuk cara ergonomis yang tepat melakukan pekerjaan kunci, muncul dalam literatur internasional. 5. Possible Design Solutions  Customary Computer Keyboards QWERTY asli maupun turunannya tidak benar-benar direkayasa ulang oleh manusia meskipun ada proposal Heidner tahun 1915 dan banyak desain lain yang mengikutinya. Bahkan, pada keyboard komputer biasa saat ini, semua tombol disusun berdampingan dalam baris lurus. Desain pada saat ini berubah seperti Kolom kunci mengikuti aturan desain yang berbeda. Desain irasional tersebut sebagian besar ditransfer ke komputer portabel, kemudian dibuat miniatur dan diterapkan bahkan pada ponsel di mana kecilnya tombol dan keypad tampaknya meningkatkan masalah tata letak QWERTY lama, bahkan jika kolom tombol dibuat bertingkat. Seta A. Wicaksana | 315  Designing for ―big changes‖ Masalah desain bercampur dengan teknologi yang ada, dengan harapan dan praktik pengguna, dan dengan pemasaran. Terlepas dari interaksi ini, dalam diskusi berikut, ide perbaikan akan ditetapkan ke kategori tertentu, demi kejelasan. Jelas, solusi dapat menggabungkan aspek dari dua atau lebih kategori, seperti desain tombol, desain keyboard, dan desain perangkat input alternatif. untuk sebagian besar perubahan kecil, seperti menukar penunjukan huruf kunci tertentu (seperti dalam proposal Dvorak). Dalam kasus ini, tampaknya keterampilan baru sangat dekat dengan kebiasaan lama sehingga kemungkinan besar terjadi kebingungan. Namun, jika ada perubahan mendasar dalam desain, seperti saat merelokasi kumpulan kunci yang besar, atau menggunakan kunci yang memiliki mode operasi yang jelas berbeda (tombol ternary atau joystick alih-alih kunci biner, misalnya), maka prosedur baru akan berbeda. Yang akan membutuhkan keterampilan baru. Yang sebenarnya manusia sangat cepat dalam memperoleh keterampilan keyboard baru seperti yang ditunjukkan oleh penelitian ° dan dengan penyebaran yang sangat cepat, di seluruh dunia, SMS pada keyboard miniatur, yang menurut tes, seharusnya praktis tidak dapat digunakan. 316 | Human Factor Engineering 6. Design Alternatives For Keyboards Tidak ada alasan yang berlebihan untuk menggunakan prinsip ―Satu penekanan tombol untuk setiap bit (huruf, angka, tanda) masukan‖. Ide itu mengikuti tradisi penulisan Barat; tetapi juga tidak efisien dan dapat menyebabkan cedera regangan berulang tangan dan lengan pengguna. Menggunakan lebih sedikit kunci, tombol yang bisa dipindah-pindah, tombol virtual, atau tidak ada kunci sama sekali akan meringankan, bahkan sepenuhnya hindari, masalah kerja berlebihan di masa lalu dan saat ini serta fasilitasi gerakan tubuh alih-alih postur tetap yang disebabkan oleh "Tangan di atas kunci, mata terpampang".  Speech and Sound Recognition Kami sudah mencoba berkomunikasi dengan suara, menggunakan program pengenalan suara yang bekerja dengan baik dalam area topik terbatas, misalnya dalam kendali komputer perintah, evaluasi medis, atau komposisi musik, tetapi untuk teks umum, kecepatan dan terutama akurasi pengenalan masih menyisakan banyak hal yang diinginkan.  Nonverbal communication Solusi lain menggunakan pengenalan gerakan tubuh. Contohnya adalah : Seta A. Wicaksana | 317 o Tangan dan jari untuk bahasa isyarat dan gerakan selain untuk mengaktifkan perangkat kontrol o Lengan sebagai isyarat, membuat tanda, mengontrol penggerak perangkat o Batang tubuh untuk pemosisian dan tindakan pengoperasian o Kaki untuk gerakan, perangkat bergerak atau menekan o Kaki untuk gerakan dan gerak tubuh, untuk bergerak dan menggerakkan perangkat o Kepala untuk penentuan posisi o Mulut untuk gerakan bibir, penggunaan lidah atau pukulan/tabung hisap o Wajah untuk meringis dan ekspresi lainnya o Mata untuk melacak Solusi desain ini membutuhkan sensor yang merespons posisi, gerakan, dan gaya tubuh operator: kamera, platform gaya, sensor gerakan, sarung tangan berinstrumen, dan perangkat serupa termasuk di antara teknologi yang sudah lama ada. Seperti EMG terkait dengan otak, sedangkan EEG terkait aktivitas saraf otak. 7. Designing Smart Software Perangkat lunak yang dirancang dengan cerdik memfasilitasi pekerjaan dengan komputer oleh 318 | Human Factor Engineering mengurangi tuntutan keterampilan manipulatif dan jangka pendek memori. Perangkat lunak dapat menggunakan konteks untuk membedakannya mail dan pria dan kemudian dan dari; itu bisa melengkapi kata-kata setelahnya masukan hanya beberapa huruf pertama; itu dapat menyediakan satu set stok tanggapan terhadap keadaan tertentu; itu dapat mengantisipasi penggunaan kata-kata tertentu; dan dapat memperbaiki struktur kalimat dan menyisipkan tanda baca. Dengan kemajuan lebih lanjut dalam kecerdasan buatan, naungan tampaknya tidak terbatas. 8. Designs that combine solutions Elektronik hari ini dan teknologi baru masa depan menyediakan alternatif baru yang fundamental untuk desain Shole. Kami mungkin menyortir ini ke dalam kategori tertentu, seperti yang dilakukan sebelumnya; tetapi melampaui batas kombinasi kemungkinan besar akan berhasil. Contoh saat ini adalah perpaduan tombol tradisional dengan pengenalan suara dan perangkat lunak cerdas. Bagaimanapun, pendekatan ini masih pada dasarnya menggunakan pengaturan kunci QWERTY yang sudah lama using membuat penggunaannya sulit bagi penyandang disabilitas dan, pada kenyataannya, orang lain karena memerlukan manipulasi berulang dan membatasi postur tubuh operator melalui "tangan di atas kunci, mata di Seta A. Wicaksana | 319 monitor". Satu keputusan penting adalah tentang menghapuskan prinsip predominan "untuk setiap bit masukan (huruf, angka, tanda), menyerang satu kunci biner khusus‖ dan sebagai gantinya gunakan semacam kode atau singkatan yang didukung oleh perangkat lunak pintar. Umum penerimaan ponsel dan tablet inovatif, dan dari perangkat game, misalnya, menunjukkan bahwa masyarakat umum adalah bersedia menerima, bahkan merangkul, teknik-teknik baru yang fundamental. 320 | Human Factor Engineering Kesimpulan Dalam kesimpulan dari tinjuan materi di atas bahwa desain komputer sudah ditemukan sejak abad 1800-an. Tantangan saat ini untuk "rekayasa manusia" stasiun tempat kerja komputer adalah khusus untuk komputer yang ada teknologi. Teknologi antarmuka manusiaperangkat baru dapat dirilis pengguna dari ikatan ini dan memungkinkan tubuh yang lebih bebas dipilih postur tubuh. Selain desain komputer tentang postur tubuh komputer juga merancang keyboard yang bisa digunakan dengan mudah oleh manusia. Perubahan mendasar pada kuncinya dan desain keyboard, atau bahkan mengabaikan semuanya, membuat prosedur penggunaan baru yang khas, yang karena berbeda dari cara lama, tidak mengalami gangguan crossover dari praktik sebelumnya. Dengan canggih era zaman sekarang, keyboard sudah masuk ke dalam smartphone yang disebut dengan QWERTY. Kemudian, manusia bisa menyusaikan keterampilan mengetik, dengan begitu manusia dengan cepat mengirim SMS/Text lainnya. Seta A. Wicaksana | 321 Daftar Pustaka Bridger, R. (2017). Introduction to human factors and ergonomics. CRC press. G. Salvendy. Handbook of Human Factors and Ergonomics. 3rd Ed. United States of America: Jhon Willey and Sons, Inc., 2012. Karl H.E Kroemer. (2017). Fitting the Human Introduction to Ergonomics/Human Factors Engineering. CRC Press. Meister, D. (1999). Sejarah Faktor Manusia dan Ergonomi. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. Salvendy, G., Ed. (1997). Handbook of Human Factor and Ergonomics. Wiley, New York. Tarwaka. (2010). Ergonomi Indusri. Surakarta: Harapan Press. 322 | Human Factor Engineering Human Engineering: Workplace Design Seta A. Wicaksana | 323 Pendahuluan Ilmu ergonomi merupakan ilmu yang berkaitan dengan kesesuaian desain kantor dengan manusia. Dengan mempertimbangkan kemampuan dan keterbatasan orang, desain tempat kerja yang dirancang secara ergonomis berupaya agar efektif dalam memenuhi persyaratan fungsional pengguna. Desain tempat kerja berdampak besar pada produktivitas pekerja. Memanfaatkan ruang dengan sebaik-baiknya melalui penempatan peralatan yang optimal, mengintegrasikan faktor manusia ke dalam desain tempat kerja, dan secara efektif menyelaraskan tempat kerja dengan lingkungan sekitarnya adalah aspek penting dari ergonomi (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). Desain tempat kerja berkaitan dengan bentuk, dimensi, dan tata letak (yaitu, penempatan dan orientasi) berbagai elemen material yang mengelilingi satu atau lebih orang yang bekerja. Contoh elemen tersebut adalah tempat duduk, permukaan kerja, meja, peralatan, perkakas, kontrol, dan pajangan yang digunakan selama bekerja serta lintasan, jendela, dan peralatan pemanas/pendingin. Desain tempat kerja 324 | Human Factor Engineering yang ergonomis bertujuan untuk meningkatkan kinerja kerja (baik dalam jumlah dan kualitas), serta memastikan keselamatan dan kesehatan kerja dengan melalui meminimalkan beban kerja fisik dan ketegangan yang terkait pada orang yang bekerja, memfasilitasi pelaksanaan tugas, yaitu memastikan informasi yang mudah pertukaran dengan lingkungan, meminimalkan kendala fisik dan sebagainya, dan mencapai kemudahan penggunaan berbagai elemen tempat kerja (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). Dalam setiap pengaturan kerja ada penyesuaian timbal balik yang berkelanjutan antara komponen tempat kerja, tuntutan tugas, dan orang yang bekerja. Penyesuaian timbal balik ini juga tunduk pada kondisi lingkungan yang lebih luas. Oleh karena itu, terlepas dari seberapa baik setiap komponen. Beberapa orang berpendapat bahwa mendesain tempat kerja yang baik lebih merupakan "seni" daripada "disiplin" karena tidak ada teori atau metode standar yang memastikan hasil yang sukses, keluarannya sangat bergantung pada "inspirasi" perancang. Meskipun hal ini benar sampai batas tertentu, pengetahuan yang baik tentang karakteristik pekerja yang akan menempati tempat kerja, tuntutan tugas, dan lingkungan yang lebih luas, dikombinasikan dengan upaya disiplin selama proses desain, memberikan kontribusi yang tegas untuk desain yang sukses. Seta A. Wicaksana | 325 Menurut Corlett and Clark (1995) bahwa ergonomi baik sebagai ilmu maupun teknologi selalu konsen dengan interface dan interaksi antara operator dengan komponen-komponen kerja, serta konsen terhadap pengaruh dari interaksi pada performansi sistem kerja. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan MacLeod (1995) yang menjelaskan bahwa faktor interaksi manusia dengan sistem tersebut harus selalu diperhitungkan dalam setiap desain tempat kerja (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). 1. Masalah Postur Kerja Masalah utama dari desain tempat kerja ergonomis adalah postur yang akan diadopsi oleh pekerja. Faktanya, keputusan yang dibuat selama desain tempat kerja akan sangat memengaruhi postur yang dapat diadopsi atau tidak oleh orang yang bekerja. Dua postur kerja yang paling umum adalah duduk dan berdiri. Di antara keduanya, postur duduk tentunya lebih nyaman. Namun, ada bukti penelitian bahwa duduk yang diadopsi untuk jangka waktu yang lama menyebabkan ketidaknyamanan, nyeri, atau bahkan cedera yang tidak dapat disembuhkan. Mempelajari efek dari "postural fixity" sambil duduk, Griego (1986) menemukan bahwa hal itu menyebabkan, antara lain, (i) pengurangan pertukaran nutrisi pada diskus tulang belakang dan dalam jangka 326 | Human Factor Engineering panjang dapat meningkatkan degenerasinya, (ii) beban statis otot punggung dan bahu, yang dapat menyebabkan nyeri dan kram, dan (iii) terhambatnya aliran darah ke kaki, yang dapat menyebabkan pembengkakan (edema) dan ketidaknyamanan. Akibatnya, tempat kerja harus mengizinkan perubahan antara berbagai postur karena tidak ada postur "ideal" yang dapat diterapkan untuk jangka waktu yang lama (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). a. Postur Duduk dan Kursi Dalam beberapa dekade terakhir, postur duduk dan desain kursi telah menarik minat para peneliti, desainer, dan produsen karena jumlah pekerja kantoran yang terus meningkat dan pentingnya masalah muskuloskeletal yang mereka hadapi. Hal ini mengakibatkan munculnya domain penelitian yang tepat dan kemudian ke sejumlah besar publikasi dan solusi desain (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). Seperti yang telah disebutkan, postur duduk menimbulkan sejumlah masalah pada tingkat muskuloskeletal. Salah satu yang lebih penting di antaranya adalah kifosis lumbal. Saat seseorang duduk, daerah lumbar punggung menjadi rata dan bahkan bisa melengkung ke luar. Bentuk tulang belakang ini disebut kyphotic dan agak berlawanan Seta A. Wicaksana | 327 dengan bentuk tulang belakang lordotik ketika seseorang berdiri tegak. b. Postur Duduk dan Tinggi Permukaan Kerja Selain masalah kyphosis lumbal, postur kerja duduk juga dapat memicu ketegangan otot yang berlebihan pada tingkat punggung dan bahu. Misalnya, jika permukaan kerja terlalu rendah, orang tersebut akan membungkuk terlalu jauh; jika terlalu tinggi, dia akan dipaksa untuk mengangkat bahu. Untuk meminimalkan masalah ini, diperlukan desain tempat kerja yang sesuai. Lebih khusus lagi, permukaan kerja harus pada ketinggian yang memungkinkan seseorang untuk bekerja dengan bahu pada postur tubuh yang rileks. Perlu diperhatikan di sini bahwa tinggi kerja tidak selalu sama dengan tinggi permukaan kerja. Yang pertama tergantung pada apa yang sedang dikerjakan (mis., Keyboard komputer), sedangkan yang kemudian adalah ketinggian permukaan atas meja, meja, bangku, dan sebagainya. Selanjutnya, untuk menentukan ketinggian permukaan kerja yang sesuai, seseorang harus mempertimbangkan sudut antara lengan atas dan siku serta sudut antara siku dan pergelangan tangan (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). 328 | Human Factor Engineering c. Penataan Ruang Artefak Karya Saat bekerja, seseorang menggunakan sejumlah artefak, misalnya, kontrol dan tampilan pada panel kontrol, bagian berbeda dari objek rakitan di workstation perakitan, atau keyboard, mouse, terminal tampilan visual, dokumen hard copy dan telepon di workstation kantor. Penerapan rekomendasi ergonomis berikut untuk pengaturan artefak ini membantu mengurangi beban kerja, memfasilitasi alur kerja, dan meningkatkan kinerja secara keseluruhan (Salvendy, G. (Ed.)., 2012) 2. Merancang Bangunan Individu Merancang bangunan individu dengan berbagai tahapan, data atau sumber data yang akan dipertimbangkan pada setiap tahap, dan metode yang dapat diterapkan. Harus dicatat bahwa tahapan tertentu dari proses dapat dilakukan secara bersamaan atau dalam urutan yang berbeda tergantung pada kekhususan workstation untuk merancang atau preferensi dan pengalaman para perancang (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). Seta A. Wicaksana | 329 a. Fase 1: Keputusan tentang Sumber Daya dan Persyaratan Tingkat Tinggi Tujuan dari tahap pertama proses desain adalah untuk menentukan waktu yang akan dihabiskan dan orangorang yang akan berpartisipasi dalam tim desain. Keputusan ini bergantung pada persyaratan tingkat tinggi dari para pemangku kepentingan (misalnya, peningkatan kondisi kerja, peningkatan produktivitas, inovasi, keselamatan dan perlindungan kesehatan kerja) serta uang yang mereka siapkan dan pentingnya proyek (misalnya, jumlah stasiun kerja yang identik, signifikansi tugas yang dilakukan, karakteristik khusus orang yang bekerja). Masalah tambahan yang harus ditangani dalam fase ini adalah untuk memastikan partisipasi dalam tim desain perwakilan orang-orang yang akan menempati workstation masa depan. Akses ke stasiun kerja tempat pekerjaan serupa dilakukan juga disarankan (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). b. Fase 2: Identifikasi Batasan dan Persyaratan Sistem Kerja Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengidentifikasi berbagai kendala dan persyaratan yang diberlakukan oleh sistem kerja tempat workstation akan dipasang. Lebih khusus lagi, selama fase ini tim desain harus mengumpulkan data tentang (Salvendy, G. (Ed.)., 2012) : 330 | Human Factor Engineering ● Jenis tugas yang harus dilakukan di workstation ● Organisasi kerja, misalnya jam kerja, saling ketergantungan antara tugas yang akan dilaksanakan di tempat kerja, dan tugas lain atau entitas organisasi di lingkungan proksimal ● Berbagai peralatan dan perkakas teknologi yang akan digunakan, fungsi dan manipulasinya, bentuk dan dimensinya, serta antarmuka pengguna ● Kondisi lingkungan dari area yang lebih luas di mana workstation akan dipasang (misalnya, penerangan dan sumber cahaya, tingkat kebisingan dan sumber kebisingan, kondisi termal, dan sumber angin hangat atau dingin) ● Situasi normal dan luar biasa di mana orang yang bekerja dapat ditemukan (misalnya, padamnya listrik, kebakaran) ● Elemen atau situasi lain dari sistem kerja yang dapat secara langsung atau tidak langsung mengganggu workstation Data ini dapat dikumpulkan dengan menanyai orang-orang yang sesuai, serta observasi dan analisis situasi kerja yang serupa. Seta A. Wicaksana | 331 c. Fase 3: Identifikasi Kebutuhan Pengguna Kebutuhan pengguna stasiun kerja di masa depan diidentifikasi selama fase ini, dengan mempertimbangkan tuntutan tugas mereka serta karakteristik khusus mereka. Akibatnya, tugas analisis dan analisis karakteristik pengguna harus dilakukan dalam fase ini. Analisis tugas bertujuan untuk mengidentifikasi terutama (Salvendy, G. (Ed.)., 2012) : ● Proses kerja yang akan berlangsung dan elemen workstation yang terlibat di dalamnya ● Tindakan fisik yang akan dilakukan, misalnya manipulasi halus, gerakan seluruh tubuh, dan pengerahan tenaga ● Pertukaran informasi yang diperlukan (visual, auditori, kinestetik, dll.) Dan sumber informasi yang menyediakannya ● Privasi yang dibutuhkan ● Kedekatan yang diperlukan dengan stasiun kerja, peralatan, atau elemen lingkungan kerja proksimal lainnya d. Fase 4: Menetapkan Tujuan Desain Khusus Mempertimbangkan keluaran dari fase sebelumnya, tim desain sekarang dapat mengubah persyaratan ergonomi umum dari desain stasiun kerja menjadi 332 | Human Factor Engineering serangkaian tujuan spesifik. Sasaran desain spesifik ini akan memandu pilihan dan keputusan yang akan dibuat di fase berikutnya. Tujuan spesifik adalah kumpulan dari keharusan dan terdiri dari (Salvendy, G. (Ed.)., 2012) : ● Persyaratan pemangku kepentingan ● Batasan dan persyaratan yang diberlakukan oleh sistem kerja di mana stasiun kerja yang dirancang akan dipasang ● Kebutuhan pengguna (misalnya, workstation harus mengakomodasi orang tua, harus sesuai untuk pekerjaan komputer yang lama, harus memfasilitasi kerja sama dengan workstation tetangga, harus memungkinkan perubahan postur duduk dan berdiri) ● Persyaratan untuk menghindari masalah kesehatan umum yang terkait dengan situasi serupa (misalnya, tempat kerja harus meminimalkan masalah muskuloskeletal ekstremitas atas) ● Standar desain dan undang-undang terkait (misalnya, workstation harus memastikan tidak adanya silau atau angin dingin) e. Tahap 5: Desain Prototipe Seta A. Wicaksana | 333 Fase ini adalah proses desain yang paling menuntut. Faktanya, tim desain harus menghasilkan solusi desain yang memenuhi semua tujuan desain spesifik yang diidentifikasi pada fase sebelumnya. Karena banyaknya tujuan desain, serta fakta bahwa beberapa di antaranya mungkin bertentangan, tim desain harus membuat kompromi yang sesuai, menganggap beberapa tujuan lebih penting daripada yang lain dan akhirnya melewati beberapa di antaranya. Seperti yang telah dinyatakan, pengetahuan yang baik tentang tuntutan tugas dan kebutuhan pengguna, serta karakteristik pengguna tertentu, adalah satu-satunya cara untuk menetapkan prioritas yang tepat dan menghindari kesalahan serius. f. Fase 6: Penilaian Prototipe Penilaian prototipe yang dirancang diperlukan untuk memeriksa seberapa baik tujuan desain tertentu, yang ditetapkan dalam fase 4, telah dipenuhi, serta untuk mengungkap kemungkinan kelalaian selama identifikasi kendala dan persyaratan sistem kerja dan pengguna 'analisis kebutuhan (fase 2 dan 3). Penilaian dapat dilakukan secara analitik atau/dan eksperimental, tergantung pada pentingnya proyek. Dalam penilaian analitis, tim desain menilai tempat kerja yang dirancang dengan mempertimbangkan secara mendalam tujuan desain 334 | Human Factor Engineering tertentu menggunakan gambar dan maket sebagai pendukung. Menerapkan metode multikriteria, tim desain dapat membuat peringkat sejauh mana tujuan desain telah terpenuhi. Penilaian eksperimental (atau pengujian pengguna) dilakukan dengan partisipasi sampel pengguna di masa mendatang, menyimulasikan pekerjaan dengan mock-up skala penuh dari prototipe stasiun kerja yang dirancang. Penilaian harus dilakukan dalam kondisi yang sedekat mungkin dengan pekerjaan nyata. g. Fase 7: Perbaikan dan Desain Akhir Dalam fase ini, tim desain melanjutkan dengan modifikasi yang diperlukan dari prototipe yang dirancang, dengan mempertimbangkan keluaran dari penilaian. Pendapat dari spesialis lain seperti arsitek dan dekorator yang lebih berkaitan dengan estetika atau insinyur produksi dan desainer industri yang lebih berkaitan dengan produksi atau bahan dan masalah kekokohan harus dipertimbangkan dalam fase ini (jika spesialis tersebut belum menjadi bagian dari tim desain). Desain akhir harus dilengkapi dengan: ● Gambar untuk produksi dan dokumentasi yang sesuai, termasuk alasan di balik solusi yang diadopsi Seta A. Wicaksana | 335 ● Estimasi biaya untuk produksi workstation yang dirancang ● Persyaratan implementasi seperti pelatihan dibutuhkan dan manual pengguna, jika diperlukan h. Catatan Akhir Alasan dilakukannya analisis kebutuhan dan kebutuhan pengguna adalah untuk mengantisipasi situasi kerja di masa depan guna merancang workstation yang sesuai dengan penggunanya, tugasnya, dan lingkungan sekitarnya. Namun, tidak mungkin untuk sepenuhnya mengantisipasi situasi kerja di masa depan dalam semua aspeknya, karena situasi kerja yang kompleks, dinamis, dan berkembang. Lebih jauh lagi, jika workstation diperuntukkan untuk menjadi bagian dari sistem kerja yang sudah ada, hal itu dapat memengaruhi ekologi kerja secara keseluruhan, sesuatu yang juga sangat sulit diantisipasi. Oleh karena itu, sejumlah modifikasi pada akhirnya akan diperlukan beberapa saat setelah pemasangan dan penggunaan. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk melakukan penilaian baru terhadap workstation yang dirancang setelah pengguna terbiasa dengan situasi kerja yang baru. 336 | Human Factor Engineering 3. Tata Letak Workstation Tata letak berkaitan dengan penempatan dan orientasi masing-masing workstation di ruang (bangunan) tertentu. Persyaratan ergonomi utama menyangkut tugas yang dilakukan, organisasi kerja, dan faktor lingkungan: • Tata letak workstation harus memfasilitasi alur kerja. • Tata letak workstation harus memfasilitasi kerja sama (baik personel maupun orang eksternal, misalnya, pelanggan). • Tata letak workstation harus sesuai dengan struktur organisasi. • Tata letak harus memastikan privasi yang diperlukan. • Harus ada pencahayaan yang sesuai, sesuai dengan tugas dan kebutuhan orang yang bekerja. • Pencahayaan harus seragam di seluruh bidang visual pekerja. • Seharusnya tidak ada pantulan atau silau yang mengganggu di area kerja. • Seharusnya tidak ada angin panas atau dingin yang mengganggu di tempat kerja. • Akses ke workstation harus tidak terhalang dan aman. Seta A. Wicaksana | 337 a. Jenis Umum Tata Letak Kantor Ada beberapa jenis tata letak kantor yang umum (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). Dua ekstrem adalah "kantor pribadi", di mana setiap pekerja memiliki ruang/ruang tertutup pribadinya, dan "rencana terbuka", di mana semua workstation ditempatkan di ruang bersama. Di antaranya ada banyak kombinasi kantor pribadi dengan rencana terbuka. Pengaturan stasiun kerja dalam rencana terbuka dapat berupa ortogonal, dengan meja tunggal, ganda, atau empat kali lipat yang membentuk baris paralel, atau dengan stasiun kerja diatur dalam kelompok, sesuai dengan struktur organisasi atau fungsional pekerjaan. Filosofi tata letak baru-baru ini adalah "kantor fleksibel", di mana furnitur dan peralatannya dirancang agar mudah dipindahkan agar dapat memodifikasi penataan ruang kerja tergantung pada jumlah orang yang hadir di kantor serta jumlah orang yang bekerja. Proyek atau skema kerja (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). Akhirnya, untuk menanggapi kebutuhan saat ini akan fleksibilitas dalam organisasi dan struktur perusahaan serta mengurangi biaya, tren baru dalam manajemen kantor adalah "kantor alamat bebas" atau "kantor nonteritorial", di mana pekerja tidak memiliki stasiun kerja sendiri, tetapi menggunakan stasiun kerja yang mereka temukan gratis kapan pun di kantor. Setiap jenis tata letak memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Kantor swasta 338 | Human Factor Engineering menawarkan privasi yang lebih tinggi dan kontrol yang lebih baik terhadap kondisi lingkungan, sesuai dengan preferensi dan kebutuhan khusus penggunanya. Namun, mereka lebih mahal, baik dalam konstruksi dan pemeliharaan, tidak mudah dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan kebutuhan organisasi yang berubah, dan membuat kerja sama dan pengawasan menjadi sulit. Kantor terbuka menawarkan fleksibilitas dalam mengubah kebutuhan organisasi dan memfasilitasi kerja sama antara rekan kerja, tetapi cenderung mengalami gangguan lingkungan seperti kebisingan dan kondisi iklim yang kurang optimal, serta kurangnya privasi (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). b. Metode Sistematis untuk Tata Letak Kantor Metode ini mengusulkan cara sistematis untuk mendesain tempat kerja untuk pekerjaan kantor. Metode ini bertujuan untuk meringankan proses desain untuk mengatur workstation dengan menguraikan seluruh masalah menjadi sejumlah tahapan di mana hanya sejumlah persyaratan ergonomis yang dipertimbangkan. Karakteristik lain dari metode ini adalah bahwa persyaratan ergonomi yang dipertimbangkan telah diubah menjadi pedoman desain (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). Seta A. Wicaksana | 339 Tahap 1: Penentuan Ruang Tersedia Tujuan dari tahap ini adalah untuk menentukan ruang di mana tidak ada furnitur harus ditempatkan untuk memastikan jalan bebas hambatan melalui pintu dan untuk memungkinkan ruangan yang diperlukan untuk elemen seperti jendela dan radiator untuk tujuan manipulasi dan pemeliharaan. Tahap 2: Desain Modul Workstation Tujuan dari tahap ini adalah merancang modul workstation yang sesuai dengan kebutuhan para pekerja. Setiap modul terdiri dari elemen-elemen yang sesuai untuk kegiatan kerja, yaitu meja, tempat duduk, lemari penyimpanan, kursi pengunjung, dan perlengkapan lain yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut. Ruang kosong harus disediakan di sekitar furnitur untuk jalur antara workstation serta untuk duduk dan bangun dari kursi tanpa halangan (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). Meletakkan modul workstation alih-alih elemen individu seperti meja, kursi, dan sebagainya, memungkinkan perancang untuk fokus pada persyaratan yang terkait dengan keseluruhan tata letak tempat kerja, pada saat yang sama memastikan kepatuhan dengan persyaratan yang terkait dengan masing-masing workstation (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). 340 | Human Factor Engineering Tahap 3: Penempatan Unit Organisasi Tujuan dari tahap ini adalah untuk memutuskan penempatan unit organisasi yang berbeda (yaitu departemen, tim kerja, dll.) Di dalam berbagai ruang bebas gedung. Ada lima masalah utama yang harus dipertimbangkan di sini: (i) bentuk setiap ruang, (ii) luas yang dapat dieksploitasi dari setiap ruang, yaitu area tempat workstation dapat ditempatkan, (iii) luas yang diperlukan untuk setiap unit, (iv) kedekatan yang diinginkan antara unit-unit yang berbeda, dan (v) persyaratan khusus akhirnya dari setiap unit yang dapat menentukan penempatan absolutnya di dalam gedung (misalnya, resepsi harus ditempatkan tepat di sebelah pintu masuk utama) (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). Tahap 4: Penempatan Modul Workstation Mempertimbangkan output dari tahap sebelumnya, penempatan modul workstation di setiap unit dapat dimulai. Panduan berikut memberikan bantuan dalam memenuhi persyaratan ergonomis (Salvendy, G. (Ed.)., 2012) : 1. Tempatkan workstation dengan cara yang memfasilitasi kerja sama antar rekan kerja. Dengan kata lain, pekerja yang bekerja sama dengan erat harus ditempatkan berdekatan. Seta A. Wicaksana | 341 2. Tempatkan workstation yang menerima pengunjung eksternal di dekat pintu masuk. 3. Tempatkan sebanyak mungkin workstation di dekat jendela. Jendela dapat memberikan manfaat selain variasi pencahayaan dan pemandangan (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). Mereka memungkinkan penyesuaian cahaya yang halus melalui tirai atau tirai venetian dan memberikan titik fokus visual yang jauh, yang dapat menghilangkan kelelahan mata. Lebih lanjut, penelitian terkait telah menemukan bahwa orang sangat menyukai workstation yang ditempatkan di dekat jendela (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). 4. Hindari menempatkan orang yang bekerja di aliran udara yang dibuat oleh AC, jendela yang terbuka, dan pintu. 5. Tempatkan modul workstation sedemikian rupa sehingga membentuk koridor lurus menuju pintu. Lebar koridor untuk lintasan satu orang harus paling sedikit 60 cm dan untuk lintasan dua orang minimal 120 cm (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). 6. Sisakan ruang yang diperlukan di depan dan di samping sakelar listrik dan steker dinding. 7. Sisakan ruang yang diperlukan untuk menunggu pengunjung. Dalam kasus di mana 342 | Human Factor Engineering antrian menunggu diharapkan, sediakan setidaknya ruang kosong dengan lebar 120 cm dan panjang n × 45 cm, di mana n adalah jumlah maksimum orang yang menunggu yang diharapkan. Tambahkan panjang ini 50 cm lagi di depan antrian. Tahap 5: Orientasi Modul Workstation Tahapan ini bertujuan untuk menentukan arah modul workstation masing-masing unit untuk memenuhi persyaratan ergonomis. Tahapan ini dapat dilakukan secara bersamaan dengan atau setelah tahapan sebelumnya. Pedoman berikut dapat diterapkan, membuat penjualan yang sesuai jika semuanya tidak dapat dipenuhi: 1. Arahkan workstation sedemikian rupa sehingga tidak ada jendela langsung di depan atau di belakang pekerja saat mereka melihat ke terminal tampilan visual (VDT). Di kantor, jendela memainkan peran yang mirip dengan lampu: sebuah jendela tepat di depan pekerja mengganggu melalui silau langsung, sementara tepat di belakang menghasilkan pantulan silau. Untuk alasan ini, workstation VDT idealnya harus ditempatkan pada sudut kanan ke jendela (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). Seta A. Wicaksana | 343 2. Arahkan workstation sedemikian rupa sehingga tidak ada sumber pencahayaan langsung dalam jarak ± 40◦ dalam arah vertikal dan horizontal dari garis pandang untuk menghindari silau langsung (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). 3. Arahkan workstation dengan cara yang memungkinkan pekerja mengamati pintu masuk. 4. Orientasikan workstation untuk memfasilitasi kerja sama antar anggota tim kerja. Gambar 16 menunjukkan orientasi alternatif workstation, tergantung pada jumlah anggota tim dan ada tidaknya seorang pemimpin (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). 344 | Human Factor Engineering Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Desain tempat kerja memiliki dampak besar pada produktivitas pekerja. Memanfaatkan ruang dengan sebaik-baiknya melalui penempatan peralatan yang optimal, mengintegrasikan faktor manusia ke dalam desain tempat kerja, dan secara efektif menyelaraskan tempat kerja dengan lingkungan sekitarnya adalah aspek penting dari ergonomi. Desain tempat kerja yang ergonomis bertujuan untuk meningkatkan kinerja pekerja (baik dalam jumlah maupun kualitas) serta memastikan keselamatan dan kesehatan kerja dengan melalui meminimalkan beban kerja fisik dan ketegangan yang terkait pada pekerja, memfasilitasi pelaksanaan tugas, dan juga mencapai kemudahan penggunaan pada berbagai elemen tempat kerja. Saran Saran untuk penulisan makalah berikutnya, diharapkan dapat membahas dengan lebih mendalam, serta menambahkan sumber yang lebih banyak sehingga makalah dapat memperkaya pembahasan mengenai workplace design dan ergonomic dan dapat menambahkan lebih banyak contoh pada setiap bagiannya agar mudah dipahami oleh pembaca. Seta A. Wicaksana | 345 Daftar Pustaka Corlett, E.N. and Clark, T.S. 1995. The Ergonomics of Workspaces and Machines- A Design Manual. Taylor & Francis, 2nd eds. USA. Kroemer, K. H. (2017). Fitting the human: Introduction to ergonomics/human factors engineering. CRC Press. MacLeod, D., 1995. The Ergonomics Edge. Van Nostrand reinhold, A Division of International Thomson Publishing Inc. USA. Salvendy, G. (Ed.). (2012). Handbook of human factors and ergonomics. John Wiley & Sons. 346 | Human Factor Engineering Human Engineering: Loading Handling Seta A. Wicaksana | 347 Latar Belakang Kondisi fasilitas dan penanganan pemuatan pada awalnya secara terpisah diklasifikasikan sebagai baik, biasa atau buruk. Untuk final analisis, mereka dikelompokkan. Variabel ini diklasifikasikan sebagai "optimal" ketika dua variabel (kondisi fasilitas dan penanganan pemuatan) mendapat evaluasi yang baik, "dapat diterima" jika hanya satu variabel (kondisi fasilitas dan penanganan pemuatan) yang diklasifikasikan sebagai reguler, dan "tidak dapat diterima" jika setidaknya ada satu evaluasi yang buruk atau keduanya diklasifikasikan sebagai reguler (Mendonça, Vaz, , Vaz, Leal, Silveira, Restle, & Cardoso. 2019). Kita semua "menangani" beban setiap hari. Saat mengemas, memindahkan, dan menyimpan objek, kami mengangkat, menurunkan, menahan, membawa, mendorong, menarik, menyeretnya. Muatannya mungkin lunak atau padat, besar atau kecil; bisa berupa tas, kotak, wadah. Kami menangani objek sesekali atau berulang kali selama aktivitas waktu luang, tetapi sering kali sebagai bagian dari pekerjaanpekerjaan kami. Di tempat kerja, desain ergonomis 348 | Human Factor Engineering dari beban, kontainer, dan tempat kerja dapat membantu menghindari kelelahan dan cedera, seperti yang harus dilakukan instruksi dan pelatihan tentang cara mengangkat dengan benar. Untuk beberapa pekerjaan, pemilihan orang yang secara fisik mampu menangani material yang berat dapat dipertimbangkan (Salvendy, G., 2012). Jika dilakukan di tempat kerja, aktivitas tersebut sering kali diberi label penanganan material manual— tautologi yang patut dicontoh karena dalam bahasa Latin, manus berarti "tangan". Sebuah lapisan benarbenar menutupi dasar palet dalam arah horizontal dan lapisan lainnya bisa diletakkan di atasnya untuk membentuk palet. Komposisi lapisan tiap produk sudah ada sebelumnya diputuskan, jadi masalahnya terdiri dari menumpuk lapisan untuk membangun palet. Setelah palet dibuat, mereka ditempatkan ke dalam truk. Kami berasumsi bahwa ada persediaan truk identik yang tidak terbatas (Alonso, AlvarezValdes, Iori, & Parreño, 2019). Pengertian pemindahan bahan secara manual (MMH), menurut American Material Handling Society bahwa material handling dinyatakan sebagai seni dan ilmu yang meliputi penanganan (handling), pemindahan (moving), pengepakan (packaging), penyimpanan (storing), dan pengawasan (controlling), dari material dengan segala bentuknya (Wignjosoebroto, 1996). Seta A. Wicaksana | 349 Penanganan Material Membebani Tubuh Penanganan material adalah salah satu penyebab cedera yang paling sering dan sering parah di seluruh dunia, dengan ketegangan di punggung bawah sering terjadi. Biaya langsung dan tidak langsungnya sangat besar, dan penderitaan manusia yang terkait dengan, misalnya cedera punggung, tidak dapat diukur (Salvendy, G., 2012). 1. Stres dengan Penanganan Material Membungkuk, meregangkan, menggapai, atau sebaliknya hanya menggerakkan tubuh kita sendiri membutuhkan ketegangan otot dan beban persendian tubuh. Manipulasi objek yang ringan dan kecil pun menambah ketegangan, terutama jika sering dilakukan. Beban berat dan berat menimbulkan ketegangan tambahan pada benda karena memindahkan lebih banyak massa membutuhkan lebih banyak gaya dari kita (hukum kedua Newton °), yang bahkan lebih menuntut jika kita harus melakukannya dalam konfigurasi benda yang canggung (Salvendy, G., 2012). 2. Kekuatan Eksternal dan Internal Pengerahan tenaga dan energi untuk menggerakkan suatu benda dengan tangan membebani tangan, 350 | Human Factor Engineering lengan, bahu, batang tubuh, dan sering kali kaki. Mengangkat atau menurunkan, mendorong atau menarik, atau membawa beban pada dasarnya menekankan bagian yang sama dari sistem muskuloskeletal, tetapi jelas arah dan besarnya vektor gaya eksternal dan internal berbeda (Salvendy, G., 2012). 3. Nyeri Terkait Mengangkat Area utama yang menjadi perhatian fisiologis dan antromekanis adalah punggung, terutama area tulang belakang lumbal. Setiap kontraksi otot batang longitudinal menekan kolom tulang belakang, satusatunya struktur penahan beban pada batang tubuh. Ini membebani tulang belakang, terutama cakram dan sendi facet dari vertebra; tetapi semua jaringan ikat tulang belakang (ligamen dan tulang rawan serta otot dengan tendonnya) mungkin mengalami luka, keseleo, atau trauma. Oleh karena itu, rujukan ke "nyeri punggung bawah setelah mengangkat" sering muncul dalam percakapan dan tulisan (Salvendy, G., 2012). 4. Aktivitas yang Menegangkan Angkat beban menimbulkan ketegangan muskuloskeletal seperti itu, tetapi juga terjadi pada olahraga lain dan dalam banyak aktivitas santai dan Seta A. Wicaksana | 351 pekerjaan. Sebagian besar waktu, kita menggunakan energi dengan sengaja ke arah objek luar, tetapi tubuh kita mungkin terkena energi eksternal secara tidak terduga, seperti ketika kita menangkap suatu objek atau menangkap diri sendiri jika kita akan terpeleset atau jatuh. Ketegangan bisa statis, saat kita menahan beban dan menjaga tubuh kita tetap diam, atau mungkin dinamis dengan onset cepat atau lambat dan durasi pendek atau panjang. Strain mungkin tunggal atau terdiri dari beberapa peristiwa; jika strain yang sama atau serupa terulang kembali, pengulangan tersebut dapat menyebabkan gangguan trauma kumulatif (Salvendy, G., 2012). Kemampuan Bak Terkait Dengan Penanganan Beban 1. Kekuatan Bersifat Individual dan Situasional Penanganan material, seperti mengangkat dan menurunkan, mendorong dan menarik, membutuhkan tubuh kita untuk mengerahkan energi. Energi yang dibutuhkan untuk melakukan tugas-tugas ini harus dibangkitkan di dalam tubuh oleh otot-ototnya dan kemudian diberikan dalam bentuk gaya atau torsi dari waktu ke waktu ke benda luar. Kemampuan kekuatan seperti itu bergantung pada kebugaran individu kita dan pada kondisi situasional ° seperti sikap tubuh, menunjukkan contoh gaya dorong dan tarik statis 352 | Human Factor Engineering yang diukur dalam kondisi eksperimental yang diatur sehingga subjek menjaga tubuh mereka tetap diam saat mereka melakukan upaya maksimal satu kali. Namun, pada kenyataannya, biasanya orang benarbenar menggerakkan tubuh dan beban eksternal mereka secara dinamis, sering kali berulang kali (Salvendy, G., 2012). 2. Kembali Kerja Berlebihan Pengerahan kekuatan otot saat mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik, membawa, dan menyeret beban adalah upaya yang dinamis, sering kali dalam bentuk kerja berat. Perhatian utama adalah keausan yang terkait di punggung, yang dapat menekan struktur tulang belakang secara berlebihan, terutama dari diskus intervertebralis lumbal. Nyeri punggung bawah ° (LBP) mengurangi mobilitas dan vitalitas seseorang; sering menyebabkan lama absen dari pekerjaan dan muncul dalam statistik Amerika Utara dan Eropa sebagai salah satu penyebab utama kecacatan dini. LBP sering terjadi bahkan pada kelompok usia yang lebih muda, dan pekerjaan tertentu sangat rentan terhadapnya: perawat, buruh, petani, pengurus bagasi, dan pekerja gudang sering menderita cacat punggung. Cedera akibat kelelahan, terutama di punggung bawah, terhitung sekitar seperempat dari semua kasus yang dilaporkan Seta A. Wicaksana | 353 melumpuhkan pekerjaan di Amerika Serikat; beberapa industri melaporkan bahwa lebih dari setengah dari semua cedera disebabkan oleh aktivitas yang berlebihan. Statistik kecelakaan dan kesehatan di Inggris dan Jerman, misalnya, menunjukkan angka yang serupa. Jelas, regangan punggung bawah adalah salah satu penyebab paling umum dari cedera dan kecacatan di banyak populasi industri (Salvendy, G., 2012). 3. Pembebanan Tulang Belakang Banyak korban LBP tidak dapat menentukan kapan masalah punggung mereka dimulai: tidak ada momen atau tindakan tertentu saat nyeri muncul; sebaliknya, itu berkembang perlahan sampai cukup kuat untuk merepotkan, bahkan untuk melumpuhkan. Saat kita melihat seseorang yang berdiri bebas, tulang belakang yang sehat memiliki bentuk S yang ramping jika tegak jika dilihat dari samping. Sendi facet tulang belakang menyediakan mobilitas tulang-ke-tulang dan transmisi beban yang kokoh; diskus intervertebralis memberikan elastisitas dan mobilitas. Saat kita mempertimbangkan berat badan dari kepala ke bawah, terlihat jelas bahwa beban ruas tulang belakang meningkat dari leher ke bawah; itu terbesar di dekat bagian bawah, di daerah pinggang. Menjaga keseimbangan tubuh bagian atas membutuhkan penegangan otot di batang, yang 354 | Human Factor Engineering menekan tulang belakang. Beban yang dibawa, gaya tangan/lengan/bahu/badan, dan gerakan mengintensifkan tekanan kompresi, tekukan, dan puntiran kolom tulang belakang (Salvendy, G., 2012). 4. Disk Tergelincir Diskus tulang belakang memisahkan tulang belakang dan memberikan penyerapan dan fleksibilitas kejutan. Disk degenerasi terjadi dengan penuaan dan dari gerakan berulang: beban berlebih yang tiba-tiba dapat dengan mudah menyebabkan cedera akut, terutama saat penuaan dan keausan datang bersamaan. Degenerasi disk terutama memengaruhi lapisan luar; kehilangan cairan dapat membuat cincin berserat rapuh dan rapuh. Pada awalnya, perubahan degeneratif sebagian besar membuat cakram lebih rata, yang mengurangi penyerapan guncangan dan mobilitas tulang belakang. Dalam kasus ini, bahkan tindakan kecil seperti mengangkat tubuh sendiri atau beban ringan atau sedikit tersandung atau kejadian serupa dapat menyebabkan cedera diskus dan nyeri punggung yang parah. Degenerasi progresif dari cakram dan/atau beban mendadak dapat menyebabkan herniasi cakram, ketika pecahnya cincin berseratnya memungkinkan sedikit inti seperti gel meresap di bawah gaya kompresi yang tiba-tiba. Kerusakan seperti itu mempersempit ruang antara Seta A. Wicaksana | 355 tulang belakang dan menghasilkan ketegangan pada otot dan ligamen tulang belakang, dan bagian yang cacat dapat menghasilkan tekanan pada saraf tulang belakang. Kejadian ini dapat menyebabkan berbagai ketidaknyamanan, nyeri dan nyeri, dan dapat menyebabkan masalah kesehatan yang melumpuhkan seperti sakit pinggang dan linu panggul (Salvendy, G., 2012). 5. Biomekanik Pemuatan Disk Dalam contoh ini, gaya otot M yang relatif besar (di sini: 20 kali beban eksternal) dan gaya kompresi kolom besar C (26 kali beban eksternal) terutama dihasilkan dari lengan tuas pendek yang tidak menguntungkan m dari otot M. Tuas itu adalah ditentukan secara anatomis, jadi kami tidak dapat mengubahnya—tetapi beban eksternal L berada di bawah kendali kami, baik dalam besaran maupun lokasi relatif terhadap benda (Salvendy, G., 2012). Baik gaya otot punggung M dan gaya tekan kolom C berkurang saat L dan I semakin kecil—jadi kurangi beban eksternal dan jaga agar tetap dekat. M dan C menjadi lebih kecil jika kita menjaga tubuh lebih tegak (yang mengurangi w dan juga l) dan jika kita menurunkan berat badan bagian atas W—jadi langsingkan perut itu (Salvendy, G., 2012). 356 | Human Factor Engineering Pertimbangan antromekanis sederhana seperti itu menunjukkan bahwa peringatan berikut mengurangi risiko jaringan ikat tulang belakang dan kolom (Salvendy, G., 2012) : • Jaga agar beban eksternal kecil. • Jaga agar beban eksternal tetap dekat dengan tubuh. • Jaga agar tubuh bagian atas tetap tegak. • Singkirkan kelebihan berat badan bagian atas, termasuk tonjolan perut Menilai Kemampuan Penanganan Beban Pengalaman sehari-hari dan studi epidemiologi formal telah lama menunjukkan hubungan yang diharapkan: tingkat dan dosis regangan yang disebabkan oleh penanganan beban menentukan kejadian dan tingkat keparahan cedera. Secara alami, kemampuan untuk menoleransi regangan penanganan beban berbeda di antara individu. Fisiologi, biomekanik, dan psikofisiologi menyediakan pendekatan disipliner yang dapat digunakan, sering kali dalam kombinasi, untuk menilai kemampuan individu dan populasi (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). Seta A. Wicaksana | 357 1. Pemuatan Disk Intervertebralis Sekitar tahun 1970, para peneliti dapat mengukur tekanan di dalam diskus intervertebralis yang dipengaruhi oleh postur tubuh dan beban penahan. Berdasarkan salah satu studi awal, menggambarkan perubahan regangan pada piringan antara vertebra lumbal ketiga dan keempat dalam berbagai postur tubuh. Dibandingkan dengan berdiri tegak tanpa beban, berdiri tegak dengan beban 10 kg di masingmasing tangan secara alami meningkatkan tekanan disk; menahan beban sambil berdiri dengan lutut ditekuk dan menekuk di punggung semakin meningkatkan beban disk. Namun, tekanan terbesar terjadi saat 20 kg dipegang dengan kaki terkunci dan punggung bulat. Peneliti lain mengulangi studi ini dan menemukan hasil yang pada dasarnya sama: punggung yang bengkok atau bengkok menyebabkan tekanan yang lebih tinggi dan mungkin berbahaya pada diskus intervertebralis daripada punggung lurus. Membengkokkan bagian belakang menyebabkan tekanan berat di tepi depan disk yang juga menghasilkan geser. Meluruskan bagian belakang menghilangkan geser, membuat sambungan facet membawa sebagian beban tekan, dan mendistribusikan gaya kompresi secara lebih merata ke seluruh permukaan disk, yang semuanya mengurangi risiko kerusakan (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). 358 | Human Factor Engineering 2. Kekuatan Angkat Saat mengukur kekuatan angkat seseorang, kita harus memastikan bahwa orang tersebut bekerja sama sepenuhnya, tetapi tidak dalam bahaya cedera selama pengujian. Sampai sekitar pertengahan abad kedua puluh, informasi tentang kemampuan mengangkat manusia sangat bergantung pada pengukuran kekuatan tubuh "ke atas" statis (isometrik). Memasuki tahun 1980-an, penilaian ―peningkatan‖ statis semacam itu menjadi dasar untuk pernyataan yang agak sederhana (dan dalam beberapa kasus mengejutkan) tentang beban yang seharusnya, pria, wanita, dan bahkan anak-anak (!) Dapat mengangkat dengan aman ° (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). 3. Psikofisiologi Dibandingkan dengan pengujian statis, merancang dan mengendalikan eksperimen dengan pengerahan kekuatan dinamis yang realistis jauh lebih rumit °. Dalam tes ini, subjek memutuskan berapa banyak usaha yang harus dilakukan; ini termasuk tugas kompleks untuk menilai ° (sering kali secara tidak sadar) persepsi tentang seberapa berat ujian tersebut. Penilaian ini sebagian bergantung pada pengalaman dan sebagian besar pada integrasi umpan balik internal tentang berbagai fungsi tubuh fisiologis (otot, peredaran darah, metabolisme, dll.) yang terlibat Seta A. Wicaksana | 359 dalam upaya. Berdasarkan penilaian ini, subjek memutuskan jumlah kekuatan atau energi yang ingin dia latih selama waktu tertentu, katakanlah 10 menit atau delapan jam, tanpa membahayakan atau melelahkan diri sendiri. Eksperimen "psikofisik" semacam itu telah dilakukan untuk menilai tugastugas yang dilakukan khususnya dalam penanganan material industri dan oleh petugas pemadam kebakaran dan tentara, serta perawat (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). Panduan Pengangkatan dan Penurunan NIOSH Dimulai pada akhir 1970-an, Institut Nasional Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH) ° A.S. mulai mengembangkan pedoman untuk mengangkat dan menurunkan. NIOSH menggabungkan beberapa pendekatan disipliner (Salvendy, G. (Ed.)., 2012): 1. Biomekanik Kriteria biomekanik didasarkan pada kekuatan otot dan toleransi jaringan. Ini termasuk penilaian kemampuan menahan beban sendi tulang belakang dan kekuatan statis dan dinamis. Yang menonjol di antara kriteria fisik yang digunakan untuk mengembangkan pedoman adalah kompresi diskus tertinggi yang dapat diterima di tulang belakang 360 | Human Factor Engineering lumbar—lihat kasus antromekanis yang dibahas sebelumnya. NIOSH menggunakan 3,4 kN sebagai kekuatan kompresi disk yang diizinkan secara maksimal (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). 2. Fisiologi NIOSH menggunakan kriteria fisiologis terutama untuk mencegah ketegangan dan kelelahan seluruh tubuh. Karakteristik tugas penting menyangkut lokasi beban eksternal dan lamanya pekerjaan, terutama frekuensi kerja dan pola kerja/istirahat. NIOSH menggunakan batasan berikut untuk pengeluaran energi: 50% VO2max hingga satu jam kerja berkelanjutan; 40% dari VO2max untuk satu hingga dua jam kerja berkelanjutan; 33% dari VO2max untuk dua hingga delapan jam kerja lanjutan (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). 3. Psikofisiologi Persepsi manusia tampaknya mampu memadukan tuntutan antromekanis dan fisiologis. Berdasarkan studi psikofisik yang dilakukan di Amerika Serikat, NIOSH merekomendasikan bahwa pekerjaan tersebut harus dapat diterima oleh sebagian besar populasi yang terpapar. Singkatnya, kriteria pembatas yang digunakan oleh NIOSH adalah (Salvendy, G. (Ed.)., 2012) : Seta A. Wicaksana | 361 • Biomekanis untuk beban tinggi dan frekuensi penanganan rendah • Psikofisiologis untuk beban sedang dan frekuensi penanganan rendah sampai sedang • Fisiologis untuk beban rendah dan frekuensi penanganan tinggi 4. Batas Berat NIOSH Panduan NIOSH berlaku untuk berikut ini (Salvendy, G. (Ed.)., 2012) : • • • • • • Pengangkatan halus (tidak menyentak) Lift dua tangan Lebar beban di bawah 75 cm Postur tubuh tidak terbatas Traksi kaki yang baik Lingkungan yang sesuai dengan kelembapan rendah, suhu yang sesuai, pencahayaan yang baik Pedoman NIOSH ° terbaru berisi batas berat yang direkomendasikan (RWL) yang dapat diangkat atau diturunkan oleh 90% pekerja industri A.S., pria atau wanita. Berat maksimal 23 kg, dalam kondisi optimal. Namun, kondisi optimal jarang terjadi; Oleh karena itu, beban biasanya harus lebih rendah, yang ditentukan oleh beberapa faktor, yang meliputi (Salvendy, G. (Ed.)., 2012) : 362 | Human Factor Engineering • Titik awal dan akhir dari jalur tangan • Apakah tindakan tersebut dilakukan di depan tubuh atau tidak • Frekuensi tindakan mengangkat dan menurunkan • Kualitas kopling antara tangan dan beban Faktor-faktor ini dan beberapa faktor lainnya menjadi pengali dalam persamaan yang digunakan untuk menghitung RWL yang berlaku pada kondisi tertentu °. Pedoman Penanganan Material Liberty Mutual Pada waktu yang hampir bersamaan ketika NIOSH mengembangkan pedomannya, Snook dan Ciriello di Liberty Mutual Insurance Company melakukan tes psikofisik dengan pekerja AS untuk menentukan upaya yang bersedia mereka lakukan dalam mendorong dan menarik, dalam membawa dan mengangkat dan menurunkan beban (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). 1. Gaya dan Bobot yang Dapat Diterima Penelitian ini terutama menggunakan psikofisik, tetapi juga mencakup konsumsi oksigen, detak jantung, dan antropometri. Subjek mengontrol berat metodologi pengukuran karakteristik benda atau Seta A. Wicaksana | 363 gaya yang mereka terapkan; semua variabel tugas lainnya, seperti frekuensi, ukuran, tinggi, jarak, dll., dipilih oleh pelaku eksperimen. Selama percobaan, subjek memantau perasaan mereka sendiri tentang pengerahan tenaga atau kelelahan; karenanya, mereka menyesuaikan beban atau tenaga sehingga mereka akan bekerja sekeras mungkin tanpa memaksakan diri, tanpa menjadi sangat lelah, lemah, kepanasan, atau kehabisan napas. Hasil tes dikompilasi ke dalam tabel dengan bobot dan kekuatan maksimal yang dapat diterima oleh 10%, 25%, 50%, 75%, 90% dari populasi pria dan wanita A.S. °(Salvendy, G. (Ed.)., 2012). 2. Wanita Versus Pria dalam Menangani Beban Tabel Liberty Mutual tentang mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik, dan membawa memberikan data tentang kemampuan dan batasan pekerja A.S., yang dikelompokkan berdasarkan perempuan dan laki-laki. Beberapa temuan terkait adalah sebagai berikut (Salvendy, G. (Ed.)., 2012) : • Membungkuk — Setiap tugas yang dimulai atau diakhiri dengan tangan di bawah tinggi buku jari menghadirkan beberapa risiko. Semakin dalam gerakan menekuk, semakin besar tekanan fisik pada punggung bawah. Sering menekuk berapa pun beratnya tidak disarankan. 364 | Human Factor Engineering • Memutar — Gerakan ini menempatkan kekuatan yang tidak rata di punggung, menghasilkan tekanan fisik tambahan. Semakin besar putarannya, semakin stres tugas itu secara fisik. • Jangkauan — Jarak dari tubuh tempat beban dipegang sangat memengaruhi gaya di punggung, bahu, dan lengan. Semakin jauh jangkauannya, semakin stres tugas tersebut secara fisik. • Lift dengan satu tangan — Tabel tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi tugas dengan satu tangan. Secara alami, tugas-tugas ini menempatkan beban yang tidak rata di bagian belakang dan menghadirkan tekanan fisik yang lebih besar daripada lift dua tangan. • Menangkap atau melempar barang — Tabel tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi jenis tugas ini. Setiap tugas yang melibatkan menangkap atau melempar barang membuat stres secara fisik dan oleh karena itu, merupakan kandidat yang baik untuk didesain ulang. 3. Membandingkan Pedoman NIOSH dan Liberty Mutual Secara keseluruhan, ada kesepakatan yang tumpang tindih dan adil antara rekomendasi untuk mengangkat Seta A. Wicaksana | 365 dan menurunkan. Jika ada perbedaan, pilihan yang bijaksana adalah menggunakan nilai yang lebih rendah. Nilai-nilai NIOSH adalah uniseks, sedangkan Snook dan Ciriello di Liberty Mutual menganggap pekerja perempuan dan laki-laki secara terpisah. Kedua rangkaian rekomendasi tersebut menunjukkan, seperti yang diharapkan, bahwa beban tinggi, jangkauan jauh, pengulangan, dan pembengkokan atau puntiran yang dalam pada bodi mengurangi upaya yang dapat diterima. Kedua rangkaian rekomendasi menunjukkan bahwa cara penggabungan antara tangan dan beban kode menentukan seberapa banyak orang bersedia mengerahkan. Gagang hilang, tepi tajam, atau benda yang terlalu lebar sehingga sulit untuk dipegang ° mengurangi nilai beban yang dapat diterima (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). Rekomendasi yang dikumpulkan oleh NIOSH dan Liberty Mutual Insurance Company berlaku untuk Amerika Utara. Populasi lain mungkin memiliki bentuk tubuh dan karakteristik kekuatan yang berbeda; tugas kerja mereka, kebiasaan dan prosedur mereka di tempat kerja, dan kondisi kerja mereka mungkin sangat berbeda. Pertimbangkan keadaan ini dan kode, standar, atau peraturan lokal/regional/nasional (Salvendy, G. (Ed.)., 2012). 366 | Human Factor Engineering Merancang untuk Penanganan Beban yang Lebih Mudah Tulang belakang adalah satu-satunya struktur padat di pantat manusia yang tegak yang menjaga tulang rusuk agar tidak jatuh ke panggul. Bahkan, tanpa beban eksternal, bagian belakang yang bengkok menghasilkan geser pada disk dan tekanan berat di tepi depan sehingga menimbulkan risiko kerusakan, bahkan pecahnya disk. Selanjutnya, menekuk dan memutar tubuh meningkatkan ketegangan pada tulang belakang dan jaringan ikatnya. Meluruskan bagian belakang ke kurva alami menghilangkan geser, membuat sambungan facet membawa sebagian beban tekan, dan mendistribusikan gaya kompresi secara lebih merata ke permukaan disk, yang semuanya mengurangi risiko cedera (Salvendy, G., 2012). 1. Tekanan Intraabdominal dan Angkat Sabuk Mengangkat, menurunkan, atau menggendong biasanya menghasilkan peningkatan tekanan yang cukup besar di dalam rongga perut, secara alami disertai dengan kontraksi otot perut. Tekanan intraabdominal yang dihasilkan membantu menstabilkan batang tubuh dan mengurangi beban tulang belakang dan struktur pendukungnya. Pengamatan tekanan intraabdominal yang meningkat itu memunculkan ide untuk memasang sabuk kaku di Seta A. Wicaksana | 367 sekitar bagasi, dengan tujuan membantu para atlet angkat besi dan penangan material yang kompetitif untuk menghindari masalah punggung. Namun, penyelidikan telah menunjukkan bahwa sabuk belakang sering kali tidak efektif °: sabuk tersebut tidak dapat menggantikan solusi ergonomis yang tepat, yang paling banter mencegah kebutuhan penanganan material, atau setidaknya membuatnya lebih mudah. Kebetulan, atlet angkat besi yang memakai ikat pinggang pun sering mengalami cedera (Salvendy, G., 2012). 2. Memudahkan Penanganan Beban Mesin tidak memiliki punggung untuk terluka; oleh karena itu, penanganan beban, terutama pengangkatan dan penurunan, lebih baik dilakukan oleh mesin daripada oleh manusia. Jika manusia harus melakukan pekerjaan itu, cara paling efektif untuk menghindari mengangkat dan menurunkan adalah dengan mengubah aktivitas tersebut menjadi membawa, atau bahkan lebih baik, menjadi mendorong dan menarik. Membawa paling baik dilakukan di kedua bahu dengan sebuah kuk. Tentu saja, boneka atau gerobak, dapat mengambil alih pekerjaan pengangkutan, mengubahnya menjadi kategori penanganan muatan yang paling tidak berisiko, yaitu mendorong dan menarik. Jika seseorang harus menghasilkan dorongan 368 | Human Factor Engineering atau tarikan yang dibutuhkan, konveyor atau cara serupa untuk memfasilitasi gerakan adalah di antara solusi teknis pilihan (Salvendy, G., 2012). 3. Belajar Mengangkat dengan Aman? Tampaknya seseorang harus dapat belajar untuk tidak dengan canggung mengangkat benda dari lantai, tetapi lebih aman di antara kaki seseorang, atau lebih baik lagi, mengambilnya dari tempat penyimpanan yang ditinggikan. Demikian juga, harus dimungkinkan untuk belajar menurunkan, membawa, mendorong dan menarik, dan penanganan material manual lainnya dengan cara yang aman. Misalnya, seseorang harus belajar untuk tidak menggunakan tenaga yang kuat dengan tubuh yang terpelintir atau batang yang sangat bengkok, atau dalam gerakan yang tiba-tiba. Seharusnya wajar untuk menggunakan nasihat sederhana seperti itu, tetapi ternyata, adalah sifat manusia juga untuk tidak selalu mengikuti cara yang benar. Banyak agen dan pakaian komersial telah mengembangkan kursus sistematis dan sering kali agak canggih untuk menginstruksikan perawat, pekerja gudang, penambang, dan tukang, untuk menyebutkan beberapa, untuk melakukan penanganan material dengan cara yang aman. Sayangnya, banyak survei dan evaluasi sistematis dari hasil instruksi tersebut telah menunjukkan bahwa Seta A. Wicaksana | 369 sejumlah besar cedera terjadi bahkan setelah teknik penanganan beban yang tepat diajarkan. Oleh karena itu, tampaknya instruksi dan pelatihan jauh kurang efektif, jika berhasil sama sekali °, daripada rekayasa tugas yang tepat ° untuk sepenuhnya menghilangkan risiko kerja berlebihan dan cedera. Oleh karena itu, ―melepaskan tangan dari penanganan beban‖ adalah nasihat yang baik (Salvendy, G., 2012). 370 | Human Factor Engineering Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Tubuh manusia rentan terhadap kelelahan dan cedera akibat penanganan beban. Kerusakan sering terjadi pada elemen muskuloskeletal punggung bawah. Upaya untuk mendidik penanganan beban dalam prosedur yang benar dan aman biasanya kurang efektif daripada yang diinginkan. Satu-satunya cara yang benar-benar berhasil untuk menghindari cedera manusia adalah merancang risiko secara skematis. Mengangkat dan menurunkan, biasanya aktivitas yang paling berisiko, sebaiknya dihilangkan sama sekali. Jika itu tidak mungkin, mekanisasi tugas menghindari keterlibatan manusia; mekanisasi mungkin menarik secara ekonomi jika beban dinaikkan, misalnya, dengan mengemas beberapa barang berat menjadi satu. Tindakan sebaliknya, mengurangi beban, tepat jika keterlibatan manusia tidak dapat dihindari. Menggendong juga cenderung menyebabkan cedera. Yang terbaik adalah menghilangkan tugas sepenuhnya; jika tidak memungkinkan, mekanisasi pengangkutan mungkin dapat dilakukan (mungkin Seta A. Wicaksana | 371 juga dengan muatan yang dibundel). Jika manusia harus membawa, beban dan jarak harus diusahakan seminimal mungkin. Mendorong dan menarik adalah teknik yang lebih baik daripada mengangkat, menurunkan, dan membawa beban; tetapi bahkan dorongan dan tarikan masih dapat menyebabkan kerja berlebihan dan oleh karena itu, harus dihilangkan atau setidaknya dilakukan oleh mesin. Jika manusia harus mendorong dan menarik, beban harus dijaga tetap rendah. Saran Saran untuk penulisan makalah berikutnya, diharapkan dapat membahas dengan lebih mendalam, serta menambahkan sumber yang lebih banyak sehingga makalah dapat memperkaya pembahasan mengenai loading handling dan dapat menambahkan contoh pada setiap bagiannya agar mudah dipahami oleh pembaca. 372 | Human Factor Engineering Daftar Pustaka Alonso, M. T., Alvarez-Valdes, R., Iori, M., & Parreño, F. (2019). Mathematical models for multi container loading problems with practical constraints. Computers & Industrial Engineering, 127, 722-733. Kroemer, K. H. (2017). Fitting the human: Introduction to ergonomics/human factors engineering. CRC Press. Masâ, E., Fatmawati, W., & Ajibta, L. (2021). Analisa Manual Material Handling (MMH) dengan Menggunakan Metode Biomekanika untuk Mengidentifikasi Risiko Cedera Tulang Belakang (Musculoskeletal Disorder)(Studi Kasus pada Buruh Pengangkat Beras di Pasar Jebor Demak). Majalah Ilmiah Sultan Agung, 45(119), 37-56. Mendonça, F. S., Vaz, R. Z., Vaz, F. N., Leal, W. S., Silveira, I. D., Restle, J., ... & Cardoso, F. F. (2019). Causes of bruising in carcasses of beef cattle during farm, transport, and slaughterhouse handling in Brazil. Animal Science Journal, 90(2), 288-296. Seta A. Wicaksana | 373 Salvendy, G. (2012). Handbook of Human Factors and Ergonomics (Ed.,4th), USA : John Wiley & Sons, Inc. Wignjo Soebroto, Sritomo; 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya. 374 | Human Factor Engineering Human Engineering: Autonomous Seta A. Wicaksana | 375 Latar Belakang Dewasa ini, terjadi perkembangan ergonomi yang sangat signifikan. Hal ini dibuktikan beberapa berita seperti pengembangan mobil listrik atau mobil otonom di amerika. Hal ini berdasarkan Edition.cnn.com (2019) mengatakan, Elon Musk selaku CEO Tesla, Inc., telah membuat mobil listrik di Jerman. Bahkan, negara seperti Cina menurut Otomotif.kompas.com (2021) mengatakan, mereka telah membuat produsen mobil listrik bernama Nio ET7 untuk menyaingi perusahaan Tesla dalam pengembangan mobil listrik. Hal ini bahkan diikuti Honda, di mana menurut Cnbcindonesia.com (2021) mengatakan, pabrik perusahaan asal Jepang, yaitu Honda dipindahkan dari India ke Indonesia. Hal ini akibat perusahaan tesla yang telah membuka perusahaan di Indonesia. Dengan perkembangan teknologi digitalisasi yang meningkat pesat, maka tidak heran barang sekelas mobil listrik mulai dikembangkan. Perkembangan ergonomi pada mobil listrik dinamakan Autonomous Automobiles. Mobil otonom atau Autonomous Automobiles menurut Oto.detik.com (2015) mengatakan, mobil otonom 376 | Human Factor Engineering adalah mobil yang bisa berkendara secara mandiri tanpa bantuan tenaga manusia dan untuk mekanisme penggerak dari mobil sendiri, terdapat sensor khusus untuk berkendara. Untuk bahan bakar yang digunakan bukan menggunakan bahan bakar fosil melainkan, listrik yang menjadi penggerak dari mobil. Selain itu, mobil listrik memiliki radar yang berfungsi untuk mengetahui keadaan sekitar bilamana saat mau berbelok, memakirkan mobil, hingga mengetahui jarak saat akan berhenti. Dengan fitur yang dimunculkan, mobil listrik menjadi salah satu barang yang menjanjikan untuk dijual kepada masyarakat. Dalam ilmu Human Factor Engineering juga membahas perubahan ergonomis yang terjadi pada mobil listrik. Kroemer (2017) dalam bukunya mengatakan, fokus ergonomis yang sedang hangat di mana alat teknologi memunculkan tantangan baru, yaitu bagaimana alat yang membantu pengemudi, bepergian tanpa pengemudi ke mana pun, dan mobil listrik yang benavigasi pada sistem kontrol otomatis. Berikut penjelasan terkait tantangan yang disebutkan di kalimat sebelumnya : Alat yang Membantu Pengemudi Sebagai pengendara transportasi, tentunya kemudahan dalam membantu pengemudi sangat diperlukan terutama bagi mereka yang berkendara di Seta A. Wicaksana | 377 kota besar. Kita bisa ambil contoh alat yang memudahkan pengemudi adalah alat navigator Google Maps atau Doze. Para pengemudi transportasi online menggunakan alat ini untuk membuat keputusan terkait jalan mana yang mereka ambil untuk mengantar penumpang dan barang yang mereka antar. Contoh lainnya adalah holder gurita yang digunakan para jasa layanan motor online untuk meletakan gawai mereka saat berkendara. Contoh lainnya yang dapat kita jadikan contoh adalah Sistem seperti itu dapat terhubung banyak kendaraan melalui "drawbar elektronik" dalam kendaraan listrik. Hal ini berguna untuk mempercepat atau melakukan pencegahan beruap mengerem secara bersamaan saat terjadi hal tidak diinginkan oleh pengemudi. Dengan beragam jenis alat yang disebutkan sebelumnya, membuat sebuah barang yang ergonomis dalam membantu pengemudi ketika menjalankan aktivitasnya. Perekayasaan Ulang pada Jalan Raya Terkadang setiap zaman dibutuhkan sebuah perubahan, baik secara bertahap maupun secara menyeluruh. Hal ini berlaku pada rekayasa ulang pada jalan raya. Kroemer (2017) mengatakan, hal ini berdasarkan laporan meninggal akibat kecelakaan tergolong tinggi. Selain itu, tingkat kecelakaan 378 | Human Factor Engineering semakin tinggi seiring berjalannya waktu. Hal ini didukung menurut Kominfo.go.id (2017) bahwa, tiap 3 orang meninggal setiap harinya akibat kecelakaan. Dengan data yang disebutkan, dapat disimpulkan bahwa diperlukan rekayasa ulang jalan untuk mengurangi risiko kecelakaan. Ergonomis yang Baik yang Perlu Dilakukan Dalam merancang sebuah sesuatu, pasti adanya proses belajar Trial and Error. Prinsip ini berlaku dalam melakukan sebuah ergonomis pada mobil listrik. Kroemer (2017) mengatakan, adapun beberapa hal yang bisa dilakukan adalah : a) Memperbaharui Desain Kendaraan yang Ketinggalan Zaman Dalam beberapa dekade, perubahan dalam desain mobil berpengaruh terhadap pekerjaan pengemudi. Hal ini dapat dilihat semisal perubahan kopling pada mobil yang sebagian hilang dan menciptakan kendaraan yang bisa berjalan dengan sistem gas. Ataupun kasus terbaru, yaitu mobil listrik yang mengandalkan listrik sebagai tenaga penggerak menggantikan tenaga fosil pada waktu sebelumnya. Jikalau para produsen mobil masih terpaku pada model lama, maka cepat atau lambat, mobil tersebut akan menjadi ―usang‖ di masa depan. Seta A. Wicaksana | 379 b) Perubahan Cara Sistem Mengemudi yang Tidak Dapat Diubah Dalam kasus ini, ketika mengendari mobil ada 3 tahap yang harus dilakukan, yaitu pertama, tetap taruh kaki pada pedal. Kedua, tetap taruh tangan pada kemudi mobil. Ketiga, perhatikan kedepan saat menyentir. 3 hal ini menjadi dasar dan fundamental dalam mengemudi. Akan tetapi, karena adanya mobil listrik, tiga hal tadi bisa terganti karena mobil listrik dapat bergerak sendiri dengan menggunakan sensor. Dalam hal ini, produsen mulai membangun ulang terkait cara mengemudi di masa depan agar dapat bertahan di pasar. c) Perubahan pada Sistem Pedal Kendaraan Dalam kasus ini, kaki pengemudi harus cekatan dalam menekan pedal saat bekendara. Hal ini dikarenakan bila tidak secara cekatan, maka dapat menimbulkan kerusakan hingga kematian. Selain itu, pedal pada mobil umumnya ada 3, yaitu kopling, rem jarak jauh dan dekat. Untuk mobil listrik karena ada sistem sensor, maka dapat melakukan manuver dengan otonom tanpa bantuan manusia. Hal ini menjadi konsen produsen otomotif untuk merevisi sistem pedal pada barang mereka. 380 | Human Factor Engineering d) Faktor Permasalahan Manusia yang Dihadapi Saat Ini Jika membahas hal ini, memang banyak menjadi problem baik secara faktor psikis maupun fisik yang dihadapi manusia. Desain yang minimalis tentu akan memudahkan manusia dalam berkendara walaupun mereka ada masalah yang saat ini dihadapi. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran produsen otomotif meningkatkan kualitas dari barang mereka. e) Kesalahan yang Diperbuat Pengemudi Dalam kasus ini, terkadang ada beberapa kesalahan yang diperbuat pengemudi dikarenakan kelalaian mereka sendiri. Contoh kasus adalah kecelakaan di Tugu Tani akibat pengemudi secara sadar memakai narkoba hingga menewaskan banyak orang. Adapun kasus lain berupa kecelakaan, di mana kecelakaan tersebut disebabkan oleh orang lain, semisal ditabrak dari belakang oleh mobil lainnya. 2 hal ini menjadi kasus tersendiri yang patut dicermati oleh pengemudi saat ini. f) Pengetahuan yang Dimiliki Pengemudi Dalam hal ini, pengemudi seharusnya memiliki banyak informasi yang dapat dia lakukan dalam mengemudi, alih-alih hanya sekadar bisa mengemudi Seta A. Wicaksana | 381 mobil. Kita bisa ambil contoh misal, saat berkendara di kondisi gelap dengan penerangan yang minim, berkendara saat kondisi hujan, saat belok kiri atau kanan, hingga cara pengemudi mengubah jalur. Hal ini menjadi faktor yang bersifat kognisi bagi individu dan menjadi faktor penting untuk mencegah hal tidak diinginkan. g) Kemampuan Kemudi yang Sempurna Dalam kasus mengendarai mobil, mengemudi adalah kasus yang kompleks. Hal ini dikarenakan mekanisme yang terkait satu sama lain dan membuat hal itu menjadi kompleks. Akan tetapi, di samping sistem kemudi yang kompleks, diperlukan pula tingkat pengendalian kontrol diri yang dapat beradaptasi pada saat situasi dan kondisi tertentu. h) Tantangan Faktor Manusia Dalam bagian ini, manusia bisa mengalami keandaan tertentu yang membuat mereka kelelahan atau lalai. Namun, apakah itu hanya menjadi faktor masalahnya? Tentu tidak. Hal ini dikarenakan berbagai faktor lain semisal faktor jalanan yang sempit, lalu lintas yang tidak terkendali, atau ergonomis dari mobil itu sendiri yang membuat kecelakaan terjadi. Jika faktor eksternal menyumbang hal tersebut, maka hal tersebut perlu 382 | Human Factor Engineering diperbaiki, bahkan ditingkatkan ergonomis yang lebih baik. demi tingkat Teknologi Baru Tantangan Ergonomic Baru Dengan semakin berkembangnya teknologi, muncul juga masalah human factor engineering yang perlu ditingkatkan. Berikut adalah beberapa masalahnya (Salvendy, G., 2012) : a). Keadaan Emergency dalam Berkendara Jika kita sepenuhnya sudah mencapai kondisi yang serba otomatis sepenuhnya, di mana pada waktu sebelumnya adalah pengendara. Sekarang, hal itu berubah di mana pengemudi menjadi penumpang. Hal ini memicu anggapan bahwa, pengendara akan menikmati perjalanan dengan lebih mudah dan aman. Akan tetapi, hal itu akan gagal ketika suatu saat sistemnya mengalami kegagalan dan pada saat itu pula, pengendara harus segera mengambil kendali atas kendaraan yang mereka tumpangi. b). Mengendarai Kendaraaan dengan Keahlian yang Handal Setiap kendaraan memiliki high-technology yang baru sehingga hal ini diperlukan keahlian pengendara dengan gaya old-fashion atau lama. Hal ini dilakukan Seta A. Wicaksana | 383 dengan alasan, di mana ketika pengemudi sedang berkendaraan dengan tipe otomatis dan pada saat sistem arahnya tidak dapat menguasai dengan benar, seperti saat melakukan perjalanan jarak jauh, jalanan yang pengemudi tapaki, tidak mulus atau jalanan yang rusak. Hal ini mungkin dapat membawa risiko sehingga keahlian berkendara gaya old fashion dapat diterapkan demi meminimalisir kerusakan yang mobil terima. c). Sistem Kendali Baru untuk Kendaraan Perancang mobil otomatis bisa menggunakan pengalaman dan pengetahuannya untuk membuat sebuah sistem kendali yang lebih praktis, di mana hal itu merupakan gabungan akan manipulasi kecepatan dan arah. Kita bisa ambil contoh seperti mengubah setir mobil menjadi joystick yang biasa digunakan dalam pesawat jet, sehingga hanya perlu mengarahkan stick tanpa memerlukan setir yang biasanya mobil gunakan dan hal ini pula dapat mengefisienkan tenaga yang dikeluarkan oleh pengemudi. d). Langkah Step-by-Step Pendekatan ini memiliki peluang untuk memunculkan beberapa kekhawatiran human factor. Kita bisa ambil contoh seperti pengendara mungkin memiliki asumsi 384 | Human Factor Engineering yang salah mengenai fitur yang dimiliki mobilnya, padahal mobilnya tidak miliki fitur tersebut. Pada saat ketika kendaraan memiliki kapasitas otonom dan dalam keadaan darurat, penumpang tidak dapat mengambil kendali dengan cepat dan sepenuhnya dari mobil yang dia kendarai. Oleh karena itu, dengan dilakukan pembangunan pola pikir psikologi secara bertahap, hal tersebut akan lebih mudah diterima dalam masyarakat dalam jangka waktu yang lama. e). Tahap One Big Step Solusi lain untuk kemampuan mobil otonom atau autonomous mobile yang sempurna adalah dengan adanya sistem kontrol kendaraan dan tatanan ergonomis ruang kemudi mobil yang terkini. Hal ini tentu dengan melakukan uji tes selama beberapa kali. Setelah hal tersebut sudah dilakukan, AA (Autonomous Automobile) dapat dilempar ke pasar. Pendekatan ini tidak memerlukan banyak pembelajaran, tetapi yang dibutuhkan adalah diperlukan kemauan pengguna untuk membeli mobil tersebut dan langkah maju ke masa depan. Seta A. Wicaksana | 385 f). Compromise Meskipun ide mobil otomatis sedang begitu menggebu di pasat otomotif saat ini, tetapi perlu diketahui bahwa, hal ini merupakan masih tahap proses dan dibutuhkan pembiasaan kepada masyarakat. Untuk hal tersebut, kemungkinan saat ini yang dapat diambil adalah dengan tetap menjual mobil biasa dan juga menjual mobil otomatis di area yang di mana mobil otomatis dibutuhkan dan dapat digunakan. 386 | Human Factor Engineering Daftar Pustaka Cnbcindonesia.com. (2021). Bye India! Honda Pindahkan Pabrik ke RI, Bikin Mobil Listrik. Retrieved by March 13th, 2021, From https://www.cnbcindonesia.com/news/20210313 093301-4-229852/bye-india-honda-pindahkanpabrik-ke-ri-bikin-mobil-listrik Edition.cnn.com. (2019). Elon Musk says Tesla will build cars in Berlin. Retrieved by November 12, 2019, From https://edition.cnn.com/2019/11/13/business/te sla-berlin-gigafactory/index.html Kominfo.go.id. (2017). Rata-rata Tiga Orang Meninggal Setiap Jam Akibat Kecelakaan Jalan. Retrieved by August 8th, 2017, From https://kominfo.go.id/index.php/content/detail /10368/rata-rata-tiga-orang-meninggal-setiapjam-akibat-kecelakaan-jalan/0/artikel_gpr Kroemer, K. H. E. (2017). Fitting the Human : INTRODUCTION TO ERGONOMICS/HUMAN FACTORS ENGINEERING (Ed., 7th). USA : CRC Press. Seta A. Wicaksana | 387 Oto.detik.com. (2015). Apa Itu Mobil Otonom?. Retrieved by October 6, 2015, From https://oto.detik.com/mobil/d-3036914/apaitu-mobil-otonom Otomotif.kompas.com. (2021). Saingi Tesla, Produsen Asal China Luncurkan Mobil Listrik Nio ET7. Retrieved by January 1st, 2021, From https://otomotif.kompas.com/read/2021/01/12/ 072200415/saingi-tesla-produsen-asal-chinaluncurkan-mobil-listrik-nio-et7 Salvendy, G. (2012). Handbook of Human Factors and Ergonomics (Ed.,4th), USA : John Wiley & Sons, Inc 388 | Human Factor Engineering Human Engineering: Making Work Pleasant and Efficient Seta A. Wicaksana | 389 Latar Belakang Ilmu Human Factor Engineering juga membahas perihal bagaimana membuat tempat kerja yang nyaman, aman, dan efisien bagi para pekerjanya. Segala aspek pun perlu diperhatikan untuk menunjang kesejahteraan dan kinerja karyawan, sehingga diperlukan perencanaan untuk membuat lingkungan tempat kerja yang baik untuk para karyawan. Berikut adalah pembahasan terkait chapter ini : Menggunakan keterampilan dan minat: Bergaul dengan Orang Lain di Tempat Kerja Masing-masing dari kita adalah individu yang unik, berbeda dari orang lain dengan cara, didikan lingkungan, pengalaman dan kepribadian. Semua hal tersebut membuat kita istimewa. Survei yang dilakukan di Amerika Utara, Eropa, Australia & Selandia Baru, dan di beberapa tempat lain menunjukkan secara umum bahwa, keterampilan kerja dan pendidikan yang lebih baik, menghasilkan kepuasan kerja dan pendapatan yang lebih tinggi (Salvendy, G., 2012). 390 | Human Factor Engineering Orang-orang yang memiliki panggilan atas apa yang mereka lakukan umumnya, merasa sangat puas meskipun gaji mereka relatif rendah dan beban kerja mereka agak tinggi. Pekerjaan yang paling memuaskan adalah pekerjaan yang membuat orang lain merasa lebih baik lagi. Biasanya pekerjaan ini seperti merawat, membantu, serta mengajar orang lain. Kemudian, karyawan yang puas terhadap pekerjaannya adalah salah satu aset perusahaan yang paling berharga, karena tanpa adanya karyawan yang puas dan semangat dalam bekerja, tidak akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Kroemer (2017) mengatakan, keterlibatan dalam pekerjaan ditentukan oleh beberapa hal, yaitu : Tugasnya, yang meliputi peralatan dan prosedur yang digunakan dalam pekerjaannya. Imbalannya untuk kinerja yang baik. Contohnya seperti pengakuan, potensi kemajuan, dan gaji. Kondisi kerja yang bersifat multifaset. Hal ini mencakup hubungan sosial di antara orang-orang di semua tingkatan, sering kali disebut pembawa iklim organisasi atau perubahan ―iklim‖ perusahaan secara longgar. Dalam pekerjaan, motivasi dan prestasi sangat erat kaitannya. Seseorang yang termotivasi untuk melakukan pekerjaannya dengan baik, bersedia untuk mengerahkan tenaga dan pikiran untuk Seta A. Wicaksana | 391 melakukannya. Dengan memahami apa yang memotivasi orang lain dalam bekerja, dapat membantu kita menyadari perilaku mereka saat bekerja. Contohnya, kita melihat individu berinisial A semangat untuk bekerja, menyelesaikan tugasnya tepat waktu, dan membantu temannya yang kesulitan. Ternyata hal yang memotivasi A untuk berperilaku seperti itu adalah istri yang selalu mendukungnya dan anaknya. Selain itu, orang-orang termotivasi untuk melakukan suatu hal adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Tak jarang orang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mendapatkan pengakuan, dan juga penghargaan (Salvendy, G., 2012). Teori harapan mengasumsikan bahwa, motivasi individu bergantung pada perbedaan antara apa yang ditawarkan lingkungan kerja orang tersebut dengan apa yang dia harapkan. Oleh karena itu, perusahaan atau organisasi harus memberikan penghargaan kepada karyawannya berupa gaji, promosi dan pengakuan formal. Nilai hadiah berbeda tergantung bagaimana individu menilai hadiah yang diantisipasi. Jika organisasi tidak mengakui upaya karyawan untuk meningkatkan kinerjanya, maka hanya ada sedikit insentif baginya untuk bekerja keras dan lebih baik. Jika hal ini terus terjadi, tidak menutup kemungkinan karyawan mogok kerja dan melakukan protes (Salvendy, G., 2012). 392 | Human Factor Engineering Meskipun karyawan dengan jabatan paling rendah sekali pun, perlakukanlah sebagaimana mereka ingin diperlakukan. Ciptakan suasana yang membuat orang tersebut bangga bekerja di perusahaan atau organisasi seperti menyediakan fasilitas yang baik, menghargai setiap kerja keras nya atau tawarkan promosi jika kinerjanya sangat baik (Salvendy, G., 2012). Bekerja diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi kita perlu menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi. Bekerja terus menerus bisa membuat kita kelelahan sehingga kondisi tubuh kita bisa alami kelelahan. Lima hari kerja seminggu dengan sekitar delapan jam kerja sehari adalah normal di beberapa negara industri. Hari Weekend bisa digunakan oleh karyawan untuk menikmati hidupnya, Refreshing, pergi bersama keluarga, atau sekadar menikmati waktu di rumah seharian (Salvendy, G., 2012). Karyawan bisa meningkatkan prestasinya dengan motivasi yang tinggi untuk bekerja. Akan tetapi, ada hal-hal yang bisa menghambat individu bekerja dan salah satunya adalah bos atau atasan yang buruk. Atasan yang buruk, sering kali menimbulkan masalah bagi perusahaan karena menghasilkan moral yang buruk, mengurangi produksi, dan meningkatkan pergantian karyawan. Atasan yang buruk juga menciptakan rasa ketidakpuasan di antara para Seta A. Wicaksana | 393 karyawan, sehingga banyak yang mencari pekerjaan lain agar terhindar dari atasan yang seperti ini (Salvendy, G., 2012). Menyiapkan pekerjaan, tempat kerja dan lingkungan kerja kita sendiri Desain sebagian tempat kerja untuk pekerjaan manual dalam produksi dan perbaikannya mengikuti tradisi yang sudah mapan, yang dihasilkan dari prosedur kerja di masa lalu, objek yang akan dikerjakan, mesin yang akan digunakan, serta perkakas tangan yang dibutuhkan. Dalam beberapa kasus, ada sedikit kelonggaran bagi pekerja individu untuk mengembangkan desain baru untuk produk, tempat kerja, atau praktik kerja. Manajemen yang cerdas mendorong saran pekerja dengan mengumpulkan dan menggunakan saran dalam tahap perencanaan dan konsep untuk tempat kerja yang ideal bagi karyawan (Salvendy, G., 2012). Kemudian, lingkungan kerja dapat memengaruhi kesejahteraan dan kinerja karyawan, sehingga diperlukan lingkungan kerja baik yang menunjang kesejahteraan dan kinerja karyawan, agar karyawan bisa bekerja dengan optimal dan nyaman. Contohnya dengan merancang lingkungan untuk penglihatan yang tepat di depan komputer. Karyawan yang bekerja di depan komputer, tentunya secara kontinuitas, 394 | Human Factor Engineering menatap layar komputer seharian. Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus untuk mencegah mata karyawan kelelahan akibat melihat layar komputer. Selain itu, diperlukan pencahayaan yang baik di bagian produksi atau perkantoran. Pencahayaan yang baik, dapat membuat mata para pekerja nyaman dan tidak kelelahan. Adapun usaha berupa menghindari cahaya yang silau adalah salah satu cara yang diperlukan untuk membuat lingkungan tempat kerja menjadi lebih baik (Salvendy, G., 2012). Tidak lupa pula, suara bising di tempat kerja harus diatur dengan baik. Hal ini dilakukan agar, komunikasi-komunikasi verbal dan nonverbal dari rekan kerja yang kerja dapat terdengar dengan baik. Selain itu, hal tersebut bisa memberikan sinyal peringatan tentang bahaya di tempat kerja. Bila suara bising tersebut tidak diatur oleh perusahaan dengan segera, maka hal tersebut dapat membuat aktivitas pekerjaan menjadi terganggu dan terjadi kemungkinan berupa masalah pendengaran yang dialami oleh pekerja, baik kerusakan sementara atau permanen di telinga kita (Salvendy, G., 2012). Pembahasan terakhir yang harus diperhatikan untuk lingkungan kerja yang lebih baik adalah iklim di tempat kerja. Perhatikan suhu ruangan, pergerakan udara yang masuk ke tempat kerja, serta kelembapan udara di tempat kerja. Saat bekerja, pekerja harus menjaga iklim sebagaimana adanya dan menyesuaikan Seta A. Wicaksana | 395 diri dengan iklim lingkungan kerja. Bila tidak dibenahi masalah ini dengan segera, maka akan menimbulkan keresahan bagi karyawan dan berujung kepada ketidak efektivitas dalam performa kinerja karyawan (Salvendy, G., 2012). 396 | Human Factor Engineering Kesimpulan Dengan demikian, berikut adalah Sepuluh prinsip ergonomis untuk membuat tempat kerja menjadi lebih baik menurut Salvendy (2012). Beberapa prinsip itu di antaranya adalah sebagai berikut : 1. Rencanakan desain tempat kerja dengan memperhatikan keselamatan, kemudahan, dan efisiensi. Pemilihan desain tempat kerja dapat diganti dengan desain yang baik demi menunjang kinerja performa pekerja. 2. Desain tempat kerja dapat disesuaikan dengan kebutuhan orang awam dan bukan hanya untuk kalangan ―artistik‖ tertentu saja. 3. Desain harus sesuai dengan psikologis manusia agar karyawan dapat bekerja dengan baik dan hal ini berhubungan dengan produktivitas pekerja dalam bekerja. 4. Desain juga harus dibuat untuk kalangan tertentu, seperti wanita hamil, orang tua, orang cacat, orang dengan proporsi tubuh yang tidak biasa, anak-anak, dan sejenisnya. Atas dasar ini Seta A. Wicaksana | 397 pula, perusahaan perlu mendesain untuk mereka sesuai postur tubuh mereka. 5. Desain tempat kerja harus memberikan informasi visual dan sensorik yang jelas kepada pekerja sebagai penanda untuk tempat tertentu. 6. Desain tempat kerja juga harus mempertimbangkan mereka yang sudah bekerja selama berjam-jam hingga bertahun-tahun tanpa mempedulikan kesehatan mereka. 7. Desain tempat kerja harus memperhatikan kendali atas diri pekerja sendiri. Hal ini dilakukan agar pekerja dapat dengan nyaman, efisien, serta leluasa dalam bekerja. Hal ini juga berpengaruh kepada produktivitas kinerja mereka dalam bekerja. 398 | Human Factor Engineering Daftar Pustaka Greenberg, J. (2010) Behavior in Organizations: Understanding and Managing the Human Side of Work, tenth ed. Upper Saddle River, NJ: PrenticeHall. Harvey, P., Stoner, J., Hochwarter, W., and Kacmar, C. (2007) Coping with abusive supervision: The neutralizing effects of ingratiation and positive effect on negative employee outcomes. The Leadership Quarterly 18: 3, 264–280. Konz, S., and Johnson, S. (2007) Work Design: Industrial Ergonomics, sixth ed. Scottsdale, AR: Holcomb Hataway Kroemer, A. D., and Kroemer, K. H. E. (2017) Office Ergonomics, second ed. Boca Raton, FL: CRC Kroemer, K. H. E. (2006c) ―ExtraOrdinary‖ Ergonomics: How to Accommodate Small and Big persons, the Disabled and Elderly, Expectant Mothers and Children. Boca Raton, FL: CRC Kroemer, K.H.E. (2017). Fitting the Human: Introduction to Ergonomics/Human Factors Seta A. Wicaksana | 399 Engineering Seventh Edition. Taylor & Francis Group, LLC. Salvendy, G. (2012). Handbook of Human Factors and Ergonomics (Ed.,4th),USA : John Wiley & Sons, Inc. Smith, T. M. (2007) Job satisfaction in America: Trends and socio-demographic correlates. Available at http://www-news.uchicago .edu/releases/07/pdf/070827.jobs.pdf 400 | Human Factor Engineering Profil Penulis Seta Ariawuri Wicaksana, S. Psi., M.Psi., Psikolog, yang dikenal dengan Mas Seta, seorang Psikolog Bisnis (Business Psychologist) saat ini bertugas sebagai Ahli Senior di Komite Kebijakan Pengelolaan Kinerja Organisasi dan SDM (KPKOS) Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, selain itu sebagai Independence Organizational Development Consultant in Aksi Cepat Tanggap (ACT), ia juga merupakan Pendiri dan Direktur perusahaan digital start up Humanika Bisnis Digital (HBD) dengan brand tes online di hipotest.id. Ia juga pendiri dan Direktur Utama di PT Humanika Amanah Indonesia (PT. HAI), yang lebih dikenal dengan brand www.humanikaconsulting,com, sejak tahun 2004. Perusahaan yang bergerak di jasa assessment, pelatihan dan pengembangan organisasi (organizational development) dengan beragam klien dari berbagai kriteria industri dan organisasi, sekitar lebih 100 perusahaan. Ia merupakan Pendiri dan Seta A. Wicaksana | 401 Pembina Yayasan Humanika Edukasi Indonesia (HEI) yang fokus pada pengembangan Pendidikan dan Kesehatan mental, salah satu programnya adalah Humanika Institute, yaitu merupakan BLK dalam mempersiapkan SDM siap untuk bekerja. Pada tahun 2016, telah menerbitkan sebuah buku SOBAT WAY, INDUSTRI DAN ORGANISASI: Pendekatan Integratif Terhadap Perubahan (DD Publishing, 2021) dengan Elexmedia, Gramedia, buku bercerita tentang tahapan sukses melalui perubahan, dengan mengubah potensi menjadi kompetensi. Ia juga merupakan Dosen Tetap Fakultas Psikologi Universitas Pancasila sejak tahun 2016, selain menjalankan fungsi mengajar, juga menjalankan fungsi penelitian, berbagai jurnal sudah dipublikasikan di jurnal nasional. Saat ini, sedang mengikuti tugas belajar Doktoral (S3) di Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasila Bidang MSDM dan juga merupakan Lulusan Fakultas Psikologi S1 dan S2 Universitas Indonesia, serta Lulusan sekolah ikatan dinas Akademi Sandi Negara (AKSARA) dan berdinas 10 tahun di Lembaga Sandi Negara, yang saat ini bernama Badan Siber dan Sandi Negara. 402 | Human Factor Engineering