Academia.eduAcademia.edu
ANALISIS DOCUMENTALITY THEORY DI INDONESIA MENUJU ERA BARU DOKUMENTASI Analysis Of Documentality Theory In Indonesia Towards A New Era Of Documentation Oleh : Rheika Pramesti Andriani Universitas Negri Diponegoro Jl. Prof. Sudarto No.13, Tembalang, Kec. Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah 50275 andrianirheika@gmail.com Abstrak Di Indonesia, dokumentasi tidak berkembang sebagai ilmu seperti perpustak a an. Bahkan dokumentasinya pun dilupakan atau sengaja dilupakan. Di Amerika Serikat, dokumentasi juga dianggap masa lalu sejak diperkenalkannya ilmu informasi. Padahal justru dari Amerika pula, dokumentasinya berkembang menjadi ilmu baru. Saat ini terdapat Document Academy Meeting (DOCAM) yang diadakan setiap tahun di tingkat internasional. Di European Tromso University menjadi pelopor utama studi dokumentasi. Perkembangan tersebut seakan luput dari pandangan perpusta k a an sekolah di Indonesia. Makalah ini menyajikan perjalanan pribadi dalam menafsirkan dokumentasi. Diharapkan makalah ini dapat menginspirasi para praktisi pustakaw an dan akademisi di bidang studi dokumentasi. Kata kunci: dokumentasi, perpustakaan, pustakawan Abstract In Indonesia, documentation does not develop as a science as the library. Even the documentation is forgotten or deliberately forgotten. In the United States documentation has also been considered the past since the introduction of information science. Yet it is precisely from America too, the documentation evolved into a new science. Currently there is Document Academy Meeting (DOCAM) which is held annually on an international level. At European Tromso University became the lead pioneer of documentation studies. This development seems to escape from the view of the library school in Indonesia. This paper presents a personal journey in interpreti ng the documentation. It is hoped that this paper can inspire librarians practitioners and academics in the field of documentation study. Keywords: documentation, library, librarian Tugas Matakuliah Komunikasi Informasi Prodi Ilmu Perpustakaan UNDIP 1. PENDAHULUAN Apakah dokumentasi atau lengkapnya adalah “dokumentasi ilmiah” itu? Dugaan awal adalah museum ilmiah. Ternyata yang dihimpun bukan artefak, namun Pustaka. Kemudian muncul pertanyaan berikutnya: “Apa beda dokumentasi dan perpustakaan?”. Sayang waktu itu belum diperoleh jawaban yang memuaskan tentang dua lembaga yang sering disamakan, namun jua tidak jarang dipertentangkan. Kegiatan rutin ternyata tidak memberi banyak waktu untuk belajar, sehingga proses pembelajaran dan pencarian itu tertunda. Upaya pencarian kembali muncul setelah “satu setengah dasa-warsa” berlalu. Dipicu pernyataan bahwa pemahaman dokumentasi tidak terbatas hanya pada dokumentasi yang biasa dianut oleh pustakawan. Dengan kata lain harus ada teori, konsep, atau kaidah mendasar dari dokumentasi yang berlaku secara umum. Namun “tidak banyak”, untuk mengatakan “tidak ada” yang tertarik mendiskusikan masalah dokumentasi. Terdapat anggapan bahwa dokumentasi adalah masa lalu, dan sekarang sudah diganti dengan ilmu atau sistem informasi. Pengaruh Amerika Serikat yang menjadikan American Documentation Institute (ADI) menjadi American Society for Information Science (ASIS) sangat besar. Dokumentasi ditinggalkan karena yakin bahwa yang terbaru adalah Ilmu Informasi. Keyakinan mengenai ilmu informasi itu juga mendominasi para cerdik-pandai di bidang perpustakaan dan kepustakawanan Indonesia. Meski dokumentasi di Amerika Serikat telah ditinggalkan,namun pada awal millennium ketiga dari Amerika jugalah muncul ide tentang pembelajaran kembali konsep dokumentasi eropa yang lahir sejak akhir abad 19. Kerjasama Universitas California di Barkeley dan Universitas Tromso di Nowergia melahirkan Document Academy Meeting (DOCAM) sejak 2003 sampai sekarang. Dari seri pertemuan itulah lahir konsep dan teori baru tentang dokumentasi. Tulisan ini menyampaikan upaya pencarian dan pembelajaran tentang makna dokumentasi. Selain itu dimaksudkan utuk mengenalkan konsep baru dokumentasi. 2. TINJAUAN TEORITIS Pada bagian ini disampaikan salah satu pemikiran untuk menemukan makna dari dokumentasi. Memaknai dokumentasi didekati dengan melihat makna kata kunci pada kalimat berikut: pada awal mula adalah hasrat (kehendak) manusia untuk mengekspresikan apa yang dirasakan dan/atau yang dipikirkannya Kalimat di atas semula digunakan sebagai upaya pendekatan untuk memahami kepustakawanan (Sudarsono, Blasius. Dalam Kepustakawanan Indonesia: potensi dan tantangan. Jakarta: Kesaint Blanc, 1992. 3. METODE PENELITIAN Tugas Matakuliah Komunikasi Informasi Prodi Ilmu Perpustakaan UNDIP Metode Teori ini menggunakan data kualitatif dimana metode kualitatif yaitu metode dengan mendeskripsikan memperoleh pemahaman mendalam, mengembangkan teori, realitas dan kompleksitas sosial. Hasil dari penelitian ini dapat menunjukan perkembangan baru dokumentasi. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam keseharian hidup kita, tentu pernah mendengar atau mengucapkan kata dokumentasi. Arti dan makna dokumentasi tentu sangat beragam, tidak terbatas hanya pada pengertian yang biasa dimaksud oleh kalangan pustakawan. Di Indonesia, pustakawan sering mengucapkannya bersamaan dengan kata perpustakaan dan informasi menjadi “perpustakaan, dokumentasi, dan informasi”. Untuk singkatnya muncul akronim “pusdokinfo”. Akronim ini biasa diucapkan dalam satu tarikan nafas, sehingga memberi kesan penyamaan arti tiga kata yang lebih berpusat pada perpustakaan. Selanjutnya dengan lebih populernya kata “informasi”, terjadi pergeseran fokus dari perpustakaan ke “informasi”. Bahkan pustakwan mulai menyebut dirinya juga sebagai ahli informasi. Ilmu yang menjadi dasar pemikiran dan tindakan juga bergeser dari ilmu perpustaka an ke ilmu informasi. Objek kerja perpustakaan adalah buku atau pustaka. Sedang objek kerj a dokumentasi adalah dokumen. Maka Wajar jika muncul pertanyaan: “Apa sebenarny a dokumen itu?”Pendapat Paul Otlet mengatakan bahwa dokumen adalah benda tiga dimensi mati. Dokumen tercetak adalah juga benda tiga dimensi mati meski ketebalann y a sangat tipis. Sehingga ada yang berpendapat dokumen menurut Otlet adalah dua dan tiga dimensi mati.Briet menambahkan bahwa dokumen juga bisa berupa tiga dimensi hidup (kasus antelope). Pendapat lain tentang dokumen datang dari Donker Duyvis. Tidak hanya memandang dari sisi fisik atau materi saja, Donker memandang juga dari sisi spiritual. Donker memaknai dokumen sebagai ekspresi pikiran manusia sesuai pendapat Otlet. Ranganathan dari India mempunyai pemaknaan lain tentang dokumen. Dikatakan bahwa dokumen adalah Microthought on a flat surface. Namun Ranganathan menolak memasukkan materi audiovisual, radio, dan komunikasi melalui televise sebagai dokumen. Dia yakin bahwa dokumen bersinonim dengan hasil pikir yang terekam di kertas, yang dapat dipegang secara fisik, dan dapat dilestarikan sepanjang masa. Di Amerika Serikat, Louis Shore mengatakan bahwa dokumen adalah rekaman tekstual, yang dapat mencakup komunikasi audiovisual yang dinamakan the generic book. Jesse H. Tugas Matakuliah Komunikasi Informasi Prodi Ilmu Perpustakaan UNDIP Shera menyebut apa yang dimaksud Louis Shore dengan the graphic record. Penelusuran Lund akan makna dokumentasi berawal dari arti kata itu dalam kamus kuno Bahasa Perancis. Mulanya adalah dari kata Latin documentum. Arti kata ini dalam Bahasa Latin terkait dengan: contoh, model, pelajaran, mengajar dan menunjukkan. Dapat disimpulk an bahwa pelajaran yang disampaikan secara lisan adalah sejenis dokumen juga. Namun arti dan makna ini, kini sudah agak terlupakan. Kini selain dilihat sifat bibliografisn ya, dokumen biasa terkait dengan sifat hukum dan ilmiah. Dokumen adalah sesuatu yang mendukung fakta dengan bukti tertulis. Dalam sejarahnya, pengadilan selalu memutuskan perkara berdasar dengan adanya bukti tertulis ini. Demikian juga dalam lingkup ilmiah. Ilmuwan menulis apa yang ditemukan dengan artikel ilmiah. Siapa yang lebih dahulu menulis dokumen ilmiah adalah yang berhak atas penemuan baru itu. Secara singkat dokumen pada dasarnya adalah objek tertulis. Kedua, dokumen adalah bukti, dan ketiga dokumen adalah pembawa informasi. Theory of Documentality (teori dokumentalitas) dirumuskan oleh Maurizio Ferraris sejak 2005. Dia mengembangkan teori bertolak dari rumusan seorang filosof Amerika Serikat, John Searle tentang “a huge invisible ontology”, atau the ontology of social objects (1995). Untuk menerangkan “objek sosial” Searle merumuskan hukum: “X counts as Y in C”. Dia mengatakan bahwa objek sosial adalah objek di atas objek fisik. Dijelaskan bahwa “dalam konteks (kondisi) C objek fisik X adalah objek sosial Y”. Faktor terpenting dalam mewujudkan realitas sosial (social reality) dinamai Searle dengan terminology “collective intentionality”. Rumusan Searle inilah yang dikoreksi oleh Ferraris dengan merumuskan hukum: “Object = Written Act” (2005). 5. PENUTUP Perjalanan panjang mencari makna dokumentasi sampailah pada akhir babak awal. Dikatakan akhir babak awal karena diharapkan akan ada babak selanjutnya sebagai kelanjutan cerita yang lebih akademik. Cerita babak selanjutnya tentu memerlukan pribadi muda yang mau dan mampu berpikir dan bertindak akademik. Sebab tujuan selanjutnya adalah mengajarkan dan mengembangkan kembali ilmu dokumentasi di Indonesia. Untuk itu diusulkan adanya kolokium yang mengarah Konsorsium Ilmu Dokumentasi di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Tugas Matakuliah Komunikasi Informasi Prodi Ilmu Perpustakaan UNDIP terwujudnya Buckland, M. K. (2013). Document Theory: An Introduction. Preprint, Nov 7, 2013, of presentation at the Summer School on Records, Archives and Memory Studies, University of Zadar, Department of Information Sciences, Zadar, Croatia, 6 to 10 May. Buckland, M. K. and Niels W. Lund (2013). Boyd Rayward, Documentation, and Information Science. Library Trends, Vol. 62, No. 2, 2013. Ferraris, Maurizio. (2006). Documentality. New York, Italian Academy, October 11th 2006. Ferraris, Maurizio. (2014).Total Mobilization. The Monist; Apr; 97, 2. Lund, Niels Windfeld. (2003). Doceo + mentum - a ground for a new discipline. Paper to the DOCAM ’03 conference, SIMS, UC-Berkeley, CA, Aug.1315.http://www.thedocumentacademy.org/resources/2003/papers/lund.pap er.ml Lund, Niels Windfeld. (2004). Building a Discipline, Creating a Profession: An Essay on the Childhood of “Dokvit”. http://munin.uit.no/bitstream/handle/10037/966/paper.pdf?sequence=1 Lund, W. N. (2010). Document, Text and Medium: Concepts, Theories and Disciplines. Journal of Documentation Vol. 66 No. 5, pp. 734-749 Sudarsono, Blasius (2016). Menuju Era Baru Dokumentasi. Jakarta: LIPI Press. Tugas Matakuliah Komunikasi Informasi Prodi Ilmu Perpustakaan UNDIP