Academia.eduAcademia.edu
Bahasan psikologi anak tidak hanya berhubungan dengan tahap perkembangan beserta ciri khas pada setiap fase. Sejalan dengan problematika tentang perkembangan anak, dalam psikologi anak juga dibahas berbagai jenis gangguan perkembangan pada anak beserta faktor pencetusnya. PSIKOLOGI ANAK Mengenal Autis hingga Hiperaktif 10 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Doktor Spranger menulis buku, “Psycologie des Jugendalters” (Psikologi dari masa muda). Sedang sarjana-sarjana Belanda dalam ilmu pendidikan yang banyak menulis buku antara lain: Gunning, Kohnstamm, Bigot, Palland, Sis Heyster, J.Bijl, Roels dan Lievegoed, sarjana lainnya adalah :Meumann, Koffka dan Kroh (Jerman), Dr. Schuyten, Tobie Jonkheere, Decroly, (Belgia), Sikorski, dan Pavlov (Rusia). Tokoh lain dari Belanda adalah V. Wagenburg, Van Ginneken, Frater Rombouts, Casimir, Waterink, Langeveld. Disamping tokoh-tokoh tersebut di atas, ada pula beberapa tokohtokoh pendidik pada abad-abad sebelumnya, yang banyak berjasa dalam pemikiran tentang hakekat anak dan perkembangan anak-anak. Tokoh-tokoh tersebut antara lain ialah : Johan AmosComenius (1592-1671). Ia dipandang sebagai seorang ahli pendidik pertama yang mengemukakan sifat-sifat khas anak, yang berbeda dengan ciri dan sifat-sifat orang dewasa. Sanksi pelanggaran Pasal 72: Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 Pasal 44 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait, sebagaimana dimaksud ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) Kemudian Jean Jacquis Rosseau (1712-1778), yang mencoba melukiskan perkembangan anak dalam bukunya” Emile et Shopy” (yang menuntut anak berkembang dan tumbuh dalam kebebasan). Juga Heinrich Pestalozzi (1746-1852) menaruh minat yang sangat besar pada masalah kehidupan anak. Kemudian Dr. Maria Montessori (1870-1952) dari Italia, sangat berminat pada masalah kejiwaan anak. Dan mencoba mengembangkan satu metodik mengajar yang berprinsip pada “auto-education”. Tokoh-tokoh diatas menginspirasi para ahli psikologi modern untuk terus mengadakan kajian tentang perkembangan anak. Hingga saat ini terjadi ledakan yang luar biasa dari para pemerhati anak untuk mengembangkan pendekatan dan motode yang paling tepat guna lebih memahami kejiwaan. Berbagai penelitian dan temuan bermunculan sebagai upaya memberikan layanan terbaik bagi anak dan mengoptimalkan potensi anak. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 9 pandangan John Locke pada abad 17 yang mengemukakan pandangan tentang ‘tabula rasa’ atau meja lilin, menyangkal pandangan bahwa anak lahir sudah membawa bakat jahat. John Locke berpandangan bahwa anak lahir dalam keadaan bersih, putih seperti kertas, perkembangan anak selanjutnya ditentukan oleh pengalaman hidup selanjutnya bersama lingkungannya yaitu orang tua atau guru. Pada akhir abad ke 19 mulai timbul perhatian umum terhadap pribadi dan hakekat anak, sehingga anak dijadikan “objek” yang dipelajari secara ilmiah. Masa baru ini dipelopori antara lain oleh Wilhelm Preyer, seorang tabib yang menulis buku “Die Seeledes Kindes” (jiwa anak) pada tahun 1882. Tidak lama kemudian tampillah para doktor, ahli psikologi dan ahli pendidik yang meneliti anak, serta menulis buku-buku psikologi anak. Antara lain William Stern menulis buku “Psichologie der fruhen kindheit”. Psikologi anak-anak usia sangat muda, yang menuliskan anak sebagai struktur kepribadian yang aktif, dan merupakan satu totalitas bulat yang dinamis. Karl Buhler manulis buku “Die geistige Endwicklung des Kindes” (perkembangan jiwani anak) pada tahun 1918. Dan Koffka menulis buku ‘’Die Grundlagen der psychischen Entwicklung “ (Azas dasar dari perkembangan psikis) pada tahun 1921. Di Amerika Serikat tokoh-tokoh terkenal yang mempelajari masalah kanak-kanak antara lain Tracy. Juga G. Stanley Hall dari Clark University. Yang menulis buku “Adolescence” sedang di Inggris antara lain ialah Sully dan Baldwin. Di Perancis kita kenal antara lain Compayre, Perez dan Claparede. Tokoh Swiss yang terkenal adalah Jean Piaget. Tokoh lain yang tak kalah terkenal sebagai pelopor psikologi anak adalah istrinya Karl Buhler yaitu Charlotte Buhler yang menulis buku “Kindheit und Jugend” (masa kanak-kanak dan anak muda) serta “Genese des Bewustseins” (kejadian dari kesadaran). 8 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. PSIKOLOGI ANAK Mengenal Autis hingga Hiperaktif orang dewasa. Bahkan struktur kejiwaan anak dan manusia dewasapun berlainan pada setiap masa perkembangan (Boeree, 2007). Sebaliknya psikologi modern/baru, mempunyai pendirian yang sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip psikologi asosiasi, dengan tegas mengemukakan pendirian bahwa totalitas/ keseluruhan itu adalah lebih dari pada jumlah bagian-bagiannya. Setiap peristiwa kejiwaan itu tidak dapat dipisahkan dari subjeknya, tidak bisa diceraikan dari pribadi seseorang (anak) yang menampilkan peristiwa kejiwaan tadi. Setiap unsur atau bagian hanya akan mempunyai makna bila dalam konteks keseluruhan. Psikologi modern sifatnya subjektif, memandang jiwa sebagai tenaga batiniah yang kreatif dinamis serta aktif (Sevilla, 1995). Psikologi modern menyatu padukan semua proses kejiwaan menjadi satu totalitas yang berarti dan mempunyai fungsi tersendiri. Jiwa itu dianggap sebagai pusat tenaga batin, yang memberi nafas kehidupan pada manusia dengan segenap tingkah lakunya, dan membuat manusia menjadi seorang individu yang khas unik serta berbeda dengan orang/subjek lain. Untuk memahami manusia dan untuk mengerti hakekat anak perlu menyelami pusat tenaga batin (jiwa) nya, dengan menggunakan metode pemahaman atau metode Verstehen. Untuk menyelami perasaan dan kehidupan batin orang lain, perlu memiliki kemampuan menyatukan batin diri sendiri dengan batin orang lain. Dalam bahasa lain, perlu ada empati agar bisa memahami kondisi batiniah orang lain. Pada abad ke 19, psikologi anak mulai dipelajari secara insentif sebagai ilmu pengetahuan. Sebelumnya, selama kurang lebih 18 abad, anak-anak dipandang sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil: bentuk badan kecil, akal belum sempurna, dan memerlukan waktu untuk tumbuh dan berkembang. Plato (427-347 SM) menyatakan bahwa anak adalaah miniatur orang dewasa, perkembangan ditentukan oleh faktor genetis, sehingga perbedaan individual yang ada 6 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Al-Klaaliq dan Allah Al-Mutakabbir, Yang Maha menciptakan, Yang Maha memiliki keagungan dengan segala kekuasaan dan kasih sayangnya hingga setiap anak lahir ke dunia di sambut dengan suka cita. Segala puji bagi Allah Al-Musawwir, yang maha membentuk rupa, yang telah menciptakan manusia sebaik-baik ciptaanNya. Atas bimbingan dan kasih sayangNya buku tentang dunia anak ini bisa hadir di tengah-tengah pembaca yang senantiasa haus akan ilmu. Anak adalah amanah Allah yang harus dijaga dan dikembangkan potensinya sesuai dengan fitrahnya. Kelahiran seorang bayi ke dunia selalu membawa perubahan di sekeliling, mendatangkn suka cita, keceriaan, kebanaggaan, bertambah nikmat dan rizkinya bagi yang bersyukur. Telah lahir generasi penerus yang dapat mengalirkan pahala ketika orang tua kelak tiada. Dunia anak adalah dunia yang penuh keceriaan, kepolosan, dan kegembiraan. Buku yang saat ini menemani pembaca adalah bagian kecil dari kehidupan anak, sebagai anugrah Allah yang luar biasa tersebut. Untuk memudahkan pemahaman tentang dinamika kehidupan anak, penulis Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ v menyajikan sekelumit seluk beluk psikologi anak, sejarah singkat psikologi anak dan letak psikologi anak diantara ilmu-ilmu lainnya. Bagian dua buku ini membicarakan tentang teori-teori yang mengupas perkembangan anak dari sudut pandang beberapa ahli, teori tersebut mempengaruhi cara pandang dan cara bersikap terhadap berbagai perilaku yang muncul pada anak. Mengapa anak bisa suka berbohong, mengapa anak bisa mempunyai kebisaan mencuri, malas belajar, membangkang dan berbagai perilaku anak lainnya dapat dikupas dari sudut teori ini. Pandangan teori Social Learning misalnya, mengatakan bahwa perilaku anak diperoleh dari hasil belajar. Perubahan sikap dan perilaku anak diperoleh dengan mengamati dan mencontoh perilaku orang dewasa. Perkembangan anak mengikuti prinsip atau hukum tertentu yang berlaku umum untuk setiap anak, hukum tempo perkembangan menuntun orang tua untuk tidak panik dengan kemampuan bicara anak yang dianggap lebih lambat dibanding anak lain. Hal ini karena tempo perkembangan tiap anak tidak sama, ada anak yang bisa jalan usia 12 bulan tetapi anak lain usia 20 bulan baru bisa berjalan. Walau begitu orang tua harus selalu mendampingi anak dari waktu ke waktu karena prinsip kematangan mengharuskan orang tua/guru memberikan stimulasi pada saat kematangannya. Perkembangan anak mengikuti pola umum yang sama, tiap anak juga mempunyai karakteristik khas yang berbeda dengan anak lain, perkembangan anak usia TK tidak sama dengan anak usia SD. Uraian tentang karakteristik anak usia TK dan usia SD dibahas secara mendalam pada bab III. Adakalanya perkembangan tidak berjalan mulus, melainkan ada gangguan atau hambatan-hambatan yang menyebabkan perkembangan anak tidak sejalan dengan pola umum yang berlaku. Autis, hiperaktif, retardasi mental merupakan contoh gangguan perkembangan pada anak. vi ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif sifatnya. Karena itu gejala-gejala kejiwaan bisa diselidiki dengan metode-metode yang dipakai dalam penelitian ilmu alam, khususnya mempelajari sebab dan akibat, menurut hukum-hukum kausalitas. Segala sesuatu terjadi karena ada penyebabnya. Psikologi asosiasi berpendirian, bahwa setiap peristiwa psikis itu merupakan akibat langsung dari perangsang-perangsang fisik yang berasal dari luar, sehingga terjadi perubahan-perubahan dalam organisme manusia dan dalam susuna urat syarafnya. Menurut prinsip psikologi kuno, keseluruhan adalah sama dengan jumlah (totalitas) dari bagianbagiannya. Oleh karena itu proses kejiwaan yang lebih tinggi tarafnya (seperti berfikir, menghayal, menimbang, merasa, berkemauan, dan lain-lain) itu terbentuk karena adanya hubungan dan kombinasi dari unsur-unsur kejiwaan yang sederhana dan bertaraf lebih rendah. Maka hubungan dan kombinasi dan unsur-unsur inilah yang lazimnya disebut sebagai asosiasi. Oleh pendirian semacam ini ilmu kuno disebut sebagai psikologi asosiasi. Sehubungan dengan prinsip asosiasi tersebut, psikologi lama memandang anak sebagai objek penelitian, yaitu mereka meneliti proses-proses jiwa dan gejala-gejala kesadaran yang umumnya terlepas dari orangnya atau subjek yang menampilkan gejala–gejala psikis tadi. Mereka menyamakan pribadi anak dengan gejala fisik lainnya. Disamping itu, psikologi kuno menganggap anak sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil (mini). Anak yang “status kedudukannya” belum dewasa ini dianggap tidak ada bedanya dengan orang dewasa. Maka bentuk mini tersebut masih harus tumbuh dan bertambah besar, agar bisa serupa betul dengan bentuk manusia dewasa. Psikologi kuno hanya mempelajari tingkat-tingkat perkembangan menurut usia saja, serta gejala-gejala jiwa yang sifatnya umum, dan tidak memandang anak sebagai satu totalitas psiko-fisik, yang menurut hakekatnya sangat berlainan struktur kejiwaanya dengan kejiwaan Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 5 1) Psikologi anak, yaitu psikologi yang membahas fase-fase perkembangan anak dan karakateristiknya dari pranatal hingga usia 11/12 tahun. Fase anak dibagi lagi menjadi fase bayi, fase anak-anak awal, fase pertengahan dan fase akhir masa anak-anak 2) Psikologi remaja mengupas karakteristik pubertas dan remaja, berkisar usia 11/12 tahun hingga 15/16 tahun; 3) Psikologi orang dewasa, mengupas fase perkembangan orang dewasa beserta karakteristiknya, dari usia 17/18 hingga meninggal dunia. Fase dewasa dibedakan menjadi masa dewasa awal, masa dewasa madya, dan dewasa akhir atau masa lanjut usia e. f. g. Psikologi sosial, merupakan cabang psikologi yang mengupas perilaku individu dalam relasi sosial. Psikologi pendidikan, merupakan psikologi yang membahas perilaku individu dalam situasi pendidikan Gerontology, yaitu psikologi yang mempelajari semua permasalahan yang terdapat pada usia tua. Rutinitas penulis bergumul dengan anak-anak autis, hiperaktif, retardasi mental di sekolah yang penulis kelola, serta pengalaman menghadapi berbagai gangguan perilaku anak di Biro Konsultasi Psikologi Tazkia STAIN Salatiga mendorong penulis untuk menuliskan berbagai fenomena perilaku anak, yang adakalanya sulit untuk dimengerti orang tua. Di samping karena penulis mengajar mata kuliah Psikologi Anak, Psikologi Perkembangan dan Psikologi Pendidikan di kampus tersebut. Berbagai pihak telah membantu demi terbitnya buku ini, karena itu ucapan terimakasih tercurah pada para budiman tersebut, terutama untuk suami Alfred L yang senantiasa mendampingi dalam segala situasi, serta anak-anak Alfisyah Liasari dan Sabrina Alya Adzhani yang menjadi pemicu muncul ide-ide baru. Salatiga, 2014 Penulis Saat ini mulai berkembang berbagai cabang psikologi khusus yang menitik beratkan kajiannya pada aspek khusus dari dinamika kehidupan manusia, seperti psikologi dakwah, psikologi sholat dan sebagainya. B. Sejarah Psikologi Anak Sejarah perkembangan psikologi anak tidak bisa lepas dari perkembangan psikologi itu sendiri. Kartono (1995) menguraikan sejarah psikologi anak dimulai dari psikologi lama hingga psikologi modern saat ini. Psikologi lama atau psikologi sebelum 1900, bisa disebut se bagai psikologi asosiasi. Berpendapat bahwa jiwa itu adalah pasif 4 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ vii 2. Psikologi praktis, merupakan cabang psikologi yang menekankan kajian ilmunya untuk kepentingan praktis dalam bidang tertentu atau ilmu tersebut diterapkan dalam bidang tertentu, untuk mengatasi masalah tertentu. Yang tergolong psikologi praktis antara lain: psikodiagnostik, psikologi klinis, psikologi konseling, psikologi dakwah. Sementara itu, psikologi juga dibedakan menjadi psikologi umum dan psikologi khusus (Walgito, 1986). 1. 2. viii ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Psikologi umum, adalah psikologi yang mengupas perilaku dan kondisi kejiwaan orang dewasa, normal dan beradap. Kajian psikologi umum berisikan aspek dan kondisi kejiwaan yang terjadi pada individu secara umum, seperti aspek kecerdasan, motivasi, emosi, kesadaran, ingatan dan sebagainya. Psikologi khusus, merupakan cabang psikologi yang membahas kekhasan dari suatu perilaku atau kondisi kejiwaan seseorang dan diterapkan dalam kondisi yang khusus pula. Yang termasuk psikologi khusus antara lain: a. Psikologi genetis atau psikologi perkembangan mengupas perkembangan manusia dimulai dari periode masa bayi, kanak-kanak, anak sekolah, masa remaja, sampai periode adolesens menjelang dewasa. Psikologi anak, psikologi remaja dan psikologi orang dewasa termasuk dalam kelompok psikologi perkembangan. b. Psikologi wanita, merupakan bagian dari psikologi yang membahas karakteristik khas wanita c. Psikologi keluarga, merupakan bagian psikologi yang mengupas kondisi kejiwaan setiap anggota keluarga (ayah ibu dan anak) serta relasi yang terjadi diantara mereka. d. Psikologi perkembangan, meliputi: Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 3 Psikologi perkembangan memulai pembahasannya dari sejak pra-natal, karena itu ruang lingkup psikologi anak juga sudah dimulai sejak konsepsi, yaitu sejak awal terbentuknya individu, yaitu saat bertemunya sel telur dengan sprema. Psikologi perkembangan dibedakan menjadi beberapa bidang kajian karena beberapa alasan (Kartono, 1995): 1. 2. 3. DAFTAR ISI Sifat-sifat/karakteristik yang khas, Peperbedaan-perbedaan tertentu antara satu tahap perkembangan dengan tahap lainnya, Adanya ciri-ciri khusus pada anak manusia. Taraf perkembangan anak manusia selalu berlainan sifat dan ciricirinya, Bayi mempunyai sifat yang berlainan dengan anak-anak dan remaja. Anak usia 2 tahun berbeda perilaku dan sifat-sifatnya dengan anak usia sekolah. Kehidupan psikis anak usia sekolah berbeda dengan kehidupan psikologis anak puber, sedang anak puber berbeda keadaan jasmaniah dan kehidupan psikisnya dengan keadaan orang dewasa. Bahkan sama-sama orang dewasa akan terdapat perbedaan antara orang dewasa muda/awal dengan dewasa madya. Orang dewasa usia 50 tahun mempunyai kehidupan psikis dan fisik yang berbeda dengan orang lanjut usia. Perbedaan karakteristik setiap fase perkembangan tadi menyebabkan perbedaan bidang kajian, sehingga psikologi juga dibedakan menjadi beberapa kelompok. Secara garis besar psikologi dibedakan menjadi dua yaitu psikologi teoritis dan psikologi praktis, juga dibedakan atas psikologi umum dan psikologis khusus (Mangal, 1998). 1. Psikologi teoritis, yaitu jenis psikologi yang menguraikan ilmunya dalam tataran teoritis, untuk kepentingan ilmu psikologi itu sendiri. Yang termasuk psikologi teoristis antara lain : psikologi perkembangan, psikologi pendidikan, psikologi remaja. 2 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif KATA PENGANTAR ~ v DAFTAR ISI ~ ix BAB I RUANG LINGKUP DAN SEJARAH PSIKOLOGI ANAK ~ 1 A. Ruang Lingkup dan Kedudukan Psikologi Anak ~ 1 B. Sejarah Psikologi Anak ~ 5 BAB II TEORI DAN PRINSIP-PRINSIP PERKEMBANGAN ~ 11 A. Teori-teori Perkembangan ~ 11 B. Hukum atau Prinsip-prinsip Perkembangan ~ 16 BAB III PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI DAN MASA SEKOLAH DASAR ~ 37 A. Aspek-aspek Perkembangan ~ 37 B. Perkembangan Anak Usia Dini ~ 52 C. Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar (SD/MI) ~ 70 Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ ix BAB IV GANGGUAN-GANGGUAN PERKEMBANGAN PADA ANAK ~ 101 A. Faktor Penyebab Gangguan Perkembangan pada Anak ~ 101 B. Mengenal Perkembangan pada Setiap Usia ~ 104 C. Bentuk-bentuk Gangguan Perkembangan ~ 111 D. Gangguan-gangguan Perilaku ~ 142 BAB I RUANG LINGKUP DAN SEJARAH PSIKOLOGI ANAK DAFTAR PUSTAKA ~ 187 BIO DATA PENULIS ~ 193 A. Ruang Lingkup dan Kedudukan Psikologi Anak Psikologi anak termasuk bagian dari psikologi perkembangan, yang mempelajari tentang perkembangan anak. Psikologi perkembangan meliputi beberapa bidang psikologi, yaitu psikologi anak, psikologi remaja, psikologi orang dewasa dan psikologi lansia (lanjut usia). Psikologi perkembangan sendiri diartikan sebagai cabang psikologi yang mempelajari perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan dari masa konsepsi sampai meninggal dunia. Psikologi perkembangan mempersoalkan faktor-faktor umum yang mempengaruhi proses perkembangan yang terjadi di dalam diri pribadi yang khas (Monks, 1992). Objek dari psikologi perkembangan anak adalah kehidupan kejiwaan anak secara total sebagai person (bukan sebagai mahluk sosial). Psikologi anak tidak mempelajari gejala kejiwaan anak satu persatu secara terpisah, melainkan mempelajari gejala kejiwaan sebagai totalitas. Ketika membahas tentang perkembangan motorik anak, selalu berkaitan dengan aspek perkembangan lainnya. Hal ini karena perkembangan bersifat integral, setiap aspek perkembangaan berhubungan dengan aspek lainnya. x ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif 1 anak (sebagai akibat dari defisiensi anak). Untuk selanjutnya mencari cara sebaik-baiknya guna memperbaiki dan mengatasi kekurangan-kekurangan anak tersebut. Tanpa pendidikan dan pengasuhan anak akan tetap berada dalam keadaan lemah. Tanpa uluran tangan orang lain anak menjadi tidak berdaya dalam hidup dan menggantungkan sepenuhnya pada orang lain. Anak-anak dengan kekurangan tertentu yang tidak mendapatkan pendidikan yang baik selamanya akan merepotkan diri sendiri dan orang lain. Bagaimanapun kondisi bawaan tadi memerlukan peran lingkungan, tetapi lingkungan tidak bisa mengubah anak di luar kodratnya. 6. 26 Dorongan spontan dari dalam sebagai tanda kemampuan tumbuh Jika kapasitas-kapasitas untuk bergerak, berpikir dan merasakan pada anak sudah matang, maka anak-anak didorong oleh impuls-impuls yang kuat dari dalam untuk menggunakannya. Misalnya, bila organ-organ tubuh untuk menelungkup sudah cukup matang maka anak secara spontan akan melakukan gerakan menelungkup. Demikian juga bila lengan dan kaki anak sudah cukup matang untuk melakukan gerakan merangkak, maka secara spontan anak akan melakukan gerakan merangkak. Hal ini juga terjadi pada aktivitas lain. Terdapat dorongan dari dalam diri anak untuk melakukan aktivitas walaupun tidak ada rangsangan dari luar. Terdapat dorongan dari dalam membuat anak melakukan sesuatu. Demikian juga terdapat dorongan dari dalam untuk merasa dan berpikir. Jika tulang-tulang kakinya sudah cukup kuat untuk menyangga tubuh dan menggerakkan kedua kakinya, maka anak secara terus-menerus berusaha untuk berdiri dan berjalan sekalipun dia mengalami banyak kesakitan karena berulang kali jatuh. Pada masa ini anak akan selalu berusaha mencoba kemampuan ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif BAB II TEORI DAN PRINSIP-PRINSIP PERKEMBANGAN A. Teori-teori Perkembangan Perkembangan individu berjalan sejak pralahir hingga meninggal. Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang proses perkembangan individu. Monks (1992) dan Shaffer (2010) menguraikan teori yang mengupas perkembangan individu meliputi teori nativisme, teori empirisme, teori konvergensi, teori psikodinamika, dan teori belajar sosial. 1. Teori Nativisme Tokoh teori nativisme adalah Schopenhauer. Menurut teori ini, perkembangan manusia ditentukan oleh faktor-faktor nativus, yaitu faktor- yang dibawa sejak lahir, hasil keturunan dari nenek kakek sebelumnya. Teori ini meyakini bahwa faktor yang paling memengaruhi perkembangan anak adalah pembawaan sejak lahir atau ditentukan oleh faktor genetis. Para ahli yang menganut teori ini mengklaim bahwa unsur yang paling mempengaruhi perkembangan anak adalah unsur genetik anak yang diturunkan dari orang tuanya. Perkembangan ditentukan oleh faktor endogen, artinya perkembangan tidak terjadi secara spontan, melainkan merupakan pemekaran pre-disposisi yang sudah ditentukan 11 secara biologis dan tidak dapat berubah lagi. Lingkungan hanya menyediakan kesempatan yang baik. Individu berkembang dalam cara yang terpola, setiap orang akan memiliki kemampuan duduk sebelum mampu berjalan, tumbuh cepat pada masa bayi dan berkurang pada masa anak, berkembang fisiknya dengan maksimum pada masa remaja, dan seterusnya. Kemampuan untuk bicara, berjalan, mencari puting susu ibunya dan mengisap merupakan faktor bawaan yang sudah ada sejak anak lahir. Menurut teori ini faktor lingkungan termasuk pendidikan kurang memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak. Kondisi dan kualitas anak pada dasarnya sudah ditentukan sejak lahir, hasil bawaan dari kedua orang tuanya. 2. 12 Teori Empirisme Teori Empirisme adalah teori yang berpaham lingkungan sebagai pembentuk perilaku anak. Teori ini bersifat sosiologis, karena orang-orang di sekitar anak memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan anak. Tokoh teori antara Francis Bacon dan John Locke. Pandangan dari teori ini adalah bahwa anak lahir seperti kertas putih, yang menentukan perkembangan anak faktor lingkungan, faktor pendidikan. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor orang tua, guru dan orang lain di sekitar anak. Anak yang lahir dianggap dalam kondisi kosong, putih bersih seperti meja lilin (abularasa), pengalaman (empiris) anaklah yang menentukan corak dan bentuk perkembangan jiwa anak. Dengan demikian menurut teori ini, pendidikan atau pengajaran anak pasti berhasil membentuk anak sesuai kehendak pendidik. Teori ini dikenal dengan teori tabularasa, karena anak dipandang putih bersih seperti lilin. Teori ini juga dikenal sebagai teori yang optimistik, karena apapun keadaan anak sejak dilahirkan dapat diubah, dapat dibentuk melalui proses pendidikan. Teori ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif dalam mengasuh anaknya. Paham environmentalisme berpendapat sebagai berikut: “tidak ada anak yang sukar, yang ada ialah orang tua yang sukar. Problem children are the product of problem parents”. Kelompok behaviorisme bahkan menyatakan bisa menjadikan bayi-bayi seperti apa yang dikehendaki orang tuanya. Pada setiap bayi yang normal mempunyai dorongan dari dalam untuk mengekspresikan macam-macam bunyi suara, lagu suara, dan irama yang berbeda-beda. Setiap anak normal dam sehat akan melakukan hal itu, walaupun tidak ada pengaruh dari luar. Namun tidak ada seorang anakpun akan pandai bercakapcakap jika pada umur tertentu tidak bisa menirukan bunyibunyi ucapan dari pendidiknya, ayah,ibu, saudara-saudara atau pengasuhnya. Anak tidak akan bisa bercakap-cakap bila dia tidak pernah mendengar orang lain bercakap-cakap. Anak tidak akan dapat mengucapkan kata ‘ibu’ bila orang lain tidak mengajarkan padanya kata’ibu’. Faktor ekstern yang amat penting dalam hal ini adalah:pengasuh atau pendidik yang bercakap-cakap dengan anak. Yang menjadi syarat mutlak, agar kemampuan bicara anak bisa berkembang sepenuhnya. Interakasi faktor pembawaan dan lingkungan juga menandaskan bahwa kualitas pendidikan tidak akan mampu membentuk anak menjadi manusia super diluar potensi yang sebenarnya. Anak yang lahir dalam kondisi mental deficit (ganggua mental), seperti idiot, debil, autis, cerebral palse, dengan pendidikan modern dan pendidikan yang sudah teruji tidak akan dapat mencetak anakanak tadi menjadi superior. Walau begitu kondisi abormalitas dan kelemahan pada anak tadi bisa dioptimalkan sesuai kapasitas yang dimiliki anak, hingga menjadi berdaya guna. Orang tua harus memahami betul kekurangan tersebut, dan bersedia melindungi serta membela anaknya. Kemudian berusaha meringankan beban Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 25 lahir akan mempunyai arti bila tidak ada campur tangan dari lingkungan, dari orang dewasa lainnya. Kemampuan, kecerdasan yang tinggi atau bakat melukis, menari, bakat–bakat lainnya tidak akan aktual bila tidak ada aktivitas belajar, bakat anak tidak berkembang tanpa faktor latihan. Kontribusi faktor lingkungan terhadap perkembangan anak dapat dilihat dari hasil penelitian terhadap anak kembar identik yang dibesarkan dalam lingkungan yang berbeda ternyata menunjukkan perilaku dan kapasitas mental yang berbeda pula. Demikian juga banyak anak dari orang tua yang tinggal di pedesaan bisa jauh lebih sukses dan berhasil dibanding orang tuanya setelah anak tersebut mendapatkan pendidikan yang lebih baik di kota. Sementara peran faktor heridetas terhadap pembentukan anak dapat dilihat dari adanya kesamaan ciri dan sifat antara beberapa saudara sekandung. Anak-anak dari keluarga yang sama cenderung menunjukkan kesamaan baik secara fisik maupun kemampuan lainnya. Lingkungan pertama bagi anak adalah keluarga, yaitu perilaku dan sifat dari ayah ibu dan saudara lainnya. Karena itu perilaku, karakter, gaya pengasuhan orang tua akan memberikan pengaruh terhadap perilaku dan karakter anak. Orang tua yang berperilaku tidak baik, mencuri misalnya, menendang atau memukul ketika marah, cenderung akan ditiru oleh anak. Apabila kemudian anak mempunyai kebiasaan mencuri dan memukul orang lain pada saat marah, hal itu bukan karena faktor keturunan tetapi karena pengaruh lingkungan, yaitau pengaruh dari orang tua, pengaruh dari perilaku orang tuanya. Gejala-gejala kolik (kekejangan pada usus), tics (gerak-gerak facial), tingkah laku yang stereotipis berupa ngompol, menghisap ibu jari, sukar makan, dan lain-lain, pada umumnya disebabkan oleh kesalahan orang tua 24 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif empirisme berorientasi enviromentalisme, hal ini karena lingkungan lebih banyak menentukan corak perkembangan. Tokoh lain penganut aliran ini adalah JB Watson. Watson meyakini bahwa apapun keadaan anak ketika lahir dapat dibentuk, ditentukan dan dipengaruhi oleh lingkungan. Watson pernah menantang “berikan saya seribu bayi, maka saya dapat membentuk seribu bayi tersebut seperti apa yang Anda inginkan”. Perkataan ini menyiratkan bahwa lingkungan adalah penentu segalanya. 3. Konvergensi Salah satu tokoh teori konvergensi adalah William Steren. Penganut paham konvergensi menyakini bahwa perkembangan anak ditentukan oleh perpaduan antara faktor pembawaan dan faktor lingkungan. Pendapat ini diperkuat oleh hasil penelitian terhadap anak kembar yang diasuh oleh orang yang berbeda. Ternyata kondisi anak dikemudian hari setelah besar merupakan cermin dari faktor bawaan kedua orang tuanya, disamping terdapat pengaruh faktor lingkungan dimana dia dibesarkan. 4. Teori Psikodinamika Penganut teori ini menyatakan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh komponen dasar yang bersifat sosio-afektif, yaitu ketegangan dalam diri anak. Unsur-unsur yang sangat ditentukan dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek-aspek internal lainnya. Para penganut psikodinamika percaya bahwa perkembangan merupakan suatu proses aktif dan dinamis yang sangat dipengaruhi oleh dorongan- dorongan atau impuls-impuls individual yang dibawa sejak lahir serta pengalaman-pengalaman sosial dan emosionalnya. Pencetus pandangan ini adalah Sigmund Freud dari Swiss, menurutnya seorang anak dilahirkan dengan dua macam kekuatan (energi) biologik yaitu libido dan nafsu mati. Kekuatan atau energi ini menguasai semua orang atau semua Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 13 benda yang berarti atau yang penting bagi anak, melalui proses yang oleh Freud disebut khatexis. Khatexis berarti konsentrasi energi psikis terhadap suatu objek atau suatu ide yang spesifik atau terhadap suatu person yang spesifik. Freud mengatakan bahwa lima tahun pertama dalam kehidupan anak menentukan perkembangan anak di masa yang akan datang. Menurutnya perkembangan seksualitas anak sudah perkembang pada masa anak-anak, bukan ketika masa puber. Freud juga mengatakan bahwa dalam diri seseorang terdapat tiga unsur penggerak yaitu id, ego dan super ego. Id adalah dorongan dari dalam yang dibawa sejak lahir berupa libido yang bergerak mengikuti prinsip kenikmatan. Sementara ego merupakan bagian dari pribadi yang berjalan menurut prinsip realitas. Tidak semua dorongan id bisa terpuaskan karena ada benturan dengan realitas yang dikendalikan oleh ego. Dalam kondisi demikian maka ego bekerja untuk memenuhi dorongan id. Bagian terakhir dari pribadi adalah super ego yang terbentuk karena seseorang berinteraksi dengan orang lain. Super ego bekerja menurut prinsip norma yang ada masyarakat (Corey, 2005). Super ego bertugas mensensor dorongan libido yang bersumber dari id agar sesuai dengan norma yang ada di masyarakat. Freud menguraikan tentang fase perkembangan anak, dimana lima tahun pertama kehidupan menjadi dasar pembentuk kepribadian anak di masa yang akan datang. Fase perkembangan lima tahun pertama tersebut meliputi (Corey, 2005) sebagai berikut. a. Fase oral, usia 0-1 tahun. Oral atau mulut menjadi sumber kenikmatan. Pada usia ini anak mendapatkan kenikmatan dari organ mulutnya, melalui menghisap puting susu ibu. Pengasuhan masa ini bisa mengembangkan kasih sayang 14 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif dia ada bersama dengan orang lain. Asosiasi dengan pendapat ini dapat dikemukakan, bahwa anak manusia itu bisa memasuki dunia manusia jika dia dibawa atau dimasukkan oleh dan bersama-sama dengan manusia lain. Itulah sebabnya diperlukan pendidikan khususnya bagi anak-anak yang masih muda dan dalam kondisi “masih kuncup”. Bahwa anak manusia itu menurut kodratnya adalah mahluk sosial dapat dibuktikan pula bahwa ketidakberdayaannya (terutama pada usia bayi dan kanak-kanak) itu menuntut adanya perlindungan dan bantuan orang tua. Anak selalu membutuhkan tuntutan dan pertolongan orang lain untuk menjadi manusia yang sempurna. Anak akan berkembang secara penuh apabila dia mendapat tuntutan da bantuan dari orang lain dan kelak juga memberikan bantuan dan bekerjasama dengan anak-anak lain. 5. Hukum Konvergensi Sebagaimana pendapat William Stern, bahwa perkembangan anak merupakan produk interaksi antara faktor hereditas dan faktor lingkungan. Konvergensi artinya: kerjasama atau bertemu pada satu titik. Hukum konvergensi menyatakan adanya kerja sama antara faktor kodrati dan faktor lingkungan. Faktor hereditas merupakan faktor endogen yang berasal dari diri anak sebagai hasil pembawaan dari orang tuanya. Sementara dan faktor lingkungan/ milieu merupakan faktor eksogin atau faktor sosial, atau faktor yang berasal dari lura diri anak. Kedua-duanya saling berhubungan dan pengaruh mempengaruhi satu sama lain. Menurut pendirian psikologi modern yang bersifat subjektivistis dan aktivis, subjek anak yang aktif dengan bakat dan kemampuan yang orisinil harus diperhatikan dengan baik, sebab subjek merupakan pendukung utama dari semua perkembangannya Bakat dan potensi yang dimiliki anak sejak Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 23 dan lingkungan sosial itu dihayati oleh anak sebagai bagian dari dirinya sendiri. Karena itu anak manusia adalah individu sosial yang harus hidup ditengah lingkungan sosial. Kemampuan untuk bisa berbicara, kemampuan berjalan dan melakukan aktivitas lainnya tidak terlepas dari bimbingan dan tuntunan orang lain. Demikian selanjutnya untuk belajar ilmu yang lebih luas anak selalu memerlukan orang lain. Kondisi dan situasi sosial akan menguntungkan dan berpengaruh positif bagi anak apabila kombinasi dari pengaruh lingkungan sosial dan semua potensi psiko-fisik anak bisa bekerja sama secara baik dan bisa membantu realisasi diri serta proses sosialisasi anak sebagai manusia. Kondisi menjadi tidak sehat dan tidak menguntungkan, jika perkembangan anak terhambat atau rusak oleh pengaruhpengaruh dari luar. Anak sebagai pribadi sosial yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang lain untuk memanusiakan dirinya. Anak ingin dicintai, ingin diakui dan dihargai, dan mengadapat tempat dikelompoknya. Hanya dalam komunikasi relasi dengan orang lain (dengan guru, pendidik, pengasuh, orang tua, anggota keluarga, teman sebaya) anak bisa berkembang menuju kedewasaan. Ada determinasi sosial yang menentukan perkembangan anak, dan setiap tingkah laku anak merupakan tingkah laku sosial, sebab mempunyai relasi/kaitan dengan orang lain. Hubungan anak dengan orang dewasa, juga dengan orang tua, adalah relasi yang timbal-balik dan saling pengaruh-mempengaruhi. Individualitas dan sosialitas itu adalah “unsur-unsur” yang komplementer (saling mengisi dan melengkapi) dalam ekstensi anak. Anak sebagai individu tidak mungkin bisa berkembang tanpa bantuan orang lain. Dan kehidupan anak bisa berlangsung, jika 22 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif b. c. ataupun perilaku sadisme di masa yang akan datang Fase anal, usia 1-2/3 tahun. Anal atau anus adalah alat pembuangan. Pada masa ini anak mencurahkan energi psikisnya pada daerah pembuangan. Pengasuhan pada masa ini akan menentukan apakah ketika dewasa kelak akan menjadi anak yang jorok, tidak rapi atau terlalu pembersih. Fase phalis, usia 3-5 tahun. Pada fase ini energi psikis anak dicurahkan pada alat kelamin, anak mulai memberikan perhatian pada organ kelaminnya. Pada fase ini pula berkembang fenomena oidipus complex, yaitu kecenderungan dalam diri anak untuk mencintai orang tua yang berjenis kelamin berbeda serta cemburu pada orang tua yang berjenis kelamin sama dengannya. Anak perempuan akan mencintai ayahnya dan cemburu pada ibunya, sementara anak laki-laki mencintai ibunya dan merasa cemburu pada ayahnya. Masa ini menentukan perkembangan seksualitas anak di masa yang akan datang, apakah mempunyai kehidupan seksual yang sehat atau tidak. Erikson (1964) meluaskan teori Freud dengan mencoba meletakkan hubungan antara gejala-gejala budaya masyarakat dipihak lain. Erikson juga membagi hidup manusia dalam fasefase berdasarkan proses-proses tertentu beserta akibat-akibatnya. Proses-proses tadi bisa berakibat baik atau tidak baik. Bila berakhir baik dapat memperlancar perkembangan, bila berakhir tidak baik dapat menghambatnya. 5. Teori Belajar Sosial Teori belajar sosial menyatakan bahwa anak berkembang melalui proses mengamati perilaku orang lain serta belajar dari efek perilaku orang lain. Tokoh teori ini adalah Albert Bandura, menyatakan belajar didapat dari perilaku orang lain yang Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 15 dijadikan model. Karena itu teori ini dinamakan juga sebagai teori belajar model. Perilaku anak diperoleh melalui proses imitasi terhadap perilaku orang-orang disekitarnya (Bandura, 1977), sehingga teori juga dikenal dengan teori imitasi. Model yang dijadikan objek imitasi bisa berupa model hidup maupun model mati. Model hidup yang dicontoh anak antara lain, perilaku dan sikap orang tua, guru, teman sebayanya serta orang di sekitar anak lainnya. Sementara model mati bisa berupa tokoh dalam cerita, dongeng, komik serta tokoh fiktif lainnya. B. Hukum atau Prinsip-prinsip Perkembangan Perkembangan anak pada dasarnya mengikuti prinsip atau hukum tertentu yang berlaku secara umum untuk perkembangan manusia. Prinsip atau hukum perkembangan bisa digunakan sebagai dasar untuk menentukan adanya penyimpangan dalam perkembangan, serta dasar untuk memacu perkembangan anak. Prinsip atau hukum perkembangan bermanfaat untuk memprediksi perilaku anak. Prinsip perkembangan juga bermanfaat bagi orang tua/guru agar bisa lebih memahami dan memperlakukan anak sesuai taraf perkembangannya. Prinsip perkembangan yang aktif itu terletak didalam diri anak sendiri. Perkembangan bukan proses yang selalu digerakkan oleh faktor/pengaruh dari luar (di luar diri anak), akan tetapi setiap gejala perkembangan dikendalikan dan diberi corak tertentu oleh pembawaan, bakat dan kemauan anak. Watak dan pribadi seorang dewasa selalu dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman masa lalu, khususnya pengalaman pada masa kanak-kanak. Jadi setiap periode perkembangan erat hubungannya dengan periode perkembangan yang mendahuluinya. Hal ini membuktikan, bahwa hidup manusia merupakan kesatuan yang bulat. Tujuan setiap perkembangan adalah menjadi manusia yang dewasa yang sanggup berdiri sendiri (mandiri). 16 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif kemampuan anak memegang sendok atau alat tulis. Anak belum mampu menggunakan alat tulis dengan tepat, belum dapat memegang sendok dengan benar. Kemampuan anak dalam mengkordinasikan jari jemari masih bersifat umum, yaitu semua jari digunakan bersama-sama. Sejalan dengan bertambahnya usia, anak mulai melakukan diferensiasi fungsi jari, antara ibu jari, jari telunjuk, jari manis dan fungsi jari-jari lainnya secara berbeda-beda. 4. Anak sebagai mahluk Sosial Filsafat tentang perkembangan dan pertumbuhan itu disamping memperhatikan individualitas anak juga harus memperhatikan masyarakat tempat anak diasuh dan dibesarkan. Lingkungan sosial inilah yang memberikan fasilitas dan wahana bermain pada anak untuk realisasi diri. Seorang anak yang berdiri sendiri, dan terpisah secara total dari masyarakat serta pengaruh kultural orang dewasa, tidak mungkin dia menjadi anak normal. Tanpa bantuan orang dewasa, anak tidak akan berkembang. Tanpa bantuan manusia lain dan lingkungan sosialnya, anak tidak mungkin mencapai taraf perkembangan yang normal. Anak akan menemukan diri sendiri dalam realisasinya dengan manusia lain, terutama dalam relasi dengan ibu, ayah, kakak-kakak, keluarga dekat dan lingkungan tetangga. Anak akan mempunyai pengalaman tentang penghayatan rasa malu, tersudut, dan kehilangan martabat diri didalam satu lingkungan sosial pula. Anak manusia tidak mungkin bertahan hidup (survive) tanpa masyarakat, tanpa lingkungan sosial tertentu. Anak dilahirkan dirawat, dididik, tumbuh, berkembang, dan bertingkah laku sesuai dengan martabat manusiawi, di dalam lingkungan kultural sekelompok manusia. Maka keluarga (ayah, ibu, sanak saudara) Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 21 sendiri, yang patut dihargai dan diperhitungkan dalam usaha merawat, mengasuh, dan mendidik anak. Perkembangan anak mengarah pada difenrensiasi, yaitu mulai nampak perbedaan yang tajam antara anak satu dengan anak lainnya. Perbedaan individual ini menampilkan nilai kanak-kanak sendiri. Dalam diri anak selalu terjadi perbedaan baik secara fisik maupun psikis. Setiap anak akan berbeda secara fisik, seperti satu anak bertubuh tinggi tetapi hitam, sementara lainnya bertubuh pendek dan berkulit lebih putih. Perbedaan secara psikologis mengakibatkan perbedaan dalam merespons/ bereaksi terhadap stimulus dari lingkungan, serta terjadi per bedaan dalam merespon perintah atau instruksi dari orang tua. Ada yang cepat tanggap terhadap stimulus atau arahan orang tua, ada pula yang lambat dalam merespon. Ada anak yang cepat tanggap terhadap upaya-upaya pembelajaran, dilain pihak ada anak yang lebih pasif atau terlambat dalam merespon upaya-upaya pendidikan. Perbedaan unsur-unsur tempo dan irama perkembangan, keinginan harapan, tuntutan, sensivitas/ kepekaan ataupun kecenderungan “berkulit tebal” dan bersikap kurang sensitive, semua ini merefleksikan ciri-ciri yang bersifat individual dari masing-masing anak. Diferensiasi juga akan terlihat dari cara berpikir anak dan cara kerja anggota tubuh. Anak pada mulanya memandang segala sesuatu secara global. Misalnya setiap lembaran kertas akan disebut sebagai buku, lama kelamaan anak akan mampu membedakan antara lembaran kertas yang dinamakan majalah dengan koran, buku tulis dengan buku pelajaran, komik dengan novel dan sebagainya. Anak pada awalnya belum bisa menggunakan satu jarinya untuk menunjuk, belum bisa mengkordinasikan jari jemarinya dengan baik, hal terlihat pada 20 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Sesuai dengan individualitas anak yang memiliki ciri khas, maka perkembangan dua individu anak tidak akan sama persis. Sekalipun terdapat perbedaan perkembangan yang individual, namun terdapat hukum yang berlaku umum, yang terjadi pada setiap anak. Istilah “hukum” merujuk pada suatu kecenderungan atau tendensi, artinya tidak semua anak harus mengikuti hukum tersebut tetapi cenderung mengikuti hukum perkembangan tertentu. Beberapa hukum atau prinsip perkembangan tersebut dirangkum dari Keenan (2009) dan Shafeer (2010) sebagai berikut. 1. Perkembangan sebagai proses menjadi Pertumbuhan dan perkembangan pada setiap organisme pada dasarnya selalu dalam berproses untuk “menjadi”. Organisme atau anak merupakan sistem yang hidup dan merupakan sistem yang terbuka, yang selalu mengalami kemajuan dan perubahan. Anak mempunyai sifatnya tidak statis, akan tetapi dinamis. Perkembangan yang dinamis dipengaruh oleh beberapa faktor yaitu: a. Heriditas (pembawaan) b. Dirangsang oleh pengaruh lingkungan atau alam sekitar dan c. Diperlancar/ditunjang oleh usaha belajar Dengan kemauannya anak mampu melakukan seleksi atau pilihan, juga mampu melatih fungsi-fungsinya dengan satu kebebasan. Dikemudian hari anak berusaha menjadi pribadi menurut pikiran, cita-cita dan keinginan sendiri. Sehubungan dengan kebebasan tadi, anak merupakan perilaku atau author yang bebas merdeka, leluasa memilih satu pola hidup tertentu yang mengarah pada satu tujuan hidup tertentu pula. Sejalan dengan perkembangannya, anak akan memahami bahwa kebebasan pada hakekatnya dibatasi oleh faktor-faktor hereditas atau pembawaan kodrati, dan di batasi pula oleh kondisi-konsisi lingkungan hidupnya. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 17 2. 18 Panduan antara dorongan mengembangkan diri dan mempertahankan diri Pada setiap proses perkembangan terdapat perpaduan antara dorongan mempertahankan diri dan dorongan mengembangkan diri. Pada setiap orang terdapat dorongan fisik dan psikis untuk mempertahankan diri dan mempertahankan hidupnya. Pencernaan dan pernafasan, merupakan upaya pemeliharaan diri secara jasmaniah. Sedang pencapaian ilmu pengetahuan ditujukan untuk pemeliharaan dan mengembangkan dirinya. Disamping dorongan mempertahankan diri terdapat pula dorongan untuk mengembangkan diri guna mendapatkan kemajuan baru, jadi ada realisasi diri menuju pada progress. Hal ini mutlak perlu untuk mencapai keadaban dan menciptakan kebudayaan dalam usia dewasa. Dorogan mengenmbangkan diri dilakukan melalui proses belajar dan latihan-latihan. Dorongan mempertahankan dari berpadu dengan dorongan mengembangkan diri artinya apa yang sudah dicapai oleh seseorang berkat perkembangan dirinya, akan dipertahankan (tidak dilepaskan), dan dijadikan miliknya. Lalu dijadikan modal dasar bagi pengembangan selanjutnya. Berkat dorongan mempertahankan diri tersebut seseorang akan menyimpan segala pengalaman yang berguna. Selanjutnya dengan pengalaman-pengalaman tadi anak akan bertambah kepandaiannya dan makin matang. Penghayatan hidupnya semakin kaya serta mendalam. Setiap stadium hidup yang baru saja tercapai merupakan bentuk keseimbangan sementara (sesaat), yang dijadikan titik-tolak bagi usaha-usaha dan aktivitas baru. Jadi ada tingkat aspirasi yaitu tingkat perjuangan mengarah pada taraf yang lebih tinggi. Paduan antara dorongan mempertahankan diri dan pengembangan diri ini merupakan proses sintesi-intregrasi baru. Yaitu ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif berwujud implus realisasi-diri dan upaya transendensi-diri (pengatasan diri sendiri untuk meningkat pada niveau hidup lebih tinggi). 3. Individualitas anak dan diferensiasi Sejak dilahirkan bayi sudah menampakkan ciri-ciri dan tingkah laku khas yang bersifat individual. Setiap anak mempunyai ciri khas yang berbeda dengan anak lainnya, walau anak dari keluarga yang sama. Bayi yang satu terlihat gesit, kuat dan aktif, cepat lapar dan suka menyusu, suara dan tangisannya keras nyaring jika dibanding dengan bayi lainnya. Sementara bayi lainnya sangat peka terhadap rangsang, mudah terkejut dan merasa takut, sering rewel, mudah tersinggung, selalu gelisah, sedang bayi lain tampak lebih tenang manis (tidak pernah rewel), banyak tidur dan suka tertawa. Karena perbedaan-perbedaan individual yang khas tersebut anak merupakan pribadi yang khas dan unik. Ciri-ciri karakteristik yang tampak sejak lahir itu cenderung kuat sekali untuk tetap “bertahan” sampai usia dewasa. Misalnya saja seorang bayi yang sering menjerit dengan suara melengking untuk disusui, akan bertingkah laku sedemikian pula dalam menuntut perhatian orang tuanya pada usia kanak-kanak. Kemudian dilanjutkan dengan menggeletarnya suara bentakan dan teriaknya ketika anak tersebut mulai pandai berbicara. Dengan bertambahnya usia, secara berangsur-angsur anak perlu diarahkan menjadi orang dewasa yang matang, hal ini tidak akan terlaksana, kalau anak tetap berada pada masa kekanak-kanakan dan taraf infantile-nya. Usaha pendidikan akan mengalami kegagalan apabila seseorang menerapkan secara murni kadar nilai orang dewasa pada pada pribadi anak-anak. Individualitas anak memiliki ciri-ciri khas, dan punya sistem nilai Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 19 Santrok (2007) mengungkapkan ada dua tipe perkembangan bahasa anak, yaitu: 1). Eqocentric Speech, atau berbicara monolog (dengan diri sendiri ) berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak, pada umumnya di lakukan oleh anak berusia 2-3 tahun. 2). Socialized Speech, atau bahasa sosial terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dengan dengan temannya atau dengan lingkungannya. Kemampuan Sociaized speech berfungsi untuk mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial (social adjustment). Perkembangan ini dibagi ke dalam lima bentuk: (a) adapted information, di sini terjadi saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari, (b) critism, yang menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain, (c) command (perintah), request (permintaan) dan threat (ancaman), (d) questions (pertanyaan), (e) answers (jawaban). b. 42 Perkembangan Bahasa dan Perilaku Kognitif Istilah “cognitive” berasal dari kata cognition yang padanan nya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Dalam perkembangan selanjut nya, istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif kakinya dengan berjalan kesana kemari, sehingga terlihat banyak gerak. Anak cenderung tidak bisa diam, ingin terus bergerak sehingga kadang merepotkan orang tua. Jika fungsi bicaranya sudah cukup matang akan akan merancau, mulai merepak dan meraban, kemudian belajar mengucapkan kata-kata dan frase-frase tertentu berulang kali. Pada awalnya perkembangan bahasa anak masih terbata, anak mengeluarkan kata-kata yang belum jelas pengucapannya. Ketika kemampuan intelektualnya sudah cukup berkembang, anak akan mulai mengajukan banyak pertanyaan yang adakalanya merepotkan orang tua. Hal ini karena mulai timbul rasa ingin tahu yang positif. Sejak masa bayi, anak senantiasa menunjukkan usaha untuk maju dengan bantuan segenap peralatan fisik dan psikisnya, untuk mencapai kemungkinan-kemungkin baru yang terletak di depannya. Anak terlihat sangat aktif dan menunjukkan kemauan untuk berkembang. Ciri khas anak dalam perkembangan kemampuan/kapasitas adalah: a. Kecenderungan untuk menggunakan semua kapasitas, kekuatan, kemungkinan, dan kemampuannya secara spontan dan aktif. b. Mekanisme perkembangan anak sudah sejak semula dilengkapi dengan self-starter yang dinamis. 7. Tempo dan Irama perkembangan Perkembangan setiap anak itu berlangsung menurut tempo atau kecepatannya sendiri-sendiri. Ada anak yang dapat berjalan usia 12 bulan, sementara anak lain baru bisa berjalan usia 18 bulan, demikian juga dalam hal kemampuan berbicara, ada anak yang usia 15 bulan sudah menguasai beberapa kosa kata, sementara ada anak usia 24 bulan baru bisa berbicara dengan Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 27 lancar. Artinya waktu atau tempo untuk menguasai ketrampilan atau kemampuan mengikuti tempo yang berbeda-beda antara anak satu dengan anak lainnya. Disamping itu irama perkembangan anak juga berbedabeda, sesuai dengan pembawaan kodratinya. Pada setiap anak terdapat dorongan/implus untuk berkembang dengan caranya sendiri dalam melatih semua bakat serta kemampuannya. Segala sesuatu yang sudah dicapai anak, dijadikan persiapan atau titiktolak baru bagi pengalaman dan kemampuan berikutnya. Karena itu gejala baru dapat dijelaskan berdasarkan perkembangan sebelumnya. Maka terdapat apa yang disebut sebagai proses “kematangan” yaitu matang untuk berfungsi, sebagai produk dari satu keberhasilan dan berlalunya satu fase perkembangan. Demikian juga, perkembangan setiap aspek kemampuan mengikuti irama tertentu, kadang naik, kadang turun, kadang mengalami perkembangan yang cepat dan dinamis, kadang lambat tidak mengalami perkembangan apapun. Tempo perkembangan disamping ditentukan oleh pembawaan bio-fisik, dipengaruhi juga oleh temperamen (faktor intern) serta faktor kesempatan dari luar. Faktor luar/ekstern ini antara lain berupa pemeliharaan jasmaniah dan rokhaniah yang cukup sehat dan memadai. Pemeliharaan fisik dan psikis yang berlebihlebihan atau overprotection berakibat buruk serta merugikan perkembangan anak dikemudian hari. Sebaiknya pemeliharaan yang sangat kurang atau minim sekali dan kelalaian dalam pendidikan, bisa memperlambat tempo perkembangan. Ritme atau irama perkembangan akan makin jelas tampak pada saat kematangan fungsi-fungsi pada saat itu terlihat adanya selingan diantara cepat dan lambatnya perkembangan, yang kurang lebih tetap konstan sifatnya. Inilah yang disebut sebagai 28 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dan orang lain (terutama orangtuanya). Pada usia bayi, antara 11-18 bulan, pada umumnya anak belum dapat berbicara atau mengucapkan katakata secara jelas, sehingga sering tidak dimengerti maksudnya. Kejelasan ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar tiga tahun. Walau begitu tiap anak mempunyai tempo perkembangan yang berbeda sehingga ada anak yang ucapan vokalnya sudah sangat jelas pada usia 2 tahun. Sebagian anak mengalami kesulitan mengucapkan huruf-huruf tertentu. Perkembangan bahasa anak dipengaruhi oleh aspek biologis, yaitu kesempurnaan alat-alat ucap seperti pita suara, kondisi lidah, struktur gigi, rahang dan langit-langit dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Stimulasi lingkungan atau faktor belajar mempengaruhi perkembangan bahasa anak. Anak yang miskin stimulasi bisa mengalami gangguan perkembangan bahasa, berupa speach delay, bisa juga kurangnya perbendaharaan bahasa anak. Bahasa merupakan produk lingkungan, apa yang diucapkan anak adalah apa yang direkam, yaitu segala sesuatu yang pernah didengar anak. Kesalahan bahasa yang digunakan anak serta speech delay bisa bersumber dari faktor lingkungan, yang sering mengajarkan bahasa yang salah. Orang tua adakalanya justru mengikuti bahasa anak yang kurang jelas, misalnya telor, diucapkan “elot”, makan diucapkan “mamam”. Cara ini mengacaukan perkembangan bahasa anak, dan tidak mendukung pertambahnya perbendaharaan bahasa. Lurang stimulasi bahasa dari lingkungan menyebabkan speech delay. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 41 2. 40 Perkembangan Bahasa dan Perilaku Kognitif a. Perkembangan Bahasa Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain, sebagai alat untuk menyampaikan pikir an dan perasaan, yang dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol. Simbol dalam bahasa digunakan untuk mengungkapkan suatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka. Dalam berbahasa, anak dituntut untuk menguasai empat tugas pokok yang satu sama lainnya saling berkaitan. Apabila anak berhasil menuntaskan tugas yang satu, maka berarti anak dapat menuntaskan tugas-tugas yang lainnya (Monks, 1992). Santrok (2007) dan Hurlock (1987) menguraikan keempat tugas tersebut sebagai berikut: 1) Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain. Bayi memahami bahasa orang lain, bukan memahami kata-kata yang diucapkannya, tetapi dengan memahami kegiatan /gerakan atau gesture-nya (bahasa tubuhnya). 2) Pengembangan perbendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia pra-sekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah. 3) Penyusunan kata-kata menjadi kalimat, kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya berkembang sebelum usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama adalah kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai: “gesture” untuk melengkapi cara berpikirnya. 4) Ucapan. Kemampuan kata-kata merupakan hasil belajar ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif irama perkembangan. Pendidik perlu mengenal tempo dan irama perkembangan agar bisa menyesuaikan upaya pendidikan dengan tempo serta irama perkembangan anak tersebut. Perkembangan tidak berlangsung secara melompat-lompat, akan tetapi mengikuti pola tertentu dengan tempo dan irama tertentu pula, yang dipastikan oleh kekuatan-kekuatan/implus dari dalam diri anak. Sebelum anak dapat berjalan, diawali dengan kemampuan berdiri diatas dua kaki, sebelum dapat melempar bola, anak terlebih dahulu mempunyai kemampuan memegang benda. Mempercepat perkembangan dengan menerjang tempo perkembangan anak bisa mengakibatkan kejadian fatal bagi anak. Misalnya memaksakan anak usia 6 bulan untuk belajar berjalan, sementara kondisi kaki anak usia tersebut belum cukup kuat, bisa menyebabkan cidera. Mengetahui irama dan tempo perkembangan membuat orang tua/pendidik bisa lebih memahami kondisi anak beserta perkembangannya, sehingga tidak memaksakan anak dengan kemampuan tertentu diluar tempo yang dimilikinya. 8. Kematangan dan masa peka Kematangan merupakan masa siap bagi anak untuk mengembangkan suatu fungsi atau ketrampilan tertentu. Sedangkan masa peka adalah masa yang paling tepat untuk untuk mengembangkan suatu fungsi/ketrampilan tertentu karena anak dalam kondisi matang. Masa peka disebut juga masa emas, yaitu masa yang paling cemerlang bagi anak untuk mempelajari sesuatu. Kematangan dan masa peka merupakan dua kondisi yang saling berhubungan dan mempengaruhi perkembangan anak. Selama rentang perkembangan anak, akan terdapat masa paling matang atau masa peka, hingga pada masa tersebut akan mendapatkan kemudahan untuk berlatih sesuatu. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 29 Memberikan latihan atau rangsang tepat pada masa kematangan anak, atau tepat pada masa pekanya akan menguntungkan perkembangan anak dan memudahkan anak mendapatkan ketrampilan baru. Sebaliknya memberikan latihan sebelum atau setelah lewat masa peka atau kematangannya merupakan kegiatan yang sia-sia atau penuh perjuangan, karena anak akan mengalami kesulitan. Pertumbuhan dan kematangan itu berlangsung diluar kontrol anak manusia, dan diluar kemauan anak. Namun dengan tegas dapat dinyatakan, bahwa setiap pengalaman yang positif dapat mengembangkan pribadi anak. Oleh pengalaman tersebut, anak jadi matang dan penghayatan hidupnya akan bertambah luas. Sebaliknya, pengalaman yang negatif bisa menghambat atau melumpuhkan perkembangan anak. Anak yang baru lahir dalam keadaan lemah dan tidak berdaya dibadingkan anak binatang sekalipun. Anak ayam yang baru menetas sudah bisa mencari makan, mempunyai instink mem pertahankan hidup dengan mencari makan (nuthul). Sementara pada anak manusia, masih memerlukan bantuan orang lain untuk bisa bertahan hidup. Hal ini karena semua fungsi jasmaniah dan rokhaniah anak baru merupakan lembaga yang belum mekar. Faktor waktu dan usaha belajarlah yang memupuk perkembangannya. Suatu fungsi yang baru dilatih atau baru saja berkembang belum membuahkan prestasi yang tinggi. Bayi berumur 11 bulan terlihat kesulitan dalam berjalan dibandingkan dengan keterampilan berjalan anak pada usia 5 tahun. Hampir semua fungsi jiwani itu memerlukan periode berlatih atau periode belajar kadang kala periode tersebut berlangsung pendek, tapi ada kalanya berlaku agak lama. Ada anak yang perlu waktu berbulan-bulan untuk mengucapkan kata umi, namun ada anak yang cukup dengan waktu beberapa minggu sudah dapat 30 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif kompleks, dan (2) dari sesuatu yang bersifat yang kasar dan umum/global (gross bodily movements) menuju kepada yang lebih halus dan spesifik tetapi terkoordinasikan (finely coordinated movements). Keterampilan berjalan diawali dengan gerakan-gerakan psikomotor dasar (locomotion) yang harus dikuasainya selama tahun pertama dari kehidupannya. Perkembangan psikomotorik dasar itu berlangsung secara sekuensial, sebagai berikut: 1) keterampilan bergulir (roil over) dan telentang menjadi telungkup (5 : 8 bulan), 2) gerak duduk (sit up) yang bebas (8,3 bulan), 3) berdiri bebas (9,0 bulan), 4) berjalan dengan bebas (13,8 bulan) (Lorre, 1970: 75). Mulai usia 4-5 tahun bermain konstruksi yang fantastik itu dapat beralih kepada berbagai bentuk gerakan bermain yang ritmis dan dinamis, tetapi belum terikat dengan aturanaturan tertentu yang ketat. Proses perkembangan fisik dan psikotorik dipengaruhi oleh faktor heriditas dan faktor lingkungan. Faktor heriditas yaitu faktor genetis yang diturunkan dari orang tua, sedangkan faktor lingkungan antara lain dipengaruhi oleh faktor sosial kultural, nutrisi dan gizi serta kesempatan dan latihan. Anak dari keluarga berpostur tinggi akan memiliki tubuh tinggi pula, anak dari keluarga yang berpostur pendek tetapi gesit, akan mempunyai postur tubuh yang pendek tetapi gesit. Anak dari keluarga yang berpostur tinggi dan gesit bisa jadi tidak memiliki postur tubuh yang tinggi dan aktivitas motoriknya tidak gesit bila anak tersebut tidak cukup terpenuhi asupan gizinya. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 39 Indeks tinggi dan berat badan, proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis keajegan badan secara keseluruhan. 2). Perkembangan fisiologi, ditandai dengan adanya perubahan-perubahan secara kuantitatif, kualitatif dan fungsional dari sistem-sistem kerja hayati seperti konstraksi otot, peredaran darah dan pernafasan, persyaratan, sekresi kelenjcar dan pencernaan. Aspek fisiologi yang sangat penting bagi kehidupan manusia adalah otak (brain). Otak dapat dikatakan sebagai pusat atau sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan. Otak ini terdiri atas 100 miliar sel syaraf (neuron), dan setiap sel syaraf tersebut, rata-rata memiliki sekitar 3000 koneksi (hubungan) dengan sel-sel syaraf yang lainnya. Neuron ini terdiri dari inti sel (nucleus) dan sel body yang berfungsi sebagai penyalur aktivitas dari sel syaraf yang satu ke sel yang lainnya. Kecerdasan anak ditentukan oleh banyak koneksi antar sel, makin banyak koneksi makin tinggi kecerdasan seseorang anak b. 38 Perkembangan perilaku psikomotorik Loree (1970) menyatakan bahwa ada dua macam perilaku psikomotorik utama yang bersifat universal harus dikuasai oleh setiap individu pada masa bayi atau awal masa kanak-kanak, yaitu berjalan (walking) dan memegang benda (prehension). Kedua jenis keterampilan psikomotorik ini merupakan basis bagi perkembangan keterampilan yang lebih kompleks seperti yang kita kenal dengan sebutan bermain (playing) dan bekerja (working). Dua prinsip perkembangan utama yang tampak dalam semua bentuk perilaku psikomotorik ialah (1) bahwa perkembangan itu berlangsung dari yang sederhana menuju pada yang ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif mengucapkan ‘abi dan umi’. Berkaitan dengan irama dan tempo perkembangan, terdapat beberapa hukum atau aturan khas tentang hal ini yaitu: a. Dalam melatih fungsi-fungsinya anak tidak memerlukan stimulus dari luar. b. Tidak membutuhkan dorongan dari siapapun juga, bahkan juga tidak dari orang tuanya. Sebab fungsi-fungsi tersebut dilatih oleh anak sendiri secara spontan dan dengan usaha kemampuan sendiri. Pengembangan dan peningkatan beberapa fungsi/ketrampilan harus di bantu oleh orang dewasa, misalnya, dengan jalan memberikan sarana pokok dan alat bantu yang tepat dan diberikan pada saat tepat pula. Misalnya menatih (menuntun) anak dalam belajar berjalan, mengajak anak bercakap-cakap untuk merangsang perkembangan bahasa, serta memberikan sarana untuk mengembangkan kemampuan kognitif dengan permainan, gambar dan bentuk yang dapat merangsanag kerja otak. Berkembangnya suatu fungsi itu didorong oleh suatu kekuatan dari dalam, sehingga pada saat itu terdapat kepekaan dan kematangan untuk melatih fungsi tadi, karena itu saat sedemikian ini disebut sebagai masa peka atau saat kematangan. Proses kematangan (maturation) itu ditandai oleh kematangan potensi-potensi dari organisme, baik yang fisik maupun psikis, untuk terus maju menuju pemekaran/perkembangan secara maksimal. Maka prestasi dari penggunaan atau penggeladian keterampilan atau fungsi itu bergantung pada derajat kematangan tadi, sebab kematangan ini mempengaruhi kualitas hasil belajar anak. Anak yang sudah masak untuk belajar berjalan, namun tidak ada latihan atau rangsang dari lingkungan maka kematangan untuk belajar berjalan akan terlewati dan anak akan Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 31 mengalami kesulitan belajar berjalan bila masa kematangannya sudah lewat. Demikian juga bila saat matang anak untuk bercakap-cakap tidak mendapat stimulus dari lingkungan maka kemampuan berbicara anak akan terhambat, bahkan bisa terjadi speakdelay (kemampuan berbicara yang terlambat). Saat ini banyak ditemukan anak-anak dengan perkembangan bahasa yang terlambat, hal sangat mungkin sebagai akibat perkembangan tehnologi dan modernisasi, dimana banyak orang tua (ayah-ibu) meninggal anak untuk bekerja, hingga kurang ada kesempatan berkomunikasi dengan anak. Tugas pendidik, orang tua dan guru adalah mengusahakan agar pada saat-saat kematangan tadi tidak terdapat rintangan-rintangan yang menghambat perkembangan fungsi-fungsi tersebut. Sebab penghalang terhadap kelangsungan macam-macam fungsi fungsi fisik dan psikis pada saat peka itu bisa mengakibatkan kemunduran pada individu anak. Bahkan ada kalanya perkembangan jiwa anak mengalami kerugian besar untuk selama-lamanya. Kematangan anak untuk belajar berjalan umumnya terjadi antara usia 10-20 bulan, kematangan untuk belajar berbicara terjadi antara usia 12-24 bulan, kematangan untuk belajar membaca menulis terjadi antara usia 5-7 tahun. Melatih anak belajar membaca setelah usia 7 tahun biasanya akan lebih sulit karena diluar batas kematangannya. 9. 32 Perkembangan sebagai proses diferensiasi Perkembangan harus diartikan sebagai proses diferensiasi, bukan sebagai proses asosiasi dan kombinasi dari unsur-unsur yang lebih rendah (seperti pendapat yang dikemukakan oleh para ahli psikologi kuno). Proses diferensiasi artinya ada prinsip totalitas pada diri anak, yang lambat laun bagian-bagianya menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan. ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif BAB III PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI DAN MASA SEKOLAH DASAR A. Aspek-aspek Perkembangan 1. Perkembangan Fisik dan Perilaku Psikomotorik a. Perkembangan fisik Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sempurna sebagai tanda kesempurnaan penciptanya. Semua organ tubuh terbentuk pada periode pranatal yaitu ketika dalam kandungan. Kuhlen dan Thompson (dalam Hurlock, 1987) mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf, mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan cinta dan keinginan terlibat dengan lawan jenis; dan (4) struktur fisik/tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi. Perkembangannya fisik ini mencakup dua aspek, yaitu: 1). Perkembangan anatomis, ditunjukkan dengan adanya perubahan kuantitatif pada struktur tulang belulang. 37 Sejak bayi dilahirkan, dia telah mempunyai gambaran total/ gambaran lengkap dari dunia ini, hanya saja gambaran tersebut masih kabur dan samar-samar. Sejalan dengan perkembangan anak, kesamaran tadi berangsur-angsur jadi berkurang. Bagianbagian yang dilihat anak akan bertambah menjadi nyata, jelas, dan memperoleh struktur yang semakin lengkap. Timbullah pemahaman terhadap unsur-unsur yang lebih komplek. Pada mulanya anak memegang dengan seluruh jari-jarinya, artinya pengenalan anak terhadap lingkungan masih global, lambat laun anak makin mampu menggerakkan jari-jemarinya satu persatu sesuai dengan fungsinya. Pada awalnya anak menunjuk sesuatu dengan tangannya, kemudian mampu hanya menggunakan jari telunjuk. Perkembangan anak mengarah pada pembedaan-pembedaan, dari menunjuk dengan tangan, menjadi dengan satu jari. Anakpun bisa mengetahui fungsi jari tengah, telunjuk, jari manis, ibu jari dsb. Anak usia 3-5 tahun, pengenalan terhadap benda misalnya buku masih bersifat global. Semua lembaran kertas akan dikatakan sebagai buku. Lama kelamaan anak mulai dapat membedakan beberapa jenis buku menjadi buku tulis, komik, novel, majalah dan sebagainya. Itulah bukti bahwa perkembangan menuju kearah diferensiasi 10. Masa Trotzalter Proses perkembangan anak yang normal tenang teratur pada suatu saat akan berubah menjadi proses “revolusi”, yang ditandai oleh gejala-gejala eksplosi/ledakan, “pemberontakan” dan penentangan. Masa inilah yang disebut sebagai masa trotzalter, yang ditandai oleh timbulnya emosi yang meluap-luap. Saat sedemikian ini berlangsung dua kali dalam masa perkembangan anak, yang pertama pada usia antara 3-4 tahun, dan yang kedua 36 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 33 kalinya pada permulaan masa pubertas sekitar 12-15 tahun. Saat-saat pemberontakan dan penentangan ini dikenal sebagai TROTZALTER (usia keras kepala, usia tegar). Orang Jawa menyebut sebagai masa “kemratu-ratu” Ciri yang sangat menonjol pada periode Trotzalter tadi ialah sikap keras kepala dan suka menentang orang lain sehingga anak terkesan bandel. Pada umumnya anak pada usia ini akan mendapat label sebagai anak ’nakal’ atau anak ‘bandel’, karena perilaku anak yang cenderung susah diatur. Fase trotzalter terjadi karena anak sedang dalam fase menemukan diri sendiri atau menemukan AKU-nya, dan tengah mengkhayati kemampuan diri serta harga diri. Berkat penemuan tersebut, anak ingin mencoba segala potensi dan kemampuannya yang ditujukan pada dunia luar. Anak menjadi tidak puas pada otoritas orang tua atau pengasuhnya, yang dianggap terlalu “menguasai dan banyak mengatur pribadinya”. Anak mencoba menerapkan sikap baru, dengan memakai mekanisme reaktif yang lain dari pada biasanya terhadap lingkungannya. Anak belum menemukan kemantapan batinnya, sehingga cara baru dalam merespon lingkungan disertai dengan luapan emosi-emosi yang kuat, antara lain berupa rasa marah (agresi), kecenderungan memberontak, menentang, berkepala batu, tegar, rasa kebingungan, kecaman-kecaman pedas terhadap orang tua atau guru, keengganan (serba emoh/tidak mau), sikap mogok, bermulut besar, bimbang hati, berduka hati, dan lain-lain. Sikap tidak bersahabat yang ditunjukkan anak pada dasarnya bukan merupakan kesengajaan anak untuk memberontak atau membantah dan menentang. Anak mengekspresikan segala sesuatu yang dirasakan sebagai kurang memuaskan dengan cara yang agresif pada dasarnya merupakan bentuk kematangan kognitifnya 34 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif serta kematangan pribadinya. Sikap membangkang dan agresif tersebut muncul antara lain karena beberapa sebab yaitu: a. Adanya keinginan untuk menuntut hak-haknya b. Menuntut pengakuan atas status dan martabat dirinya, menuntut pengakuan terhadap kemampuan baru yang sudah dimiliki (walau pada kenyataannya belum sempurna) Perilaku menentang anak tidak ada sangkut-pautnya dengan “pembawaan buruk”, yang diperkirakan tampil pada masa itu. Sikap memberontak menentang tersebut merupakan gejala perkembangan yang wajar pada setiap perkembangan individu anak. Bahkan merupakan suatu keharusan dalam perkembangan yang normal. Kesukaran-kesukaran pada Trotzalter tadi timbul pada saat tertentu, tanpa ada sumber penyebab dari luar. Dan beberapa saat kemudian gejala-gejala tersebut bisa lenyap dengan sendirinya. Oleh karena itu menentang dianggap sebagai saat pancaroba, penuh badai-badai emosi yang tidak menentu dan dorongan implus yang meledak-ledak. Maka Trotzalter juga disebut periode Strum und Drang (periode badai dan paksaan/desakan batin). Trotzalter disebut pula sebagai masa peralihan (masa transisi) dalam proses perkembangan, yaitu peralihan dari masa kanakkanak pindah ke masa pubertas/remaja. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 35 mampu berbagi dengan teman, sabar menunggu giliran, Ketika ditempat umum, anak harus mampu menyesuaikan perilakunya, seperti ketika ditempat ibadah tidak boleh berteriak-teriak dan berlari-lari. g. Menunjukkan perasaan dengan cara yang sehat. Pada usia ini, diaharapkan anak dapat membedakan lebih banyak jenis perasaan, tidak hanya senang dan sedih. Jenis perasaan yang seharusnya dikenal anak antara lain rasa takut, sayang, bersemangat, cemas, sedih, senang. Anak diharapkan mampu memahami perasaan dirinya dan perasaan orang lain, sehingga ketika mengekspresikan perasaan, anak seharusnya memahami perasaan orang lain. Dengan cara ini anak tidak melampiaaskan perasaannya dengan cara memukul atau atau menghardik. h. Memulai dan mempertahankan hubungan dengan orangorang di sekitarnya. Anak sudah bisa bercerita dan mendengarkan orang lain, kemampuan ini diperlukan dalam pertemanan i. Mengindari bahaya. Anak diharapkan paham terhadap halhal yang membahayakan seperi api, lalu lintas, tempat tinggi, racun, binatang buas, kolam yang dalam dan sebagainya. Anak diharapkan mampu menghindari bahaya. j. Berani menunjukkan keinginannya. Anak mampu bercakapcakap dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar, sehingga anak mampu mengekspresikan keinginannya, bertanya dan melakukan sesuatu. Hal yang sama disampaikan oleh Morrison (2012:235) bahwa sasaran pendidikan anak prasekolah dalam aspek sosial dan ketrampilan intrapersonal meliputi hal berikut. a. Membantu anak mempelajari cara menyesuaikan diri dengan 58 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa (Chaplin,2008). Terdapat hubungan yang amat erat antara perkembangan bahasa dan perilaku kognitif. Taraf-taraf penguasaan keterampilan berbahasa dipengaruhi, bahkan bergantung pada tingkat-tingkat kematangan dalam kemampuan intelektual. Sebaliknya, bahasa merupakan sarana dan alat yang strategis bagi lajunya perkembangan perilaku kognitif. Perkembangan fungsi-fungsi dan perilaku kognitif itu menurut Loree (1970), dapat dideskripsikan dengan dua cara ialah secara kualitatif dan secara kuantitatif. 1) Perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dapat dikembangkan berdasarkan hasil laporan berbagai studi pengukuran dengan menggunakan tes inteligensi sebagai alat ukurnya, yang dilakukan secara longitudinal terhadap sekelompok subjek dan sampai ke tingkatan usia tertentu (3-5 tahun sampai usia 30-35 tahun, misalnya) secara test-retest yang alat ukurnya disusun secara sekuensial (Standford Revision Binet Test). Dengan menggunakan hasil pengukuran tes yang rnencakup General Information and Verbal Analogies, Jones and Conrad (dalam Loree, 1970) telah mengembangkan sebuah kurva perkembangan inteligensi, yang dapat ditafsirkan antara lain sebagai berikut. (a) Laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai, masa remaja awal, setelah itu kepesatannya berangsur menurun. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 43 (b) Puncak perkembangan pada umumnya dicapai di penghujung masa remaja akhir (sekitar usia dua puluhan); perubahan-perubahan yang amat tipis sampai usia 50 tahun, setelah itu terjadi plateau (mapan) sampai usia 60 tahun, untuk selanjutnya berangsur menurun (deklinasi). (c) Terdapat variasi dalam waktu/tempo dan laju kecepatan deklinasi menurut jenis-jenis kecakapan khusus tertentu 2) Perkembangan perilaku kognitif secara kualitatif. Piaget membagi proses perkembangan fungsi kognitif ke dalam empat tahapan utama yang secara kualitatif, setiap tahapan menunjukkan karakteristik yang berbeda-beda, diuraikan dalam Berk (1993). (a) Sensorimotor period (0,0–2,0). Periode ini ditandai penggunaan sensorimotorik (dalam pengamatan penginderaan) yang intensif terhadap dunia sekitar. Prestasi intelektual yang dicapai dalam periode ini ialah perkembangan bahasa, hubungan tentang objek kontrol skema, kerangka berpikir, pembentukan pengertian, pengenalan hubungan sebab-akibat. Perilaku kognitif tampak antara lain: (1) menyadari dirinya berbeda dengan bendabenda sekitarnya; (2) sensitive terhadap rangsangan suara dan cahaya; (3) mendefinisikan objek/benda serta membedakan benda satu dengan benda lain dan manipulasinya; 44 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Anak usia dini berada pada fase tumbuh dan berkembang, sehubungan dengan beberapa keterbatasan anak. Ada beberapa kemampuan yang harus diajarkan pada usia 3-6 tahun untuk menyempurnakan perkembangannnya, meliputi hal berikut. a. Melakukan jadwal beraktivitas dan beristirahat yang sehat. Anak seharusnya sudah tahu kapan waktu istirahat dan kapan waktu beraktivitas. Ia tidak perlu lagi dipaksa untuk berhenti bermain kala berada di sekolah atau diminta tidur ketika di rumah. b. Memperlihatkan kebiasaan makan yang sehat. Anak diharapkan sudah bisa makan sendiri dengan rapi. Ia juga mau mencoba berbagai rasa atau jenis makanan baru. c. Dapat buang air besar dan kecil sendiri di tempatnya. Anak usia 3-6 tahun diharapkan bisa memberi tahu kapan akan buang air besar (BAB) atau kecil (BAK) dan mau belajar untuk dapat BAB atau BAK sendiri, dengan cara yang sesuai jenis kelaminnya. d. Mampu melakukan aktivitas fisik yang diperlukan sesuai usianya, seperti memanjat, menyeimbangkan diri, berlari, meloncat, mendorong, menarik, menangkap. Motorik halus seperti mengancing baju, menarik ristliting, menggunting, menggambar, mewarnai, membentuk tanah liat. e. Ikut serta dalam kegiatan keluarga. Anak seharusnya sudah mampu terlibat dalam berbagai kegiatan keluarga seperti ke acara pernikahan dan memikul tanggung jawab walau sederhana seperti membantu membereskan mainan. f. Menunda dan mengendalikan keinginan. Bayi yang masih kecil belum mampu menunda keinginannya untuk mendapatkan sesuatu, sejalan dengan bertambahnya usia, anak harus mampu mengedalikan keinginannya, seperti harus Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 57 Sujiono (2009: 7-8) mengemukakan beberapa karakteristik khas anak usia dini adalah : a). anak berada pada masa peka, karena itu guru/pembimbing perlu menyiapkan sarana dan permainan yang dapat merangsang potensi anak yang sedang tumbuh, b). egosentris, ditunjukkan dengan merasa paling benar, keinginannya harus dituruti, mau menang sendiri, kondisi tidak mendukung perkembangan sosial anak apabila tidak mendapat bimbingan yang tepat, c). senang meniru, anak akan meniru segala yang dilihat dan didengar dari lingkungannya, dari orang tua, guru, teman, serta meniru tokoh khayal yang ada di televisi atau dalam dongeng. Anak meniru perilaku yang baik tetapi juga mungkin yang kurang baik, karena itu perlu bimbingan, d). anak senang berkelompok, ditunjukkan dengan kegemarannya bermain dengan anak-anak lain, e). senang bereksplorasi, ditunjukkan dengan kegemaran membongkar pasang mainan, memanipulasi benda-benda yang ada di sekitarnya, serta senang melakukan tingkah laku yang penuh tantangan, seperti melompat, memaanjat, memasuki gorong-gorong, f). membangkang, anak usia dini berada dalam rentang masa trotzalter, yaitu masa krisis yang ditandai dengan sikap membangkang (http//www.pikiran-rakyat.com) Havighurst (dalam Hurlock, 1978) menyatakan bahwa tugas perkembangan fase kanak-kanak antara lain : dapat membedakan benar-salah, membangun sikap yang sehat terhadap dirinya, belajar menyesuaikan diri dengan teman seusianya dan mulai mengembangkan peran sosial sebagai pria dan wanita yang tepat. Untuk menunjang tugas perkembangan ini salah satunya perlu bimbingan untuk mengembangkan kontrol diri, agar anak dapat menyesuaikan dengan lingkungan sosialnya, serta dapat mengendalikan keinginannya agar sesuai dengan harapan lingkungan. 56 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif (4) mulai memahami ketetapan makna suatu objek meskipun lokasi dan posisinya berubah. (b) Preoperational. period (2,0–7,0). Periode ini terbagi ke dalam dua tahapan ialah preconceptual (2,0-4,0) dan intuitive (4,0–7,0). Periode preconceptual ditandai dengan cara berpikir yang bersifat transduktif (menarik konklusi tentang sesuatu yang khusus; sapi disebut juga kerbau). Pemahaman anak belum pada konsep yang sebenarnya atau verbalisme. Periode intuitif ditandai oleh dominasi pengamatan yang bersifat egocentric (belum memahami cara orang lain memandang objek yang sama), anak belum dapat ber pikir irreversible, kemampuan konversi belum sempurna. Perilaku kognitif yang tampak antara lain: (1) self-centered dalam memandang dunianya; (2) dapat mengklasifikasikan objek-objek atas dasar satu ciri tertentu yang memiliki ciri yang sama, mungkin pula memiliki perbedaan dalam hal yang lainnya; (3) dapat melakukan koleksi benda-benda berdasarkan suatu ciri atau kriteria tertentu; (4) dapat menyusun benda-benda, tetapi belum dapat menarik inferensi dan dua benda yang tidak bersentuhan meskipun terdapat dalam susunan yang sama. (c) Concrete operational (7,0–11 12,0) Periode ini merupakan perbaikan dari masa sebelumnya. Tiga kemampuan dan kecakapan yang baru yang menandai periode ini ialah mengDra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 45 klasifikasikan angka-angka atau bilangan, anak mulai pula mengkonservasi pengetahuan tertentu, serta kemampuannya dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika meskipun masih terikat dengan objek-objek yang bersifat konkret. Pada fase ini anak mulai dapat berpikir terbalik dan kemampuan konversinya lebih tepat, pemahaman terhadap konsep benda dan ruang mulai sempurna. (d) Formal operational (11,0/12,0–14,0/15,0) Periode ini ditandai dengan kemampuan untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang tidak terikat lagi oleh objek-objek yang bersifat konkrit. Perilaku kognitif yang tampak pada tahap ini antara lain: (1) kemampuan berpikir hipotetis-deduktif (hypothetico-deductive thinking); (2) kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih kemungkinan yang ada (a combinational analysis); (3) kemampuan mengembangkan suatu proporsi atau dasar proporsi-proporsi yang diketahui (proportional thinking); (4) kemampuan menarik generalisasi dan inferensasi dan berbagai kategori objek yang beragam. Tokoh lain yang melakukan studi terhadap masalah ini secara mendalam ialah Jerome Bruner (1966) ia membagi proses perkembangan perilaku kognitif ke dalam tiga periode ialah: 46 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Beaty (1994: 83) menjelaskan bahwa perkembangan emosi anak terjadi secara simultan bersamaan dengan perkembangan psikososial, perkembangan bahasa, kognitif dan kreativitas. Bruse (1987) mengatakan bahwa anak usia 2-6 tahun mempunyai pertumbuhan fisik yang pesat, anak mulai aktif melakukan berbagai kegiatan yang memanfaatkan otot. Pada awal usia ini anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya, mempunyai daya observasi yang tajam yang membuat anak mengamati semua benda yang ada di sekitarnya. Dalam waktu singkat pengamatan anak bisa beralih dari satu benda ke benda lainnya. Piaget (Sriyanti, 2008) pada fase preoperasinal (usia 2-7 tahun) anak sudah mempunyai perbendaharaan bahasa yang lebih banyak namun belum tentu memahami konsep secara tepat. Anak mulai berkomunikasi dan mengungkapkan pikirannya. Selanjutnya Bruse menambahkan bahwa anak usia ini mulai belajar mengembangkan emosi sebagaimana lingkungan memperlakukan dirinya. Perkembangan kognitif anak sangat pesat ditunjukkan dengan rasa ingin tahu yang luar biasa terhadap alam sekitar. Aktivitas belajar anak usia 2-6 tahun terlihat dari keinginan untuk mengeksplorasi benda-benda yang ada disekitarnya dengan menggunakan seluruh panca indranya. Meniru merupakan gaya belajar anak usia ini dengan memanfaatkan seluruh indranya, meniru yang didengar dan meniru yang dilihat (Bruse, 1987). Hurlock (1978) menyatakan perilaku agresif anak meningkat pada usia 2-4 tahun, kemudian menurun, bentuk serangan fisik diganti dengan serangan verbal dalam bentuk memaki atau menyalahkan orang lain. Pada usia 3 tahun mulai timbul perilaku berkuasa, dan usia 4 tahun timbul keinginan untuk menggoda anak lain. Ekspresi marah pada anak bisa dilampiaskan dengan merusak benda-benda. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 55 sementara Johan Amos Comenius menyebutnya sebagai fase scola materna (fase sekolah ibu) (Hurlock, 1978) . Fase anak usia dini merupakan fase penting yang menjadi pondasi bagi perkembangan anak pada masa berikutnya, karena itu perlu mendapat perhatian dengan seksama. Sebagaimana diungkap Hurlock (1978) bahwa anak usia 2-6 tahun berada pada masa peka, yaitu masa yang paling tepat untuk mengembangkan berbagai fungsi, bila masa ini terlewati anak akan mengalami kesulitan pada fase perkembangan berikutnya. Demikian juga dengan Berk (1992 : 18) memperkuat pandangan bahwa fase anak usia dini merupakan fase penting, sebagaimana pernyataannya bahwa anak usia prasekolah berada pada masa pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek sedang mengalami perkembangan yang sangat cepat. 1. 54 Karakteristik dan Tugas Perkembangan Anak Usia Dini Piaget (dalam Gallahue, 1982 : 24 dan Seefeldt, 1990 : 34), menyatakan bahwa anak usia 2-7 tahun mempunyai pandangan yang bersifat egosentrik, yaitu tidak memperhatikan pengalaman dan perspektif orang lain, melainkan berorientasi pada minat dan apa yang diketahuinya. Pemahaman anak terhadap consept of conservation belum sempurna, anak memandang sejumlah benda tidak berubah, hanya karena berubah bentuk dan tempat, serta mempunyai kemampuan berpikir yang bersifat irreversible yaitu belum mampu berpikir terbalik. Anak usia 4-6 tahun mempunyai karakteristik khas yang berbeda dengan anak lainnya. Hurlock (1978) menyatakan bahwa anak usia ini memiliki karakteristik emosi yang sangat kuat, meledak-ledak dan kurang stabil. Beberapa emosi yang muncul pada anak usia ini antara lain marah, cemburu, benci, takut, iri hati, kasih sayang dan gembira. Anak bisa memiliki rasa takut yang sangat kuat dan iri hati yang tidak rasional. ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif (1) enactive stage, merupakan suatu masa ketika individu berusaha memahami lingkungannya. Tahap mirip dengan sensorimotor period dari Piaget; (2) iconic stage, yang mendekati kepada preoperational period dari Piaget; dan (3) symbolic stage, yang juga mendekati ciri-ciri formal operational period dari Piaget. 3. Perkembangan Perilaku Sosial, Moralitas dan Keagamaan a. Perkembangan Perilaku sosial Secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial, sebagaimana kata Plato bahwa manusia sebagai zoon politicon. Untuk mewujudkan potensi tersebut manusia perlu berinteraksi dengan lingkungan manusia lainnya. Proses sosialisasi merupakan suatu proses di mana individu (terutama anak) melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya); belajar bergaul dengan dan bertingkah laku seperti orang lain, bertingkah laku di dalam lingkungan sosio-kulturalnya. Branson (dalam Loree, 1970) mengidentifikasi hasil surve secara longitudinal terhadap anak usia 5-16 tahun, bahwa kecenderungan pola orientasi sosialnya mengikuti tiga pola yaitu: (1) withdrawal-expansive, (2) reactivityplacidity dan (3) passivity-dominance. Kalau seseorang telah memperhatikan orientasinya pada salah satu pola tersebut, maka cenderung diikutinya sampai dewasa. Sejalan dengan meluasnya pergaulan anak, perkembangan sosial anak Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 47 juga makin meluas, terutama setelah masuk PAUD. Anak juga mulai mengenal berbagai perilaku orang-orang di sekitarnya, teman, guru, kerabat, sepupu adalah individu lain yang mewarnai kehidupan sosial anak. Anak yang kehidupan sosialnya luas, akan belajar merasakan kecewa, tidak diterima, merasa marah, jengkel dengan orang lain, disamping perasaan positif seperti kebersamaan, mencintai, berbagi dan lainnya. b. 48 Perkembangan Moralitas Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat peraturan/nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsipprinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti 1) seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan 2) larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tingi kelompok sosialnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral. Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Anak memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya dan dari orangtuanya. Dia belajar untuk mengenal nilai-nilai sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dalam mengembangkan moral anak, peranan orangtua sangat penting, terutama pada waktu anak masih kecil (Monks, 1992). Proses Perkembangan Moral. Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut. ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif B. Perkembangan Anak Usia Dini Anak usia dini adalah anak yang berusia 0-6 tahun, sebagaimana tertulis dalam UU No.20 tahun 2003 bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan melalui rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar memiliki kesiapan dalam memasuki pedidikan lebih lanjut (UU no 20 tahun 2003). Selanjutnya pada pasal 28 ayat 1-3 tertulis bahwa pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal maupun informal. Realisasi pendidikan anak usia dini pada jalur formal antara lain berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudaful Atfal (RA), Kelompok Bermain (KB) dan Tempat Penitipan Anak (TPA). Taman Kanak-kanak (TK) dan RA merupakan salah bentuk pendidikan anak usia dini pada pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia 4-6 tahun (Departemen Pendidikan Nasional, 2006 : 1). Berdasar PP No.27 tahun 1990, Bab I pasal 1 disebutkan bahwa TK merupakan salah satu bentuk pendidikan pra-sekolah yang menyediakan pendidikan dini bagi anak usia empat tahun sampai memasuki pendidikan dasar. Jalur pendidikan untuk anak usia dini dalam jalur pendidikan nonformal antara lain kelompok belajar (KB) dan PAUD. Selanjutnya disebutkan bahwa tujuan pendidikan di TK adalah membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik fisik dan psikis yang meliputi moral dan nilai agama, disiplin, sosial emosional, kemandirian dan tanggunjawab, kognitif, bahasa, fisik/motorik, dan seni untuk siap memasuki pendidikan dasar. Havighurst menggolongkan anak usia 0-6 tahun sebagai fase bayi dan fase anak kecil, Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 53 bagai makhluk Tuhan, dianugerahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya. c. 52 Perkembangan Kepribadian Kepribadian dapat diartikan sebagai “kualitas perilaku individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan secara unik”. Keunikan penyesuaian tersebut sangat berkaitan dengan aspek-aspek kepribadian itu sendiri, yaitu meliputi hal-hal berikut: a) Karakter, yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat, b) Temperamen, yaitu disposisi reaktif seseorang, atau cepat/lambatnya mereaksi terhadap rangsanganrangsangan yang datang dari lingkungan, c) Sikap terhadap objek (orang, benda, peristiwa, norma dan sebagainya) yang bersifat positif, negatif atau ambivalen (ragu-ragu), d) Stabilitas emosi, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dan lingkungan. Seperti: mudah tidaknya tersinggung marah, sedih atau putus asa, e) ResponsibilitaS (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima risiko dan tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti: mau menerima risiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri risiko yang dihadapi, f) Sosiabilitas, yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Disposisi ini seperti tampak dalam sifat pribadi yang tertutup atau terbuka; dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain. ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif 1) Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orangtua, guru atau orang dewasa lainnya. Di samping itu, yang paling penting dalam pendidikan moral adalah keteladanan dan orangtua, guru atau orang dewasa lainnya dalam melakukan nilainilai moral 2) Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orangtua, guru, kiai, artis atau orang dewasa lainnya). 3) Proses coba-coba (trial & error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus. di kembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikannya. Kolberg (dalam Santrock, 2007) menguraikan perkembang an moral menjadi 6 tahap yang diawali dari kepatuhan, ketaatan anak terhadap aturan dilandasi atas dorongan ekstrinsik, seperti untuk menghindari hukuman, ingin mendapat hadiah, ingin dipuji, berangsur-angsur mangarah pada kepatuhan terhadap moral dan etika atas kesadaran sendiri. Perkembangan Penghayatan Keagamaan. Sejalan perkembangan kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual disamping emosional dan volisional (konatif), mengalami perkembangan. Para ahli seperti Zakiah Daradjat, Starbuch, William James sependapat Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 49 bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda. Tiga tahap perkembangan keagamaan tersebut adalah fairy tale stage (fase dogeng), realistic stage (fase realistis), dan terakhir individual stage (fase individual). Fase dongeng dialami oleh anak-anak, dimana perkembangan keagamaannya masih sebatas pada cerita, anak memahami agama sebagai suatu dongeng, sedang pada fase realis anak mulai menghayati agama secara realistis, sesuai apa yang dilihat di sekitarnya, dan pada tahap akhir yaitu fase individualis, penghayatan agama seseorang bersifat personal, khas yang berbeda antara orang satu dengan lainnya. 4. Perkembangan Perilaku Afektif, Konatif dan Kepribadian a. Perkembangan fungsi-fungsi Konatif dan hubungannya dengan pembentukan Fungsi konatif atau motivasi merupakan faktor penggerak perilaku manusia yang bersumber pada kebutuhankebutuhan dasarnya (basic needs). Jenis-jenis kebutuhan manusia berkembang mulai dari sifat yang alami (misalnya, kebutuhan dasar/biologis) sampai kepada yang dipelajari sebagai pengalaman interaksi dengan lingkungannya. Di dalam kenyataan yang berkembang itu bukanlah jenis motif atau kebutuhan, melainkan beberapa sifatnya, misalnya objek dan caranya dan itensitasnya. b. 50 Perkembangan Emosional dan Perilaku Afektif Emosi itu dapat didefinisikan sebagai suatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (a strid up state) yang menyertai atau muncul sebelum/sesudah ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif terjadinya perilaku. Aspek emosional dari suatu perilaku, pada umumnya, selalu melibatkan tiga variabel, yaitu rangsangan yang menimbulkan emosi (the stimulus variable), perubahanperubahan fisiologis, yang terjadi bila mengalami emosi (the organismic variable), dan pola sambutan ekspresi atau terjadinya pengalaman emosional itu (the response variable). Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciriciri sebagai berikut: 1) Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berpikir 2) Bersifat fluktuatif (tidak tetap) 3) Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera. Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis). Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dan luar terhadap tubuh, seperti: rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang, dan lapar. Sedangakan emosi psikis, di antaranya adalah (Walgito, 1986). 1) Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran. 2) Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok. 3) Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai balk dan buruk atau etika moral. 4) Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dan sesuatu, baik bersifat kebendaan maupun kerohanian. 5) Perasaan Ketuhanan. Salah satu kelebihan manusia seDra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 51 dan kewajiban anak dalam keluarga tidak dapat dijalankan dengan baik. Dalam kondisi demikian tak jarang terjadi konflik antara anak dengan orang tua. Ketegangan dan peningkatan emosionalitas tak dapat dihindarkan b. Dapat terjadi konflik antar kelompok baik dengan kelompok sejenis maupun lawan jenis. Konflik yang berkepanjangan dapat memicu timbulnya permusuhan hingga perkelahian. Bila hal ini terjadi maka energi anak akan tersedot untuk aktivitas bertahan dalam kelompok, mencari strategi perlawanan serta memikirkan problem lain yang berkaitan dengan konflik antar kelompok tersebut. Aktivitas belajar terganggu, kelelahan, sering ketinggalan pelajaran, lupa mengerjakan PR, tidak siap ketika ulangan, mulai dihinggapi rasa malas untuk belajar merupakan problem umum akibat keterlibatan anak dalam kelompok c. Berkembang prasangka, terutama terhadap anak lain yang dari luar kelompok. Prasangka yang berlebihan dapat berkembang menjadi yang bersifat ras dan golongan d. Muncul perlakuan yanga buruk terhadap anak lain di luar kelompoknya Mencari teman merupakan kebutuhan setiap anak, hal ini sangat dirasakan oleh anak baru, pindahan dari kelas lain, sekolah lain atau daerah lain. Menjadi anggota baru suatu sekolah dan menyesuaikan dengan tuntutan lingkungan merupakan tugas berat yang harus dilaksanakan. Karena itu pindah-pindah sekolah tidak selalu menguntungkan bagi anak. Anak senang berpetualang dan menjelajah sebagai bentuk luapan rasa ingin tahu. Anak SD kelas rendah bisa melakukan penjelajahan terhadap mainan yang dimiliki serta benda-benda lain yang ada di rumah, namun anak kelas tinggi tidak cukup 74 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif b. c. d. e. f. anak , guru dan orang dewasa lainnya. Membantu anak cara membantu orang lain dan mengembangkan sikap peduli. Mengajarkan anak cara memenuhi kebutuhan pribadi seperti mengancingkan baju dan memilih pakaian yang tepat. Ketrampilan makan dan menggunakan peralatan makan. Ketrampilan menjaga kesehatan seperti gosok gigi dan mandi. Ketrampilan berdandan, seperti menyisir rambut dan memotong kuku. Tugas-tugas tersebut akan tercapai dengan sempurna bila anak mempunyai kemampuan mengendalikan dirinya. Kemampuan mengendalikan diri anak diperlukan agar anak dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dengan harmonis, menunjukkan perasaan dengan cara tepat, dan kemampuan mengendalikan diri memudahkan anak menjalankan tugas belajarnya dan membuat anak mampu menepati jadwal rutin sehari-hari dengan disiplin, seperti kapan anak harus bangun pagi, kapan anak harus mandi, kapan anak harus makan dan sebagainya. Kemampuan anak mengendalikan diri sangat diperlukan agar anak dapat menjalankan tugas sehari-hari yang berkaitan dengan bina diri seperti memakai baju sendiri, memakai sepatu dan kaos kaki. Kesuksesan anak untuk belajar di sekolah, memanjat, meniti, melompat, melempar, belajar mengenal huruf dan angka, belajar mengenal waktu dalam jam, belajar mengenal macam-macam binatang dana tumbuhan, memerlukan perhatian khusus dan ketekunan dari anak, karena itu kemampuan mengendalikan diri sangat diperlukan guna tercapainya hasil belajar yang optimal Perkembangan anak sudah diawali sejak dalam kandungan, yaitu sejak terjadi konsepsi yang merupakan proses bertemunya sel telur dengan sel jantan. Perkembangan Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 59 akan terus terjadi sepanjang kehidupan anak dengan mengikuti hukum dan irama tertentu. Anak usia pra-sekolah merupakan masa emas senagai pembentuk kepribadian anak dimasa mendatang. Anak mempunyai karakteristik khas yang berbeda dengan anak pada fase sebelum dan sesudahnya. Anak usia pra-sekolah berada pada fase transisi, dari lingkungan orang tua yang penuh permisivitas beralih pada lingkungan sekolah yang lebih formal dengan aturan dan kedisiplinan yang lain dengan di rumah. Pergaulan anak yang semula terbatas anggota keluarga, sekarang memiliki pergaulan yang lebih luas, guru-guru dan teman di sekolah. Anak mulai mengenal orang dengan berbagai karakter, sehingga berpeluang mengalami benturan dalam bergaul dengan teman-temannya. Ada perselisihan, perbedaan pendapat, pertengkaran, berebuit mainan dan berbagai persoalan dalam pergaulan. Hasil penelitian Hartup (Monks, 1992) mengemukakan bahwa teman sebaya banyak memberikan pengaruh terhadap perilaku anak. Perilaku agresif dan altruistik banyak didapat dari belajar model yaitu dengan melihat teman-temannya yang juga berperilaku agresif dan altruistik (Bandura, 1977). Masa ini menurut Piaget, dimulai dengan penguasaan bahasa yang lebih sistimatis, permainan simbolis, imitasi dan bayangan mental (Hurlock, 1998). Anak mulai melakukan tingkah laku simbolik, mampu bermain pura-pura, dan melakukan imitasi tertunda yaitu mencontoh sesuatu yang pernah dilihat pada hari sebelumnya. Perkembangan lainnya adalah kemampuannya untuk melakukan antisipasi atau berpikir untuk waktu yang akan datang (dalam dunia anak). Yaitu dapat memikirkan apa yang akan terjadi kemudian (satu jam atau dua jam lagi). Anak dapat mengatakan bahwa permainan buatannya belum selesai, karena 60 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif d. e. f. 3. Anak memandang nilai sebagai ukuran prestasi belajarnya Mulai membentuk kelompok sebaya serta membuat aturan sendiri dalam kelompok Akhir masa ini anak sudah dapat bertanggung jawab atas apa yang dilakukan Perkembangan Fisik dan Sosial Secara fisik, tidak ada perbedaan perkembangan antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Anak menunjukkan postur yang sama. Gerakan motorik anak sangat dipengaruhi oleh keleluasaan lingkungan serta aturan-aturan yang berlaku. Norma serta aturan orang tua adakalanya membuat gerakan anak menjadi kurang spontan. Hubungan sosial dan mempunyai teman merupakan hal penting bagi anak. Pertemanan yang semula karena melakukan aktivitas bersama, berkembamg menjadi persahabatan. Anak berusaha keras untuk menyesuaikan dengan kelompok teman sebaya, termasuk berusaha mengikuti tuntutan serta norma yang berlaku dalam kelompok. Dalam menyesuaikan ini adakalanya anak justru memperbudak diri sendiri agar dapat diterima oleh kelompok. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya berkelompok atau bersosialisasi bagi anak. Tak jarang anak tidak menghiraukan orang tua, bahkan melawan orang tua demi eksistensinya dalam kelompok (Hurlock, 1987). Beberapa akibat yang dapat timbul dengan masuknya anak dalam kelompok serta terlalu konformis terhadap aturan kelompok. a. Menolak aturan-aturan orang tua dan lebih conform terhadap tuntutan kelompok. Anak lebih banyak menghabiskan waktunya bersama teman-temannya sehingga keberadaan anak dalam keluarga menjadi berkurang. Akibat lain tugas Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 73 Dorongan yang kuat untuk berkelompok membuat hubungan dengan keluarga menjadi renggang karena banyak waktu dihabiskan bersama teman sebayanya. Kondisi ini dapat menyulitkan orang tua dalam melatih tanggung jawab agar anak dapat melaksanakan tugas-tugas dalam keluarga. Keterlibatan anak dalam kelompok juga menyebabkan anak kurang peduli dengan urusan pribadinya. Kepuasan dan kegembiraan bersama teman-temannya membuat anak melupakan hal lain yang harus diurus dalam dirinya. Karenanya anak menjadi kurang memperhatikan penampilannya, kurang rapi, kurang peduli dengan kebersihan. 2. Perbedaan Karakteristik Ada perbedaan karakteristik antara anak kelas rendah (kelas 1-3) dengan anak kelas tinggi (kelas 4-6). Anak kelas rendah mempunyai ciri sebagai berikut: a. Ada hubungan antara tinggi, kesehatan, dan pertumbuhan jasmani dengan prestasi belajar di sekolah b. Timbul sikap yang cenderung mematuhi peraturan dalam permainan dengan teman sebaya c. Senang membandingkan dirinya dengan anak lain jika dirasa menguntungkan d. Cenderung memuji diri sendiri e. Bila tidak berhasil menyelesaikan tugas/pekerjaan, hal itu tidak merisaukannya Sedangkan anak kelas tinggi (kelas 4-6) mempunyai karakteristik sebagai berikut. a. Perhatiannya tertuju paha hal yang praktis, konkrit dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari b. Rasa ingin tahun besar, senang belajar dan bereksplorasi c. Mulai timbul minat terhadap mata pelajaran tertentu 72 anak tahu bagaimana bentuk permainan yang sempurna atau yang sudah selesai. Sebagian besar ketrampilan anak diperoleh dari aktivitas belajar atau meniru orang lain. Daya imitasi anak sangat besar demikian juga dengan daya fantasinya. Anak cenderung akan meniru semua yang dilihat dan didengarnya. Sejalan dengan perkembangan daya fantasinya, anak mengembangkan kemampuan bereksplorasi dan bereksperimen terhadap hal baru. Anak usia prasekolah sudah memperlihatkan adanya perbedaan peran jenis, termasuk perbedaan jenis kelamin. Sementara Sigmund Freud dari tokoh Psikoanalisa mengemukan bahwa anak usia ini mencurahkan energi psikisnya pada daerah seksualitas. Manifestasi dari perkembangan ini antara lain anak menaruh perhatian pada daerah alat kelamin, muncul pertanyaan tentang seksualitas, seperti dari mana adik lahir, mengapa mama bisa punya adik. Sifat khas anak usia pra-sekolah tersebut bila dirangkum adalah: a. Daya fantasinya tinggi b. Rasa ingintahunya besar-banyak bertanya c. Daya eksperimen dan ekplorasi tinggi-banyak gerak d. Emosi meledak-ledak e. Ingin melepaskan diri dari otoritas orang dewasa f. Daya imitasinya tinggi-mudah meniru g. Mencurahkan energi psikisnya pada daerah seksulitas h. Bisa bandel dan susah diatur ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif 2. Perkembangan Kepribadian Anak Usia Dini Perilaku anak merupakan cerminan dari kondisi jiwanya, karena itu untuk memahami kondisi kejiwaan anak, bisa mem perhatikan perilakunya. Anak murung, menggingit jari, memberontak atau mengamuk merupakan ekspresi dari Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 61 kondisi jiwa yang saat itu terjadi. Demikian juga perilaku anak merupakan tanda apakah anak mempunyai rasa percaya diri yang tinggi atau bahkn mempunyai rasa rendah diri bisa terbaca dari perilaku sehari-hariya Perhatikan beberapa perilaku pada tabel berikut, kemudian lihat pada anak-anak kita, perilaku mana yang dominan muncul. Deskripsi perilaku berikut merupakan gejala khas anak yang sering dirasakan orang tua. Orang tua bisa menentukan sendiri perilaku mana yang sering muncul pada anak, tentukan apakah perilaku itu menguntungkan atau tidak, baik atau tidak. Kemudian temukan, mengapa perilaku tersebut muncul, apakah ada dari sikap kita yang kurang tepat. Beberapa perilaku anak timbul sebagai manifestasi dari rasa percaya diri, tetapi ada beberapa perilaku yang merupakan indikasi dari ketidakpercayaan diri anak. Anak yang mempunyai rasa kurang percaya diri terbentuk dari cara pengasuhan yang tidak tepat. Rasa tidak percaya diri dibentuk oleh sikap orang tua yang kurang memberikan penghargaan atau karena sikap orang tua yang overprotected, terlalu menekan, terlalu menuntut pada anak, atau vonis-vonis negatif yang diberikan orang tua pada anak. Apabila orang tua menemukan beberapa perilaku sebagai tanda kurang percaya diri, orang tua bersama guru harus melakukan upaya-upaya membangkitkan rasa percaya diri anak. Untuk itu harus terlebih dahulu mengenal sumber penyebab mengapa anak tidak mempunyai rasa percaya diri Tabel berikut memaparkan perbedaan sikap antara anak yang mempunyai rasa percaya diri dengan anak yang kurang memiliki rasa percaya diri. 62 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif dalam aktivitas sehari-hari serta senang berkreatifitas. Dikatakan berada pada fase bermain, karena pengembangan diri anak banyak dilakukan sambil bermain. Dikatakan sebagai usia berkelompok karena dorongan anak untuk berkumpul dengan teman sebaya sangat kuat. Ahli psikologi memberikan label pada anak sebagai usia penyesuaian, fase yang menyulitkan, fase tidak rapi dan sebagai fase bertengkar. Semua merupakan gambaran tentang bagaimana karakteristik anak yang sebenarnya. Dorongan yang kuat untuk berkelompok membuat anak tidak senang bermain sendiri, tidak pusa bermain sengan saudara satu rumah tetapi selalu mencari teman di luar rumah. Dalam upaya memenuhi keinginan untuk selalu berkelompok tersebut, anak dituntut dan berusaha menyesuaikan diri dengan tuntutan kelompok serta aturan-aturan yang ada. Karena itu julukan anak sebagai fase penyesuaian karena kemampuan menyesuaikan diri dengan teman sebaya merupakan tuntutan utama agar anak diterima oleh kelompok serta bahagia dalam kelompoknya. Kemampuan penyesuaian yang buruk mengakibatkan anak tidak dapat diterima teman-temannya, tidak mempunyai teman, terkucilkan dan ini merupakan pengamalan yang menyakitkan bagi anak. Masa ini merupakan masa yang menyulitkan bagi anak dan orang tua karena bagi anak tidak mudah menyesuaikan diri dengan tuntutan teman sebaya yang beraneka ragam. Bisa terjadi benturan kepentingan antara conform dengan kelompok atau mempertahankan egonya. Karena itu tak jarang terjadi pertengkaran baik secara fisik maupun verbal. Anak laki-laki lebih banyak terlibat dalam pertengkaran fisik (berkelahi) sedangkan anak perempuan cenderung melakukan pertengkaran secara verbal. Karena itu usia disebut sebagai fase bertengkar. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 71 dalam permainan adalah perbuatan yang salah, karena itu mereka perlu dibimbing. Tapi jangan bersikap over-protective sampai menghalangi kebebasannya. Misalnya, kalau anak bermain larilarian dan pernah terjatuh adalah wajar, jadi tidak perlu melarang anak bermain lari-lari karena takut anak jatuh. Tapi kalau anak mengebut ketika bermain sepeda, tentunya perlu dilarang karena berbahaya. Sekalipun dunia bermain adalah dunia anak-anak, tapi anak membutuhkan peran orangtua untuk dapat berada dalam dunianya itu secara aman dan nyaman. Dengan bermain, tidak hanya anak merasa senang dan bahagia ketika melakukannya; tapi dengan bimbingan yang tepat dari orangtua, potensi diri anak juga dapat berkembang, anak dapat menjadi pintar lewat sarana permainan. Anak senang dan orangtua bahagia. Tabel 1. Perbedaan sikap/perilaku anak yang peraya diri dengan anak yang kurang percaya diri PERCAYA DIRI • • • • • • • • • • • • Aktif Penuh semangat Banyak gerak Wajah cerah Banyak tanya Pemberani Mempunyai banyak teman Mudah bergaul-mudah menyesuaikan diri Senang membongkar pasang mainan Sering bicara sendiri Gembira Mandiri KURANG PERCAYA DIRI • • • • • • • • • • • • Pasif Mudah putus asa Tidak banyak gerakcenderung diam Sering murung-sedih Takut bertanya Penakut Pemalu Susah menyesuaikan diri Tidak senang bermain Senang memandang benda/ TV Cengeng Manja C. Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar (SD/MI) 1. 70 Label untuk late childhood Anak usia SD berada pada fase kanak-kanak akhir (late childhood) dengan rentang usia antara 6-12 tahun (Monks, 1992). Masa ini disebut dengan masa intelektual atau disebut juga sebagai masa keserasian bersekolah, karena anak sudah cukup mampu mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Usia SD merupakan masa kematangan anak untuk sekolah yang ditunjang dengan kesiapan organ-organ tubuh untuk melakukan kecakapan baru. Anak usia SD mempunyai beberapa julukan seperti fase kritis-kreatif, fase bermain dan masa berkelompok. Julukan ini menggambarkan ciri anak tersebut. Anak usia SD dikatakan berada dalam periode kritis-kreatif, karena perkembangan imajinasi sangat menonjol, kemampuan berpikir kritis terlihat ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Mengapa anak tidak percaya diri Kini saatnya orang tua dan guru berintropeksi. Kullu mauludin yuladu ala fitrah- anak lahir dalam keadaan fitrah, demikian hadist nabi menggambarkan tentang kondisi anak. Orang tualah yang menjadikan anak nasrani atau majusi. Tokoh psikologi Behavioristik J.B Watson pernah mengatakan: “ Berikan saya seribu bayi, maka saya bisa membentuk bayi tersebut sesuai yang Anda mau” Penjelasan di atas menggambarkan betapa besar peran lingkungan, betapa besar peran pendidikan orang tua-guru. Orang tua adakalanya mengeluhkan anaknya yang pemalu, penakut dan tidak mau bergaul. Orang tua lainnya mengeluh karena anaknya bandel, susah diatur, tidak penurut seperti anak temannya. Sementara kita semua tahu bahwa ketika lahir anak tidak mempunyai sifat-sifat seperti itu, anak Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 63 lahir dalam keadaan fitrah, lucu dan menggemaskan, tidak bandel, tidak berkata kasar, tidak pemalu dan tidak penakut. Dalam hal ini orang tua perlu menengok pada diri sendiri, mengapa anak sekarang menjadi seperti itu, siapa yang menyebabkan anak berperilaku membangkang, pemalu atau penakut. Adakah sikap orang tua yang kurang tepat?. walaupun kadang-kadang terasa abstrak bagi orangtua. Mengingat bahwa tidak hanya orangtua yang mengalami stres, anak-anak juga bisa. Stres pada anak dapat disebabkan oleh beban pelajaran sekolah dan rutinitas harian yang membosankan. Bermain dapat membantu anak untuk lepas dari stres kehidupan sehari-hari. Di sekolah adakalanya ditemukan anak yang tidak mau mengerjakan tugas dengan mengatakan :“ aku tidak bisa”, ketika di tegur karena pekerjaanya tidak benar anak mengatakan: “ aku khan bodoh.. jadi ya salah “. Bahkan ketika ditanya mengapa tidak merapikan tempat tidur, anak mengatakan: “ aku kan anak malas, jadi ya nggak merapikan tempat tidur” . Pandangan anak tentang diri sendiri sebagai anak malas’ atau‘anak bodoh’ diperoleh dari orang lain, khususnya orang tua. Vonis-vonis negatif dari orang tua dan orang dewasa lainnya akan membentuk konsep diri negatif pada anak. Anak mencitra diri sendiri dengan citra yang buruk, hal ini tidak menguntungkan bagi perkembangan kepribadian anak. Tugas Guru dan Orangtua Sering kita dengar anak-anak mengemukakan kondisi dirinya secara negatif seperti : aku tidak bisa, aku bodoh, aku takut, aku tidak bisa bergaul, dan berbagai penyataan negatif lain tentang dirinya. Anak pada dasarnya lahir dalam keadaan fitrah, tidak penakut, tidak pemalu, tidak nakal dan tidak bandel. Anak lahir tidak takut cecak, tidak takut guru matematika, tidak berkata kasar, tidak senang mencuri, tidak senang berbohong. Semua perilaku tersebut dibentuk oleh lingkungan, oleh pendidikan dan pengasuhan. Orang tua, guru, dan orang dewasa lain berperan membentuk perilaku anak. Banyak orang tua tidak menyadari perlakuan buruk yang telah ditimpakan pada anak, tidak menyadari bahwa sikap dan tindakannya telah melukai anak, mungkin tidak menyadari telah membentuk anak menjadi penakut, pemalu atau pendendam. 64 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Bermain merupakan lebutuhan bagi anak. Bermain membuat anak mempunyai banyak pengamalan baik menyenangkan ataupun tidak. Dalam bermain akaan berkembang rasa senang, ceria, kecewa dan perasaan lainnya. Banyak orang tua merasa khawatir kalau anak terlalu banyak bermain dan tidak mau belajar. Kalau memang sebenarnya anak punya waktu bermain, lalu berlanjut terus hingga tidak mau belajar, maka masalahnya adalah bagaimana kita memotivasi anak agar mau belajar. Beberapa hal yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua untuk membimbing anaknya dalam bermain sehingga benar-benar berguna bagi anak tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Pastikan dalam jadwal kesibukan anak sehari-hari, masih terdapat waktu luang yang cukup untuk anak bermain 2) Sesekali ikut bermain bersama anak, pahami dirinya, kegembiraan, ketakutan dan kebutuhannya. Siapa tahu setelah itu tidak lagi menjadi orangtua yang terlalu ambisius, 3) Mendukung kreativitas permainanan anak, sejauh apa yang diperbuat anak dalam permainan bukanlah perbuatan yang kurang ajar, tidak merugikan, tidak menyakiti dan tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain, 4) Membimbing dan mengawasi anak dalam bermain, tapi tidak overprotective. Anak mungkin tidak tahu kalau apa yang dilakukannya Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 69 Manfaat Bermain Membaca uraian tentang pentingnya bermain, orangtua mungkin berpikir hal-hal tersebut di atas bisa didapatkan anak dengan cara belajar (study). Belajar anak bisa pintar, kalau main terus-terusan anak tidak bisa pintar. Pendapat ini ada benarnya juga, terutama jika kepintaran hanya berhubungan dengan kemampuan akademik seperti membaca, menulis dan berhitung. Tapi dalam kehidupan sehari-hari, kepintaran bukan hanya sekedar membaca, menulis dan berhitung, dan juga kemampuan akademis bukan satu-satunya hal yang penting dan dibutuhkan. Ada hal lain yang penting dan dibutuhkan, misalnya kemampuan berkomunikasi, memahami cara pandang orang lain dan bernegosiasi dengan orang. Hal-hal tersebut tidak bisa didapatkan hanya dengan belajar. Perasaan senang, menikmati, bebas memilih dan lepas dari segala beban karena tidak punya target, juga tidak bisa didapatkan dari kegiatan belajar. Ketika bermain, anak berimajinasi dan mengeluarkan ide-ide yang tersimpan di dalam dirinya. Anak mengekspresikan pengetahuan yang dia miliki tentang dunia dan kemudian juga sekaligus bisa mendapatkan pengetahuan baru, dan semua dilakukan dengan cara yang menggembirakan hatinya. Tidak hanya pengetahuan tentang dunia yang ada dalam pikiran anak yang terekspresikan lewat bermain, tapi juga hal-hal yang ia rasakan, ketakutan-ketakutan dan kegembiraannya. Orangtua akan dapat semakin mengenal anak dengan mengamati ketika anak bermain. Bahkan lewat permainan (terutama bermain pura-pura/role-playing) orangtua juga dapat menemukan kesan-kesan dan harapan anak terhadap orangtuanya dan keluarganya. Bermain pura-pura menggambarkan pemahamannya tentang dunia dimana ia berada. Kreativitas anak juga semakin berkembang lewat permainan, karena ide-ide originallah yang keluar dari pikiran anak-anak, 68 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Berikut adalah pola asuh yang dapat menghancurkan kepercayaan diri anak: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Sikap tidak bersahabat-keras-ketus-otoriter Menghardik Tidak menghargai jerih payah anak Mencela-mencemooh Membandingkan dengan anak dengan anak lain Banyak larangan – ” jangan !” Overprotectif Sering memberikan cap negatif, seperti: “kamu bodoh”, “dasar anak pemalas” 9) Sering memberikan hukuman fisik, memukul, mencubit, menjewer teliga 10) Membuat anak tidak aman- terancam secara psikologis 11) Menuntut terlalu tinggi- harus juara-harus jadi bintang Cara pengasuhan tersebut dapat melukai jiwa anak, menghancurkan harga diri dan martabatnya. Apa yang dirasakan anak saat ini akan membekas dalam jiwanya dan terbawa terus sepanjang perjalanan hidunya, menjadi pengalaman traumatik. Pengalaman traumatik yang tidak menyenangkan dan terus menerus dialami, akan mengendap dalam alam bawah sadar dan menjadi sumber munculnya perilaku agresif di masa datang. Masa Bermain Anak usia dini identik dengan masa bermain. Anak sangat menikmati waktu bermain sehingga tidak jarang mereka lupa makan, lupa belajar bahkan tidak mau melakukan aktivitas lainnya jika sedang bermain. Orangtua pun harus tarik urat dahulu jika menyuruh anaknya berhenti bermain dan mau mengerjakan pekerjaan rumah (PR) atau Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 65 belajar. Hal ini seringkali menyebabkan orangtua menganggap bahwa anaknya malas belajar dan maunya cuma bermain saja. Benarkah anak-anak kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain daripada belajar? Jika mau melihat secara cermat dan memperbandingkannya dengan anak-anak pada masa sebelumnya (era 1970-1980an), sebenarnya justru terlihat kalau anak-anak masa sekarang lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar daripada bermain jika dibandingkan dengan anak-anak pada masa sebelumnya. Beberapa kritikan dari para ahli pendidikan tentang kurangnya waktu bagi anak untuk bersosialisasi dan mengembangkan hoby atau bakatnya (termasuk bermain) karena sebagian besar waktu terpakai untuk kegiatan-kegiatan belajar demi mengejar prestasi akademik di sekolah sudah sangat sering kita dengar. Ada sekolah untuk anakanak bahkan ada yang sudah dimulai dari anak umur 1,5 tahun (walaupun sekolah usia ini tentunya belum mulai belajar). Banyak TK yang menekankan kurikulumnya untuk mengajar anak membaca, menulis dan berhitung, bukan lagi sekedar bermain-main. Hal ini tidak sepadam dengan karakteristik anak. Tuntutan jaman adakalanya membuat orangtua menjadi sangat ambisius terhadap anak-anaknya, mereka ingin anaknya sepintar mungkin, dan diwujudkan dengan mengikutkan anak pada berbagai macam les untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan yang telah diperoleh anak di sekolahnya. Hal tersebut memang tidak salah, namun kebutuhan anak untuk bermain hendaknya jangan diabaikan karena bermain adalah hal yang penting bagi perkembangan fisik dan mental anak. Papalia (1995), seorang ahli perkembangan manusia dalam bukunya Human Development, mengatakan bahwa anak berkembang dengan cara bermain. Dunia anak-anak adalah dunia bermain. Dengan bermain anak-anak menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi 66 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif indra-indra tubuhnya, mengeksplorasi dunia sekitarnya, menemukan seperti apa lingkungan yang ia tinggali dan menemukan seperti apa diri mereka sendiri. Dengan bermain, anak-anak menemukan dan mempelajari hal-hal atau keahlian baru dan belajar (learn) kapan harus menggunakan keahlian tersebut, serta memuaskan apa yang menjadi kebutuhannya (need). Lewat bermain, fisik anak akan terlatih, kemampuan kognitif dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain akan berkembang. Bermain juga mengasah daya fantasi dan daya imajinasi anak. Melalui Bermain merupakan hal yang berbeda dengan belajar dan bekerja. Menurut Hughes (1999), seorang ahli perkembangan anak dalam bukunya Children, Play, and Development, mengatakan harus ada 5 (lima) unsur dalam suatu kegiatan yang disebut bermain. Kelima unsur tersebut adalah: 1) Tujuan bermain adalah permainan itu sendiri dan si pelaku mendapat kepuasan karena melakukannya (tanpa target), bukan untuk misalnya mendapatkan uang. Inilah yang membedakan bermain dengan bekerja. 2) Dipilih secara bebas. Permainan dipilih sendiri, dilakukan atas kehendak sendiri dan tidak ada yang menyuruh ataupun memaksa 3) Menyenangkan dan dinikmati, bermain umumnya menyenangkan walau kadang anak diliputi ketegangan 4) Ada unsur kayalan dalam kegiatannya 5) Dilakukan secara aktif dan sadar. Di luar pendapat Hughes, ada ahli-ahli yang mendefinisikan bermain sebagai apapun kegiatan anak yang dirasakan olehnya menyenangkan dan dinikmati (pleasurable and enjoyable). Bermain dapat menggunakan alat (mainan) ataupun tidak. Hanya sekedar berlari-lari keliling di dalam ruangan, kalau kegiatan tersebut dirasakan menyenagkan oleh anak, maka kegiatan itupun sudah dapat disebut bermain. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 67 dan rasa putus asa pada anak. Anak akan semakin tidak berani melakukan tugas-tugasnya karna takut kalau ia mengalami kegagalan. Lalu dimarahi oleh kedua orang tuanya atau dia takut kalau nantinya mengecewakan hati orang tuanya, dan kehilangan kasih sayang orang tuanya. Akibatnya menjadi semakin mundurlah (rendah) prestasi sekolah anak tersebut. Keberhasilan usaha orang tua dalam membimbing anaknya untuk menghilangkan rasa-rasa takut bergantung pada sikap yang bijaksana dan kehalusan tutur katanya yaitu: tutur kata yang bisa membantu memperkokoh mental dan moril, dan bisa menumbuhkan kepercayaan diri pada anak. Sehingga anak terdorong untuk berbuat apapun juga denga rasa tabah dan berani. Oleh karena itu unsur instight, pemahaman juga kepercayaan diri pada kemampuan sendiri, dan rasa sudah jadi “besar”, akan banyak membantu anak mengatasi ketakutannya. Dengan begitu anak akan berani melakukan setiap tugas kewajibannya dengan kemantapannya hati. Pada batas Trotzalter kedua (±12-14 tahun) juga terdapat banyak kecemasan pada anak: terutama kecemasan akan hal yang samar-samar, ketidakpastian dan takhayul. Hal ini disebabkan oleh kepicikan fikir dan lkelemahan dirinya. Oleh perasaanperasaan yang kontradiktif sering bertentangan diantara rasa minder dan rasa diri super/besar, anak sering diberati oleh perasaan-perasaan bersalah dan berdosa. Menghadapi peristiwa sedemikian ini hendaknya pendidik dengan bijak dan tenang menyadarkan anak akan tidak bermanfaatnya smosi-emssi negative yang tidak beralasan itu. Dan berusaha menumbuhkan mekanisme kepercayaan sendiri. Hal ini antara lain bisa dilaku kan dengan memberikan latihan-latihan ketrempilan jasmani, umpamanya: bela diri, sport, pencak silat, kesenian, 90 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif itu, anak mempunyai keinginan melakukan penjelajahan keluar lingkungan rumah dan lingkungan tetangga, anak ingin mengenal daerah-daerah lain. Rumah tua yang tidak terpakai, bangunan kuno serta tempat-tempat yang jarang dikunjungi orang bisa menjadi incaran anak. Perkembangan anak pada usia ini amat pesat, lingkungan keluarga sekarang tidak lagi mampu memberikan seluruh fasilitas untuk mengembangkan fungsi-fungsi anak terutama fungsi intelektual dalam mengejar kemajuan zaman modern maka anak memerlukan satu lingkungan sosial yang baru yang lebih luas; berupa sekolah, untuk mengembangkan semua potensinya. Milieu sekolah akan memberikan pengaruh yang sangat besar kepada anak sebagai individu dan sebagai mahkluk sosial. Peraturan sekolah, otoritas guru, disiplin kerja, cara belajar kebiasaan bergaul, dan macam-macam tuntutan sekolah yang cukup ketat akan memberikan segi-segi keindahan dan kesenangan belajar pada anak. Misalnya anak bisa belajar secara sistematika bisa bergaul akrab dengan teman-temannya, bisa bermain bersama dan mengadakan eksperimen kelompok, dapat berlomba dan bercanda gurau, dan seterusnya. Semua pengalaman ini memberikan pengaruh yang besar sekali bagi perkembangan kepribadian anak. Sampai pada usia ± 3.5 tahun, anak adalah anak keluarga seutuh-utuhnya. Sesudah umur tersebut, anak mulai meluaskan cakrawala pengalamnya di luar lingkungan keluarga. Fungsi pengkhayatan emosional yang dominan sampai usia 3.5 tahun lalu diganti dengan penghayatan yang sifatnya lebih rasional, dengan mana anak menjadi objektif. Gambaran mengenai dunia menjadi makin sempurna, sebab anak sudah tidak terlampau subjektif lagi. Peralihan menuju pada obyetifitas ini antara lain menyebabkan Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 75 timbulnya kesadaran akan kewajiban dan prestasi. Jika dalam fase terdahulu relasinya dengan kerja dan prestasi. Jika dalam fase terdahulu relasinya dengan benda-benda ditentukan oleh aktivitas bermain, mulai sekarang timbul keinsafan bahwa dirinya bisa bekerja, dan ia sanggup menghasilkan prestasi dengan jalan bermanipulasi dengan benda-benda disekitarnya (Monks, 1992). Pada usia sekolah ini sikap yang egosentris diganti dengan sikap yang “zakelijk”, objektif, dan empiris berdasarkan pengalaman. Dan kelak pada usia 13-14 tahun, sikap tersebut berkembang menjadi logis rasional. Emosionalitas anak menjadi semakin berkurang, sedang unsur intelek dan akal budi (rasio, fikir) jadi semakin menonjol. Minat anak yang obyektif terhadap dunia sekitar menjadi besar. Sehubungan dengan ini, masa sekolah rendah disebut pula sebagai periode intelektual. Pada saat ini anak tidak lagi banyak dikuasai oleh dorongan endogen atau implus-implus intern dalam perbuatan dan pikirannya, akan tetapi lebih banyak dirangsang oleh stimuli dari luar. Anak sekarang mulai belajar menjadi seorang realiskecil yang berhasrat sekali mempelajari dan “menguasai” dunia secara objektif. Untuk aktivitas tersebut ia memerlukan banyak informasi. Karena ia selalu haus-bertanya, meminta bimbingan menuntut pengajaran, serta menginginkan pendidikan. Dari lingkungan keluarga yang sempit, anak sekarang memasuki lingkungan sekolah yang lebih luas, yang mempunyai kondisi dan situasi berbeda sekali dengan keluarga. Di sekolah ini hasil-hasil kebudayaan bangsa dan zamannya akan ditranformasikan atau ditranmisikan pada anak. Dengan pengoperan hasil budaya tadi, diharapkan agar anak bisa mempelajari produk-produk kultural bangsanya. Untuk kemudian mampu bertingkah laku sesuai dengan norma-norma etis dan norma sosial lingkungan sekolah. 76 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif mata terus-menerus, menggeleng-gelengkan kepala, mengerenyitngerenyitkan alis, menyengir-nyengirkan bibir , hidung dan lainlain). Atau anak jadi cepat marah/agresif. Ada kalanya anak jadi pemurung dan penakut. Maka diperlukan bimbingan psikologis untuk memberanikan anak mengatasi rasa-rasa takut yang tidak perlu itu. Menakut-nakuti anak sebagai satu cara untuk menanamkan kebiasaan dan disiplin. Akan menimbulkan fobi atau ketakutan yang tidak wajar/riil. Malahan juga bisa menimbulkan rasa-rasa berdosa yang tiak pada tempatnya. Anak akan merasa selalu raguragu da tidak memiliki kepercayaan diri. Anak akan selalu merasa cemas bimbang dalam setiap usahanya mencari pengalaman hidup baru, dan merasa berkecil hati serta takut melakukan eksperimen. Mengancam dan menakut-nakuti anak untuk menanamkan disiplin, akan menimbulkan rasa kengerian dan di kemudian hari akan memunculkan sifat pengecut-penakut pada anak, atau menimbulkan dorongan balas dendam yang patologis sifatnya. Rasa takut dan cemas juga sering timbul kalau orang tua terlau cerewet dan sangat banyak menenuntut kepada anak. Tuntutan yang tidak riil dan tidak sesuai dengan kemampuan anak, akan menimbulkan ketakutan yang kronis pada anak untuk berbuat sesuatu dan untuk berprestasi. Ia menjadi malu dan segan mencoba sesuatu pengalaman baru yang sebenarnya ingin dialaminya. Karena takut kalau usahanya tidak akan berhasil, atau tidak memuaskan harapan serta tuntutan orang tuanya. Hilangilah kepercayaan diri anak. Dia akan selalu bimbang dan ragu, dan berusaha menghindari diri dari tugastugas disekolahannya. Semakin besar tuntutan orang tua yang berlebih-lebihan maka akan semakin banyak menimbulkan rasa takut, panik, Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 89 siang hari. Misalnya melihat peristiwa kecelakaan, bencana, atau perkelahian yang seru diantara anjing-anjing kampong. Mungkin juga disebabkan oleh kondisi tubuh yang sangat letih karena terlalu “ganas” bermain-main pada petang hari. Semua kejadian yang sangat mencekam perasaan pada pagi dan siang hari akan menimbulkan rasa ketakutan, sampai terbawa-bawa dalam mimpi. Untuk mengatasi rasa takut tadi, orang tua bisa menyalakan pribadi lampu besar yang sudah dipadamkan, dan memberikan penjelasan bahwa ketakutan itu tidak perlu timbul dan tidak beralasan. Lalu mengarahkan pikiran dan perasaan anak pada hal-hal positif tidak menakutkan. Dengan bantuan moril tersebut, anak akan bisa jadi tenang, dan tidur kembali dengan nyenyak. Untuk memberikan rasa tenang, tanpa ketegangan dan ketakutan, dapat digunakan dengan cara-cara sebagai berikut. a. Memberikan kebebasan terpimpin pada saat bermain-main b. Makan malam tidak terlalu kekenyangan. c. Menyibukkan anak dengan permainan yang tenang. d. Menyelesaikan pekerjaan tangan yang ringan sebelum tidur. e. Mendengarkan cerita-cerita kepahlawanan penuh keberanian Kejujuran dan keindahan, semua ini bisa mengurangi unsur ketegangan pada diri anak, dan menghindari rasa-rasa takut. Sehingga tersingkirkan mimpi-mimpi buruk, igau-igauan dan bangun dengan rasa panik dimalam hari (night terror). Ketakutan dan kekhawatiran juga banyak muncul pada saat anak masuk Sekolah Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar Perasaan takut ini bisa menimbulkan macam-macam gejala gangguan antara lain berupa kekejangan/kesakitan pada perut sering buang air besar, sering kencing, sakit kepala, dan timbulnya tics (gerak-gerak facial wajah misalnya, mengedap-ngedipkan 88 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Dengan pengajaran di sekolah anak dipersiapkan mampu melaksanakan tugas kewajiban yang baru, khususnya dipersiapkan untuk tugas-tugas hidup yang cukup berat pada usia dewasa. Struktur keluarga, organisasi kepemudaan, lembaga-lembaga agama bisa ikut memberikan pengaruh pada anak. 4. Perkembangan Moral Perkembangan moral merupakan perkembangan kata hati, sebagai realisasi dari sesuatu dipandang benar atau salah, baik atau buruk. Perkembangan moral merupakan ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlber sebagai pencetus perkembangan moral. Menurut Piaget, antara usia lima dan dua belas tahun konsep anak mengenai keadilan sudah berubah. Pengertian yang kaku dan keras tentang benar dan salah, yang dipelajari dari orang tua, menjadi berubah dan anak mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di sekitar pelanggaran moral. Jadi, menurut Piaget relativitasme moral menggantikan moral yang kaku. Misalnya bagi anak lima tahun, berbohong selalu buruk, sedangkan anak yang lebih besar sadar bahwa dalam bebarapa situasi, berbohong dibenarkan, dan oleh karena itu, berbohong tidak selalu buruk. Kohlberg memperluas teori Piaget dan menamakan tingkat kedua dari perkembangan moral akhir masa kanak-kanak sebagai tingkat moralitas konvensional atau moralitas dari aturan-aturan dan penyesuaian konvensional. Dalam tahap pertama dari tingkat ini oleh Kohlberg disebutkan moralitas anak baik, anak mengikuti peraturan untuk mengambil hati orang lain dan untuk mempertahankan hubungan-hubungan yang baik. Dalam tahap kedua, Kohlberg mengatakan bahwa kalau kelompok sosial menerima peraturan-peraturan yang sesuai bagi semua anggota Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 77 kelompok, ia harus menyesuaikan diri dengan peraturan untuk menghindari penolakan kelompok dan celaan Pada awalnya anak belajar mengikuti aturan-aturan yang ada tanpa tahu alasan mengapa harus mengikuti aturan-aturan tersebut. Dalam mempelajari moral, ada empat elemen penting, yaitu peran hukum, tata krama dan aturan; peran kata hati; peran rasa bersalah dan malu; serta peran interaksi social. Perkembangan moral anak, menurut Kohlberg mengikuti tiga tahap yaitu pre konvensional, konvensional dan pasca konvensional (Duska, 1982). Ketiga tahap tersebut dapat diurutkan menjadi tahap perkembangan moral sebagai berikut. a. Anak menurut untuk menghindari hukuman b. Anak bersikap konformistis untuk memperoleh hadiah, untuk dipandang baik c. Anak bersikap konformistis untuk menghindari celaan dan untuk disenangi orang lain d. Anak bersikap konformistis untuk mempertahankan sistem peraturan sosial yang ada dalam kehidupan bersama e. Konformitas sekarang dilakukan karena memenuhi perjanjian bersama yang ada dalam peraturan social f. Melakukan konformitas tidak karena perintah atau norma dari luar, melainkan karena kayakinan sendiri ingin melakukannya. Perkembangan moral dan kata hati anak tidak lagi sesempit ketika berada di usia TK. Menurut Kolberg, anak usia SD berada pada fase moralitas konvensional. Pada tahap pertama dari tingkat ini, anak mengikuti peraturan agar disenangi orang lain dan untuk mempertahankan hubungan-hubungan yang baik dengan orang lain. Tahap berikutnya, anak mengikuti peraturan untuk menghindari penolakan kelompok atau celaan dari orang lain. 78 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Untuk mengatasi perasaan-perasaan takut pada anak ini diperlukan sikap orang dewasa yang tenang dan bijaksana. Tuntunan dan pemberian keyakinan dan tuangan kasih sayang orang tua akan menguatkan unsure kepercayaan pada pribadi anak. Kepercayaan ini akan menumbuhkan rasa aman, rasa kepercayaan diri, harga diri dan keberanian. Seorang anak dalam periode menjelajah dunia sekitar akan selalu menengok pada ibunya untuk mendapatkan kepastian terhadap setiap langkah dan tindakannya. Anak yang lebih tua akan selalu mengharapkan support moril orang tuanya dalam setiap usaha mencari pengalaman baru. Cinta kasih dan dorongan orang tua akan menambah kepercayaan diri dalam setiap tingkah laku anak. Tindak keliru kalau orang tua bersikap keras, serta menggunakan ancaman dan paksaan untuk menghilangkan rasa takut pada diri anak. Sebab sekalipun anak tampaknya bisa diam (kelihatan diam tenang), tetapi dia masih belum bisa menghilangkan rasa takutnya. Orang tua harus bisa memberikan penjelasan yang tenang gambalang terhadap anak mengenai setiap benda atau peristiwa, agar anak bisa mendapatkan instight/wawasan yang benar dan mendalam, lalu mampu menguasai rasa kecemasan/ ketakutan. Maka jangan sekali-kali para pendidik dan orang tua mensugestikan perasaan-perasaan takut dan cemas pada anak untuk mencapai suatu maksud, misalnya untuk dipatuhi, atau untuk menegakkan kewibawaan orang dewasa. Jangan memaksa anak dengan ancaman-ancaman untuk menanamkan tucht dan disiplin. Sebab tindakan ini tidak sehat, dan bisa mengakibatkan dampak-dampak patologis pada anak. Tidur mengigau dan bangun panik, takut di malam hari, sering terjadi pada masa persekolah dan masa sekolah dasar. Mungkin hal ini disebabkan oleh kejadian-kejadian hebat pada Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 87 munculnya. Sehubungan denga hal ini, hendaknya pendidikan agama pada anak-anak usia 6-12 tahun itu tidak terlaksanakan dengan kekerasan, ancaman-ancaman da paksaan untuk melakukan rite-rite keagamaan. Akan tetapi diberikannya sesuai dengan perkembangan psikis, kebutuhan, minat, dan keinginan anak. Mengenai perasa takut pada anak dapat kami nyatakan sebagi berikut: perasaan takut dan cemas itu adalah unsur utama dari kehidupan perasaan yang latent, dan merupakan naluri yang memperingatkan manusia akan adanya bahaya, agar ia siap sedia melindungi dan mempertahankan diri dari ancaman bahaya. Rasa takut dan cemas ini bukan gejala abnormal pada anak. Sebab anak secara instinkif memang merasa takuit pada hal-hal yang belum dikenalnya, yang masih samar-samar, dan hal-hal yang sandi atau mengandung rahasia. Hal ini disebabkan oleh: a. Kurangnya pengetahuan dan pengertian anak, serta b. Kurang adanya kepercayaan diri, juga oleh c. Kesadaran diri anak bahwa ia masih lemah dan bodoh. Fantasi anak sering memutar balikkan dan membesarbesarkan realitas, sehingga anak melihat bentuk-bentuk bahaya yang sebetulnya tidak ada. Diperlukan waktu dan insight untuk belajar menilai semua benda dengan wajar, dan menempatkan setiap peristiwa pada perspektif yang wajar. Anak harus belajar hidup dengan perasaan takutnya, untuk kemudian belajar mengatasi ketakutan tersebut tanpa menimbulkan akibat yang buruk. Anak-anak yang sangat muda memang sering kali merasa cemas. Terutama merasa cemas kalau dia kehilangan kasih sayang, perhatiann, dan dukungan orang tuanya. Ia merasa takut kalau ayah-ibunya bersikap acuh tak acuh terhadap dirinya dan lebih mencintai saudara-saudara, kakak atau adik-adiknya. Ia cemas sekali kalau relasi yang mesra denga ibu terputus oleh kehadiran adik atau pribadi lain. 86 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Perkembangan moralitas anak, dipengaruhi oleh standar moral kelompoknya atau orang tempat identifikasi diri. Adakalanya anak dituntut untuk memilih antara norma-norma keluarga dengan norma kelompok. Anak dengan IQ tinggi, cenderung lebih matang dalam menetukan moralitas perilaku. Demikian juga anak perempuan, cenderung lebih matang dari pada anak laki-laki (Monk, 1992). Kesungguhan anak-anak dalam mengikuti norma-norma, berhubungan dengan mentalitas dalam mengikuti aturan-aturan secara umum. Karena itu perkembangan moralitas dekat hubungannya dengan kedisiplinan. Penegakkan disiplin yang ketat dan kaku kurang disukai oleh anak-anak, pada usia ini diperlukan pendekatan yang khusus sesuai karakteristik anak. Sejalan dengan bertambahnya pengalaman anak, kata hatinya makin berkembang, timbul reaksi khawatir terhadap situasi dan tindakan tertentu yang tidak sesuai dengan norma. Suara hati ini merupakan polisi yang diinternalisasikan yang mendorong anak untuk melakukan yang benar dan menghindari hukuman. Pada usia ini masih ada peluang terjadi pelanggaran norma dan aturan. Pelanggaran terhadap aturan dapat terjadi karena beberapa sebab. a. Karena salah mengerti peraturan, salah menafsirkan atau ketidaktahuan tentang apa yang harus dilakukan. b. Pelanggaran terhadap aturan dilakukan anak untuk menguji tokoh otoriter (guru dan orang tua). c. Sebagai cara untuk menunjukkan kekuatan dan kemandiriannya d. Terpengaruh oleh kelompok e. Wujud kebosanan. Dengan bertambahnya usia anak, terjadi peningkatan Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 79 pelanggaran aturan baik di rumah maupun di sekolah. Berkembangnya daya analisis, anak mulai melakukan evaluasi terhadap aturan-aturan guru dan orangtua. Anak juga mulai membandingkan antara aturan-aturan di rumah, aturan-aturan dari guru dan teman dalam kelompok. Bisa terjadi perbedaan antara aturan di rumah dan aturan dalam kelompok. Seperti, di rumah anak diajarkan untuk meminta ijin ketika akan menggunakan barang orang lain, tetapi dalam kelompok teman sebaya, barang-barang menjadi milik bersama sehingga tidak ada keharusan untuk ijin terlebih dahulu. Selama proses analisis terhadap aturan-aturan, anak bisa merasakan bahwa aturan-aturan untuknya tidak adil. Misalnya aturan untuknya dan untuk adiknya tidak sama, aturan untuknya dengan aturan oraang tua temannya tidak sama. Seperti anak dilarang bermain sepak bola setelah pulang sekolah karena harus belajar, dilarang pergi ke rumah tua, tetapi orang tua temannya membolehkan anaknya bermain bola dan mengunjungi rumah tua. Berbagai pengalaman anak dengan teman sebaya memicu timbulnya pelanggaran terhadap aturan. Bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan anak usia SD antara lain, menipu, berbohong, menggunakan kata-kata kasar dan kotor, membolos, merusak barang milik orang lain dan sekolah, mengganggu anak lain, menggertak, mengejek, membawa mainan atau komik di kelas, berbisik-bisik ketika mengikuti pelajaran, melucu atau gaduh dikelas, berkelahi, mencuri. 5. 80 Aktivitas Anak Usia SD Perkembangan bakat dan minat anak, pada usia ini anak sudah menunjukkan minat pada bidang tertentu. Anak dapat menghabiskan waktu, uang saku dan tenaganya untuk aktivitas yang diminati. Sayangnya banyak orang dewasa yang mengira ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif hadap guru tertentu atau mata pelajaran tertentu lebih banyak karena faktor pengalaman. Pada umunya anak itu lebih emosional daripada orang dewasa. Pada Usia Sekolah Dasar anak cepat merasa puas. Sifatnya optimis dan kurang dirisaukan rasa-rasa penyesalan. Kepedihan, kesengsaraan, dan kegembiraan orang lain kurang dipahami atau di hayati oleh anak. Namun kalau ia ikut merasakannya, maka perasaan tersebut tidak ditampakkannya, sebab ia merasa segan, takut, dan malu memaparkan perasaannya. Perasaan intelektual anak pada periode ini sangant besar. Teka-teki silang, matematik dan peritungan yang pelik-pelik (terutama kalau hasilnya berupa angka-angka yang utuh) merupakan daya tarik besar untuk dipcahkan oleh anak, baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Sebaliknya kehidupan emosionalnya belum begitu berkembang. Kriteria baik dan buruk, indah atau jelek, susila atau a-susila, semua nilai ini dengan sertaserta diperoleh anak dari orang tua dan orang dewasa. Perasaan religius pada anak dapat dinyatakan bahwa gambaran-gambaran fantasi anak mengenai surge, neraka, dan tuhan jadi makin menipis, bersamaan dengan menghilangnya cerita dongeng-dongeng fantasi “Jaka Kendil” dan “Abu Nawas”. Sebab minat anak kini begitu tercekam oleh realitas disekitar dirinya, sehingga ia tidak mempunyai waktu untuk menyibukkan diri dengan masalah “dibalik kehidupan” atau JENSEITS (masalahmasalah alam barzakh, alam sesudah hidup ini). Pandangan anak betul-betul DIESSEITIG, yaitu mengarah pada masalah kehidupan sekarang. Hal ini tidak berarti bahwa perasaan anak religious hilang sama sekali, akan tetapi tidak menonjol. Perasaan-perasaan tinggi tersebut (perasaan religius) seakan-akan lelap tertidur. Hanya danfang-kadang saja Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 85 anak bisa menjadi tenang dan bisa tidur kembali. Perasaan takut bisa menimbulkan berbagai macam gejala atau gangguan, antara lain berupa kejang, sakit perut, sering buang air besar, sering kencing, sakit kepala, dan timbul tics yaitu gerak facial seperti mengedip-ngedipkan mata terus menerus, menggeleng-gelengkan kepala, mengernyitkan-ngernyitkan alis, menyengir-nyengirkan bibir. Gejala lainnya adalah anak cepat marah, agresif, bisa menjadi pemurung dan penakut. Menakut-nakuti anak sebagai satu cara untuk menanamkan kebiasaan dan disiplin, bisa menimbulkan fobi atau ketakutan yang tidak riil misalnya takut terhadap gelap, takut terhadap cicak, takut terhadap pohon besar dan sebagainya. Dampak lainnya dari penanaman disiplin yang keliru, anak menjadi ragu, tidak memiliki kepercayaan diri, selalu merasa cemas dan bimbang dalam mencari pengalaman baru, takut mengadakan eksperimen. Rasa takut dan cemas sering timbul kalau orangtua terlalu cerewet dan terlalu banyak menuntut pada diri anak. Tuntunan yang tidak riil dan tidak sesuai dengan kemampuan anak akan menimbulkan ketakutan yang kronis dan patalogis. Emosi bukan dibawa sejak lahir, melainkan sesuatu yang berkembang karena pengaruh kematangan dan lingkungan. Bayi yang baru lahir hanya mengenal emosi suka dan tidak suka. Sejalan dengan perkembangan usia dan pengalamannya emosi anak makin beragam, ada tukut, marah, jengkel, dan sebagainya. Semakin dewasa emosi seseorang semakin kompleks seperti syahdu, gelisah, was-was, benci tapi rindu dan sebagainya. Perkembangan emosi anak banyak karena faktor belajar. Misalnya ketakutan anak terhadap kucing, kecoa dan sebagainya terjadi karena orang lain menakutinya, atau melihat orang lain takut terhadap binatang tersebut. Demikian juga ketakutan anak ter84 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif bahwa aktivitas anak tersebut sebatas kegemaran sesaat yang akan segera berakhir. Akibatnya tidak semua orangtua/guru memberikan peluang-peluang untuk mengembangkan minat. Hal ini menjadi salah satu penyebab kurang terdeteksinya bakat-bakat yang dimiliki anak. Mengembangkan aktivitas yang berhubungan dengan minat sangat penting karna minat mempengaruhi bentuk dan intensitas cita-cita. Yang kedua minat dapat berfungsi sebagai tenaga pendorong yang kuat. Ketiga, prestasi selalu dipengaruhi oleh intensitas minat seseorang. Keempat, minat yang terbentuk pada masa anak-anak sering kali menjadi minat seumur hidup, terutama minat yang menimbulkan kepuasan (Monks,1992). Minat menekuni bidang tertentu berpengaruh terhadap tumbuhnya cita-cita serta usaha untuk meraih cita-cita tersebut. Usaha untuk meraih cita-cita yang dilakukan dengan berbagai upaya, belajar, melakukan, mencoba dan keberhasilannya ditentukan oleh minat yang kuat. Menekuni aktivitas yang sesuai dengan minatnya memungkinkan tumbuhnya semangat juang, pantang menyerah, dan gigih berusaha. Melakukan pekerjaan yang sesuai dengan minat memungkinkan hasil yang maksimal dengan waktu yang relatif singkat. Sehingga penting bagi orang tua dan guru untuk mendeteksi minat-minat anak, serta mengembangkannya dengan berbagai kegiatan. 6. Kondisi Emosi dan Kepribadian Emosi memainkan peranan penting dalam kehidupan anak. Pengalaman emosional diwaktu kecil akan memberikan warna terhadap perkembangan anak berikutnya. Keadaan emosi anak juga bisa menjadikan motivasi untuk melakukan sesuatu. Emosi yang tidak stabil akan menghambat penyesuaian sosial. Demikian juga emosi yang tidak menyenangkan (unpleasant emotions), Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 81 seperti cemas, gelisah, marah, kesal dan sebagainya menjadi sumber ketidakbahagiaan. Sedangkan emosi yang menyenangkan (pleasant emotions), sangat membantu perkembangan pribadinya serta memudahkan proses belajar. Anak yang banyak menerima kondisi emosi yang unpleasant akan memunculkan bentuk emosi negatif yaitu emotionally unresposive (acuh tak acuh). Anak merasa tidak diakui, tidak ramah, kurang peduli dan sebagainya. Kondisi emosi anak lebih emosionil dari pada emosi orang dewasa. Anak merasa cepat puas, optimistis dan kurang memiliki rasa penyesalan. Kepedihan, kesengsaraan dan kegembiraan orang lain kurang dipahami atau dihayati oleh anak. Namun jika ia takut merasakannya maka perasaan tersebut tidak ditampakkannya. Ia merasa segan, takut dan malu memaparkan perasaannya. Perasaan-intelektual anak pada periode ini sangat besar. Teka-teki silang, soal-soal matematik dan perhitungan yang pelik-pelik (terutama jika hasilnya berupa angka-angka yang utuh) merupakan daya tarik besar untuk dipecahkan oleh anak; baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Rasa takut dan cemas yang dimiliki bukan gejala abnormal, secara instinktif anak dapat merasa takut pada hal-hal yang belum dikenalnya dan hal-hal yang mengandung rahasia atau terkesan misterius. Hal ini desebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan pengertian anak serta rendahnya informasi yang diterimanya. Kenyataan ini disebabkan oleh faktor lain, yaitu oleh fantasi anak yang membesar-besarkan realitas, memutar balikkan fakta sehingga melihat sesuatu yang tidak membahayakan menjadi sesuatu yang menakutkan dan membahayakan. Diperlukan waktu dan insight untuk bisa menilai obyek secara wajar, menempatkan peristiwa dan perspektif yang sebenarnya. Anak dapat merasakan cemas terutama kecemasan akan 82 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif kehilangan kasih sayang, perhatian dan dukungan orangtua. Anak bisa merasa takut atas sikap acuh orangtua terhadap dirinya dan lebih mencintai saudara lainnya terutama dengan kehadiran adik baru. Dalam keadaan demikian anak menjadi sangat sensitif. Diperlukan sikap yang bijaksana untuk membantu anak menagatasi perasaan-perasaan takut tersebut. Tuntunan dan pemberian keyakinan akan adanya kasih sayang orangtua menguatkan rasa percaya diri anak, dan rasa percaya diri tersebut menimbulkan rasa aman, meningkatkan harga diri yang memungkinkan timbulnya kepercayaan terhadap orang lain. Anak pada umumnya mendapatkan support moril orang tua dan guru dalam usaha mencari pengalaman baru. Adalah tidak bijaksana bila orang tua dan guru bersikap keras serta menggunakan ancaman untuk menghilangkan rasa takut pada anak, sebab sekali pun anak tampaknya diam, tenang dengan adanya ancaman tersebut namun anak belum bisa menghilangkan rasa takut itu. Dalam hal ini guru/orang tua perlu memberikan penjelasan mengenai suatu obyek atau peristiwa secara nalar agar anak mendapatkan insight dan menerima obyek atau peristiwa tersebut secara logis. Berkaitan dengan emosi anak yang dialami sepanjang siang maka perasaan-perasaan yang dialami bisa muncul dalam bentuk mengigau di waktu tidur atau bangun panik, takut di malam hari. Kejadian yang dialami anak pada siang hari yang sangat berkesan seperti melihat kecelakaan, perkelahian, bencana, atau kondisi letih karena banyak bermain memungkinkan terjadinya perasaan mencekam yang terbawa hingga tidur. Dalam kondisi demikian orangtua perlu membantu mengatasi rasa takut, menenangkan perasaan anak dengan mengarahkan pada pikiran-pikiran yang positif. Dengan belaian dan kasih sayang orangtua diharapkan Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 83 2. 3. 4. 106 Jika pipinya disentuh, maka ia akan menggerakkan kepalanya ke arah yang sama. la sudah dapat tersenyum. Matanya diarahkan ke arah tertentu seperti tembok atau jendela, karena belum dapat melihat benda-benda yang terletak jauh dengan jelas. Anak sering kali memasukkan kepalan tangan dan jarinya ke dalam mulut, mampu memegang jari yang disodorkan pada telapak tangannya dan akan menangis jika merasa lapar. Jika ditidurkan dalam keadaan tengkurap, ia akan menggerakan kepalanya ke sisi. Biasanya ia tidur secara terus menerus dan hanya bangun untuk disusui atau mendapat botol untuk dihisap. Bayi 2 bulan Bayi sudah bisa miring ke kanan dan ke kiri, ia sudah dapat membedakan muka dan suara. Dengan matanya, ia dapat mengikuti gerakan benda yang terletak di dekat matanya. la dapat memegang benda yang diberikan selama beberapa detik dan melepaskannya kembali. la dapat meminta perhatian dengan menggerakkan lengan dan kakinya. Dan ia akan menghisap setiap benda yang dipegangnya. Bayi 3 bulan Bayi dapat mengangkat kepala dan tubuhnya jika diletakkan dalam posisi tengkurap. la dapat memegang mainan dengan kedua tangannya. la melihat kesana-kemari, dan ia akan mencoba mencari suara atau musik jika mendengarnya. Bayi dapat duduk dalam beberapa waktu jika disangga dan menegakkan kepalanya ketika didudukkan, dan menangis jika ditinggal. Bayi 4 bulan Pada usia ini, bayi sudah dapat memegang benda yang diletakkan di tangannya. la dapat menggeser tubuhnya untuk mencapai dan memegang benda dan memasukkan benda dalam mulutnya. Jika diangkat dalam posisi berdiri, ia akan menginjak ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif latihan menari, kekawatiran, dan lain-lain. Juga latihan-latihan mental guna memupuk keberanian, keuletan, kepercayaan diri, kesabaran, kejujuran, keadilan, dan lain-lain sangat diperluakan bagi pembentukan karakter anak, antara lain dengan latihan berpuasa dan pendidikan agama. 7. Konsep diri dan kepribadian Konsep diri merupakan bagian dari perkembangan kepribadian anak. Konsep diri adalah cara pandang terhadap diri sendiri sebagai sesuatu yang berharga atau tidak berharga. Konsep diri juga dapat dikatakan sebagai cara anak memandang dirinya sendiri. Bagian lain dalam pembentukan kepribadian adalah penemuan terhadap identitas diri. Identitas diri ini diperoleh dari pengakuan kelompok. Pencarian identitas diri dimulai dari masa kanak-kanak dengan berusaha untuk membentuk diri sesuai keinginannya (tidak harus sama dengan orang lain) tetapi masih diterima oleh kelompok. Selama proses pencarian identitas diri, anak merasakan tidak aman, khawatir, gelisah karena anak belum yakin apakah sifat-sifat yang dimunculkan bisa diterima oleh orang lain atau tidak. Sosok idola atau tokoh-tokoh yang diamati anak menjadi sumber inspirasi terbentuknya identitas diri. Anak-anak yang kurang diterima dalam kelompok bisa timbul perilaku negatif, seperti tidak puas dengan diri sendiri, merasa bersalah, mempunyai konsep diri yang rendah, dan timbul rasa iri terhadap teman lain yang lebih populer. Terbentuknya kepribadian anak dimasa mendatang dapat berawal dari sini. Ketidakpuasan terhadap diri sendiri dan orang lain, memberikan corak kepribadian anak. Anak mulai membandingkan penampilan dirinya dengan orang lain, membandingkan prestasi yang telah diraih dengan Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 91 teman-temannya. Tanda umum adanya kesulitan kepribadian dapat muncul dalam bentuk perilaku menarik diri, mudah tersinggung, sangat membenci otoritas, hiperaktif, egosentris yang berlebihan, cemas dan depresi yang kronis. Anak membentuk mekanisme pertahanan, seperti rasionalisasi yaitu menyalahkan orang lain untuk menutupi kelemahannya, meninggikan diri sendiri dari orang lain. Anak juga menggunakan mekanisme ‘menghindar’ untuk melepaskan diri dari kesulitan yang dialami. Mekanisme menghindar misalnya dilakukan dengan melamun hingga mengkhayal atau anak mengatakan sakit, pusing, hanya untuk menghindari tuntutan dari lingkungan. Kemungkinan lain anak yang mengalami masalah kepribadian berusaha membeli teman-temannya dengan jajanan, uang atau barang hingga mendapatkan pengakuan kelompok. Perilaku-perilaku dimasa anak ini dapat bersifat menetap, kehendak guru dan orangtua mengubah perilaku buruk bisa mengalami hambatan karena beberapa hal. a. Label dari orang lain sebagai anak “bandel”, “cengeng”, “nakal”, “sombong” justru membuat perilaku tersebut makin sulit diubah. b. Sikap anak terhadap anak lain menentukan reaksi anak lain terhadap dirinya. Terjadi hubungan timbal balik membentuk lingkaran setan yang sulit untuk diberantas. 8. 92 Perkembangan Pengamatan Dalam perkembangan jiwani anak, pengamatan menduduki tempat yang sangat penting. Beberapa teori mengenai fungsi pengamatan ini dipaparkan oleh Meumann, Stern dan Oswald Kroh. a. Teori Meumann: Ia membedakan tugas fase perkembangan fungsi pengamatan, yaitu: ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik dan penilaianperkembangan. Masing-masing penilaian tersebut mempunyai parameter dan alat ukur tersendiri. Dasar utama dalam menilai pertumbuhan fisik anak adalah penilaian menggunakan alat baku (standar). Untuk menjamin ketepatan dan keakuratan penilaian harus dilakukan dengan teliti dan rinci. Pengukuran perlu dilakukan dalam kurun waktu tertentu untuk menilai kecepatan pertumbuhan. Parameter ukuran antropometrik yang dipakai dalam penilaian pertumbuhan fisik adalah tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, lipatan kulit, lingkar lengan atas, panjang lengan, proporsi tubuh, dan panjang tungkai. Menurut Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita (Tim Dirjen Pembinaan Kesmas (1997) dan Narendra (2003) mengungkapkan cara mengenal mengenal sehat tidaknya tumbuh kembang dengan beberapa cara antara lain melalui pengukuran berat badan yang dilakukan secara berkala, hasilnya, anak sehat akan menunjukkan kenaikan berat badan dari waktu ke waktu; pengkuran tinggi badan, juga dilakukan secara berkala dan pengukuran lingkar kepala. Salah satu instrumen skrining yang dipakai secara internasional untuk menilai perkembangan anak adalah DDST II (Denver Development Screening Test ). DDST II merupakan alat untuk menemukan secara dini masalah penyimpangan perkembangan anak umur 0 s/d < 6 tahun. Mengenali pertumbuhan fisik anak serta mengenal fase perkembangan sesuai usia anak memungkinkan orangtua dapat mengetahui apabila ada hambatan dalam perkembangan anak. Hurlock (1987), Beark (1989) menguraikan tahap perkembangan pada anak adalah sebagai berikut. 1. Bayi 1 bulan Bayi mampu melakukan gerakan-gerakan refleks, seperti membuka mulut, mencari puting susu, menghisap, dan menelan. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 105 1) Fase sintese fartasis. Semua pengamatan atau pengkhayatan anak memberikan kesan total. Hanya beberapa onderdil/bagian saja yang bisa ditangkap jelas oleh anak. Selanjutnya, anak akan melengkapi tanggapan tersebut dengan fantasinya. Periode ini berlangsung pada usia 7-8 tahun. 2) Fase analisa, 8-9 tahun. Ciri-ciri dari macam-macam benda mulai diperhatikan oleh anak.bagian atau onderdilnya mulai ditangkap, tapi belum dikaitkan dalam kerangka keseluruhan/totalitasnya. Sekarang fantasi anak mulai berkurang dan diganti dengan pemikiran yang lebih rasional. 3) Fase sintese logis ± 12 tahun keatas. Anak mulai memahami benda-benda dan peristiwa. Tumbuh wawasan akal budinya atau insght. Bagian/onderdil-onderdil sekarang mulai dikaitkan dengan hubungan totalitas. B. Mengenal Perkembangan pada Setiap Usia Perkembangan anak sudah diawali sejak konsepsi, yaitu saat bertemu antara sel telor dengan sperma. Selama masa pembuahan inilah calon individu yang akan terbentuk sudah ditentukan. Proses perkembangan individu ketika masih dalam kandungan dinamakan masa pranatal, yaitu masa kehidupan janin di dalam kandungan. Masa ini dibagi menjadi dua periode, yaitu masa embrio dan masa fetus. Masa embrio adalah masa sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8 minggu, sedangkan masa fetus adalah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran Tahap-tahap perkembangan anak di usia tertentu harus dimiliki dan dialami oleh setiap anak. Penilaian baik buruknya perkembangan anak tergantung pada tercapainya suatu fase perkembangan sesuai usianya. Misalnya, fase perkembangan masa bayi adalah merangkak, berdiri, berjalan (dalam hal perkembangan motorik), dan mengoceh, mengucapkan kata (perkembangan bahasa). Sementara itu fase perkembangan masa anak-anak (3-6 tahun) adalah berkomunikasi dengan orang lain, belajar kemandirian, dan mempersiapkan diri masuk sekolah. Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan dapat dilakukan sedini mungkin sejak anak dilahirkan. Deteksi dini merupakan upaya penjaringan yang dilaksanakan secara komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta mengenal faktor resiko pada anak, yang disebut juga anak usia dini. Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas pada masa-masa kritis proses tumbuh kembang. Upaya-upaya tersebut diberikan sesuai dengan umur perkembangan anak, dengan demikian dapat tercapai kondisi tumbuh kembang yang optimal (Tim Dirjen Pembinaan Kesmas, 1997). Penilaian pertumbuhan dan 104 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif b. Teori Stern menampilkan 4 stadium dalam perkembangan fungsi pengamatan anak yaitu: 1) Stadium-keadaan: 0-8 tahun. Disamping mendapatkan gambaran total yamg samar-samar, anak kini mengamati benda-benda dan beberapa orang secara lebih teliti 2) Stadium-perbuatan, 8-9 tahun. Anak menaruh minat besar terhadap pekerjaan dan perbuatan orang dewasa, serta tingkah laku binatang. 3) Stadium-hubungan, 9-10 tahun dan selanjutnya. Anak mengamati relasi/hubungan dimensi ruang dan waktu; juga hubungan kausal dari benda-benda dan peristiwa. 4) Stadium-perihal (sifat): anak mulai menganaiisa hasil pengamatannya, dengan mengkonstartir ciri-ciri/sifat dari benda-benda, orang, peristiwa. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 93 c. Teori Oswald Kroh dalam bukunya: “Die Psychologie dengan Grundschulkiendes” (Psikhologi Anak Sekolah Dasar) me nyatakan ada 4 periode dalam perkembangan fungsi pengamatan anak,yaitu: 1) Periode sintense-fantastis, 7-8 tahun. Artinya, segala hasil pengamatan merupakan kesan totalitas/global, sedang sifatnya masih samar-samar. Selanjutnya, kesan-kesan tersebut di lengkapi dengan fantasi anak. Pada masa ini, anak suka sekali pada dongeng-dongeng, sage, mythe, legend, kisah-kisah, dan cerita khayalan. 2) Periode realisme naïf, 8-10 tahun. Anak sudah bisa membedakan bagian/onderdil, tetapi belum mampu menghubungkan satu dengan lain dan hubungan totalitas. Unsur fantasi sudah banyak diganti dengan pengamatan konkrit. 3) Periode realisme-kritis, 10-12 tahun. Pengamatannya bersifat realistis dan kritis. Anak sudah bisa mengadakan sintese logis, karena munculnya pengertian, insight/ wawasan dan akal sudah mencapai taraf kematangan. Anak kini bisa menghubungkan bagian-bagian menjadi satu kesatuan atau menjadi satu struktur. 4) Fase subjektif, 12-14 tahun. Unsur emosi atau perasaan muncul kembali, dan kuat sekali mempengaruhi penilaian anak terhadap semua pengamatannya. Masa ini dibatasi oleh gejala “PUBERTAS KEDUA” (Trotzalter Kedua, Masa-menentang kedua). Jika kita telaah dengan teliti, akan kita jumpai sedikit sekali perbedaan dan justru banyak unsur persamaannya diantara ketiga teori tersebut. Ringkasnya, pengamatan anak selama periode sekolah rendah itu berlangsung sebagai berikut: 94 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif mempertahankan hidup. Ditambahkannya bahwa DNA merupakan molekul komplek yang membawa informasi genetik, berisikan kondisi individu sebagai hasil keturunan. Faktor lingkungan mempunyai peran besar terhadap timbulnya gangguan perkembangan. Santrok, (2002) dan Tyalor (1985) mengemukakan faktor lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan anak. Faktor lingkungan ini bisa mempengaruhi selama tiga periode perkembangan anak yaitu: 1. Prenatal, yaitu kondisi ketika masih dalam kandungan. Faktor yang menjadi penyebab gangguan perkembangan selama masa prenatal antara lain a. Racun, toksin, logam berat (seperti timbel, mercuri), narkotika serta obat-obat kimia yang masuk ke dalam tubuh janin ketika dalam kandungan b. Kurang asupan gizi yang dibutuhkan untuk perkembangan anak c. Usia ibu pada saat mengandung (terlalu muda atau terlalu tua) d. Penyakit yang diderita ibu, seperti herpes, diabetes, AIDS e. Gangguan emosional pada ibu yang sedang mengandung 2. Perinatal, yaitu momen beberapa saat sebelum dan setelah melahirkan, seperti proses kelahiran yang sulit dan memerlukan peralatan medis khusus, proses kelahiran dengan vacum, gangguan karena luka terkena tang bird, kekurangan oksigen ketika proses kelahiran, placenta yang kurang sehat dan sebagainya Postnatal, yaitu gangguan perkembangan yang terjadi karena faktor setelah kelahiran, antara lain karena cidera otak, kecelakaan, kurang gizi, akibat obat-obatan, zat kimia yang mengganggu metabolisme tubuh, terlalu banyak zat aditif, kurangnya stimulus dari lingkungan. 3. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 103 demam tinggi yang berisiko memunculkan gangguan lainnya. Pada usia sekolah dimana aktivitas anak mencapai puncaknya, sangat tinggi kemungkinan terjadinya kelelahan atau kecelakaan yang dapat menimbulkan gangguan perkembangan motorik. Gangguan perkembangan lain yang banyak muncul pada masa anak antara lain gangguan bicara, keterlambatan mental, autis, lambat belajar, gangguan pemusatan perhatian attention deficit disorder, dan lain-lain. a. Dimulai dari pengalaman kompleks-totalitas menuju Masa anak merupakan dasar pembentukan fisik dan kepribadian bagi masa berikutnya. Dengan kata lain, masa anak-anak merupakan masa emas mempersiapkan seorang individu menghadapi tuntutan zaman sesuai potensinya. Jika terjadi gangguan perkembangan apapun bentuknya, akan menganggu perkembangan pada masa berikutnya. Deteksi yang dilakukan sedini mungkin merupakan kunci penting keberhasilan program intervensi atau koreksi atas gangguan yang terjadi. Semakin dini gangguan perkembangan terdeteksi, semakin tinggi pula kemungkinan tercapainya tujuan intervensi. Anak usia sekolah dasar mulai memandang semua peristiwa dengan objektif. Semua kejadian ingin diselidiki dengan tekun dan penuh minat. Pada usia sekolah ini anak mempunyai kecenderungan untuk mengumpulkan macammacam benda; antara lain: perangko, cincin, cerutu, etiket, kartu-kartu, batu-batuan, manik-manik berwarna-warni, kerang dan siput, serangga, uang logam, kartupos bergambar, dan lain-lain. Secara garis besar faktor penyebab gangguan perkembangan pada anak dibedakan menjadi dua yaitu karena faktor pembawaan dan faktor lingkungan. Faktor pembawaan sebagai penyebab munculnya gangguan perkembangan pada anak ditentukan oleh gen yang diturunkan dari orang tua. Willerman (1979) mengemukakan bahwa faktor genetik mempunyai pengaruh terhadap perkembangan proses biologis. Setiap gen sebagai pembawa sifat terdapat molekul-molekul besar yang disebut DNA. Hasil penelitian menunjukkan anak-anak yang dilahirkan dari orang tua dengan kondisi retardasi mental menunjukkan gejala mempunyai inteligensi yang rendah, demikian juga orang tua dengan gangguan autisme, mempunyai anak yang cenderung autis. Sementara Santrok (1995), bahwa gen merupakan segmen pendek yang berfungsi sebagai cetak biru (blue print) bagi sel untuk memproduksi dan menghasilkan protein yang berfungsi untuk 102 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif pada bagian-bagian atau onderdil b. Berangkat dari sikap pasif menerima, menuju pada sikap pemahaman, aktif, mendekati, dan mencoba mengerti c. Bertitik tolak dari AKU, menuju kepada objek-objek didunia sekitar dan miliunya d. Dari dunia fantasi menuju kedunia realitas. 9. Perkembangan Kecerdasan, Ingatan dan fantasi Dalam keadaan normal, kecerdasan anak usia sekolah dasar berkembang secara berangsur-angsur dan secara tenang. Anak betul-betul berada dalam stadium belajar. Disamping keluarga, sekolah memberikan pengaruh yang sistematis terhadap pembentukan akal budi anak. Pengetahuannya bertambah secara pesat. Banyak keterampilan mulai di kuasai, dan kebiasaan-kebiasaan tertentu mulai dikembangkannya dari iklim yang egosentris anak memasuki dunia obyektif dan dunia pikiran orang lain. Hasrat untuk mengetahui realitas benda dan peristiwa-peristiwa mendorong anak untuk meneliti dan melakukan eksperimen. Minat anak pada periode tersebut terutama sekali tercantum pada segala sesuatu yang dinamis bergerak. Anak pada usia ini sangat aktif dan bergerak akan sangat menarik minat perhatian anak. Mminatnya banyak tertuju pada macam-macam aktivitas. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 95 Dan semakin banyak dia berbuat, makin bergunalah aktivitas tersebut bagi proses pengembangan kepribadiannya. Ingatan anak pada usia 8-12 tahun ini mencapai intensitas paling besar, dan paling kuat. Daya menghafal dan daya memorisasi paling kuat. Dan anak mampu memuat jumlah materi ingatan paling banyak. Kehidupan fantasi mengalami perubahan penting. Pada usia 8-9 tahun anak menyukai sekali cerita-cerita dongeng misalnya, Timun Emas, Bawang Putih Bawang Merah, Maling Kundang. Unsur- unsur yang hebat dan ajaib dalam dongeng-dongen ini mencekam segaenap minat anak. Lambat laun, unsur kritis muali muncul, dan anak mulai mengoreksi peristiwa yang dihayati. Namun unsur fantasi masih tetap memegang peranan penting. Kini anak menghendaki peristiwa riil yang betul-betul terjadi, atau semestinya harus terjadi. Karena itu anak lalu menyenangi cerita-cerita kepahlawanan. 10. Perkembangan Konatif/Kemauan Anak Fungsi kemauan pada masa ini belum berkembang dengan penuh. Anak belum mempunyai kekuasaan atas diri sendiri artinya anak belum bisa mengatur diri sendiri. Belum ada proses regulasi diri. Dia lebih sudah suka tunduk pada kewibawaan yang tegas dari orang tua dan pendidik. Bahkan anak menuntut adanya kewibawaan da sikap yang kokoh serta konsekuen, sekolah menyajikan kewibawaan, disiplin, tucht atau tata tertib, dan aturanaturan normative lainnya. Semua ini membangunkan kemauan belajar, juga mendorong ketekunan usaha dan aktivitas anak. Disiplin sekolah dan kewibawaan para guru memberikan kegairahan pada situasi bekerja da usaha belajar anak. Anak sering pergi ke sekolah selama periode ini. Ia merasa suka dan betah “betah/kerasan” tinggal disekolah. Tidak jarang anak 96 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif BAB IV GANGGUAN-GANGGUAN PERKEMBANGAN PADA ANAK A. Faktor Penyebab Gangguan Perkembangan pada Anak Manusia dalam hidupnya selalu mengalami perkembangan dan perubahan dari waktu ke waktu, mulai dilahirkan sebagai seorang bayi, berkembang menjadi anak-anak, remaja, dewasa, tua dan akhirnya meninggal dunia. Dalam perjalanannya adakalnya tidak berjalan secara mulus, melainkan bisa mengalami berbagai gangguan dan permasalahan yang kemudian disebut sebagai hambatan atau gangguan perkembangan. Sebuah perkembangan yang terjadi pada diri manusia akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya, karenannya itu perlu ada perhatian khusus dalam masalah ini sebagai tindakan preventif, sehingga perkembangan yang akan berlangsung selanjutnya dalam kondisi yang positif. Anak-anak merupakan fase yang paling rentan dan sangat perlu diperhatikan dari setiap tahapan perkembangan yang dialaminya. Gangguan perkembangan di masa anak-anak berpotensi terjadi pada usia 0-12 tahun. Pada dasarnya, tiap-tiap tahap perkembangan memiliki potensi gangguan perkembangan. Misalnya, pada usia bayi, gangguan perkembangan yang potensial terjadi adalah gangguan pada perkembangan bahasa, masalah terkait pertumbuhan fisik, dan bisa juga 101 dibawah kemampuan anak yang sebenarnya. Anak menunjukkan prestasi yang rendah walau sebenarnya anak mempunyai potensi yang tinggi. Anak-anak yang seharusnya mampu meraih nilai 9 tetapi dia hanya meraih nilai 6 atau 7 merupakan contoh anak yang underachiever. Underachiever dapat terjadi karena anak mempunyai problem tertentu yang menghambat perkembangannya. 100 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif terpesona dan terikat hatinya pada gurunya. Pada usia 10-11 tahun, biasanya timbul kesukaan pada satu dua mata pelajaran, umpamanya matematik/berhitung dan IPA. Dan baginya, belajar merupakan aktivitas yang menyenangkan khususnya bagi anakanak yang jasmani dan rokhani. Kegiatan anak luar biasa banyaknya antara lain membuat akuarium, herbarium, tukar-menukar kartu bergambar, mengumpilkan benda-benda aneh, tukar-mrnukar perangko, melakukan macam-macam eksperiment, dan lain-lain. Sehubungan dengan minat dan aktivitas anak pada usia ini, pendidikan modern sangat memperhatikan energi dan dorongan aktif tersebut untuk disalurkan pada kegiatan yang konstruktif serta kreatif. Sebab semua kegiatan itu menstimulir pembentukan kemauan anak. Penting untuk diperhatikan pada usia sekolah rendah ini ialah, daya kemauan anak belum kuat, dan belum berkembang penuh. Oleh karena itu ia perlu adanya tuntunan yang bijaksana dan kewibawaan untuk memupuk disiplin dan tucht, dengan mana bisa terpupuk pertumbuhan kemauan kokoh yang kuat. Karena unsur kemauan belum berkembang penuh, anak mudah dipengaruhi oleh ajakan-ajakan yang menjurus pada keburukan dan kejahatan. Tetapi anak juga mudah dilecut melakukan halhal yang konstruktif baik. Persahabatan anak pada usia ini masih belumkekal, masih berganti-ganti, dan sesuai situasi sesaat, sebab unsur kemauannya belum mantap. Anak usia 12 tahun merupakan individu yang tenang dan seimbang oleh karena itu anak disebut sebagai ‘I enfant fait’, yaitu anak yang komplit lengkap., anak yang sudah ‘mapan besarnya’ atau ‘een volgreid kind’, ciri-ciri “I enfant fait” ialah: 1) Rokhani dan jasmani anak dalam kondisi yang baik disertai 2) Saat ketenangan dan pengendapan perasaan-perasaan Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 97 3) Minat yang besar dan segar terhadap macam-macam peristiwa 4) Ingatan yang sangat kuat 5) Dorongan ingin tahu yang besar, dan 6) Semangat belajar yang tingggi. Lindworsky menanamkan usaha menumbuhkan motif-motif tersebut sebagai: kultivasi motif atau motievencultur. Pengambilan keputusan berdasarkan kamauan (wilbesluit) berlangsung paling kuat apabila seseorang didorong oleh motif-motif yang jelas. Oleh karena itu pendidikan kamauan itu sebagian besar merupakan kultivasi-motif tersebut. Sehubungan dengan ini, dalam upaya pendidikan harus diajarkan pengereman dan pengendalian nafsu serta implusimplus yang primitive. Juga pengenalan da kepatuhan terhadap norma-norma hidup perlu sekali ditamankan pada anak. Semua ini bisa ditunjang oleh pengenalan terhadap motif-motif normative tertentu. Dengan begitu anak diajar membedakan motif-motif yang sangat murni moril-susila dari motif-motif yang amorila-susila, dan belajar hidup sesuai dengan norma-norma yang baik. Dalam proses pendidikan kemauan ini unsur pendidik serta orang tua mutlak perlu, umtuk menumbuhkan dan pendidik serta orang tua mutlak perlu, unutk menumbuhkan dan memantapkan kemauan anak: sampai anak mampu berkembangs sendiri. Jika orang dewasa bisa memberikan satu motif yang maha besar (motievencompleks). Pasti anak akan sanggup mencapai prestasi yang mengagumkan, dan mampu melakukan perbuatan-perbuatan terpuji. Selanjutnya, dengan segenap sifat-sifat anak yang baik pada periode sekola dasar ini, disertai kemampuan berfifkir logis 98 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif objektif, serta bantuan bimbingan yang tegas dan bijaksana anak mulai membuat rencana hidup bagi masa depannya. 11. Beberapa kasus yang perlu diwaspadai a. Anak gifted Anak gifted adalah anak dengan kecerdasan tinggi, kondisi ini memungkinkan anak meraih prestasi yang luar biasa, namun tanpa pendampingan dan pola asuh yang tepat justru dapat menimbulkan kesulitan dalam pembelajaran di kelas. Anak genius ini umumnya mempunyai kemampuan luar biasa untuk memahami pelajaran. Diperlukan perlakuan khusus agar anak gifted agar potensinya berkembang optimal. Tanpa pemahaman yang bijaksana adakalanya anak-anak dengan kecerdasan tinggi menunjukkan perilaku melawan guru, tidak tertib, tidak serius mengikuti pelajaran hingga mengganggu kegiatan belajar anak lainnya b. Late development Late development adalah anak dengan perkembangan yang terlambat. Pada awalnya anak mempunyai kecerdasan biasabiasa saja, tetapi beberapa tahun kemudian menunjukkan peningkatan kecerdasan yang luar biasa. Anak dengan tipe ini pada awalnya dijuluki sebagai anak bodoh atau anak yang berprestasi rendah namun pada perkembangan berikutnya menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Penting bagi guru untuk mengetahui gejala seperti ini pada anak hingga dapat memperlakukan anak dengan baik dan tidak memberikan julukan negatif pada anak-anak yang terhambat perkembangannya c. Underachiever Underachiever adalah prestasi yang ditunjukkan Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 99 e. f. g. h. i. Melakukan olah raga secara rutin dapat menyedot kelebihan energi pada gangguan hiperaktif Biasakan anak mengekspresikan emosinya dalam bentuk tulisan atau gambar Piknik ke tempat yang indah dapat membantu si kecil menanamkan hal-hal positif di dalam pikiran Aturlah pola makan. Hindari konsumsi gula dan bahan makanan berkadar karbohidrat tinggi Ajari untuk berlatih menenangkan diri sendiri, dengan cara menarik napas dalam-dalam,lalu menghembuskannya melalui mulut. Ulangi hal ini beberapa kali Attention Deficit Disorder (ADD). Merupakan gangguan perhatian yang pada umumnya dialami anak usia sekolah. Gejala utama gangguan ini adalah kurangnya perhatian anak terhadap suatu objek.Anak hampir tidak bisa menyelasaikan tugas dengan baik, satu tugas belum selasai sudah berpindah pada tugas lain. Anak terlihat energik, serta banyak pekerjaan yang digarap. Gangguan ini bisa bersifat keturunan, bisa bersumber dari faktor hormonal serta proses dengan latihan dan terapi yang rutin dan berkesinambungan gejalanya dapat ditekan. kerusakan genetika, juga proses pendidikan sosial amat mempengaruhi perilaku pengidap ADD. Penderita gangguan konsentrasi, seringkali mengalami banyak kegagalan dalam hidupnya. Ketika masih anak-anak, seringkali mereka tidak naik kelas. Penyebabnya mereka ini berperilaku hyperaktif, terus menerus mengganggu temannya, atau pikirannya melayang kemana-mana, tidak pada pelajaran yang sedang berlangsung. Prestasi di sekolah biasanya amat buruk. Anak dengan gangguan konsentrasi, mudah teralihkan perhatiannya oleh hal-hal sepele. Ketika dewasa, muncul masalah di tempat kerja dan hubungan dengan kerabat kerja. 122 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif 5. 6. 7. 8. dengan kedua kakinya. la mulai mengoceh, tertawa, dan senang bermain dengan mainan yang ada. Bayi 5 bulan Pada usia ini bayi akan berhenti menangis jika mendengar suara ibunya dan menangis jika mainannya diambil. la dapat memindahkan benda dari tangan yang satu ke tangan lainnya. la meniru gerakan orang lain yang dilihatnya, membawa kakinya ke mulut dan menghisap jari kakinya. la juga sudah bisa tersenyum dan mengoceh untuk mendapat perhatian serta dapat tertawa di hadapan cermin. Bayi 6 bulan Bayi di usia ini bisa berbalik dari posisi terlentang menjadi posisi tengkurap, atau sebaliknya. Bila didudukkan dapat duduk sendiri tanpa perlu dibantu. la suka menjatuhkan mainan yang diberikan, dan meminta untuk diambilkan kembali. Bayi senang bermain dengan kakak-kakaknya dan senang jika diberdirikan, serta sudah mulai banyak mengeluarkan suara. Bayi 7 bulan Bayi usia ini dapat mengangkat badannya dengan tangan, menggeser badannya ke belakang, atau mundur dan ke depan, atau maju. la akan membawa mainan yang disukainya terus menerus dan marah jika mainannya diambil. la mencoba untuk berdiri, suka membuat suara dengan mengetuk atau mengocok benda yang ada dalam genggamannya. Selain itu, ia suka menariknarik rambut dan telinganya, serta bermain dengan kakinya. Bayi 8 bulan Bayi yang sudah berumur delapan bulan sudah dapat merangkak, duduk tanpa disangga, mengangkat badan dengan bantuan boks atau kursi hingga dalam posisi berdiri. la juga mampu memegang botol dan minum sendiri, mendorong benda Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 107 yang tidak ia sukai, mengambil benda-benda kecil, dan berteriak memanggil orang lain. 9. Bayi 9 bulan Bayi dapat berdiri untuk sementara saat tangannya dipegangi. la sudah dapat duduk sendiri dan berputar-putar, memasukkan jari-jarinya ke dalam lubang. la juga sudah mengerti satu dua kata dan mulai bereaksi jika diperintah. 10. Bayi 10 bulan Bayi sudah dapat duduk sendiri tanpa bantuan. la dapat merangkak dengan baik, naik di kursi atau tangga rumah, berjalan dengan bantuan, mengangkat kakinya jika sedang dipakaikan celananya. Meniru suara terbatuk-batuk. Pada usia ini pun ia sudah bisa mengatakan “papa”, “mama”, senang bermain dengan mainan tertentu, memegang kue dan memakannya, mengerti yang diperintahkan dan mulai takut terhadap orang yang tidak dikenal. 11. Bayi 11 bulan Pada usia ini, bayi sudah dapat berdiri lama tanpa bantuan, berjalan jika dipegangi satu atau dua tangannya. la mampu mengubah posisi berdiri menjadi duduk tanpa bantuan, dapat memegang benda-benda kecil dengan ibu jari dan telunjuknya. la dapat menelan beberapa kali secara berturut-turut jika diberikan minum melalui cangkir. Selain itu, ia mampu menggunakan kedua tangannya secara bersama-sama untuk melakukan fungsi yang berbeda, seperti mengambil benda dari tangan kanannya dan mengangkat badan dengan tangan kirinya. Anak pada usia ini akan merasa takut bila didekati orang yang tidak dikenal, akan tetapi senang dengan anak kecil lain. la sudah mengerti lebih banyak kata yang diucapkan. 12. Bayi 12 bulan Anak yang sudah berusia 12 bulan akan lebih banyak berjalan 108 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Cara Penanganan. Anak hiperaktif memerlukan penanganan yang tepat agar pembelajaran berjalan efektif. Lemahnya daya konsentrasi atau perhatian membuat anak tidak bisa fokus pada materi pelajaran, dorongan untuk selalu bergerak bisa mengganggu anak lain di kelas. Karena itu dibutuhkan cara menyikap yang tepat. a. Sebaiknya tidak membiarkan anak bergaul sendiri dengan anak yang lebih muda b. Jauhkan anak dari benda-benda yang membahayakan seperti senjata tajam, pistol dan sebagainya c. Perlu mendapat perhatian secara khusus untuk membantu perkembangan anak selanjautnya serta menghindarkan perilaku buruk yang mungkin timbul d. Anak yang selalu aktif tidak perlu dihukum ketika melakukan kesalahan, melainkan diberi terguran dengan cara yang baik e. Sebaiknya tidak perlu memojokkan anak dihadapan orang lain dengan memberikan label sebagai anak malas, anak nakal dan sebagainya f. Ajarkan kedisiplinan agar anak dapat mengatur dirinya sendiri g. Orang tua dan guru perlu menjaga kata-kata dan ucapan karena anak mudah meniru. Pengasuhan Anak Hiperaktif. Anak hiperaktif memerlukan pola pengasuhan serta pengaturan ruang khusus yang mendukung, yang mampu membuat anak lebih tenang. Beber apa upaya supaya anak lebih tenang adalah: a. Lingkungan rumah tenang b. Suasana kamar teduh dengan pengecetan dinding dengan warna tenang c. Terapkan aturan dengan tegas d. Sediakan ruangan untuk santai Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 121 otak, cidera otak seperti gagar otak, trauma otak pada saat persalinan, benturan dikepala menyebabkan cidera otak, infeksi, racun, gizi buruk, alergi makanan dan karena penyakit epilepsi. Attention Deficit Hyperactivyty Disorder (ADHD). ADHD merupakan gangguan perkembangan yang ditandai dengan kurang adanya perhatian yang dibarengi sengan perilaku hiperaktif. Gejala dari gangguan ini adalah terlalu agresif, tidak bisa diam dan mudah terpengaruh oleh rangsangan. Anak dengan gangguan ADHD bisa tidak suka berkomunikasi serta memberikan perhatian yang terlalu sedikit pada suatu objek. Perhatian anak mudah berpindah dari satu aktivitas ke aktivitas lain, bisa berpindah dari satu objek ke objek lainnya (Zaviera, 2009). Gejala yang Muncul di Sekolah. Di sekolah anak ADHD menunjukkan gejala sebagai berikut: a. Tidak bisa fokus pada tugas b. Gagal dalam mengerjakan tugas sekolah c. Tidak bisa menjadi pendengar yang baik, sehingga tidak bisa menerima dan melakukan arahan dari guru. Hal ini berdampak pada kegagalan melakukan tugas-tugas belajar d. Sering menghindari tugas-tugas sekolah serta tidak komitmen terhadap tugas yang memerlukan daya pemikiran e. Sering lupa dan kehilangan barang milik pribadi yang dipergunakan untuk aktivitas sehari-hari, seperti kehilangan buku, atau lupa membawa kembali buku yang tadi di bawa f. Gelisah, tidak bisa duduk tenang, lebih suka melakukan aktivitas g. Suka menjerit dan marah ketika kemauannya tidak dituruti h. Tidak suka dipaksa atau diperintah i. Terlalu banyak bicara, terlalu cepat menjawab dan sering memotong pembicaraan 120 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif meski langkahnya belum stabil, banyak merangkak, banyak bermain dengan mainan yang ia senangi, senang membuka pakaiannya, dan merasa takut pada orang yang tidak ia kenal dan keadaan yang tidak biasa. Pada usia ini anak senang memegang pensil dan kapur untuk membuat coret-coretan. la lebih suka menggunakan tangan tertentu (kanan atau kiri) untuk mengambil mainan, menghisap jempol, dan memasukkan makanan dalam mulutnya. la sering menolak jika ditidurkan, dan dapat berbicara 2 hingga 3 kata. 1. 2. 3. Gerakan motorik anak mengikuti tahap berikut. Gerak tanpa perpindahan Bayi mampu menggerakkan anggota tubuhnya, tetapi belum mampu menggunakan gerakan itu untuk memindahkan badannya ke tempat lain. Merayap Menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara tertentu, sementara perut ditekan ke lantai, sehingga ia bisa berpindah dari titik A ke titik B. Otak mereka akan terus berkembang untuk berpikir apa yang harus dilakukan untuk berpindah tempat. Di sini mereka mulai belajar berkoordinasi, dengan menyeret tangan kanan ke depan bersamaan dengan kaki kirinya. Merangkak Bayi belajar menantang gravitasi untuk pertama kalinya, dan bang- kit dengan bertumpu pada tangan dan lututnya. Pelajaran mengenai koordinasi terus berlanjut, di mana tungkai depan kanan hanya dilakukan secara bersamaan dengan tungkai belakang kiri. Anak akan menggunakan otaknya ke tahap lebih tinggi untuk belajar berpindah tempat dengan pola gerakan yang seimbang. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 109 4. 5. Berjalan Bayi belajar bangkit dan bertumpu pada tungkainya dan berjalan. Bayi seperti ini sudah mampu melawan gravitasi dari 4 titik tubuh pada posisi sebelumnya (merayap dan merangkak) ke posisi 2 titik dan 1 titik tumpu untuk menahan gravitasi. Melawan gravitasi adalah sebuah tahap yang luar biasa untuk menghindari kelumpuhan. Berlari Anak mempercepat jalannya menjadi berlari. Keseimbangan dan koordinasinya bertambah baik. Anak yang sehat tidak akan melewatkan satu tahap dalam proses tersebut, meskipun siklus masing-masing tahapan akan berbeda pada satu anak dengan yang lain. Jika salah satu dari tahap dasar itu dilewati, misalnya anak mulai berjalan sebelum is cukup merangkak, akan terjadi konsekuensi yang merugikan. Contohnya, koordinasi yang lemah, kegagalan memiliki penguasaan tangan kanan atau kidal, kegagalan untuk mengembangkan penguasaan belahan otak yang normal dalam berbicara, kegagalan dalam membaca dan mengeja, kurang konsentrasi (sering disebut ADD atau Attention Deficit Disorder, gangguan pemusatan perhatian), kurang fokus, mudah lelah ketika belajar, dan lain-lain. b. c. d. 2. C. Bentuk-bentuk Gangguan Perkembangan 1. 110 Autisme Pengertian autisme. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang autisme seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autisme baru diperkenalkan tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad lampau (Handojo, 2003). Kartono (2000) ber۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Terapi akupasi. Terapi okupasi dilakukan untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan keterampilan otot pada anak autis sehimgga anak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa hambatan. Terapi wicara. Terapi wicara (speech therapy) merupakan model terapi untuk mengembangkan kemampuan berbicara pada anak autis mempunyai keterlambatan Terapi biomedik. Terapi biomedik adalah terapi yang dilakukan secara medik melalui obat-obatan. Beberapa perilaku buruk adakalanya muncul pada anak autis seperti menyerang, agresif, tantrum (mengamuk) hingga membahayakan diri dan orang lain. Perilaku-perilaku tersebut adakalanya sangat sulit dikendalikan dan sering menimbulkan depresi. Kadang obat-obatan bisa membantu meskipun tidak dapat menghilangkan penyebabnya. Haloperidol terutama digunakan untuk mengendalikan perilaku yang sangat agresif dan membahayakan diri sendiri. Fenfluramin, buspiron, risperidon dan penghambat reuptake serotonin selektif (fluoksetin, paroksetin dan sertralin) digunakan untuk mengatasi berbagai gejala dan perilaku pada anak autis. Attention Deficit Hyperactivyty Disorder (ADHD) dan Attention Deficit Disorder (ADD) ADHD dan ADD menjangkiti anak 3%-5% pada anak usia 4-14 tahun. ADHD dan ADD terjadi karena kerusakan pada susunan syaraf otak sehingga rentang konsentrasi menjadi sangat pendek dan sulit dikendalikan (Zaviera, 2009). Lebih jauh dijelaskan bahwa penyebab gangguan bersumber dari faktor temperamen bawaan sejak lahir, pengaruh lingkungan, malfungsi Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 119 2. 3. 4. memberikan layanan pendidikan untuk anak autis bisa berupa SLB (Sekolah Luar Biasa) golongan F yaitu khusus untuk anak autis, bisa juga sekolah khusus untuk anak autis. Model sekolah akan memberlakukan kurikulum sesuai kebutuhan anak. Sekolah inklusi. Sekolah inklusif adalah sekolah umum yang di dalamnya terdapat anak yang berkebutuhan khusus, termasuk ada anak autis yang belajar di dalamnya. Sekolah inklusif dituntut menyiapkan guru pendamping agar dapat memberikan pelayanan sesuai kebutuhan anak sesuai keterbatasan yang dimiliki anak. Home Schooling. Model sekolah rumah yang memberikan layanan untuk anak autis. Beberapa anak autis belajar secara home schooling di lembaga pendidikan yang menyiapkan layanan dengan model home schooling. Anak autis dapat belajar terus sepanjang hari di rumah belajar tersebut, tanpa mengenal jadwal pelajaran secara kaku. Klinik Terapi. Klinik-klinik terapi bisa memberikan layanan intervensi untuk anak autis. Klinik terapi tersebut tersedia di rumah sakit-rumah sakit ataupun pada klinik khusus terapi untuk anak autis gangguan perkembangan lainnya. Klinik terapi biasanya difokuskan pada terapi sensori integrasi, terapi wicara maupun okupasi terapi. Jenis Terapi. Anak auatis sebaiknya mendapatkan terapi yang memadai untuk memperbaiki beberapa perilaku yang tidak bermanfaat bahkan yang mengganggu. Beberapa jenis terapi untuk anak autis adalah. a. Terapi perilaku. Melalui metode ABA dilakukan terapi perilaku untuk menghilangkan perilaku yang tidak wajar serta mengembangkan perilaku yang produktif 118 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif pendapat bahwa autisme adalah gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar, merupakan keasyikan ekstrim dengan fikiran dan fantasi sendiri. Ditambahkannya bahwa autisme merupakan gangguan dengan pola berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri dan menolak realitas, karena itu penyandang autis akan berbuat semaunya sendiri, baik cara berpikir maupun berperilaku (Faisal, 2003). Pandangan lain tentang autis adalah gangguan yang parah pada kemampuan komunikasi yang berkepanjangan yang tampak pada usia tiga tahun pertama, ketidakmampuan berkomunikasi ini diduga mengakibatkan anak penyandang autis menyendiri dan tidak ada respon terhadap orang lain (Sarwindah, 2002). Yuniar (2002) menambahkan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain, sehingga sulit untuk mempunyai ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat. Dari tahun ke tahun penyandang autis makin bertambah, tanpa penanganan yang tepat dan upaya penyembuhan yang memadai gejala autisme akan berlanjut sampai dewasa. Tahun 2010 prevalensi penyandang autis 1 : 166 anak (Greenspan & Serena , 2010), merupakan angka yang sangat tinggi. Gangguan autisme bisa terjadi pada siapa saja tidak pandang bulu, penyandangnya tidak tergantung dari ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial, tingkat pendidikan, geografis tempat tinggal, maupun jenis makan an. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan penyandang autisme ialah 4 : 1. Paul (2008) menyatakan bahwa tiga perempat penderita autis juga mengalami retardasi mental Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 111 dengan IQ antara 30, 40 dan 50, dengan kemampuan berpikir abstrak yang sangat lemah. Walau begitu ditemukan anak-anak autis yang mempunyai kecerdasan dan bakat yang luar biasa, yang dikenal dengan istilah savant. Anak savant bisa mempunyai bakat musik yang luar biasa, mempunyai daya ingat yang sangat kua, mempunyai kemampuan menghitung yang hebat. Ciri-ciri autisme. Supratiknya (1995) dan Brill (2008) menyebutkan bahwa penyandang autis memiliki ciri-ciri antara lain: penderita senang menyendiri dan bersikap dingin sejak kecil, tidak memberikan respon terhadap ajakan. Apabila di ‘liling’ (diajak bicara/ditimang), diberi makanan atau diajak bercanda, anak tidak menunjukkan respon, melainkan tetap asyik dengan diri sendiri. Anak tidak menaruh perhatian terhadap lingkungan sekitar, tidak mau atau sangat sedikit berbicara, hanya mau mengatakan ya atau tidak, atau ucapan-ucapan lain yang tidak jelas, tidak suka dengan stimuli pendengaran, senang melakukan stimulasi diri, memukul-mukul kepala atau gerakan-gerakan aneh lain, kadang-kadang terampil memanipulasikan objek, terpaku pada satu objek tetap. Sejak bayi anak autis tidak mau di gendong, tidak suka dibedong, sebagian tidak suka diayun serta mempunyai pola tidur yang kacau. Greenspan & Serena (2010), Brill (2008), dan Fuentes (2007) menguraikan ciri penderita autis secara lengkap sebagai berikut. a. Mengalami gangguan komunikasi. Penderita autis pada umumnya mengalami keterlambatan bicara, cara komunikasi terjadi secara merancau, mengungkapkan kata-kata yang tidak bermakna dan tidak bisa dimengerti orang lain. Bahasa yang terjadi bersifat echolalia (membeo),hanya menirukan kata-kata yang pernah didengar walaupun belum tentu anak mengerti maksudnya. 112 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif keterampilan lain yang diperlukan untuk aktivitas sehari-hari. Hal terpenting yang bisa dilakukan oleh orang tua dan guru adalah menemukan program intervensi dini yang baik bagi anak autis. Tujuan pertama adalah menembus tembok penghalang interaksi sosial anak dan menitikberatkan komunikasi dengan orang lain Program intervensi dini me nawarkan pelayanan pendidikan dan penanganan untuk anak-anak berusia dibawah 3 tahun yang telah didiagnosis mengalami ketidakmampuan fisik atau kognitif. Model Penanganan. Anak autis perlu mendapat penanganan dengan seksama melalui model terapi yang tepat. Program pendidikan untuk anak autis sangat terstruktur, menitikberatkan kepada kemampuan berkomunikasi dan sosialisasi serta teknik pengelolaan perilaku positif. Strategi yang digunakan di dalam kelas sebaiknya juga diterapkan di rumah sehingga anak memiliki lingkungan fisik dan sosial yang tidak terlalu berbeda. Dukungan pendidikan seperti terapi wicara, terapi okupasional dan terapi fisik merupakan bagian dari pendidikan di sekolah anak autis. Keterampilan lainnya, seperti memasak, berbelanja atau menyebrang jalan, akan dimasukkan ke dalam rencana pendidikan individual untuk meningkatkan kemandirian anak. Tujuan keseluruhan untuk anak adalah membangun kemampuan sosial dan berkomunikasi sampai ke tingkat tertinggi atau membangun potensinya yang tertinggi. Saat ini banyak terdapat lembaga pendidikan, klinik-klinik terapi yang khusus ditujukan untuk anak autis. Beberapa jenis lembaga penanganan yang bisa dilakukan untuk anak autisme adalah sebagai berikut. 1. Sekolah khusus. Sekolah khusus untuk anak autis banyak tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Sekolah yang Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 117 baru muncul gejala autistik. Beberapa kasus anak autis setelah lahir muncul setelah ditinggal ibunya meninggal dunia, yang lain menunjukkan gejala autis setelah imunisasi, serta karena faktor kecelakaan (cidera otak) sementara kasus lainnya tidak diketahui penyebab pastinya. Pentingnya Penanganan. Saat ini penyandang autis mempunyai masa depan yang lebih baik (Greenspan & Serena, 2010), karena mulai banyak dikembangkan strategi dan metode penanganan anak autis yang teruji secara empiris. Penderita autis perlu mendapat penanganan yang tepat agar yang bersangkutan dapat berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Penanganan yang tepat membuat anak autis dapat hidup normal bersama anak-anak lainnya. Tanpa penanganan yang tepat bahkan tanpa intervensi akan membuat anak tidak berdaya sepanjang hidupnya, dan hal ini akan menyusahkan diri sendiri serta akan menjadi beban keluarga selama hidupnya. Intervensi terhadap penyandang autis dilakukan dengan memberikan ketrampilan bantu diri yang bermanfaat untuk aktivitas seharihari, disamping itu perlu diberikan terapi untuk menghilangkan perilaku-perilaku yang tidak produktif serta mengupayakan perilaku produktif yang bermanfaat. Tujuan penanganan. Tujuan dari penanganan penderita autis antara lain: a. Membangun komunikasi dua arah yang aktif, b. Mampu melakukan sosialisasi ke dalam lingkungan yang umum dan bukan hanya dalam lingkungan keluarga, c. Menghilangkan dan meminimalkan perilaku tidak wajar, d. Mengajarkan kemampuan akademik yang diperlukan untuk belajar di sekolah umum, e. Meningkatkan kemampuan bantu diri atau bina diri dan 116 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif b. c. d. Bicara bukan sebagai alat komunikasi, melainkan asal diucapkan tampa bermaksud menyampaikan gagasan atau keinginan kepada orang lain. 20% anak autis tidak bisa bicara sampai dewasa. Bila mengiginkan sesuatu akan menarik tangan orang lain (ayah/ibunya). Gangaguan interaksi sosial. Anak cenderung menolak atau menghindari tatap mata, tidak menengok bila dipanggil, seperti tuli, menolak untuk dipeluk, tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang, melainkan asyik atau dengan diri sendiri, atau bermain sendiri, tidak merespon ajakan. Gangguan perilaku. Gangguan perilaku pada anak autis meliputi dua kemungkinan, pertama excessive atau kelebihan perilaku tertentu. Kelebihan perilaku akan ditunjukkan dengan gerakan seperti hiperaktif motorik yaitu tidak bisa diam, lari kesana-sini tak terarah, melompat-lompat, berputar-putar, memukul-mukul, mengulang-ulang suatu gerakan tertentu. Kedua deficient atau kekurangan terhadap perilaku yang seharusnya dilakukan. Deficient perilaku ditunjukkan dengan perilaku duduk diam bengong dengan tatapan mata kosong, bermain secara monoton dan kurang variatif, terpaku oleh suatu hal, misalnya bayangan atau suatu benda yang berputar, kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu. Gangguan emosi. Emosi anak kurang berkembang dengan baik, kurang ada rasa empati, tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab yang nyata, sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan apa yang diinginkan, bahkan bisa menjadi agresif dan destruktif hingga melukai diri sendiri atupun orang lain. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 113 e. Gangguan sensori Penderita autis mengalami gangguan sensori, baik terlalu sensitif ataupun mungkin justru kurang peka terhadap rangsang tertentu. Adakalanya anak autis terlalu sensitif dengan suara atau nada tertentu ataupun tekstur. Ada anak yang tidak tahan mendengar bunyi terompet hingga menutup telinga kuat-kuat, ada yang tidak tahan dengan tekstur kasar, sementara anak lainnya tidak tahan dengan tekstur halus. Dalam hal rasa kebanyakan anak autis mengalami gangguan dalam pengecap dan perasa sakit. Sebagian tidak bisa membedakan rasa manis, pait dan asin. Faktor Penyebab. Gejala autis udah terlihat sebelum usia tiga tahun, namun sampai saat ini belum diketahui penyebab secara pasti yang dapat menimbulkan gangguan autis (Paul, 2008). Walau begitu banyak laporan bahwa polusi dan zat kimia berat seperti timbel dan merkuri menjadi salah satu penyebab timbulnya autisme. Di daerah pabrik yang banyak polusi ternyata ditemukana banyak anak lahir autis. Di sebuah pantai yang airnya tercemar logam berat di Jepang juga banyak ditemukan anak autis. Sumber penyebab lain dari gangguan autisme adalah jamur, toksin, virus rubela, herpes. Paul (2008) menyatakan bahwa gangguan autis bersumber dari disfungsi sistem syaraf pusat yang muncul dalam bentuk gangguan neurologis, seperti problem kordinasi kanan dan kiri, rentang perhatian yang pendek serta kelebihan gerak motorik. Penelitian dalam dunia kedokteran modern menemukan adanya gangguan pada fungsi susunan syaraf pusat apa penderita autis. Gangguan tersebut bisa akibatkan oleh kelainan struktur otak yang terjadi ketika anak masih dalam kandungan, terutama yang terjadi pada usia kehamilan sebelum 3 bulan (Pusponegoro, 114 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif 2006). Usia tesebut merupakan saat pembentukan otak, yang bisa saja tejadi hambatan pertumbuhan otak karena berbagai sebab seperti karena virus toksoplasmosis, rubella, cytomegali, harpes, bisa juga karena jamur candida, pendarahan, keracunan makanan, udara yang beracun, serta zat kimia lain yang menghambat pertumbuhan otak. Beberapa penyakit ibu yang mengandung bisa menjadi sumber penyebab munculnya gangguan autisme, seperti encephalitis, phenylketonuria, tuberous, sclerosis, fragile X syndrome. Proses melahirkan yang bermasalah seperti kekurangan oksigen, keracunan, pemnggunaan tangbirth bisa menjadi sumber gangguan sistem syaraf pusat. Paul (2008) menyatakan bahwa sepertiga penderita autis memiliki tingkat serotonin yang tinggi. Banyak ahli yang menyatakan bahwa autis disebabkan oleh kombinasi makanan yang tidak sehat dan lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun. Misalnya timah hitam (Pb) dari knalpot kendaraan cerobong asap pabrik, cat tembok, cadmium (Cd) dari batu batere, air raksa (Hg) yang digunakan untuk menjinakkan kuman imunisasi. Antibiotik yang membunuh bakteri positif dan negatif di saluran cerna sangat berbahaya akan menyebabkan jamur berkembang di usus. Logam berat yang menumpuk di tubuh ibu hamil bisa masuk melalui demineralisasi tulang, tersalur ke bayi melalui ASI. Peneliti lain mengemukakan autis disebabkan karena faktor imunolbobulin, yaitu keadaan alergi seseorang. Gangguan autis bisa menyerang sejak dalam kandungan karena faktor genetik maupun faktor lingkungan. Orang tua yang mengidap autis cenderung melahirkan anak autis pula. Gangguan autis juga bisa muncul setelah lahir, setelah anak menunjukkan gejala perilaku yang normal, namun di tahun ke dua atau ketiga Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 115 anak gagap lebih gugup daripada anak lain, padahal gugup tidak termasuk sifat gagap. Ini tidak berarti anak gagap tidak bisa menjadi gugup, apalagi kalau dia sadar lingkungan tidak tahu apa yang harus diperbuat menghadapi anak seperti dia. Berhadapan dengan anak gagap memang dapat menimbulkan ketegangan tersendiri bagi orang tua dan guru. Umumnya orang dewasa bertanya-tanya, “bagaimana saya harus bersikap?”, “bagaimana caranya agar orang lain tidak tahu kalau saya kasihan padanya?”. Di lain pihak, bercakap-cakap tentang gagap bisa berarti sesuatu yang meringankan beban kedua belah pihak. Guru atau orang tua bisa memulai untuk bersikap terbuka, membicarakan dengan anak, misalnya mengatakan: “Kamu mau mengatakannya sendiri atau perlu saya bantu?” 2. 138 Melanjutkan perkataan anak Menyelesaikan atau melanjutkan kata atau kalimat yang akan diucapkan anak gagap bukan merupakan jalan yang baik, karena tidak selalu sesuai dengan yang akan diucapkan oleh anak. Akibatnya, timbul salah paham dan bisa mengganggu perasaan si gagap. Bila setiap kali anak gagap dibantu berbicara, resikonya lama-kelamaan anak maupun yang mendengar akan menganggap si penggagap memang tidak mampu bicara. Menolong melanjutkan kata-kata anak tanpa melihat adakalanya berhasil karena anak tidak merasa ada orang yang dengan sengaja membantunya. Yang terbaik justru menerima gagapnya, mencoba mengerti, tidak menilai atau mengomentari apapun tentang anak. ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Akibat yang sering muncul dari kegagalan beruntun, antara lain depressi berat, psikosomatis, rasa takut berlebihan atau kecanduan alkohol dan narkotika. Penderita gangguan konsentrasi menerima semua rangsangan dari luar tanpa disaring terlebih dahulu, serta mudah beralih pada rangsangan baru, mengalihkan perhatian dari tugas utama yang harus dikerjakannya. Akibatnya, yang bersangkutan merasa ia diberi tugas terlalu berat. Selain itu penderita gangguan konsentrasi jauh lebih mudah menderita stress. Seringkali penderitanya harus mencatat dengan rinci tugas-tugas ringan yang harus diselesaikannya. Misalnya, membeli roti, menjemput anak dari sekolah, membawa jas hujan atau payung dan hal remeh-remeh lainnya. Walau begitu dia bisa lupa mengerjakannya. Penderita ADD dewasa bisa tetap mengalami kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, bisa bertengkar dengan pimpinan serta konflik dengan teman. Penderita gangguan konsentrasi harus cerdik memanfaatkan kelemahannya dengan memilih pekerjaan yang cocok untuk penyakitnya, dan juga memilih partner hidup yang mengerti kelemahannya. Kecerdikan menyikapi gangguan yang ada, penderita ADD bisa sukses dalam hidup seperti negarawan Winston Churchill, musikus Wolfgang Amadeus Mozart serta bintang film Dustin Hoffman dan Whoopy Goldberg. Penanganan ADD bisa melalui terapi dan memberikan obat stimulasi sistem syaraf pusat, yaitu ritalin. Tujuannya untuk menormalkan aktivitas unsur pembawa pesan, serta mengaktifkan filter stimulus pada otak. Sejauh ini, para ahli mengetahui penderita gangguan konsentrasi, mengalami gangguan genetika fungsi biologis jaringan syaraf. Para penderita mengalami kekurangan unsur pembawa pesan seperti dopamin dan noradrenalin. Ritalin tidak dapat menyembuhkan penyakit gangguan konsentrasi, melainkan hanya membantu Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 123 meningkatkan konsentrasi. Penggunaan obat tersebut harus dengan pengawasan dokter. Penanganan ADHD bisa melalui jalan medis dengan obat metilfenidat, dekstro-amfetamin dan pemoline-magnesium yang berfungsi untuk membuat anak lebih konsentrasi dan lebih tenang. Namun obat ini mempunyai efek samping yaitu, timbul kantuk, nafsu makan berkurang atau sebaliknya, sulit tidur, tic (semacam kedutan), nyeri perut,sakit kepala, cemas, perasaan tidak nyaman, serta kreativitasnya terhambat. Dalam jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan obat. Anak hiperaktif biasanya mempunyai alergi tertentu, Ben Feingold dokter ahli alergi berhasil menangani anak hiperaktif melalui diet tanpa makanan pencetus alergi. Beberapa pemicu alergi perilaku hiperaktif antara lain makanan yang mengandung silsilat seperti jeruk, apel, apokat, beri dan anggur serta zat tambahan buatan seperti pengawet, pemanis, penyedap dan pewarn buatan. 3. 124 Keterbelakangan Mental (Mental Retardation) Keterbelakangan mental biasa dikenal dengan retardasi mental atau disingkat RM, merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri (berperilaku adaptif), yang mulai timbul sebelum usia 10 tahun. Santrok (2002) menyatakan bahwa mental retardation atau tunagrahita adalah keadaan kemampuan mental yang terbatas, IQ nya rendah, di bawah 70 dan mempunyai kesulitan untuk meyesuaikan diri dengan kehidupan seharihari. American Association on Mental Retardation (AAMR) menjelaskan keterbelakangan mental berarti menunjukkan ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif dibiarkan, anak akan terbiasa bicara dengan cara yang salah. Kebanyakan anak gagap senang berlaku dan diperlakukan sama seperti anak-anak lainnya. Sekali-sekali tutup mulut - tidak mendapat giliran memang lebih enak. Tapi lambat laun anak yang gagap itu juga ingin ikut serta, ingin sama seperti teman-temannya. Menyuruh anak gagap agar mulai bicara dengan lebih baik tak ada gunanya, malah membuat frustasi. Melarang untuk tidak gagap, justru akan menambah gagapnya, sebab anak memang tidak mampu untuk selalu bicara dengan lancar. Beberapa sikap yang perlu dihindarkan dalam menghadapi anak gagap meliputi hal berikut. 1. Tak acuh atau terlalu melindungi Menertawakan dan menirukan anak gagap, merupakan sikap yang tidak baik, namun berpura-pura tidak tahu sama sekali juga bukan suatu penyelesaian. Anak gagap sudah menyadari bahwa bicaranya menyimpang. Karena itu sebaiknya menerima saja seorang anak yang tidak dapat lancar berbicara seperti apa adanya. tapi jangan lupa memperhatikan apa yang dapat dilakukan anak gagap dengan lingkungannya (dengan pertolongan ahli) untuk memperlancar bicaranya. Anak-anak yang tidak lancar bicara (termasuk anak normal) lebih senang kalau bicaranya tidak dipotong. Ia juga tidak suka bila ada orang bicara atas namanya, mewakili dirinya, sebab hal itu seakan-akan menujukkan ia tidak sanggup mengemukakan pendapatnya sendiri. Terlalu “siap bantu” justru membuat anak gagap merasa dirinya seperti bayi yang memerlukan pertolongan apa saja. Banyak orang dewasa bersikap melindungi anak gagap secara berlebih-lebihan. Mereka menganggap Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 137 1) Gagap tahap pertama (primary stuttering). Kegagapan pada tingkat ini masih lebih mudah disembuhkan dibandingkan dengan gagap tahap berikutnya yaitu 2) Gagap tahap kedua (secondary stuttering). Pada tahap ini penderita sudah merasa cemas, takut, tidak per caya diri, dan diiringi dengan gejala sekunder seperti mengedip-ngedipkan mata, mengetuk-ngetuk meja, menggoyang-goyang kepala, dan lain-lain. Tipe gagap lainnya adalah anak menghindari katakata sulit, sehingga terkesan ketolol-tololan, anak akan mengucapkan kata lain sehingga pembicaraan menjadi tidak nyambung. Gagap bisa timbul karena adanya kekhawatiran bicaranya akan dipotong, atau menyadari kalau semuanya serba “cepat”, bila lambat tidak ada yang mau mendengar, timbulnya gagasan bahwa orang harus berbicara dengan “baik”. Gagap juga timbul ketika anak tahu bahwa yang lebih diperhatikan adalah bagaimana mengatakannya daripada apa yang dikatakan. Menekankan norma-norma diatas dapat memicu timbulnya gagap, karena itu lebih baik mengajarkan bahwa bicara itu sulit sehingga perlu mempelajari beberapa ketrampilan seperti bernapas dengan betul, menciptakan suara, dan membentuk vokal, dan kemudian baru isi (bahasa) nya diperhatikan Berdasar hasil penelitian dari setiap 100 anak, ada satu dua anak gagap. Gagap bisa terjadi pada siapa saja, anak dengan inteligensi tinggi maaupun anak yang berinteligensi rendah. Bisa terjadi pada pria atau wanita, bisa terjadi pada semua golongan dan lapisan masyarakat. Kalau 136 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif keterbatasaan dalam fungsi intelektual yang ada di bawah rata-rata, dan keterbatasan pada dua atau lebih ketrampilan adaptif seperti berkomunikasi, merawat diri, ketrampilan sosial, kesehatan dan keamanan, fungsi akademis, dan waktu luang. Gejala retardasi mental bisa terjadi sebelum usia 18 tahun (Hallahan dan Kauffman, 1988). Sementara American Psychological Association (APA) menyatakan anak tunagrahita adalah anak yang mengalami keterbatasan intelektual, keterbatasaan fungsi adaptif. Keadaan ini terjadi sebelum usia 22 tahun. Gangguan ini bisa terjadi sebelum lahir maupun setelah lahir karena kecelakaan. Ada empat golongan retardasi mental (Hallahan & Kauffman, 1991), yaitu: a. Mild mental retardation-tunagrahita ringan – IQ 50-75 Sekitar 85 % dari populasi tunagrahita berada dalam katergori tunagraahitaa ringan. Anak ini dapat diajarkan ketrampilan akademik hingga kelas 6 SD. Mereka dapat mempunyai kepercayaan diri tinggi, mandiri, berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik apabila lingkungan sosialnya memberikan suport. b. Moderate mental retardation-tunagrahita sedang – IQ 35-55 Jumlah penderita tunagrahita sedang diperkirakan 10% dari populasi tunagrahita. Anak ini mampu merawat diri melaksanakan tugas sederhana dengan bimbingan. c. Severe mental retardation-tunagrahita berat-IQ 20-40 Diperkirakan 3,4% dari jumlah populasi yang ada. Ketrampilan merawat diri dan berkomunikasi yang dapat dilakukan sangat terbatas, hanya pada tingkat dasar. d. Profound mental retardation-tunagrahita sangat berat-IQ 20-25 Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 125 Diperkirakan hanya 1-2% dari populasi yang ada. Kemungkinan dengan latihan dan supervisi yang ketat akan mampu merawat diri tingkat dasar. Faktor yang mempengaruhi terjadi RM adalah karena faktor keturunan dan karena pengaruh lingkungan. Sebagian besar kasus RM, penyebabnya tidak diketahui; hanya 25% kasus yang memiliki penyebab yang spesifik. Secara kasar, penyebab RM dibagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut (Kirk, 1970). a. Trauma (sebelum dan sesudah lahir), yaitu: perdarahan intrakranial sebelum atau sesudah lahir, hipoksia (kekurangan oksigen), sebelum, selama atau sesudah lahir, cedera kepala yang berat b. Infeksi (infeksi yang terjadi karena faktor bawaan dan sesudah lahir), seperti teriveksi virus rubella kongenitalis, meningitis, infeksi sitomegalovirus bawaan, ensefalitis, toksoplasmosis kongenitalis, infeksi HIV c. Kelainan kromosom, yaitu kesalahan pada jumlah kromosom seperti pada penyebabkan Sindroma Down, defek pada kromosom (sindroma X yang rapuh, sindroma angelman, sindroma Prader-Willi, translokasi kromosom dan sindroma cridu chat d. Kelainan genetik dan kelainan metabolik yang diturunkan, seperti galaktosemia, penyakit Tay-Sachs, Fenilketonuria, Sindroma Hunter, Sindroma Hurler Sindroma Sanfilippo, Leukodistrofi metakromatik, Adrenoleukodistrofi, Sindroma Lesch-Nyhan, Sindroma Rett, Sklerosis tuberose e. Metabolik, seperti sindroma Reye, Dehidrasi hipernatremik, Hipotiroid kongenital, Hipoglikemia f. Keracunan, terjadi karena pemakaian alkohol, amfetamin 126 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif mempengaruhi timbulnya kelainan bicara ini. Sementara itu ada teori (semantik) yang mengatakan, gagap bukan dimulai dari mulut si anak, tapi dari mulut orang tuanya. Suatu hal yang lumrah bahwa anak yang mulai lancar berbicara sering mengulang-ulang atau memperpanjang awal suku kata, apalagi dalam keadaan tergesa-gesa. Namun, banyak orang tua menuntut anak untuk membetulkannya saat itu juga. Ini bisa berkembang ke arah gagap. Gagap juga bila muncul bila anak beranggapan suaranya jelek, sehingga menyangka tidak ada yang mau mendengarkan. Akibatnya, ia frustasi dan gagap. Begitu pula kalau dalam diri si anak terdapat pertentangan (conflict reinforcement) untuk berbicara atau tidak. Pada anak laki-laki umumnya gangguan bicara ini ditunjang oleh adanya kelambatan proses kematangan susunan saraf yang mengkoordinasikan otot-otot untuk bicara. Terutama anak kidal yang dipaksa menggunakan tangan kanan. Gejala kegagapan bisa bermacam-macam. Ada over symptom (gejala yang tampak): a. Gejala primer, yakni terjadi pengulangan, perpanjangan, atau tersandung-sandung pada awal kata. b. Gejala sekunder/penyerta, yakni terbentuknya polapola bicara sebelum mulai bicara, diiringi dengan gerakan-gerakan seperti mengetuk-ngetuk meja, menggoyangkan kaki atau kepala. Selain itu masih ada yang disebut cover symptom (gejala yang tidak tampak) antara lain, gangguan emosional: frustasi, takut kata, takut situasi,takut oarang, pemalu, cemas, rendah diri. Tanda-tanda tersebut menunjukkan bahwa penderita mulai memasuki tahap kegagapan kedua (secondary stuttering). Ada dua tingkat kegagapan yaitu: Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 135 biasan mengisap pada anak. Dianggap bahwa mengisap yang berlebihan dengan menggunakan jempol dan botol berperan sebagai pengaman (pacifier) pada gangguan myofunction, menurunnya oral awareness, menurunnya kemampuan motorik oral. Gangguan fungsi otot sering dihubungkan dengan kesulitan-kesulitan bicara. Terpisah dari ditegakkannya hubungan antara distorsi dan gangguan fungsi otot, ada fakta-fakta yang tidak memperlihatkan adanya hubungan antara kebiasaan mengisap, kemampuan motorik oral dan gangguan bicara. Gagap Gagap merupakan salah satu bentuk gangguan dalam berbicara. Seseorang dikatakan gagap kalau mengalami penyimpangan bicara karena adanya pengulangan, perpanjangan suku kata pertama yang tidak disengaja atau ketegangan sehingga cara bicaranya terputus-putus, suaranya tertahan, dan terjadi gangguan irama. Gagap bisa timbul pada usia berapa pun, tapi 85% dimulai sebelum menginjak usia delapan tahun. Faktor yang dapat mengurangi kegagapan apabila penderita sedang berbicara sendiri, berbicara bersama orang-orang lain, bernyanyi, membaca doa, berbicara dengan anak kecil dan binatang, atau sedang dalam keadaan santai. Gagap akan makin terlihat kegagapannya, kalau penderita harus berbicara dengan orang yang lebih tua, lebih tinggi kedudukannya, di depan umum, sedang menghadapi tekanan emosi atau harus menjawab pertanyaan yang sulit. Penyebab kegagapan amat beragam. Bisa karena keturunan maupun karena lingkungan. Misalnya, orang tua yang sangat penuntut dan disiplin dalam segala macam peraturan di rumah, termasuk cara berbicara atau guru di sekolah bisa 134 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif g. h. dan obat lain pada ibu hamil. Keracunan metilmerkuri, timah hitam Faktor Gizi, kekurangan gizi seperti kwashiorkor, marasmus, malnutrisi Lingkungan, antara lain karena faktor kemiskinan, sindroma deprivasi Penanganan anak retardasi mental. Penanganan anak yang mengalami retardasi mental bertujuan untuk mengembangkan potensi anak semaksimal mungkin. Sebaiknya sedini mungkin diberikan pendidikan dan pelatihan khusus, yang meliputi pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial untuk membantu anak berfungsi dengan normal. Pendekatan perilaku sangat penting dalam memahami dan bekerja sama dengan anak RM (Maharani, 2007). Pencegahan gangguan perkembangan retardasi mental. Konsultasi genetik akan memberikan pengetahuan dan pengerti an kepada orang tua dari anak RM mengenai pe nyebab terjadinya RM. Vaksinasi MMR secara dramatis telah menurunkan angka kejadian rubella (campak Jerman) sebagai salah satu penyebab RM. Amniosentesis dan contoh vili korion merupakan pemeriksaan diagnostik yang dapat menemukan sejumlah kelainan, termasuk kelainan genetik dan korda spinalis atau kelainan otak pada janin. Setiap wanita hamil yang berumur lebih dari 35 tahun dianjurkan untuk menjalani amniosentesis dan pemeriksaan vili korion, karena memiliki resiko melahirkan bayi yang menderita Sindroma Down. USG juga dapat membantu menemukan adanya kelainan otak. Untuk mendeteksi Sindroma Down dan spina bifida juga bisa dilakukan pengukuran kadar alfa-protein serum. Diagnosis RM yang ditegakkan sebelum bayi lahir, akan Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 127 memberikan pilihan aborsi atau keluarga berencana kepada orang tua. Tindakan pencegahan lainnya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya RM antara lain. a. Genetik, yaitu melakukan penyaringan prenatal (sebelum lahir) untuk kelainan genetik dan konsultasi genetik untuk keluarga-keluarga yang memiliki resiko dapat mengurangi angka kejadian RM yang penyebabnya adalah faktor genetik. b. Sosial, program sosial pemerintah untuk memberantas kemiskinan dan menyelenggarakan pendidikan yang baik dapat mengurangi angka kejadian RM ringan akibat kemiskinan dan status ekonomi yang rendah. c. Keracunan, mengindari racun bisa dilakukan melalui program lingkungan bersih untuk mengurangi timah hitam dan merkuri serta racun lainnya akan mengurangi RM akibat keracunan. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan efek dari pemakaian alkohol dan obat- obatan selama kehamilan dapat mengurangi angka kejadian RM. d. Infeksi, pencegahan terhadap terjangkitnya infeksi rubella kongenitalis merupakan contoh yang baik dari program yang berhasil untuk mencegah salah satu bentuk RM. Meningkatkan kewaspadaan yang konstan (misalnya yang berhubungan dengan kucing, toksoplasmosis dan kehamilan), membantu mengurangi RM akibat toksoplasmosis. 4. 128 Gangguan Perkembangan Bahasa Penyebab gangguan perkembangan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerusan impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara. Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah gangguan pendengaran, kelainan organ bicara, retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif berinteraksi akan memiliki kemampuan bahasa yang rendah. Lingkungan verbal. Lingkungan verbal mempengaruhi proses belajar bahasa anak. Anak di lingkungan keluarga profesional akan belajar kata-kata tiga kali lebih banyak dalam seminggu dibandingkan anak yang dibesarkan dalam keluarga dengan kemampuan verbal lebih rendah. Pendidikan. Studi lain melaporkan juga ibu dengan tingkat pendidikan rendah merupakan faktor resiko keterlambatan bahasa pada anaknya. Jumlah anak. Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa jumlah anak dalam keluarga mempengaruhi perkembangan bahasa seorang anak, berhubugan dengan intensitas komunikasi antara orang tua dan anak. Kemiskinan menempatkan anak pada resiko meningkatnya problem-problem rumah tangga. Kemiskinan secara signifikan mempertinggi resiko terpaparnya masalah kesehatan seperti asma, malnutrisi. Genetik. Laporan-laporan kasus sering memperlihatkan riwayat keluarga positif pada gangguan komunikasi. Antara 28% and 60% dari anak-anak dengan gangguan bicara dan bahasa mempunyai saudara kandung dan/atau orang tua yang juga mengalami kesulitan bicara dan bahasa. Pre dan perinatal. Penyebab spesifik berhubungan antara kesulitan pre dan perinatal dengan gangguan bicara dan bahasa juga telah dibuktikan melalui beberapa penelitian. Infeksi selama kehamilan, imaturitas dan berat badan lahir rendah dilaporkan mempunyai efek negatif pada perkembangan bicara dan bahasa. Sucking habits Gangguan bicara dihubungkan dengan kebiasaan-keDra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 133 d. Bahasa dan pikiran adalah faktor bebas tapi kemampuan yang berkaitan. Sesuai dengan teori-teori tersebut maka kognisi bertanggung jawab pada pemerolehan bahasa dan pengetahuan kognisi merupakan dasar pemahaman kata. Prematuritas. Weindrich menemukan adanya faktorfaktor yang berhubungan dengan prematuritas yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak, seperti berat badan lahir, apgar score, lama perawatan di rumah sakit, bayi yang iritatif, dan kondisi bayi saat keluar rumah sakit. Hasil penelitian melaporkan bahwa gangguan bahasa sekitar 40% dan 70% merupakan kecendrungan dalam suatu keluarga. Separuh keluarga yang memiliki anak dengan gangguan bahasa, minimal satu dari anggota keluarganya memiliki problem bahasa. Dalam hal ini faktor genetis memainkan peran terhadap gangguan perkembangan bahasa. Sulit mengetahui berapa banyak transmisi intergenerasi gangguangangguan bahasa tersebut, disebabkan oleh kurangnya dukungan lingkungan terhadap bahasa. 2. 132 Faktor Eksternal (Faktor Lingkungan) Riwayat keluarga. Demikian pula dengan anak dalam keluarga yang mempunyai riwayat keterlambatan atau gangguan bahasa beresiko mengalami keterlambatan bahasa pula. Riwayat keluarga yang dimaksud antara lain anggota keluarga yang mengalami keterlambatan berbicara, memiliki gangguan bahasa, gangguan bicara atau masalah belajar. Pola asuh. Beberapa penelitian menemukan bahwa anak yang menerima contoh berbahasa yang tidak adekuat dari keluarga, yang tidak memiliki pasangan komunikasi yang cukup dan juga yang kurang memiliki kesempatan untuk ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif selektif, keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi lingkungan. Deprivasi lingkungan terdiri dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya. Paul (2008) menyatakan anak yang mengalami stress sangat mudah mengalami gangguan perkembangan bahasa. Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat juga disebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian dua bahasa. Bila penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat. Terdapat tiga penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional. Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan bicara golongan ini disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan seperti ini sering dialami oleh laki-laki dan sering terdapat riwayat keterlambatan bicara pada keluarga. Biasanya hal ini merupakan keterlambatan Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 129 bicara yang ringan dan prognosisnya baik. Pada umumnya kemampuan bicara akan tampak membaik setelah memasuki usia 2 tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan penderita dengan keterlambatan ini, kemampuan bicara saat masuk usia sekolah akan normal seperti anak lainnya. Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami gangguan perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif. Ciri khas lain adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis lainnya. Paul (2008) menguraikan tanda-tanda awal ada gangguan perkembangan bahasa yang perlu diwaspadai antara lain. a. Pada usia delapan belas bulan anak hanya mampu melafalkan jumlah kata yang sangat sedikit serta tidak memahami bahasa verbal b. Setelah usia delepan belas bulan masih menggunakan bahasa yang salah dalam hal struktur atau dalam menggunakan kata ganti. c. Tidak dapat menunjukkan bagian tubuh berdasar pertanyaan orang lain d. Tidak mampu merangkai kalimat pada usia dua setengah tahun e. Mengalami gangguan artikulasi terus menerus hingga usia empat tahun. Seperti menggunakan bahasa yang lambat dan aneh. Faktor Penyebab Gangguan Perkembangan Bahasa 1. Faktor Internal Berbagai faktor internal atau faktor biologis tubuh seperti faktor persepsi, kognisi dan prematuritas dianggap sebagai faktor penyebab keterlambatan bicara pada anak. 130 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Persepsi. Persepsi merupakan kemampuan membedakan informasi yang masuk kedalam otak. Secara bertahap anak akan mempelajari stimulasi-stimulasi baru mulai dari raba, rasa, penciuman kemudian penglihatan dan pendengaran. Gangguan pada aspek bisa menyebabkan gangguan dalam perkembangan bahasa. Pada usia balita, kemampuan persepsi auditori mulai terbentuk pada usia 6 atau 12 bulan, dapat memprediksi ukuran kosa kata dan kerumitan pembentukan pada usia 23 bulan. Telinga sebagai organ sensori auditori berperan penting dalam perkembangan bahasa. Beberapa studi menemukan gangguan pendengaran karena otitis media pada anak akan mengganggu perkembangan bahasa. Sel saraf bayi baru lahir relatif belum terorganisir dan belum spesifik. Dalam perkembangannya, anak mulai membangun peta auditori dari fonem, pemetaan terbentuk saat fonem terdengar. Pengaruh bahasa ucapan berhubungan langsung terhadap jumlah kata-kata yang didengar anak selama masa awal perkembangan sampai akhir umur pra sekolah. Kognisi. Anak pada usia ini sangat aktif mengatur pengalamannya ke dalam kelompok umum maupun konsep yang lebih besar. Anak belajar mewakilkan, melambangkan ide dan konsep. Kemampuan ini merupakan kemampuan kognisi dasar untuk pemberolehan bahasa anak. Beberapa teori yang menjelaskan hubungan antara kognisi dan bahasa: a. Bahasa berdasarkan dan ditentukan oleh pikiran (cognitive determinism) b. Kualitas pikiran ditentukan oleh bahasa (linguistic determinism) c. Pada awalnya pikiran memproses bahasa tapi selanjutnya pikiran dipengaruhi oleh bahasa. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 131 termasuk perilaku berbohong. Sifat khas anak adalah mudah meniru (melakukan imitasi) terhadap apa yang ada di sekitarnya, meniru apa yang dilakukan orang lain khususnya orang tua. Anak berbohong bisa disebabkan karena anak melihat, mendengar orang tua, guru, atau teman berbohong, kemudian menirunya. Anak akan belajar dari pengalaman baik dari yang dilihat maupun yang dialami sendiri. Bila suatu kebohongan ternyata tidak merugikan, bahkan menimbulkan efek yang menyenangkan maka anak cenderung meniru, mengikuti bahkan mengulangi kebohongan yang telah dilakukan baik oleh diri sendiri maupun kebohongan yang dilakukan orang lain. Untuk mencegahnya usahakan setiap bentuk kebohongan bisa menimbulkan efek yang tidak menyenangkan, merugikan, menyengsarakan sehingga anak tidak mau meniru atau melakukannya. Adakalanya justru perilaku orang tua yang menumbuhkembangkan kebiasaan berbohong pada anak. Misalnya ada seorang ibu yang berpesan pada anaknya bila ada tamu katakan bahwa ibu tidak ada. Sikap ini secara tidak langsung mengajarkan pada anak bahwa berbohong itu wajar, lazim, dan boleh. Anak juga bisa belajar berbohong dari teman atau kakak. Misalnya anak dipesan agar jangan memberitahu ibu bila kakak/teman tadi pulang terlambat, kemudian anak tersebut diberi sebatang coklat untuk tutup mulut. Dari kejadian ini anak merasa bahwa bohong itu nikmat, dan anak akan menikmati kebohongankebohongan lainnya. Jujur, jadi hancur Banyak fakta yang membutikan ketika anak mencoba bersikap jujur justru kehancuran yang diperolehnya. Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa adakalanya justru memberikan 154 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Cara ini akan mengurangi kecemasan pada anak gagap. Anak gagap yang menyadari kegagapanya akan lebih baik perkembangannya karena dia akan berusaha cara bicara yang lebih baik, dari pada anak gagap yang merasa dirinya tidak mempunyai masalah. 3. Hindari mengritik Menyembuhkan gagap perlu diawali dengan menghilangkan rasa takut, cemas, malu yang menghantuidirinya. Dengan terapi, anak gagap belajar memahami dirinya sendir secara positif. Orang tua (biasanya lantaran jengkel) sebaiknya tidak menyuruh anak bicara lebih tenang, sebab efeknya malah kebalikkannya. Si anak yang merasa dikritik jadi bimbang dan mulai berusaha memperbaikinya, tapi dengan perasaan “tegang”. Hasilnya justru menjadi semakin gagap. Orang tua yang ingin menolong anaknya, sebaiknya jangan ada nada kritikan dalam kata-katanya. Membicarakan gagap tanpa ada rasa merendahkan, bisa membuahkan hasil yang positf. “Berbicara lambat” pun tidak selalu merupakan jalan yang baik, sebab tidak semua penggagap disebabkan bicara terlalu cepat. 4. Berkonsultasi dengan ahli Apabila kegagapan anak bertambah parah atau mengalami gangguan emosional, akan lebih baik orang tua/guru konsultasi dengan psikolog, terapis wicara agar anak mendapat penanganann yang tepat. 5. Bercerita tentang penderita gagap yang sukses Banyak orang gagap yang dapat mengatasi kegagapannya dan hidup sukses. Orang tua dapat Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 139 menceritakan kisah orang gagap yang dapat hidup normal bahkan hidup dengan sukses seperti Winston Churchill, orator terkenal di dunia. Waktu Munculnya Gagap Awal kegagapan biasanya timbul ketika seorang anak mulai menyusun kalimat, sekitar umur 2 tahun, ketika anak akan masuk TK, walaupun ada anak mulai gagap ketika berumur 10-13 tahun. Paul (2008) mengungkapkan kegagapan pada umumnya muncul pada awal masa anakanak dan akan memuncak pada usia empat setengah tahun. Anak laki-laki mempunyai kecenderungan tiga kali lebih besar dari pada anak perempuan. Penderita gagap biasanya sangat tegang, memilih kata-kata dengan hati-hati untuk menghindari bunyi yang sulit, bahkan kadang menolak untuk berbicara. Gagap yang timbul setelah dewasa lebih banyak karena karena gangguan syaraf, karena pengalaman yang mengguncang batinnya (trauma atau scok). Awal timbulnya gagap tidak terjadi setiap hari, mula-mula hari ini gagap, besok tidak. Umumnya terjadi sedikit demi sedikit, tahap demi tahap. Biasanya anak mulai gagap dengan mengulang-ulang, tapi dengan cara yang tenang. Ada anak yang mengulang satu kata, “Kami-kami-kami pergi ke kebun binatang, dandan-dan …”. Sikap orang lain dalam menanggapi awal kegagapan anak ini adakalanya justru menjadi pemicu gagap yang bersifat permanen. Anak gagap umumnya akan merasa enggan berbicara dengan anak lain yang dianggap lebih kuat, lebih tinggi kemampuannya Perkembaangan gagap bisa berhubungan dengan auditive feedback, artinya, anak mendengar dirinya berbi140 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif 3. Berbohong Bohong merupakan perbuatan yang tidak terpuji, yang bisa merugikan diri dan orang lain, sehingga perlu dihindari. Kebisaan berbohong bisa terbentuk sejak awal kehidupan anak, ketika anak belum berusia 5 tahun, sebagai akibat pola asuh orang tua/lingkungan yang tidak benar. Semua orang tua pada dasarnya mengharap anak agar tidak mempunyai kebiasaan berbobong, mempunyai sikap jujur, terbuka dan berkata apa adanya. Kenyataannya banyak anak melakukan kebohongan, baik tingkat ringan maupun tingkat berat hingga merugikan, bahkan bisa mencelakakan orang lain. Ketika anak berbohong atau berkata tidak apa adanya, anak merasa bahwa perbuatannya tersebut bukan suatu kebohongan, atau anak tidak merasa bahwa ia telah melakukan suatu perbuatan yang tidak baik. Hal ini karena berbohong mengandung dua tipe yaitu: a. Sebagai upaya menyelamatkan diri dari ancaman, hukuman, celaan dan sejenisnya atas perbuatan (pelanggaran/kesalahan) yang telah dilakukan b. Sebagai akibat berkembangnya daya fantasi. Anak berbohong karena dikuasai daya fantasinya. Berikut ini dipaparkan berbagai sebab mengapa anak melakukan kebohongan. Proses imitasi Hadist nabi mengatakan bahwa anak lahir dalam keadaan fitrah, artinya jiwa anak dalam kondisi suci, jauh dari perbuatan tercela. Lingkungan (orang tua, guru dan orang dewasa lain) mempunyai peran besar untuk membawa anak dalam perkembangan tertentu, membawa anak dalam sikap dan perilaku tertentu, Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 153 i. 152 sampai batas waktu yang telah ditentukan pihak sekolah. Lepaskan anak secara bertahap, misalnya pada hari-hari pertama, orangtua berada di dalam kelas dan lama kelamaan bergeser sedikit-demi sedikit di luar kelas namun masih dalam jangkauan penglihatan anak. Jika anak sudah bisa merasa nyaman dengan lingkungan baru dan tampak “happy” dengan teman-temannya – maka sudah waktunya bagi orangtua untuk meninggalkannya di kelas dan sudah waktunya pula bagi orangtua untuk tidak lagi bersikap overprotective, demi menumbuhkan rasa percaya diri pada anak dan kemandirian. Konsultasikan pada psikolog/konselor jika masalah terjadi berlarut-larut Jika anak tidak dapat mengatasi fobia sekolahnya hingga jangka waktu yang panjang, hal ini menandakan adanya problem psikologis yang perlu ditangani secara proporsional oleh ahlinya. Apalagi, jika fobia sekolah ini sampai mengakibatkan anak ketinggalan pelajaran, prestasinya menurun dan hambatan penyesuaian diri yang serius – maka secepat mungkin persoalan ini segera dituntaskan. Psikolog/konselor akan membantu menemukan pokok persoalan yang mendasari ketakutan, kecemasan anak, sekaligus menemukan elemen lain yang tidak terpikirkan oleh keluarga – namun justru timbul dari dalam keluarga sendiri (misalnya takut dapat nilai jelek karena takut dimarahi oleh papanya). Untuk itulah konselor/psikolog umumnya menghendaki keterlibatan secara aktif dari pihak orangtua dalam menangani masalah yang dihadapi anaknya. Jadi, orangtua pun harus belajar mengenali siapa dirinya dan menilai bagaimana perannya sebagai orangtua melalui masalahmasalah yang timbul dalam diri anak. ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif cara, dan begitu sadar ada yang salah, dia langsung bereaksi. Menyembuhkan kegagapan juga sangat bergantung antara lain pada bagaimana anak gagap itu sendiri menilai cara bicaranya. Takut dan tidak yakin membuat anak gagap menganggap kesan yang diberikan orang selalu negatif. Bisa jadi ia akan selalu berpikir, “Mereka pasti sedang menertawakan saya!”. Ada beberapa teori tentang munculnya gagap, pertama karena gangguan neurotik, sebagian lagi beranggapan karena adanya konflik dalam keluarga serta yang lain karena gangguan biologis seperti gangguan pada otot leher (Paul, 2008). Anak yang gagap biasanya mempunyai anggota keluarga yang gagap juga. D. Gangguan-gangguan Perilaku 1. Fobia Sekolah Fobia sekolah adalah bentuk kecemasan yang tinggi terhadap sekolah yang biasanya disertai dengan berbagai keluhan yang tidak pernah muncul atau pun hilang ketika “masa keberangkatan” sudah lewat, atau hari Minggu/libur. Fobia sekolah dapat sewaktuwaktu dialami oleh setiap anak hingga usianya 14-15 tahun, saat dirinya mulai bersekolah di sekolah baru atau menghadapi lingkungan baru atau pun ketika ia menghadapai suatu pengalaman yang tidak menyenangkan di sekolahnya. Tingkat dan Jenis Penolakan terhadap Sekolah Para ahli menunjuk adanya beberapa tingkatan school refusal, mulai dari yang ringan hingga yang berat (fobia), yaitu: a. Initial school refusal behavior adalah sikap menolak sekolah yang berlangsung dalam waktu yang sangat singkat (seketika/ Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 141 b. c. d. tiba-tiba) yang berakhir dengan sendirinya tanpa perlu penanganan. Substantial school refusal behavior adalah sikap penolakan yang berlangsung selama minimal 2 minggu. Acute school refusal behavior adalah sikap penolakan yang bisa berlangsung 2 minggu hingga 1 tahun, dan selama itu anak mengalami masalah setiap kali hendak berangkat sekolah Chronic school refusal behavior adalah sikap penolakan yang berlangsung lebih dari setahun, bahkan selama anak tersebut bersekolah di tempat itu. Tanda-tanda Fobia Sekolah Ada beberapa tanda yang dapat dijadikan sebagai kriteria fobia sekolah atau pun school refusal, yaitu: • Menolak untuk berangkat ke sekolah. • Mau datang ke sekolah, tetapi tidak lama kemudian minta pulang • Pergi ke sekolah dengan menangis, menempel terus dengan mama/papa atau pengasuhnya, atau menunjukkan “tantrum”-nya seperti menjerit-jerit di kelas, agresif terhadap anak lainnya (memukul, menggigit, dsb) atau pun menunjukkan sikap-sikap melawan/menentang gurunya. • Menunjukkan ekspresi/raut wajah sedemikian rupa untuk meminta belas kasih guru agar diijinkan pulang – dan ini berlangsung selama periode tertentu. • Tidak masuk sekolah selama beberapa hari. • Keluhan fisik yang sering dijadikan alasan seperti sakit perut, sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, diare, gatal-gatal, gemetaran, keringatan, atau keluhan lainnya. Anak berharap dengan mengemukakan alasan sakit, maka ia diperbolehkan tinggal di rumah. • Mengemukakan keluhan lain (di luar keluhan fisik) dengan 142 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif g. h. mendesak atau bahkan tidak mempercayai kata-kata anak. Cara ini hanya akan membuat anak makin tertutup pada orangtua hingga masalahnya tidak bisa terbuka dan tuntas. Orangtua perlu menyatakan kesediaan untuk mendampingi dan membantu anak mengatasi kecemasannya terhadap sesuatu, termasuk jika masalah bersumber dari dalam rumah tangga sendiri. Orangtua perlu introspeksi diri dan kalau perlu merubah sikap demi memperbaiki keadaan dalam rumah tangga. Orangtua dan guru dapat mengajarkan cara-cara atau strategi yang bisa anak gunakan dalam menghadapi situasi yang menakutkannya. Lebih baik membekali anak dengan strategi pemecahan masalah daripada mendorongnya untuk menghindari problem, karena anak akan makin tergantung pada orangtua, makin tidak percaya diri, makin penakut, dan tidak termotivasi untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Kemukakan manfaat ketika anak mau bersekolah Bisa bermain bersama, terlibat dalam aktivitas sekolah, menggunakan peralatan permainan yang dimiliki sekolah adalah beberapa manfaat bersekolah yang bisa disampaikan kepada anak. Lepaskan anak secara bertahap Pengalaman pertama bersekolah tentu mendatangkan kecemasan bagi anak, terlebih karena ia harus berada di lingkungan baru yang masih asing baginya dan tidak dapat ia kendalikan sebagaimana di rumah. Tidak heran banyak anak menangis sampai menjerit-jerit ketika diantar mamanya ke sekolah. Pada kasus seperti ini, orangtua perlu memberikan kesempatan pada anak menyesuaikan diri dengan lingkungan baru-nya. Pada beberapa sekolah, orangtua/pengasuh diperbolehkan berada di dalam kelas hingga 1-2 minggu atau Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 151 d. e. f. 150 karena penyakit lainnya yang perlu ditangani secara seksama Kerjasama antara orang tua dengan guru Pada umumnya para guru sudah biasa menangani masalah fobia sekolah atau pun school refusal (terutama guru-guru preschool hingga TK). Hampir setiap musim sekolah tiba, ada saja murid yang mogok sekolah atau menangis terus tidak mau ditinggal orangtuanya atau bahkan minta pulang. Orangtua bisa minta bantuan pihak guru atau pun school assistant untuk menenangkan anak dengan caracara seperti membawanya ke perpustakaan, mengajak anak beristirahat sejenak di tempat yang tenang, atau pada anak yang lebih besar, guru dapat mendiskusikan masalah yang sedang memberati anak. Guru yang bijaksana, tentu bersedia memberikan perhatian ekstra terhadap anak yang mogok untuk mengembalikan kestabilan emosi sambil membantu anak mengatasi persoalan yang dihadapi – yang membuatnya cemas, gelisah dan takut. Selain itu, berdiskusi dengan guru untuk meneliti faktor penyebab di sekolah (misalnya diejek teman, dipukul, dsb) adalah langkah yang bermanfaat dalam upaya memahami situasi yang biasa dihadapi anak setiap hari. Menggunakan foto anggota keluarga Keberadaan orang tua di pagi hari dapat membantu mengurangi phobia anak, membantu anak merasa lebih aman. Demikian juga dengan foto orang tua, foto rumah, kakak atau adik, binatang peliharaan dapat mengurangi kecemasan atau membantu menenangkan anak. Luangkan waktu untuk berdiskusi/berbicara dengan anak Luangkan waktu yang intensif dan tidak tergesa-gesa untuk dapat mendiskusikan apa yang membuat anak takut, cemas atau enggan pergi ke sekolah. Hindarkan sikap ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif tujuan tidak usah berangkat ke sekolah. Waktu Berlangsungnya Fobia Sekolah. Berapa lama waktu berlangsungnya fobia sekolah amat tergantung pada penanganan yang dilakukan oleh orangtua. Makin lama anak dibiarkan tidak masuk sekolah (tidak mendapat penanganan apapun), makin lama problem itu akan selesai dan makin sering/intens keluhan yang dilontarkan anak. Namun, makin cepat ditangani, problem biasanya akan berangsur-angsur pulih dalam waktu sekitar 1 atau 2 minggu. Faktor Penyebab. Phobia bisa muncul karena adanya tekanan, baik d rumah, di sekolah atau tekanan karena faktor lain seperti pindah rumah, pindah sekolah, sakit, atau karena hambatan belajar (Paul, 2008). Ada beberapa penyebab yang membuat anak seringkali menjadi mogok sekolah. orangtua perlu bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menyikapi sikap pemogokan itu, agar dapat memberikan penanganan yang benarbenar tepat. Alangkah baiknya, jika orangtua mau bersikap terbuka dalam mempelajari dan mencari semua kemungkinan yang bisa terjadi. Konsultasi dengan guru di sekolah, sharing dengan sesama orangtua murid, diskusi dengan anak, konsultasi dengan konselor/psikolog, (kalau perlu) memeriksakan anak ke paramedis/dokter sesuai keluhan yang dikemukakannya, hingga introspeksi diri – adalah metode yang tepat untuk mendapatkan gambaran penyebab dari fobia sekolah anak. Berhati-hatilah untuk membuat diagnosa secara subyektif, didasarkan pada pendapat pribadi diri sendiri atau keluhan anak semata. Di bawah ini ada beberapa penyebab fobia sekolah dan school refusal: 2. Separation Anxiety Separation anxiety pada umumnya dialami anak-anak kecil usia balita (18–24 bulan). Kecemasan itu sebenarnya adalah Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 143 fenomena yang normal. Anak yang lebih besar pun (preschooler, TK hingga awal SD) tidak luput dari separation anxiety. Bagi mereka, sekolah berarti pergi dari rumah untuk jangka waktu yang cukup lama. Mereka tidak hanya akan merasa rindu terhadap orangtua, rumah, atau pun mainannya – tapi mereka pun cemas menghadapi tantangan, pengalaman baru dan tekanan-tekanan yang dijumpai di luar rumah. Separation anxiety bisa saja dialami anak-anak yang berasal dari keluarga harmonis, hangat dan akrab yang amat dekat hubungannya dengan orangtua – singkat kata, tidak ada masalah dengan orangtua. Orangtua mereka adalah orangtua yang baik dan peduli pada anak, dan mempunyai kelekatan yang baik. Namun tetap saja anak cemas pada saat sekolah tiba. Tanpa orangtua pahami, anak-anak sering mencemaskan orangtuanya. Mereka takut kalau-kalau orangtua mereka diculik, atau diserang monster atau mengalami kecelakaan sementara mereka tidak berada di dekat orangtua. Ketakutan itu tidak dibuat-buat, namun merupakan fenomena yang biasa hinggap pada anakanak usia batita dan balita. Oleh sebab itu, mereka tidak ingin berpisah dari orangtua dan malah lengket-nempel terus pada mama-papanya. Peningkatan kecemasan menimbulkan rasa tidak nyaman pada tubuh mereka, dan ini lah yang sering dikeluhkan (perut sakit, mual, pusing, dsb). Sejalan dengan perkembangan kognisi anak, ketakutan dan kecemasan yang bersifat irrasional itu akan memudar dengan sendirinya karena anak mulai bisa berpikir logis dan realistis. Separation anxiety bisa muncul kala anak selesai menjalani masa liburan panjang atau pun mengalami sakit serius hingga tidak bisa masuk sekolah dalam jangka waktu yang panjang. Selama di rumah atau liburan, kuantitas kedekatan dan interaksi 144 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif c. Jika sampai terlambat, anak tetap harus berangkat ke sekolah – kalau perlu ditemani/diantar orangtua. Demikian juga jika sesampai di sekolah anak minta pulang, maka orangtua harus tegas dan bekerja sama dengan pihak guru untuk menenangkan anak agar akhirnya anak merasa nyaman kembali. Jika anak menjerit, menangis, ngamuk, marah-marah atau bertingkah laku aneh-aneh lainnya, orangtua hendaknya sabar. Ajaklah anak ke tempat yang tenang dan bicaralah baik-baik hingga kecemasan dan ketakutannya berkurang/hilang; dan sesudah itu bawalah anak kembali ke kelasnya. Situasi ini dialami secara berbeda antara satu orang dengan yang lain, tergantung dari kemampuan orangtua menenangkan dan mendekatkan diri pada anak. Namun jika orangtua mengalami kesulitan dalam menghadapi sikap anaknya, mintalah bantuan pada guru atau sesama orangtua murid lainnya yang dikenal cukup dekat oleh anak. Terkadang, keberadaan mereka justru membuat anak lebih bisa mengendalikan diri. Konsultasikan masalah kesehatan anak pada dokter Jika kita tidak yakin akan kesehatan anak, bawalah segera ke dokter untuk mendapatkan kepastian tentang ada/ tidaknya problem kesehatan anak. Orangtua tentu lebih peka terhadap keadaan anaknya setiap hari; perubahan sekecil apapun biasanya akan mudah dideteksi orangtua. Jadi, ketika anak mengeluhkan sesuatu pada tubuhnya (pusing, mual, dsb), orangtua dapat membawanya ke dokter yang buka praktek di pagi hari agar setelah itu anak tetap dapat kembali ke sekolah. Selain itu, dokter pun dapat membantu orangtua memberikan diagnosa, apakah keluhan anak merupakan pertanda dari adanya stress terhadap sekolah, atau kah Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 149 b. 148 ke sekolah, dan bahkan keluhannya akan makin intens dan meningkat. Selain itu, dengan mengijinkannya absen dari sekolah, anak akan makin ketinggalan pelajaran, serta makin sulit menyesuaikan diri dengan teman-temannya. Kemungkinan besar anak akan coba-coba bernegosiasi dengan orangtua, untuk menguji ketegasan dan konsistensi orangtua. Jika ternyata pada suatu hari orangtua akhirnya “luluh”, maka keesokkan harinya anak akan mengulang pola yang sama. Tetaplah bersikap hangat, penuh pengertian, namun tegas dan bijaksana sambil menenangkan anak bahwa semua akan lebih baik setibanya dia di sekolah. Berusahalah untuk tegas dan konsisten dalam bereaksi terhadap keluhan, rengekan, tantrum atau pun rajukan anak yang tidak mau sekolah. Entah karena pusing mendengar suara anak atau karena amat mengkhawatirkan kesehatan anak, orangtua seringkali meluluskan permintaan anak. Tindakan ini tentu tidak sepenuhnya benar. Jika ketika bangun pagi anak segar bugar dan bisa berlari-lari keliling rumah atau pun sarapan pagi dengan baik, namun pada saat mau berangkat sekolah, tiba-tiba mogok – maka sebaiknya orangtua tidak melayani sikap “negosiasi” anak dan langsung mengantarnya ke sekolah. Satu hal penting untuk diingat adalah hindari sikap menjanjikan hadiah jika anak mau berangkat ke sekolah, karena hal ini akan menjadi pola kebiasaan yang tidak baik (hanya mau sekolah jika diberi hadiah). Anak tidak akan mempunyai kesadaran sendiri kenapa dirinya harus sekolah dan terbiasa memanipulasi orangtua/lingkungannya. Anak jadi tahu bagaimana taktik atau strategi yang jitu dalam mengupayakan agar keinginannya terlaksana. ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif antara orangtua dengan anak tentu saja lebih tinggi dari pada ketika masa sekolah. Situasi demikian, sudah tentu membuat anak nyaman dan aman. Pada waktu sekolah tiba, anak harus menghadapi ketidakpastian yang menimbulkan rasa cemas dan takut. Namun, dengan berjalannya waktu, anak yang memiliki rasa percaya diri, dapat perlahan-lahan beradaptasi dengan situasi sekolah. Anak yang mempunyai rasa percaya diri yang rendah, berpotensi menjadi anak yang anxiety prone-children (anak yang memiliki kecenderungan mudah cemas) dan cenderung mudah mengalami depresi. Banyak orangtua yang tidak sadar bahwa sikap dan pola asuh yang diterapkan pada anak ikut menyumbang terbentuknya dependency (ketergantungan), rasa kurang percaya diri dan kekhawatiran yang berlebihan. Contohnya, sikap orangtua yang overprotective terhadap anak hingga tidak menumbuhkan rasa percaya diri keberanian dan kemandirian. Anak tidak pernah diperbolehkan, dibiarkan atau didorong untuk berani mandiri. Orangtua takut kalau-kalau anaknya kelelahan, terluka, jatuh, tersesat, sakit, dan berbagai alasan lainnya. Anak selalu berada dalam proteksi, pelayanan dan pengawalan melekat dari orangtua. Akibatnya, anak akan tumbuh menjadi anak manja, selalu tergantung pada pelayanan dan bantuan orangtua, penakut, cengeng, dan tidak mampu memecahkan persoalannya sendiri. Banyak orangtua yang tanpa sadar membuat pola ketergantungan ini berlangsung terusmenerus agar mereka merasa selalu dibutuhkan (berarti, berguna) dan sekaligus menjadikan anak sebagai teman “abadi”. Padahal, dibalik ketergantungan sang anak terhadap orangtua, tersimpan kebutuhan dan ketergantungan orangtua pada “pengakuan” sang anak. Akibatnya, keduanya tidak dapat memisahkan diri Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 145 146 saat anak harus mandiri dan sulit bertumbuh menjadi individu yang dewasa. agresif, pemurung, kehilangan nafsu makan, keluhan-keluhan fisik, dan tanda-tanda lain seperti yang telah disebutkan di atas. Pengalaman Negatif di Sekolah atau Lingkungan Mungkin saja anak menolak ke sekolah karena dirinya kesal, takut dan malu setelah mendapat cemoohan, ejekan atau pun di”ganggu” teman-temannya di sekolah. Atau anak merasa malu karena tidak cantik, tidak kaya, gendut, kurus, hitam, atau takut gagal dan mendapat nilai buruk di sekolah. Di samping itu, persepsi terhadap keberadaan guru yang galak, pilih kasih, atau “seram” membuat anak jadi takut dan cemas menghadapi guru dan mata pelajarannya. Atau, ada hal lain yang membuatnya cemas, seperti mobil jemputan yang tidak nyaman karena ngebut, perjalanan yang panjang dan melelahkan, takut pergi sendiri ke sekolah, takut sekolah setelah mendengar cerita seram di sekolah, takut menyeberang jalan, takut bertemu seseorang yang “menyeramkan” di perjalanan, takut diperas oleh kawanan anak nakal, atau takut melewati jalan yang sepi. Para ahli mengatakan, bahwa masalah-masalah tersebut sudah dapat menimbulkan stress dan kecemasan yang membuat anak menjadi moody, tegang, resah, dan mulai merengek tidak mau sekolah, ketika mulai mendekati waktu keberangkatan. Masalahnya, tidak semua anak bisa menceritakan ketakutannya itu karena mereka sendiri terkadang masih sulit memahami, mengekspresikan dan memformulasikan perasaannya. Belum lagi jika mereka takut dimarahi orangtua karena dianggap alasannya itu mengada-ada dan tidak masuk akal. Dengan sibuknya orangtua, sementara anak-anak lebih banyak diurus oleh baby sitter atau mbak, makin membuat anak sulit menyalurkan perasaannya; dan akhirnya yang tampak adalah mogok sekolah, Problem dalam Keluarga Penolakan terhadap sekolah bisa disebabkan oleh problem yang sedang dialami oleh orangtua atau pun keluarga secara keseluruhan. Misalnya, anak sering mendengar atau bahkan melihat pertengkaran yang terjadi antara papa-mamanya, tentu menimbulkan tekanan emosional yang mengganggu konsentrasi belajar. Anak merasa ikut bertanggung jawab atas kesedihan yang dialami orangtuanya, dan ingin melindungi, entah mamanya – atau papanya. Sakitnya salah seorang anggota keluarga, entah orangtua atau kakak/adik, juga dapat membuat anak enggan pergi ke sekolah. Anak takut jika terjadi sesuatu dengan keluarganya yang sakit ketika ia tidak ada di rumah. ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Penanganan Ada beberapa cara yang dapat dilakukan orangtua dalam menangani masalah fobia sekolah atau pun school refusal. a. Tetap menekankan pentingnya bersekolah Para ahli pendidikan dan psikolog berpendapat bahwa terapi terbaik untuk anak yang mengalami fobia sekolah adalah dengan mengharuskannya tetap bersekolah setiap hari (the best therapy for school phobia is to be in school every day). Karena rasa takut harus diatasi dengan cara menghadapinya secara langsung. Menurut para ahli tersebut, keharusan untuk mau tidak mau setiap hari masuk sekolah, malah menjadi obat yang paling cepat mengatasi masalah fobia sekolah, karena lambat laun keluhannya akan makin berkurang hari demi hari. Makin lama dia “diijinkan” tidak masuk sekolah, akan makin sulit mengembalikannya lagi Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 147 Mengapa nakal? Nakal, bandel, tidak menurut dan perilaku memberontak lain bisa timbul sebagai wujud perkembangan anak menuju kedewasaan, sebagai persiapan ke arah perkembangan berikut yang lebih komplek dan menantang. Karena itu kenakalan merupakan gejala wajar yang bisa terjadi pada setiap anak terutama anak yang berada dalam masa transisi yaitu sekitar usia 3-5 tahun. Kenakalan dan pemberontakan merupakan bentuk munculnya ego anak, timbulnya perasaan mampu dan bisa dalam diri anak, sebagai wujud keinginan untuk melepaskan diri dari otoritas orang tua. Bandel, nakal dan tidak menurut sebenarnya merupakan gejala wajar yang bisa terjadi pada semua orang, termasuk orang dewasa. Perilaku tersebut muncul sebagai bentuk ekspresi dari ketidaksukaan atau ketidaknyaman, timbul ketika kondisi psikologis seseorang berada dalam keadaan tidak aman, terancam, galau, cemas tanpa sebab, terusik tertekan dan kondisi tak menyenangkan lainnya. Pada orang dewasa kondisi demikian bisa membuatnya marah, mengeluarkan kata-kata kasar, atau pasif tidak mau melakukan apa (mogok beraktivitas). Sigmund Freud, tokoh psikoanalisa mengatakan bahwa dalam diri manusia terdapat defence mechanism, yaitu sistem pertahanan diri yang berfungsi mempertahankan kondisi diri agar terbebas dari ancaman. Ketika seseorang dalam keadaan terancam, secara mekanis akan membentuk pertahanan hingga diri menjadi aman kembali, bebas dari ancaman. Salah satu cara anak mempertahankan dirinya adalah dengan kompensasi, mencari kambing hitam atas kekurangan diri, kemudian termanifestasikan dengan bersikap tidak menurut, memberontak, tidak mau diatur, menyalahkan orang atau benda lain dan ingin lepas dari dominasi 170 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif hukuman, celaan dan kata-kata yang tidak simpatik ketika anak berkata jujur. Ketika anak mengatakan dengan jujur bahwa dialah yang memecahkan pot kesayangan ibu, umumnya ibu akan marah, memberikan cap pada anak sebagai anak ceroboh, tidak hati-hati, tidak bisa merawat barang, dan ungkapan kekesalan lainnya yang menyentuh pribadi anak, bahkan ada yang kemudian memberikan hukuman seperti dikurangi uang jajannya. Hal yang sama bisa terjadi ketika anak di tanya berapa nilai ulangannya hari ini. Anak yang dengan penuh keberanian berkata dengan jujur walau nilainya jelek, tetapi sikap orang tua justru tidak simpatik, orang tua akan mencela sebagai anak bodoh, malas, dan tidak pernah belajar. Dari berbagai pengalaman tersebut anak merasakan bahwa kejujuran itu tidak enak, karena akan mendatangkan celaan atau mendapat hukuman, lebih baik lain kali bohong saja. Bila dikemudian hari anak berbohong ternyata menguntungkan misalnya merasa aman karena tidak dimarahi, tidak dihukum (dikurangi uang jajannya), terbebas dari celaan, bahkan mendapat coklat seperti contoh di atas, maka keinginan anak untuk berbohong akan semakin tumbuh subur. Akibat berkembangnya daya fantasi Walau begitu bohong juga bisa bersumber dari perkembangan anak yang memasuki taraf berfantasi atau berimajinasi. Pada saat anak bermain anak dikuasi dunia fantasinya, karena itu anak bisa bermain dan berbicara sendiri, anak bisa menganggap kayu sebagai pistol, timun sebagai boneka yang digendong seperti bayi. Anak bisa merasa kedatangan tamu, menerima oleh-oleh dan menjamu tamu tersebut. Sehingga ketika orang tuanya datang, anak bisa mengatakan bahwa tadi ada tamu, walau itu tidak benar atau bohong. Bohong jenis ini merupakan kebohongan karena Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 155 fantasinya, sehingga anak tidak merasa bila dia berbohong. Ada masa tertentu di mana anak mempunyai dorongan berfantasi yang hebat, dengan imajinasi yang tinggi. Momen ini sangat tepat untuk mengembangkan kreativitas, hobi atau bakat dengan aktivitas tertentu yang memerlukan daya fantasi tinggi. Kemampuan membuat puisi, prosa, melukis, mendesain busana/ ruang, dan seni kreativitas lain memerlukan daya fantasi dan imajinasi. Imajinasi anak perlu diarahkan pada kegiatan positif untuk mengembangkan hobi bakat maupun potensi tadi sehingga terhindar dari hayalan yang tidak bermanfaat. 4. 156 Temper Tantrum Temper Tantrums atau suatu luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak terkontrol. Temper tantrum (untuk selanjutnya disebut sebagai tantrum) seringkali muncul pada anak usia 15 (lima belas) bulan sampai 6 (enam) tahun. Tantrum biasanya terjadi pada anak yang aktif dengan energi berlimpah. Tantrum juga lebih mudah terjadi pada anak-anak yang dianggap "sulit", dengan ciri-ciri sebagai berikut: memiliki kebiasaan tidur, makan dan buang air besar tidak teratur, sulit menyukai situasi, makanan dan orangorang baru, lambat beradaptasi terhadap perubahan, moodnya (suasana hati) lebih sering negative, mudah terprovokasi, gampang merasa marah/kesal, sulit dialihkan perhatiannya. Paul (2008) mengemukakan bahwa trantrum merupakan tanda anak sedang kebanjiran rasa ketidakberdayaan, yang akhirnya muncul dalam bentuk perilaku agresif dan destruktif. Lebih lanjut dikatakan bahwa tantrum bukan perilaku yang direncanakan oleh anak, bukan merupakan usahan sadar atau dengan sengaja dilakukan anak untuk mengganggu orang tua, melainkan merupakan luapan emosi yang di luar kendali dirinya. Tantrum bisa muncul dari rasa frustasi dan ketidakberdayaan ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif boleh mana yang tidak, mana yang baik dan mana yang buruk. 8. Bandel Setiap anak pada dasarnya pernah berperilaku nakal, bandel, tidak patuh, memberontak dan susah diatur hingga menjengkelkan orang lain. Intentitas kenakalan anak berbeda satu sama lain, karena itu dirasakan oleh orang tua dengan cara yang berbeda pula. Ada orang tua merasa kewalahan mengatasi kenakalan anak, bahkan ada yang merasa putus asa, namun ada orang tua menikmatinya sebagai seni mendidik, atau menganggap sebagai tantangan yang harus diatasi. Masih banyak orang tua/guru yang mempersepsi salah terhadap kenakalan anak, padahal cara pandang terhadap kenakalan anak berpengaruh pada strategi pengasuhannya. Bila anak memberontak dianggap sebagai perlawanan terhadap orang tua, atau sebagai bentuk pelanggaran norma, maka perlakuan yang diberikan orang tua cenderung otoriter, menghukum, menghakimi, menvonis dengan label negatif. Bila anak nakal dianggap manifestasi gejala psikologis yang perlu bantuan orang tua untuk mengurainya, maka perlakuan yang manusiawi, penuh pemahaman dan kehangatan akan didapatkan anak. Saat ini masih banyak orang tua mengeluhkan kenakalan yang dilakukan anaknya, seperti tidak mau belajar dan ngaji, lebih banyak nonton TV, bila bermain dengan teman tidak segera pulang, bermain dengan air atau tanah becak, susah mandi dan gosok gigi dengan tertib, sering membantah anjuran orang tua. Menyikapi semua itu, paksaan dan kekerasan hingga hukuman lebih sering diambil sebagai jalan pintas mengatasi hal tersebut. Benar sikap yang demikian? Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 169 Seleksi program tayangan televisi yang cocok untuk anak Kalaupun tidak sempat mendampingi anak, orangtua sebaiknya menyeleksi program televisi mana yang benar-benar cocok untuk anak. Sebelum anak diijinkan untuk menonton program televisi tertentu, orangtua sudah mengetahui program tersebut cocok atau tidak untuk anak, jadi orangtua sudah pernah terlebih dulu menonton program tersebut dan melakukan evaluasi. Jangan sampai terjadi lagi kasus Crayon Sinchan. Untuk melakukan hal ini tentu saja dibutuhkan kesabaran dan pengorbanan dari orangtua, untuk sementara orangtua harus mengorbankan kesenangannya sendiri menonton televisi demi mencari-cari dan menyeleksi program televisi yang cocok untuk anak tercinta. Bangun kerjasama dengan seluruh anggota keluarga Bangunlah kerjasama dengan seluruh anggota keluarga, karena kerja sama dari seluruh anggota keluarga (termasuk pengasuh) sangat diperlukan. Pastikan bahwa seluruh keluarga memiliki pengertian yang sama mengenai anak dan masalah televisi tersebut. Berikan pengertian kepada anggota keluarga bahwa bagaimanapun juga mereka kadang-kadang harus mengorbankan kesenangan mereka demi kebaikan sang anak. Jangan sampai standard yang sudah diterapkan orangtua terhadap anak, ternyata tidak diterapkan oleh anggota keluarga lainnya ketika orangtua tidak ada ditempat. Konsisten dalam bertindak Orangtua dan pengasuh perlu untuk selalu bertindak secara konsisten dan tidak bosan-bosannya dalam memberikan pengertian kepada anak, sehingga anak tahu dengan jelas mana yang 168 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif dalam menyelesaikan tugas atau dalam menghadapi kondisi tertentu, seperti terlalu gerah, terlalu ramai hingga membuat anak merasa tidak nyaman. Tantrum juga bisa muncul karena problem interpersonal, dimana keinginan anak tidak bisa terpenuhi. Tantrum termanifestasi dalam berbagai perilaku. Di bawah ini adalah beberapa contoh perilaku Tantrum, menurut tingkatan usia: 1. Di bawah usia 3 tahun: menangis, menggigit, memukul, menendang, menjerit, memekik-mekik, melengkungkan punggung, melempar badan ke lantai, memukul-mukulkan tangan, menahan nafas, membentur-benturkan kepala, melempar-lempar barang 2. Usia 3 - 4 tahun: menunjukkan perilaku-perilaku tersebut diatas dengan menghentak-hentakan kaki, berteriak-teriak, meninju, membanting pintu, mengkritik, merengek. 3. Usia 5 tahun ke atas : menunjukkan perilaku tersebut pada 2 (dua) kategori usia di atas dengan ditambah memaki, menyumpah, memukul kakak/adik atau temannya, mengkritik diri sendiri, memecahkan barang dengan sengaja, mengancam Faktor Penyebab Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya Tantrum. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Terhalangnya keinginan anak mendapatkan sesuatu. Setelah tidak berhasil meminta sesuatu dan tetap menginginkannya, anak mungkin saja memakai cara tantrum untuk menekan orangtua agar mendapatkan yang ia inginkan 2. Ketidakmampuan anak mengungkapkan diri. Anak-anak punya keterbatasan bahasa, ada saatnya ia ingin mengungkapkan sesuatu tapi tidak bisa, dan orangtuapun Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 157 3. 4. 158 tidak bisa mengerti apa yang diinginkan anak. Kondisi ini dapat memicu anak menjadi frustrasi dan terungkap dalam bentuk tantrum. Tidak terpenuhinya kebutuhan. Anak yang aktif membutuh ruang dan waktu yang cukup untuk selalu bergerak dan tidak bisa diam dalam waktu yang lama. Kalau suatu saat anak tersebut harus menempuh perjalanan panjang dengan mobil (dan berarti untuk waktu yang lama dia tidak bisa bergerak bebas), dia akan merasa stres. Salah satu kemungkinan cara pelepasan stresnya adalah tantrum. Anak juga mempunyai rasa ingin tahu yang besar, ingin mencoba hal baru, tetapi adakalanya kemampuan anak masih terbatas, kondisi ini bisa menyebabkan anak frustasi kemudian tantrum. Pola asuh orangtua Cara orangtua mengasuh anak juga berperan untuk menyebabkan tantrum. Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapatkan apa yang diinginkan, bisa tantrum ketika suatu kali permintaannya ditolak. Bagi anak yang terlalu dilindungi dan didominasi oleh orangtuanya, sekali waktu anak bisa jadi bereaksi menentang dominasi orangtua dengan perilaku tantrum. Orangtua yang mengasuh secara tidak konsisten juga bisa menyebabkan anak tantrum. Misalnya, orangtua yang tidak punya pola jelas kapan ingin melarang kapan ingin mengizinkan anak berbuat sesuatu dan orangtua yang seringkali mengancam untuk menghukum tapi tidak pernah menghukum. Anak akan dibingungkan oleh orangtua dan menjadi tantrum ketika orangtua benar-benar menghukum. Atau pada ayah-ibu yang tidak sependapat satu sama lain, yang satu memperbolehkan anak, yang lain melarang. Anak ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif baiknya orangtua melakukan beberapa hal sebagai berikut: Dampingi anak ketika menonton dan beri penjelasan Sebenarnya daripada orangtua tiba-tiba mengomel ataupun memuji anak, hal pertama yang sebaiknya dilakukan adalah memberi pengertian dan mendampingi anak ketika menonton televisi. Jika anak bertanya jawablah pertanyaan tersebut dengan rinci dan sesuai dengan perkembangan anak. Banyak hal yang belum diketahui oleh seorang anak, oleh karena itu kalau tidak ada yang memberi tahu ia akan mencari sendiri dengan mencobacoba dan meniru dari orang dewasa. Apakah hasil percobaan maupun peniruannya benar atau salah, anak mungkin tidak tahu. Di sinilah tugas orangtua untuk selalu memberi pengertian kepada anak, secara konsisten. Kebingungan anak karena standar ganda yang diterapkan orangtua juga bisa teratasi kalau orangtua memberi penjelasan kepada anak. Buat jadwal kegiatan anak Anak juga perlu diajarkan bahwa ada waktu tersendiri untuk setiap kegiatan-kegiatannya. Atur waktu yang jelas, kapan menonton televisi, kapan belajar dan kapan bermain. Walaupun anak sudah relaks dengan menonton televisi, anak tetap butuh waktu untuk bermain. Televisi mengkondisikan anak menjadi pasif, hanya menerima dan menyerap informasi dengan posisi tubuh yang juga pasif (cukup dengan duduk), karena itu anak tetap perlu waktu untuk bermain (terutama bermain dengan anak-anak lain) supaya mereka tetap aktif dan mampu bersosialisasi. Mereka tetap butuh waktu untuk berlari-larian, mengobrol dengan teman-teman dan bermain dengan mainan. Pengaturan waktu bisa mengkondisikan anak untuk selalu menonton televisi dengan didampingi orangtua. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 167 Setelah berjalan beberapa lama barulah orangtua menyadari kalau tontonan tersebut tidak cocok dan ramai-ramai mengajukan protes kepada stasiun televisi. Akhirnya kemudian film tersebut diberi keterangan bukan untuk konsumsi anak-anak. Kalau mau lebih teliti, sebenarnya banyak film "anak-anak" yang justru menampilkan adegan kekerasan dan kata-kata yang kasar (meski tidak sekasar film dewasa sih), walaupun banyak juga terdapat adegan-adegan kebaikan (karena biasanya film-film tersebut bercerita tentang pertentangan antara kebaikan dan kejahatan). Contoh film-film yang memiliki kedua unsur tersebut adalah film Popeye the Sailor Man, Batman & Robin, Power Puff Girls, Power Ranger dan Saras 008. Film-film ini sangat populer di dalam dunia anak-anak kita sehingga seringkali menjadi model yang ditiru oleh anak-anak. Meskipun mengandung adegan kekerasan, namun film-film ini sepertinya tidak menimbulkan kecemasan bagi orangtua, karena para orangtua sampai sekarang merasa aman meninggalkan anak-anak ketika menonton film-film ini. Sementara itu kalau ada film dewasa, baik yang menampilkan adegan kekerasan maupun tidak, anak-anak seringkali tidak diperbolehkan menonton. Hal ini sudah menunjukkan standard ganda yang diberikan orangtua kepada anak. Adegan kekerasan dalam film dewasa tidak boleh ditonton, tetapi adegan kekerasan dalam film anak-anak boleh ditonton, jadi kekerasan boleh atau tidak? Lalu apakah tidak ada kemungkinan bahwa anak justru dapat juga meniru adegan kekerasan atau kata-kata kasar yang ada dalam film-film tersebut karena mereka melihat bahwa orangtua membiarkan mereka menonton film tersebut dengan bebas? Apa yang Sebaiknya Dilakukan Orangtua? Mengingat bahwa sangatlah sulit (bahkan tidak mungkin) bagi orangtua untuk menjauhkan anak dari televisi, maka ada 166 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif 5. 6. bisa jadi akan tantrum agar mendapatkan keinginannya dan persetujuan dari kedua orangtua. Anak merasa lelah, lapar, atau dalam keadaan sakit. Rasa lelah dan badan yang tidak nyaman dapat menjadi pemicu terjadinya tantrumm, misalnya ketika anak harus menempuh perjalanan jauh, terlibat dalam kerumunan orang banyak, seperti di cara resepsi atau pertemuan keluarga, menunggu atrian periksa dokter. Anak sedang stres (akibat tugas sekolah, dll) Pada saat jiwa anak tertekan karena suatu masalah, seperti banyak tugas sekolah, mendapat tekanan dari teman sepermainan atau tekanan dari guru dapat menyebabkan tantrum, karena umumnya anak kesulitan mengungkap kepada orang tua tentang apa yang sedang dirasakan. Penanganan Banyak ahli perkembangan anak menilai bahwa tantrum adalah suatu perilaku yang masih tergolong normal yang merupakan bagian dari proses perkembangan, suatu periode dalam perkembangan fisik, kognitif dan emosi anak. Sebagai bagian dari proses perkembangan, episode tantrum pasti berakhir. Beberapa hal positif yang bisa dilihat dari perilaku tantrum adalah bahwa dengan tantrum anak ingin menunjukkan independensinya, mengekpresikan individualitasnya, mengemukakan pendapatnya, mengeluarkan rasa marah dan frustrasi dan membuat orang dewasa mengerti kalau mereka bingung, lelah atau sakit. Namun demikian bukan berarti bahwa tantrum sebaiknya harus dipuji dan disemangati (encourage). Jika orangtua membiarkan tantrum berkuasa (dengan memperbolehkan anak mendapatkan yang diinginkannya setelah ia tantrum) atau bereaksi dengan Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 159 hukuman-hukuman yang keras dan paksaan-paksaan, maka berarti orangtua sudah menyemangati dan memberi contoh pada anak untuk bertindak kasar dan agresif (padahal sebenarnya tentu orangtua tidak setuju dan tidak menginginkan hal tersebut). Dengan bertindak keliru dalam menyikapi tantrum, orangtua juga menjadi kehilangan satu kesempatan baik untuk mengajarkan anak tentang bagaimana caranya bereaksi terhadap emosi-emosi yang normal (marah, frustrasi, takut, jengkel) secara wajar dan bagaimana bertindak dengan cara yang tepat sehingga tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain ketika sedang merasakan emosi tersebut. Pencegahan Langkah pertama untuk mencegah terjadinya tantrum adalah dengan mengenali kebiasaan-kebiasaan anak, dan mengetahui secara pasti pada kondisi-kondisi seperti apa muncul tantrum pada si anak. Misalnya, kalau orangtua tahu bahwa anaknya merupakan anak yang aktif bergerak dan gampang stres jika terlalu lama diam dalam mobil di perjalanan yang cukup panjang, supaya tidak tantrum, orangtua perlu mengatur agar selama perjalanan diusahakan sering-sering beristirahat di jalan, untuk memberikan waktu bagi anak berlari-lari di luar mobil. Untuk menghindari kebosanan yang dapat memicu tantrum, orang tua bisa membawa mainan kesukaan anak, atau memberikan aktivitas lain yang bisa dilakukan anak seperti menggambar, meronce dan aktivitas lain yang disukai anak. Tantrum juga dapat dipicu karena stres akibat tugas-tugas sekolah yang harus dikerjakan anak. Dalam hal ini mendampingi anak pada saat ia mengerjakan tugas-tugas dari sekolah dan mengajarkan hal-hal yang dianggap sulit, akan membantu me 160 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif terpengaruh banyaknya adegan kekerasan di televisi. Namun demikian harus diakui bahwa kebutuhan untuk mendapatkan hiburan, pengetahuan dan informasi secara mudah melalui televisi juga tidak dapat dihindarkan. Televisi, selain selalu tersedia dan amat mudah diakses, juga menyuguhkan banyak sekali pilihan, ada sederet acara dari tiap stasiun televisi, tinggal bagaimana pemirsa memilih acara yang dibutuhkan, disukai dan sesuai dengan selera. Sehingga walaupun semua orang mungkin sudah tahu akan dampak negatif yang bisa ditimbulkannya, keberadaan televisi tetap saja dipertahankan. Kecemasan orangtua terhadap dampak menonton televisi bagi anak-anak memang sangat beralasan, mengingat bahwa banyak penelitian menunjukkan televisi memang memiliki banyak pengaruh baik negatif maupun positif. Misalnya penelitian yang dilakukan Liebert dan Baron, menunjukkan hasil: anak yang menonton program televisi yang menampilkan adegan kekerasan memiliki keinginan lebih untuk berbuat kekerasan terhadap anak lain, dibandingkan dengan anak yang menonton program netral (tidak mengandung unsur kekerasan). Dalam benak banyak orang dewasa, film-film kartun dan film-film robot dianggap merupakan film anak-anak dan cocok dikonsumsi oleh mereka karena format penyajiannya disesuaikan dengan perkembangan anak-anak. Benarkah demikian? Jawabnya tidak semua film-film tersebut cocok dikonsumsi anak-anak. Contohnya Bart Simpson dan Crayon Sinchan yang cukup populer di Indonesia, sebenarnya tidak cocok untuk anak-anak, karena bercerita dalam bahasa yang kasar dan tingkah laku urakan. Tetapi diawal kemunculannya, orangtua membiarkan kedua film tersebut ditonton oleh anak-anak karena format penyajian dan jam tayangnya yang pas dengan waktu anak menonton televisi. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 165 anak sedang gembira, tidak merasa frustrasi, lelah dan lapar merupakan saat yang ideal. 7. Kecanduan Televisi Kadang-kadang orang atua marah karena anak menirukan adegan di televisi, tetapi seringkali juga memuji dan bangga kalau anak hafal dengan cerita-cerita atau iklan-iklan yang ada di televisi. Kalau dilihat sepintas sepertinya ada standard ganda di sini, walaupun sebenarnya tidak. Sebagai orangtua kita sudah tahu dengan pasti mana yang pantas dan mana yang tidak, mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga kita bisa menetapkan mana program yang boleh ditonton dan ditiru dan mana yang tidak. Orangtua juga tahu kapan menonton televisi, kapan waktu belajar. Tetapi apakah anak sudah tahu dengan pasti mengenai hal baik dan buruk tersebut, apakah anak sudah mengetahui program televisi mana saja yang diperbolehkan untuk ditonton dan apakah anak sudah menyadari benar-benar mengenai pembagian waktu? Anak mungkin bingung dan tidak mengerti, ditambah lagi kalau standard yang ditetapkan oleh orangtua berbeda dengan yang ditetapkan oleh pengasuh (termasuk dalam pengasuh adalah suster, kakek-nenek dan om-tante yang ikut serta dalam pengasuhan sehari-hari). Meniru Adegan Kekerasan Televisi, keberadaanya sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari, seringkali menimbulkan kecemasan bagi orangtua yang anaknya masih kecil. Cemas kalau anak jadi malas belajar karena kebanyakan nonton televisi, cemas kalau anak meniru kata-kata dan adegan-adegan tertentu, cemas mata anak jadi rusak (minus), dan cemas anak menjadi lebih agresif karena 164 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif ngurangi stres pada anak karena beban sekolah tersebut. Mendampingi anak bahkan tidak terbatas pada tugas-tugas sekolah, tapi juga pada permainan-permainan, sebaiknya anak pun didampingi orangtua, sehingga ketika ia mengalami kesulitan orangtua dapat membantu dengan memberikan petunjuk. Langkah kedua dalam mencegah tantrum adalah dengan melihat bagaimana cara orangtua mengasuh anaknya. Apakah anak terlalu dimanjakan? Apakah orangtua bertindak terlalu melindungi (over protective), dan terlalu suka melarang? Apakah orangtua menunjukkan konsistensi dalam perkataan dan perbuatan? Hal terakhr inilah yang seharusnya dilakukan orang tua. Jika guru/orang tua merasa terlalu memanjakan anak, terlalu melindungi dan seringkali melarang anak untuk melakukan aktivitas yang sebenarnya sangat dibutuhkan anak, kemungkinan besar anak akan mudah tantrum jika kemauannya tidak dituruti. Konsistensi dan kesamaan persepsi dalam mengasuh anak juga sangat berperan. Jika ada ketidaksepakatan, orangtua sebaiknya jangan berdebat dan beragumentasi satu sama lain di depan anak, agar tidak menimbulkan kebingungan dan rasa tidak aman pada anak. Orangtua hendaknya menjaga agar anak selalu melihat bahwa orangtuanya selalu sepakat dan rukun. Menyikapi Tantrum Jika tantrum tidak bisa dicegah dan tetap terjadi, maka beberapa tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua adalah: Memastikan segalanya aman. Jika tantrum terjadi di muka umum, pindahkan anak ke tempat yang aman untuknya melampiaskan emosi. Selama tantrum (di rumah maupun di luar rumah), jauhkan anak dari benda-benda, baik benda-benda yang membahayakan dirinya, membahayakan orang lain atau memDra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 161 bahyakan benda-benda yang ada di sekitarnya. Jauhkan anak dari teman-temannya jika dirasa tantrumnya dapat mengancam teman-temannya. Orangtua harus tetap tenang, berusaha menjaga emosinya sendiri agar tetap tenang. Mencaja emosi agar tetap tenang menjadi syarat dalam menghadaapi amarah anak. Jangan sampai memukul dan berteriak-teriak marah pada anak. Cara ini tidak akan menyelesaikan masalah, tidak akan membuat tantrum anak mereda, bahkan bisa membuat anak makin benci orang tua. Jangan membalas amukan anak dengan kemarahan. Tidak mengacuhkan tantrum anak (ignore). Selama tantrum berlangsung, sebaiknya tidak membujuk-bujuk, tidak menjanjikan sesuatu agar tantrumnya hilang, tidak berargumen, tidak memberikan nasihat-nasihat moral agar anak menghentikan tantrumnya, karena anak tidak akan menanggapi/mendengarkan. Usaha menghentikan tantrum seperti itu malah biasanya seperti menyiram bensin dalam api, anak akan semakin lama tantrumnya dan meningkat intensitasnya. Yang terbaik adalah membiarkannya. tantrum justru lebih cepat berakhir jika orangtua tidak berusaha menghentikannnya dengan bujuk rayu atau paksaan. Jika perilaku tantrum dari menit ke menit malahan bertambah buruk dan tidak selesai-selesai, selama anak tidak memukul-mukul, peluk anak dengan rasa cinta. Tapi jika rasanya tidak bisa memeluk anak dengan cinta, bila hal ini susah dilakukan, cukup duduk atau berdiri berada dekat dengannya. Selama melakukan hal inipun tidak perlu sambil menasihati atau complaint (dengan berkata: "jadi anak tu jangan nakal, kalau gini khan ibu yang repot"; atau "kamu kan sudah besar, jangan seperti anak kecil lagi dong"), lebih baik katakan: ayah /ibu sayang kamu", "ibu akan di sini sampai kamu selesai". Tujuan moment ini 162 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif adalah membuat anak merasa aman dan tahu bahwa orangtuanya ada dan tidak menolak (abandon) dia. Berikan penguat ketika anak menunjukkan perilakuyang baik (tidak tantrum). Setelah Tantrum Berlalu Saat tantrum anak sudah berhenti, seberapapun parahnya ledakan emosi yang telah terjadi tersebut, janganlah diikuti dengan hukuman, nasihat-nasihat, teguran, maupun sindiran. Juga jangan diberikan hadiah apapun, dan anak tetap tidak boleh mendapatkan apa yang diinginkan (jika tantrum terjadi karena menginginkan sesuatu). Dengan tetap tidak memberikan apa yang diinginkan si anak, orangtua akan terlihat konsisten dan anak akan belajar bahwa ia tidak bisa memanipulasi orangtuanya. Berikanlah rasa cinta dan rasa aman kepada anak. Ajak anak, membaca buku atau bermain bersama. Tunjukkan kepada anak, sekalipun ia telah berbuat salah, sebagai orangtua/guru tetap mengasihinya. Setelah tantrum berakhir, orangtua/guru perlu mengevaluasi mengapa sampai terjadi tantrum. Apakah benar-benar anak yang berbuat salah atau orangtua yang salah merespon perbuatan/keinginan anak? Atau karena anak merasa lelah, frustrasi, lapar, atau sakit? Berpikir ulang ini perlu, agar orangtua bisa mencegah tantrum berikutnya. Jika anak yang dianggap salah, orangtua perlu berpikir untuk mengajarkan kepada anak nilai-nilai atau cara-cara baru agar anak tidak mengulangi kesalahannya. Kalau memang ingin mengajar dan memberi nasihat, jangan dilakukan setelah tantrum berakhir, tapi lakukanlah ketika keadaan sedang tenang dan nyaman bagi orangtua dan anak. Waktu yang tenang dan nyaman adalah ketika tantrum belum dimulai, bahkan ketika tidak ada tanda-tanda akan terjadi tantrum. Saat orangtua dan Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 163 orang tua atau orang dewasa lain. Dengan kata lain, anak bersikap tidak menurut, susah diatur, memberontak dan perilaku menentang lainnya karena anak merasa tidak aman, karena anak merasa dipojokkan atau merasa terancam keberadaannya sebagai diri sendiri. Selama ini banyak orang tua yang mengeluhkan anaknya bandel, nakal, susah diatur, malas, penakut, cengeng, jorok, pemalu dan berbagai perilaku lain yang tidak dikehendaki. Pertanyaan mendasar yang perlu dicermati adalah apakah ketika lahir anak sudah menunjukkan perilaku seperti itu?. Hadist nabi menyatakan bahwa anak lahir dalam keadaan fitrah, penganut faham empirisme seperti JB Watson juga memandang anak adalah produk lingkungan. Lingkungan mempunyai peran besar terhadap terbentuknya perilaku anak. Bayi lahir dalam keadaan polos, penuh daya tarik dan menggemaskan. Anak tidak lahir tidak dalam keadaan bandel, anak lahir tidak membangkang, tidak susah diatur, tidak pemalu, tdak penakut, tidak cengeng, tidak takut dokter, tidak takut ular, tidak takut hantu. Mengapa berbagai perilaku itu kemudian muncul. Lingkungan, orang tua dan guru adalah orang pertama yang membuat anak demikian, yang membuat anak merasa tidak aman dan terancam. Orang tua dan guru pulalah orang pertama yang bisa membuat anak merasa aman dan bebas dari tekanan serta yang mampu membuat anak mengaktualisasikan dirinya. Orang tua dan guru mengambil peran sentral terhadap pembentukan perilaku anak. Seperti halnya teori tabularasa mengatakan bahwa anak lahir seperti kertas putih, lingkungan pendidikanlah yang akan meneteskan tinta hingga terbentuk tulisan dengan tinta emas yang enak dibaca atau tercetak tulisan dengan tinta yang berceceran hingga orang enggan membacanya. 186 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 171 Sekali lagi tergantung lingkungan (orang tua dan guru). Tokoh behavioris JB. Watson, pernah sesumbar : “ Berikan saya seribu bayi, maka saya akan menjadikan mereka seperti apa yang Anda mau”(Bufford, 1981). Belajar dari semua itu, betapa besar andil orang tua/guru terhadap pembentukan perilaku anak yang nampak saat ini. Anak nakal, bandel, malas belajar, berkata kasar, memberontak, bukan anak yang harus dipojokkan, itu bukan merupakan kesalahannya. Anak adalah korban dari perlakuan orang lain khususnya guru dan orang tua. Anak merupakan korban dari ego orang tua, yang banyak menuntut, yang mengharapkan anaknya jadi juara, yang mengharapkan anaknya serba bisa, namun tidak pernah memahami perasaan anak yang sebenarnya, tidak pernah mendengar keinginan-keinginannya. Orang tua sering memaksakan kehendak dengan senjata pemungkasnya “ Pokoknya ……….. “ (pokoknya kamu harus ikut, pokoknya harus sekolah, pokoknya harus les, pokoknya…. pokoknya lain. salut. Berbagai peristiwa walau kecil atau sepele namun bila membanggakan bagi anak, akan menjadi suplemen tumbuhnya rasa percaya diri pada anak. Menyikapi Kenakalan Anak a. Menunjukkan kasih sayang Kemarahan, perkataan emosional atau memaksa anak melakukan perbuatan tertentu merupakan jurus yang sering dilakukan orang tua mengatasi anak nakal. Cara itu justru makin membuat anak tidak menurut, anak makin nakal dan bandel. Konflik antara orang tua dan anak makin sering terjadi, akhirnya jurang pemisah antara anak dengan tua makin dalam. Dalam kondisi demikian, timbul persepsi dalam diri anak, orang tua bukan lagi idola baginya, bukan lagi teladan perlu diikuti perkataan dan perbuatannya. Ketika orang tua bukan lagi teman nyaman bagi anak, 172 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 185 Barangkali juga anak merasa malu untuk bergaul didepan banyak orang, kurang PD atau minder. Dalam keadaan demikian, anak merasa tidak percaya akan mempuannya, anak merasa kawatir akan kegagalan yang bakal dihadapinya. Ketika anak mengalami hal semacam ini, ada cara yang tepat dilakukan orang tua ataupun guru, yaitu gali kelebihan dan kekuatan yang dimiliki anak, atau prestasi yang pernah dicapai walau itu di masa lampau, walau prestasai itu sangat kecil. Tunjukkan hal tersebut hingga anak memahami kekuatannya. Sambil menunjukkan kelebihan dan kekuatan yang dimiliki, saat itu juga tumbuhkan keyakinan dirinya bahwa anak mampu dan bisa, bahwa tidak akan terjadi hal buruk padanya. Bisa juga dengan mengatakan bahwa banyak orang mengalami hal yang sama (cemas, kawatir) termasuk orang-orang yang jadi juara-termasuk orang-orang terkenal. Kekawatiran merupakan hal yang wajar tetapi jangan sampai menghambat untuk melakukan sesuatu. Kuatkan keyakinan anak dengan mengatakan bahwa orang tua selalu berada dipihak anak apapun yang terjadi, walau anak gagal sekalipun. Kelebihan, prestasi, dan kekuatan tidak harus yang luar biasa, seperti juara satu lomba catur, juara satu lomba karya ilmiah, karena momen seperti ini tidak selalu dialami anak. Cukup peristiwa ringan yang membuat anak bangga akan dirinya, seperti pernah dilibatkan sebagai kelompok paduan suara, pernah menemani guru membaca tilawah hingga peristiwa ringan seperti saat guru memuji karena pekerjaannya selesai paling cepat, ketika teman-teman kagum karena gambarnya paling unik, atau saat dia berhasil melerai perkelaian dan teman mengerumuninya sebagai tanda 184 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif maka kahancuran hidup anak sudah diujung tanduk. Kita semua perlu maklum, bahwa anak adalah pribadi yang mempunyai kebutuhan dan keinginan sendiri, mempunyai teman dan lingkungan tidak hanya dalam keluarga. Bisa saja anak mempunyai masalah dengan teman atau guru di sekolah hingga di rumah merasa suntuk, tiba-tiba uringan tidak jelas penyebabnya. Anak juga bisa galau dan tertekan dengan tugas sekolah atau tata tertib, kedisiplinan yang terapkan sekolah. Masa transisi yang dialami akan membuat anak merasa gelisah, galau, bingung, ‘betek’ bahasa gaulnya, serta cemas, tidak tahu mengapa dan apa yang harus dilakukan. Gejala tersebut bisa memicu timbulnya perilaku nakal seperti : marah, uringan-uringan, serba salah, dan mudah tersinggung. Kasih sayang dan kehangatan merupakan terapi terbaik bagi anak nakal bukan celaan, ancaman, hukuman dan sejenisnya. Bila cara demikian tidak berhasil, maka orang tua perlu mengalihkan perhatiannya pada yang lain. Jangan fokuskan pada tingkah laku anak, jangan perhatikan kenakalannya tetapi pujilah setiap perbuatan baik yang dilakukannya. b. Mendorong anak melakukan banyak aktivitas Makin banyak aktivitas yang dilakukan anak, makin mendukung terbentuknya konsep diri positif pada anak. Banyaknya aktivitas yang dilakukan membuka kesempatan anak untuk mencoba,mengalami dan melakukan. Tidak hanya itu, makin banyak gerakan yang dilakukan seperti olah raga akan merangsang pertumbuhan otak, sehingga anak menjadi makin cerdas (Rakhmat, 2007). Dengan cara ini anak akan mempunyai banyak pengalaman baik Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 173 pengamalan yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Setiap pengalaman menjadi momen yang berarti bagi perkembangan anak. Banyaknya aktivitas yang diikuti anak memberikan peluang terbentuknya rasa percaya diri, dan rasa percaya diri merupakan modal terbentuknya konsep diri positif. Tugas orang tua adalah menciptakan banyak aktivitas yang bisa dilakukan anak serta mendorong anak untuk melakukannya. Orang tua bisa mendorong anak untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, atau les untuk pengembangan bakat (musik/vocal, bahasa Inggris, tenis, kaligrafi) sesuai minat anak. Orang tua bisa mengajak anak olah raga bersama, naik sepeda, berkebun, membuat kerajinan tertentu, atau melibatkan anak dalam pekerjaan rumah tangga (membetulkan pintu, mencuci motor/mobil, menanam pohon, membuat kaligrafi, membuat pigura, merapikan rumah). Ketika pekerjaan selesai dan bisa dinikmati, akan timbul rasa bangga terhadap apa yang telah dikerjakan. Kebanggaan terhadap diri merupakan modal terbentuknya konsep diri positif. c. 174 Menghukum tanpa emosi Kemarahan, perkataan emosional atau memaksa anak melakukan perbuatan tertentu merupakan jurus yang sering dilakukan orang tua mengatasi anak nakal. Demkian juga bila anak tidak menuruti perintah orang tua, melanggar aturan, tidak disiplin dan sebagainya, umumnya hukuman digunakan sebagai senjata pemungkas. Apakah dengan cara ini anak menjadi baik, penurut dan idak mengulang perbuatannya. Belum tentu. Hukuman yang tidak disampaikan dengan cara bijak akan menimbulkan kebencian anak kepada orang tua bahkan menghancurkan harga diri anak. Cara itu justru ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Berpikir realistis sesuai kondisi anak serta menerima anak apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya membuat anak nyaman melakukan apa saja. Ketika anak nyaman beraktifitas, akan mendorongnya untuk berani mencoba walau pernah gagal. Bila ini terwujud, kegagalan bisa dirasakan sebagai cambuk bukan merupakan sesuatu yang harus ditakuti. i. Hargai sekecil apapun usahanya Menunjukkan penghargaan terhadap usaha anak walau kecil akan mendorong anak menerima diridan percaya akan kemampuannya. Setiap usaha yang dilakukan anak merupakan bentuk perjuangan, merupakan ekspresi dari segala kemampuan yang dimiliki, karenanya tidak tepat orang tua mengecilkan arti dari perjuangan anak. Sekecil apapun yang dilakukan, bagi anak itu merupakan kerja keras, merupakan usaha serta bentuk kesungguhan untuk mempertahankan diri, usaha untuk mengembangkan dan menguji kemampuan yang dimiliki. Bila ketika anak menguji kemampuannya tersebut mendapat respo negatif, mendapat celaan dan ejekan, maka anak menilai hasil jerih payah dan usahanya secara negatif, anak merasa tidak mampu melakukan, sebaliknya, bila anak ketika anak menguji kemampuannya mendapatkan penilaian yang positif, maka anak akan makin banyak mencoba hal baru, melakukan dan selalu menguji kemampuannya. j. Tunjukkan kelebihan dan kekuatannya Ada saat anak-anak tidak mempunyai rasa percaya diri untuk malakukan sesuatu (mengikuti lomba, mengikuti ujian, tampil di depan umum, mencari teman baru), anak juga bisa dihinggapi rasa semas, takut akan kegagalan. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 183 tidak menurut orang tua, walau anak lupa tidak gogok gigi, lupa tidak sholat. Artinya jangan orang tua pelit untuk mengucapkan kata-kata tersebut (kamu pintar, kamu hebat) pada anak. Menyikapi anak yang lupa menggosok gigi, orang tua tidak perlu mengatakan ” dasar anak malas, disuruh gosok gigi tidak mau”. Orang tua bisa menggatinya dengan : ” Anak ibu yang rajin...hari ini belum gosok khan ”. Demikian juga ketika anak lupa sholat, anak tetap mempunyai hak untuk mendapat julukan sebagai anak sholeh. Orang tua bisa mengatakan: ” Anak sholeh...ayo sholat dulu... sudah ditunggu malaikat lho...” h. 182 Realistis- tidak menuntut terlalu tinggi Menuntut terlalu tinggi membuat anak merasa terbebani, bila tidak terwujud anak bisa merasa tidak berguna dan tidak mempunyai harga diri. Kalimat ”kamu harus menang, kamu harus juara, kamu harus sukses seperti ibu/bapak, kamu harus ini..... kamu harus itu.... merupakan tuntutan yang berlebihan yang belum tentu sepadan dengan kemampuan anak. Menanamkan cita-cita setinggi langit itu ada baiknya, tetapi bukan dengan membebani anak hingga anak berjuang di luar batas kemampuan. Tuntutan orang tua berlebihan menimbulkan kecemasan untuk gagal, karena bila gagal tentu akan mengecewakan orang tua. Kecemasan dalam melaksanakan pekerjaan tidak akan mendukung keberhasilan pekerjaan tersebut (Le Fanu, 2006). Kecemasan ketika ujian membuat anak kehilangan konsentrasi, kecemasan mengikuti lomba, bisa membuat anak grogi , kecemasan saat berpidato bisa membuat pengucapan anak gemetar. Akhirnya semua harapan bisa terpuruk hanya karena orang tua menuntut terlalu tinggi. ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif makin membuat anak tidak menurut, anak makin nakal dan bandel. Konflik antara orang tua dan anak yang makin sering terjadi, membuat jurang pemisah antara anak dengan tua makin dalam. Dalam kondisi demikian, timbul persepsi dalam diri anak, orang tua bukan lagi idola baginya, bukan lagi teladan yang perlu diikuti perkataan dan perbuatannya. Bahkan anak bisa mengatakan ayah/ibu tidak lagi sayang padanya. Uraian diatas bukan berarti mengarahkan orang tua agar tidak menghukum anaknya yang nakal-tidak disiplin-tidak taat-melanggar kesepakatan bersama. Perilaku menentang atau melanggar kesepakatan bersama sudah sebaiknya diberi hukuman untuk menegakkan kedisiplinan, namun kini saatnya orang tua beralih pada metode menghukum yang manusiawi. Jaman dulu, orang tua termasuk guru masih banyak yang menerapkan hukuman fisik, saat inipun tak jarang guru menghukum muridnya dengan lari lapangan lima kali, push-up, dan membersihkan kamar mandi. Itu merupakan hukuman fisik yang seharusnya dihindarkan. Ketika menghukum umumnya diiringi dengan barbagai cacian yang menyudutkan anak sebagai luapan kekesalan karena anak tidak menurut. Pendek kata, emosi orang tua meledak-ledak bersamaan dengan jatuhnya hukuman untuk anak. Sekali lagi cara ini tidak efektif untuk menekan perilaku negatif. Cacian dan perkataan yang menjelek-jelekkan anak hanya akan menghancurkan harga diri anak, hanya akan membuat anak makin tidak berdaya, sementara perilaku anak belum tentu berubah. Kini saatnya memberikan hukuman dengan penuh cinta dan tanpa emosi. Bahkan orang tua bisa memusyawarahkan bentuk hukuman apa yang diDra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 175 inginkan anak. Sebelumnya tentu orang tua bersama anak membicarakan perbuatan apa saja yang dikatakan melanggar hingga perlu dihukum, kemudian tentukan bentuk hukuman yang tepat yang dirasakan anak sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan. Sampaikan dengan cara yang sesuai dengan tingkat usia anak. Bila anak masih bingung menentukan bentuk hukuman, orang tua bisa memberikan alternatif, misalnya, bila anak tidak sholat sebanyak lima kali sehari, maka hukumannya tidak nonton film kartun atau uang jajannya dikurangi. d. 176 Mengkritik dengan santun Anak melakukan kesalahan itu hal yang wajar, sebagaimana kita orang tua juga pernah melakukan kesalahan. Anak mengerjakan sesuatu kurang baik, kurang sempurna itu juga wajar karena anak sedang pada proses belajar. Yang tidak wajar adalah sikap orang tua yang menyalahkan atau mencemooh hasil dari apa yang telah dikerjakan anak. Cara menyikapi pekerjaan anak yang tidak sempurna dan cara menyikapi kesalahan yang dilakukan anak, merupakan titik sentral terbentuknya harga diri anak. Memberi tahu anak tentang kesalahannya, menunjukkan kepada anak tentang hasil yang baik dan yang tidak, merupakan kewajiban orang tua, tetapi memberikan kritikan yang tajam dan pedas akan sangat menyakitkan dan menghacurkan kepercayaan pada dirinya. Anak yang terlalu sering dikritik, dicela, dicemooh, karena hal-hal yang dilakukan belum benar-belum baik, atau dibanding-bandingkan dengan anak lain, secara perlahan anak mengatakan pada diri sendiri bahwa dia tidak bisa, tidak mampu, bahkan tidak berguna. Anak bisa menjadi diri yang tidak berharga. Bila hal ini terus-menerus terjadi ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif kurang berkualitas. Bukan jawaban yang diharapkan anak, melainkan perhatian dari orang tua. Orang tua jangan sampai sekedar ’mendengar’ apa yang dikatakan anak namun harus ’mendengarkan’, bahkan orang tua harus mampu menjadi pendengar yang setia agar tumbuh harga diri anak. g. Ubah pandangan ketika anak melakukan kesalahan Hukum umum yang terjadi, pada saat kita berada dalam posisi sebagai observer, akan menilai subjek atau pelaku secara negatif, namun ketika seseorang dalam posisi sebagai subjek atau pelaku, akan menempatkan observe secara negatif (Walgito, 1987). Pada saat orang tua melihat anaknya memecahkan gelas, anak yang disalahkan, namun ketika orang tua memecahkan gelas, anak juga yang disalahkan karena meletakkan gelasnya tidak benar. Anak memang adakalanya dijadikan sebagai sumber kesalahan, anak akan menjadi korban selamanya dari sikap orang tua. Saatnya orang tua merubah sikap dan pandangan terhadap kesalahan yang dilakukan anak. Manusia tidak bisa lepas dari kesalahan, demikian juga dengan anak yang berada dalam proses belajar untuk menjadi diri sendiri (Monk, 1992). Proses pendidikan dan proses belajar berlangsung secara terus menerus, selama itu pula akan terjadi perbaikan dari proses belajar satu ke proses belajar berikutnya. Menyikapi kegagalan dan kesalahan dengan bijak merupakan upaya jitu mengembangkan konsep diri positif pada anak. Vonis negatif terhadap anak seperti” kamu bodoh, kamu nakal, kamu malas” harus ditinggalkan Anak tetap mempunyai hak untuk menyandang predikat sebagi ”anak baik”, anak pintar”, ”anak sholeh” atau ”anak hebat”, walau anak melakukan kesalahan, walau anak Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 181 Bila orang tua bukan lagi teman yang nyaman bagi anak, maka kehancuran hidup anak sudah diujung tanduk. Kita semua perlu maklum, bahwa anak adalah pribadi yang mempunyai kebutuhan dan keinginan sendiri, mempunyai teman dan lingkungan tidak hanya dalam keluarga. Bisa saja anak mempunyai masalah dengan teman atau guru di sekolah hingga di rumah merasa suntuk, tiba-tiba uringan tidak jelas penyebabnya. Anak juga bisa galau dan tertekan dengan tugas sekolah atau tata tertib, kedisiplinan yang diterapkan sekolah. Masa transisi yang dialami akan membuat anak merasa gelisah, galau, bingung, ‘betek’ bahasa gaulnya, serta cemas, tidak tahu mengapa dan apa yang harus dilakukan. Gejala tersebut bisa memicu timbulnya perilaku nakal seperti: marah, uring-uringan, serba salah, dan mudah tersinggung. Kasih sayang dan kehangatan merupakan terapi terbaik bagi anak. Membangun komunikasi yang efektif dan berkualitas sangat penting agar orang tua bisa meingkatkan perannya sebagai tempat kembali bagi anak yang sedang gundah dan tempat meluapkan kegembiraan akan kemampuannya. Banyak orang tua merasa telah melakukan komunikasi dengan anak, barangkali ini benar, tetapi belum tentu merupakan komunikasi yang efektif dan berkualitas. Komunikasi yang efektif bukan diukur dari banyaknya waktu yang digunakan orang tua bersama anak, namun kualitas dari komunikasi itu sendiri. Menjawab sambil lalu, atau memberikan komentar apa adanya, tanpa menunjukkan perhatian, tanpa memandang anak, bahkan sambil tetap melakukan aktivitas semula (seperti membaca koran, memasak, seterika) merupakan ciri komunikasaai yang 180 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif pada anak, bisa dipastikan konsep diri yang negatiflah yang akan terbentuk (Lauren & Barbara, 2003). Mengatakan pekerjaannya belum tepat akan lebih baik dari pada berkata pekerjaan anak jelek, mengatakan bagus tetapi perlu disempurnakan, bagus tetapi perlu diganti warna, atau ditambahkan sesuatu, juga lebih baik dari pada mengatakan norak, nilainya nanti pasti 5, kamu bodoh gitu saja tidak bisa. Orang tua adakalanya tidak menyadari bahwa ucapannya telah melukai anak, walau itu merupakan ucapan kecil. Ada baiknya orang tua tetap membesarkan hati anak, l apapun hasil yang telah diraih. Dengan cara ini anak akan merasa nyaman dengan apa yang telah dilakukan. e. Memusatkan pada perilaku bukan pelaku Anak merupakan pribadi yang sedang tumbuh dan berkembang, karenanya akan selalu mencoba melakukan hal baru (Gunarsa, 1995). Sebagai pribadi yang sedang belajar, sangat mungkin melakukan perilaku yang menurut orang tua tidak benar (walau sebenarnya anak tidak bermaksud demikian). Misalnya, ketika anak loncat-loncat di atas sofa, mungkin orang tua akan mengatakan anak nakal, sofa bagusbagus kok diinjak-injak, bisa rusak. Bagi anak, sama sekali tidak bermaksud mau merusakkan sofa, anak sedang menguji kemampuannya, atau barangkali anak merasa sedang olah raga. Demikian juga ketika anak bermain dengan perabot ibunya hingga rumah menjadi berantakan, anak sama sekali tidak merasa sedang membuat kotor rumah, tidak merasa nakal atau merepotkan ibu. Walau ibu bisa merasa kesal pulang kerja rumah berantakan, perabot dapur kotor semua, apalagi tidak ada pembantu. Emosi-marah biasanya muncul tanpa bisa dikontrol. Kata-kata ” anak nakal, bodoh, Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 177 rumah dibuat berantakan ” bisa meluncur dengan entengnya dari mulut ibu. Cara ini sangat tidak tepat karena anak pada dasarnya tidak sedang melakukan kenakalan, anak kadang menjawab ”aku tidak nakal-aku mau membantu membersihkan, mengatur dapur”. Bila orang tua akan memberitahu anak bahwa yang dilakukan tidak benar, lebih baik pusatkan pada perilakunya bukan pada pelakunya (Paul, 2008). Mengarahkan pada pelaku perbuatan akan menyinggung anak sebagai pribadi. Pusatkan saja pada apa yang dilakukan atau perilakunya. Cara ini lebih objektif, mudah dilihat dan diterima. Pada kasus diatas, orang tua bisa mengatakan :”Jangan loncatloncat di sofa ya..sofanya bisa rusak” dari pada mengatakan nakal-tidak bisa diam. Memberikan komentar dengan memusatkan pada pribadi anak bisa melukai perasaan, menghacurkan harga diri, pada akhirnya membentuk konsep diri negatif. Hal yang sama bisa terjadi pada anak yang lebih besar, usia SD/SMP. Banyak perilaku menantang yang dilakukan hanya untuk menguji kemampuannya. Sekali lagi anak berada dalam proses bertumbuh dan berkembang, anak merada pada fase belajar, tanpa mencoba sesuatu yang baru, proses belajar tidak akan pernah terjadi. Makin banyak mencoba-makin banyak pengalaman yang didapat. Ketika mencoba hal baru inilah yang adakalanya membuat cemas orang tua karena sebelumnya anak belum pernah melakukannya. f. 178 Bangun komunikasi yang efeketif Bagi anak, orang tua adalah segalanya. Tempat mengadu, tempat berlindung, tempat berkeluh kesah, tempat ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif mencurahkan berbagai perasaan yang dialami termasuk tempat meluapkan emosi ketika dia marah dengan orang lain (Paul, 2008). Anak mengharapkan orang tua bisa berperan sebagai tempat kembali ketika sedang gundah. Adakalanya anak pulang sekolah marah tanpa sebab yang jelas, hal itu sangat mungkin terjadi dan perlu dipahami karena banyak kejadian di sekolah yang bisa menggangu emosinya, yang telah membuatnya kecewa atau marah. Tidak hanya itu, orang tua juga tempat meluapkan kegembiraan dan kebanggaan tentang apa yang telah dikerjakan, merupakan tempat unjuk kemampuan bagi anak, tempat memamerkan segala kemampuannya. Ketika anak dipuji guru, ketika anak juara lari di kelas, ketika diminta maju ke depan dan mendapat sambutan hangat dari temanteman, ketika berhasil menggambar dengan bagus, ketika anak ditunjuk membaca ditilawah pada acara sekolah, semua itu merupakan kebanggaan bagi anak yang perlu direspon positif. . Walau begitu, masih banyak sikap orang tua yang kurang mendukung terbentuknya konsep diri positif pada anak. Orang tua banyak yang memberikan respon negatif, memaki, membentak ketika anak pulang sekolah sambil marah-marah atau uring-uringan. Orang tua kadang juga marah ketika melihat anaknya ( yang sudah besar) pulang dengan muka cemberut, langsung tidur tanpa melepas seragam sekolah, atau dengan melempar tas sekolah. Gaya orang tua yang demkian merupakan gaya normatif, yang memandang perilaku anak dari sisi etika, benar atau tidak, sopan atau tidak., tanpa melihat lebih jauh apa sebenarnya yang terjadi pada anak. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 179 DAFTAR PUSTAKA Akbar, R., & Hawadi. 2002. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: PT Grasindo. Baldwin, Alfred L. 1967, Theories of Child Development, John Wiley & Sons Inc, New York, London, Sydney. Bandura, A. 1977. Social Learning Theory. Englewood-Cliffs NJ: Prentice –Hall Berk, Laura, E. 1993. Children Development. USA: Allyn & Bacon. Bergin, C.C & David A.B.2012. Child and Development in Your Clasroom. USA: Wordsworth. Berndt, T.J. 1992. Child Development. New York: Holf Renehart&Winston Inc. Boeree, C.G. 2007. Sejarah Psikologi; Dari Masa Kelahiran sampai Masa Modern; cet.ke-2; diterj: Abdul Qodir Shaleh. Jogyakarta: Prismasophie. Brill, Marlene Targ. 2008. Autism. New York: Marshall Devendish Corporation Chaplin, J. P. 2008. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 187 Corey, Gerald. 2005. Therapy and Practice of Counseling and Psychotherapy. Australia, Canada, Mexico, USA: Thomson Books/Cole. Diane E, Etc. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan), terjemahan A. K. Anwar). Jakarta: Kencana Prenada Media Grup Duska, Ronald. 1982. Perkembangan Moral: Perkenalan dengan Piaget dan Kohlberg, Terjemahan Dwija Atmaka. Yogyakarta: Kanisius. Efendi, Muhammad. 2008. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara Ekowari, Endang. 2011. Mendampingi Anak Menonton Televisi dalam buku Perilaku Anak Usia Dini. Kasus dan Pemecahannya. Yogyakarta: Kanisius. Fanu, James Le. 2006. Deteksi Dini Masalah-masalah Psikologi Anak dan Proses Terapinya. Yogyakarta: Think. Fuentes, Carolyn.2007. Autism.USA: Lulu.com. Greenspan, S dan Serena W. 2010. Engaging Autisme. Jakarta: Yayasan Ayo Main. Gozal, David & Denis L.M.2005. Attention Deficit Hiperactive Dosorder. USA: Human Press Inc. Gunarsa, Singgih D. 2004. Bunga rampe psikologi perkembangan, dari anak Sampe UsiaLanjut. Jakarta: Balai Pustaka. -----------, 2008. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: Gunung Mulia Halgin, Richard & Susan K.W. 1994. Abnormal Psychology. The human experience of psuchological disorders. USA: Harcourt Brace Collage Publisher. Handojo, Y. 2004. Autisma : Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi untuk 188 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Mangajar Anak Normal, Autis dan Perilaku Lain. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer. Hayes, Eileen.2003. Seri Panduan Praktis Keluarga. Tantrum, Panduan memahami, mengatasi ledakan emosi anak. Terjemah Wahyuni R. Kamah. Jakarta: Erlangga. Hurlock, E.B. 1987. Child Development. New York: Mc Grow Hill. Hothersal, D. 1984. History of Psychology. New York: Random House. Kartono, Kartini. 1995. Psikologi Anak. Bandung: Mandar Maju. Keenan, Thomas, Subhandra. 2009. An Introduction to Child Development. Second edition. California: Sage Publication. Koch, S & Leary, D. E. (ed). 1992. A Century of Psychological as Science. USA: American Psychological Association. Lauren, Bradway & Barbara A.H. 2003. Pola-pola Belajar, kiat-kiat cerdas mencerdaskan anak. Terjemah M. Khirul Anam. Inisiani Press. Jakarta Le Fanu, James. 2006. Deteksi Dini Masalah-masalah Psikologi Anak, cet. ke-1, alih bahasa Irham Ali S, Think, Yogyakarta Leonard, David C,. 2002. Learning Theories, A to Z. USA: Greenwood Publishing Group. Loree, M.R. 1970. Psychology of Education. New York: The Ronald Press. Mangal, S.K.1998. General Psychology. New Dehli: Starling Publisher Private Limited Meggitt, Carolyn. 2006. Child Development an Ilustrated Guidance. British: Heinemann Educational Publisher. Monks, F.J.; Knoers, A.M.P; dan Haditono, S.T. 1992. Psikologi Perkembangan, Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Papalia, 196 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 189 Morrison, George, S. 2012. Fundamental of Early Childhood Education. Alih bahasa Suci Romadhona dan Apriwidiastuti. Jakarta: Indeks. Narendra, M. B. 2003. Penilaian Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jakarta: EGC. 7. 8. Pemetaan Problem Mahasiswa (studi pada mahasiswa yag berprestasi rendah STAIN Salatiga) (2013) Mengoptimalkan prestasi Mahasiswa melalui Pendekatan Self Management (Actiob reseach pada mahasiswa yang berprestasi rendah STAIN Salatiga (2013) Paul M.D, Henry A. 2008. Konseling dan Psikoterapi Anak, Penduan lengkap memahami karakter, perasaan dan emosi anak disertai langkah-langkah mengatasi masalah dan perilaku negative anak, cet. ke-1, terjemah Anas, M. Yusuf. Yogyakarta: Idea Publishing. Rakhmat, J. 2007. Belajar Cerdas; Belajar Berbasis Otak. Bandung: Mizan Learning Center. Safaria, Triantoro. 2005. Autisme. Pemahaman Baru untuk Hidup Bermakna bagi Orang tua. Yogyakarta: Graha Ilmu. Santrock, John, W. 1995. Life Span Development. Jakarta: PT Erlangga. .............., 2007. Child Development. Eleventh edition. Alih bahasa Mila Rahmawati dan Ana Kuswanti. Jakarta: Erlangga. Sevilla, Consuelo, et.al. 1995. General Psychology with Values Development Lessons. Quezon City: Rex Printing Company Inc. Shaffer, David & Catrine Kipp. 2010. Development Psychology. Children & Adolescence. Eighth edition. USA: wordworth. Suharmini, Tin. 2007. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dikertorat Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan. Surbakti, E.B. 2008. Awas Tayangan Televisi. Tayangan Misteri dan Kekerasan Mengancam Anak Anda. Jakarta: Elek Media Komputindo. Yusuf, Syamsu. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya 190 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 195 Karya ilmiah yang dipublikasikan antara lain: Membina Kepribadian Anak pada Masa Trozalter, Mengembangkan self consept positive pada Anak (pendekatan parenting skill), Deteksi Dini Autism, Directive Counseling yang berkolaborasi dengan pendekatan neurolingustik programming dalam layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah, Self Control dalam perspektif multi kultur. Model bimbingan konseling kolabotarif untuk meningkatkan pengendalian diri anak usia dini. Buku yang telah terbit antara lain: 1. Psikologi Pendidikan (suatu pendekatan dalam proses belajar mengajar ( STAIN Press 2003) 2. Dilema Gadis Berjilbab (Tiara Wacana dan STAIN Press 2005), 3. Jangan Biarkan Mereka Mati (panduan pendidikan seksual untuk remaja dan orang tua (STAIN Press dan JP Book, tahun 2008). 4. Teori-teori Belajar (Tiara Wacana, 2009) 5. Psikologi Belajar ( Penerbit Ombak, 2013) Tim Dirjen Pembinaan Kesmas. 1997. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Walgito, Bimo 1986. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM. Wender, Paul.H. 1995. Attention Deficit Hiperactive Disorder in Adult. USA: Oxford University Press. Yatim, Faizal. 2007. Autisme, Suatu Gangguan Jiwa pad Anak-anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor . Zaviera, Ferdinan. 2009. Anak Hiperaktif. Yogyakarta: Kata Hati Penelitian yang pernah dilakukan: 1. Dampak Pemerkosaan terhadap Masa Depan Anak-anak (Riset aksi penanganan trauma dan pembangunan kembali pendidikan anak pascapemerkosaan)( tahun 2004), 2. Persepsi Mahasiswa Ma’hat STAIN terhadap Gender ( tahun 2005), Optimalisasi Sistem Evaluasi di STAIN Salatiga (tahun 2007), 3. Efektivitas Sosialisasi UU PKDRT no.23 tahun 2004 (riset aksi terhadap tokoh masyarakat Salatiga)(tahun 2008) 4. Efektivitas Pelatihan Communication Skill bagi dosen penasehat Akademik STAIN Salatiga (2008) 5. Wanita Karier (konflik psikologis antara pekerjaan dan keluarga) (tahun 2009) 6. Efektivitas Achievement Motivation Training bagi Peningkatan Motivasi Belajar Mahasiswa Berprestasi Rendah ( tahun 2010) 194 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 191 BIODATA PENULIS Dra.Hj. Lilik Sriyanti, M.Si. adalah dosen STAIN Salatiga, lahir di Magelang, 04 Agustus 1966. Alumni Program Pasca Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, ini lulus tahun 2002. Sarjana Psikologi Pendidikan dan Bimbingan diselesaikan dalam waktu 3.5 tahun di UKWS Salatiga lulus tahun 1988. Saat ini sedang menempuh program doktor Bimbingan dan Konseling di UPI Bandung Aktivitas: banyak terlibat sebagai nara sumber pada berbagai seminar/pelatihan/workshop tentang parenting skill, sex education, pendampingan remaja serta ABK. Jabatan saat ini adalah sebagai Direktur Biro Konsultasi ‘TAZKIA’ STAIN Salatiga, Pengelola Sekolah Autis ‘Talenta Kids’ dan Konsultan gangguan tumbuh kembang anak pada Yayasan Pendidikan dan Tumbuh Kembang ‘Kanz Kids Family’ Salatiga. 192 ۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞ 193