Bahasan psikologi anak tidak hanya berhubungan dengan tahap
perkembangan beserta ciri khas pada setiap fase. Sejalan dengan
problematika tentang perkembangan anak, dalam psikologi anak juga
dibahas berbagai jenis gangguan perkembangan pada anak beserta
faktor pencetusnya.
PSIKOLOGI ANAK
Mengenal Autis hingga Hiperaktif
10
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Doktor Spranger menulis buku, “Psycologie des Jugendalters”
(Psikologi dari masa muda). Sedang sarjana-sarjana Belanda dalam
ilmu pendidikan yang banyak menulis buku antara lain: Gunning,
Kohnstamm, Bigot, Palland, Sis Heyster, J.Bijl, Roels dan Lievegoed,
sarjana lainnya adalah :Meumann, Koffka dan Kroh (Jerman), Dr.
Schuyten, Tobie Jonkheere, Decroly, (Belgia), Sikorski, dan Pavlov
(Rusia). Tokoh lain dari Belanda adalah V. Wagenburg, Van Ginneken,
Frater Rombouts, Casimir, Waterink, Langeveld.
Disamping tokoh-tokoh tersebut di atas, ada pula beberapa tokohtokoh pendidik pada abad-abad sebelumnya, yang banyak berjasa
dalam pemikiran tentang hakekat anak dan perkembangan anak-anak.
Tokoh-tokoh tersebut antara lain ialah : Johan AmosComenius
(1592-1671). Ia dipandang sebagai seorang ahli pendidik pertama
yang mengemukakan sifat-sifat khas anak, yang berbeda dengan ciri
dan sifat-sifat orang dewasa.
Sanksi pelanggaran Pasal 72:
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 Pasal 44 Tentang
Hak Cipta
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana
penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau
hak terkait, sebagaimana dimaksud ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah)
Kemudian Jean Jacquis Rosseau (1712-1778), yang mencoba
melukiskan perkembangan anak dalam bukunya” Emile et Shopy”
(yang menuntut anak berkembang dan tumbuh dalam kebebasan).
Juga Heinrich Pestalozzi (1746-1852) menaruh minat yang sangat
besar pada masalah kehidupan anak. Kemudian Dr. Maria Montessori
(1870-1952) dari Italia, sangat berminat pada masalah kejiwaan anak.
Dan mencoba mengembangkan satu metodik mengajar yang berprinsip
pada “auto-education”.
Tokoh-tokoh diatas menginspirasi para ahli psikologi modern
untuk terus mengadakan kajian tentang perkembangan anak. Hingga
saat ini terjadi ledakan yang luar biasa dari para pemerhati anak
untuk mengembangkan pendekatan dan motode yang paling tepat
guna lebih memahami kejiwaan. Berbagai penelitian dan temuan
bermunculan sebagai upaya memberikan layanan terbaik bagi anak
dan mengoptimalkan potensi anak.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
9
pandangan John Locke pada abad 17 yang mengemukakan pandangan
tentang ‘tabula rasa’ atau meja lilin, menyangkal pandangan bahwa
anak lahir sudah membawa bakat jahat. John Locke berpandangan
bahwa anak lahir dalam keadaan bersih, putih seperti kertas, perkembangan anak selanjutnya ditentukan oleh pengalaman hidup
selanjutnya bersama lingkungannya yaitu orang tua atau guru.
Pada akhir abad ke 19 mulai timbul perhatian umum terhadap
pribadi dan hakekat anak, sehingga anak dijadikan “objek” yang
dipelajari secara ilmiah. Masa baru ini dipelopori antara lain oleh
Wilhelm Preyer, seorang tabib yang menulis buku “Die Seeledes Kindes”
(jiwa anak) pada tahun 1882. Tidak lama kemudian tampillah para
doktor, ahli psikologi dan ahli pendidik yang meneliti anak, serta
menulis buku-buku psikologi anak. Antara lain William Stern menulis
buku “Psichologie der fruhen kindheit”. Psikologi anak-anak usia sangat
muda, yang menuliskan anak sebagai struktur kepribadian yang aktif,
dan merupakan satu totalitas bulat yang dinamis.
Karl Buhler manulis buku “Die geistige Endwicklung des Kindes”
(perkembangan jiwani anak) pada tahun 1918. Dan Koffka menulis
buku ‘’Die Grundlagen der psychischen Entwicklung “ (Azas dasar dari
perkembangan psikis) pada tahun 1921.
Di Amerika Serikat tokoh-tokoh terkenal yang mempelajari
masalah kanak-kanak antara lain Tracy. Juga G. Stanley Hall dari
Clark University. Yang menulis buku “Adolescence” sedang di Inggris
antara lain ialah Sully dan Baldwin. Di Perancis kita kenal antara lain
Compayre, Perez dan Claparede. Tokoh Swiss yang terkenal adalah
Jean Piaget. Tokoh lain yang tak kalah terkenal sebagai pelopor
psikologi anak adalah istrinya Karl Buhler yaitu Charlotte Buhler yang
menulis buku “Kindheit und Jugend” (masa kanak-kanak dan anak
muda) serta “Genese des Bewustseins” (kejadian dari kesadaran).
8
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si.
PSIKOLOGI
ANAK
Mengenal Autis hingga Hiperaktif
orang dewasa. Bahkan struktur kejiwaan anak dan manusia dewasapun
berlainan pada setiap masa perkembangan (Boeree, 2007).
Sebaliknya psikologi modern/baru, mempunyai pendirian
yang sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip psikologi asosiasi,
dengan tegas mengemukakan pendirian bahwa totalitas/ keseluruhan
itu adalah lebih dari pada jumlah bagian-bagiannya. Setiap peristiwa
kejiwaan itu tidak dapat dipisahkan dari subjeknya, tidak bisa
diceraikan dari pribadi seseorang (anak) yang menampilkan peristiwa
kejiwaan tadi. Setiap unsur atau bagian hanya akan mempunyai makna
bila dalam konteks keseluruhan.
Psikologi modern sifatnya subjektif, memandang jiwa sebagai tenaga
batiniah yang kreatif dinamis serta aktif (Sevilla, 1995). Psikologi
modern menyatu padukan semua proses kejiwaan menjadi satu totalitas
yang berarti dan mempunyai fungsi tersendiri. Jiwa itu dianggap sebagai
pusat tenaga batin, yang memberi nafas kehidupan pada manusia dengan
segenap tingkah lakunya, dan membuat manusia menjadi seorang
individu yang khas unik serta berbeda dengan orang/subjek lain.
Untuk memahami manusia dan untuk mengerti hakekat anak perlu
menyelami pusat tenaga batin (jiwa) nya, dengan menggunakan metode
pemahaman atau metode Verstehen. Untuk menyelami perasaan dan
kehidupan batin orang lain, perlu memiliki kemampuan menyatukan
batin diri sendiri dengan batin orang lain. Dalam bahasa lain, perlu
ada empati agar bisa memahami kondisi batiniah orang lain.
Pada abad ke 19, psikologi anak mulai dipelajari secara insentif
sebagai ilmu pengetahuan. Sebelumnya, selama kurang lebih 18 abad,
anak-anak dipandang sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil:
bentuk badan kecil, akal belum sempurna, dan memerlukan waktu
untuk tumbuh dan berkembang. Plato (427-347 SM) menyatakan
bahwa anak adalaah miniatur orang dewasa, perkembangan ditentukan oleh faktor genetis, sehingga perbedaan individual yang ada
6
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Al-Klaaliq dan Allah Al-Mutakabbir, Yang
Maha menciptakan, Yang Maha memiliki keagungan dengan segala
kekuasaan dan kasih sayangnya hingga setiap anak lahir ke dunia di
sambut dengan suka cita. Segala puji bagi Allah Al-Musawwir, yang
maha membentuk rupa, yang telah menciptakan manusia sebaik-baik
ciptaanNya. Atas bimbingan dan kasih sayangNya buku tentang dunia
anak ini bisa hadir di tengah-tengah pembaca yang senantiasa haus
akan ilmu.
Anak adalah amanah Allah yang harus dijaga dan dikembangkan
potensinya sesuai dengan fitrahnya. Kelahiran seorang bayi ke dunia
selalu membawa perubahan di sekeliling, mendatangkn suka cita,
keceriaan, kebanaggaan, bertambah nikmat dan rizkinya bagi yang
bersyukur. Telah lahir generasi penerus yang dapat mengalirkan pahala
ketika orang tua kelak tiada. Dunia anak adalah dunia yang penuh
keceriaan, kepolosan, dan kegembiraan.
Buku yang saat ini menemani pembaca adalah bagian kecil dari
kehidupan anak, sebagai anugrah Allah yang luar biasa tersebut. Untuk
memudahkan pemahaman tentang dinamika kehidupan anak, penulis
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
v
menyajikan sekelumit seluk beluk psikologi anak, sejarah singkat
psikologi anak dan letak psikologi anak diantara ilmu-ilmu lainnya.
Bagian dua buku ini membicarakan tentang teori-teori yang mengupas perkembangan anak dari sudut pandang beberapa ahli, teori
tersebut mempengaruhi cara pandang dan cara bersikap terhadap
berbagai perilaku yang muncul pada anak. Mengapa anak bisa suka
berbohong, mengapa anak bisa mempunyai kebisaan mencuri, malas
belajar, membangkang dan berbagai perilaku anak lainnya dapat
dikupas dari sudut teori ini. Pandangan teori Social Learning misalnya, mengatakan bahwa perilaku anak diperoleh dari hasil belajar.
Perubahan sikap dan perilaku anak diperoleh dengan mengamati dan
mencontoh perilaku orang dewasa.
Perkembangan anak mengikuti prinsip atau hukum tertentu
yang berlaku umum untuk setiap anak, hukum tempo perkembangan
menuntun orang tua untuk tidak panik dengan kemampuan bicara
anak yang dianggap lebih lambat dibanding anak lain. Hal ini karena
tempo perkembangan tiap anak tidak sama, ada anak yang bisa
jalan usia 12 bulan tetapi anak lain usia 20 bulan baru bisa berjalan.
Walau begitu orang tua harus selalu mendampingi anak dari waktu
ke waktu karena prinsip kematangan mengharuskan orang tua/guru
memberikan stimulasi pada saat kematangannya.
Perkembangan anak mengikuti pola umum yang sama, tiap
anak juga mempunyai karakteristik khas yang berbeda dengan anak
lain, perkembangan anak usia TK tidak sama dengan anak usia SD.
Uraian tentang karakteristik anak usia TK dan usia SD dibahas secara
mendalam pada bab III. Adakalanya perkembangan tidak berjalan
mulus, melainkan ada gangguan atau hambatan-hambatan yang
menyebabkan perkembangan anak tidak sejalan dengan pola umum
yang berlaku. Autis, hiperaktif, retardasi mental merupakan contoh
gangguan perkembangan pada anak.
vi
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
sifatnya. Karena itu gejala-gejala kejiwaan bisa diselidiki dengan
metode-metode yang dipakai dalam penelitian ilmu alam, khususnya
mempelajari sebab dan akibat, menurut hukum-hukum kausalitas.
Segala sesuatu terjadi karena ada penyebabnya. Psikologi asosiasi
berpendirian, bahwa setiap peristiwa psikis itu merupakan akibat
langsung dari perangsang-perangsang fisik yang berasal dari luar,
sehingga terjadi perubahan-perubahan dalam organisme manusia
dan dalam susuna urat syarafnya. Menurut prinsip psikologi kuno,
keseluruhan adalah sama dengan jumlah (totalitas) dari bagianbagiannya. Oleh karena itu proses kejiwaan yang lebih tinggi tarafnya
(seperti berfikir, menghayal, menimbang, merasa, berkemauan, dan
lain-lain) itu terbentuk karena adanya hubungan dan kombinasi dari
unsur-unsur kejiwaan yang sederhana dan bertaraf lebih rendah.
Maka hubungan dan kombinasi dan unsur-unsur inilah yang lazimnya
disebut sebagai asosiasi. Oleh pendirian semacam ini ilmu kuno
disebut sebagai psikologi asosiasi.
Sehubungan dengan prinsip asosiasi tersebut, psikologi lama
memandang anak sebagai objek penelitian, yaitu mereka meneliti
proses-proses jiwa dan gejala-gejala kesadaran yang umumnya terlepas
dari orangnya atau subjek yang menampilkan gejala–gejala psikis
tadi. Mereka menyamakan pribadi anak dengan gejala fisik lainnya.
Disamping itu, psikologi kuno menganggap anak sebagai orang dewasa
dalam bentuk kecil (mini). Anak yang “status kedudukannya” belum
dewasa ini dianggap tidak ada bedanya dengan orang dewasa. Maka
bentuk mini tersebut masih harus tumbuh dan bertambah besar, agar
bisa serupa betul dengan bentuk manusia dewasa.
Psikologi kuno hanya mempelajari tingkat-tingkat perkembangan
menurut usia saja, serta gejala-gejala jiwa yang sifatnya umum, dan
tidak memandang anak sebagai satu totalitas psiko-fisik, yang menurut
hakekatnya sangat berlainan struktur kejiwaanya dengan kejiwaan
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
5
1) Psikologi anak, yaitu psikologi yang membahas fase-fase
perkembangan anak dan karakateristiknya dari pranatal
hingga usia 11/12 tahun. Fase anak dibagi lagi menjadi
fase bayi, fase anak-anak awal, fase pertengahan dan
fase akhir masa anak-anak
2) Psikologi remaja mengupas karakteristik pubertas dan
remaja, berkisar usia 11/12 tahun hingga 15/16 tahun;
3) Psikologi orang dewasa, mengupas fase perkembangan
orang dewasa beserta karakteristiknya, dari usia 17/18
hingga meninggal dunia. Fase dewasa dibedakan
menjadi masa dewasa awal, masa dewasa madya, dan
dewasa akhir atau masa lanjut usia
e.
f.
g.
Psikologi sosial, merupakan cabang psikologi yang mengupas
perilaku individu dalam relasi sosial.
Psikologi pendidikan, merupakan psikologi yang membahas
perilaku individu dalam situasi pendidikan
Gerontology, yaitu psikologi yang mempelajari semua permasalahan yang terdapat pada usia tua.
Rutinitas penulis bergumul dengan anak-anak autis, hiperaktif,
retardasi mental di sekolah yang penulis kelola, serta pengalaman
menghadapi berbagai gangguan perilaku anak di Biro Konsultasi
Psikologi Tazkia STAIN Salatiga mendorong penulis untuk menuliskan berbagai fenomena perilaku anak, yang adakalanya sulit untuk
dimengerti orang tua. Di samping karena penulis mengajar mata kuliah
Psikologi Anak, Psikologi Perkembangan dan Psikologi Pendidikan di
kampus tersebut.
Berbagai pihak telah membantu demi terbitnya buku ini, karena
itu ucapan terimakasih tercurah pada para budiman tersebut, terutama untuk suami Alfred L yang senantiasa mendampingi dalam
segala situasi, serta anak-anak Alfisyah Liasari dan Sabrina Alya
Adzhani yang menjadi pemicu muncul ide-ide baru.
Salatiga, 2014
Penulis
Saat ini mulai berkembang berbagai cabang psikologi khusus
yang menitik beratkan kajiannya pada aspek khusus dari dinamika
kehidupan manusia, seperti psikologi dakwah, psikologi sholat dan
sebagainya.
B. Sejarah Psikologi Anak
Sejarah perkembangan psikologi anak tidak bisa lepas dari perkembangan psikologi itu sendiri. Kartono (1995) menguraikan sejarah
psikologi anak dimulai dari psikologi lama hingga psikologi modern
saat ini. Psikologi lama atau psikologi sebelum 1900, bisa disebut se bagai psikologi asosiasi. Berpendapat bahwa jiwa itu adalah pasif
4
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
vii
2.
Psikologi praktis, merupakan cabang psikologi yang menekankan
kajian ilmunya untuk kepentingan praktis dalam bidang tertentu
atau ilmu tersebut diterapkan dalam bidang tertentu, untuk
mengatasi masalah tertentu. Yang tergolong psikologi praktis
antara lain: psikodiagnostik, psikologi klinis, psikologi konseling,
psikologi dakwah.
Sementara itu, psikologi juga dibedakan menjadi psikologi umum
dan psikologi khusus (Walgito, 1986).
1.
2.
viii
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Psikologi umum, adalah psikologi yang mengupas perilaku dan
kondisi kejiwaan orang dewasa, normal dan beradap. Kajian
psikologi umum berisikan aspek dan kondisi kejiwaan yang terjadi
pada individu secara umum, seperti aspek kecerdasan, motivasi,
emosi, kesadaran, ingatan dan sebagainya.
Psikologi khusus, merupakan cabang psikologi yang membahas
kekhasan dari suatu perilaku atau kondisi kejiwaan seseorang
dan diterapkan dalam kondisi yang khusus pula. Yang termasuk
psikologi khusus antara lain:
a. Psikologi genetis atau psikologi perkembangan mengupas
perkembangan manusia dimulai dari periode masa bayi,
kanak-kanak, anak sekolah, masa remaja, sampai periode
adolesens menjelang dewasa. Psikologi anak, psikologi remaja
dan psikologi orang dewasa termasuk dalam kelompok
psikologi perkembangan.
b. Psikologi wanita, merupakan bagian dari psikologi yang
membahas karakteristik khas wanita
c. Psikologi keluarga, merupakan bagian psikologi yang
mengupas kondisi kejiwaan setiap anggota keluarga (ayah
ibu dan anak) serta relasi yang terjadi diantara mereka.
d. Psikologi perkembangan, meliputi:
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
3
Psikologi perkembangan memulai pembahasannya dari sejak
pra-natal, karena itu ruang lingkup psikologi anak juga sudah dimulai sejak konsepsi, yaitu sejak awal terbentuknya individu, yaitu
saat bertemunya sel telur dengan sprema. Psikologi perkembangan
dibedakan menjadi beberapa bidang kajian karena beberapa alasan
(Kartono, 1995):
1.
2.
3.
DAFTAR ISI
Sifat-sifat/karakteristik yang khas,
Peperbedaan-perbedaan tertentu antara satu tahap perkembangan
dengan tahap lainnya,
Adanya ciri-ciri khusus pada anak manusia.
Taraf perkembangan anak manusia selalu berlainan sifat dan ciricirinya, Bayi mempunyai sifat yang berlainan dengan anak-anak dan
remaja. Anak usia 2 tahun berbeda perilaku dan sifat-sifatnya dengan
anak usia sekolah. Kehidupan psikis anak usia sekolah berbeda dengan
kehidupan psikologis anak puber, sedang anak puber berbeda keadaan
jasmaniah dan kehidupan psikisnya dengan keadaan orang dewasa.
Bahkan sama-sama orang dewasa akan terdapat perbedaan antara
orang dewasa muda/awal dengan dewasa madya. Orang dewasa usia
50 tahun mempunyai kehidupan psikis dan fisik yang berbeda dengan
orang lanjut usia.
Perbedaan karakteristik setiap fase perkembangan tadi menyebabkan perbedaan bidang kajian, sehingga psikologi juga dibedakan
menjadi beberapa kelompok. Secara garis besar psikologi dibedakan
menjadi dua yaitu psikologi teoritis dan psikologi praktis, juga dibedakan atas psikologi umum dan psikologis khusus (Mangal, 1998).
1.
Psikologi teoritis, yaitu jenis psikologi yang menguraikan ilmunya
dalam tataran teoritis, untuk kepentingan ilmu psikologi itu
sendiri. Yang termasuk psikologi teoristis antara lain : psikologi
perkembangan, psikologi pendidikan, psikologi remaja.
2
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
KATA PENGANTAR ~ v
DAFTAR ISI ~ ix
BAB I RUANG LINGKUP DAN SEJARAH PSIKOLOGI
ANAK ~ 1
A. Ruang Lingkup dan Kedudukan Psikologi Anak ~ 1
B. Sejarah Psikologi Anak ~ 5
BAB II TEORI DAN PRINSIP-PRINSIP PERKEMBANGAN ~ 11
A. Teori-teori Perkembangan ~ 11
B. Hukum atau Prinsip-prinsip Perkembangan ~ 16
BAB III PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI DAN MASA
SEKOLAH DASAR ~ 37
A. Aspek-aspek Perkembangan ~ 37
B. Perkembangan Anak Usia Dini ~ 52
C. Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar (SD/MI) ~ 70
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
ix
BAB IV GANGGUAN-GANGGUAN PERKEMBANGAN
PADA ANAK ~ 101
A. Faktor Penyebab Gangguan Perkembangan pada
Anak ~ 101
B. Mengenal Perkembangan pada Setiap Usia ~ 104
C. Bentuk-bentuk Gangguan Perkembangan ~ 111
D. Gangguan-gangguan Perilaku ~ 142
BAB I
RUANG LINGKUP DAN SEJARAH
PSIKOLOGI ANAK
DAFTAR PUSTAKA ~ 187
BIO DATA PENULIS ~ 193
A. Ruang Lingkup dan Kedudukan Psikologi Anak
Psikologi anak termasuk bagian dari psikologi perkembangan, yang
mempelajari tentang perkembangan anak. Psikologi perkembangan
meliputi beberapa bidang psikologi, yaitu psikologi anak, psikologi
remaja, psikologi orang dewasa dan psikologi lansia (lanjut usia). Psikologi
perkembangan sendiri diartikan sebagai cabang psikologi yang mempelajari
perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan
dari masa konsepsi sampai meninggal dunia. Psikologi perkembangan
mempersoalkan faktor-faktor umum yang mempengaruhi proses
perkembangan yang terjadi di dalam diri pribadi yang khas (Monks,
1992).
Objek dari psikologi perkembangan anak adalah kehidupan
kejiwaan anak secara total sebagai person (bukan sebagai mahluk sosial).
Psikologi anak tidak mempelajari gejala kejiwaan anak satu persatu
secara terpisah, melainkan mempelajari gejala kejiwaan sebagai totalitas.
Ketika membahas tentang perkembangan motorik anak, selalu berkaitan
dengan aspek perkembangan lainnya. Hal ini karena perkembangan
bersifat integral, setiap aspek perkembangaan berhubungan dengan
aspek lainnya.
x
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
1
anak (sebagai akibat dari defisiensi anak). Untuk selanjutnya
mencari cara sebaik-baiknya guna memperbaiki dan mengatasi
kekurangan-kekurangan anak tersebut. Tanpa pendidikan dan
pengasuhan anak akan tetap berada dalam keadaan lemah.
Tanpa uluran tangan orang lain anak menjadi tidak berdaya
dalam hidup dan menggantungkan sepenuhnya pada orang lain.
Anak-anak dengan kekurangan tertentu yang tidak mendapatkan
pendidikan yang baik selamanya akan merepotkan diri sendiri
dan orang lain. Bagaimanapun kondisi bawaan tadi memerlukan
peran lingkungan, tetapi lingkungan tidak bisa mengubah anak
di luar kodratnya.
6.
26
Dorongan spontan dari dalam sebagai tanda kemampuan tumbuh
Jika kapasitas-kapasitas untuk bergerak, berpikir dan merasakan pada anak sudah matang, maka anak-anak didorong oleh
impuls-impuls yang kuat dari dalam untuk menggunakannya.
Misalnya, bila organ-organ tubuh untuk menelungkup sudah
cukup matang maka anak secara spontan akan melakukan gerakan menelungkup. Demikian juga bila lengan dan kaki anak sudah
cukup matang untuk melakukan gerakan merangkak, maka secara
spontan anak akan melakukan gerakan merangkak. Hal ini juga
terjadi pada aktivitas lain. Terdapat dorongan dari dalam diri anak
untuk melakukan aktivitas walaupun tidak ada rangsangan dari
luar. Terdapat dorongan dari dalam membuat anak melakukan
sesuatu. Demikian juga terdapat dorongan dari dalam untuk
merasa dan berpikir.
Jika tulang-tulang kakinya sudah cukup kuat untuk menyangga tubuh dan menggerakkan kedua kakinya, maka anak
secara terus-menerus berusaha untuk berdiri dan berjalan sekalipun dia mengalami banyak kesakitan karena berulang kali jatuh.
Pada masa ini anak akan selalu berusaha mencoba kemampuan
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
BAB II
TEORI DAN PRINSIP-PRINSIP
PERKEMBANGAN
A. Teori-teori Perkembangan
Perkembangan individu berjalan sejak pralahir hingga meninggal.
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang proses perkembangan
individu. Monks (1992) dan Shaffer (2010) menguraikan teori yang
mengupas perkembangan individu meliputi teori nativisme, teori
empirisme, teori konvergensi, teori psikodinamika, dan teori belajar
sosial.
1.
Teori Nativisme
Tokoh teori nativisme adalah Schopenhauer. Menurut teori
ini, perkembangan manusia ditentukan oleh faktor-faktor nativus,
yaitu faktor- yang dibawa sejak lahir, hasil keturunan dari nenek
kakek sebelumnya. Teori ini meyakini bahwa faktor yang paling
memengaruhi perkembangan anak adalah pembawaan sejak lahir
atau ditentukan oleh faktor genetis. Para ahli yang menganut
teori ini mengklaim bahwa unsur yang paling mempengaruhi
perkembangan anak adalah unsur genetik anak yang diturunkan
dari orang tuanya. Perkembangan ditentukan oleh faktor endogen,
artinya perkembangan tidak terjadi secara spontan, melainkan
merupakan pemekaran pre-disposisi yang sudah ditentukan
11
secara biologis dan tidak dapat berubah lagi. Lingkungan hanya
menyediakan kesempatan yang baik.
Individu berkembang dalam cara yang terpola, setiap orang
akan memiliki kemampuan duduk sebelum mampu berjalan,
tumbuh cepat pada masa bayi dan berkurang pada masa anak,
berkembang fisiknya dengan maksimum pada masa remaja, dan
seterusnya. Kemampuan untuk bicara, berjalan, mencari puting
susu ibunya dan mengisap merupakan faktor bawaan yang
sudah ada sejak anak lahir. Menurut teori ini faktor lingkungan
termasuk pendidikan kurang memberikan pengaruh terhadap
perkembangan anak. Kondisi dan kualitas anak pada dasarnya
sudah ditentukan sejak lahir, hasil bawaan dari kedua orang tuanya.
2.
12
Teori Empirisme
Teori Empirisme adalah teori yang berpaham lingkungan
sebagai pembentuk perilaku anak. Teori ini bersifat sosiologis,
karena orang-orang di sekitar anak memberikan pengaruh besar
terhadap perkembangan anak. Tokoh teori antara Francis Bacon
dan John Locke. Pandangan dari teori ini adalah bahwa anak lahir
seperti kertas putih, yang menentukan perkembangan anak faktor
lingkungan, faktor pendidikan. Perkembangan anak ditentukan
oleh faktor orang tua, guru dan orang lain di sekitar anak.
Anak yang lahir dianggap dalam kondisi kosong, putih bersih
seperti meja lilin (abularasa), pengalaman (empiris) anaklah
yang menentukan corak dan bentuk perkembangan jiwa anak.
Dengan demikian menurut teori ini, pendidikan atau pengajaran
anak pasti berhasil membentuk anak sesuai kehendak pendidik.
Teori ini dikenal dengan teori tabularasa, karena anak dipandang
putih bersih seperti lilin. Teori ini juga dikenal sebagai teori
yang optimistik, karena apapun keadaan anak sejak dilahirkan
dapat diubah, dapat dibentuk melalui proses pendidikan. Teori
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
dalam mengasuh anaknya. Paham environmentalisme berpendapat
sebagai berikut: “tidak ada anak yang sukar, yang ada ialah orang
tua yang sukar. Problem children are the product of problem parents”.
Kelompok behaviorisme bahkan menyatakan bisa menjadikan
bayi-bayi seperti apa yang dikehendaki orang tuanya.
Pada setiap bayi yang normal mempunyai dorongan dari
dalam untuk mengekspresikan macam-macam bunyi suara, lagu
suara, dan irama yang berbeda-beda. Setiap anak normal dam
sehat akan melakukan hal itu, walaupun tidak ada pengaruh dari
luar. Namun tidak ada seorang anakpun akan pandai bercakapcakap jika pada umur tertentu tidak bisa menirukan bunyibunyi ucapan dari pendidiknya, ayah,ibu, saudara-saudara atau
pengasuhnya. Anak tidak akan bisa bercakap-cakap bila dia tidak
pernah mendengar orang lain bercakap-cakap. Anak tidak akan
dapat mengucapkan kata ‘ibu’ bila orang lain tidak mengajarkan
padanya kata’ibu’. Faktor ekstern yang amat penting dalam hal
ini adalah:pengasuh atau pendidik yang bercakap-cakap dengan
anak. Yang menjadi syarat mutlak, agar kemampuan bicara anak
bisa berkembang sepenuhnya.
Interakasi faktor pembawaan dan lingkungan juga menandaskan bahwa kualitas pendidikan tidak akan mampu membentuk
anak menjadi manusia super diluar potensi yang sebenarnya. Anak
yang lahir dalam kondisi mental deficit (ganggua mental), seperti
idiot, debil, autis, cerebral palse, dengan pendidikan modern dan
pendidikan yang sudah teruji tidak akan dapat mencetak anakanak tadi menjadi superior. Walau begitu kondisi abormalitas
dan kelemahan pada anak tadi bisa dioptimalkan sesuai kapasitas
yang dimiliki anak, hingga menjadi berdaya guna. Orang tua harus
memahami betul kekurangan tersebut, dan bersedia melindungi
serta membela anaknya. Kemudian berusaha meringankan beban
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
25
lahir akan mempunyai arti bila tidak ada campur tangan dari
lingkungan, dari orang dewasa lainnya. Kemampuan, kecerdasan
yang tinggi atau bakat melukis, menari, bakat–bakat lainnya tidak
akan aktual bila tidak ada aktivitas belajar, bakat anak tidak berkembang tanpa faktor latihan.
Kontribusi faktor lingkungan terhadap perkembangan
anak dapat dilihat dari hasil penelitian terhadap anak kembar
identik yang dibesarkan dalam lingkungan yang berbeda ternyata
menunjukkan perilaku dan kapasitas mental yang berbeda
pula. Demikian juga banyak anak dari orang tua yang tinggal
di pedesaan bisa jauh lebih sukses dan berhasil dibanding orang
tuanya setelah anak tersebut mendapatkan pendidikan yang
lebih baik di kota. Sementara peran faktor heridetas terhadap
pembentukan anak dapat dilihat dari adanya kesamaan ciri
dan sifat antara beberapa saudara sekandung. Anak-anak dari
keluarga yang sama cenderung menunjukkan kesamaan baik
secara fisik maupun kemampuan lainnya.
Lingkungan pertama bagi anak adalah keluarga, yaitu perilaku dan sifat dari ayah ibu dan saudara lainnya. Karena itu
perilaku, karakter, gaya pengasuhan orang tua akan memberikan
pengaruh terhadap perilaku dan karakter anak. Orang tua yang
berperilaku tidak baik, mencuri misalnya, menendang atau
memukul ketika marah, cenderung akan ditiru oleh anak. Apabila
kemudian anak mempunyai kebiasaan mencuri dan memukul
orang lain pada saat marah, hal itu bukan karena faktor keturunan
tetapi karena pengaruh lingkungan, yaitau pengaruh dari orang
tua, pengaruh dari perilaku orang tuanya. Gejala-gejala kolik
(kekejangan pada usus), tics (gerak-gerak facial), tingkah laku yang
stereotipis berupa ngompol, menghisap ibu jari, sukar makan, dan
lain-lain, pada umumnya disebabkan oleh kesalahan orang tua
24
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
empirisme berorientasi enviromentalisme, hal ini karena lingkungan
lebih banyak menentukan corak perkembangan. Tokoh lain
penganut aliran ini adalah JB Watson. Watson meyakini bahwa
apapun keadaan anak ketika lahir dapat dibentuk, ditentukan
dan dipengaruhi oleh lingkungan. Watson pernah menantang
“berikan saya seribu bayi, maka saya dapat membentuk seribu bayi
tersebut seperti apa yang Anda inginkan”. Perkataan ini menyiratkan
bahwa lingkungan adalah penentu segalanya.
3.
Konvergensi
Salah satu tokoh teori konvergensi adalah William Steren.
Penganut paham konvergensi menyakini bahwa perkembangan
anak ditentukan oleh perpaduan antara faktor pembawaan dan
faktor lingkungan. Pendapat ini diperkuat oleh hasil penelitian
terhadap anak kembar yang diasuh oleh orang yang berbeda.
Ternyata kondisi anak dikemudian hari setelah besar merupakan
cermin dari faktor bawaan kedua orang tuanya, disamping
terdapat pengaruh faktor lingkungan dimana dia dibesarkan.
4.
Teori Psikodinamika
Penganut teori ini menyatakan bahwa perkembangan anak
ditentukan oleh komponen dasar yang bersifat sosio-afektif,
yaitu ketegangan dalam diri anak. Unsur-unsur yang sangat ditentukan dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek-aspek
internal lainnya. Para penganut psikodinamika percaya bahwa
perkembangan merupakan suatu proses aktif dan dinamis yang
sangat dipengaruhi oleh dorongan- dorongan atau impuls-impuls
individual yang dibawa sejak lahir serta pengalaman-pengalaman
sosial dan emosionalnya. Pencetus pandangan ini adalah Sigmund
Freud dari Swiss, menurutnya seorang anak dilahirkan dengan dua
macam kekuatan (energi) biologik yaitu libido dan nafsu mati.
Kekuatan atau energi ini menguasai semua orang atau semua
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
13
benda yang berarti atau yang penting bagi anak, melalui proses
yang oleh Freud disebut khatexis. Khatexis berarti konsentrasi
energi psikis terhadap suatu objek atau suatu ide yang spesifik
atau terhadap suatu person yang spesifik.
Freud mengatakan bahwa lima tahun pertama dalam kehidupan anak menentukan perkembangan anak di masa yang
akan datang. Menurutnya perkembangan seksualitas anak sudah
perkembang pada masa anak-anak, bukan ketika masa puber.
Freud juga mengatakan bahwa dalam diri seseorang terdapat tiga
unsur penggerak yaitu id, ego dan super ego. Id adalah dorongan
dari dalam yang dibawa sejak lahir berupa libido yang bergerak
mengikuti prinsip kenikmatan. Sementara ego merupakan bagian
dari pribadi yang berjalan menurut prinsip realitas. Tidak semua
dorongan id bisa terpuaskan karena ada benturan dengan realitas
yang dikendalikan oleh ego. Dalam kondisi demikian maka ego
bekerja untuk memenuhi dorongan id. Bagian terakhir dari pribadi
adalah super ego yang terbentuk karena seseorang berinteraksi
dengan orang lain. Super ego bekerja menurut prinsip norma
yang ada masyarakat (Corey, 2005). Super ego bertugas mensensor
dorongan libido yang bersumber dari id agar sesuai dengan norma
yang ada di masyarakat.
Freud menguraikan tentang fase perkembangan anak, dimana lima tahun pertama kehidupan menjadi dasar pembentuk
kepribadian anak di masa yang akan datang. Fase perkembangan
lima tahun pertama tersebut meliputi (Corey, 2005) sebagai
berikut.
a. Fase oral, usia 0-1 tahun. Oral atau mulut menjadi sumber
kenikmatan. Pada usia ini anak mendapatkan kenikmatan
dari organ mulutnya, melalui menghisap puting susu ibu.
Pengasuhan masa ini bisa mengembangkan kasih sayang
14
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
dia ada bersama dengan orang lain. Asosiasi dengan pendapat
ini dapat dikemukakan, bahwa anak manusia itu bisa memasuki
dunia manusia jika dia dibawa atau dimasukkan oleh dan bersama-sama dengan manusia lain. Itulah sebabnya diperlukan
pendidikan khususnya bagi anak-anak yang masih muda dan
dalam kondisi “masih kuncup”.
Bahwa anak manusia itu menurut kodratnya adalah mahluk
sosial dapat dibuktikan pula bahwa ketidakberdayaannya (terutama pada usia bayi dan kanak-kanak) itu menuntut adanya
perlindungan dan bantuan orang tua. Anak selalu membutuhkan
tuntutan dan pertolongan orang lain untuk menjadi manusia
yang sempurna. Anak akan berkembang secara penuh apabila
dia mendapat tuntutan da bantuan dari orang lain dan kelak juga
memberikan bantuan dan bekerjasama dengan anak-anak lain.
5.
Hukum Konvergensi
Sebagaimana pendapat William Stern, bahwa perkembangan
anak merupakan produk interaksi antara faktor hereditas dan
faktor lingkungan. Konvergensi artinya: kerjasama atau bertemu
pada satu titik. Hukum konvergensi menyatakan adanya kerja
sama antara faktor kodrati dan faktor lingkungan. Faktor hereditas
merupakan faktor endogen yang berasal dari diri anak sebagai hasil
pembawaan dari orang tuanya. Sementara dan faktor lingkungan/
milieu merupakan faktor eksogin atau faktor sosial, atau faktor yang
berasal dari lura diri anak. Kedua-duanya saling berhubungan
dan pengaruh mempengaruhi satu sama lain.
Menurut pendirian psikologi modern yang bersifat subjektivistis dan aktivis, subjek anak yang aktif dengan bakat
dan kemampuan yang orisinil harus diperhatikan dengan
baik, sebab subjek merupakan pendukung utama dari semua
perkembangannya Bakat dan potensi yang dimiliki anak sejak
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
23
dan lingkungan sosial itu dihayati oleh anak sebagai bagian dari
dirinya sendiri. Karena itu anak manusia adalah individu sosial
yang harus hidup ditengah lingkungan sosial.
Kemampuan untuk bisa berbicara, kemampuan berjalan dan
melakukan aktivitas lainnya tidak terlepas dari bimbingan dan
tuntunan orang lain. Demikian selanjutnya untuk belajar ilmu
yang lebih luas anak selalu memerlukan orang lain. Kondisi dan
situasi sosial akan menguntungkan dan berpengaruh positif bagi
anak apabila kombinasi dari pengaruh lingkungan sosial dan
semua potensi psiko-fisik anak bisa bekerja sama secara baik dan
bisa membantu realisasi diri serta proses sosialisasi anak sebagai
manusia. Kondisi menjadi tidak sehat dan tidak menguntungkan,
jika perkembangan anak terhambat atau rusak oleh pengaruhpengaruh dari luar.
Anak sebagai pribadi sosial yang memerlukan relasi dan
komunikasi dengan orang lain untuk memanusiakan dirinya.
Anak ingin dicintai, ingin diakui dan dihargai, dan mengadapat
tempat dikelompoknya. Hanya dalam komunikasi relasi dengan
orang lain (dengan guru, pendidik, pengasuh, orang tua,
anggota keluarga, teman sebaya) anak bisa berkembang menuju
kedewasaan.
Ada determinasi sosial yang menentukan perkembangan anak,
dan setiap tingkah laku anak merupakan tingkah laku sosial, sebab
mempunyai relasi/kaitan dengan orang lain. Hubungan anak
dengan orang dewasa, juga dengan orang tua, adalah relasi yang
timbal-balik dan saling pengaruh-mempengaruhi. Individualitas
dan sosialitas itu adalah “unsur-unsur” yang komplementer (saling
mengisi dan melengkapi) dalam ekstensi anak.
Anak sebagai individu tidak mungkin bisa berkembang tanpa
bantuan orang lain. Dan kehidupan anak bisa berlangsung, jika
22
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
b.
c.
ataupun perilaku sadisme di masa yang akan datang
Fase anal, usia 1-2/3 tahun. Anal atau anus adalah alat
pembuangan. Pada masa ini anak mencurahkan energi
psikisnya pada daerah pembuangan. Pengasuhan pada masa
ini akan menentukan apakah ketika dewasa kelak akan
menjadi anak yang jorok, tidak rapi atau terlalu pembersih.
Fase phalis, usia 3-5 tahun. Pada fase ini energi psikis anak
dicurahkan pada alat kelamin, anak mulai memberikan
perhatian pada organ kelaminnya. Pada fase ini pula berkembang fenomena oidipus complex, yaitu kecenderungan
dalam diri anak untuk mencintai orang tua yang berjenis
kelamin berbeda serta cemburu pada orang tua yang berjenis
kelamin sama dengannya. Anak perempuan akan mencintai
ayahnya dan cemburu pada ibunya, sementara anak laki-laki
mencintai ibunya dan merasa cemburu pada ayahnya. Masa
ini menentukan perkembangan seksualitas anak di masa
yang akan datang, apakah mempunyai kehidupan seksual
yang sehat atau tidak.
Erikson (1964) meluaskan teori Freud dengan mencoba
meletakkan hubungan antara gejala-gejala budaya masyarakat
dipihak lain. Erikson juga membagi hidup manusia dalam fasefase berdasarkan proses-proses tertentu beserta akibat-akibatnya.
Proses-proses tadi bisa berakibat baik atau tidak baik. Bila
berakhir baik dapat memperlancar perkembangan, bila berakhir
tidak baik dapat menghambatnya.
5.
Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial menyatakan bahwa anak berkembang
melalui proses mengamati perilaku orang lain serta belajar dari
efek perilaku orang lain. Tokoh teori ini adalah Albert Bandura,
menyatakan belajar didapat dari perilaku orang lain yang
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
15
dijadikan model. Karena itu teori ini dinamakan juga sebagai
teori belajar model. Perilaku anak diperoleh melalui proses imitasi
terhadap perilaku orang-orang disekitarnya (Bandura, 1977),
sehingga teori juga dikenal dengan teori imitasi. Model yang
dijadikan objek imitasi bisa berupa model hidup maupun model
mati. Model hidup yang dicontoh anak antara lain, perilaku dan
sikap orang tua, guru, teman sebayanya serta orang di sekitar anak
lainnya. Sementara model mati bisa berupa tokoh dalam cerita,
dongeng, komik serta tokoh fiktif lainnya.
B. Hukum atau Prinsip-prinsip Perkembangan
Perkembangan anak pada dasarnya mengikuti prinsip atau hukum
tertentu yang berlaku secara umum untuk perkembangan manusia.
Prinsip atau hukum perkembangan bisa digunakan sebagai dasar
untuk menentukan adanya penyimpangan dalam perkembangan,
serta dasar untuk memacu perkembangan anak. Prinsip atau hukum
perkembangan bermanfaat untuk memprediksi perilaku anak. Prinsip
perkembangan juga bermanfaat bagi orang tua/guru agar bisa lebih
memahami dan memperlakukan anak sesuai taraf perkembangannya.
Prinsip perkembangan yang aktif itu terletak didalam diri anak
sendiri. Perkembangan bukan proses yang selalu digerakkan oleh
faktor/pengaruh dari luar (di luar diri anak), akan tetapi setiap
gejala perkembangan dikendalikan dan diberi corak tertentu oleh
pembawaan, bakat dan kemauan anak. Watak dan pribadi seorang
dewasa selalu dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman masa lalu,
khususnya pengalaman pada masa kanak-kanak. Jadi setiap periode
perkembangan erat hubungannya dengan periode perkembangan
yang mendahuluinya. Hal ini membuktikan, bahwa hidup manusia
merupakan kesatuan yang bulat. Tujuan setiap perkembangan adalah
menjadi manusia yang dewasa yang sanggup berdiri sendiri (mandiri).
16
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
kemampuan anak memegang sendok atau alat tulis. Anak belum
mampu menggunakan alat tulis dengan tepat, belum dapat
memegang sendok dengan benar. Kemampuan anak dalam
mengkordinasikan jari jemari masih bersifat umum, yaitu semua
jari digunakan bersama-sama. Sejalan dengan bertambahnya
usia, anak mulai melakukan diferensiasi fungsi jari, antara ibu
jari, jari telunjuk, jari manis dan fungsi jari-jari lainnya secara
berbeda-beda.
4.
Anak sebagai mahluk Sosial
Filsafat tentang perkembangan dan pertumbuhan itu disamping memperhatikan individualitas anak juga harus memperhatikan masyarakat tempat anak diasuh dan dibesarkan.
Lingkungan sosial inilah yang memberikan fasilitas dan wahana
bermain pada anak untuk realisasi diri. Seorang anak yang berdiri
sendiri, dan terpisah secara total dari masyarakat serta pengaruh
kultural orang dewasa, tidak mungkin dia menjadi anak normal.
Tanpa bantuan orang dewasa, anak tidak akan berkembang.
Tanpa bantuan manusia lain dan lingkungan sosialnya, anak tidak
mungkin mencapai taraf perkembangan yang normal.
Anak akan menemukan diri sendiri dalam realisasinya
dengan manusia lain, terutama dalam relasi dengan ibu, ayah,
kakak-kakak, keluarga dekat dan lingkungan tetangga. Anak
akan mempunyai pengalaman tentang penghayatan rasa malu,
tersudut, dan kehilangan martabat diri didalam satu lingkungan
sosial pula.
Anak manusia tidak mungkin bertahan hidup (survive) tanpa
masyarakat, tanpa lingkungan sosial tertentu. Anak dilahirkan
dirawat, dididik, tumbuh, berkembang, dan bertingkah laku
sesuai dengan martabat manusiawi, di dalam lingkungan kultural
sekelompok manusia. Maka keluarga (ayah, ibu, sanak saudara)
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
21
sendiri, yang patut dihargai dan diperhitungkan dalam usaha
merawat, mengasuh, dan mendidik anak.
Perkembangan anak mengarah pada difenrensiasi, yaitu
mulai nampak perbedaan yang tajam antara anak satu dengan
anak lainnya. Perbedaan individual ini menampilkan nilai
kanak-kanak sendiri. Dalam diri anak selalu terjadi perbedaan
baik secara fisik maupun psikis. Setiap anak akan berbeda secara
fisik, seperti satu anak bertubuh tinggi tetapi hitam, sementara
lainnya bertubuh pendek dan berkulit lebih putih. Perbedaan
secara psikologis mengakibatkan perbedaan dalam merespons/
bereaksi terhadap stimulus dari lingkungan, serta terjadi per
bedaan dalam merespon perintah atau instruksi dari orang
tua. Ada yang cepat tanggap terhadap stimulus atau arahan
orang tua, ada pula yang lambat dalam merespon. Ada anak
yang cepat tanggap terhadap upaya-upaya pembelajaran, dilain
pihak ada anak yang lebih pasif atau terlambat dalam merespon
upaya-upaya pendidikan. Perbedaan unsur-unsur tempo dan
irama perkembangan, keinginan harapan, tuntutan, sensivitas/
kepekaan ataupun kecenderungan “berkulit tebal” dan bersikap
kurang sensitive, semua ini merefleksikan ciri-ciri yang bersifat
individual dari masing-masing anak.
Diferensiasi juga akan terlihat dari cara berpikir anak dan
cara kerja anggota tubuh. Anak pada mulanya memandang
segala sesuatu secara global. Misalnya setiap lembaran kertas
akan disebut sebagai buku, lama kelamaan anak akan mampu
membedakan antara lembaran kertas yang dinamakan majalah
dengan koran, buku tulis dengan buku pelajaran, komik
dengan novel dan sebagainya. Anak pada awalnya belum
bisa menggunakan satu jarinya untuk menunjuk, belum bisa
mengkordinasikan jari jemarinya dengan baik, hal terlihat pada
20
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Sesuai dengan individualitas anak yang memiliki ciri khas, maka
perkembangan dua individu anak tidak akan sama persis. Sekalipun
terdapat perbedaan perkembangan yang individual, namun terdapat
hukum yang berlaku umum, yang terjadi pada setiap anak. Istilah
“hukum” merujuk pada suatu kecenderungan atau tendensi, artinya
tidak semua anak harus mengikuti hukum tersebut tetapi cenderung
mengikuti hukum perkembangan tertentu. Beberapa hukum atau
prinsip perkembangan tersebut dirangkum dari Keenan (2009) dan
Shafeer (2010) sebagai berikut.
1.
Perkembangan sebagai proses menjadi
Pertumbuhan dan perkembangan pada setiap organisme
pada dasarnya selalu dalam berproses untuk “menjadi”. Organisme
atau anak merupakan sistem yang hidup dan merupakan sistem
yang terbuka, yang selalu mengalami kemajuan dan perubahan.
Anak mempunyai sifatnya tidak statis, akan tetapi dinamis. Perkembangan yang dinamis dipengaruh oleh beberapa faktor yaitu:
a. Heriditas (pembawaan)
b. Dirangsang oleh pengaruh lingkungan atau alam sekitar dan
c. Diperlancar/ditunjang oleh usaha belajar
Dengan kemauannya anak mampu melakukan seleksi atau
pilihan, juga mampu melatih fungsi-fungsinya dengan satu
kebebasan. Dikemudian hari anak berusaha menjadi pribadi
menurut pikiran, cita-cita dan keinginan sendiri. Sehubungan
dengan kebebasan tadi, anak merupakan perilaku atau author
yang bebas merdeka, leluasa memilih satu pola hidup tertentu
yang mengarah pada satu tujuan hidup tertentu pula. Sejalan
dengan perkembangannya, anak akan memahami bahwa
kebebasan pada hakekatnya dibatasi oleh faktor-faktor hereditas
atau pembawaan kodrati, dan di batasi pula oleh kondisi-konsisi
lingkungan hidupnya.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
17
2.
18
Panduan antara dorongan mengembangkan diri dan mempertahankan diri
Pada setiap proses perkembangan terdapat perpaduan antara
dorongan mempertahankan diri dan dorongan mengembangkan
diri. Pada setiap orang terdapat dorongan fisik dan psikis untuk
mempertahankan diri dan mempertahankan hidupnya. Pencernaan dan pernafasan, merupakan upaya pemeliharaan diri secara
jasmaniah. Sedang pencapaian ilmu pengetahuan ditujukan
untuk pemeliharaan dan mengembangkan dirinya.
Disamping dorongan mempertahankan diri terdapat pula
dorongan untuk mengembangkan diri guna mendapatkan kemajuan baru, jadi ada realisasi diri menuju pada progress. Hal
ini mutlak perlu untuk mencapai keadaban dan menciptakan
kebudayaan dalam usia dewasa. Dorogan mengenmbangkan diri
dilakukan melalui proses belajar dan latihan-latihan.
Dorongan mempertahankan dari berpadu dengan dorongan
mengembangkan diri artinya apa yang sudah dicapai oleh seseorang berkat perkembangan dirinya, akan dipertahankan (tidak
dilepaskan), dan dijadikan miliknya. Lalu dijadikan modal dasar
bagi pengembangan selanjutnya.
Berkat dorongan mempertahankan diri tersebut seseorang
akan menyimpan segala pengalaman yang berguna. Selanjutnya
dengan pengalaman-pengalaman tadi anak akan bertambah
kepandaiannya dan makin matang. Penghayatan hidupnya semakin kaya serta mendalam. Setiap stadium hidup yang baru saja
tercapai merupakan bentuk keseimbangan sementara (sesaat), yang
dijadikan titik-tolak bagi usaha-usaha dan aktivitas baru. Jadi ada
tingkat aspirasi yaitu tingkat perjuangan mengarah pada taraf
yang lebih tinggi.
Paduan antara dorongan mempertahankan diri dan pengembangan diri ini merupakan proses sintesi-intregrasi baru. Yaitu
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
berwujud implus realisasi-diri dan upaya transendensi-diri (pengatasan diri sendiri untuk meningkat pada niveau hidup lebih
tinggi).
3.
Individualitas anak dan diferensiasi
Sejak dilahirkan bayi sudah menampakkan ciri-ciri dan
tingkah laku khas yang bersifat individual. Setiap anak mempunyai ciri khas yang berbeda dengan anak lainnya, walau anak
dari keluarga yang sama. Bayi yang satu terlihat gesit, kuat dan
aktif, cepat lapar dan suka menyusu, suara dan tangisannya
keras nyaring jika dibanding dengan bayi lainnya. Sementara
bayi lainnya sangat peka terhadap rangsang, mudah terkejut dan
merasa takut, sering rewel, mudah tersinggung, selalu gelisah,
sedang bayi lain tampak lebih tenang manis (tidak pernah rewel),
banyak tidur dan suka tertawa. Karena perbedaan-perbedaan
individual yang khas tersebut anak merupakan pribadi yang khas
dan unik.
Ciri-ciri karakteristik yang tampak sejak lahir itu cenderung
kuat sekali untuk tetap “bertahan” sampai usia dewasa. Misalnya
saja seorang bayi yang sering menjerit dengan suara melengking
untuk disusui, akan bertingkah laku sedemikian pula dalam menuntut perhatian orang tuanya pada usia kanak-kanak. Kemudian
dilanjutkan dengan menggeletarnya suara bentakan dan teriaknya
ketika anak tersebut mulai pandai berbicara.
Dengan bertambahnya usia, secara berangsur-angsur anak
perlu diarahkan menjadi orang dewasa yang matang, hal ini
tidak akan terlaksana, kalau anak tetap berada pada masa kekanak-kanakan dan taraf infantile-nya. Usaha pendidikan akan
mengalami kegagalan apabila seseorang menerapkan secara
murni kadar nilai orang dewasa pada pada pribadi anak-anak.
Individualitas anak memiliki ciri-ciri khas, dan punya sistem nilai
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
19
Santrok (2007) mengungkapkan ada dua tipe
perkembangan bahasa anak, yaitu:
1). Eqocentric Speech, atau berbicara monolog (dengan diri
sendiri ) berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
berpikir anak, pada umumnya di lakukan oleh anak
berusia 2-3 tahun.
2). Socialized Speech, atau bahasa sosial terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dengan dengan temannya
atau dengan lingkungannya. Kemampuan Sociaized
speech berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
penyesuaian sosial (social adjustment). Perkembangan
ini dibagi ke dalam lima bentuk:
(a) adapted information, di sini terjadi saling tukar
gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari,
(b) critism, yang menyangkut penilaian anak terhadap
ucapan atau tingkah laku orang lain,
(c) command (perintah), request (permintaan) dan
threat (ancaman),
(d) questions (pertanyaan),
(e) answers (jawaban).
b.
42
Perkembangan Bahasa dan Perilaku Kognitif
Istilah “cognitive” berasal dari kata cognition yang
padanan nya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti
yang luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan,
dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Dalam
perkembangan selanjut nya, istilah kognitif menjadi
populer sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah
psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental
yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan,
pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan,
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
kakinya dengan berjalan kesana kemari, sehingga terlihat banyak
gerak. Anak cenderung tidak bisa diam, ingin terus bergerak sehingga kadang merepotkan orang tua.
Jika fungsi bicaranya sudah cukup matang akan akan
merancau, mulai merepak dan meraban, kemudian belajar
mengucapkan kata-kata dan frase-frase tertentu berulang kali.
Pada awalnya perkembangan bahasa anak masih terbata, anak
mengeluarkan kata-kata yang belum jelas pengucapannya. Ketika
kemampuan intelektualnya sudah cukup berkembang, anak
akan mulai mengajukan banyak pertanyaan yang adakalanya
merepotkan orang tua. Hal ini karena mulai timbul rasa ingin
tahu yang positif.
Sejak masa bayi, anak senantiasa menunjukkan usaha untuk
maju dengan bantuan segenap peralatan fisik dan psikisnya,
untuk mencapai kemungkinan-kemungkin baru yang terletak di
depannya. Anak terlihat sangat aktif dan menunjukkan kemauan
untuk berkembang. Ciri khas anak dalam perkembangan kemampuan/kapasitas adalah:
a. Kecenderungan untuk menggunakan semua kapasitas,
kekuatan, kemungkinan, dan kemampuannya secara spontan
dan aktif.
b. Mekanisme perkembangan anak sudah sejak semula dilengkapi dengan self-starter yang dinamis.
7.
Tempo dan Irama perkembangan
Perkembangan setiap anak itu berlangsung menurut tempo
atau kecepatannya sendiri-sendiri. Ada anak yang dapat berjalan
usia 12 bulan, sementara anak lain baru bisa berjalan usia 18
bulan, demikian juga dalam hal kemampuan berbicara, ada
anak yang usia 15 bulan sudah menguasai beberapa kosa kata,
sementara ada anak usia 24 bulan baru bisa berbicara dengan
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
27
lancar. Artinya waktu atau tempo untuk menguasai ketrampilan
atau kemampuan mengikuti tempo yang berbeda-beda antara
anak satu dengan anak lainnya.
Disamping itu irama perkembangan anak juga berbedabeda, sesuai dengan pembawaan kodratinya. Pada setiap anak
terdapat dorongan/implus untuk berkembang dengan caranya
sendiri dalam melatih semua bakat serta kemampuannya. Segala
sesuatu yang sudah dicapai anak, dijadikan persiapan atau titiktolak baru bagi pengalaman dan kemampuan berikutnya. Karena
itu gejala baru dapat dijelaskan berdasarkan perkembangan
sebelumnya. Maka terdapat apa yang disebut sebagai proses
“kematangan” yaitu matang untuk berfungsi, sebagai produk
dari satu keberhasilan dan berlalunya satu fase perkembangan.
Demikian juga, perkembangan setiap aspek kemampuan
mengikuti irama tertentu, kadang naik, kadang turun, kadang
mengalami perkembangan yang cepat dan dinamis, kadang lambat
tidak mengalami perkembangan apapun.
Tempo perkembangan disamping ditentukan oleh pembawaan
bio-fisik, dipengaruhi juga oleh temperamen (faktor intern) serta
faktor kesempatan dari luar. Faktor luar/ekstern ini antara lain
berupa pemeliharaan jasmaniah dan rokhaniah yang cukup
sehat dan memadai. Pemeliharaan fisik dan psikis yang berlebihlebihan atau overprotection berakibat buruk serta merugikan
perkembangan anak dikemudian hari. Sebaiknya pemeliharaan
yang sangat kurang atau minim sekali dan kelalaian dalam
pendidikan, bisa memperlambat tempo perkembangan.
Ritme atau irama perkembangan akan makin jelas tampak
pada saat kematangan fungsi-fungsi pada saat itu terlihat adanya
selingan diantara cepat dan lambatnya perkembangan, yang
kurang lebih tetap konstan sifatnya. Inilah yang disebut sebagai
28
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang
didengar anak dan orang lain (terutama orangtuanya).
Pada usia bayi, antara 11-18 bulan, pada umumnya
anak belum dapat berbicara atau mengucapkan katakata secara jelas, sehingga sering tidak dimengerti
maksudnya. Kejelasan ucapan itu baru tercapai pada usia
sekitar tiga tahun. Walau begitu tiap anak mempunyai
tempo perkembangan yang berbeda sehingga ada
anak yang ucapan vokalnya sudah sangat jelas pada
usia 2 tahun. Sebagian anak mengalami kesulitan
mengucapkan huruf-huruf tertentu.
Perkembangan bahasa anak dipengaruhi oleh aspek
biologis, yaitu kesempurnaan alat-alat ucap seperti pita suara,
kondisi lidah, struktur gigi, rahang dan langit-langit dan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Stimulasi lingkungan
atau faktor belajar mempengaruhi perkembangan bahasa
anak. Anak yang miskin stimulasi bisa mengalami gangguan
perkembangan bahasa, berupa speach delay, bisa juga kurangnya perbendaharaan bahasa anak.
Bahasa merupakan produk lingkungan, apa yang
diucapkan anak adalah apa yang direkam, yaitu segala
sesuatu yang pernah didengar anak. Kesalahan bahasa
yang digunakan anak serta speech delay bisa bersumber dari
faktor lingkungan, yang sering mengajarkan bahasa yang
salah. Orang tua adakalanya justru mengikuti bahasa anak
yang kurang jelas, misalnya telor, diucapkan “elot”, makan
diucapkan “mamam”. Cara ini mengacaukan perkembangan
bahasa anak, dan tidak mendukung pertambahnya perbendaharaan bahasa. Lurang stimulasi bahasa dari lingkungan
menyebabkan speech delay.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
41
2.
40
Perkembangan Bahasa dan Perilaku Kognitif
a. Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi
dengan orang lain, sebagai alat untuk menyampaikan
pikir an dan perasaan, yang dinyatakan dalam bentuk
lambang atau simbol. Simbol dalam bahasa digunakan
untuk mengungkapkan suatu pengertian, seperti dengan
menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan,
dan mimik muka. Dalam berbahasa, anak dituntut untuk
menguasai empat tugas pokok yang satu sama lainnya saling
berkaitan. Apabila anak berhasil menuntaskan tugas yang
satu, maka berarti anak dapat menuntaskan tugas-tugas
yang lainnya (Monks, 1992). Santrok (2007) dan Hurlock
(1987) menguraikan keempat tugas tersebut sebagai berikut:
1) Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna
ucapan orang lain. Bayi memahami bahasa orang lain,
bukan memahami kata-kata yang diucapkannya, tetapi
dengan memahami kegiatan /gerakan atau gesture-nya
(bahasa tubuhnya).
2) Pengembangan perbendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun
pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada
usia pra-sekolah dan terus meningkat setelah anak
masuk sekolah.
3) Penyusunan kata-kata menjadi kalimat, kemampuan
menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya
berkembang sebelum usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama adalah kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan
disertai: “gesture” untuk melengkapi cara berpikirnya.
4) Ucapan. Kemampuan kata-kata merupakan hasil belajar
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
irama perkembangan. Pendidik perlu mengenal tempo dan irama
perkembangan agar bisa menyesuaikan upaya pendidikan dengan
tempo serta irama perkembangan anak tersebut.
Perkembangan tidak berlangsung secara melompat-lompat,
akan tetapi mengikuti pola tertentu dengan tempo dan irama tertentu pula, yang dipastikan oleh kekuatan-kekuatan/implus dari
dalam diri anak. Sebelum anak dapat berjalan, diawali dengan
kemampuan berdiri diatas dua kaki, sebelum dapat melempar
bola, anak terlebih dahulu mempunyai kemampuan memegang
benda. Mempercepat perkembangan dengan menerjang tempo
perkembangan anak bisa mengakibatkan kejadian fatal bagi
anak. Misalnya memaksakan anak usia 6 bulan untuk belajar
berjalan, sementara kondisi kaki anak usia tersebut belum
cukup kuat, bisa menyebabkan cidera. Mengetahui irama dan
tempo perkembangan membuat orang tua/pendidik bisa lebih
memahami kondisi anak beserta perkembangannya, sehingga
tidak memaksakan anak dengan kemampuan tertentu diluar
tempo yang dimilikinya.
8.
Kematangan dan masa peka
Kematangan merupakan masa siap bagi anak untuk mengembangkan suatu fungsi atau ketrampilan tertentu. Sedangkan masa
peka adalah masa yang paling tepat untuk untuk mengembangkan
suatu fungsi/ketrampilan tertentu karena anak dalam kondisi
matang. Masa peka disebut juga masa emas, yaitu masa yang
paling cemerlang bagi anak untuk mempelajari sesuatu.
Kematangan dan masa peka merupakan dua kondisi yang saling
berhubungan dan mempengaruhi perkembangan anak. Selama
rentang perkembangan anak, akan terdapat masa paling matang
atau masa peka, hingga pada masa tersebut akan mendapatkan
kemudahan untuk berlatih sesuatu.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
29
Memberikan latihan atau rangsang tepat pada masa kematangan anak, atau tepat pada masa pekanya akan menguntungkan perkembangan anak dan memudahkan anak mendapatkan
ketrampilan baru. Sebaliknya memberikan latihan sebelum atau
setelah lewat masa peka atau kematangannya merupakan kegiatan
yang sia-sia atau penuh perjuangan, karena anak akan mengalami
kesulitan. Pertumbuhan dan kematangan itu berlangsung diluar
kontrol anak manusia, dan diluar kemauan anak. Namun dengan
tegas dapat dinyatakan, bahwa setiap pengalaman yang positif
dapat mengembangkan pribadi anak. Oleh pengalaman tersebut,
anak jadi matang dan penghayatan hidupnya akan bertambah
luas. Sebaliknya, pengalaman yang negatif bisa menghambat atau
melumpuhkan perkembangan anak.
Anak yang baru lahir dalam keadaan lemah dan tidak berdaya dibadingkan anak binatang sekalipun. Anak ayam yang
baru menetas sudah bisa mencari makan, mempunyai instink
mem pertahankan hidup dengan mencari makan (nuthul).
Sementara pada anak manusia, masih memerlukan bantuan
orang lain untuk bisa bertahan hidup. Hal ini karena semua fungsi
jasmaniah dan rokhaniah anak baru merupakan lembaga yang
belum mekar. Faktor waktu dan usaha belajarlah yang memupuk
perkembangannya. Suatu fungsi yang baru dilatih atau baru
saja berkembang belum membuahkan prestasi yang tinggi. Bayi
berumur 11 bulan terlihat kesulitan dalam berjalan dibandingkan
dengan keterampilan berjalan anak pada usia 5 tahun.
Hampir semua fungsi jiwani itu memerlukan periode berlatih
atau periode belajar kadang kala periode tersebut berlangsung
pendek, tapi ada kalanya berlaku agak lama. Ada anak yang perlu
waktu berbulan-bulan untuk mengucapkan kata umi, namun ada
anak yang cukup dengan waktu beberapa minggu sudah dapat
30
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
kompleks, dan (2) dari sesuatu yang bersifat yang kasar
dan umum/global (gross bodily movements) menuju kepada
yang lebih halus dan spesifik tetapi terkoordinasikan (finely
coordinated movements).
Keterampilan berjalan diawali dengan gerakan-gerakan
psikomotor dasar (locomotion) yang harus dikuasainya selama
tahun pertama dari kehidupannya. Perkembangan psikomotorik dasar itu berlangsung secara sekuensial, sebagai
berikut:
1) keterampilan bergulir (roil over) dan telentang menjadi
telungkup (5 : 8 bulan),
2) gerak duduk (sit up) yang bebas (8,3 bulan),
3) berdiri bebas (9,0 bulan),
4) berjalan dengan bebas (13,8 bulan) (Lorre, 1970: 75).
Mulai usia 4-5 tahun bermain konstruksi yang fantastik
itu dapat beralih kepada berbagai bentuk gerakan bermain
yang ritmis dan dinamis, tetapi belum terikat dengan aturanaturan tertentu yang ketat.
Proses perkembangan fisik dan psikotorik dipengaruhi
oleh faktor heriditas dan faktor lingkungan. Faktor heriditas
yaitu faktor genetis yang diturunkan dari orang tua,
sedangkan faktor lingkungan antara lain dipengaruhi oleh
faktor sosial kultural, nutrisi dan gizi serta kesempatan dan
latihan. Anak dari keluarga berpostur tinggi akan memiliki
tubuh tinggi pula, anak dari keluarga yang berpostur pendek
tetapi gesit, akan mempunyai postur tubuh yang pendek
tetapi gesit. Anak dari keluarga yang berpostur tinggi dan
gesit bisa jadi tidak memiliki postur tubuh yang tinggi dan
aktivitas motoriknya tidak gesit bila anak tersebut tidak
cukup terpenuhi asupan gizinya.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
39
Indeks tinggi dan berat badan, proporsi tinggi kepala
dengan tinggi garis keajegan badan secara keseluruhan.
2). Perkembangan fisiologi, ditandai dengan adanya
perubahan-perubahan secara kuantitatif, kualitatif
dan fungsional dari sistem-sistem kerja hayati seperti
konstraksi otot, peredaran darah dan pernafasan, persyaratan, sekresi kelenjcar dan pencernaan.
Aspek fisiologi yang sangat penting bagi kehidupan
manusia adalah otak (brain). Otak dapat dikatakan sebagai
pusat atau sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan.
Otak ini terdiri atas 100 miliar sel syaraf (neuron), dan setiap
sel syaraf tersebut, rata-rata memiliki sekitar 3000 koneksi
(hubungan) dengan sel-sel syaraf yang lainnya. Neuron ini
terdiri dari inti sel (nucleus) dan sel body yang berfungsi sebagai penyalur aktivitas dari sel syaraf yang satu ke sel yang
lainnya. Kecerdasan anak ditentukan oleh banyak koneksi
antar sel, makin banyak koneksi makin tinggi kecerdasan
seseorang anak
b.
38
Perkembangan perilaku psikomotorik
Loree (1970) menyatakan bahwa ada dua macam
perilaku psikomotorik utama yang bersifat universal harus
dikuasai oleh setiap individu pada masa bayi atau awal
masa kanak-kanak, yaitu berjalan (walking) dan memegang
benda (prehension). Kedua jenis keterampilan psikomotorik
ini merupakan basis bagi perkembangan keterampilan yang
lebih kompleks seperti yang kita kenal dengan sebutan
bermain (playing) dan bekerja (working). Dua prinsip
perkembangan utama yang tampak dalam semua bentuk
perilaku psikomotorik ialah (1) bahwa perkembangan
itu berlangsung dari yang sederhana menuju pada yang
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
mengucapkan ‘abi dan umi’. Berkaitan dengan irama dan tempo
perkembangan, terdapat beberapa hukum atau aturan khas
tentang hal ini yaitu:
a. Dalam melatih fungsi-fungsinya anak tidak memerlukan
stimulus dari luar.
b. Tidak membutuhkan dorongan dari siapapun juga, bahkan
juga tidak dari orang tuanya. Sebab fungsi-fungsi tersebut
dilatih oleh anak sendiri secara spontan dan dengan usaha
kemampuan sendiri.
Pengembangan dan peningkatan beberapa fungsi/ketrampilan
harus di bantu oleh orang dewasa, misalnya, dengan jalan memberikan sarana pokok dan alat bantu yang tepat dan diberikan
pada saat tepat pula. Misalnya menatih (menuntun) anak dalam
belajar berjalan, mengajak anak bercakap-cakap untuk merangsang perkembangan bahasa, serta memberikan sarana untuk
mengembangkan kemampuan kognitif dengan permainan, gambar
dan bentuk yang dapat merangsanag kerja otak. Berkembangnya
suatu fungsi itu didorong oleh suatu kekuatan dari dalam, sehingga pada saat itu terdapat kepekaan dan kematangan untuk
melatih fungsi tadi, karena itu saat sedemikian ini disebut sebagai
masa peka atau saat kematangan.
Proses kematangan (maturation) itu ditandai oleh kematangan
potensi-potensi dari organisme, baik yang fisik maupun psikis,
untuk terus maju menuju pemekaran/perkembangan secara
maksimal. Maka prestasi dari penggunaan atau penggeladian
keterampilan atau fungsi itu bergantung pada derajat kematangan
tadi, sebab kematangan ini mempengaruhi kualitas hasil
belajar anak. Anak yang sudah masak untuk belajar berjalan,
namun tidak ada latihan atau rangsang dari lingkungan maka
kematangan untuk belajar berjalan akan terlewati dan anak akan
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
31
mengalami kesulitan belajar berjalan bila masa kematangannya
sudah lewat. Demikian juga bila saat matang anak untuk bercakap-cakap tidak mendapat stimulus dari lingkungan maka
kemampuan berbicara anak akan terhambat, bahkan bisa terjadi
speakdelay (kemampuan berbicara yang terlambat). Saat ini
banyak ditemukan anak-anak dengan perkembangan bahasa
yang terlambat, hal sangat mungkin sebagai akibat perkembangan
tehnologi dan modernisasi, dimana banyak orang tua (ayah-ibu)
meninggal anak untuk bekerja, hingga kurang ada kesempatan
berkomunikasi dengan anak.
Tugas pendidik, orang tua dan guru adalah mengusahakan agar
pada saat-saat kematangan tadi tidak terdapat rintangan-rintangan
yang menghambat perkembangan fungsi-fungsi tersebut. Sebab
penghalang terhadap kelangsungan macam-macam fungsi fungsi
fisik dan psikis pada saat peka itu bisa mengakibatkan kemunduran
pada individu anak. Bahkan ada kalanya perkembangan jiwa anak
mengalami kerugian besar untuk selama-lamanya.
Kematangan anak untuk belajar berjalan umumnya terjadi
antara usia 10-20 bulan, kematangan untuk belajar berbicara
terjadi antara usia 12-24 bulan, kematangan untuk belajar membaca menulis terjadi antara usia 5-7 tahun. Melatih anak belajar
membaca setelah usia 7 tahun biasanya akan lebih sulit karena
diluar batas kematangannya.
9.
32
Perkembangan sebagai proses diferensiasi
Perkembangan harus diartikan sebagai proses diferensiasi,
bukan sebagai proses asosiasi dan kombinasi dari unsur-unsur yang
lebih rendah (seperti pendapat yang dikemukakan oleh para ahli
psikologi kuno). Proses diferensiasi artinya ada prinsip totalitas
pada diri anak, yang lambat laun bagian-bagianya menjadi
semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
BAB III
PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI
DAN MASA SEKOLAH DASAR
A. Aspek-aspek Perkembangan
1.
Perkembangan Fisik dan Perilaku Psikomotorik
a. Perkembangan fisik
Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ
yang kompleks dan sempurna sebagai tanda kesempurnaan
penciptanya. Semua organ tubuh terbentuk pada periode
pranatal yaitu ketika dalam kandungan. Kuhlen dan Thompson
(dalam Hurlock, 1987) mengemukakan bahwa perkembangan
fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf,
mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2)
Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan
dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar endokrin, yang
menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti
pada usia remaja berkembang perasaan cinta dan keinginan
terlibat dengan lawan jenis; dan (4) struktur fisik/tubuh, yang
meliputi tinggi, berat, dan proporsi.
Perkembangannya fisik ini mencakup dua aspek, yaitu:
1). Perkembangan anatomis, ditunjukkan dengan adanya
perubahan kuantitatif pada struktur tulang belulang.
37
Sejak bayi dilahirkan, dia telah mempunyai gambaran total/
gambaran lengkap dari dunia ini, hanya saja gambaran tersebut
masih kabur dan samar-samar. Sejalan dengan perkembangan
anak, kesamaran tadi berangsur-angsur jadi berkurang. Bagianbagian yang dilihat anak akan bertambah menjadi nyata, jelas,
dan memperoleh struktur yang semakin lengkap. Timbullah pemahaman terhadap unsur-unsur yang lebih komplek.
Pada mulanya anak memegang dengan seluruh jari-jarinya,
artinya pengenalan anak terhadap lingkungan masih global,
lambat laun anak makin mampu menggerakkan jari-jemarinya
satu persatu sesuai dengan fungsinya. Pada awalnya anak
menunjuk sesuatu dengan tangannya, kemudian mampu hanya
menggunakan jari telunjuk. Perkembangan anak mengarah pada
pembedaan-pembedaan, dari menunjuk dengan tangan, menjadi
dengan satu jari. Anakpun bisa mengetahui fungsi jari tengah,
telunjuk, jari manis, ibu jari dsb.
Anak usia 3-5 tahun, pengenalan terhadap benda misalnya
buku masih bersifat global. Semua lembaran kertas akan dikatakan sebagai buku. Lama kelamaan anak mulai dapat membedakan beberapa jenis buku menjadi buku tulis, komik, novel,
majalah dan sebagainya. Itulah bukti bahwa perkembangan
menuju kearah diferensiasi
10. Masa Trotzalter
Proses perkembangan anak yang normal tenang teratur pada
suatu saat akan berubah menjadi proses “revolusi”, yang ditandai
oleh gejala-gejala eksplosi/ledakan, “pemberontakan” dan penentangan. Masa inilah yang disebut sebagai masa trotzalter,
yang ditandai oleh timbulnya emosi yang meluap-luap. Saat
sedemikian ini berlangsung dua kali dalam masa perkembangan
anak, yang pertama pada usia antara 3-4 tahun, dan yang kedua
36
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
33
kalinya pada permulaan masa pubertas sekitar 12-15 tahun.
Saat-saat pemberontakan dan penentangan ini dikenal sebagai
TROTZALTER (usia keras kepala, usia tegar). Orang Jawa
menyebut sebagai masa “kemratu-ratu”
Ciri yang sangat menonjol pada periode Trotzalter tadi
ialah sikap keras kepala dan suka menentang orang lain sehingga
anak terkesan bandel. Pada umumnya anak pada usia ini akan
mendapat label sebagai anak ’nakal’ atau anak ‘bandel’, karena
perilaku anak yang cenderung susah diatur. Fase trotzalter terjadi
karena anak sedang dalam fase menemukan diri sendiri atau
menemukan AKU-nya, dan tengah mengkhayati kemampuan
diri serta harga diri.
Berkat penemuan tersebut, anak ingin mencoba segala
potensi dan kemampuannya yang ditujukan pada dunia luar. Anak
menjadi tidak puas pada otoritas orang tua atau pengasuhnya,
yang dianggap terlalu “menguasai dan banyak mengatur pribadinya”.
Anak mencoba menerapkan sikap baru, dengan memakai
mekanisme reaktif yang lain dari pada biasanya terhadap
lingkungannya. Anak belum menemukan kemantapan batinnya,
sehingga cara baru dalam merespon lingkungan disertai dengan
luapan emosi-emosi yang kuat, antara lain berupa rasa marah
(agresi), kecenderungan memberontak, menentang, berkepala
batu, tegar, rasa kebingungan, kecaman-kecaman pedas terhadap
orang tua atau guru, keengganan (serba emoh/tidak mau), sikap
mogok, bermulut besar, bimbang hati, berduka hati, dan lain-lain.
Sikap tidak bersahabat yang ditunjukkan anak pada dasarnya
bukan merupakan kesengajaan anak untuk memberontak atau
membantah dan menentang. Anak mengekspresikan segala sesuatu yang dirasakan sebagai kurang memuaskan dengan cara yang
agresif pada dasarnya merupakan bentuk kematangan kognitifnya
34
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
serta kematangan pribadinya. Sikap membangkang dan agresif
tersebut muncul antara lain karena beberapa sebab yaitu:
a. Adanya keinginan untuk menuntut hak-haknya
b. Menuntut pengakuan atas status dan martabat dirinya,
menuntut pengakuan terhadap kemampuan baru yang sudah
dimiliki (walau pada kenyataannya belum sempurna)
Perilaku menentang anak tidak ada sangkut-pautnya dengan
“pembawaan buruk”, yang diperkirakan tampil pada masa itu.
Sikap memberontak menentang tersebut merupakan gejala perkembangan yang wajar pada setiap perkembangan individu anak.
Bahkan merupakan suatu keharusan dalam perkembangan yang
normal.
Kesukaran-kesukaran pada Trotzalter tadi timbul pada saat
tertentu, tanpa ada sumber penyebab dari luar. Dan beberapa saat
kemudian gejala-gejala tersebut bisa lenyap dengan sendirinya.
Oleh karena itu menentang dianggap sebagai saat pancaroba,
penuh badai-badai emosi yang tidak menentu dan dorongan
implus yang meledak-ledak. Maka Trotzalter juga disebut periode
Strum und Drang (periode badai dan paksaan/desakan batin).
Trotzalter disebut pula sebagai masa peralihan (masa transisi)
dalam proses perkembangan, yaitu peralihan dari masa kanakkanak pindah ke masa pubertas/remaja.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
35
mampu berbagi dengan teman, sabar menunggu giliran,
Ketika ditempat umum, anak harus mampu menyesuaikan
perilakunya, seperti ketika ditempat ibadah tidak boleh berteriak-teriak dan berlari-lari.
g. Menunjukkan perasaan dengan cara yang sehat. Pada usia
ini, diaharapkan anak dapat membedakan lebih banyak
jenis perasaan, tidak hanya senang dan sedih. Jenis perasaan
yang seharusnya dikenal anak antara lain rasa takut, sayang,
bersemangat, cemas, sedih, senang. Anak diharapkan mampu
memahami perasaan dirinya dan perasaan orang lain,
sehingga ketika mengekspresikan perasaan, anak seharusnya
memahami perasaan orang lain. Dengan cara ini anak tidak
melampiaaskan perasaannya dengan cara memukul atau
atau menghardik.
h. Memulai dan mempertahankan hubungan dengan orangorang di sekitarnya. Anak sudah bisa bercerita dan mendengarkan orang lain, kemampuan ini diperlukan dalam
pertemanan
i. Mengindari bahaya. Anak diharapkan paham terhadap halhal yang membahayakan seperi api, lalu lintas, tempat tinggi,
racun, binatang buas, kolam yang dalam dan sebagainya.
Anak diharapkan mampu menghindari bahaya.
j. Berani menunjukkan keinginannya. Anak mampu bercakapcakap dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar, sehingga
anak mampu mengekspresikan keinginannya, bertanya dan
melakukan sesuatu.
Hal yang sama disampaikan oleh Morrison (2012:235)
bahwa sasaran pendidikan anak prasekolah dalam aspek sosial
dan ketrampilan intrapersonal meliputi hal berikut.
a. Membantu anak mempelajari cara menyesuaikan diri dengan
58
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini
juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi
(perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa (Chaplin,2008).
Terdapat hubungan yang amat erat antara perkembangan
bahasa dan perilaku kognitif. Taraf-taraf penguasaan keterampilan berbahasa dipengaruhi, bahkan bergantung pada
tingkat-tingkat kematangan dalam kemampuan intelektual.
Sebaliknya, bahasa merupakan sarana dan alat yang strategis
bagi lajunya perkembangan perilaku kognitif. Perkembangan
fungsi-fungsi dan perilaku kognitif itu menurut Loree (1970),
dapat dideskripsikan dengan dua cara ialah secara kualitatif
dan secara kuantitatif.
1) Perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif
perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif
dapat dikembangkan berdasarkan hasil laporan
berbagai studi pengukuran dengan menggunakan
tes inteligensi sebagai alat ukurnya, yang dilakukan
secara longitudinal terhadap sekelompok subjek dan
sampai ke tingkatan usia tertentu (3-5 tahun sampai
usia 30-35 tahun, misalnya) secara test-retest yang alat
ukurnya disusun secara sekuensial (Standford Revision
Binet Test). Dengan menggunakan hasil pengukuran
tes yang rnencakup General Information and Verbal
Analogies, Jones and Conrad (dalam Loree, 1970)
telah mengembangkan sebuah kurva perkembangan
inteligensi, yang dapat ditafsirkan antara lain sebagai
berikut.
(a) Laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat
pesat sampai, masa remaja awal, setelah itu kepesatannya berangsur menurun.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
43
(b) Puncak perkembangan pada umumnya dicapai di
penghujung masa remaja akhir (sekitar usia dua
puluhan); perubahan-perubahan yang amat tipis
sampai usia 50 tahun, setelah itu terjadi plateau
(mapan) sampai usia 60 tahun, untuk selanjutnya
berangsur menurun (deklinasi).
(c) Terdapat variasi dalam waktu/tempo dan laju kecepatan deklinasi menurut jenis-jenis kecakapan
khusus tertentu
2) Perkembangan perilaku kognitif secara kualitatif. Piaget
membagi proses perkembangan fungsi kognitif ke dalam
empat tahapan utama yang secara kualitatif, setiap
tahapan menunjukkan karakteristik yang berbeda-beda,
diuraikan dalam Berk (1993).
(a) Sensorimotor period (0,0–2,0). Periode ini ditandai
penggunaan sensorimotorik (dalam pengamatan
penginderaan) yang intensif terhadap dunia
sekitar. Prestasi intelektual yang dicapai dalam
periode ini ialah perkembangan bahasa, hubungan
tentang objek kontrol skema, kerangka berpikir,
pembentukan pengertian, pengenalan hubungan
sebab-akibat.
Perilaku kognitif tampak antara lain:
(1) menyadari dirinya berbeda dengan bendabenda sekitarnya;
(2) sensitive terhadap rangsangan suara dan
cahaya;
(3) mendefinisikan objek/benda serta membedakan benda satu dengan benda lain dan
manipulasinya;
44
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Anak usia dini berada pada fase tumbuh dan berkembang,
sehubungan dengan beberapa keterbatasan anak. Ada beberapa
kemampuan yang harus diajarkan pada usia 3-6 tahun untuk
menyempurnakan perkembangannnya, meliputi hal berikut.
a. Melakukan jadwal beraktivitas dan beristirahat yang sehat.
Anak seharusnya sudah tahu kapan waktu istirahat dan
kapan waktu beraktivitas. Ia tidak perlu lagi dipaksa untuk
berhenti bermain kala berada di sekolah atau diminta tidur
ketika di rumah.
b. Memperlihatkan kebiasaan makan yang sehat. Anak diharapkan sudah bisa makan sendiri dengan rapi. Ia juga mau
mencoba berbagai rasa atau jenis makanan baru.
c. Dapat buang air besar dan kecil sendiri di tempatnya. Anak
usia 3-6 tahun diharapkan bisa memberi tahu kapan akan
buang air besar (BAB) atau kecil (BAK) dan mau belajar
untuk dapat BAB atau BAK sendiri, dengan cara yang sesuai
jenis kelaminnya.
d. Mampu melakukan aktivitas fisik yang diperlukan sesuai
usianya, seperti memanjat, menyeimbangkan diri, berlari,
meloncat, mendorong, menarik, menangkap. Motorik halus
seperti mengancing baju, menarik ristliting, menggunting,
menggambar, mewarnai, membentuk tanah liat.
e. Ikut serta dalam kegiatan keluarga. Anak seharusnya sudah
mampu terlibat dalam berbagai kegiatan keluarga seperti
ke acara pernikahan dan memikul tanggung jawab walau
sederhana seperti membantu membereskan mainan.
f. Menunda dan mengendalikan keinginan. Bayi yang masih
kecil belum mampu menunda keinginannya untuk mendapatkan sesuatu, sejalan dengan bertambahnya usia, anak
harus mampu mengedalikan keinginannya, seperti harus
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
57
Sujiono (2009: 7-8) mengemukakan beberapa karakteristik
khas anak usia dini adalah : a). anak berada pada masa peka,
karena itu guru/pembimbing perlu menyiapkan sarana dan
permainan yang dapat merangsang potensi anak yang sedang
tumbuh, b). egosentris, ditunjukkan dengan merasa paling benar,
keinginannya harus dituruti, mau menang sendiri, kondisi tidak
mendukung perkembangan sosial anak apabila tidak mendapat
bimbingan yang tepat, c). senang meniru, anak akan meniru
segala yang dilihat dan didengar dari lingkungannya, dari orang
tua, guru, teman, serta meniru tokoh khayal yang ada di televisi
atau dalam dongeng. Anak meniru perilaku yang baik tetapi juga
mungkin yang kurang baik, karena itu perlu bimbingan, d). anak
senang berkelompok, ditunjukkan dengan kegemarannya bermain
dengan anak-anak lain, e). senang bereksplorasi, ditunjukkan
dengan kegemaran membongkar pasang mainan, memanipulasi
benda-benda yang ada di sekitarnya, serta senang melakukan
tingkah laku yang penuh tantangan, seperti melompat, memaanjat,
memasuki gorong-gorong, f). membangkang, anak usia dini berada
dalam rentang masa trotzalter, yaitu masa krisis yang ditandai
dengan sikap membangkang (http//www.pikiran-rakyat.com)
Havighurst (dalam Hurlock, 1978) menyatakan bahwa tugas
perkembangan fase kanak-kanak antara lain : dapat membedakan
benar-salah, membangun sikap yang sehat terhadap dirinya,
belajar menyesuaikan diri dengan teman seusianya dan mulai
mengembangkan peran sosial sebagai pria dan wanita yang
tepat. Untuk menunjang tugas perkembangan ini salah satunya
perlu bimbingan untuk mengembangkan kontrol diri, agar
anak dapat menyesuaikan dengan lingkungan sosialnya, serta
dapat mengendalikan keinginannya agar sesuai dengan harapan
lingkungan.
56
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
(4) mulai memahami ketetapan makna suatu objek
meskipun lokasi dan posisinya berubah.
(b) Preoperational. period (2,0–7,0). Periode ini terbagi
ke dalam dua tahapan ialah preconceptual (2,0-4,0)
dan intuitive (4,0–7,0). Periode preconceptual ditandai dengan cara berpikir yang bersifat transduktif
(menarik konklusi tentang sesuatu yang khusus;
sapi disebut juga kerbau). Pemahaman anak belum
pada konsep yang sebenarnya atau verbalisme.
Periode intuitif ditandai oleh dominasi pengamatan
yang bersifat egocentric (belum memahami cara
orang lain memandang objek yang sama), anak
belum dapat ber pikir irreversible, kemampuan
konversi belum sempurna. Perilaku kognitif yang
tampak antara lain:
(1) self-centered dalam memandang dunianya;
(2) dapat mengklasifikasikan objek-objek atas
dasar satu ciri tertentu yang memiliki ciri yang
sama, mungkin pula memiliki perbedaan dalam
hal yang lainnya;
(3) dapat melakukan koleksi benda-benda
berdasarkan suatu ciri atau kriteria tertentu;
(4) dapat menyusun benda-benda, tetapi belum
dapat menarik inferensi dan dua benda yang
tidak bersentuhan meskipun terdapat dalam
susunan yang sama.
(c) Concrete operational (7,0–11 12,0)
Periode ini merupakan perbaikan dari masa
sebelumnya. Tiga kemampuan dan kecakapan
yang baru yang menandai periode ini ialah mengDra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
45
klasifikasikan angka-angka atau bilangan, anak
mulai pula mengkonservasi pengetahuan tertentu,
serta kemampuannya dalam proses berpikir untuk
mengoperasikan kaidah-kaidah logika meskipun
masih terikat dengan objek-objek yang bersifat
konkret. Pada fase ini anak mulai dapat berpikir
terbalik dan kemampuan konversinya lebih tepat,
pemahaman terhadap konsep benda dan ruang
mulai sempurna.
(d) Formal operational (11,0/12,0–14,0/15,0)
Periode ini ditandai dengan kemampuan untuk
mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang
tidak terikat lagi oleh objek-objek yang bersifat
konkrit. Perilaku kognitif yang tampak pada tahap
ini antara lain:
(1) kemampuan berpikir hipotetis-deduktif (hypothetico-deductive thinking);
(2) kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih kemungkinan
yang ada (a combinational analysis);
(3) kemampuan mengembangkan suatu proporsi
atau dasar proporsi-proporsi yang diketahui
(proportional thinking);
(4) kemampuan menarik generalisasi dan inferensasi dan berbagai kategori objek yang
beragam.
Tokoh lain yang melakukan studi terhadap
masalah ini secara mendalam ialah Jerome Bruner
(1966) ia membagi proses perkembangan perilaku
kognitif ke dalam tiga periode ialah:
46
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Beaty (1994: 83) menjelaskan bahwa perkembangan emosi
anak terjadi secara simultan bersamaan dengan perkembangan
psikososial, perkembangan bahasa, kognitif dan kreativitas. Bruse
(1987) mengatakan bahwa anak usia 2-6 tahun mempunyai pertumbuhan fisik yang pesat, anak mulai aktif melakukan berbagai
kegiatan yang memanfaatkan otot. Pada awal usia ini anak
sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya, mempunyai daya observasi yang tajam yang membuat anak
mengamati semua benda yang ada di sekitarnya. Dalam waktu
singkat pengamatan anak bisa beralih dari satu benda ke benda
lainnya. Piaget (Sriyanti, 2008) pada fase preoperasinal (usia
2-7 tahun) anak sudah mempunyai perbendaharaan bahasa
yang lebih banyak namun belum tentu memahami konsep
secara tepat. Anak mulai berkomunikasi dan mengungkapkan
pikirannya. Selanjutnya Bruse menambahkan bahwa anak
usia ini mulai belajar mengembangkan emosi sebagaimana
lingkungan memperlakukan dirinya. Perkembangan kognitif
anak sangat pesat ditunjukkan dengan rasa ingin tahu yang
luar biasa terhadap alam sekitar. Aktivitas belajar anak usia 2-6
tahun terlihat dari keinginan untuk mengeksplorasi benda-benda
yang ada disekitarnya dengan menggunakan seluruh panca
indranya. Meniru merupakan gaya belajar anak usia ini dengan
memanfaatkan seluruh indranya, meniru yang didengar dan
meniru yang dilihat (Bruse, 1987). Hurlock (1978) menyatakan
perilaku agresif anak meningkat pada usia 2-4 tahun, kemudian
menurun, bentuk serangan fisik diganti dengan serangan verbal
dalam bentuk memaki atau menyalahkan orang lain. Pada usia
3 tahun mulai timbul perilaku berkuasa, dan usia 4 tahun timbul
keinginan untuk menggoda anak lain. Ekspresi marah pada anak
bisa dilampiaskan dengan merusak benda-benda.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
55
sementara Johan Amos Comenius menyebutnya sebagai fase scola
materna (fase sekolah ibu) (Hurlock, 1978) .
Fase anak usia dini merupakan fase penting yang menjadi
pondasi bagi perkembangan anak pada masa berikutnya, karena itu
perlu mendapat perhatian dengan seksama. Sebagaimana diungkap
Hurlock (1978) bahwa anak usia 2-6 tahun berada pada masa peka,
yaitu masa yang paling tepat untuk mengembangkan berbagai fungsi,
bila masa ini terlewati anak akan mengalami kesulitan pada fase
perkembangan berikutnya. Demikian juga dengan Berk (1992 : 18)
memperkuat pandangan bahwa fase anak usia dini merupakan fase
penting, sebagaimana pernyataannya bahwa anak usia prasekolah
berada pada masa pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai
aspek sedang mengalami perkembangan yang sangat cepat.
1.
54
Karakteristik dan Tugas Perkembangan Anak Usia Dini
Piaget (dalam Gallahue, 1982 : 24 dan Seefeldt, 1990 : 34),
menyatakan bahwa anak usia 2-7 tahun mempunyai pandangan
yang bersifat egosentrik, yaitu tidak memperhatikan pengalaman
dan perspektif orang lain, melainkan berorientasi pada minat
dan apa yang diketahuinya. Pemahaman anak terhadap consept of
conservation belum sempurna, anak memandang sejumlah benda
tidak berubah, hanya karena berubah bentuk dan tempat, serta
mempunyai kemampuan berpikir yang bersifat irreversible yaitu
belum mampu berpikir terbalik.
Anak usia 4-6 tahun mempunyai karakteristik khas yang
berbeda dengan anak lainnya. Hurlock (1978) menyatakan
bahwa anak usia ini memiliki karakteristik emosi yang sangat
kuat, meledak-ledak dan kurang stabil. Beberapa emosi yang
muncul pada anak usia ini antara lain marah, cemburu, benci,
takut, iri hati, kasih sayang dan gembira. Anak bisa memiliki
rasa takut yang sangat kuat dan iri hati yang tidak rasional.
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
(1) enactive stage, merupakan suatu masa ketika
individu berusaha memahami lingkungannya.
Tahap mirip dengan sensorimotor period dari
Piaget;
(2) iconic stage, yang mendekati kepada preoperational period dari Piaget; dan
(3) symbolic stage, yang juga mendekati ciri-ciri
formal operational period dari Piaget.
3.
Perkembangan Perilaku Sosial, Moralitas dan Keagamaan
a. Perkembangan Perilaku sosial
Secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai
makhluk sosial, sebagaimana kata Plato bahwa manusia sebagai zoon politicon. Untuk mewujudkan potensi tersebut
manusia perlu berinteraksi dengan lingkungan manusia
lainnya.
Proses sosialisasi merupakan suatu proses di mana
individu (terutama anak) melatih kepekaan dirinya terhadap
rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan
dan tuntutan kehidupan (kelompoknya); belajar bergaul
dengan dan bertingkah laku seperti orang lain, bertingkah
laku di dalam lingkungan sosio-kulturalnya.
Branson (dalam Loree, 1970) mengidentifikasi hasil
surve secara longitudinal terhadap anak usia 5-16 tahun,
bahwa kecenderungan pola orientasi sosialnya mengikuti
tiga pola yaitu: (1) withdrawal-expansive, (2) reactivityplacidity dan (3) passivity-dominance. Kalau seseorang telah
memperhatikan orientasinya pada salah satu pola tersebut,
maka cenderung diikutinya sampai dewasa. Sejalan dengan
meluasnya pergaulan anak, perkembangan sosial anak
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
47
juga makin meluas, terutama setelah masuk PAUD. Anak
juga mulai mengenal berbagai perilaku orang-orang di
sekitarnya, teman, guru, kerabat, sepupu adalah individu
lain yang mewarnai kehidupan sosial anak. Anak yang
kehidupan sosialnya luas, akan belajar merasakan kecewa,
tidak diterima, merasa marah, jengkel dengan orang lain,
disamping perasaan positif seperti kebersamaan, mencintai,
berbagi dan lainnya.
b.
48
Perkembangan Moralitas
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang
berarti adat istiadat peraturan/nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk
menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsipprinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti 1) seruan untuk
berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan
keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak
orang lain, dan 2) larangan mencuri, berzina, membunuh,
meminum minuman keras dan berjudi. Seseorang dapat
dikatakan bermoral, apabila tingkah laku tersebut sesuai
dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tingi kelompok
sosialnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral.
Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi
oleh lingkungan. Anak memperoleh nilai-nilai moral dari
lingkungannya dan dari orangtuanya. Dia belajar untuk
mengenal nilai-nilai sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dalam
mengembangkan moral anak, peranan orangtua sangat
penting, terutama pada waktu anak masih kecil (Monks, 1992).
Proses Perkembangan Moral. Perkembangan moral anak
dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut.
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
B. Perkembangan Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah anak yang berusia 0-6 tahun, sebagaimana
tertulis dalam UU No.20 tahun 2003 bahwa pendidikan anak usia dini
adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir
sampai usia 6 tahun yang dilakukan melalui rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar memiliki kesiapan dalam memasuki pedidikan lebih lanjut
(UU no 20 tahun 2003). Selanjutnya pada pasal 28 ayat 1-3 tertulis
bahwa pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang
pendidikan dasar, dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan
formal, nonformal maupun informal. Realisasi pendidikan anak usia
dini pada jalur formal antara lain berbentuk Taman Kanak-kanak
(TK), Raudaful Atfal (RA), Kelompok Bermain (KB) dan Tempat
Penitipan Anak (TPA).
Taman Kanak-kanak (TK) dan RA merupakan salah bentuk
pendidikan anak usia dini pada pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia 4-6 tahun (Departemen
Pendidikan Nasional, 2006 : 1). Berdasar PP No.27 tahun 1990, Bab
I pasal 1 disebutkan bahwa TK merupakan salah satu bentuk pendidikan pra-sekolah yang menyediakan pendidikan dini bagi anak usia
empat tahun sampai memasuki pendidikan dasar. Jalur pendidikan
untuk anak usia dini dalam jalur pendidikan nonformal antara lain
kelompok belajar (KB) dan PAUD.
Selanjutnya disebutkan bahwa tujuan pendidikan di TK adalah
membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik fisik dan
psikis yang meliputi moral dan nilai agama, disiplin, sosial emosional,
kemandirian dan tanggunjawab, kognitif, bahasa, fisik/motorik, dan
seni untuk siap memasuki pendidikan dasar. Havighurst menggolongkan anak usia 0-6 tahun sebagai fase bayi dan fase anak kecil,
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
53
bagai makhluk Tuhan, dianugerahi fitrah (kemampuan
atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya.
c.
52
Perkembangan Kepribadian
Kepribadian dapat diartikan sebagai “kualitas perilaku
individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian diri
terhadap lingkungan secara unik”. Keunikan penyesuaian
tersebut sangat berkaitan dengan aspek-aspek kepribadian
itu sendiri, yaitu meliputi hal-hal berikut:
a) Karakter, yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi
etika perilaku, konsisten atau teguh tidaknya dalam
memegang pendirian atau pendapat,
b) Temperamen, yaitu disposisi reaktif seseorang, atau
cepat/lambatnya mereaksi terhadap rangsanganrangsangan yang datang dari lingkungan,
c) Sikap terhadap objek (orang, benda, peristiwa, norma
dan sebagainya) yang bersifat positif, negatif atau
ambivalen (ragu-ragu),
d) Stabilitas emosi, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional
terhadap rangsangan dan lingkungan. Seperti: mudah
tidaknya tersinggung marah, sedih atau putus asa,
e) ResponsibilitaS (tanggung jawab), kesiapan untuk
menerima risiko dan tindakan atau perbuatan yang
dilakukan. Seperti: mau menerima risiko secara wajar,
cuci tangan, atau melarikan diri risiko yang dihadapi,
f) Sosiabilitas, yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan
hubungan interpersonal. Disposisi ini seperti tampak
dalam sifat pribadi yang tertutup atau terbuka; dan
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
1) Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah, atau
baik dan buruk oleh orangtua, guru atau orang dewasa
lainnya. Di samping itu, yang paling penting dalam
pendidikan moral adalah keteladanan dan orangtua,
guru atau orang dewasa lainnya dalam melakukan nilainilai moral
2) Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau
meniru penampilan atau tingkah laku moral seseorang
yang menjadi idolanya (seperti orangtua, guru, kiai, artis
atau orang dewasa lainnya).
3) Proses coba-coba (trial & error), yaitu dengan cara
mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba.
Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus. di kembangkan, sementara tingkah
laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan
dihentikannya.
Kolberg (dalam Santrock, 2007) menguraikan perkembang an moral menjadi 6 tahap yang diawali dari
kepatuhan, ketaatan anak terhadap aturan dilandasi atas
dorongan ekstrinsik, seperti untuk menghindari hukuman,
ingin mendapat hadiah, ingin dipuji, berangsur-angsur
mangarah pada kepatuhan terhadap moral dan etika atas
kesadaran sendiri.
Perkembangan Penghayatan Keagamaan. Sejalan perkembangan kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual disamping emosional dan volisional
(konatif), mengalami perkembangan. Para ahli seperti
Zakiah Daradjat, Starbuch, William James sependapat
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
49
bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan
keagamaan itu dapat dibagi dalam tiga tahapan yang secara
kualitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda. Tiga
tahap perkembangan keagamaan tersebut adalah fairy tale
stage (fase dogeng), realistic stage (fase realistis), dan terakhir
individual stage (fase individual). Fase dongeng dialami oleh
anak-anak, dimana perkembangan keagamaannya masih
sebatas pada cerita, anak memahami agama sebagai suatu
dongeng, sedang pada fase realis anak mulai menghayati
agama secara realistis, sesuai apa yang dilihat di sekitarnya,
dan pada tahap akhir yaitu fase individualis, penghayatan
agama seseorang bersifat personal, khas yang berbeda antara
orang satu dengan lainnya.
4.
Perkembangan Perilaku Afektif, Konatif dan Kepribadian
a. Perkembangan fungsi-fungsi Konatif dan hubungannya
dengan pembentukan
Fungsi konatif atau motivasi merupakan faktor penggerak perilaku manusia yang bersumber pada kebutuhankebutuhan dasarnya (basic needs). Jenis-jenis kebutuhan
manusia berkembang mulai dari sifat yang alami (misalnya,
kebutuhan dasar/biologis) sampai kepada yang dipelajari
sebagai pengalaman interaksi dengan lingkungannya. Di
dalam kenyataan yang berkembang itu bukanlah jenis motif
atau kebutuhan, melainkan beberapa sifatnya, misalnya objek
dan caranya dan itensitasnya.
b.
50
Perkembangan Emosional dan Perilaku Afektif
Emosi itu dapat didefinisikan sebagai suatu suasana
yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (a
strid up state) yang menyertai atau muncul sebelum/sesudah
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
terjadinya perilaku. Aspek emosional dari suatu perilaku, pada
umumnya, selalu melibatkan tiga variabel, yaitu rangsangan
yang menimbulkan emosi (the stimulus variable), perubahanperubahan fisiologis, yang terjadi bila mengalami emosi
(the organismic variable), dan pola sambutan ekspresi atau
terjadinya pengalaman emosional itu (the response variable).
Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciriciri sebagai berikut:
1) Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis
lainnya, seperti pengamatan dan berpikir
2) Bersifat fluktuatif (tidak tetap)
3) Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan
panca indera.
Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu
emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis). Emosi sensoris,
yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dan luar
terhadap tubuh, seperti: rasa dingin, manis, sakit, lelah,
kenyang, dan lapar. Sedangakan emosi psikis, di antaranya
adalah (Walgito, 1986).
1) Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut
paut dengan ruang lingkup kebenaran.
2) Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut
hubungan dengan orang lain, baik bersifat perorangan
maupun kelompok.
3) Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan
dengan nilai-nilai balk dan buruk atau etika moral.
4) Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dan sesuatu, baik bersifat
kebendaan maupun kerohanian.
5) Perasaan Ketuhanan. Salah satu kelebihan manusia seDra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
51
dan kewajiban anak dalam keluarga tidak dapat dijalankan
dengan baik. Dalam kondisi demikian tak jarang terjadi
konflik antara anak dengan orang tua. Ketegangan dan
peningkatan emosionalitas tak dapat dihindarkan
b. Dapat terjadi konflik antar kelompok baik dengan kelompok
sejenis maupun lawan jenis. Konflik yang berkepanjangan
dapat memicu timbulnya permusuhan hingga perkelahian.
Bila hal ini terjadi maka energi anak akan tersedot untuk
aktivitas bertahan dalam kelompok, mencari strategi perlawanan serta memikirkan problem lain yang berkaitan
dengan konflik antar kelompok tersebut. Aktivitas belajar
terganggu, kelelahan, sering ketinggalan pelajaran, lupa
mengerjakan PR, tidak siap ketika ulangan, mulai dihinggapi
rasa malas untuk belajar merupakan problem umum akibat
keterlibatan anak dalam kelompok
c. Berkembang prasangka, terutama terhadap anak lain yang
dari luar kelompok. Prasangka yang berlebihan dapat
berkembang menjadi yang bersifat ras dan golongan
d. Muncul perlakuan yanga buruk terhadap anak lain di luar
kelompoknya
Mencari teman merupakan kebutuhan setiap anak, hal ini
sangat dirasakan oleh anak baru, pindahan dari kelas lain, sekolah
lain atau daerah lain. Menjadi anggota baru suatu sekolah dan
menyesuaikan dengan tuntutan lingkungan merupakan tugas
berat yang harus dilaksanakan. Karena itu pindah-pindah sekolah
tidak selalu menguntungkan bagi anak.
Anak senang berpetualang dan menjelajah sebagai bentuk
luapan rasa ingin tahu. Anak SD kelas rendah bisa melakukan
penjelajahan terhadap mainan yang dimiliki serta benda-benda
lain yang ada di rumah, namun anak kelas tinggi tidak cukup
74
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
b.
c.
d.
e.
f.
anak , guru dan orang dewasa lainnya.
Membantu anak cara membantu orang lain dan mengembangkan sikap peduli.
Mengajarkan anak cara memenuhi kebutuhan pribadi seperti
mengancingkan baju dan memilih pakaian yang tepat.
Ketrampilan makan dan menggunakan peralatan makan.
Ketrampilan menjaga kesehatan seperti gosok gigi dan mandi.
Ketrampilan berdandan, seperti menyisir rambut dan memotong kuku.
Tugas-tugas tersebut akan tercapai dengan sempurna
bila anak mempunyai kemampuan mengendalikan dirinya.
Kemampuan mengendalikan diri anak diperlukan agar anak
dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dengan harmonis,
menunjukkan perasaan dengan cara tepat, dan kemampuan
mengendalikan diri memudahkan anak menjalankan tugas
belajarnya dan membuat anak mampu menepati jadwal rutin
sehari-hari dengan disiplin, seperti kapan anak harus bangun
pagi, kapan anak harus mandi, kapan anak harus makan dan
sebagainya. Kemampuan anak mengendalikan diri sangat
diperlukan agar anak dapat menjalankan tugas sehari-hari yang
berkaitan dengan bina diri seperti memakai baju sendiri, memakai
sepatu dan kaos kaki. Kesuksesan anak untuk belajar di sekolah,
memanjat, meniti, melompat, melempar, belajar mengenal huruf
dan angka, belajar mengenal waktu dalam jam, belajar mengenal
macam-macam binatang dana tumbuhan, memerlukan perhatian
khusus dan ketekunan dari anak, karena itu kemampuan
mengendalikan diri sangat diperlukan guna tercapainya hasil
belajar yang optimal Perkembangan anak sudah diawali sejak
dalam kandungan, yaitu sejak terjadi konsepsi yang merupakan
proses bertemunya sel telur dengan sel jantan. Perkembangan
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
59
akan terus terjadi sepanjang kehidupan anak dengan mengikuti
hukum dan irama tertentu.
Anak usia pra-sekolah merupakan masa emas senagai pembentuk kepribadian anak dimasa mendatang. Anak mempunyai
karakteristik khas yang berbeda dengan anak pada fase sebelum
dan sesudahnya. Anak usia pra-sekolah berada pada fase transisi,
dari lingkungan orang tua yang penuh permisivitas beralih
pada lingkungan sekolah yang lebih formal dengan aturan dan
kedisiplinan yang lain dengan di rumah. Pergaulan anak yang
semula terbatas anggota keluarga, sekarang memiliki pergaulan
yang lebih luas, guru-guru dan teman di sekolah.
Anak mulai mengenal orang dengan berbagai karakter,
sehingga berpeluang mengalami benturan dalam bergaul dengan
teman-temannya. Ada perselisihan, perbedaan pendapat, pertengkaran, berebuit mainan dan berbagai persoalan dalam pergaulan. Hasil penelitian Hartup (Monks, 1992) mengemukakan
bahwa teman sebaya banyak memberikan pengaruh terhadap
perilaku anak. Perilaku agresif dan altruistik banyak didapat dari
belajar model yaitu dengan melihat teman-temannya yang juga
berperilaku agresif dan altruistik (Bandura, 1977).
Masa ini menurut Piaget, dimulai dengan penguasaan bahasa
yang lebih sistimatis, permainan simbolis, imitasi dan bayangan
mental (Hurlock, 1998). Anak mulai melakukan tingkah laku
simbolik, mampu bermain pura-pura, dan melakukan imitasi
tertunda yaitu mencontoh sesuatu yang pernah dilihat pada
hari sebelumnya. Perkembangan lainnya adalah kemampuannya
untuk melakukan antisipasi atau berpikir untuk waktu yang akan
datang (dalam dunia anak). Yaitu dapat memikirkan apa yang
akan terjadi kemudian (satu jam atau dua jam lagi). Anak dapat
mengatakan bahwa permainan buatannya belum selesai, karena
60
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
d.
e.
f.
3.
Anak memandang nilai sebagai ukuran prestasi belajarnya
Mulai membentuk kelompok sebaya serta membuat aturan
sendiri dalam kelompok
Akhir masa ini anak sudah dapat bertanggung jawab atas
apa yang dilakukan
Perkembangan Fisik dan Sosial
Secara fisik, tidak ada perbedaan perkembangan antara
anak laki-laki dengan anak perempuan. Anak menunjukkan
postur yang sama. Gerakan motorik anak sangat dipengaruhi
oleh keleluasaan lingkungan serta aturan-aturan yang berlaku.
Norma serta aturan orang tua adakalanya membuat gerakan anak
menjadi kurang spontan.
Hubungan sosial dan mempunyai teman merupakan hal
penting bagi anak. Pertemanan yang semula karena melakukan
aktivitas bersama, berkembamg menjadi persahabatan. Anak
berusaha keras untuk menyesuaikan dengan kelompok teman
sebaya, termasuk berusaha mengikuti tuntutan serta norma yang
berlaku dalam kelompok. Dalam menyesuaikan ini adakalanya
anak justru memperbudak diri sendiri agar dapat diterima
oleh kelompok. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya
berkelompok atau bersosialisasi bagi anak. Tak jarang anak
tidak menghiraukan orang tua, bahkan melawan orang tua demi
eksistensinya dalam kelompok (Hurlock, 1987).
Beberapa akibat yang dapat timbul dengan masuknya
anak dalam kelompok serta terlalu konformis terhadap aturan
kelompok.
a. Menolak aturan-aturan orang tua dan lebih conform terhadap
tuntutan kelompok. Anak lebih banyak menghabiskan
waktunya bersama teman-temannya sehingga keberadaan
anak dalam keluarga menjadi berkurang. Akibat lain tugas
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
73
Dorongan yang kuat untuk berkelompok membuat
hubungan dengan keluarga menjadi renggang karena banyak
waktu dihabiskan bersama teman sebayanya. Kondisi ini dapat
menyulitkan orang tua dalam melatih tanggung jawab agar anak
dapat melaksanakan tugas-tugas dalam keluarga. Keterlibatan
anak dalam kelompok juga menyebabkan anak kurang peduli
dengan urusan pribadinya. Kepuasan dan kegembiraan bersama
teman-temannya membuat anak melupakan hal lain yang
harus diurus dalam dirinya. Karenanya anak menjadi kurang
memperhatikan penampilannya, kurang rapi, kurang peduli
dengan kebersihan.
2.
Perbedaan Karakteristik
Ada perbedaan karakteristik antara anak kelas rendah (kelas
1-3) dengan anak kelas tinggi (kelas 4-6). Anak kelas rendah
mempunyai ciri sebagai berikut:
a. Ada hubungan antara tinggi, kesehatan, dan pertumbuhan
jasmani dengan prestasi belajar di sekolah
b. Timbul sikap yang cenderung mematuhi peraturan dalam
permainan dengan teman sebaya
c. Senang membandingkan dirinya dengan anak lain jika dirasa
menguntungkan
d. Cenderung memuji diri sendiri
e. Bila tidak berhasil menyelesaikan tugas/pekerjaan, hal itu
tidak merisaukannya
Sedangkan anak kelas tinggi (kelas 4-6) mempunyai
karakteristik sebagai berikut.
a. Perhatiannya tertuju paha hal yang praktis, konkrit dan
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari
b. Rasa ingin tahun besar, senang belajar dan bereksplorasi
c. Mulai timbul minat terhadap mata pelajaran tertentu
72
anak tahu bagaimana bentuk permainan yang sempurna atau
yang sudah selesai.
Sebagian besar ketrampilan anak diperoleh dari aktivitas
belajar atau meniru orang lain. Daya imitasi anak sangat
besar demikian juga dengan daya fantasinya. Anak cenderung
akan meniru semua yang dilihat dan didengarnya. Sejalan
dengan perkembangan daya fantasinya, anak mengembangkan
kemampuan bereksplorasi dan bereksperimen terhadap hal baru.
Anak usia prasekolah sudah memperlihatkan adanya
perbedaan peran jenis, termasuk perbedaan jenis kelamin.
Sementara Sigmund Freud dari tokoh Psikoanalisa mengemukan
bahwa anak usia ini mencurahkan energi psikisnya pada daerah
seksualitas. Manifestasi dari perkembangan ini antara lain anak
menaruh perhatian pada daerah alat kelamin, muncul pertanyaan
tentang seksualitas, seperti dari mana adik lahir, mengapa mama
bisa punya adik.
Sifat khas anak usia pra-sekolah tersebut bila dirangkum adalah:
a. Daya fantasinya tinggi
b. Rasa ingintahunya besar-banyak bertanya
c. Daya eksperimen dan ekplorasi tinggi-banyak gerak
d. Emosi meledak-ledak
e. Ingin melepaskan diri dari otoritas orang dewasa
f. Daya imitasinya tinggi-mudah meniru
g. Mencurahkan energi psikisnya pada daerah seksulitas
h. Bisa bandel dan susah diatur
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
2.
Perkembangan Kepribadian Anak Usia Dini
Perilaku anak merupakan cerminan dari kondisi jiwanya,
karena itu untuk memahami kondisi kejiwaan anak, bisa
mem perhatikan perilakunya. Anak murung, menggingit
jari, memberontak atau mengamuk merupakan ekspresi dari
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
61
kondisi jiwa yang saat itu terjadi. Demikian juga perilaku
anak merupakan tanda apakah anak mempunyai rasa percaya
diri yang tinggi atau bahkn mempunyai rasa rendah diri bisa
terbaca dari perilaku sehari-hariya Perhatikan beberapa
perilaku pada tabel berikut, kemudian lihat pada anak-anak
kita, perilaku mana yang dominan muncul. Deskripsi perilaku
berikut merupakan gejala khas anak yang sering dirasakan
orang tua. Orang tua bisa menentukan sendiri perilaku mana
yang sering muncul pada anak, tentukan apakah perilaku
itu menguntungkan atau tidak, baik atau tidak. Kemudian
temukan, mengapa perilaku tersebut muncul, apakah ada
dari sikap kita yang kurang tepat.
Beberapa perilaku anak timbul sebagai manifestasi
dari rasa percaya diri, tetapi ada beberapa perilaku yang
merupakan indikasi dari ketidakpercayaan diri anak. Anak
yang mempunyai rasa kurang percaya diri terbentuk dari
cara pengasuhan yang tidak tepat. Rasa tidak percaya diri
dibentuk oleh sikap orang tua yang kurang memberikan
penghargaan atau karena sikap orang tua yang overprotected,
terlalu menekan, terlalu menuntut pada anak, atau vonis-vonis
negatif yang diberikan orang tua pada anak.
Apabila orang tua menemukan beberapa perilaku sebagai
tanda kurang percaya diri, orang tua bersama guru harus melakukan upaya-upaya membangkitkan rasa percaya diri anak.
Untuk itu harus terlebih dahulu mengenal sumber penyebab
mengapa anak tidak mempunyai rasa percaya diri
Tabel berikut memaparkan perbedaan sikap antara anak yang
mempunyai rasa percaya diri dengan anak yang kurang memiliki
rasa percaya diri.
62
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
dalam aktivitas sehari-hari serta senang berkreatifitas. Dikatakan
berada pada fase bermain, karena pengembangan diri anak banyak
dilakukan sambil bermain. Dikatakan sebagai usia berkelompok
karena dorongan anak untuk berkumpul dengan teman sebaya
sangat kuat. Ahli psikologi memberikan label pada anak sebagai
usia penyesuaian, fase yang menyulitkan, fase tidak rapi dan sebagai
fase bertengkar. Semua merupakan gambaran tentang bagaimana
karakteristik anak yang sebenarnya.
Dorongan yang kuat untuk berkelompok membuat anak
tidak senang bermain sendiri, tidak pusa bermain sengan saudara
satu rumah tetapi selalu mencari teman di luar rumah. Dalam
upaya memenuhi keinginan untuk selalu berkelompok tersebut,
anak dituntut dan berusaha menyesuaikan diri dengan tuntutan
kelompok serta aturan-aturan yang ada. Karena itu julukan anak
sebagai fase penyesuaian karena kemampuan menyesuaikan diri
dengan teman sebaya merupakan tuntutan utama agar anak
diterima oleh kelompok serta bahagia dalam kelompoknya.
Kemampuan penyesuaian yang buruk mengakibatkan anak
tidak dapat diterima teman-temannya, tidak mempunyai teman,
terkucilkan dan ini merupakan pengamalan yang menyakitkan
bagi anak.
Masa ini merupakan masa yang menyulitkan bagi anak
dan orang tua karena bagi anak tidak mudah menyesuaikan
diri dengan tuntutan teman sebaya yang beraneka ragam. Bisa
terjadi benturan kepentingan antara conform dengan kelompok
atau mempertahankan egonya. Karena itu tak jarang terjadi pertengkaran baik secara fisik maupun verbal. Anak laki-laki lebih
banyak terlibat dalam pertengkaran fisik (berkelahi) sedangkan
anak perempuan cenderung melakukan pertengkaran secara
verbal. Karena itu usia disebut sebagai fase bertengkar.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
71
dalam permainan adalah perbuatan yang salah, karena itu mereka
perlu dibimbing. Tapi jangan bersikap over-protective sampai
menghalangi kebebasannya. Misalnya, kalau anak bermain larilarian dan pernah terjatuh adalah wajar, jadi tidak perlu melarang
anak bermain lari-lari karena takut anak jatuh. Tapi kalau anak
mengebut ketika bermain sepeda, tentunya perlu dilarang karena
berbahaya.
Sekalipun dunia bermain adalah dunia anak-anak, tapi anak
membutuhkan peran orangtua untuk dapat berada dalam dunianya itu
secara aman dan nyaman. Dengan bermain, tidak hanya anak merasa
senang dan bahagia ketika melakukannya; tapi dengan bimbingan
yang tepat dari orangtua, potensi diri anak juga dapat berkembang,
anak dapat menjadi pintar lewat sarana permainan. Anak senang dan
orangtua bahagia.
Tabel 1. Perbedaan sikap/perilaku anak yang peraya diri
dengan anak yang kurang percaya diri
PERCAYA DIRI
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Aktif
Penuh semangat
Banyak gerak
Wajah cerah
Banyak tanya
Pemberani
Mempunyai banyak teman
Mudah bergaul-mudah
menyesuaikan diri
Senang membongkar pasang
mainan
Sering bicara sendiri
Gembira
Mandiri
KURANG PERCAYA DIRI
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Pasif
Mudah putus asa
Tidak banyak gerakcenderung diam
Sering murung-sedih
Takut bertanya
Penakut
Pemalu
Susah menyesuaikan diri
Tidak senang bermain
Senang memandang benda/
TV
Cengeng
Manja
C. Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar (SD/MI)
1.
70
Label untuk late childhood
Anak usia SD berada pada fase kanak-kanak akhir (late
childhood) dengan rentang usia antara 6-12 tahun (Monks, 1992).
Masa ini disebut dengan masa intelektual atau disebut juga sebagai
masa keserasian bersekolah, karena anak sudah cukup mampu
mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Usia SD merupakan
masa kematangan anak untuk sekolah yang ditunjang dengan
kesiapan organ-organ tubuh untuk melakukan kecakapan baru.
Anak usia SD mempunyai beberapa julukan seperti fase
kritis-kreatif, fase bermain dan masa berkelompok. Julukan ini
menggambarkan ciri anak tersebut. Anak usia SD dikatakan
berada dalam periode kritis-kreatif, karena perkembangan
imajinasi sangat menonjol, kemampuan berpikir kritis terlihat
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Mengapa anak tidak percaya diri
Kini saatnya orang tua dan guru berintropeksi. Kullu mauludin
yuladu ala fitrah- anak lahir dalam keadaan fitrah, demikian hadist
nabi menggambarkan tentang kondisi anak. Orang tualah yang
menjadikan anak nasrani atau majusi. Tokoh psikologi Behavioristik
J.B Watson pernah mengatakan: “ Berikan saya seribu bayi, maka saya
bisa membentuk bayi tersebut sesuai yang Anda mau”
Penjelasan di atas menggambarkan betapa besar peran lingkungan,
betapa besar peran pendidikan orang tua-guru. Orang tua adakalanya
mengeluhkan anaknya yang pemalu, penakut dan tidak mau bergaul.
Orang tua lainnya mengeluh karena anaknya bandel, susah diatur,
tidak penurut seperti anak temannya. Sementara kita semua tahu
bahwa ketika lahir anak tidak mempunyai sifat-sifat seperti itu, anak
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
63
lahir dalam keadaan fitrah, lucu dan menggemaskan, tidak bandel,
tidak berkata kasar, tidak pemalu dan tidak penakut. Dalam hal ini
orang tua perlu menengok pada diri sendiri, mengapa anak sekarang
menjadi seperti itu, siapa yang menyebabkan anak berperilaku membangkang, pemalu atau penakut. Adakah sikap orang tua yang kurang
tepat?.
walaupun kadang-kadang terasa abstrak bagi orangtua. Mengingat
bahwa tidak hanya orangtua yang mengalami stres, anak-anak juga
bisa. Stres pada anak dapat disebabkan oleh beban pelajaran sekolah
dan rutinitas harian yang membosankan. Bermain dapat membantu
anak untuk lepas dari stres kehidupan sehari-hari.
Di sekolah adakalanya ditemukan anak yang tidak mau mengerjakan tugas dengan mengatakan :“ aku tidak bisa”, ketika di tegur
karena pekerjaanya tidak benar anak mengatakan: “ aku khan bodoh..
jadi ya salah “. Bahkan ketika ditanya mengapa tidak merapikan tempat
tidur, anak mengatakan: “ aku kan anak malas, jadi ya nggak merapikan tempat tidur” . Pandangan anak tentang diri sendiri sebagai anak
malas’ atau‘anak bodoh’ diperoleh dari orang lain, khususnya orang
tua. Vonis-vonis negatif dari orang tua dan orang dewasa lainnya
akan membentuk konsep diri negatif pada anak. Anak mencitra diri
sendiri dengan citra yang buruk, hal ini tidak menguntungkan bagi
perkembangan kepribadian anak.
Tugas Guru dan Orangtua
Sering kita dengar anak-anak mengemukakan kondisi dirinya secara negatif seperti : aku tidak bisa, aku bodoh, aku takut, aku tidak
bisa bergaul, dan berbagai penyataan negatif lain tentang dirinya.
Anak pada dasarnya lahir dalam keadaan fitrah, tidak penakut, tidak
pemalu, tidak nakal dan tidak bandel. Anak lahir tidak takut cecak,
tidak takut guru matematika, tidak berkata kasar, tidak senang mencuri, tidak senang berbohong. Semua perilaku tersebut dibentuk oleh
lingkungan, oleh pendidikan dan pengasuhan. Orang tua, guru, dan
orang dewasa lain berperan membentuk perilaku anak.
Banyak orang tua tidak menyadari perlakuan buruk yang telah
ditimpakan pada anak, tidak menyadari bahwa sikap dan tindakannya
telah melukai anak, mungkin tidak menyadari telah membentuk anak
menjadi penakut, pemalu atau pendendam.
64
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Bermain merupakan lebutuhan bagi anak. Bermain membuat
anak mempunyai banyak pengamalan baik menyenangkan ataupun
tidak. Dalam bermain akaan berkembang rasa senang, ceria, kecewa
dan perasaan lainnya. Banyak orang tua merasa khawatir kalau anak
terlalu banyak bermain dan tidak mau belajar. Kalau memang sebenarnya anak punya waktu bermain, lalu berlanjut terus hingga tidak mau
belajar, maka masalahnya adalah bagaimana kita memotivasi anak
agar mau belajar.
Beberapa hal yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua untuk
membimbing anaknya dalam bermain sehingga benar-benar berguna
bagi anak tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Pastikan dalam jadwal kesibukan anak sehari-hari, masih terdapat
waktu luang yang cukup untuk anak bermain
2) Sesekali ikut bermain bersama anak, pahami dirinya, kegembiraan,
ketakutan dan kebutuhannya. Siapa tahu setelah itu tidak lagi
menjadi orangtua yang terlalu ambisius,
3) Mendukung kreativitas permainanan anak, sejauh apa yang
diperbuat anak dalam permainan bukanlah perbuatan yang
kurang ajar, tidak merugikan, tidak menyakiti dan tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain,
4) Membimbing dan mengawasi anak dalam bermain, tapi tidak overprotective. Anak mungkin tidak tahu kalau apa yang dilakukannya
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
69
Manfaat Bermain
Membaca uraian tentang pentingnya bermain, orangtua mungkin
berpikir hal-hal tersebut di atas bisa didapatkan anak dengan cara
belajar (study). Belajar anak bisa pintar, kalau main terus-terusan
anak tidak bisa pintar. Pendapat ini ada benarnya juga, terutama jika
kepintaran hanya berhubungan dengan kemampuan akademik seperti
membaca, menulis dan berhitung. Tapi dalam kehidupan sehari-hari,
kepintaran bukan hanya sekedar membaca, menulis dan berhitung,
dan juga kemampuan akademis bukan satu-satunya hal yang penting
dan dibutuhkan. Ada hal lain yang penting dan dibutuhkan, misalnya
kemampuan berkomunikasi, memahami cara pandang orang lain dan
bernegosiasi dengan orang. Hal-hal tersebut tidak bisa didapatkan
hanya dengan belajar. Perasaan senang, menikmati, bebas memilih
dan lepas dari segala beban karena tidak punya target, juga tidak bisa
didapatkan dari kegiatan belajar.
Ketika bermain, anak berimajinasi dan mengeluarkan ide-ide
yang tersimpan di dalam dirinya. Anak mengekspresikan pengetahuan
yang dia miliki tentang dunia dan kemudian juga sekaligus bisa
mendapatkan pengetahuan baru, dan semua dilakukan dengan cara
yang menggembirakan hatinya. Tidak hanya pengetahuan tentang
dunia yang ada dalam pikiran anak yang terekspresikan lewat
bermain, tapi juga hal-hal yang ia rasakan, ketakutan-ketakutan
dan kegembiraannya. Orangtua akan dapat semakin mengenal anak
dengan mengamati ketika anak bermain. Bahkan lewat permainan
(terutama bermain pura-pura/role-playing) orangtua juga dapat
menemukan kesan-kesan dan harapan anak terhadap orangtuanya
dan keluarganya. Bermain pura-pura menggambarkan pemahamannya
tentang dunia dimana ia berada.
Kreativitas anak juga semakin berkembang lewat permainan,
karena ide-ide originallah yang keluar dari pikiran anak-anak,
68
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Berikut adalah pola asuh yang dapat menghancurkan kepercayaan
diri anak:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Sikap tidak bersahabat-keras-ketus-otoriter
Menghardik
Tidak menghargai jerih payah anak
Mencela-mencemooh
Membandingkan dengan anak dengan anak lain
Banyak larangan – ” jangan !”
Overprotectif
Sering memberikan cap negatif, seperti: “kamu bodoh”, “dasar
anak pemalas”
9) Sering memberikan hukuman fisik, memukul, mencubit,
menjewer teliga
10) Membuat anak tidak aman- terancam secara psikologis
11) Menuntut terlalu tinggi- harus juara-harus jadi bintang
Cara pengasuhan tersebut dapat melukai jiwa anak, menghancurkan harga diri dan martabatnya. Apa yang dirasakan anak saat ini
akan membekas dalam jiwanya dan terbawa terus sepanjang perjalanan
hidunya, menjadi pengalaman traumatik. Pengalaman traumatik yang
tidak menyenangkan dan terus menerus dialami, akan mengendap
dalam alam bawah sadar dan menjadi sumber munculnya perilaku
agresif di masa datang.
Masa Bermain
Anak usia dini identik dengan masa bermain. Anak sangat menikmati waktu bermain sehingga tidak jarang mereka lupa makan,
lupa belajar bahkan tidak mau melakukan aktivitas lainnya jika sedang
bermain. Orangtua pun harus tarik urat dahulu jika menyuruh anaknya
berhenti bermain dan mau mengerjakan pekerjaan rumah (PR) atau
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
65
belajar. Hal ini seringkali menyebabkan orangtua menganggap bahwa
anaknya malas belajar dan maunya cuma bermain saja.
Benarkah anak-anak kita lebih banyak menghabiskan waktu
untuk bermain daripada belajar? Jika mau melihat secara cermat dan
memperbandingkannya dengan anak-anak pada masa sebelumnya
(era 1970-1980an), sebenarnya justru terlihat kalau anak-anak masa
sekarang lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar daripada
bermain jika dibandingkan dengan anak-anak pada masa sebelumnya.
Beberapa kritikan dari para ahli pendidikan tentang kurangnya
waktu bagi anak untuk bersosialisasi dan mengembangkan hoby atau
bakatnya (termasuk bermain) karena sebagian besar waktu terpakai
untuk kegiatan-kegiatan belajar demi mengejar prestasi akademik di
sekolah sudah sangat sering kita dengar. Ada sekolah untuk anakanak bahkan ada yang sudah dimulai dari anak umur 1,5 tahun
(walaupun sekolah usia ini tentunya belum mulai belajar). Banyak
TK yang menekankan kurikulumnya untuk mengajar anak membaca,
menulis dan berhitung, bukan lagi sekedar bermain-main. Hal ini tidak
sepadam dengan karakteristik anak.
Tuntutan jaman adakalanya membuat orangtua menjadi
sangat ambisius terhadap anak-anaknya, mereka ingin anaknya
sepintar mungkin, dan diwujudkan dengan mengikutkan anak
pada berbagai macam les untuk menambah pengetahuan dan
ketrampilan yang telah diperoleh anak di sekolahnya. Hal
tersebut memang tidak salah, namun kebutuhan anak untuk
bermain hendaknya jangan diabaikan karena bermain adalah
hal yang penting bagi perkembangan fisik dan mental anak.
Papalia (1995), seorang ahli perkembangan manusia dalam
bukunya Human Development, mengatakan bahwa anak berkembang
dengan cara bermain. Dunia anak-anak adalah dunia bermain. Dengan
bermain anak-anak menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi
66
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
indra-indra tubuhnya, mengeksplorasi dunia sekitarnya, menemukan
seperti apa lingkungan yang ia tinggali dan menemukan seperti apa
diri mereka sendiri. Dengan bermain, anak-anak menemukan dan
mempelajari hal-hal atau keahlian baru dan belajar (learn) kapan
harus menggunakan keahlian tersebut, serta memuaskan apa yang
menjadi kebutuhannya (need). Lewat bermain, fisik anak akan terlatih,
kemampuan kognitif dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain
akan berkembang. Bermain juga mengasah daya fantasi dan daya
imajinasi anak. Melalui
Bermain merupakan hal yang berbeda dengan belajar dan bekerja.
Menurut Hughes (1999), seorang ahli perkembangan anak dalam
bukunya Children, Play, and Development, mengatakan harus ada 5
(lima) unsur dalam suatu kegiatan yang disebut bermain. Kelima
unsur tersebut adalah:
1) Tujuan bermain adalah permainan itu sendiri dan si pelaku
mendapat kepuasan karena melakukannya (tanpa target), bukan
untuk misalnya mendapatkan uang. Inilah yang membedakan
bermain dengan bekerja.
2) Dipilih secara bebas. Permainan dipilih sendiri, dilakukan atas
kehendak sendiri dan tidak ada yang menyuruh ataupun memaksa
3) Menyenangkan dan dinikmati, bermain umumnya menyenangkan
walau kadang anak diliputi ketegangan
4) Ada unsur kayalan dalam kegiatannya
5) Dilakukan secara aktif dan sadar.
Di luar pendapat Hughes, ada ahli-ahli yang mendefinisikan bermain
sebagai apapun kegiatan anak yang dirasakan olehnya menyenangkan
dan dinikmati (pleasurable and enjoyable). Bermain dapat menggunakan
alat (mainan) ataupun tidak. Hanya sekedar berlari-lari keliling di
dalam ruangan, kalau kegiatan tersebut dirasakan menyenagkan
oleh anak, maka kegiatan itupun sudah dapat disebut bermain.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
67
dan rasa putus asa pada anak. Anak akan semakin tidak berani
melakukan tugas-tugasnya karna takut kalau ia mengalami
kegagalan. Lalu dimarahi oleh kedua orang tuanya atau dia
takut kalau nantinya mengecewakan hati orang tuanya, dan kehilangan kasih sayang orang tuanya. Akibatnya menjadi semakin
mundurlah (rendah) prestasi sekolah anak tersebut.
Keberhasilan usaha orang tua dalam membimbing anaknya
untuk menghilangkan rasa-rasa takut bergantung pada sikap
yang bijaksana dan kehalusan tutur katanya yaitu: tutur kata
yang bisa membantu memperkokoh mental dan moril, dan bisa
menumbuhkan kepercayaan diri pada anak. Sehingga anak terdorong untuk berbuat apapun juga denga rasa tabah dan berani.
Oleh karena itu unsur instight, pemahaman juga kepercayaan
diri pada kemampuan sendiri, dan rasa sudah jadi “besar”, akan
banyak membantu anak mengatasi ketakutannya. Dengan begitu
anak akan berani melakukan setiap tugas kewajibannya dengan
kemantapannya hati.
Pada batas Trotzalter kedua (±12-14 tahun) juga terdapat
banyak kecemasan pada anak: terutama kecemasan akan hal yang
samar-samar, ketidakpastian dan takhayul. Hal ini disebabkan
oleh kepicikan fikir dan lkelemahan dirinya. Oleh perasaanperasaan yang kontradiktif sering bertentangan diantara rasa
minder dan rasa diri super/besar, anak sering diberati oleh
perasaan-perasaan bersalah dan berdosa. Menghadapi peristiwa
sedemikian ini hendaknya pendidik dengan bijak dan tenang
menyadarkan anak akan tidak bermanfaatnya smosi-emssi
negative yang tidak beralasan itu. Dan berusaha menumbuhkan
mekanisme kepercayaan sendiri. Hal ini antara lain bisa dilaku kan dengan memberikan latihan-latihan ketrempilan
jasmani, umpamanya: bela diri, sport, pencak silat, kesenian,
90
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
itu, anak mempunyai keinginan melakukan penjelajahan keluar
lingkungan rumah dan lingkungan tetangga, anak ingin mengenal
daerah-daerah lain. Rumah tua yang tidak terpakai, bangunan
kuno serta tempat-tempat yang jarang dikunjungi orang bisa
menjadi incaran anak.
Perkembangan anak pada usia ini amat pesat, lingkungan
keluarga sekarang tidak lagi mampu memberikan seluruh fasilitas
untuk mengembangkan fungsi-fungsi anak terutama fungsi
intelektual dalam mengejar kemajuan zaman modern maka anak
memerlukan satu lingkungan sosial yang baru yang lebih luas;
berupa sekolah, untuk mengembangkan semua potensinya.
Milieu sekolah akan memberikan pengaruh yang sangat
besar kepada anak sebagai individu dan sebagai mahkluk sosial.
Peraturan sekolah, otoritas guru, disiplin kerja, cara belajar
kebiasaan bergaul, dan macam-macam tuntutan sekolah yang
cukup ketat akan memberikan segi-segi keindahan dan kesenangan belajar pada anak. Misalnya anak bisa belajar secara
sistematika bisa bergaul akrab dengan teman-temannya, bisa
bermain bersama dan mengadakan eksperimen kelompok,
dapat berlomba dan bercanda gurau, dan seterusnya. Semua
pengalaman ini memberikan pengaruh yang besar sekali bagi
perkembangan kepribadian anak.
Sampai pada usia ± 3.5 tahun, anak adalah anak keluarga
seutuh-utuhnya. Sesudah umur tersebut, anak mulai meluaskan
cakrawala pengalamnya di luar lingkungan keluarga. Fungsi
pengkhayatan emosional yang dominan sampai usia 3.5 tahun lalu
diganti dengan penghayatan yang sifatnya lebih rasional, dengan
mana anak menjadi objektif. Gambaran mengenai dunia menjadi
makin sempurna, sebab anak sudah tidak terlampau subjektif lagi.
Peralihan menuju pada obyetifitas ini antara lain menyebabkan
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
75
timbulnya kesadaran akan kewajiban dan prestasi. Jika dalam
fase terdahulu relasinya dengan kerja dan prestasi. Jika dalam
fase terdahulu relasinya dengan benda-benda ditentukan oleh
aktivitas bermain, mulai sekarang timbul keinsafan bahwa dirinya
bisa bekerja, dan ia sanggup menghasilkan prestasi dengan jalan
bermanipulasi dengan benda-benda disekitarnya (Monks, 1992).
Pada usia sekolah ini sikap yang egosentris diganti dengan
sikap yang “zakelijk”, objektif, dan empiris berdasarkan pengalaman. Dan kelak pada usia 13-14 tahun, sikap tersebut berkembang menjadi logis rasional. Emosionalitas anak menjadi
semakin berkurang, sedang unsur intelek dan akal budi (rasio,
fikir) jadi semakin menonjol. Minat anak yang obyektif terhadap
dunia sekitar menjadi besar. Sehubungan dengan ini, masa
sekolah rendah disebut pula sebagai periode intelektual.
Pada saat ini anak tidak lagi banyak dikuasai oleh dorongan
endogen atau implus-implus intern dalam perbuatan dan
pikirannya, akan tetapi lebih banyak dirangsang oleh stimuli
dari luar. Anak sekarang mulai belajar menjadi seorang realiskecil yang berhasrat sekali mempelajari dan “menguasai” dunia
secara objektif. Untuk aktivitas tersebut ia memerlukan banyak
informasi. Karena ia selalu haus-bertanya, meminta bimbingan
menuntut pengajaran, serta menginginkan pendidikan.
Dari lingkungan keluarga yang sempit, anak sekarang memasuki lingkungan sekolah yang lebih luas, yang mempunyai
kondisi dan situasi berbeda sekali dengan keluarga. Di sekolah ini
hasil-hasil kebudayaan bangsa dan zamannya akan ditranformasikan
atau ditranmisikan pada anak. Dengan pengoperan hasil budaya tadi,
diharapkan agar anak bisa mempelajari produk-produk kultural
bangsanya. Untuk kemudian mampu bertingkah laku sesuai
dengan norma-norma etis dan norma sosial lingkungan sekolah.
76
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
mata terus-menerus, menggeleng-gelengkan kepala, mengerenyitngerenyitkan alis, menyengir-nyengirkan bibir , hidung dan lainlain). Atau anak jadi cepat marah/agresif. Ada kalanya anak jadi
pemurung dan penakut. Maka diperlukan bimbingan psikologis
untuk memberanikan anak mengatasi rasa-rasa takut yang tidak
perlu itu.
Menakut-nakuti anak sebagai satu cara untuk menanamkan
kebiasaan dan disiplin. Akan menimbulkan fobi atau ketakutan
yang tidak wajar/riil. Malahan juga bisa menimbulkan rasa-rasa
berdosa yang tiak pada tempatnya. Anak akan merasa selalu raguragu da tidak memiliki kepercayaan diri. Anak akan selalu merasa
cemas bimbang dalam setiap usahanya mencari pengalaman hidup
baru, dan merasa berkecil hati serta takut melakukan eksperimen.
Mengancam dan menakut-nakuti anak untuk menanamkan
disiplin, akan menimbulkan rasa kengerian dan di kemudian
hari akan memunculkan sifat pengecut-penakut pada anak, atau
menimbulkan dorongan balas dendam yang patologis sifatnya.
Rasa takut dan cemas juga sering timbul kalau orang tua
terlau cerewet dan sangat banyak menenuntut kepada anak.
Tuntutan yang tidak riil dan tidak sesuai dengan kemampuan
anak, akan menimbulkan ketakutan yang kronis pada anak
untuk berbuat sesuatu dan untuk berprestasi. Ia menjadi malu
dan segan mencoba sesuatu pengalaman baru yang sebenarnya
ingin dialaminya. Karena takut kalau usahanya tidak akan
berhasil, atau tidak memuaskan harapan serta tuntutan orang
tuanya. Hilangilah kepercayaan diri anak. Dia akan selalu
bimbang dan ragu, dan berusaha menghindari diri dari tugastugas disekolahannya.
Semakin besar tuntutan orang tua yang berlebih-lebihan
maka akan semakin banyak menimbulkan rasa takut, panik,
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
89
siang hari. Misalnya melihat peristiwa kecelakaan, bencana, atau
perkelahian yang seru diantara anjing-anjing kampong. Mungkin
juga disebabkan oleh kondisi tubuh yang sangat letih karena
terlalu “ganas” bermain-main pada petang hari. Semua kejadian
yang sangat mencekam perasaan pada pagi dan siang hari akan
menimbulkan rasa ketakutan, sampai terbawa-bawa dalam mimpi.
Untuk mengatasi rasa takut tadi, orang tua bisa menyalakan
pribadi lampu besar yang sudah dipadamkan, dan memberikan
penjelasan bahwa ketakutan itu tidak perlu timbul dan tidak
beralasan. Lalu mengarahkan pikiran dan perasaan anak pada
hal-hal positif tidak menakutkan. Dengan bantuan moril tersebut,
anak akan bisa jadi tenang, dan tidur kembali dengan nyenyak.
Untuk memberikan rasa tenang, tanpa ketegangan dan
ketakutan, dapat digunakan dengan cara-cara sebagai berikut.
a. Memberikan kebebasan terpimpin pada saat bermain-main
b. Makan malam tidak terlalu kekenyangan.
c. Menyibukkan anak dengan permainan yang tenang.
d. Menyelesaikan pekerjaan tangan yang ringan sebelum tidur.
e. Mendengarkan cerita-cerita kepahlawanan penuh keberanian
Kejujuran dan keindahan, semua ini bisa mengurangi unsur
ketegangan pada diri anak, dan menghindari rasa-rasa takut.
Sehingga tersingkirkan mimpi-mimpi buruk, igau-igauan dan
bangun dengan rasa panik dimalam hari (night terror).
Ketakutan dan kekhawatiran juga banyak muncul pada saat
anak masuk Sekolah Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar
Perasaan takut ini bisa menimbulkan macam-macam gejala
gangguan antara lain berupa kekejangan/kesakitan pada perut
sering buang air besar, sering kencing, sakit kepala, dan timbulnya
tics (gerak-gerak facial wajah misalnya, mengedap-ngedipkan
88
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Dengan pengajaran di sekolah anak dipersiapkan mampu
melaksanakan tugas kewajiban yang baru, khususnya dipersiapkan
untuk tugas-tugas hidup yang cukup berat pada usia dewasa.
Struktur keluarga, organisasi kepemudaan, lembaga-lembaga
agama bisa ikut memberikan pengaruh pada anak.
4.
Perkembangan Moral
Perkembangan moral merupakan perkembangan kata hati,
sebagai realisasi dari sesuatu dipandang benar atau salah, baik
atau buruk. Perkembangan moral merupakan ukuran dari tinggi
rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran
moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlber
sebagai pencetus perkembangan moral. Menurut Piaget, antara
usia lima dan dua belas tahun konsep anak mengenai keadilan
sudah berubah. Pengertian yang kaku dan keras tentang benar
dan salah, yang dipelajari dari orang tua, menjadi berubah dan
anak mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di sekitar
pelanggaran moral. Jadi, menurut Piaget relativitasme moral
menggantikan moral yang kaku. Misalnya bagi anak lima tahun,
berbohong selalu buruk, sedangkan anak yang lebih besar sadar
bahwa dalam bebarapa situasi, berbohong dibenarkan, dan oleh
karena itu, berbohong tidak selalu buruk.
Kohlberg memperluas teori Piaget dan menamakan tingkat
kedua dari perkembangan moral akhir masa kanak-kanak sebagai
tingkat moralitas konvensional atau moralitas dari aturan-aturan dan penyesuaian konvensional. Dalam tahap pertama dari
tingkat ini oleh Kohlberg disebutkan moralitas anak baik, anak
mengikuti peraturan untuk mengambil hati orang lain dan untuk
mempertahankan hubungan-hubungan yang baik. Dalam tahap
kedua, Kohlberg mengatakan bahwa kalau kelompok sosial
menerima peraturan-peraturan yang sesuai bagi semua anggota
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
77
kelompok, ia harus menyesuaikan diri dengan peraturan untuk
menghindari penolakan kelompok dan celaan
Pada awalnya anak belajar mengikuti aturan-aturan yang
ada tanpa tahu alasan mengapa harus mengikuti aturan-aturan
tersebut. Dalam mempelajari moral, ada empat elemen penting,
yaitu peran hukum, tata krama dan aturan; peran kata hati; peran
rasa bersalah dan malu; serta peran interaksi social. Perkembangan moral anak, menurut Kohlberg mengikuti tiga tahap yaitu
pre konvensional, konvensional dan pasca konvensional (Duska,
1982). Ketiga tahap tersebut dapat diurutkan menjadi tahap
perkembangan moral sebagai berikut.
a. Anak menurut untuk menghindari hukuman
b. Anak bersikap konformistis untuk memperoleh hadiah,
untuk dipandang baik
c. Anak bersikap konformistis untuk menghindari celaan dan
untuk disenangi orang lain
d. Anak bersikap konformistis untuk mempertahankan sistem
peraturan sosial yang ada dalam kehidupan bersama
e. Konformitas sekarang dilakukan karena memenuhi perjanjian
bersama yang ada dalam peraturan social
f. Melakukan konformitas tidak karena perintah atau norma
dari luar, melainkan karena kayakinan sendiri ingin
melakukannya.
Perkembangan moral dan kata hati anak tidak lagi sesempit
ketika berada di usia TK. Menurut Kolberg, anak usia SD berada
pada fase moralitas konvensional. Pada tahap pertama dari tingkat
ini, anak mengikuti peraturan agar disenangi orang lain dan
untuk mempertahankan hubungan-hubungan yang baik dengan
orang lain. Tahap berikutnya, anak mengikuti peraturan untuk
menghindari penolakan kelompok atau celaan dari orang lain.
78
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Untuk mengatasi perasaan-perasaan takut pada anak ini
diperlukan sikap orang dewasa yang tenang dan bijaksana.
Tuntunan dan pemberian keyakinan dan tuangan kasih sayang
orang tua akan menguatkan unsure kepercayaan pada pribadi
anak. Kepercayaan ini akan menumbuhkan rasa aman, rasa
kepercayaan diri, harga diri dan keberanian. Seorang anak
dalam periode menjelajah dunia sekitar akan selalu menengok
pada ibunya untuk mendapatkan kepastian terhadap setiap
langkah dan tindakannya. Anak yang lebih tua akan selalu
mengharapkan support moril orang tuanya dalam setiap usaha
mencari pengalaman baru. Cinta kasih dan dorongan orang tua
akan menambah kepercayaan diri dalam setiap tingkah laku anak.
Tindak keliru kalau orang tua bersikap keras, serta menggunakan ancaman dan paksaan untuk menghilangkan rasa takut pada
diri anak. Sebab sekalipun anak tampaknya bisa diam (kelihatan
diam tenang), tetapi dia masih belum bisa menghilangkan rasa
takutnya. Orang tua harus bisa memberikan penjelasan yang
tenang gambalang terhadap anak mengenai setiap benda atau
peristiwa, agar anak bisa mendapatkan instight/wawasan yang
benar dan mendalam, lalu mampu menguasai rasa kecemasan/
ketakutan. Maka jangan sekali-kali para pendidik dan orang tua
mensugestikan perasaan-perasaan takut dan cemas pada anak
untuk mencapai suatu maksud, misalnya untuk dipatuhi, atau
untuk menegakkan kewibawaan orang dewasa. Jangan memaksa
anak dengan ancaman-ancaman untuk menanamkan tucht dan
disiplin. Sebab tindakan ini tidak sehat, dan bisa mengakibatkan
dampak-dampak patologis pada anak.
Tidur mengigau dan bangun panik, takut di malam hari,
sering terjadi pada masa persekolah dan masa sekolah dasar.
Mungkin hal ini disebabkan oleh kejadian-kejadian hebat pada
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
87
munculnya. Sehubungan denga hal ini, hendaknya pendidikan
agama pada anak-anak usia 6-12 tahun itu tidak terlaksanakan
dengan kekerasan, ancaman-ancaman da paksaan untuk melakukan rite-rite keagamaan. Akan tetapi diberikannya sesuai dengan
perkembangan psikis, kebutuhan, minat, dan keinginan anak.
Mengenai perasa takut pada anak dapat kami nyatakan
sebagi berikut: perasaan takut dan cemas itu adalah unsur utama
dari kehidupan perasaan yang latent, dan merupakan naluri yang
memperingatkan manusia akan adanya bahaya, agar ia siap sedia
melindungi dan mempertahankan diri dari ancaman bahaya.
Rasa takut dan cemas ini bukan gejala abnormal pada anak.
Sebab anak secara instinkif memang merasa takuit pada hal-hal
yang belum dikenalnya, yang masih samar-samar, dan hal-hal
yang sandi atau mengandung rahasia. Hal ini disebabkan oleh:
a. Kurangnya pengetahuan dan pengertian anak, serta
b. Kurang adanya kepercayaan diri, juga oleh
c. Kesadaran diri anak bahwa ia masih lemah dan bodoh.
Fantasi anak sering memutar balikkan dan membesarbesarkan realitas, sehingga anak melihat bentuk-bentuk bahaya
yang sebetulnya tidak ada. Diperlukan waktu dan insight untuk
belajar menilai semua benda dengan wajar, dan menempatkan
setiap peristiwa pada perspektif yang wajar. Anak harus belajar
hidup dengan perasaan takutnya, untuk kemudian belajar mengatasi ketakutan tersebut tanpa menimbulkan akibat yang buruk.
Anak-anak yang sangat muda memang sering kali merasa
cemas. Terutama merasa cemas kalau dia kehilangan kasih sayang,
perhatiann, dan dukungan orang tuanya. Ia merasa takut kalau
ayah-ibunya bersikap acuh tak acuh terhadap dirinya dan lebih
mencintai saudara-saudara, kakak atau adik-adiknya. Ia cemas
sekali kalau relasi yang mesra denga ibu terputus oleh kehadiran
adik atau pribadi lain.
86
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Perkembangan moralitas anak, dipengaruhi oleh standar
moral kelompoknya atau orang tempat identifikasi diri. Adakalanya anak dituntut untuk memilih antara norma-norma keluarga
dengan norma kelompok. Anak dengan IQ tinggi, cenderung
lebih matang dalam menetukan moralitas perilaku. Demikian
juga anak perempuan, cenderung lebih matang dari pada anak
laki-laki (Monk, 1992).
Kesungguhan anak-anak dalam mengikuti norma-norma,
berhubungan dengan mentalitas dalam mengikuti aturan-aturan secara umum. Karena itu perkembangan moralitas dekat
hubungannya dengan kedisiplinan. Penegakkan disiplin yang
ketat dan kaku kurang disukai oleh anak-anak, pada usia ini
diperlukan pendekatan yang khusus sesuai karakteristik anak.
Sejalan dengan bertambahnya pengalaman anak, kata
hatinya makin berkembang, timbul reaksi khawatir terhadap
situasi dan tindakan tertentu yang tidak sesuai dengan norma.
Suara hati ini merupakan polisi yang diinternalisasikan yang mendorong anak untuk melakukan yang benar dan menghindari
hukuman.
Pada usia ini masih ada peluang terjadi pelanggaran norma
dan aturan. Pelanggaran terhadap aturan dapat terjadi karena
beberapa sebab.
a. Karena salah mengerti peraturan, salah menafsirkan atau
ketidaktahuan tentang apa yang harus dilakukan.
b. Pelanggaran terhadap aturan dilakukan anak untuk menguji
tokoh otoriter (guru dan orang tua).
c. Sebagai cara untuk menunjukkan kekuatan dan kemandiriannya
d. Terpengaruh oleh kelompok
e. Wujud kebosanan.
Dengan bertambahnya usia anak, terjadi peningkatan
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
79
pelanggaran aturan baik di rumah maupun di sekolah. Berkembangnya daya analisis, anak mulai melakukan evaluasi
terhadap aturan-aturan guru dan orangtua. Anak juga mulai
membandingkan antara aturan-aturan di rumah, aturan-aturan
dari guru dan teman dalam kelompok. Bisa terjadi perbedaan
antara aturan di rumah dan aturan dalam kelompok. Seperti,
di rumah anak diajarkan untuk meminta ijin ketika akan menggunakan barang orang lain, tetapi dalam kelompok teman
sebaya, barang-barang menjadi milik bersama sehingga tidak ada
keharusan untuk ijin terlebih dahulu.
Selama proses analisis terhadap aturan-aturan, anak bisa
merasakan bahwa aturan-aturan untuknya tidak adil. Misalnya
aturan untuknya dan untuk adiknya tidak sama, aturan untuknya
dengan aturan oraang tua temannya tidak sama. Seperti anak
dilarang bermain sepak bola setelah pulang sekolah karena harus
belajar, dilarang pergi ke rumah tua, tetapi orang tua temannya
membolehkan anaknya bermain bola dan mengunjungi rumah tua.
Berbagai pengalaman anak dengan teman sebaya memicu
timbulnya pelanggaran terhadap aturan. Bentuk-bentuk
pelanggaran yang dilakukan anak usia SD antara lain, menipu,
berbohong, menggunakan kata-kata kasar dan kotor, membolos,
merusak barang milik orang lain dan sekolah, mengganggu anak
lain, menggertak, mengejek, membawa mainan atau komik di
kelas, berbisik-bisik ketika mengikuti pelajaran, melucu atau
gaduh dikelas, berkelahi, mencuri.
5.
80
Aktivitas Anak Usia SD
Perkembangan bakat dan minat anak, pada usia ini anak
sudah menunjukkan minat pada bidang tertentu. Anak dapat
menghabiskan waktu, uang saku dan tenaganya untuk aktivitas
yang diminati. Sayangnya banyak orang dewasa yang mengira
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
hadap guru tertentu atau mata pelajaran tertentu lebih banyak
karena faktor pengalaman.
Pada umunya anak itu lebih emosional daripada orang
dewasa. Pada Usia Sekolah Dasar anak cepat merasa puas. Sifatnya
optimis dan kurang dirisaukan rasa-rasa penyesalan. Kepedihan,
kesengsaraan, dan kegembiraan orang lain kurang dipahami atau
di hayati oleh anak. Namun kalau ia ikut merasakannya, maka
perasaan tersebut tidak ditampakkannya, sebab ia merasa segan,
takut, dan malu memaparkan perasaannya.
Perasaan intelektual anak pada periode ini sangant besar.
Teka-teki silang, matematik dan peritungan yang pelik-pelik
(terutama kalau hasilnya berupa angka-angka yang utuh) merupakan daya tarik besar untuk dipcahkan oleh anak, baik oleh
anak laki-laki maupun anak perempuan. Sebaliknya kehidupan
emosionalnya belum begitu berkembang. Kriteria baik dan buruk,
indah atau jelek, susila atau a-susila, semua nilai ini dengan sertaserta diperoleh anak dari orang tua dan orang dewasa.
Perasaan religius pada anak dapat dinyatakan bahwa gambaran-gambaran fantasi anak mengenai surge, neraka, dan tuhan
jadi makin menipis, bersamaan dengan menghilangnya cerita
dongeng-dongeng fantasi “Jaka Kendil” dan “Abu Nawas”. Sebab
minat anak kini begitu tercekam oleh realitas disekitar dirinya,
sehingga ia tidak mempunyai waktu untuk menyibukkan diri
dengan masalah “dibalik kehidupan” atau JENSEITS (masalahmasalah alam barzakh, alam sesudah hidup ini).
Pandangan anak betul-betul DIESSEITIG, yaitu mengarah
pada masalah kehidupan sekarang. Hal ini tidak berarti
bahwa perasaan anak religious hilang sama sekali, akan tetapi
tidak menonjol. Perasaan-perasaan tinggi tersebut (perasaan
religius) seakan-akan lelap tertidur. Hanya danfang-kadang saja
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
85
anak bisa menjadi tenang dan bisa tidur kembali.
Perasaan takut bisa menimbulkan berbagai macam gejala
atau gangguan, antara lain berupa kejang, sakit perut, sering
buang air besar, sering kencing, sakit kepala, dan timbul tics yaitu
gerak facial seperti mengedip-ngedipkan mata terus menerus,
menggeleng-gelengkan kepala, mengernyitkan-ngernyitkan alis,
menyengir-nyengirkan bibir. Gejala lainnya adalah anak cepat
marah, agresif, bisa menjadi pemurung dan penakut.
Menakut-nakuti anak sebagai satu cara untuk menanamkan
kebiasaan dan disiplin, bisa menimbulkan fobi atau ketakutan
yang tidak riil misalnya takut terhadap gelap, takut terhadap
cicak, takut terhadap pohon besar dan sebagainya. Dampak
lainnya dari penanaman disiplin yang keliru, anak menjadi ragu,
tidak memiliki kepercayaan diri, selalu merasa cemas dan bimbang
dalam mencari pengalaman baru, takut mengadakan eksperimen.
Rasa takut dan cemas sering timbul kalau orangtua terlalu
cerewet dan terlalu banyak menuntut pada diri anak. Tuntunan
yang tidak riil dan tidak sesuai dengan kemampuan anak akan
menimbulkan ketakutan yang kronis dan patalogis.
Emosi bukan dibawa sejak lahir, melainkan sesuatu yang
berkembang karena pengaruh kematangan dan lingkungan.
Bayi yang baru lahir hanya mengenal emosi suka dan tidak
suka. Sejalan dengan perkembangan usia dan pengalamannya
emosi anak makin beragam, ada tukut, marah, jengkel, dan
sebagainya. Semakin dewasa emosi seseorang semakin kompleks
seperti syahdu, gelisah, was-was, benci tapi rindu dan sebagainya.
Perkembangan emosi anak banyak karena faktor belajar. Misalnya
ketakutan anak terhadap kucing, kecoa dan sebagainya terjadi
karena orang lain menakutinya, atau melihat orang lain takut
terhadap binatang tersebut. Demikian juga ketakutan anak ter84
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
bahwa aktivitas anak tersebut sebatas kegemaran sesaat yang
akan segera berakhir. Akibatnya tidak semua orangtua/guru memberikan peluang-peluang untuk mengembangkan minat. Hal ini
menjadi salah satu penyebab kurang terdeteksinya bakat-bakat
yang dimiliki anak.
Mengembangkan aktivitas yang berhubungan dengan
minat sangat penting karna minat mempengaruhi bentuk dan
intensitas cita-cita. Yang kedua minat dapat berfungsi sebagai
tenaga pendorong yang kuat. Ketiga, prestasi selalu dipengaruhi
oleh intensitas minat seseorang. Keempat, minat yang terbentuk
pada masa anak-anak sering kali menjadi minat seumur hidup,
terutama minat yang menimbulkan kepuasan (Monks,1992).
Minat menekuni bidang tertentu berpengaruh terhadap
tumbuhnya cita-cita serta usaha untuk meraih cita-cita tersebut.
Usaha untuk meraih cita-cita yang dilakukan dengan berbagai
upaya, belajar, melakukan, mencoba dan keberhasilannya
ditentukan oleh minat yang kuat. Menekuni aktivitas yang
sesuai dengan minatnya memungkinkan tumbuhnya semangat
juang, pantang menyerah, dan gigih berusaha. Melakukan
pekerjaan yang sesuai dengan minat memungkinkan hasil yang
maksimal dengan waktu yang relatif singkat. Sehingga penting
bagi orang tua dan guru untuk mendeteksi minat-minat anak,
serta mengembangkannya dengan berbagai kegiatan.
6.
Kondisi Emosi dan Kepribadian
Emosi memainkan peranan penting dalam kehidupan anak.
Pengalaman emosional diwaktu kecil akan memberikan warna
terhadap perkembangan anak berikutnya. Keadaan emosi anak
juga bisa menjadikan motivasi untuk melakukan sesuatu. Emosi
yang tidak stabil akan menghambat penyesuaian sosial. Demikian
juga emosi yang tidak menyenangkan (unpleasant emotions),
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
81
seperti cemas, gelisah, marah, kesal dan sebagainya menjadi
sumber ketidakbahagiaan. Sedangkan emosi yang menyenangkan
(pleasant emotions), sangat membantu perkembangan pribadinya
serta memudahkan proses belajar. Anak yang banyak menerima
kondisi emosi yang unpleasant akan memunculkan bentuk emosi
negatif yaitu emotionally unresposive (acuh tak acuh). Anak merasa
tidak diakui, tidak ramah, kurang peduli dan sebagainya.
Kondisi emosi anak lebih emosionil dari pada emosi orang
dewasa. Anak merasa cepat puas, optimistis dan kurang memiliki
rasa penyesalan. Kepedihan, kesengsaraan dan kegembiraan orang
lain kurang dipahami atau dihayati oleh anak. Namun jika ia takut
merasakannya maka perasaan tersebut tidak ditampakkannya. Ia
merasa segan, takut dan malu memaparkan perasaannya.
Perasaan-intelektual anak pada periode ini sangat besar.
Teka-teki silang, soal-soal matematik dan perhitungan yang
pelik-pelik (terutama jika hasilnya berupa angka-angka yang
utuh) merupakan daya tarik besar untuk dipecahkan oleh anak;
baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan.
Rasa takut dan cemas yang dimiliki bukan gejala abnormal,
secara instinktif anak dapat merasa takut pada hal-hal yang belum
dikenalnya dan hal-hal yang mengandung rahasia atau terkesan
misterius. Hal ini desebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan
pengertian anak serta rendahnya informasi yang diterimanya.
Kenyataan ini disebabkan oleh faktor lain, yaitu oleh fantasi
anak yang membesar-besarkan realitas, memutar balikkan fakta
sehingga melihat sesuatu yang tidak membahayakan menjadi
sesuatu yang menakutkan dan membahayakan. Diperlukan waktu
dan insight untuk bisa menilai obyek secara wajar, menempatkan
peristiwa dan perspektif yang sebenarnya.
Anak dapat merasakan cemas terutama kecemasan akan
82
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
kehilangan kasih sayang, perhatian dan dukungan orangtua.
Anak bisa merasa takut atas sikap acuh orangtua terhadap
dirinya dan lebih mencintai saudara lainnya terutama dengan
kehadiran adik baru. Dalam keadaan demikian anak menjadi
sangat sensitif. Diperlukan sikap yang bijaksana untuk membantu
anak menagatasi perasaan-perasaan takut tersebut. Tuntunan
dan pemberian keyakinan akan adanya kasih sayang orangtua
menguatkan rasa percaya diri anak, dan rasa percaya diri tersebut menimbulkan rasa aman, meningkatkan harga diri yang
memungkinkan timbulnya kepercayaan terhadap orang lain.
Anak pada umumnya mendapatkan support moril orang tua
dan guru dalam usaha mencari pengalaman baru. Adalah tidak
bijaksana bila orang tua dan guru bersikap keras serta menggunakan ancaman untuk menghilangkan rasa takut pada anak,
sebab sekali pun anak tampaknya diam, tenang dengan adanya
ancaman tersebut namun anak belum bisa menghilangkan
rasa takut itu. Dalam hal ini guru/orang tua perlu memberikan
penjelasan mengenai suatu obyek atau peristiwa secara nalar agar
anak mendapatkan insight dan menerima obyek atau peristiwa
tersebut secara logis.
Berkaitan dengan emosi anak yang dialami sepanjang siang
maka perasaan-perasaan yang dialami bisa muncul dalam bentuk
mengigau di waktu tidur atau bangun panik, takut di malam hari.
Kejadian yang dialami anak pada siang hari yang sangat berkesan
seperti melihat kecelakaan, perkelahian, bencana, atau kondisi
letih karena banyak bermain memungkinkan terjadinya perasaan
mencekam yang terbawa hingga tidur. Dalam kondisi demikian
orangtua perlu membantu mengatasi rasa takut, menenangkan
perasaan anak dengan mengarahkan pada pikiran-pikiran yang
positif. Dengan belaian dan kasih sayang orangtua diharapkan
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
83
2.
3.
4.
106
Jika pipinya disentuh, maka ia akan menggerakkan kepalanya ke
arah yang sama. la sudah dapat tersenyum. Matanya diarahkan
ke arah tertentu seperti tembok atau jendela, karena belum dapat
melihat benda-benda yang terletak jauh dengan jelas.
Anak sering kali memasukkan kepalan tangan dan jarinya
ke dalam mulut, mampu memegang jari yang disodorkan pada
telapak tangannya dan akan menangis jika merasa lapar. Jika
ditidurkan dalam keadaan tengkurap, ia akan menggerakan
kepalanya ke sisi. Biasanya ia tidur secara terus menerus dan
hanya bangun untuk disusui atau mendapat botol untuk dihisap.
Bayi 2 bulan
Bayi sudah bisa miring ke kanan dan ke kiri, ia sudah dapat
membedakan muka dan suara. Dengan matanya, ia dapat mengikuti gerakan benda yang terletak di dekat matanya. la dapat
memegang benda yang diberikan selama beberapa detik dan
melepaskannya kembali. la dapat meminta perhatian dengan
menggerakkan lengan dan kakinya. Dan ia akan menghisap setiap
benda yang dipegangnya.
Bayi 3 bulan
Bayi dapat mengangkat kepala dan tubuhnya jika diletakkan
dalam posisi tengkurap. la dapat memegang mainan dengan
kedua tangannya. la melihat kesana-kemari, dan ia akan mencoba
mencari suara atau musik jika mendengarnya. Bayi dapat duduk
dalam beberapa waktu jika disangga dan menegakkan kepalanya
ketika didudukkan, dan menangis jika ditinggal.
Bayi 4 bulan
Pada usia ini, bayi sudah dapat memegang benda yang diletakkan di tangannya. la dapat menggeser tubuhnya untuk
mencapai dan memegang benda dan memasukkan benda dalam
mulutnya. Jika diangkat dalam posisi berdiri, ia akan menginjak
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
latihan menari, kekawatiran, dan lain-lain. Juga latihan-latihan
mental guna memupuk keberanian, keuletan, kepercayaan diri,
kesabaran, kejujuran, keadilan, dan lain-lain sangat diperluakan
bagi pembentukan karakter anak, antara lain dengan latihan
berpuasa dan pendidikan agama.
7.
Konsep diri dan kepribadian
Konsep diri merupakan bagian dari perkembangan kepribadian anak. Konsep diri adalah cara pandang terhadap diri
sendiri sebagai sesuatu yang berharga atau tidak berharga. Konsep
diri juga dapat dikatakan sebagai cara anak memandang dirinya
sendiri.
Bagian lain dalam pembentukan kepribadian adalah penemuan terhadap identitas diri. Identitas diri ini diperoleh dari
pengakuan kelompok. Pencarian identitas diri dimulai dari masa
kanak-kanak dengan berusaha untuk membentuk diri sesuai
keinginannya (tidak harus sama dengan orang lain) tetapi masih
diterima oleh kelompok. Selama proses pencarian identitas diri,
anak merasakan tidak aman, khawatir, gelisah karena anak belum
yakin apakah sifat-sifat yang dimunculkan bisa diterima oleh
orang lain atau tidak. Sosok idola atau tokoh-tokoh yang diamati
anak menjadi sumber inspirasi terbentuknya identitas diri.
Anak-anak yang kurang diterima dalam kelompok bisa
timbul perilaku negatif, seperti tidak puas dengan diri sendiri,
merasa bersalah, mempunyai konsep diri yang rendah, dan timbul
rasa iri terhadap teman lain yang lebih populer. Terbentuknya
kepribadian anak dimasa mendatang dapat berawal dari sini.
Ketidakpuasan terhadap diri sendiri dan orang lain, memberikan
corak kepribadian anak.
Anak mulai membandingkan penampilan dirinya dengan
orang lain, membandingkan prestasi yang telah diraih dengan
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
91
teman-temannya. Tanda umum adanya kesulitan kepribadian
dapat muncul dalam bentuk perilaku menarik diri, mudah
tersinggung, sangat membenci otoritas, hiperaktif, egosentris yang
berlebihan, cemas dan depresi yang kronis. Anak membentuk
mekanisme pertahanan, seperti rasionalisasi yaitu menyalahkan
orang lain untuk menutupi kelemahannya, meninggikan diri
sendiri dari orang lain. Anak juga menggunakan mekanisme
‘menghindar’ untuk melepaskan diri dari kesulitan yang dialami.
Mekanisme menghindar misalnya dilakukan dengan melamun
hingga mengkhayal atau anak mengatakan sakit, pusing, hanya
untuk menghindari tuntutan dari lingkungan. Kemungkinan lain
anak yang mengalami masalah kepribadian berusaha membeli
teman-temannya dengan jajanan, uang atau barang hingga
mendapatkan pengakuan kelompok.
Perilaku-perilaku dimasa anak ini dapat bersifat menetap,
kehendak guru dan orangtua mengubah perilaku buruk bisa
mengalami hambatan karena beberapa hal.
a. Label dari orang lain sebagai anak “bandel”, “cengeng”,
“nakal”, “sombong” justru membuat perilaku tersebut makin
sulit diubah.
b. Sikap anak terhadap anak lain menentukan reaksi anak lain
terhadap dirinya. Terjadi hubungan timbal balik membentuk
lingkaran setan yang sulit untuk diberantas.
8.
92
Perkembangan Pengamatan
Dalam perkembangan jiwani anak, pengamatan menduduki
tempat yang sangat penting. Beberapa teori mengenai fungsi
pengamatan ini dipaparkan oleh Meumann, Stern dan Oswald
Kroh.
a. Teori Meumann: Ia membedakan tugas fase perkembangan
fungsi pengamatan, yaitu:
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan
fisik dan penilaianperkembangan. Masing-masing penilaian tersebut
mempunyai parameter dan alat ukur tersendiri.
Dasar utama dalam menilai pertumbuhan fisik anak adalah penilaian menggunakan alat baku (standar). Untuk menjamin ketepatan
dan keakuratan penilaian harus dilakukan dengan teliti dan rinci.
Pengukuran perlu dilakukan dalam kurun waktu tertentu untuk
menilai kecepatan pertumbuhan. Parameter ukuran antropometrik
yang dipakai dalam penilaian pertumbuhan fisik adalah tinggi badan,
berat badan, lingkar kepala, lipatan kulit, lingkar lengan atas, panjang
lengan, proporsi tubuh, dan panjang tungkai. Menurut Pedoman
Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita (Tim Dirjen Pembinaan
Kesmas (1997) dan Narendra (2003) mengungkapkan cara mengenal
mengenal sehat tidaknya tumbuh kembang dengan beberapa cara
antara lain melalui pengukuran berat badan yang dilakukan secara
berkala, hasilnya, anak sehat akan menunjukkan kenaikan berat badan
dari waktu ke waktu; pengkuran tinggi badan, juga dilakukan secara
berkala dan pengukuran lingkar kepala. Salah satu instrumen skrining
yang dipakai secara internasional untuk menilai perkembangan anak
adalah DDST II (Denver Development Screening Test ). DDST II
merupakan alat untuk menemukan secara dini masalah penyimpangan
perkembangan anak umur 0 s/d < 6 tahun.
Mengenali pertumbuhan fisik anak serta mengenal fase perkembangan sesuai usia anak memungkinkan orangtua dapat mengetahui apabila ada hambatan dalam perkembangan anak. Hurlock
(1987), Beark (1989) menguraikan tahap perkembangan pada anak
adalah sebagai berikut.
1.
Bayi 1 bulan
Bayi mampu melakukan gerakan-gerakan refleks, seperti
membuka mulut, mencari puting susu, menghisap, dan menelan.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
105
1) Fase sintese fartasis. Semua pengamatan atau pengkhayatan anak memberikan kesan total. Hanya beberapa
onderdil/bagian saja yang bisa ditangkap jelas oleh anak.
Selanjutnya, anak akan melengkapi tanggapan tersebut
dengan fantasinya. Periode ini berlangsung pada usia 7-8
tahun.
2) Fase analisa, 8-9 tahun. Ciri-ciri dari macam-macam
benda mulai diperhatikan oleh anak.bagian atau
onderdilnya mulai ditangkap, tapi belum dikaitkan
dalam kerangka keseluruhan/totalitasnya. Sekarang
fantasi anak mulai berkurang dan diganti dengan
pemikiran yang lebih rasional.
3) Fase sintese logis ± 12 tahun keatas. Anak mulai memahami benda-benda dan peristiwa. Tumbuh wawasan
akal budinya atau insght. Bagian/onderdil-onderdil
sekarang mulai dikaitkan dengan hubungan totalitas.
B. Mengenal Perkembangan pada Setiap Usia
Perkembangan anak sudah diawali sejak konsepsi, yaitu saat
bertemu antara sel telor dengan sperma. Selama masa pembuahan
inilah calon individu yang akan terbentuk sudah ditentukan. Proses
perkembangan individu ketika masih dalam kandungan dinamakan
masa pranatal, yaitu masa kehidupan janin di dalam kandungan. Masa
ini dibagi menjadi dua periode, yaitu masa embrio dan masa fetus. Masa
embrio adalah masa sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8 minggu,
sedangkan masa fetus adalah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran
Tahap-tahap perkembangan anak di usia tertentu harus dimiliki
dan dialami oleh setiap anak. Penilaian baik buruknya perkembangan
anak tergantung pada tercapainya suatu fase perkembangan sesuai
usianya. Misalnya, fase perkembangan masa bayi adalah merangkak,
berdiri, berjalan (dalam hal perkembangan motorik), dan mengoceh,
mengucapkan kata (perkembangan bahasa). Sementara itu fase
perkembangan masa anak-anak (3-6 tahun) adalah berkomunikasi
dengan orang lain, belajar kemandirian, dan mempersiapkan diri
masuk sekolah.
Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan dapat dilakukan
sedini mungkin sejak anak dilahirkan. Deteksi dini merupakan
upaya penjaringan yang dilaksanakan secara komprehensif untuk
menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui
serta mengenal faktor resiko pada anak, yang disebut juga anak usia
dini. Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh
kembang anak secara dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi,
penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang
jelas pada masa-masa kritis proses tumbuh kembang. Upaya-upaya
tersebut diberikan sesuai dengan umur perkembangan anak, dengan
demikian dapat tercapai kondisi tumbuh kembang yang optimal
(Tim Dirjen Pembinaan Kesmas, 1997). Penilaian pertumbuhan dan
104
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
b.
Teori Stern menampilkan 4 stadium dalam perkembangan
fungsi pengamatan anak yaitu:
1) Stadium-keadaan: 0-8 tahun. Disamping mendapatkan
gambaran total yamg samar-samar, anak kini mengamati
benda-benda dan beberapa orang secara lebih teliti
2) Stadium-perbuatan, 8-9 tahun. Anak menaruh minat
besar terhadap pekerjaan dan perbuatan orang dewasa,
serta tingkah laku binatang.
3) Stadium-hubungan, 9-10 tahun dan selanjutnya. Anak
mengamati relasi/hubungan dimensi ruang dan waktu;
juga hubungan kausal dari benda-benda dan peristiwa.
4) Stadium-perihal (sifat): anak mulai menganaiisa hasil
pengamatannya, dengan mengkonstartir ciri-ciri/sifat
dari benda-benda, orang, peristiwa.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
93
c.
Teori Oswald Kroh dalam bukunya: “Die Psychologie dengan
Grundschulkiendes” (Psikhologi Anak Sekolah Dasar) me nyatakan ada 4 periode dalam perkembangan fungsi pengamatan anak,yaitu:
1) Periode sintense-fantastis, 7-8 tahun. Artinya, segala hasil
pengamatan merupakan kesan totalitas/global, sedang
sifatnya masih samar-samar. Selanjutnya, kesan-kesan
tersebut di lengkapi dengan fantasi anak. Pada masa ini,
anak suka sekali pada dongeng-dongeng, sage, mythe,
legend, kisah-kisah, dan cerita khayalan.
2) Periode realisme naïf, 8-10 tahun. Anak sudah bisa
membedakan bagian/onderdil, tetapi belum mampu
menghubungkan satu dengan lain dan hubungan
totalitas. Unsur fantasi sudah banyak diganti dengan
pengamatan konkrit.
3) Periode realisme-kritis, 10-12 tahun. Pengamatannya
bersifat realistis dan kritis. Anak sudah bisa mengadakan
sintese logis, karena munculnya pengertian, insight/
wawasan dan akal sudah mencapai taraf kematangan.
Anak kini bisa menghubungkan bagian-bagian menjadi
satu kesatuan atau menjadi satu struktur.
4) Fase subjektif, 12-14 tahun. Unsur emosi atau perasaan
muncul kembali, dan kuat sekali mempengaruhi
penilaian anak terhadap semua pengamatannya.
Masa ini dibatasi oleh gejala “PUBERTAS KEDUA”
(Trotzalter Kedua, Masa-menentang kedua).
Jika kita telaah dengan teliti, akan kita jumpai sedikit
sekali perbedaan dan justru banyak unsur persamaannya
diantara ketiga teori tersebut. Ringkasnya, pengamatan anak
selama periode sekolah rendah itu berlangsung sebagai berikut:
94
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
mempertahankan hidup. Ditambahkannya bahwa DNA merupakan
molekul komplek yang membawa informasi genetik, berisikan kondisi
individu sebagai hasil keturunan.
Faktor lingkungan mempunyai peran besar terhadap timbulnya
gangguan perkembangan. Santrok, (2002) dan Tyalor (1985) mengemukakan faktor lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan
anak. Faktor lingkungan ini bisa mempengaruhi selama tiga periode
perkembangan anak yaitu:
1.
Prenatal, yaitu kondisi ketika masih dalam kandungan. Faktor
yang menjadi penyebab gangguan perkembangan selama masa
prenatal antara lain
a. Racun, toksin, logam berat (seperti timbel, mercuri),
narkotika serta obat-obat kimia yang masuk ke dalam tubuh
janin ketika dalam kandungan
b. Kurang asupan gizi yang dibutuhkan untuk perkembangan
anak
c. Usia ibu pada saat mengandung (terlalu muda atau terlalu tua)
d. Penyakit yang diderita ibu, seperti herpes, diabetes, AIDS
e. Gangguan emosional pada ibu yang sedang mengandung
2.
Perinatal, yaitu momen beberapa saat sebelum dan setelah
melahirkan, seperti proses kelahiran yang sulit dan memerlukan
peralatan medis khusus, proses kelahiran dengan vacum, gangguan
karena luka terkena tang bird, kekurangan oksigen ketika proses
kelahiran, placenta yang kurang sehat dan sebagainya
Postnatal, yaitu gangguan perkembangan yang terjadi karena
faktor setelah kelahiran, antara lain karena cidera otak, kecelakaan, kurang gizi, akibat obat-obatan, zat kimia yang mengganggu
metabolisme tubuh, terlalu banyak zat aditif, kurangnya stimulus
dari lingkungan.
3.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
103
demam tinggi yang berisiko memunculkan gangguan lainnya. Pada
usia sekolah dimana aktivitas anak mencapai puncaknya, sangat
tinggi kemungkinan terjadinya kelelahan atau kecelakaan yang
dapat menimbulkan gangguan perkembangan motorik. Gangguan
perkembangan lain yang banyak muncul pada masa anak antara
lain gangguan bicara, keterlambatan mental, autis, lambat belajar,
gangguan pemusatan perhatian attention deficit disorder, dan lain-lain.
a. Dimulai dari pengalaman kompleks-totalitas menuju
Masa anak merupakan dasar pembentukan fisik dan kepribadian
bagi masa berikutnya. Dengan kata lain, masa anak-anak merupakan
masa emas mempersiapkan seorang individu menghadapi tuntutan
zaman sesuai potensinya. Jika terjadi gangguan perkembangan apapun
bentuknya, akan menganggu perkembangan pada masa berikutnya.
Deteksi yang dilakukan sedini mungkin merupakan kunci penting
keberhasilan program intervensi atau koreksi atas gangguan yang
terjadi. Semakin dini gangguan perkembangan terdeteksi, semakin
tinggi pula kemungkinan tercapainya tujuan intervensi.
Anak usia sekolah dasar mulai memandang semua
peristiwa dengan objektif. Semua kejadian ingin diselidiki
dengan tekun dan penuh minat. Pada usia sekolah ini anak
mempunyai kecenderungan untuk mengumpulkan macammacam benda; antara lain: perangko, cincin, cerutu, etiket,
kartu-kartu, batu-batuan, manik-manik berwarna-warni,
kerang dan siput, serangga, uang logam, kartupos bergambar,
dan lain-lain.
Secara garis besar faktor penyebab gangguan perkembangan pada
anak dibedakan menjadi dua yaitu karena faktor pembawaan dan
faktor lingkungan. Faktor pembawaan sebagai penyebab munculnya
gangguan perkembangan pada anak ditentukan oleh gen yang
diturunkan dari orang tua. Willerman (1979) mengemukakan bahwa
faktor genetik mempunyai pengaruh terhadap perkembangan proses
biologis. Setiap gen sebagai pembawa sifat terdapat molekul-molekul
besar yang disebut DNA. Hasil penelitian menunjukkan anak-anak
yang dilahirkan dari orang tua dengan kondisi retardasi mental menunjukkan gejala mempunyai inteligensi yang rendah, demikian
juga orang tua dengan gangguan autisme, mempunyai anak yang
cenderung autis. Sementara Santrok (1995), bahwa gen merupakan
segmen pendek yang berfungsi sebagai cetak biru (blue print) bagi sel
untuk memproduksi dan menghasilkan protein yang berfungsi untuk
102
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
pada bagian-bagian atau onderdil
b. Berangkat dari sikap pasif menerima, menuju pada sikap
pemahaman, aktif, mendekati, dan mencoba mengerti
c. Bertitik tolak dari AKU, menuju kepada objek-objek
didunia sekitar dan miliunya
d. Dari dunia fantasi menuju kedunia realitas.
9.
Perkembangan Kecerdasan, Ingatan dan fantasi
Dalam keadaan normal, kecerdasan anak usia sekolah
dasar berkembang secara berangsur-angsur dan secara tenang.
Anak betul-betul berada dalam stadium belajar. Disamping
keluarga, sekolah memberikan pengaruh yang sistematis terhadap
pembentukan akal budi anak. Pengetahuannya bertambah secara
pesat. Banyak keterampilan mulai di kuasai, dan kebiasaan-kebiasaan tertentu mulai dikembangkannya dari iklim yang egosentris
anak memasuki dunia obyektif dan dunia pikiran orang lain.
Hasrat untuk mengetahui realitas benda dan peristiwa-peristiwa
mendorong anak untuk meneliti dan melakukan eksperimen.
Minat anak pada periode tersebut terutama sekali tercantum
pada segala sesuatu yang dinamis bergerak. Anak pada usia ini
sangat aktif dan bergerak akan sangat menarik minat perhatian
anak. Mminatnya banyak tertuju pada macam-macam aktivitas.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
95
Dan semakin banyak dia berbuat, makin bergunalah aktivitas
tersebut bagi proses pengembangan kepribadiannya.
Ingatan anak pada usia 8-12 tahun ini mencapai intensitas
paling besar, dan paling kuat. Daya menghafal dan daya memorisasi paling kuat. Dan anak mampu memuat jumlah materi
ingatan paling banyak.
Kehidupan fantasi mengalami perubahan penting. Pada usia
8-9 tahun anak menyukai sekali cerita-cerita dongeng misalnya,
Timun Emas, Bawang Putih Bawang Merah, Maling Kundang.
Unsur- unsur yang hebat dan ajaib dalam dongeng-dongen ini
mencekam segaenap minat anak. Lambat laun, unsur kritis muali
muncul, dan anak mulai mengoreksi peristiwa yang dihayati.
Namun unsur fantasi masih tetap memegang peranan penting.
Kini anak menghendaki peristiwa riil yang betul-betul terjadi,
atau semestinya harus terjadi. Karena itu anak lalu menyenangi
cerita-cerita kepahlawanan.
10. Perkembangan Konatif/Kemauan Anak
Fungsi kemauan pada masa ini belum berkembang dengan
penuh. Anak belum mempunyai kekuasaan atas diri sendiri
artinya anak belum bisa mengatur diri sendiri. Belum ada proses
regulasi diri. Dia lebih sudah suka tunduk pada kewibawaan
yang tegas dari orang tua dan pendidik. Bahkan anak menuntut
adanya kewibawaan da sikap yang kokoh serta konsekuen, sekolah
menyajikan kewibawaan, disiplin, tucht atau tata tertib, dan aturanaturan normative lainnya. Semua ini membangunkan kemauan
belajar, juga mendorong ketekunan usaha dan aktivitas anak.
Disiplin sekolah dan kewibawaan para guru memberikan
kegairahan pada situasi bekerja da usaha belajar anak. Anak
sering pergi ke sekolah selama periode ini. Ia merasa suka dan
betah “betah/kerasan” tinggal disekolah. Tidak jarang anak
96
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
BAB IV
GANGGUAN-GANGGUAN
PERKEMBANGAN PADA ANAK
A. Faktor Penyebab Gangguan Perkembangan pada Anak
Manusia dalam hidupnya selalu mengalami perkembangan dan
perubahan dari waktu ke waktu, mulai dilahirkan sebagai seorang
bayi, berkembang menjadi anak-anak, remaja, dewasa, tua dan
akhirnya meninggal dunia. Dalam perjalanannya adakalnya tidak
berjalan secara mulus, melainkan bisa mengalami berbagai gangguan
dan permasalahan yang kemudian disebut sebagai hambatan atau
gangguan perkembangan. Sebuah perkembangan yang terjadi pada diri
manusia akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya, karenannya
itu perlu ada perhatian khusus dalam masalah ini sebagai tindakan
preventif, sehingga perkembangan yang akan berlangsung selanjutnya
dalam kondisi yang positif. Anak-anak merupakan fase yang paling rentan
dan sangat perlu diperhatikan dari setiap tahapan perkembangan yang
dialaminya.
Gangguan perkembangan di masa anak-anak berpotensi terjadi
pada usia 0-12 tahun. Pada dasarnya, tiap-tiap tahap perkembangan
memiliki potensi gangguan perkembangan. Misalnya, pada usia bayi,
gangguan perkembangan yang potensial terjadi adalah gangguan pada
perkembangan bahasa, masalah terkait pertumbuhan fisik, dan bisa juga
101
dibawah kemampuan anak yang sebenarnya. Anak menunjukkan prestasi yang rendah walau sebenarnya anak mempunyai potensi yang tinggi. Anak-anak yang seharusnya mampu
meraih nilai 9 tetapi dia hanya meraih nilai 6 atau 7 merupakan contoh anak yang underachiever. Underachiever dapat
terjadi karena anak mempunyai problem tertentu yang
menghambat perkembangannya.
100
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
terpesona dan terikat hatinya pada gurunya. Pada usia 10-11
tahun, biasanya timbul kesukaan pada satu dua mata pelajaran,
umpamanya matematik/berhitung dan IPA. Dan baginya, belajar
merupakan aktivitas yang menyenangkan khususnya bagi anakanak yang jasmani dan rokhani.
Kegiatan anak luar biasa banyaknya antara lain membuat
akuarium, herbarium, tukar-menukar kartu bergambar, mengumpilkan benda-benda aneh, tukar-mrnukar perangko, melakukan
macam-macam eksperiment, dan lain-lain. Sehubungan dengan
minat dan aktivitas anak pada usia ini, pendidikan modern
sangat memperhatikan energi dan dorongan aktif tersebut untuk
disalurkan pada kegiatan yang konstruktif serta kreatif. Sebab
semua kegiatan itu menstimulir pembentukan kemauan anak.
Penting untuk diperhatikan pada usia sekolah rendah ini
ialah, daya kemauan anak belum kuat, dan belum berkembang
penuh. Oleh karena itu ia perlu adanya tuntunan yang bijaksana
dan kewibawaan untuk memupuk disiplin dan tucht, dengan
mana bisa terpupuk pertumbuhan kemauan kokoh yang kuat.
Karena unsur kemauan belum berkembang penuh, anak mudah
dipengaruhi oleh ajakan-ajakan yang menjurus pada keburukan
dan kejahatan. Tetapi anak juga mudah dilecut melakukan halhal yang konstruktif baik. Persahabatan anak pada usia ini masih
belumkekal, masih berganti-ganti, dan sesuai situasi sesaat, sebab
unsur kemauannya belum mantap.
Anak usia 12 tahun merupakan individu yang tenang dan
seimbang oleh karena itu anak disebut sebagai ‘I enfant fait’, yaitu
anak yang komplit lengkap., anak yang sudah ‘mapan besarnya’
atau ‘een volgreid kind’, ciri-ciri “I enfant fait” ialah:
1) Rokhani dan jasmani anak dalam kondisi yang baik disertai
2) Saat ketenangan dan pengendapan perasaan-perasaan
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
97
3) Minat yang besar dan segar terhadap macam-macam
peristiwa
4) Ingatan yang sangat kuat
5) Dorongan ingin tahu yang besar, dan
6) Semangat belajar yang tingggi.
Lindworsky menanamkan usaha menumbuhkan motif-motif
tersebut sebagai: kultivasi motif atau motievencultur. Pengambilan
keputusan berdasarkan kamauan (wilbesluit) berlangsung paling
kuat apabila seseorang didorong oleh motif-motif yang jelas. Oleh
karena itu pendidikan kamauan itu sebagian besar merupakan
kultivasi-motif tersebut.
Sehubungan dengan ini, dalam upaya pendidikan harus
diajarkan pengereman dan pengendalian nafsu serta implusimplus yang primitive. Juga pengenalan da kepatuhan terhadap
norma-norma hidup perlu sekali ditamankan pada anak.
Semua ini bisa ditunjang oleh pengenalan terhadap motif-motif
normative tertentu. Dengan begitu anak diajar membedakan
motif-motif yang sangat murni moril-susila dari motif-motif yang
amorila-susila, dan belajar hidup sesuai dengan norma-norma
yang baik.
Dalam proses pendidikan kemauan ini unsur pendidik serta
orang tua mutlak perlu, umtuk menumbuhkan dan pendidik serta
orang tua mutlak perlu, unutk menumbuhkan dan memantapkan
kemauan anak: sampai anak mampu berkembangs sendiri. Jika
orang dewasa bisa memberikan satu motif yang maha besar
(motievencompleks). Pasti anak akan sanggup mencapai prestasi
yang mengagumkan, dan mampu melakukan perbuatan-perbuatan terpuji.
Selanjutnya, dengan segenap sifat-sifat anak yang baik
pada periode sekola dasar ini, disertai kemampuan berfifkir logis
98
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
objektif, serta bantuan bimbingan yang tegas dan bijaksana anak
mulai membuat rencana hidup bagi masa depannya.
11. Beberapa kasus yang perlu diwaspadai
a. Anak gifted
Anak gifted adalah anak dengan kecerdasan tinggi,
kondisi ini memungkinkan anak meraih prestasi yang luar
biasa, namun tanpa pendampingan dan pola asuh yang tepat
justru dapat menimbulkan kesulitan dalam pembelajaran di
kelas. Anak genius ini umumnya mempunyai kemampuan
luar biasa untuk memahami pelajaran. Diperlukan perlakuan
khusus agar anak gifted agar potensinya berkembang optimal.
Tanpa pemahaman yang bijaksana adakalanya anak-anak
dengan kecerdasan tinggi menunjukkan perilaku melawan
guru, tidak tertib, tidak serius mengikuti pelajaran hingga
mengganggu kegiatan belajar anak lainnya
b.
Late development
Late development adalah anak dengan perkembangan yang
terlambat. Pada awalnya anak mempunyai kecerdasan biasabiasa saja, tetapi beberapa tahun kemudian menunjukkan
peningkatan kecerdasan yang luar biasa. Anak dengan
tipe ini pada awalnya dijuluki sebagai anak bodoh atau
anak yang berprestasi rendah namun pada perkembangan
berikutnya menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Penting
bagi guru untuk mengetahui gejala seperti ini pada anak
hingga dapat memperlakukan anak dengan baik dan tidak
memberikan julukan negatif pada anak-anak yang terhambat
perkembangannya
c.
Underachiever
Underachiever adalah prestasi yang ditunjukkan
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
99
e.
f.
g.
h.
i.
Melakukan olah raga secara rutin dapat menyedot kelebihan
energi pada gangguan hiperaktif
Biasakan anak mengekspresikan emosinya dalam bentuk
tulisan atau gambar
Piknik ke tempat yang indah dapat membantu si kecil
menanamkan hal-hal positif di dalam pikiran
Aturlah pola makan. Hindari konsumsi gula dan bahan
makanan berkadar karbohidrat tinggi
Ajari untuk berlatih menenangkan diri sendiri, dengan
cara menarik napas dalam-dalam,lalu menghembuskannya
melalui mulut. Ulangi hal ini beberapa kali
Attention Deficit Disorder (ADD). Merupakan gangguan
perhatian yang pada umumnya dialami anak usia sekolah. Gejala
utama gangguan ini adalah kurangnya perhatian anak terhadap
suatu objek.Anak hampir tidak bisa menyelasaikan tugas dengan
baik, satu tugas belum selasai sudah berpindah pada tugas lain.
Anak terlihat energik, serta banyak pekerjaan yang digarap.
Gangguan ini bisa bersifat keturunan, bisa bersumber dari faktor
hormonal serta proses dengan latihan dan terapi yang rutin dan
berkesinambungan gejalanya dapat ditekan. kerusakan genetika,
juga proses pendidikan sosial amat mempengaruhi perilaku
pengidap ADD.
Penderita gangguan konsentrasi, seringkali mengalami
banyak kegagalan dalam hidupnya. Ketika masih anak-anak,
seringkali mereka tidak naik kelas. Penyebabnya mereka ini berperilaku hyperaktif, terus menerus mengganggu temannya, atau
pikirannya melayang kemana-mana, tidak pada pelajaran yang
sedang berlangsung. Prestasi di sekolah biasanya amat buruk.
Anak dengan gangguan konsentrasi, mudah teralihkan perhatiannya oleh hal-hal sepele. Ketika dewasa, muncul masalah
di tempat kerja dan hubungan dengan kerabat kerja.
122
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
5.
6.
7.
8.
dengan kedua kakinya. la mulai mengoceh, tertawa, dan senang
bermain dengan mainan yang ada.
Bayi 5 bulan
Pada usia ini bayi akan berhenti menangis jika mendengar
suara ibunya dan menangis jika mainannya diambil. la dapat
memindahkan benda dari tangan yang satu ke tangan lainnya. la
meniru gerakan orang lain yang dilihatnya, membawa kakinya ke
mulut dan menghisap jari kakinya. la juga sudah bisa tersenyum
dan mengoceh untuk mendapat perhatian serta dapat tertawa
di hadapan cermin.
Bayi 6 bulan
Bayi di usia ini bisa berbalik dari posisi terlentang menjadi
posisi tengkurap, atau sebaliknya. Bila didudukkan dapat duduk
sendiri tanpa perlu dibantu. la suka menjatuhkan mainan yang
diberikan, dan meminta untuk diambilkan kembali. Bayi senang
bermain dengan kakak-kakaknya dan senang jika diberdirikan,
serta sudah mulai banyak mengeluarkan suara.
Bayi 7 bulan
Bayi usia ini dapat mengangkat badannya dengan tangan,
menggeser badannya ke belakang, atau mundur dan ke depan,
atau maju. la akan membawa mainan yang disukainya terus
menerus dan marah jika mainannya diambil. la mencoba untuk
berdiri, suka membuat suara dengan mengetuk atau mengocok
benda yang ada dalam genggamannya. Selain itu, ia suka menariknarik rambut dan telinganya, serta bermain dengan kakinya.
Bayi 8 bulan
Bayi yang sudah berumur delapan bulan sudah dapat merangkak, duduk tanpa disangga, mengangkat badan dengan
bantuan boks atau kursi hingga dalam posisi berdiri. la juga
mampu memegang botol dan minum sendiri, mendorong benda
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
107
yang tidak ia sukai, mengambil benda-benda kecil, dan berteriak
memanggil orang lain.
9. Bayi 9 bulan
Bayi dapat berdiri untuk sementara saat tangannya dipegangi.
la sudah dapat duduk sendiri dan berputar-putar, memasukkan
jari-jarinya ke dalam lubang. la juga sudah mengerti satu dua kata
dan mulai bereaksi jika diperintah.
10. Bayi 10 bulan
Bayi sudah dapat duduk sendiri tanpa bantuan. la dapat
merangkak dengan baik, naik di kursi atau tangga rumah, berjalan
dengan bantuan, mengangkat kakinya jika sedang dipakaikan
celananya. Meniru suara terbatuk-batuk. Pada usia ini pun ia
sudah bisa mengatakan “papa”, “mama”, senang bermain dengan
mainan tertentu, memegang kue dan memakannya, mengerti yang
diperintahkan dan mulai takut terhadap orang yang tidak dikenal.
11. Bayi 11 bulan
Pada usia ini, bayi sudah dapat berdiri lama tanpa bantuan,
berjalan jika dipegangi satu atau dua tangannya. la mampu
mengubah posisi berdiri menjadi duduk tanpa bantuan, dapat
memegang benda-benda kecil dengan ibu jari dan telunjuknya. la
dapat menelan beberapa kali secara berturut-turut jika diberikan
minum melalui cangkir. Selain itu, ia mampu menggunakan kedua
tangannya secara bersama-sama untuk melakukan fungsi yang
berbeda, seperti mengambil benda dari tangan kanannya dan
mengangkat badan dengan tangan kirinya. Anak pada usia ini
akan merasa takut bila didekati orang yang tidak dikenal, akan
tetapi senang dengan anak kecil lain. la sudah mengerti lebih
banyak kata yang diucapkan.
12. Bayi 12 bulan
Anak yang sudah berusia 12 bulan akan lebih banyak berjalan
108
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Cara Penanganan. Anak hiperaktif memerlukan penanganan
yang tepat agar pembelajaran berjalan efektif. Lemahnya daya
konsentrasi atau perhatian membuat anak tidak bisa fokus pada
materi pelajaran, dorongan untuk selalu bergerak bisa mengganggu
anak lain di kelas. Karena itu dibutuhkan cara menyikap yang tepat.
a. Sebaiknya tidak membiarkan anak bergaul sendiri dengan
anak yang lebih muda
b. Jauhkan anak dari benda-benda yang membahayakan seperti
senjata tajam, pistol dan sebagainya
c. Perlu mendapat perhatian secara khusus untuk membantu
perkembangan anak selanjautnya serta menghindarkan
perilaku buruk yang mungkin timbul
d. Anak yang selalu aktif tidak perlu dihukum ketika melakukan
kesalahan, melainkan diberi terguran dengan cara yang baik
e. Sebaiknya tidak perlu memojokkan anak dihadapan orang
lain dengan memberikan label sebagai anak malas, anak
nakal dan sebagainya
f. Ajarkan kedisiplinan agar anak dapat mengatur dirinya
sendiri
g. Orang tua dan guru perlu menjaga kata-kata dan ucapan
karena anak mudah meniru.
Pengasuhan Anak Hiperaktif. Anak hiperaktif memerlukan
pola pengasuhan serta pengaturan ruang khusus yang mendukung,
yang mampu membuat anak lebih tenang. Beber apa upaya supaya
anak lebih tenang adalah:
a. Lingkungan rumah tenang
b. Suasana kamar teduh dengan pengecetan dinding dengan
warna tenang
c. Terapkan aturan dengan tegas
d. Sediakan ruangan untuk santai
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
121
otak, cidera otak seperti gagar otak, trauma otak pada saat
persalinan, benturan dikepala menyebabkan cidera otak, infeksi,
racun, gizi buruk, alergi makanan dan karena penyakit epilepsi.
Attention Deficit Hyperactivyty Disorder (ADHD).
ADHD merupakan gangguan perkembangan yang ditandai
dengan kurang adanya perhatian yang dibarengi sengan perilaku
hiperaktif. Gejala dari gangguan ini adalah terlalu agresif, tidak
bisa diam dan mudah terpengaruh oleh rangsangan. Anak
dengan gangguan ADHD bisa tidak suka berkomunikasi serta
memberikan perhatian yang terlalu sedikit pada suatu objek.
Perhatian anak mudah berpindah dari satu aktivitas ke aktivitas
lain, bisa berpindah dari satu objek ke objek lainnya (Zaviera,
2009).
Gejala yang Muncul di Sekolah. Di sekolah anak ADHD
menunjukkan gejala sebagai berikut:
a. Tidak bisa fokus pada tugas
b. Gagal dalam mengerjakan tugas sekolah
c. Tidak bisa menjadi pendengar yang baik, sehingga tidak
bisa menerima dan melakukan arahan dari guru. Hal ini
berdampak pada kegagalan melakukan tugas-tugas belajar
d. Sering menghindari tugas-tugas sekolah serta tidak komitmen
terhadap tugas yang memerlukan daya pemikiran
e. Sering lupa dan kehilangan barang milik pribadi yang
dipergunakan untuk aktivitas sehari-hari, seperti kehilangan
buku, atau lupa membawa kembali buku yang tadi di bawa
f. Gelisah, tidak bisa duduk tenang, lebih suka melakukan aktivitas
g. Suka menjerit dan marah ketika kemauannya tidak dituruti
h. Tidak suka dipaksa atau diperintah
i. Terlalu banyak bicara, terlalu cepat menjawab dan sering
memotong pembicaraan
120
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
meski langkahnya belum stabil, banyak merangkak, banyak
bermain dengan mainan yang ia senangi, senang membuka
pakaiannya, dan merasa takut pada orang yang tidak ia kenal
dan keadaan yang tidak biasa.
Pada usia ini anak senang memegang pensil dan kapur untuk
membuat coret-coretan. la lebih suka menggunakan tangan
tertentu (kanan atau kiri) untuk mengambil mainan, menghisap
jempol, dan memasukkan makanan dalam mulutnya. la sering
menolak jika ditidurkan, dan dapat berbicara 2 hingga 3 kata.
1.
2.
3.
Gerakan motorik anak mengikuti tahap berikut.
Gerak tanpa perpindahan
Bayi mampu menggerakkan anggota tubuhnya, tetapi
belum mampu menggunakan gerakan itu untuk memindahkan badannya ke tempat lain.
Merayap
Menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara
tertentu, sementara perut ditekan ke lantai, sehingga ia
bisa berpindah dari titik A ke titik B. Otak mereka akan
terus berkembang untuk berpikir apa yang harus dilakukan
untuk berpindah tempat. Di sini mereka mulai belajar
berkoordinasi, dengan menyeret tangan kanan ke depan
bersamaan dengan kaki kirinya.
Merangkak
Bayi belajar menantang gravitasi untuk pertama kalinya,
dan bang- kit dengan bertumpu pada tangan dan lututnya.
Pelajaran mengenai koordinasi terus berlanjut, di mana
tungkai depan kanan hanya dilakukan secara bersamaan
dengan tungkai belakang kiri. Anak akan menggunakan
otaknya ke tahap lebih tinggi untuk belajar berpindah tempat
dengan pola gerakan yang seimbang.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
109
4.
5.
Berjalan
Bayi belajar bangkit dan bertumpu pada tungkainya dan
berjalan. Bayi seperti ini sudah mampu melawan gravitasi
dari 4 titik tubuh pada posisi sebelumnya (merayap dan merangkak) ke posisi 2 titik dan 1 titik tumpu untuk menahan
gravitasi. Melawan gravitasi adalah sebuah tahap yang luar
biasa untuk menghindari kelumpuhan.
Berlari
Anak mempercepat jalannya menjadi berlari. Keseimbangan dan koordinasinya bertambah baik. Anak yang sehat
tidak akan melewatkan satu tahap dalam proses tersebut,
meskipun siklus masing-masing tahapan akan berbeda pada
satu anak dengan yang lain. Jika salah satu dari tahap dasar
itu dilewati, misalnya anak mulai berjalan sebelum is cukup
merangkak, akan terjadi konsekuensi yang merugikan.
Contohnya, koordinasi yang lemah, kegagalan memiliki
penguasaan tangan kanan atau kidal, kegagalan untuk
mengembangkan penguasaan belahan otak yang normal
dalam berbicara, kegagalan dalam membaca dan mengeja,
kurang konsentrasi (sering disebut ADD atau Attention
Deficit Disorder, gangguan pemusatan perhatian), kurang
fokus, mudah lelah ketika belajar, dan lain-lain.
b.
c.
d.
2.
C. Bentuk-bentuk Gangguan Perkembangan
1.
110
Autisme
Pengertian autisme. Autisme berasal dari kata auto yang
berarti sendiri. Penyandang autisme seakan-akan hidup di
dunianya sendiri. Istilah autisme baru diperkenalkan tahun
1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak
berabad-abad lampau (Handojo, 2003). Kartono (2000) ber۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Terapi akupasi. Terapi okupasi dilakukan untuk membantu
menguatkan, memperbaiki koordinasi dan keterampilan otot
pada anak autis sehimgga anak dapat melakukan aktivitas
sehari-hari tanpa hambatan.
Terapi wicara. Terapi wicara (speech therapy) merupakan
model terapi untuk mengembangkan kemampuan berbicara
pada anak autis mempunyai keterlambatan
Terapi biomedik. Terapi biomedik adalah terapi yang
dilakukan secara medik melalui obat-obatan. Beberapa
perilaku buruk adakalanya muncul pada anak autis
seperti menyerang, agresif, tantrum (mengamuk) hingga
membahayakan diri dan orang lain. Perilaku-perilaku
tersebut adakalanya sangat sulit dikendalikan dan sering
menimbulkan depresi. Kadang obat-obatan bisa membantu
meskipun tidak dapat menghilangkan penyebabnya.
Haloperidol terutama digunakan untuk mengendalikan
perilaku yang sangat agresif dan membahayakan diri sendiri.
Fenfluramin, buspiron, risperidon dan penghambat reuptake
serotonin selektif (fluoksetin, paroksetin dan sertralin)
digunakan untuk mengatasi berbagai gejala dan perilaku
pada anak autis.
Attention Deficit Hyperactivyty Disorder (ADHD) dan Attention
Deficit Disorder (ADD)
ADHD dan ADD menjangkiti anak 3%-5% pada anak
usia 4-14 tahun. ADHD dan ADD terjadi karena kerusakan
pada susunan syaraf otak sehingga rentang konsentrasi menjadi
sangat pendek dan sulit dikendalikan (Zaviera, 2009). Lebih
jauh dijelaskan bahwa penyebab gangguan bersumber dari faktor
temperamen bawaan sejak lahir, pengaruh lingkungan, malfungsi
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
119
2.
3.
4.
memberikan layanan pendidikan untuk anak autis bisa
berupa SLB (Sekolah Luar Biasa) golongan F yaitu khusus
untuk anak autis, bisa juga sekolah khusus untuk anak
autis. Model sekolah akan memberlakukan kurikulum sesuai
kebutuhan anak.
Sekolah inklusi. Sekolah inklusif adalah sekolah umum yang
di dalamnya terdapat anak yang berkebutuhan khusus,
termasuk ada anak autis yang belajar di dalamnya. Sekolah
inklusif dituntut menyiapkan guru pendamping agar dapat
memberikan pelayanan sesuai kebutuhan anak sesuai
keterbatasan yang dimiliki anak.
Home Schooling. Model sekolah rumah yang memberikan
layanan untuk anak autis. Beberapa anak autis belajar secara
home schooling di lembaga pendidikan yang menyiapkan
layanan dengan model home schooling. Anak autis dapat
belajar terus sepanjang hari di rumah belajar tersebut, tanpa
mengenal jadwal pelajaran secara kaku.
Klinik Terapi. Klinik-klinik terapi bisa memberikan layanan
intervensi untuk anak autis. Klinik terapi tersebut tersedia di
rumah sakit-rumah sakit ataupun pada klinik khusus terapi
untuk anak autis gangguan perkembangan lainnya. Klinik
terapi biasanya difokuskan pada terapi sensori integrasi,
terapi wicara maupun okupasi terapi.
Jenis Terapi. Anak auatis sebaiknya mendapatkan terapi
yang memadai untuk memperbaiki beberapa perilaku yang tidak
bermanfaat bahkan yang mengganggu. Beberapa jenis terapi
untuk anak autis adalah.
a. Terapi perilaku. Melalui metode ABA dilakukan terapi
perilaku untuk menghilangkan perilaku yang tidak wajar
serta mengembangkan perilaku yang produktif
118
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
pendapat bahwa autisme adalah gejala menutup diri sendiri
secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar,
merupakan keasyikan ekstrim dengan fikiran dan fantasi sendiri.
Ditambahkannya bahwa autisme merupakan gangguan dengan
pola berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri
sendiri, menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan
sendiri dan menolak realitas, karena itu penyandang autis akan
berbuat semaunya sendiri, baik cara berpikir maupun berperilaku
(Faisal, 2003). Pandangan lain tentang autis adalah gangguan
yang parah pada kemampuan komunikasi yang berkepanjangan
yang tampak pada usia tiga tahun pertama, ketidakmampuan
berkomunikasi ini diduga mengakibatkan anak penyandang
autis menyendiri dan tidak ada respon terhadap orang lain
(Sarwindah, 2002). Yuniar (2002) menambahkan bahwa autisme
adalah gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi
perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi,
hubungan sosial dan emosional dengan orang lain, sehingga sulit
untuk mempunyai ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan
sebagai anggota masyarakat.
Dari tahun ke tahun penyandang autis makin bertambah,
tanpa penanganan yang tepat dan upaya penyembuhan yang memadai gejala autisme akan berlanjut sampai dewasa. Tahun 2010
prevalensi penyandang autis 1 : 166 anak (Greenspan & Serena ,
2010), merupakan angka yang sangat tinggi. Gangguan autisme
bisa terjadi pada siapa saja tidak pandang bulu, penyandangnya
tidak tergantung dari ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial,
tingkat pendidikan, geografis tempat tinggal, maupun jenis
makan an. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan
penyandang autisme ialah 4 : 1. Paul (2008) menyatakan bahwa
tiga perempat penderita autis juga mengalami retardasi mental
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
111
dengan IQ antara 30, 40 dan 50, dengan kemampuan berpikir
abstrak yang sangat lemah. Walau begitu ditemukan anak-anak
autis yang mempunyai kecerdasan dan bakat yang luar biasa, yang
dikenal dengan istilah savant. Anak savant bisa mempunyai bakat
musik yang luar biasa, mempunyai daya ingat yang sangat kua,
mempunyai kemampuan menghitung yang hebat.
Ciri-ciri autisme. Supratiknya (1995) dan Brill (2008) menyebutkan bahwa penyandang autis memiliki ciri-ciri antara lain:
penderita senang menyendiri dan bersikap dingin sejak kecil,
tidak memberikan respon terhadap ajakan. Apabila di ‘liling’
(diajak bicara/ditimang), diberi makanan atau diajak bercanda,
anak tidak menunjukkan respon, melainkan tetap asyik dengan
diri sendiri. Anak tidak menaruh perhatian terhadap lingkungan
sekitar, tidak mau atau sangat sedikit berbicara, hanya mau
mengatakan ya atau tidak, atau ucapan-ucapan lain yang tidak
jelas, tidak suka dengan stimuli pendengaran, senang melakukan
stimulasi diri, memukul-mukul kepala atau gerakan-gerakan aneh
lain, kadang-kadang terampil memanipulasikan objek, terpaku
pada satu objek tetap. Sejak bayi anak autis tidak mau di gendong,
tidak suka dibedong, sebagian tidak suka diayun serta mempunyai
pola tidur yang kacau. Greenspan & Serena (2010), Brill (2008),
dan Fuentes (2007) menguraikan ciri penderita autis secara
lengkap sebagai berikut.
a. Mengalami gangguan komunikasi.
Penderita autis pada umumnya mengalami keterlambatan bicara, cara komunikasi terjadi secara merancau,
mengungkapkan kata-kata yang tidak bermakna dan tidak
bisa dimengerti orang lain. Bahasa yang terjadi bersifat
echolalia (membeo),hanya menirukan kata-kata yang pernah
didengar walaupun belum tentu anak mengerti maksudnya.
112
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
keterampilan lain yang diperlukan untuk aktivitas sehari-hari.
Hal terpenting yang bisa dilakukan oleh orang tua dan guru
adalah menemukan program intervensi dini yang baik bagi anak
autis. Tujuan pertama adalah menembus tembok penghalang
interaksi sosial anak dan menitikberatkan komunikasi dengan
orang lain Program intervensi dini me nawarkan pelayanan
pendidikan dan penanganan untuk anak-anak berusia dibawah
3 tahun yang telah didiagnosis mengalami ketidakmampuan fisik
atau kognitif.
Model Penanganan. Anak autis perlu mendapat penanganan dengan seksama melalui model terapi yang tepat. Program
pendidikan untuk anak autis sangat terstruktur, menitikberatkan
kepada kemampuan berkomunikasi dan sosialisasi serta teknik
pengelolaan perilaku positif. Strategi yang digunakan di dalam
kelas sebaiknya juga diterapkan di rumah sehingga anak
memiliki lingkungan fisik dan sosial yang tidak terlalu berbeda.
Dukungan pendidikan seperti terapi wicara, terapi okupasional
dan terapi fisik merupakan bagian dari pendidikan di sekolah
anak autis. Keterampilan lainnya, seperti memasak, berbelanja
atau menyebrang jalan, akan dimasukkan ke dalam rencana
pendidikan individual untuk meningkatkan kemandirian anak.
Tujuan keseluruhan untuk anak adalah membangun kemampuan
sosial dan berkomunikasi sampai ke tingkat tertinggi atau
membangun potensinya yang tertinggi.
Saat ini banyak terdapat lembaga pendidikan, klinik-klinik
terapi yang khusus ditujukan untuk anak autis. Beberapa jenis
lembaga penanganan yang bisa dilakukan untuk anak autisme
adalah sebagai berikut.
1. Sekolah khusus. Sekolah khusus untuk anak autis banyak
tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Sekolah yang
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
117
baru muncul gejala autistik. Beberapa kasus anak autis setelah
lahir muncul setelah ditinggal ibunya meninggal dunia, yang lain
menunjukkan gejala autis setelah imunisasi, serta karena faktor
kecelakaan (cidera otak) sementara kasus lainnya tidak diketahui
penyebab pastinya.
Pentingnya Penanganan. Saat ini penyandang autis
mempunyai masa depan yang lebih baik (Greenspan & Serena,
2010), karena mulai banyak dikembangkan strategi dan metode
penanganan anak autis yang teruji secara empiris. Penderita autis
perlu mendapat penanganan yang tepat agar yang bersangkutan
dapat berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Penanganan yang tepat membuat anak autis dapat hidup normal
bersama anak-anak lainnya. Tanpa penanganan yang tepat
bahkan tanpa intervensi akan membuat anak tidak berdaya
sepanjang hidupnya, dan hal ini akan menyusahkan diri sendiri
serta akan menjadi beban keluarga selama hidupnya. Intervensi
terhadap penyandang autis dilakukan dengan memberikan
ketrampilan bantu diri yang bermanfaat untuk aktivitas seharihari, disamping itu perlu diberikan terapi untuk menghilangkan
perilaku-perilaku yang tidak produktif serta mengupayakan
perilaku produktif yang bermanfaat.
Tujuan penanganan. Tujuan dari penanganan penderita
autis antara lain:
a. Membangun komunikasi dua arah yang aktif,
b. Mampu melakukan sosialisasi ke dalam lingkungan yang
umum dan bukan hanya dalam lingkungan keluarga,
c. Menghilangkan dan meminimalkan perilaku tidak wajar,
d. Mengajarkan kemampuan akademik yang diperlukan untuk
belajar di sekolah umum,
e. Meningkatkan kemampuan bantu diri atau bina diri dan
116
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
b.
c.
d.
Bicara bukan sebagai alat komunikasi, melainkan asal
diucapkan tampa bermaksud menyampaikan gagasan atau
keinginan kepada orang lain. 20% anak autis tidak bisa
bicara sampai dewasa. Bila mengiginkan sesuatu akan
menarik tangan orang lain (ayah/ibunya).
Gangaguan interaksi sosial.
Anak cenderung menolak atau menghindari tatap
mata, tidak menengok bila dipanggil, seperti tuli, menolak
untuk dipeluk, tidak ada usaha untuk melakukan interaksi
dengan orang, melainkan asyik atau dengan diri sendiri,
atau bermain sendiri, tidak merespon ajakan.
Gangguan perilaku.
Gangguan perilaku pada anak autis meliputi dua kemungkinan, pertama excessive atau kelebihan perilaku
tertentu. Kelebihan perilaku akan ditunjukkan dengan
gerakan seperti hiperaktif motorik yaitu tidak bisa diam, lari
kesana-sini tak terarah, melompat-lompat, berputar-putar,
memukul-mukul, mengulang-ulang suatu gerakan tertentu.
Kedua deficient atau kekurangan terhadap perilaku yang
seharusnya dilakukan. Deficient perilaku ditunjukkan
dengan perilaku duduk diam bengong dengan tatapan mata
kosong, bermain secara monoton dan kurang variatif, terpaku
oleh suatu hal, misalnya bayangan atau suatu benda yang
berputar, kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu.
Gangguan emosi.
Emosi anak kurang berkembang dengan baik, kurang
ada rasa empati, tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah
tanpa sebab yang nyata, sering mengamuk tak terkendali
(temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan apa
yang diinginkan, bahkan bisa menjadi agresif dan destruktif
hingga melukai diri sendiri atupun orang lain.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
113
e.
Gangguan sensori
Penderita autis mengalami gangguan sensori, baik terlalu
sensitif ataupun mungkin justru kurang peka terhadap
rangsang tertentu. Adakalanya anak autis terlalu sensitif
dengan suara atau nada tertentu ataupun tekstur. Ada anak
yang tidak tahan mendengar bunyi terompet hingga menutup
telinga kuat-kuat, ada yang tidak tahan dengan tekstur kasar,
sementara anak lainnya tidak tahan dengan tekstur halus.
Dalam hal rasa kebanyakan anak autis mengalami gangguan dalam pengecap dan perasa sakit. Sebagian tidak bisa
membedakan rasa manis, pait dan asin.
Faktor Penyebab. Gejala autis udah terlihat sebelum usia
tiga tahun, namun sampai saat ini belum diketahui penyebab
secara pasti yang dapat menimbulkan gangguan autis (Paul,
2008). Walau begitu banyak laporan bahwa polusi dan zat kimia
berat seperti timbel dan merkuri menjadi salah satu penyebab
timbulnya autisme. Di daerah pabrik yang banyak polusi ternyata
ditemukana banyak anak lahir autis. Di sebuah pantai yang
airnya tercemar logam berat di Jepang juga banyak ditemukan
anak autis. Sumber penyebab lain dari gangguan autisme adalah
jamur, toksin, virus rubela, herpes. Paul (2008) menyatakan
bahwa gangguan autis bersumber dari disfungsi sistem syaraf pusat
yang muncul dalam bentuk gangguan neurologis, seperti problem
kordinasi kanan dan kiri, rentang perhatian yang pendek serta
kelebihan gerak motorik.
Penelitian dalam dunia kedokteran modern menemukan
adanya gangguan pada fungsi susunan syaraf pusat apa penderita
autis. Gangguan tersebut bisa akibatkan oleh kelainan struktur
otak yang terjadi ketika anak masih dalam kandungan, terutama
yang terjadi pada usia kehamilan sebelum 3 bulan (Pusponegoro,
114
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
2006). Usia tesebut merupakan saat pembentukan otak, yang
bisa saja tejadi hambatan pertumbuhan otak karena berbagai
sebab seperti karena virus toksoplasmosis, rubella, cytomegali,
harpes, bisa juga karena jamur candida, pendarahan, keracunan
makanan, udara yang beracun, serta zat kimia lain yang
menghambat pertumbuhan otak.
Beberapa penyakit ibu yang mengandung bisa menjadi
sumber penyebab munculnya gangguan autisme, seperti
encephalitis, phenylketonuria, tuberous, sclerosis, fragile X
syndrome. Proses melahirkan yang bermasalah seperti kekurangan
oksigen, keracunan, pemnggunaan tangbirth bisa menjadi
sumber gangguan sistem syaraf pusat. Paul (2008) menyatakan
bahwa sepertiga penderita autis memiliki tingkat serotonin yang
tinggi. Banyak ahli yang menyatakan bahwa autis disebabkan
oleh kombinasi makanan yang tidak sehat dan lingkungan yang
terkontaminasi zat-zat beracun. Misalnya timah hitam (Pb) dari
knalpot kendaraan cerobong asap pabrik, cat tembok, cadmium
(Cd) dari batu batere, air raksa (Hg) yang digunakan untuk
menjinakkan kuman imunisasi. Antibiotik yang membunuh
bakteri positif dan negatif di saluran cerna sangat berbahaya
akan menyebabkan jamur berkembang di usus. Logam berat yang
menumpuk di tubuh ibu hamil bisa masuk melalui demineralisasi
tulang, tersalur ke bayi melalui ASI. Peneliti lain mengemukakan
autis disebabkan karena faktor imunolbobulin, yaitu keadaan
alergi seseorang.
Gangguan autis bisa menyerang sejak dalam kandungan
karena faktor genetik maupun faktor lingkungan. Orang tua yang
mengidap autis cenderung melahirkan anak autis pula. Gangguan
autis juga bisa muncul setelah lahir, setelah anak menunjukkan
gejala perilaku yang normal, namun di tahun ke dua atau ketiga
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
115
anak gagap lebih gugup daripada anak lain, padahal
gugup tidak termasuk sifat gagap. Ini tidak berarti
anak gagap tidak bisa menjadi gugup, apalagi kalau dia
sadar lingkungan tidak tahu apa yang harus diperbuat
menghadapi anak seperti dia.
Berhadapan dengan anak gagap memang dapat
menimbulkan ketegangan tersendiri bagi orang tua dan
guru. Umumnya orang dewasa bertanya-tanya, “bagaimana saya harus bersikap?”, “bagaimana caranya agar
orang lain tidak tahu kalau saya kasihan padanya?”. Di
lain pihak, bercakap-cakap tentang gagap bisa berarti
sesuatu yang meringankan beban kedua belah pihak.
Guru atau orang tua bisa memulai untuk bersikap
terbuka, membicarakan dengan anak, misalnya
mengatakan: “Kamu mau mengatakannya sendiri atau
perlu saya bantu?”
2.
138
Melanjutkan perkataan anak
Menyelesaikan atau melanjutkan kata atau kalimat
yang akan diucapkan anak gagap bukan merupakan
jalan yang baik, karena tidak selalu sesuai dengan yang
akan diucapkan oleh anak. Akibatnya, timbul salah
paham dan bisa mengganggu perasaan si gagap. Bila
setiap kali anak gagap dibantu berbicara, resikonya
lama-kelamaan anak maupun yang mendengar akan
menganggap si penggagap memang tidak mampu
bicara. Menolong melanjutkan kata-kata anak tanpa
melihat adakalanya berhasil karena anak tidak merasa
ada orang yang dengan sengaja membantunya. Yang
terbaik justru menerima gagapnya, mencoba mengerti,
tidak menilai atau mengomentari apapun tentang anak.
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Akibat yang sering muncul dari kegagalan beruntun,
antara lain depressi berat, psikosomatis, rasa takut berlebihan
atau kecanduan alkohol dan narkotika. Penderita gangguan
konsentrasi menerima semua rangsangan dari luar tanpa
disaring terlebih dahulu, serta mudah beralih pada rangsangan
baru, mengalihkan perhatian dari tugas utama yang harus
dikerjakannya. Akibatnya, yang bersangkutan merasa ia diberi
tugas terlalu berat. Selain itu penderita gangguan konsentrasi
jauh lebih mudah menderita stress. Seringkali penderitanya
harus mencatat dengan rinci tugas-tugas ringan yang harus diselesaikannya. Misalnya, membeli roti, menjemput anak dari
sekolah, membawa jas hujan atau payung dan hal remeh-remeh
lainnya. Walau begitu dia bisa lupa mengerjakannya.
Penderita ADD dewasa bisa tetap mengalami kesulitan
melakukan aktivitas sehari-hari, bisa bertengkar dengan pimpinan
serta konflik dengan teman. Penderita gangguan konsentrasi harus
cerdik memanfaatkan kelemahannya dengan memilih pekerjaan
yang cocok untuk penyakitnya, dan juga memilih partner hidup
yang mengerti kelemahannya. Kecerdikan menyikapi gangguan
yang ada, penderita ADD bisa sukses dalam hidup seperti
negarawan Winston Churchill, musikus Wolfgang Amadeus
Mozart serta bintang film Dustin Hoffman dan Whoopy Goldberg.
Penanganan ADD bisa melalui terapi dan memberikan
obat stimulasi sistem syaraf pusat, yaitu ritalin. Tujuannya
untuk menormalkan aktivitas unsur pembawa pesan, serta
mengaktifkan filter stimulus pada otak. Sejauh ini, para ahli
mengetahui penderita gangguan konsentrasi, mengalami
gangguan genetika fungsi biologis jaringan syaraf. Para penderita mengalami kekurangan unsur pembawa pesan seperti
dopamin dan noradrenalin. Ritalin tidak dapat menyembuhkan
penyakit gangguan konsentrasi, melainkan hanya membantu
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
123
meningkatkan konsentrasi. Penggunaan obat tersebut harus
dengan pengawasan dokter.
Penanganan ADHD bisa melalui jalan medis dengan obat
metilfenidat, dekstro-amfetamin dan pemoline-magnesium
yang berfungsi untuk membuat anak lebih konsentrasi dan lebih
tenang. Namun obat ini mempunyai efek samping yaitu, timbul
kantuk, nafsu makan berkurang atau sebaliknya, sulit tidur, tic
(semacam kedutan), nyeri perut,sakit kepala, cemas, perasaan
tidak nyaman, serta kreativitasnya terhambat. Dalam jangka
panjang dapat menyebabkan ketergantungan obat.
Anak hiperaktif biasanya mempunyai alergi tertentu, Ben
Feingold dokter ahli alergi berhasil menangani anak hiperaktif
melalui diet tanpa makanan pencetus alergi. Beberapa pemicu
alergi perilaku hiperaktif antara lain makanan yang mengandung
silsilat seperti jeruk, apel, apokat, beri dan anggur serta zat
tambahan buatan seperti pengawet, pemanis, penyedap dan
pewarn buatan.
3.
124
Keterbelakangan Mental (Mental Retardation)
Keterbelakangan mental biasa dikenal dengan retardasi
mental atau disingkat RM, merupakan suatu keadaan yang
ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah
rata-rata disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk
menyesuaikan diri (berperilaku adaptif), yang mulai timbul
sebelum usia 10 tahun. Santrok (2002) menyatakan bahwa
mental retardation atau tunagrahita adalah keadaan kemampuan
mental yang terbatas, IQ nya rendah, di bawah 70 dan mempunyai
kesulitan untuk meyesuaikan diri dengan kehidupan seharihari. American Association on Mental Retardation (AAMR)
menjelaskan keterbelakangan mental berarti menunjukkan
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
dibiarkan, anak akan terbiasa bicara dengan cara yang salah.
Kebanyakan anak gagap senang berlaku dan diperlakukan
sama seperti anak-anak lainnya. Sekali-sekali tutup mulut
- tidak mendapat giliran memang lebih enak. Tapi lambat
laun anak yang gagap itu juga ingin ikut serta, ingin sama
seperti teman-temannya. Menyuruh anak gagap agar mulai
bicara dengan lebih baik tak ada gunanya, malah membuat
frustasi. Melarang untuk tidak gagap, justru akan menambah
gagapnya, sebab anak memang tidak mampu untuk selalu
bicara dengan lancar. Beberapa sikap yang perlu dihindarkan
dalam menghadapi anak gagap meliputi hal berikut.
1. Tak acuh atau terlalu melindungi
Menertawakan dan menirukan anak gagap, merupakan sikap yang tidak baik, namun berpura-pura tidak
tahu sama sekali juga bukan suatu penyelesaian. Anak
gagap sudah menyadari bahwa bicaranya menyimpang.
Karena itu sebaiknya menerima saja seorang anak yang
tidak dapat lancar berbicara seperti apa adanya. tapi
jangan lupa memperhatikan apa yang dapat dilakukan
anak gagap dengan lingkungannya (dengan pertolongan
ahli) untuk memperlancar bicaranya.
Anak-anak yang tidak lancar bicara (termasuk anak
normal) lebih senang kalau bicaranya tidak dipotong.
Ia juga tidak suka bila ada orang bicara atas namanya,
mewakili dirinya, sebab hal itu seakan-akan menujukkan
ia tidak sanggup mengemukakan pendapatnya sendiri.
Terlalu “siap bantu” justru membuat anak gagap merasa
dirinya seperti bayi yang memerlukan pertolongan apa
saja. Banyak orang dewasa bersikap melindungi anak
gagap secara berlebih-lebihan. Mereka menganggap
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
137
1) Gagap tahap pertama (primary stuttering).
Kegagapan pada tingkat ini masih lebih mudah
disembuhkan dibandingkan dengan gagap tahap
berikutnya yaitu
2) Gagap tahap kedua (secondary stuttering). Pada
tahap ini penderita sudah merasa cemas, takut,
tidak per caya diri, dan diiringi dengan gejala
sekunder seperti mengedip-ngedipkan mata,
mengetuk-ngetuk meja, menggoyang-goyang
kepala, dan lain-lain.
Tipe gagap lainnya adalah anak menghindari katakata sulit, sehingga terkesan ketolol-tololan, anak akan
mengucapkan kata lain sehingga pembicaraan menjadi tidak
nyambung. Gagap bisa timbul karena adanya kekhawatiran
bicaranya akan dipotong, atau menyadari kalau semuanya
serba “cepat”, bila lambat tidak ada yang mau mendengar,
timbulnya gagasan bahwa orang harus berbicara dengan
“baik”. Gagap juga timbul ketika anak tahu bahwa yang lebih
diperhatikan adalah bagaimana mengatakannya daripada apa
yang dikatakan. Menekankan norma-norma diatas dapat
memicu timbulnya gagap, karena itu lebih baik mengajarkan
bahwa bicara itu sulit sehingga perlu mempelajari beberapa
ketrampilan seperti bernapas dengan betul, menciptakan
suara, dan membentuk vokal, dan kemudian baru isi (bahasa)
nya diperhatikan
Berdasar hasil penelitian dari setiap 100 anak, ada
satu dua anak gagap. Gagap bisa terjadi pada siapa saja,
anak dengan inteligensi tinggi maaupun anak yang berinteligensi rendah. Bisa terjadi pada pria atau wanita, bisa
terjadi pada semua golongan dan lapisan masyarakat. Kalau
136
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
keterbatasaan dalam fungsi intelektual yang ada di bawah
rata-rata, dan keterbatasan pada dua atau lebih ketrampilan
adaptif seperti berkomunikasi, merawat diri, ketrampilan sosial,
kesehatan dan keamanan, fungsi akademis, dan waktu luang.
Gejala retardasi mental bisa terjadi sebelum usia 18 tahun
(Hallahan dan Kauffman, 1988).
Sementara American Psychological Association (APA)
menyatakan anak tunagrahita adalah anak yang mengalami
keterbatasan intelektual, keterbatasaan fungsi adaptif. Keadaan
ini terjadi sebelum usia 22 tahun. Gangguan ini bisa terjadi sebelum lahir maupun setelah lahir karena kecelakaan.
Ada empat golongan retardasi mental (Hallahan &
Kauffman, 1991), yaitu:
a. Mild mental retardation-tunagrahita ringan – IQ 50-75
Sekitar 85 % dari populasi tunagrahita berada dalam
katergori tunagraahitaa ringan. Anak ini dapat diajarkan
ketrampilan akademik hingga kelas 6 SD. Mereka dapat
mempunyai kepercayaan diri tinggi, mandiri, berkomunikasi
dan berinteraksi dengan baik apabila lingkungan sosialnya
memberikan suport.
b. Moderate mental retardation-tunagrahita sedang – IQ 35-55
Jumlah penderita tunagrahita sedang diperkirakan 10%
dari populasi tunagrahita. Anak ini mampu merawat diri
melaksanakan tugas sederhana dengan bimbingan.
c. Severe mental retardation-tunagrahita berat-IQ 20-40
Diperkirakan 3,4% dari jumlah populasi yang ada.
Ketrampilan merawat diri dan berkomunikasi yang dapat
dilakukan sangat terbatas, hanya pada tingkat dasar.
d. Profound mental retardation-tunagrahita sangat berat-IQ
20-25
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
125
Diperkirakan hanya 1-2% dari populasi yang ada. Kemungkinan dengan latihan dan supervisi yang ketat akan
mampu merawat diri tingkat dasar.
Faktor yang mempengaruhi terjadi RM adalah karena faktor
keturunan dan karena pengaruh lingkungan. Sebagian besar
kasus RM, penyebabnya tidak diketahui; hanya 25% kasus yang
memiliki penyebab yang spesifik. Secara kasar, penyebab RM
dibagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut (Kirk, 1970).
a. Trauma (sebelum dan sesudah lahir), yaitu: perdarahan
intrakranial sebelum atau sesudah lahir, hipoksia (kekurangan
oksigen), sebelum, selama atau sesudah lahir, cedera kepala
yang berat
b. Infeksi (infeksi yang terjadi karena faktor bawaan dan
sesudah lahir), seperti teriveksi virus rubella kongenitalis,
meningitis, infeksi sitomegalovirus bawaan, ensefalitis,
toksoplasmosis kongenitalis, infeksi HIV
c. Kelainan kromosom, yaitu kesalahan pada jumlah kromosom
seperti pada penyebabkan Sindroma Down, defek pada
kromosom (sindroma X yang rapuh, sindroma angelman,
sindroma Prader-Willi, translokasi kromosom dan sindroma
cridu chat
d. Kelainan genetik dan kelainan metabolik yang diturunkan,
seperti galaktosemia, penyakit Tay-Sachs, Fenilketonuria,
Sindroma Hunter, Sindroma Hurler
Sindroma Sanfilippo, Leukodistrofi metakromatik,
Adrenoleukodistrofi, Sindroma Lesch-Nyhan, Sindroma Rett,
Sklerosis tuberose
e. Metabolik, seperti sindroma Reye, Dehidrasi hipernatremik,
Hipotiroid kongenital, Hipoglikemia
f. Keracunan, terjadi karena pemakaian alkohol, amfetamin
126
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
mempengaruhi timbulnya kelainan bicara ini. Sementara itu
ada teori (semantik) yang mengatakan, gagap bukan dimulai
dari mulut si anak, tapi dari mulut orang tuanya. Suatu hal
yang lumrah bahwa anak yang mulai lancar berbicara sering
mengulang-ulang atau memperpanjang awal suku kata,
apalagi dalam keadaan tergesa-gesa. Namun, banyak orang
tua menuntut anak untuk membetulkannya saat itu juga.
Ini bisa berkembang ke arah gagap.
Gagap juga bila muncul bila anak beranggapan
suaranya jelek, sehingga menyangka tidak ada yang mau
mendengarkan. Akibatnya, ia frustasi dan gagap. Begitu
pula kalau dalam diri si anak terdapat pertentangan
(conflict reinforcement) untuk berbicara atau tidak. Pada
anak laki-laki umumnya gangguan bicara ini ditunjang oleh
adanya kelambatan proses kematangan susunan saraf yang
mengkoordinasikan otot-otot untuk bicara. Terutama anak
kidal yang dipaksa menggunakan tangan kanan. Gejala
kegagapan bisa bermacam-macam. Ada over symptom (gejala
yang tampak):
a. Gejala primer, yakni terjadi pengulangan, perpanjangan,
atau tersandung-sandung pada awal kata.
b. Gejala sekunder/penyerta, yakni terbentuknya polapola bicara sebelum mulai bicara, diiringi dengan
gerakan-gerakan seperti mengetuk-ngetuk meja,
menggoyangkan kaki atau kepala. Selain itu masih ada
yang disebut cover symptom (gejala yang tidak tampak)
antara lain, gangguan emosional: frustasi, takut kata,
takut situasi,takut oarang, pemalu, cemas, rendah diri.
Tanda-tanda tersebut menunjukkan bahwa penderita
mulai memasuki tahap kegagapan kedua (secondary
stuttering). Ada dua tingkat kegagapan yaitu:
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
135
biasan mengisap pada anak. Dianggap bahwa mengisap
yang berlebihan dengan menggunakan jempol dan botol
berperan sebagai pengaman (pacifier) pada gangguan
myofunction, menurunnya oral awareness, menurunnya
kemampuan motorik oral. Gangguan fungsi otot sering
dihubungkan dengan kesulitan-kesulitan bicara. Terpisah
dari ditegakkannya hubungan antara distorsi dan gangguan
fungsi otot, ada fakta-fakta yang tidak memperlihatkan
adanya hubungan antara kebiasaan mengisap, kemampuan
motorik oral dan gangguan bicara.
Gagap
Gagap merupakan salah satu bentuk gangguan dalam
berbicara. Seseorang dikatakan gagap kalau mengalami
penyimpangan bicara karena adanya pengulangan, perpanjangan suku kata pertama yang tidak disengaja atau ketegangan sehingga cara bicaranya terputus-putus, suaranya
tertahan, dan terjadi gangguan irama. Gagap bisa timbul pada
usia berapa pun, tapi 85% dimulai sebelum menginjak usia
delapan tahun. Faktor yang dapat mengurangi kegagapan
apabila penderita sedang berbicara sendiri, berbicara bersama
orang-orang lain, bernyanyi, membaca doa, berbicara
dengan anak kecil dan binatang, atau sedang dalam keadaan
santai. Gagap akan makin terlihat kegagapannya, kalau
penderita harus berbicara dengan orang yang lebih tua, lebih
tinggi kedudukannya, di depan umum, sedang menghadapi
tekanan emosi atau harus menjawab pertanyaan yang sulit.
Penyebab kegagapan amat beragam. Bisa karena keturunan
maupun karena lingkungan. Misalnya, orang tua yang sangat
penuntut dan disiplin dalam segala macam peraturan di
rumah, termasuk cara berbicara atau guru di sekolah bisa
134
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
g.
h.
dan obat lain pada ibu hamil. Keracunan metilmerkuri, timah
hitam
Faktor Gizi, kekurangan gizi seperti kwashiorkor, marasmus,
malnutrisi
Lingkungan, antara lain karena faktor kemiskinan, sindroma
deprivasi
Penanganan anak retardasi mental. Penanganan anak yang
mengalami retardasi mental bertujuan untuk mengembangkan
potensi anak semaksimal mungkin. Sebaiknya sedini mungkin
diberikan pendidikan dan pelatihan khusus, yang meliputi
pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial untuk membantu
anak berfungsi dengan normal. Pendekatan perilaku sangat
penting dalam memahami dan bekerja sama dengan anak RM
(Maharani, 2007).
Pencegahan gangguan perkembangan retardasi mental.
Konsultasi genetik akan memberikan pengetahuan dan pengerti an kepada orang tua dari anak RM mengenai pe nyebab
terjadinya RM. Vaksinasi MMR secara dramatis telah menurunkan angka kejadian rubella (campak Jerman) sebagai salah satu
penyebab RM. Amniosentesis dan contoh vili korion merupakan
pemeriksaan diagnostik yang dapat menemukan sejumlah
kelainan, termasuk kelainan genetik dan korda spinalis atau
kelainan otak pada janin.
Setiap wanita hamil yang berumur lebih dari 35 tahun dianjurkan untuk menjalani amniosentesis dan pemeriksaan vili
korion, karena memiliki resiko melahirkan bayi yang menderita
Sindroma Down. USG juga dapat membantu menemukan
adanya kelainan otak. Untuk mendeteksi Sindroma Down dan
spina bifida juga bisa dilakukan pengukuran kadar alfa-protein
serum. Diagnosis RM yang ditegakkan sebelum bayi lahir, akan
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
127
memberikan pilihan aborsi atau keluarga berencana kepada orang
tua. Tindakan pencegahan lainnya yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya RM antara lain.
a. Genetik, yaitu melakukan penyaringan prenatal (sebelum
lahir) untuk kelainan genetik dan konsultasi genetik untuk
keluarga-keluarga yang memiliki resiko dapat mengurangi
angka kejadian RM yang penyebabnya adalah faktor genetik.
b. Sosial, program sosial pemerintah untuk memberantas kemiskinan dan menyelenggarakan pendidikan yang baik dapat
mengurangi angka kejadian RM ringan akibat kemiskinan
dan status ekonomi yang rendah.
c. Keracunan, mengindari racun bisa dilakukan melalui
program lingkungan bersih untuk mengurangi timah hitam
dan merkuri serta racun lainnya akan mengurangi RM akibat
keracunan. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan efek
dari pemakaian alkohol dan obat- obatan selama kehamilan
dapat mengurangi angka kejadian RM.
d. Infeksi, pencegahan terhadap terjangkitnya infeksi rubella
kongenitalis merupakan contoh yang baik dari program yang
berhasil untuk mencegah salah satu bentuk RM. Meningkatkan kewaspadaan yang konstan (misalnya yang berhubungan
dengan kucing, toksoplasmosis dan kehamilan), membantu
mengurangi RM akibat toksoplasmosis.
4.
128
Gangguan Perkembangan Bahasa
Penyebab gangguan perkembangan bahasa sangat banyak
dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerusan impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara.
Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan
bicara adalah gangguan pendengaran, kelainan organ bicara,
retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
berinteraksi akan memiliki kemampuan bahasa yang rendah.
Lingkungan verbal. Lingkungan verbal mempengaruhi
proses belajar bahasa anak. Anak di lingkungan keluarga
profesional akan belajar kata-kata tiga kali lebih banyak
dalam seminggu dibandingkan anak yang dibesarkan dalam
keluarga dengan kemampuan verbal lebih rendah.
Pendidikan. Studi lain melaporkan juga ibu dengan
tingkat pendidikan rendah merupakan faktor resiko
keterlambatan bahasa pada anaknya.
Jumlah anak. Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa
jumlah anak dalam keluarga mempengaruhi perkembangan
bahasa seorang anak, berhubugan dengan intensitas
komunikasi antara orang tua dan anak. Kemiskinan menempatkan anak pada resiko meningkatnya problem-problem
rumah tangga. Kemiskinan secara signifikan mempertinggi
resiko terpaparnya masalah kesehatan seperti asma, malnutrisi.
Genetik. Laporan-laporan kasus sering memperlihatkan
riwayat keluarga positif pada gangguan komunikasi. Antara
28% and 60% dari anak-anak dengan gangguan bicara dan
bahasa mempunyai saudara kandung dan/atau orang tua yang
juga mengalami kesulitan bicara dan bahasa.
Pre dan perinatal. Penyebab spesifik berhubungan antara
kesulitan pre dan perinatal dengan gangguan bicara dan
bahasa juga telah dibuktikan melalui beberapa penelitian.
Infeksi selama kehamilan, imaturitas dan berat badan
lahir rendah dilaporkan mempunyai efek negatif pada perkembangan bicara dan bahasa.
Sucking habits
Gangguan bicara dihubungkan dengan kebiasaan-keDra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
133
d.
Bahasa dan pikiran adalah faktor bebas tapi kemampuan
yang berkaitan.
Sesuai dengan teori-teori tersebut maka kognisi bertanggung jawab pada pemerolehan bahasa dan pengetahuan
kognisi merupakan dasar pemahaman kata.
Prematuritas. Weindrich menemukan adanya faktorfaktor yang berhubungan dengan prematuritas yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak, seperti berat badan
lahir, apgar score, lama perawatan di rumah sakit, bayi yang
iritatif, dan kondisi bayi saat keluar rumah sakit. Hasil
penelitian melaporkan bahwa gangguan bahasa sekitar 40%
dan 70% merupakan kecendrungan dalam suatu keluarga.
Separuh keluarga yang memiliki anak dengan gangguan
bahasa, minimal satu dari anggota keluarganya memiliki
problem bahasa. Dalam hal ini faktor genetis memainkan
peran terhadap gangguan perkembangan bahasa. Sulit
mengetahui berapa banyak transmisi intergenerasi gangguangangguan bahasa tersebut, disebabkan oleh kurangnya
dukungan lingkungan terhadap bahasa.
2.
132
Faktor Eksternal (Faktor Lingkungan)
Riwayat keluarga. Demikian pula dengan anak dalam
keluarga yang mempunyai riwayat keterlambatan atau
gangguan bahasa beresiko mengalami keterlambatan bahasa
pula. Riwayat keluarga yang dimaksud antara lain anggota
keluarga yang mengalami keterlambatan berbicara, memiliki
gangguan bahasa, gangguan bicara atau masalah belajar.
Pola asuh. Beberapa penelitian menemukan bahwa anak
yang menerima contoh berbahasa yang tidak adekuat dari
keluarga, yang tidak memiliki pasangan komunikasi yang
cukup dan juga yang kurang memiliki kesempatan untuk
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
selektif, keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi
lingkungan. Deprivasi lingkungan terdiri dari lingkungan sepi,
status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua.
Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan
organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak,
pendengaran dan fungsi motorik lainnya. Paul (2008) menyatakan
anak yang mengalami stress sangat mudah mengalami gangguan
perkembangan bahasa.
Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara
adalah adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini
biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan
penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan
pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat juga
disebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang
kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian
dua bahasa. Bila penyebabnya karena lingkungan biasanya
keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat.
Terdapat tiga penyebab keterlambatan bicara terbanyak
diantaranya adalah retardasi mental, gangguan pendengaran dan
keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi ini sering juga
disebut keterlambatan bicara fungsional. Keterlambatan bicara
fungsional merupakan penyebab yang cukup sering dialami
oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering
juga diistilahkan keterlambatan maturasi atau keterlambatan
perkembangan bahasa. Keterlambatan bicara golongan ini
disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan)
dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi
kemampuan bicara pada anak. Gangguan seperti ini sering
dialami oleh laki-laki dan sering terdapat riwayat keterlambatan
bicara pada keluarga. Biasanya hal ini merupakan keterlambatan
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
129
bicara yang ringan dan prognosisnya baik. Pada umumnya
kemampuan bicara akan tampak membaik setelah memasuki usia
2 tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan penderita dengan
keterlambatan ini, kemampuan bicara saat masuk usia sekolah
akan normal seperti anak lainnya. Dalam keadaan ini biasanya
fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan pemecahan masalah
visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami
gangguan perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif. Ciri
khas lain adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis,
gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan gangguan
psikologis lainnya.
Paul (2008) menguraikan tanda-tanda awal ada gangguan
perkembangan bahasa yang perlu diwaspadai antara lain.
a. Pada usia delapan belas bulan anak hanya mampu melafalkan
jumlah kata yang sangat sedikit serta tidak memahami bahasa
verbal
b. Setelah usia delepan belas bulan masih menggunakan bahasa
yang salah dalam hal struktur atau dalam menggunakan kata
ganti.
c. Tidak dapat menunjukkan bagian tubuh berdasar pertanyaan
orang lain
d. Tidak mampu merangkai kalimat pada usia dua setengah tahun
e. Mengalami gangguan artikulasi terus menerus hingga usia
empat tahun. Seperti menggunakan bahasa yang lambat dan
aneh.
Faktor Penyebab Gangguan Perkembangan Bahasa
1. Faktor Internal
Berbagai faktor internal atau faktor biologis tubuh
seperti faktor persepsi, kognisi dan prematuritas dianggap
sebagai faktor penyebab keterlambatan bicara pada anak.
130
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Persepsi. Persepsi merupakan kemampuan membedakan
informasi yang masuk kedalam otak. Secara bertahap anak
akan mempelajari stimulasi-stimulasi baru mulai dari raba,
rasa, penciuman kemudian penglihatan dan pendengaran.
Gangguan pada aspek bisa menyebabkan gangguan dalam
perkembangan bahasa. Pada usia balita, kemampuan persepsi
auditori mulai terbentuk pada usia 6 atau 12 bulan, dapat
memprediksi ukuran kosa kata dan kerumitan pembentukan
pada usia 23 bulan. Telinga sebagai organ sensori auditori
berperan penting dalam perkembangan bahasa. Beberapa
studi menemukan gangguan pendengaran karena otitis media
pada anak akan mengganggu perkembangan bahasa.
Sel saraf bayi baru lahir relatif belum terorganisir dan
belum spesifik. Dalam perkembangannya, anak mulai membangun peta auditori dari fonem, pemetaan terbentuk saat
fonem terdengar. Pengaruh bahasa ucapan berhubungan
langsung terhadap jumlah kata-kata yang didengar anak selama
masa awal perkembangan sampai akhir umur pra sekolah.
Kognisi. Anak pada usia ini sangat aktif mengatur
pengalamannya ke dalam kelompok umum maupun konsep
yang lebih besar. Anak belajar mewakilkan, melambangkan
ide dan konsep. Kemampuan ini merupakan kemampuan
kognisi dasar untuk pemberolehan bahasa anak. Beberapa
teori yang menjelaskan hubungan antara kognisi dan bahasa:
a. Bahasa berdasarkan dan ditentukan oleh pikiran
(cognitive determinism)
b. Kualitas pikiran ditentukan oleh bahasa (linguistic
determinism)
c. Pada awalnya pikiran memproses bahasa tapi selanjutnya
pikiran dipengaruhi oleh bahasa.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
131
termasuk perilaku berbohong. Sifat khas anak adalah mudah
meniru (melakukan imitasi) terhadap apa yang ada di sekitarnya,
meniru apa yang dilakukan orang lain khususnya orang tua. Anak
berbohong bisa disebabkan karena anak melihat, mendengar
orang tua, guru, atau teman berbohong, kemudian menirunya.
Anak akan belajar dari pengalaman baik dari yang dilihat
maupun yang dialami sendiri. Bila suatu kebohongan ternyata
tidak merugikan, bahkan menimbulkan efek yang menyenangkan
maka anak cenderung meniru, mengikuti bahkan mengulangi
kebohongan yang telah dilakukan baik oleh diri sendiri maupun
kebohongan yang dilakukan orang lain. Untuk mencegahnya
usahakan setiap bentuk kebohongan bisa menimbulkan efek yang
tidak menyenangkan, merugikan, menyengsarakan sehingga anak
tidak mau meniru atau melakukannya.
Adakalanya justru perilaku orang tua yang menumbuhkembangkan kebiasaan berbohong pada anak. Misalnya ada
seorang ibu yang berpesan pada anaknya bila ada tamu katakan
bahwa ibu tidak ada. Sikap ini secara tidak langsung mengajarkan
pada anak bahwa berbohong itu wajar, lazim, dan boleh. Anak
juga bisa belajar berbohong dari teman atau kakak. Misalnya
anak dipesan agar jangan memberitahu ibu bila kakak/teman
tadi pulang terlambat, kemudian anak tersebut diberi sebatang
coklat untuk tutup mulut. Dari kejadian ini anak merasa bahwa
bohong itu nikmat, dan anak akan menikmati kebohongankebohongan lainnya.
Jujur, jadi hancur
Banyak fakta yang membutikan ketika anak mencoba
bersikap jujur justru kehancuran yang diperolehnya. Banyak orang
tua yang tidak menyadari bahwa adakalanya justru memberikan
154
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Cara ini akan mengurangi kecemasan pada anak gagap.
Anak gagap yang menyadari kegagapanya akan lebih
baik perkembangannya karena dia akan berusaha cara
bicara yang lebih baik, dari pada anak gagap yang merasa
dirinya tidak mempunyai masalah.
3.
Hindari mengritik
Menyembuhkan gagap perlu diawali dengan
menghilangkan rasa takut, cemas, malu yang menghantuidirinya. Dengan terapi, anak gagap belajar
memahami dirinya sendir secara positif. Orang tua
(biasanya lantaran jengkel) sebaiknya tidak menyuruh
anak bicara lebih tenang, sebab efeknya malah kebalikkannya. Si anak yang merasa dikritik jadi bimbang
dan mulai berusaha memperbaikinya, tapi dengan
perasaan “tegang”. Hasilnya justru menjadi semakin
gagap. Orang tua yang ingin menolong anaknya,
sebaiknya jangan ada nada kritikan dalam kata-katanya.
Membicarakan gagap tanpa ada rasa merendahkan, bisa
membuahkan hasil yang positf. “Berbicara lambat” pun
tidak selalu merupakan jalan yang baik, sebab tidak
semua penggagap disebabkan bicara terlalu cepat.
4.
Berkonsultasi dengan ahli
Apabila kegagapan anak bertambah parah atau
mengalami gangguan emosional, akan lebih baik orang
tua/guru konsultasi dengan psikolog, terapis wicara agar
anak mendapat penanganann yang tepat.
5.
Bercerita tentang penderita gagap yang sukses
Banyak orang gagap yang dapat mengatasi
kegagapannya dan hidup sukses. Orang tua dapat
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
139
menceritakan kisah orang gagap yang dapat hidup
normal bahkan hidup dengan sukses seperti Winston
Churchill, orator terkenal di dunia.
Waktu Munculnya Gagap
Awal kegagapan biasanya timbul ketika seorang
anak mulai menyusun kalimat, sekitar umur 2 tahun, ketika
anak akan masuk TK, walaupun ada anak mulai gagap
ketika berumur 10-13 tahun. Paul (2008) mengungkapkan
kegagapan pada umumnya muncul pada awal masa anakanak dan akan memuncak pada usia empat setengah tahun.
Anak laki-laki mempunyai kecenderungan tiga kali lebih
besar dari pada anak perempuan. Penderita gagap biasanya
sangat tegang, memilih kata-kata dengan hati-hati untuk
menghindari bunyi yang sulit, bahkan kadang menolak
untuk berbicara.
Gagap yang timbul setelah dewasa lebih banyak karena
karena gangguan syaraf, karena pengalaman yang mengguncang batinnya (trauma atau scok). Awal timbulnya gagap
tidak terjadi setiap hari, mula-mula hari ini gagap, besok
tidak. Umumnya terjadi sedikit demi sedikit, tahap demi
tahap. Biasanya anak mulai gagap dengan mengulang-ulang,
tapi dengan cara yang tenang. Ada anak yang mengulang
satu kata, “Kami-kami-kami pergi ke kebun binatang, dandan-dan …”. Sikap orang lain dalam menanggapi awal
kegagapan anak ini adakalanya justru menjadi pemicu gagap
yang bersifat permanen. Anak gagap umumnya akan merasa
enggan berbicara dengan anak lain yang dianggap lebih kuat,
lebih tinggi kemampuannya
Perkembaangan gagap bisa berhubungan dengan
auditive feedback, artinya, anak mendengar dirinya berbi140
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
3.
Berbohong
Bohong merupakan perbuatan yang tidak terpuji, yang
bisa merugikan diri dan orang lain, sehingga perlu dihindari.
Kebisaan berbohong bisa terbentuk sejak awal kehidupan anak,
ketika anak belum berusia 5 tahun, sebagai akibat pola asuh
orang tua/lingkungan yang tidak benar. Semua orang tua pada
dasarnya mengharap anak agar tidak mempunyai kebiasaan
berbobong, mempunyai sikap jujur, terbuka dan berkata apa
adanya. Kenyataannya banyak anak melakukan kebohongan, baik
tingkat ringan maupun tingkat berat hingga merugikan, bahkan
bisa mencelakakan orang lain.
Ketika anak berbohong atau berkata tidak apa adanya,
anak merasa bahwa perbuatannya tersebut bukan suatu
kebohongan, atau anak tidak merasa bahwa ia telah melakukan
suatu perbuatan yang tidak baik. Hal ini karena berbohong
mengandung dua tipe yaitu:
a. Sebagai upaya menyelamatkan diri dari ancaman, hukuman,
celaan dan sejenisnya atas perbuatan (pelanggaran/kesalahan) yang telah dilakukan
b. Sebagai akibat berkembangnya daya fantasi. Anak berbohong
karena dikuasai daya fantasinya.
Berikut ini dipaparkan berbagai sebab mengapa anak
melakukan kebohongan.
Proses imitasi
Hadist nabi mengatakan bahwa anak lahir dalam keadaan
fitrah, artinya jiwa anak dalam kondisi suci, jauh dari perbuatan
tercela. Lingkungan (orang tua, guru dan orang dewasa lain)
mempunyai peran besar untuk membawa anak dalam perkembangan tertentu, membawa anak dalam sikap dan perilaku tertentu,
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
153
i.
152
sampai batas waktu yang telah ditentukan pihak sekolah.
Lepaskan anak secara bertahap, misalnya pada hari-hari
pertama, orangtua berada di dalam kelas dan lama kelamaan
bergeser sedikit-demi sedikit di luar kelas namun masih
dalam jangkauan penglihatan anak. Jika anak sudah bisa
merasa nyaman dengan lingkungan baru dan tampak
“happy” dengan teman-temannya – maka sudah waktunya
bagi orangtua untuk meninggalkannya di kelas dan sudah
waktunya pula bagi orangtua untuk tidak lagi bersikap
overprotective, demi menumbuhkan rasa percaya diri pada
anak dan kemandirian.
Konsultasikan pada psikolog/konselor jika masalah terjadi
berlarut-larut
Jika anak tidak dapat mengatasi fobia sekolahnya hingga
jangka waktu yang panjang, hal ini menandakan adanya
problem psikologis yang perlu ditangani secara proporsional
oleh ahlinya. Apalagi, jika fobia sekolah ini sampai mengakibatkan anak ketinggalan pelajaran, prestasinya menurun
dan hambatan penyesuaian diri yang serius – maka secepat
mungkin persoalan ini segera dituntaskan. Psikolog/konselor
akan membantu menemukan pokok persoalan yang mendasari
ketakutan, kecemasan anak, sekaligus menemukan elemen lain
yang tidak terpikirkan oleh keluarga – namun justru timbul dari
dalam keluarga sendiri (misalnya takut dapat nilai jelek karena
takut dimarahi oleh papanya). Untuk itulah konselor/psikolog
umumnya menghendaki keterlibatan secara aktif dari pihak
orangtua dalam menangani masalah yang dihadapi anaknya.
Jadi, orangtua pun harus belajar mengenali siapa dirinya dan
menilai bagaimana perannya sebagai orangtua melalui masalahmasalah yang timbul dalam diri anak.
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
cara, dan begitu sadar ada yang salah, dia langsung bereaksi.
Menyembuhkan kegagapan juga sangat bergantung antara
lain pada bagaimana anak gagap itu sendiri menilai cara
bicaranya. Takut dan tidak yakin membuat anak gagap
menganggap kesan yang diberikan orang selalu negatif.
Bisa jadi ia akan selalu berpikir, “Mereka pasti sedang
menertawakan saya!”.
Ada beberapa teori tentang munculnya gagap, pertama
karena gangguan neurotik, sebagian lagi beranggapan
karena adanya konflik dalam keluarga serta yang lain karena
gangguan biologis seperti gangguan pada otot leher (Paul,
2008). Anak yang gagap biasanya mempunyai anggota
keluarga yang gagap juga.
D. Gangguan-gangguan Perilaku
1.
Fobia Sekolah
Fobia sekolah adalah bentuk kecemasan yang tinggi terhadap
sekolah yang biasanya disertai dengan berbagai keluhan yang tidak
pernah muncul atau pun hilang ketika “masa keberangkatan”
sudah lewat, atau hari Minggu/libur. Fobia sekolah dapat sewaktuwaktu dialami oleh setiap anak hingga usianya 14-15 tahun,
saat dirinya mulai bersekolah di sekolah baru atau menghadapi
lingkungan baru atau pun ketika ia menghadapai suatu pengalaman yang tidak menyenangkan di sekolahnya.
Tingkat dan Jenis Penolakan terhadap Sekolah
Para ahli menunjuk adanya beberapa tingkatan school
refusal, mulai dari yang ringan hingga yang berat (fobia), yaitu:
a. Initial school refusal behavior adalah sikap menolak sekolah
yang berlangsung dalam waktu yang sangat singkat (seketika/
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
141
b.
c.
d.
tiba-tiba) yang berakhir dengan sendirinya tanpa perlu
penanganan.
Substantial school refusal behavior adalah sikap penolakan
yang berlangsung selama minimal 2 minggu.
Acute school refusal behavior adalah sikap penolakan yang bisa
berlangsung 2 minggu hingga 1 tahun, dan selama itu anak
mengalami masalah setiap kali hendak berangkat sekolah
Chronic school refusal behavior adalah sikap penolakan yang
berlangsung lebih dari setahun, bahkan selama anak tersebut
bersekolah di tempat itu.
Tanda-tanda Fobia Sekolah
Ada beberapa tanda yang dapat dijadikan sebagai kriteria
fobia sekolah atau pun school refusal, yaitu:
• Menolak untuk berangkat ke sekolah.
• Mau datang ke sekolah, tetapi tidak lama kemudian minta
pulang
• Pergi ke sekolah dengan menangis, menempel terus
dengan mama/papa atau pengasuhnya, atau menunjukkan
“tantrum”-nya seperti menjerit-jerit di kelas, agresif
terhadap anak lainnya (memukul, menggigit, dsb) atau pun
menunjukkan sikap-sikap melawan/menentang gurunya.
• Menunjukkan ekspresi/raut wajah sedemikian rupa untuk
meminta belas kasih guru agar diijinkan pulang – dan ini
berlangsung selama periode tertentu.
• Tidak masuk sekolah selama beberapa hari.
• Keluhan fisik yang sering dijadikan alasan seperti sakit
perut, sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, diare,
gatal-gatal, gemetaran, keringatan, atau keluhan lainnya.
Anak berharap dengan mengemukakan alasan sakit, maka
ia diperbolehkan tinggal di rumah.
• Mengemukakan keluhan lain (di luar keluhan fisik) dengan
142
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
g.
h.
mendesak atau bahkan tidak mempercayai kata-kata anak.
Cara ini hanya akan membuat anak makin tertutup pada
orangtua hingga masalahnya tidak bisa terbuka dan tuntas.
Orangtua perlu menyatakan kesediaan untuk mendampingi
dan membantu anak mengatasi kecemasannya terhadap
sesuatu, termasuk jika masalah bersumber dari dalam rumah
tangga sendiri. Orangtua perlu introspeksi diri dan kalau
perlu merubah sikap demi memperbaiki keadaan dalam
rumah tangga.
Orangtua dan guru dapat mengajarkan cara-cara atau
strategi yang bisa anak gunakan dalam menghadapi situasi
yang menakutkannya. Lebih baik membekali anak dengan
strategi pemecahan masalah daripada mendorongnya untuk
menghindari problem, karena anak akan makin tergantung
pada orangtua, makin tidak percaya diri, makin penakut, dan
tidak termotivasi untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
Kemukakan manfaat ketika anak mau bersekolah
Bisa bermain bersama, terlibat dalam aktivitas sekolah,
menggunakan peralatan permainan yang dimiliki sekolah
adalah beberapa manfaat bersekolah yang bisa disampaikan
kepada anak.
Lepaskan anak secara bertahap
Pengalaman pertama bersekolah tentu mendatangkan
kecemasan bagi anak, terlebih karena ia harus berada di
lingkungan baru yang masih asing baginya dan tidak dapat ia
kendalikan sebagaimana di rumah. Tidak heran banyak anak
menangis sampai menjerit-jerit ketika diantar mamanya ke
sekolah. Pada kasus seperti ini, orangtua perlu memberikan
kesempatan pada anak menyesuaikan diri dengan lingkungan
baru-nya. Pada beberapa sekolah, orangtua/pengasuh diperbolehkan berada di dalam kelas hingga 1-2 minggu atau
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
151
d.
e.
f.
150
karena penyakit lainnya yang perlu ditangani secara seksama
Kerjasama antara orang tua dengan guru
Pada umumnya para guru sudah biasa menangani
masalah fobia sekolah atau pun school refusal (terutama
guru-guru preschool hingga TK). Hampir setiap musim
sekolah tiba, ada saja murid yang mogok sekolah atau
menangis terus tidak mau ditinggal orangtuanya atau bahkan
minta pulang. Orangtua bisa minta bantuan pihak guru atau
pun school assistant untuk menenangkan anak dengan caracara seperti membawanya ke perpustakaan, mengajak anak
beristirahat sejenak di tempat yang tenang, atau pada anak
yang lebih besar, guru dapat mendiskusikan masalah yang
sedang memberati anak. Guru yang bijaksana, tentu bersedia
memberikan perhatian ekstra terhadap anak yang mogok
untuk mengembalikan kestabilan emosi sambil membantu
anak mengatasi persoalan yang dihadapi – yang membuatnya
cemas, gelisah dan takut. Selain itu, berdiskusi dengan guru
untuk meneliti faktor penyebab di sekolah (misalnya diejek
teman, dipukul, dsb) adalah langkah yang bermanfaat dalam
upaya memahami situasi yang biasa dihadapi anak setiap hari.
Menggunakan foto anggota keluarga
Keberadaan orang tua di pagi hari dapat membantu
mengurangi phobia anak, membantu anak merasa lebih
aman. Demikian juga dengan foto orang tua, foto rumah,
kakak atau adik, binatang peliharaan dapat mengurangi
kecemasan atau membantu menenangkan anak.
Luangkan waktu untuk berdiskusi/berbicara dengan anak
Luangkan waktu yang intensif dan tidak tergesa-gesa
untuk dapat mendiskusikan apa yang membuat anak takut,
cemas atau enggan pergi ke sekolah. Hindarkan sikap
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
tujuan tidak usah berangkat ke sekolah.
Waktu Berlangsungnya Fobia Sekolah. Berapa lama waktu
berlangsungnya fobia sekolah amat tergantung pada penanganan
yang dilakukan oleh orangtua. Makin lama anak dibiarkan tidak
masuk sekolah (tidak mendapat penanganan apapun), makin
lama problem itu akan selesai dan makin sering/intens keluhan
yang dilontarkan anak. Namun, makin cepat ditangani, problem
biasanya akan berangsur-angsur pulih dalam waktu sekitar 1 atau
2 minggu.
Faktor Penyebab. Phobia bisa muncul karena adanya
tekanan, baik d rumah, di sekolah atau tekanan karena faktor
lain seperti pindah rumah, pindah sekolah, sakit, atau karena
hambatan belajar (Paul, 2008). Ada beberapa penyebab yang
membuat anak seringkali menjadi mogok sekolah. orangtua
perlu bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menyikapi sikap
pemogokan itu, agar dapat memberikan penanganan yang benarbenar tepat. Alangkah baiknya, jika orangtua mau bersikap
terbuka dalam mempelajari dan mencari semua kemungkinan
yang bisa terjadi. Konsultasi dengan guru di sekolah, sharing
dengan sesama orangtua murid, diskusi dengan anak, konsultasi
dengan konselor/psikolog, (kalau perlu) memeriksakan anak ke
paramedis/dokter sesuai keluhan yang dikemukakannya, hingga
introspeksi diri – adalah metode yang tepat untuk mendapatkan
gambaran penyebab dari fobia sekolah anak. Berhati-hatilah
untuk membuat diagnosa secara subyektif, didasarkan pada
pendapat pribadi diri sendiri atau keluhan anak semata. Di bawah
ini ada beberapa penyebab fobia sekolah dan school refusal:
2.
Separation Anxiety
Separation anxiety pada umumnya dialami anak-anak kecil
usia balita (18–24 bulan). Kecemasan itu sebenarnya adalah
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
143
fenomena yang normal. Anak yang lebih besar pun (preschooler,
TK hingga awal SD) tidak luput dari separation anxiety. Bagi
mereka, sekolah berarti pergi dari rumah untuk jangka waktu yang
cukup lama. Mereka tidak hanya akan merasa rindu terhadap
orangtua, rumah, atau pun mainannya – tapi mereka pun cemas
menghadapi tantangan, pengalaman baru dan tekanan-tekanan
yang dijumpai di luar rumah.
Separation anxiety bisa saja dialami anak-anak yang berasal
dari keluarga harmonis, hangat dan akrab yang amat dekat
hubungannya dengan orangtua – singkat kata, tidak ada masalah
dengan orangtua. Orangtua mereka adalah orangtua yang baik
dan peduli pada anak, dan mempunyai kelekatan yang baik.
Namun tetap saja anak cemas pada saat sekolah tiba. Tanpa
orangtua pahami, anak-anak sering mencemaskan orangtuanya.
Mereka takut kalau-kalau orangtua mereka diculik, atau diserang
monster atau mengalami kecelakaan sementara mereka tidak
berada di dekat orangtua. Ketakutan itu tidak dibuat-buat,
namun merupakan fenomena yang biasa hinggap pada anakanak usia batita dan balita. Oleh sebab itu, mereka tidak ingin
berpisah dari orangtua dan malah lengket-nempel terus pada
mama-papanya. Peningkatan kecemasan menimbulkan rasa tidak
nyaman pada tubuh mereka, dan ini lah yang sering dikeluhkan
(perut sakit, mual, pusing, dsb). Sejalan dengan perkembangan
kognisi anak, ketakutan dan kecemasan yang bersifat irrasional
itu akan memudar dengan sendirinya karena anak mulai bisa
berpikir logis dan realistis.
Separation anxiety bisa muncul kala anak selesai menjalani
masa liburan panjang atau pun mengalami sakit serius hingga
tidak bisa masuk sekolah dalam jangka waktu yang panjang.
Selama di rumah atau liburan, kuantitas kedekatan dan interaksi
144
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
c.
Jika sampai terlambat, anak tetap harus berangkat ke
sekolah – kalau perlu ditemani/diantar orangtua. Demikian
juga jika sesampai di sekolah anak minta pulang, maka
orangtua harus tegas dan bekerja sama dengan pihak guru
untuk menenangkan anak agar akhirnya anak merasa
nyaman kembali. Jika anak menjerit, menangis, ngamuk,
marah-marah atau bertingkah laku aneh-aneh lainnya,
orangtua hendaknya sabar. Ajaklah anak ke tempat yang
tenang dan bicaralah baik-baik hingga kecemasan dan
ketakutannya berkurang/hilang; dan sesudah itu bawalah
anak kembali ke kelasnya. Situasi ini dialami secara berbeda
antara satu orang dengan yang lain, tergantung dari
kemampuan orangtua menenangkan dan mendekatkan diri
pada anak. Namun jika orangtua mengalami kesulitan dalam
menghadapi sikap anaknya, mintalah bantuan pada guru atau
sesama orangtua murid lainnya yang dikenal cukup dekat
oleh anak. Terkadang, keberadaan mereka justru membuat
anak lebih bisa mengendalikan diri.
Konsultasikan masalah kesehatan anak pada dokter
Jika kita tidak yakin akan kesehatan anak, bawalah
segera ke dokter untuk mendapatkan kepastian tentang ada/
tidaknya problem kesehatan anak. Orangtua tentu lebih peka
terhadap keadaan anaknya setiap hari; perubahan sekecil
apapun biasanya akan mudah dideteksi orangtua. Jadi, ketika
anak mengeluhkan sesuatu pada tubuhnya (pusing, mual,
dsb), orangtua dapat membawanya ke dokter yang buka
praktek di pagi hari agar setelah itu anak tetap dapat kembali
ke sekolah. Selain itu, dokter pun dapat membantu orangtua
memberikan diagnosa, apakah keluhan anak merupakan
pertanda dari adanya stress terhadap sekolah, atau kah
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
149
b.
148
ke sekolah, dan bahkan keluhannya akan makin intens dan
meningkat. Selain itu, dengan mengijinkannya absen dari
sekolah, anak akan makin ketinggalan pelajaran, serta makin
sulit menyesuaikan diri dengan teman-temannya.
Kemungkinan besar anak akan coba-coba bernegosiasi
dengan orangtua, untuk menguji ketegasan dan konsistensi
orangtua. Jika ternyata pada suatu hari orangtua akhirnya
“luluh”, maka keesokkan harinya anak akan mengulang pola
yang sama. Tetaplah bersikap hangat, penuh pengertian,
namun tegas dan bijaksana sambil menenangkan anak bahwa
semua akan lebih baik setibanya dia di sekolah.
Berusahalah untuk tegas dan konsisten dalam bereaksi
terhadap keluhan, rengekan, tantrum atau pun rajukan anak
yang tidak mau sekolah.
Entah karena pusing mendengar suara anak atau
karena amat mengkhawatirkan kesehatan anak, orangtua
seringkali meluluskan permintaan anak. Tindakan ini tentu
tidak sepenuhnya benar. Jika ketika bangun pagi anak segar
bugar dan bisa berlari-lari keliling rumah atau pun sarapan
pagi dengan baik, namun pada saat mau berangkat sekolah,
tiba-tiba mogok – maka sebaiknya orangtua tidak melayani
sikap “negosiasi” anak dan langsung mengantarnya ke
sekolah. Satu hal penting untuk diingat adalah hindari sikap
menjanjikan hadiah jika anak mau berangkat ke sekolah,
karena hal ini akan menjadi pola kebiasaan yang tidak baik
(hanya mau sekolah jika diberi hadiah). Anak tidak akan
mempunyai kesadaran sendiri kenapa dirinya harus sekolah
dan terbiasa memanipulasi orangtua/lingkungannya. Anak
jadi tahu bagaimana taktik atau strategi yang jitu dalam
mengupayakan agar keinginannya terlaksana.
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
antara orangtua dengan anak tentu saja lebih tinggi dari pada
ketika masa sekolah. Situasi demikian, sudah tentu membuat
anak nyaman dan aman. Pada waktu sekolah tiba, anak harus
menghadapi ketidakpastian yang menimbulkan rasa cemas dan
takut. Namun, dengan berjalannya waktu, anak yang memiliki
rasa percaya diri, dapat perlahan-lahan beradaptasi dengan situasi
sekolah.
Anak yang mempunyai rasa percaya diri yang rendah,
berpotensi menjadi anak yang anxiety prone-children (anak
yang memiliki kecenderungan mudah cemas) dan cenderung
mudah mengalami depresi. Banyak orangtua yang tidak sadar
bahwa sikap dan pola asuh yang diterapkan pada anak ikut
menyumbang terbentuknya dependency (ketergantungan),
rasa kurang percaya diri dan kekhawatiran yang berlebihan.
Contohnya, sikap orangtua yang overprotective terhadap anak
hingga tidak menumbuhkan rasa percaya diri keberanian dan
kemandirian. Anak tidak pernah diperbolehkan, dibiarkan atau
didorong untuk berani mandiri. Orangtua takut kalau-kalau
anaknya kelelahan, terluka, jatuh, tersesat, sakit, dan berbagai
alasan lainnya. Anak selalu berada dalam proteksi, pelayanan
dan pengawalan melekat dari orangtua. Akibatnya, anak akan
tumbuh menjadi anak manja, selalu tergantung pada pelayanan
dan bantuan orangtua, penakut, cengeng, dan tidak mampu
memecahkan persoalannya sendiri. Banyak orangtua yang tanpa
sadar membuat pola ketergantungan ini berlangsung terusmenerus agar mereka merasa selalu dibutuhkan (berarti, berguna)
dan sekaligus menjadikan anak sebagai teman “abadi”. Padahal,
dibalik ketergantungan sang anak terhadap orangtua, tersimpan
kebutuhan dan ketergantungan orangtua pada “pengakuan”
sang anak. Akibatnya, keduanya tidak dapat memisahkan diri
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
145
146
saat anak harus mandiri dan sulit bertumbuh menjadi individu
yang dewasa.
agresif, pemurung, kehilangan nafsu makan, keluhan-keluhan
fisik, dan tanda-tanda lain seperti yang telah disebutkan di atas.
Pengalaman Negatif di Sekolah atau Lingkungan
Mungkin saja anak menolak ke sekolah karena dirinya
kesal, takut dan malu setelah mendapat cemoohan, ejekan atau
pun di”ganggu” teman-temannya di sekolah. Atau anak merasa
malu karena tidak cantik, tidak kaya, gendut, kurus, hitam, atau
takut gagal dan mendapat nilai buruk di sekolah. Di samping itu,
persepsi terhadap keberadaan guru yang galak, pilih kasih, atau
“seram” membuat anak jadi takut dan cemas menghadapi guru
dan mata pelajarannya. Atau, ada hal lain yang membuatnya
cemas, seperti mobil jemputan yang tidak nyaman karena ngebut,
perjalanan yang panjang dan melelahkan, takut pergi sendiri
ke sekolah, takut sekolah setelah mendengar cerita seram di
sekolah, takut menyeberang jalan, takut bertemu seseorang yang
“menyeramkan” di perjalanan, takut diperas oleh kawanan anak
nakal, atau takut melewati jalan yang sepi. Para ahli mengatakan,
bahwa masalah-masalah tersebut sudah dapat menimbulkan stress
dan kecemasan yang membuat anak menjadi moody, tegang,
resah, dan mulai merengek tidak mau sekolah, ketika mulai
mendekati waktu keberangkatan.
Masalahnya, tidak semua anak bisa menceritakan ketakutannya itu karena mereka sendiri terkadang masih sulit memahami,
mengekspresikan dan memformulasikan perasaannya. Belum lagi
jika mereka takut dimarahi orangtua karena dianggap alasannya
itu mengada-ada dan tidak masuk akal. Dengan sibuknya
orangtua, sementara anak-anak lebih banyak diurus oleh baby
sitter atau mbak, makin membuat anak sulit menyalurkan
perasaannya; dan akhirnya yang tampak adalah mogok sekolah,
Problem dalam Keluarga
Penolakan terhadap sekolah bisa disebabkan oleh problem
yang sedang dialami oleh orangtua atau pun keluarga secara
keseluruhan. Misalnya, anak sering mendengar atau bahkan
melihat pertengkaran yang terjadi antara papa-mamanya, tentu
menimbulkan tekanan emosional yang mengganggu konsentrasi
belajar. Anak merasa ikut bertanggung jawab atas kesedihan yang
dialami orangtuanya, dan ingin melindungi, entah mamanya –
atau papanya. Sakitnya salah seorang anggota keluarga, entah
orangtua atau kakak/adik, juga dapat membuat anak enggan pergi
ke sekolah. Anak takut jika terjadi sesuatu dengan keluarganya
yang sakit ketika ia tidak ada di rumah.
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Penanganan
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan orangtua dalam
menangani masalah fobia sekolah atau pun school refusal.
a. Tetap menekankan pentingnya bersekolah
Para ahli pendidikan dan psikolog berpendapat bahwa
terapi terbaik untuk anak yang mengalami fobia sekolah
adalah dengan mengharuskannya tetap bersekolah setiap
hari (the best therapy for school phobia is to be in school
every day). Karena rasa takut harus diatasi dengan cara
menghadapinya secara langsung. Menurut para ahli tersebut,
keharusan untuk mau tidak mau setiap hari masuk sekolah,
malah menjadi obat yang paling cepat mengatasi masalah
fobia sekolah, karena lambat laun keluhannya akan makin
berkurang hari demi hari. Makin lama dia “diijinkan” tidak
masuk sekolah, akan makin sulit mengembalikannya lagi
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
147
Mengapa nakal?
Nakal, bandel, tidak menurut dan perilaku memberontak
lain bisa timbul sebagai wujud perkembangan anak menuju
kedewasaan, sebagai persiapan ke arah perkembangan berikut
yang lebih komplek dan menantang. Karena itu kenakalan merupakan gejala wajar yang bisa terjadi pada setiap anak terutama
anak yang berada dalam masa transisi yaitu sekitar usia 3-5 tahun.
Kenakalan dan pemberontakan merupakan bentuk munculnya
ego anak, timbulnya perasaan mampu dan bisa dalam diri anak,
sebagai wujud keinginan untuk melepaskan diri dari otoritas
orang tua.
Bandel, nakal dan tidak menurut sebenarnya merupakan
gejala wajar yang bisa terjadi pada semua orang, termasuk orang
dewasa. Perilaku tersebut muncul sebagai bentuk ekspresi dari
ketidaksukaan atau ketidaknyaman, timbul ketika kondisi psikologis seseorang berada dalam keadaan tidak aman, terancam,
galau, cemas tanpa sebab, terusik tertekan dan kondisi tak menyenangkan lainnya. Pada orang dewasa kondisi demikian bisa
membuatnya marah, mengeluarkan kata-kata kasar, atau pasif
tidak mau melakukan apa (mogok beraktivitas).
Sigmund Freud, tokoh psikoanalisa mengatakan bahwa
dalam diri manusia terdapat defence mechanism, yaitu sistem
pertahanan diri yang berfungsi mempertahankan kondisi diri
agar terbebas dari ancaman. Ketika seseorang dalam keadaan terancam, secara mekanis akan membentuk pertahanan hingga diri
menjadi aman kembali, bebas dari ancaman. Salah satu cara anak
mempertahankan dirinya adalah dengan kompensasi, mencari
kambing hitam atas kekurangan diri, kemudian termanifestasikan
dengan bersikap tidak menurut, memberontak, tidak mau diatur,
menyalahkan orang atau benda lain dan ingin lepas dari dominasi
170
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
hukuman, celaan dan kata-kata yang tidak simpatik ketika anak
berkata jujur. Ketika anak mengatakan dengan jujur bahwa
dialah yang memecahkan pot kesayangan ibu, umumnya ibu akan
marah, memberikan cap pada anak sebagai anak ceroboh, tidak
hati-hati, tidak bisa merawat barang, dan ungkapan kekesalan
lainnya yang menyentuh pribadi anak, bahkan ada yang kemudian
memberikan hukuman seperti dikurangi uang jajannya. Hal yang
sama bisa terjadi ketika anak di tanya berapa nilai ulangannya
hari ini. Anak yang dengan penuh keberanian berkata dengan
jujur walau nilainya jelek, tetapi sikap orang tua justru tidak
simpatik, orang tua akan mencela sebagai anak bodoh, malas,
dan tidak pernah belajar. Dari berbagai pengalaman tersebut
anak merasakan bahwa kejujuran itu tidak enak, karena akan
mendatangkan celaan atau mendapat hukuman, lebih baik lain
kali bohong saja. Bila dikemudian hari anak berbohong ternyata
menguntungkan misalnya merasa aman karena tidak dimarahi,
tidak dihukum (dikurangi uang jajannya), terbebas dari celaan,
bahkan mendapat coklat seperti contoh di atas, maka keinginan
anak untuk berbohong akan semakin tumbuh subur.
Akibat berkembangnya daya fantasi
Walau begitu bohong juga bisa bersumber dari perkembangan
anak yang memasuki taraf berfantasi atau berimajinasi. Pada saat
anak bermain anak dikuasi dunia fantasinya, karena itu anak
bisa bermain dan berbicara sendiri, anak bisa menganggap kayu
sebagai pistol, timun sebagai boneka yang digendong seperti bayi.
Anak bisa merasa kedatangan tamu, menerima oleh-oleh dan
menjamu tamu tersebut. Sehingga ketika orang tuanya datang,
anak bisa mengatakan bahwa tadi ada tamu, walau itu tidak benar
atau bohong. Bohong jenis ini merupakan kebohongan karena
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
155
fantasinya, sehingga anak tidak merasa bila dia berbohong. Ada
masa tertentu di mana anak mempunyai dorongan berfantasi
yang hebat, dengan imajinasi yang tinggi. Momen ini sangat
tepat untuk mengembangkan kreativitas, hobi atau bakat
dengan aktivitas tertentu yang memerlukan daya fantasi tinggi.
Kemampuan membuat puisi, prosa, melukis, mendesain busana/
ruang, dan seni kreativitas lain memerlukan daya fantasi dan
imajinasi. Imajinasi anak perlu diarahkan pada kegiatan positif
untuk mengembangkan hobi bakat maupun potensi tadi sehingga
terhindar dari hayalan yang tidak bermanfaat.
4.
156
Temper Tantrum
Temper Tantrums atau suatu luapan emosi yang meledak-ledak
dan tidak terkontrol. Temper tantrum (untuk selanjutnya disebut
sebagai tantrum) seringkali muncul pada anak usia 15 (lima belas)
bulan sampai 6 (enam) tahun. Tantrum biasanya terjadi pada anak
yang aktif dengan energi berlimpah. Tantrum juga lebih mudah
terjadi pada anak-anak yang dianggap "sulit", dengan ciri-ciri
sebagai berikut: memiliki kebiasaan tidur, makan dan buang air
besar tidak teratur, sulit menyukai situasi, makanan dan orangorang baru, lambat beradaptasi terhadap perubahan, moodnya
(suasana hati) lebih sering negative, mudah terprovokasi, gampang
merasa marah/kesal, sulit dialihkan perhatiannya. Paul (2008)
mengemukakan bahwa trantrum merupakan tanda anak sedang
kebanjiran rasa ketidakberdayaan, yang akhirnya muncul dalam
bentuk perilaku agresif dan destruktif. Lebih lanjut dikatakan
bahwa tantrum bukan perilaku yang direncanakan oleh anak,
bukan merupakan usahan sadar atau dengan sengaja dilakukan
anak untuk mengganggu orang tua, melainkan merupakan luapan
emosi yang di luar kendali dirinya.
Tantrum bisa muncul dari rasa frustasi dan ketidakberdayaan
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
boleh mana yang tidak, mana yang baik dan mana yang buruk.
8.
Bandel
Setiap anak pada dasarnya pernah berperilaku nakal,
bandel, tidak patuh, memberontak dan susah diatur hingga
menjengkelkan orang lain. Intentitas kenakalan anak berbeda
satu sama lain, karena itu dirasakan oleh orang tua dengan cara
yang berbeda pula. Ada orang tua merasa kewalahan mengatasi
kenakalan anak, bahkan ada yang merasa putus asa, namun ada
orang tua menikmatinya sebagai seni mendidik, atau menganggap
sebagai tantangan yang harus diatasi.
Masih banyak orang tua/guru yang mempersepsi salah
terhadap kenakalan anak, padahal cara pandang terhadap kenakalan anak berpengaruh pada strategi pengasuhannya. Bila
anak memberontak dianggap sebagai perlawanan terhadap orang
tua, atau sebagai bentuk pelanggaran norma, maka perlakuan
yang diberikan orang tua cenderung otoriter, menghukum,
menghakimi, menvonis dengan label negatif. Bila anak nakal
dianggap manifestasi gejala psikologis yang perlu bantuan orang
tua untuk mengurainya, maka perlakuan yang manusiawi, penuh
pemahaman dan kehangatan akan didapatkan anak.
Saat ini masih banyak orang tua mengeluhkan kenakalan
yang dilakukan anaknya, seperti tidak mau belajar dan ngaji,
lebih banyak nonton TV, bila bermain dengan teman tidak segera
pulang, bermain dengan air atau tanah becak, susah mandi dan
gosok gigi dengan tertib, sering membantah anjuran orang tua.
Menyikapi semua itu, paksaan dan kekerasan hingga hukuman
lebih sering diambil sebagai jalan pintas mengatasi hal tersebut.
Benar sikap yang demikian?
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
169
Seleksi program tayangan televisi yang cocok untuk anak
Kalaupun tidak sempat mendampingi anak, orangtua
sebaiknya menyeleksi program televisi mana yang benar-benar
cocok untuk anak. Sebelum anak diijinkan untuk menonton
program televisi tertentu, orangtua sudah mengetahui program
tersebut cocok atau tidak untuk anak, jadi orangtua sudah
pernah terlebih dulu menonton program tersebut dan melakukan
evaluasi. Jangan sampai terjadi lagi kasus Crayon Sinchan.
Untuk melakukan hal ini tentu saja dibutuhkan kesabaran dan
pengorbanan dari orangtua, untuk sementara orangtua harus
mengorbankan kesenangannya sendiri menonton televisi demi
mencari-cari dan menyeleksi program televisi yang cocok untuk
anak tercinta.
Bangun kerjasama dengan seluruh anggota keluarga
Bangunlah kerjasama dengan seluruh anggota keluarga,
karena kerja sama dari seluruh anggota keluarga (termasuk
pengasuh) sangat diperlukan. Pastikan bahwa seluruh keluarga
memiliki pengertian yang sama mengenai anak dan masalah
televisi tersebut. Berikan pengertian kepada anggota keluarga
bahwa bagaimanapun juga mereka kadang-kadang harus
mengorbankan kesenangan mereka demi kebaikan sang anak.
Jangan sampai standard yang sudah diterapkan orangtua terhadap
anak, ternyata tidak diterapkan oleh anggota keluarga lainnya
ketika orangtua tidak ada ditempat.
Konsisten dalam bertindak
Orangtua dan pengasuh perlu untuk selalu bertindak secara
konsisten dan tidak bosan-bosannya dalam memberikan pengertian kepada anak, sehingga anak tahu dengan jelas mana yang
168
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
dalam menyelesaikan tugas atau dalam menghadapi kondisi
tertentu, seperti terlalu gerah, terlalu ramai hingga membuat anak
merasa tidak nyaman. Tantrum juga bisa muncul karena problem
interpersonal, dimana keinginan anak tidak bisa terpenuhi.
Tantrum termanifestasi dalam berbagai perilaku. Di bawah
ini adalah beberapa contoh perilaku Tantrum, menurut tingkatan
usia:
1. Di bawah usia 3 tahun: menangis, menggigit, memukul,
menendang, menjerit, memekik-mekik, melengkungkan
punggung, melempar badan ke lantai, memukul-mukulkan
tangan, menahan nafas, membentur-benturkan kepala, melempar-lempar barang
2. Usia 3 - 4 tahun: menunjukkan perilaku-perilaku tersebut
diatas dengan menghentak-hentakan kaki, berteriak-teriak,
meninju, membanting pintu, mengkritik, merengek.
3. Usia 5 tahun ke atas : menunjukkan perilaku tersebut pada
2 (dua) kategori usia di atas dengan ditambah memaki,
menyumpah, memukul kakak/adik atau temannya, mengkritik diri sendiri, memecahkan barang dengan sengaja,
mengancam
Faktor Penyebab
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
Tantrum. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Terhalangnya keinginan anak mendapatkan sesuatu.
Setelah tidak berhasil meminta sesuatu dan tetap menginginkannya, anak mungkin saja memakai cara tantrum untuk
menekan orangtua agar mendapatkan yang ia inginkan
2. Ketidakmampuan anak mengungkapkan diri.
Anak-anak punya keterbatasan bahasa, ada saatnya ia ingin
mengungkapkan sesuatu tapi tidak bisa, dan orangtuapun
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
157
3.
4.
158
tidak bisa mengerti apa yang diinginkan anak. Kondisi ini
dapat memicu anak menjadi frustrasi dan terungkap dalam
bentuk tantrum.
Tidak terpenuhinya kebutuhan.
Anak yang aktif membutuh ruang dan waktu yang cukup
untuk selalu bergerak dan tidak bisa diam dalam waktu
yang lama. Kalau suatu saat anak tersebut harus menempuh
perjalanan panjang dengan mobil (dan berarti untuk waktu
yang lama dia tidak bisa bergerak bebas), dia akan merasa
stres. Salah satu kemungkinan cara pelepasan stresnya adalah
tantrum. Anak juga mempunyai rasa ingin tahu yang besar,
ingin mencoba hal baru, tetapi adakalanya kemampuan anak
masih terbatas, kondisi ini bisa menyebabkan anak frustasi
kemudian tantrum.
Pola asuh orangtua
Cara orangtua mengasuh anak juga berperan untuk menyebabkan tantrum. Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu
mendapatkan apa yang diinginkan, bisa tantrum ketika suatu
kali permintaannya ditolak. Bagi anak yang terlalu dilindungi
dan didominasi oleh orangtuanya, sekali waktu anak bisa
jadi bereaksi menentang dominasi orangtua dengan perilaku
tantrum. Orangtua yang mengasuh secara tidak konsisten
juga bisa menyebabkan anak tantrum. Misalnya, orangtua
yang tidak punya pola jelas kapan ingin melarang kapan
ingin mengizinkan anak berbuat sesuatu dan orangtua yang
seringkali mengancam untuk menghukum tapi tidak pernah
menghukum. Anak akan dibingungkan oleh orangtua dan
menjadi tantrum ketika orangtua benar-benar menghukum.
Atau pada ayah-ibu yang tidak sependapat satu sama lain,
yang satu memperbolehkan anak, yang lain melarang. Anak
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
baiknya orangtua melakukan beberapa hal sebagai berikut:
Dampingi anak ketika menonton dan beri penjelasan
Sebenarnya daripada orangtua tiba-tiba mengomel ataupun
memuji anak, hal pertama yang sebaiknya dilakukan adalah
memberi pengertian dan mendampingi anak ketika menonton
televisi. Jika anak bertanya jawablah pertanyaan tersebut dengan
rinci dan sesuai dengan perkembangan anak. Banyak hal yang
belum diketahui oleh seorang anak, oleh karena itu kalau tidak
ada yang memberi tahu ia akan mencari sendiri dengan mencobacoba dan meniru dari orang dewasa. Apakah hasil percobaan
maupun peniruannya benar atau salah, anak mungkin tidak
tahu. Di sinilah tugas orangtua untuk selalu memberi pengertian
kepada anak, secara konsisten. Kebingungan anak karena standar
ganda yang diterapkan orangtua juga bisa teratasi kalau orangtua
memberi penjelasan kepada anak.
Buat jadwal kegiatan anak
Anak juga perlu diajarkan bahwa ada waktu tersendiri
untuk setiap kegiatan-kegiatannya. Atur waktu yang jelas, kapan
menonton televisi, kapan belajar dan kapan bermain. Walaupun anak sudah relaks dengan menonton televisi, anak tetap
butuh waktu untuk bermain. Televisi mengkondisikan anak
menjadi pasif, hanya menerima dan menyerap informasi dengan
posisi tubuh yang juga pasif (cukup dengan duduk), karena
itu anak tetap perlu waktu untuk bermain (terutama bermain
dengan anak-anak lain) supaya mereka tetap aktif dan mampu
bersosialisasi. Mereka tetap butuh waktu untuk berlari-larian,
mengobrol dengan teman-teman dan bermain dengan mainan.
Pengaturan waktu bisa mengkondisikan anak untuk selalu
menonton televisi dengan didampingi orangtua.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
167
Setelah berjalan beberapa lama barulah orangtua menyadari kalau
tontonan tersebut tidak cocok dan ramai-ramai mengajukan
protes kepada stasiun televisi. Akhirnya kemudian film tersebut
diberi keterangan bukan untuk konsumsi anak-anak.
Kalau mau lebih teliti, sebenarnya banyak film "anak-anak"
yang justru menampilkan adegan kekerasan dan kata-kata yang
kasar (meski tidak sekasar film dewasa sih), walaupun banyak
juga terdapat adegan-adegan kebaikan (karena biasanya film-film
tersebut bercerita tentang pertentangan antara kebaikan dan
kejahatan). Contoh film-film yang memiliki kedua unsur tersebut
adalah film Popeye the Sailor Man, Batman & Robin, Power Puff
Girls, Power Ranger dan Saras 008. Film-film ini sangat populer
di dalam dunia anak-anak kita sehingga seringkali menjadi model
yang ditiru oleh anak-anak. Meskipun mengandung adegan
kekerasan, namun film-film ini sepertinya tidak menimbulkan
kecemasan bagi orangtua, karena para orangtua sampai sekarang
merasa aman meninggalkan anak-anak ketika menonton film-film
ini. Sementara itu kalau ada film dewasa, baik yang menampilkan
adegan kekerasan maupun tidak, anak-anak seringkali tidak
diperbolehkan menonton. Hal ini sudah menunjukkan standard
ganda yang diberikan orangtua kepada anak. Adegan kekerasan
dalam film dewasa tidak boleh ditonton, tetapi adegan kekerasan
dalam film anak-anak boleh ditonton, jadi kekerasan boleh atau
tidak? Lalu apakah tidak ada kemungkinan bahwa anak justru
dapat juga meniru adegan kekerasan atau kata-kata kasar yang ada
dalam film-film tersebut karena mereka melihat bahwa orangtua
membiarkan mereka menonton film tersebut dengan bebas?
Apa yang Sebaiknya Dilakukan Orangtua?
Mengingat bahwa sangatlah sulit (bahkan tidak mungkin)
bagi orangtua untuk menjauhkan anak dari televisi, maka ada
166
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
5.
6.
bisa jadi akan tantrum agar mendapatkan keinginannya dan
persetujuan dari kedua orangtua.
Anak merasa lelah, lapar, atau dalam keadaan sakit.
Rasa lelah dan badan yang tidak nyaman dapat menjadi
pemicu terjadinya tantrumm, misalnya ketika anak harus
menempuh perjalanan jauh, terlibat dalam kerumunan orang
banyak, seperti di cara resepsi atau pertemuan keluarga, menunggu atrian periksa dokter.
Anak sedang stres (akibat tugas sekolah, dll)
Pada saat jiwa anak tertekan karena suatu masalah, seperti
banyak tugas sekolah, mendapat tekanan dari teman sepermainan atau tekanan dari guru dapat menyebabkan tantrum,
karena umumnya anak kesulitan mengungkap kepada orang
tua tentang apa yang sedang dirasakan.
Penanganan
Banyak ahli perkembangan anak menilai bahwa tantrum
adalah suatu perilaku yang masih tergolong normal yang merupakan bagian dari proses perkembangan, suatu periode dalam perkembangan fisik, kognitif dan emosi anak. Sebagai bagian dari
proses perkembangan, episode tantrum pasti berakhir. Beberapa
hal positif yang bisa dilihat dari perilaku tantrum adalah bahwa
dengan tantrum anak ingin menunjukkan independensinya,
mengekpresikan individualitasnya, mengemukakan pendapatnya,
mengeluarkan rasa marah dan frustrasi dan membuat orang
dewasa mengerti kalau mereka bingung, lelah atau sakit. Namun
demikian bukan berarti bahwa tantrum sebaiknya harus dipuji
dan disemangati (encourage). Jika orangtua membiarkan tantrum berkuasa (dengan memperbolehkan anak mendapatkan
yang diinginkannya setelah ia tantrum) atau bereaksi dengan
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
159
hukuman-hukuman yang keras dan paksaan-paksaan, maka
berarti orangtua sudah menyemangati dan memberi contoh pada
anak untuk bertindak kasar dan agresif (padahal sebenarnya tentu
orangtua tidak setuju dan tidak menginginkan hal tersebut).
Dengan bertindak keliru dalam menyikapi tantrum, orangtua juga
menjadi kehilangan satu kesempatan baik untuk mengajarkan
anak tentang bagaimana caranya bereaksi terhadap emosi-emosi
yang normal (marah, frustrasi, takut, jengkel) secara wajar dan
bagaimana bertindak dengan cara yang tepat sehingga tidak
menyakiti diri sendiri dan orang lain ketika sedang merasakan
emosi tersebut.
Pencegahan
Langkah pertama untuk mencegah terjadinya tantrum adalah
dengan mengenali kebiasaan-kebiasaan anak, dan mengetahui
secara pasti pada kondisi-kondisi seperti apa muncul tantrum
pada si anak. Misalnya, kalau orangtua tahu bahwa anaknya merupakan anak yang aktif bergerak dan gampang stres jika terlalu
lama diam dalam mobil di perjalanan yang cukup panjang, supaya
tidak tantrum, orangtua perlu mengatur agar selama perjalanan
diusahakan sering-sering beristirahat di jalan, untuk memberikan
waktu bagi anak berlari-lari di luar mobil. Untuk menghindari
kebosanan yang dapat memicu tantrum, orang tua bisa membawa
mainan kesukaan anak, atau memberikan aktivitas lain yang bisa
dilakukan anak seperti menggambar, meronce dan aktivitas lain
yang disukai anak.
Tantrum juga dapat dipicu karena stres akibat tugas-tugas
sekolah yang harus dikerjakan anak. Dalam hal ini mendampingi
anak pada saat ia mengerjakan tugas-tugas dari sekolah dan
mengajarkan hal-hal yang dianggap sulit, akan membantu me 160
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
terpengaruh banyaknya adegan kekerasan di televisi. Namun
demikian harus diakui bahwa kebutuhan untuk mendapatkan
hiburan, pengetahuan dan informasi secara mudah melalui
televisi juga tidak dapat dihindarkan. Televisi, selain selalu
tersedia dan amat mudah diakses, juga menyuguhkan banyak
sekali pilihan, ada sederet acara dari tiap stasiun televisi, tinggal
bagaimana pemirsa memilih acara yang dibutuhkan, disukai dan
sesuai dengan selera. Sehingga walaupun semua orang mungkin
sudah tahu akan dampak negatif yang bisa ditimbulkannya,
keberadaan televisi tetap saja dipertahankan.
Kecemasan orangtua terhadap dampak menonton televisi
bagi anak-anak memang sangat beralasan, mengingat bahwa
banyak penelitian menunjukkan televisi memang memiliki
banyak pengaruh baik negatif maupun positif. Misalnya penelitian
yang dilakukan Liebert dan Baron, menunjukkan hasil: anak yang
menonton program televisi yang menampilkan adegan kekerasan
memiliki keinginan lebih untuk berbuat kekerasan terhadap anak
lain, dibandingkan dengan anak yang menonton program netral
(tidak mengandung unsur kekerasan).
Dalam benak banyak orang dewasa, film-film kartun dan
film-film robot dianggap merupakan film anak-anak dan cocok
dikonsumsi oleh mereka karena format penyajiannya disesuaikan
dengan perkembangan anak-anak. Benarkah demikian? Jawabnya
tidak semua film-film tersebut cocok dikonsumsi anak-anak. Contohnya Bart Simpson dan Crayon Sinchan yang cukup populer
di Indonesia, sebenarnya tidak cocok untuk anak-anak, karena
bercerita dalam bahasa yang kasar dan tingkah laku urakan.
Tetapi diawal kemunculannya, orangtua membiarkan kedua film
tersebut ditonton oleh anak-anak karena format penyajian dan
jam tayangnya yang pas dengan waktu anak menonton televisi.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
165
anak sedang gembira, tidak merasa frustrasi, lelah dan lapar
merupakan saat yang ideal.
7.
Kecanduan Televisi
Kadang-kadang orang atua marah karena anak menirukan
adegan di televisi, tetapi seringkali juga memuji dan bangga
kalau anak hafal dengan cerita-cerita atau iklan-iklan yang ada
di televisi. Kalau dilihat sepintas sepertinya ada standard ganda
di sini, walaupun sebenarnya tidak. Sebagai orangtua kita sudah
tahu dengan pasti mana yang pantas dan mana yang tidak, mana
yang baik dan mana yang buruk, sehingga kita bisa menetapkan
mana program yang boleh ditonton dan ditiru dan mana yang
tidak. Orangtua juga tahu kapan menonton televisi, kapan waktu
belajar. Tetapi apakah anak sudah tahu dengan pasti mengenai
hal baik dan buruk tersebut, apakah anak sudah mengetahui program televisi mana saja yang diperbolehkan untuk ditonton dan
apakah anak sudah menyadari benar-benar mengenai pembagian
waktu? Anak mungkin bingung dan tidak mengerti, ditambah lagi
kalau standard yang ditetapkan oleh orangtua berbeda dengan
yang ditetapkan oleh pengasuh (termasuk dalam pengasuh
adalah suster, kakek-nenek dan om-tante yang ikut serta dalam
pengasuhan sehari-hari).
Meniru Adegan Kekerasan
Televisi, keberadaanya sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari, seringkali menimbulkan kecemasan bagi
orangtua yang anaknya masih kecil. Cemas kalau anak jadi malas
belajar karena kebanyakan nonton televisi, cemas kalau anak
meniru kata-kata dan adegan-adegan tertentu, cemas mata anak
jadi rusak (minus), dan cemas anak menjadi lebih agresif karena
164
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
ngurangi stres pada anak karena beban sekolah tersebut. Mendampingi anak bahkan tidak terbatas pada tugas-tugas sekolah,
tapi juga pada permainan-permainan, sebaiknya anak pun
didampingi orangtua, sehingga ketika ia mengalami kesulitan
orangtua dapat membantu dengan memberikan petunjuk.
Langkah kedua dalam mencegah tantrum adalah dengan
melihat bagaimana cara orangtua mengasuh anaknya. Apakah
anak terlalu dimanjakan? Apakah orangtua bertindak terlalu
melindungi (over protective), dan terlalu suka melarang? Apakah orangtua menunjukkan konsistensi dalam perkataan dan
perbuatan? Hal terakhr inilah yang seharusnya dilakukan orang tua.
Jika guru/orang tua merasa terlalu memanjakan anak, terlalu
melindungi dan seringkali melarang anak untuk melakukan aktivitas yang sebenarnya sangat dibutuhkan anak, kemungkinan
besar anak akan mudah tantrum jika kemauannya tidak dituruti.
Konsistensi dan kesamaan persepsi dalam mengasuh anak juga
sangat berperan. Jika ada ketidaksepakatan, orangtua sebaiknya
jangan berdebat dan beragumentasi satu sama lain di depan anak,
agar tidak menimbulkan kebingungan dan rasa tidak aman pada
anak. Orangtua hendaknya menjaga agar anak selalu melihat
bahwa orangtuanya selalu sepakat dan rukun.
Menyikapi Tantrum
Jika tantrum tidak bisa dicegah dan tetap terjadi, maka
beberapa tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua
adalah:
Memastikan segalanya aman. Jika tantrum terjadi di muka
umum, pindahkan anak ke tempat yang aman untuknya melampiaskan emosi. Selama tantrum (di rumah maupun di luar
rumah), jauhkan anak dari benda-benda, baik benda-benda yang
membahayakan dirinya, membahayakan orang lain atau memDra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
161
bahyakan benda-benda yang ada di sekitarnya. Jauhkan anak
dari teman-temannya jika dirasa tantrumnya dapat mengancam
teman-temannya.
Orangtua harus tetap tenang, berusaha menjaga emosinya
sendiri agar tetap tenang. Mencaja emosi agar tetap tenang
menjadi syarat dalam menghadaapi amarah anak. Jangan sampai
memukul dan berteriak-teriak marah pada anak. Cara ini tidak
akan menyelesaikan masalah, tidak akan membuat tantrum anak
mereda, bahkan bisa membuat anak makin benci orang tua.
Jangan membalas amukan anak dengan kemarahan.
Tidak mengacuhkan tantrum anak (ignore). Selama tantrum berlangsung, sebaiknya tidak membujuk-bujuk, tidak
menjanjikan sesuatu agar tantrumnya hilang, tidak berargumen,
tidak memberikan nasihat-nasihat moral agar anak menghentikan
tantrumnya, karena anak tidak akan menanggapi/mendengarkan.
Usaha menghentikan tantrum seperti itu malah biasanya seperti
menyiram bensin dalam api, anak akan semakin lama tantrumnya dan meningkat intensitasnya. Yang terbaik adalah membiarkannya. tantrum justru lebih cepat berakhir jika orangtua tidak
berusaha menghentikannnya dengan bujuk rayu atau paksaan.
Jika perilaku tantrum dari menit ke menit malahan bertambah buruk dan tidak selesai-selesai, selama anak tidak
memukul-mukul, peluk anak dengan rasa cinta. Tapi jika rasanya tidak bisa memeluk anak dengan cinta, bila hal ini susah
dilakukan, cukup duduk atau berdiri berada dekat dengannya.
Selama melakukan hal inipun tidak perlu sambil menasihati atau
complaint (dengan berkata: "jadi anak tu jangan nakal, kalau
gini khan ibu yang repot"; atau "kamu kan sudah besar, jangan
seperti anak kecil lagi dong"), lebih baik katakan: ayah /ibu sayang
kamu", "ibu akan di sini sampai kamu selesai". Tujuan moment ini
162
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
adalah membuat anak merasa aman dan tahu bahwa orangtuanya
ada dan tidak menolak (abandon) dia. Berikan penguat ketika
anak menunjukkan perilakuyang baik (tidak tantrum).
Setelah Tantrum Berlalu
Saat tantrum anak sudah berhenti, seberapapun parahnya
ledakan emosi yang telah terjadi tersebut, janganlah diikuti
dengan hukuman, nasihat-nasihat, teguran, maupun sindiran.
Juga jangan diberikan hadiah apapun, dan anak tetap tidak boleh
mendapatkan apa yang diinginkan (jika tantrum terjadi karena
menginginkan sesuatu). Dengan tetap tidak memberikan apa
yang diinginkan si anak, orangtua akan terlihat konsisten dan
anak akan belajar bahwa ia tidak bisa memanipulasi orangtuanya.
Berikanlah rasa cinta dan rasa aman kepada anak. Ajak
anak, membaca buku atau bermain bersama. Tunjukkan kepada
anak, sekalipun ia telah berbuat salah, sebagai orangtua/guru
tetap mengasihinya. Setelah tantrum berakhir, orangtua/guru
perlu mengevaluasi mengapa sampai terjadi tantrum. Apakah
benar-benar anak yang berbuat salah atau orangtua yang salah
merespon perbuatan/keinginan anak? Atau karena anak merasa
lelah, frustrasi, lapar, atau sakit? Berpikir ulang ini perlu, agar
orangtua bisa mencegah tantrum berikutnya.
Jika anak yang dianggap salah, orangtua perlu berpikir
untuk mengajarkan kepada anak nilai-nilai atau cara-cara
baru agar anak tidak mengulangi kesalahannya. Kalau memang
ingin mengajar dan memberi nasihat, jangan dilakukan setelah
tantrum berakhir, tapi lakukanlah ketika keadaan sedang tenang
dan nyaman bagi orangtua dan anak. Waktu yang tenang dan
nyaman adalah ketika tantrum belum dimulai, bahkan ketika
tidak ada tanda-tanda akan terjadi tantrum. Saat orangtua dan
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
163
orang tua atau orang dewasa lain. Dengan kata lain, anak bersikap tidak menurut, susah diatur, memberontak dan perilaku
menentang lainnya karena anak merasa tidak aman, karena
anak merasa dipojokkan atau merasa terancam keberadaannya
sebagai diri sendiri.
Selama ini banyak orang tua yang mengeluhkan anaknya
bandel, nakal, susah diatur, malas, penakut, cengeng, jorok,
pemalu dan berbagai perilaku lain yang tidak dikehendaki. Pertanyaan mendasar yang perlu dicermati adalah apakah ketika
lahir anak sudah menunjukkan perilaku seperti itu?.
Hadist nabi menyatakan bahwa anak lahir dalam keadaan
fitrah, penganut faham empirisme seperti JB Watson juga memandang anak adalah produk lingkungan. Lingkungan mempunyai peran besar terhadap terbentuknya perilaku anak. Bayi
lahir dalam keadaan polos, penuh daya tarik dan menggemaskan.
Anak tidak lahir tidak dalam keadaan bandel, anak lahir tidak
membangkang, tidak susah diatur, tidak pemalu, tdak penakut,
tidak cengeng, tidak takut dokter, tidak takut ular, tidak takut
hantu. Mengapa berbagai perilaku itu kemudian muncul.
Lingkungan, orang tua dan guru adalah orang pertama
yang membuat anak demikian, yang membuat anak merasa
tidak aman dan terancam. Orang tua dan guru pulalah orang
pertama yang bisa membuat anak merasa aman dan bebas dari
tekanan serta yang mampu membuat anak mengaktualisasikan
dirinya. Orang tua dan guru mengambil peran sentral terhadap
pembentukan perilaku anak. Seperti halnya teori tabularasa
mengatakan bahwa anak lahir seperti kertas putih, lingkungan
pendidikanlah yang akan meneteskan tinta hingga terbentuk
tulisan dengan tinta emas yang enak dibaca atau tercetak tulisan
dengan tinta yang berceceran hingga orang enggan membacanya.
186
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
171
Sekali lagi tergantung lingkungan (orang tua dan guru). Tokoh
behavioris JB. Watson, pernah sesumbar : “ Berikan saya seribu
bayi, maka saya akan menjadikan mereka seperti apa yang Anda
mau”(Bufford, 1981).
Belajar dari semua itu, betapa besar andil orang tua/guru
terhadap pembentukan perilaku anak yang nampak saat ini.
Anak nakal, bandel, malas belajar, berkata kasar, memberontak,
bukan anak yang harus dipojokkan, itu bukan merupakan
kesalahannya. Anak adalah korban dari perlakuan orang lain
khususnya guru dan orang tua. Anak merupakan korban dari
ego orang tua, yang banyak menuntut, yang mengharapkan
anaknya jadi juara, yang mengharapkan anaknya serba bisa,
namun tidak pernah memahami perasaan anak yang sebenarnya,
tidak pernah mendengar keinginan-keinginannya. Orang tua
sering memaksakan kehendak dengan senjata pemungkasnya
“ Pokoknya ……….. “ (pokoknya kamu harus ikut, pokoknya
harus sekolah, pokoknya harus les, pokoknya…. pokoknya lain.
salut. Berbagai peristiwa walau kecil atau sepele namun
bila membanggakan bagi anak, akan menjadi suplemen
tumbuhnya rasa percaya diri pada anak.
Menyikapi Kenakalan Anak
a. Menunjukkan kasih sayang
Kemarahan, perkataan emosional atau memaksa anak
melakukan perbuatan tertentu merupakan jurus yang sering
dilakukan orang tua mengatasi anak nakal. Cara itu justru
makin membuat anak tidak menurut, anak makin nakal
dan bandel. Konflik antara orang tua dan anak makin
sering terjadi, akhirnya jurang pemisah antara anak dengan
tua makin dalam. Dalam kondisi demikian, timbul persepsi
dalam diri anak, orang tua bukan lagi idola baginya, bukan
lagi teladan perlu diikuti perkataan dan perbuatannya.
Ketika orang tua bukan lagi teman nyaman bagi anak,
172
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
185
Barangkali juga anak merasa malu untuk bergaul didepan
banyak orang, kurang PD atau minder. Dalam keadaan
demikian, anak merasa tidak percaya akan mempuannya,
anak merasa kawatir akan kegagalan yang bakal dihadapinya.
Ketika anak mengalami hal semacam ini, ada cara yang tepat
dilakukan orang tua ataupun guru, yaitu gali kelebihan dan
kekuatan yang dimiliki anak, atau prestasi yang pernah
dicapai walau itu di masa lampau, walau prestasai itu sangat
kecil. Tunjukkan hal tersebut hingga anak memahami
kekuatannya. Sambil menunjukkan kelebihan dan kekuatan
yang dimiliki, saat itu juga tumbuhkan keyakinan dirinya
bahwa anak mampu dan bisa, bahwa tidak akan terjadi
hal buruk padanya. Bisa juga dengan mengatakan bahwa
banyak orang mengalami hal yang sama (cemas, kawatir)
termasuk orang-orang yang jadi juara-termasuk orang-orang
terkenal. Kekawatiran merupakan hal yang wajar tetapi
jangan sampai menghambat untuk melakukan sesuatu.
Kuatkan keyakinan anak dengan mengatakan bahwa orang
tua selalu berada dipihak anak apapun yang terjadi, walau
anak gagal sekalipun.
Kelebihan, prestasi, dan kekuatan tidak harus yang
luar biasa, seperti juara satu lomba catur, juara satu lomba
karya ilmiah, karena momen seperti ini tidak selalu dialami
anak. Cukup peristiwa ringan yang membuat anak bangga
akan dirinya, seperti pernah dilibatkan sebagai kelompok
paduan suara, pernah menemani guru membaca tilawah
hingga peristiwa ringan seperti saat guru memuji karena pekerjaannya selesai paling cepat, ketika teman-teman kagum
karena gambarnya paling unik, atau saat dia berhasil melerai
perkelaian dan teman mengerumuninya sebagai tanda
184
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
maka kahancuran hidup anak sudah diujung tanduk. Kita
semua perlu maklum, bahwa anak adalah pribadi yang
mempunyai kebutuhan dan keinginan sendiri, mempunyai
teman dan lingkungan tidak hanya dalam keluarga. Bisa saja
anak mempunyai masalah dengan teman atau guru di sekolah
hingga di rumah merasa suntuk, tiba-tiba uringan tidak jelas
penyebabnya. Anak juga bisa galau dan tertekan dengan
tugas sekolah atau tata tertib, kedisiplinan yang terapkan
sekolah. Masa transisi yang dialami akan membuat anak
merasa gelisah, galau, bingung, ‘betek’ bahasa gaulnya, serta
cemas, tidak tahu mengapa dan apa yang harus dilakukan.
Gejala tersebut bisa memicu timbulnya perilaku nakal
seperti : marah, uringan-uringan, serba salah, dan mudah
tersinggung.
Kasih sayang dan kehangatan merupakan terapi
terbaik bagi anak nakal bukan celaan, ancaman, hukuman
dan sejenisnya. Bila cara demikian tidak berhasil, maka
orang tua perlu mengalihkan perhatiannya pada yang lain.
Jangan fokuskan pada tingkah laku anak, jangan perhatikan
kenakalannya tetapi pujilah setiap perbuatan baik yang
dilakukannya.
b.
Mendorong anak melakukan banyak aktivitas
Makin banyak aktivitas yang dilakukan anak, makin
mendukung terbentuknya konsep diri positif pada anak.
Banyaknya aktivitas yang dilakukan membuka kesempatan
anak untuk mencoba,mengalami dan melakukan. Tidak
hanya itu, makin banyak gerakan yang dilakukan seperti
olah raga akan merangsang pertumbuhan otak, sehingga
anak menjadi makin cerdas (Rakhmat, 2007). Dengan
cara ini anak akan mempunyai banyak pengalaman baik
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
173
pengamalan yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Setiap pengalaman menjadi momen yang
berarti bagi perkembangan anak. Banyaknya aktivitas yang
diikuti anak memberikan peluang terbentuknya rasa percaya
diri, dan rasa percaya diri merupakan modal terbentuknya
konsep diri positif. Tugas orang tua adalah menciptakan
banyak aktivitas yang bisa dilakukan anak serta mendorong
anak untuk melakukannya. Orang tua bisa mendorong
anak untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah,
atau les untuk pengembangan bakat (musik/vocal, bahasa
Inggris, tenis, kaligrafi) sesuai minat anak. Orang tua bisa
mengajak anak olah raga bersama, naik sepeda, berkebun,
membuat kerajinan tertentu, atau melibatkan anak dalam
pekerjaan rumah tangga (membetulkan pintu, mencuci
motor/mobil, menanam pohon, membuat kaligrafi, membuat
pigura, merapikan rumah). Ketika pekerjaan selesai dan bisa
dinikmati, akan timbul rasa bangga terhadap apa yang telah
dikerjakan. Kebanggaan terhadap diri merupakan modal
terbentuknya konsep diri positif.
c.
174
Menghukum tanpa emosi
Kemarahan, perkataan emosional atau memaksa anak
melakukan perbuatan tertentu merupakan jurus yang sering
dilakukan orang tua mengatasi anak nakal. Demkian juga bila
anak tidak menuruti perintah orang tua, melanggar aturan,
tidak disiplin dan sebagainya, umumnya hukuman digunakan
sebagai senjata pemungkas. Apakah dengan cara ini anak
menjadi baik, penurut dan idak mengulang perbuatannya.
Belum tentu. Hukuman yang tidak disampaikan dengan
cara bijak akan menimbulkan kebencian anak kepada orang
tua bahkan menghancurkan harga diri anak. Cara itu justru
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Berpikir realistis sesuai kondisi anak serta menerima
anak apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya
membuat anak nyaman melakukan apa saja. Ketika anak
nyaman beraktifitas, akan mendorongnya untuk berani mencoba walau pernah gagal. Bila ini terwujud, kegagalan bisa
dirasakan sebagai cambuk bukan merupakan sesuatu yang
harus ditakuti.
i.
Hargai sekecil apapun usahanya
Menunjukkan penghargaan terhadap usaha anak walau
kecil akan mendorong anak menerima diridan percaya akan
kemampuannya. Setiap usaha yang dilakukan anak merupakan bentuk perjuangan, merupakan ekspresi dari segala
kemampuan yang dimiliki, karenanya tidak tepat orang tua
mengecilkan arti dari perjuangan anak. Sekecil apapun yang
dilakukan, bagi anak itu merupakan kerja keras, merupakan
usaha serta bentuk kesungguhan untuk mempertahankan
diri, usaha untuk mengembangkan dan menguji kemampuan
yang dimiliki. Bila ketika anak menguji kemampuannya
tersebut mendapat respo negatif, mendapat celaan dan
ejekan, maka anak menilai hasil jerih payah dan usahanya
secara negatif, anak merasa tidak mampu melakukan,
sebaliknya, bila anak ketika anak menguji kemampuannya
mendapatkan penilaian yang positif, maka anak akan makin
banyak mencoba hal baru, melakukan dan selalu menguji
kemampuannya.
j.
Tunjukkan kelebihan dan kekuatannya
Ada saat anak-anak tidak mempunyai rasa percaya diri
untuk malakukan sesuatu (mengikuti lomba, mengikuti
ujian, tampil di depan umum, mencari teman baru), anak
juga bisa dihinggapi rasa semas, takut akan kegagalan.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
183
tidak menurut orang tua, walau anak lupa tidak gogok gigi,
lupa tidak sholat. Artinya jangan orang tua pelit untuk mengucapkan kata-kata tersebut (kamu pintar, kamu hebat)
pada anak. Menyikapi anak yang lupa menggosok gigi, orang
tua tidak perlu mengatakan ” dasar anak malas, disuruh
gosok gigi tidak mau”. Orang tua bisa menggatinya dengan :
” Anak ibu yang rajin...hari ini belum gosok khan ”. Demikian
juga ketika anak lupa sholat, anak tetap mempunyai hak
untuk mendapat julukan sebagai anak sholeh. Orang tua
bisa mengatakan: ” Anak sholeh...ayo sholat dulu... sudah
ditunggu malaikat lho...”
h.
182
Realistis- tidak menuntut terlalu tinggi
Menuntut terlalu tinggi membuat anak merasa terbebani,
bila tidak terwujud anak bisa merasa tidak berguna dan tidak
mempunyai harga diri. Kalimat ”kamu harus menang, kamu
harus juara, kamu harus sukses seperti ibu/bapak, kamu
harus ini..... kamu harus itu.... merupakan tuntutan yang
berlebihan yang belum tentu sepadan dengan kemampuan
anak. Menanamkan cita-cita setinggi langit itu ada baiknya,
tetapi bukan dengan membebani anak hingga anak berjuang
di luar batas kemampuan. Tuntutan orang tua berlebihan
menimbulkan kecemasan untuk gagal, karena bila gagal
tentu akan mengecewakan orang tua. Kecemasan dalam melaksanakan pekerjaan tidak akan mendukung keberhasilan
pekerjaan tersebut (Le Fanu, 2006). Kecemasan ketika
ujian membuat anak kehilangan konsentrasi, kecemasan
mengikuti lomba, bisa membuat anak grogi , kecemasan
saat berpidato bisa membuat pengucapan anak gemetar.
Akhirnya semua harapan bisa terpuruk hanya karena orang
tua menuntut terlalu tinggi.
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
makin membuat anak tidak menurut, anak makin nakal
dan bandel. Konflik antara orang tua dan anak yang makin
sering terjadi, membuat jurang pemisah antara anak dengan
tua makin dalam. Dalam kondisi demikian, timbul persepsi
dalam diri anak, orang tua bukan lagi idola baginya, bukan
lagi teladan yang perlu diikuti perkataan dan perbuatannya.
Bahkan anak bisa mengatakan ayah/ibu tidak lagi sayang
padanya.
Uraian diatas bukan berarti mengarahkan orang tua agar
tidak menghukum anaknya yang nakal-tidak disiplin-tidak
taat-melanggar kesepakatan bersama. Perilaku menentang
atau melanggar kesepakatan bersama sudah sebaiknya diberi
hukuman untuk menegakkan kedisiplinan, namun kini
saatnya orang tua beralih pada metode menghukum yang
manusiawi. Jaman dulu, orang tua termasuk guru masih
banyak yang menerapkan hukuman fisik, saat inipun tak
jarang guru menghukum muridnya dengan lari lapangan
lima kali, push-up, dan membersihkan kamar mandi. Itu merupakan hukuman fisik yang seharusnya dihindarkan. Ketika
menghukum umumnya diiringi dengan barbagai cacian yang
menyudutkan anak sebagai luapan kekesalan karena anak
tidak menurut. Pendek kata, emosi orang tua meledak-ledak
bersamaan dengan jatuhnya hukuman untuk anak. Sekali
lagi cara ini tidak efektif untuk menekan perilaku negatif.
Cacian dan perkataan yang menjelek-jelekkan anak hanya
akan menghancurkan harga diri anak, hanya akan membuat
anak makin tidak berdaya, sementara perilaku anak
belum tentu berubah. Kini saatnya memberikan hukuman
dengan penuh cinta dan tanpa emosi. Bahkan orang tua
bisa memusyawarahkan bentuk hukuman apa yang diDra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
175
inginkan anak. Sebelumnya tentu orang tua bersama anak
membicarakan perbuatan apa saja yang dikatakan melanggar
hingga perlu dihukum, kemudian tentukan bentuk hukuman
yang tepat yang dirasakan anak sebagai sesuatu yang tidak
menyenangkan. Sampaikan dengan cara yang sesuai dengan
tingkat usia anak. Bila anak masih bingung menentukan
bentuk hukuman, orang tua bisa memberikan alternatif,
misalnya, bila anak tidak sholat sebanyak lima kali sehari,
maka hukumannya tidak nonton film kartun atau uang
jajannya dikurangi.
d.
176
Mengkritik dengan santun
Anak melakukan kesalahan itu hal yang wajar, sebagaimana kita orang tua juga pernah melakukan kesalahan.
Anak mengerjakan sesuatu kurang baik, kurang sempurna
itu juga wajar karena anak sedang pada proses belajar. Yang
tidak wajar adalah sikap orang tua yang menyalahkan atau
mencemooh hasil dari apa yang telah dikerjakan anak. Cara
menyikapi pekerjaan anak yang tidak sempurna dan cara
menyikapi kesalahan yang dilakukan anak, merupakan titik
sentral terbentuknya harga diri anak. Memberi tahu anak
tentang kesalahannya, menunjukkan kepada anak tentang
hasil yang baik dan yang tidak, merupakan kewajiban orang
tua, tetapi memberikan kritikan yang tajam dan pedas akan
sangat menyakitkan dan menghacurkan kepercayaan pada
dirinya. Anak yang terlalu sering dikritik, dicela, dicemooh,
karena hal-hal yang dilakukan belum benar-belum baik, atau
dibanding-bandingkan dengan anak lain, secara perlahan
anak mengatakan pada diri sendiri bahwa dia tidak bisa,
tidak mampu, bahkan tidak berguna. Anak bisa menjadi
diri yang tidak berharga. Bila hal ini terus-menerus terjadi
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
kurang berkualitas. Bukan jawaban yang diharapkan anak,
melainkan perhatian dari orang tua. Orang tua jangan sampai
sekedar ’mendengar’ apa yang dikatakan anak namun harus
’mendengarkan’, bahkan orang tua harus mampu menjadi
pendengar yang setia agar tumbuh harga diri anak.
g.
Ubah pandangan ketika anak melakukan kesalahan
Hukum umum yang terjadi, pada saat kita berada dalam
posisi sebagai observer, akan menilai subjek atau pelaku
secara negatif, namun ketika seseorang dalam posisi sebagai
subjek atau pelaku, akan menempatkan observe secara
negatif (Walgito, 1987). Pada saat orang tua melihat anaknya
memecahkan gelas, anak yang disalahkan, namun ketika
orang tua memecahkan gelas, anak juga yang disalahkan
karena meletakkan gelasnya tidak benar. Anak memang
adakalanya dijadikan sebagai sumber kesalahan, anak akan
menjadi korban selamanya dari sikap orang tua.
Saatnya orang tua merubah sikap dan pandangan terhadap kesalahan yang dilakukan anak. Manusia tidak bisa
lepas dari kesalahan, demikian juga dengan anak yang berada
dalam proses belajar untuk menjadi diri sendiri (Monk,
1992). Proses pendidikan dan proses belajar berlangsung
secara terus menerus, selama itu pula akan terjadi perbaikan
dari proses belajar satu ke proses belajar berikutnya.
Menyikapi kegagalan dan kesalahan dengan bijak merupakan
upaya jitu mengembangkan konsep diri positif pada anak.
Vonis negatif terhadap anak seperti” kamu bodoh, kamu
nakal, kamu malas” harus ditinggalkan
Anak tetap mempunyai hak untuk menyandang predikat sebagi ”anak baik”, anak pintar”, ”anak sholeh” atau
”anak hebat”, walau anak melakukan kesalahan, walau anak
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
181
Bila orang tua bukan lagi teman yang nyaman bagi
anak, maka kehancuran hidup anak sudah diujung tanduk.
Kita semua perlu maklum, bahwa anak adalah pribadi yang
mempunyai kebutuhan dan keinginan sendiri, mempunyai
teman dan lingkungan tidak hanya dalam keluarga. Bisa saja
anak mempunyai masalah dengan teman atau guru di sekolah
hingga di rumah merasa suntuk, tiba-tiba uringan tidak jelas
penyebabnya. Anak juga bisa galau dan tertekan dengan
tugas sekolah atau tata tertib, kedisiplinan yang diterapkan
sekolah. Masa transisi yang dialami akan membuat anak
merasa gelisah, galau, bingung, ‘betek’ bahasa gaulnya, serta
cemas, tidak tahu mengapa dan apa yang harus dilakukan.
Gejala tersebut bisa memicu timbulnya perilaku nakal
seperti: marah, uring-uringan, serba salah, dan mudah
tersinggung.
Kasih sayang dan kehangatan merupakan terapi
terbaik bagi anak. Membangun komunikasi yang efektif dan
berkualitas sangat penting agar orang tua bisa meingkatkan
perannya sebagai tempat kembali bagi anak yang sedang
gundah dan tempat meluapkan kegembiraan akan kemampuannya. Banyak orang tua merasa telah melakukan
komunikasi dengan anak, barangkali ini benar, tetapi belum
tentu merupakan komunikasi yang efektif dan berkualitas.
Komunikasi yang efektif bukan diukur dari banyaknya waktu
yang digunakan orang tua bersama anak, namun kualitas
dari komunikasi itu sendiri. Menjawab sambil lalu, atau
memberikan komentar apa adanya, tanpa menunjukkan
perhatian, tanpa memandang anak, bahkan sambil tetap
melakukan aktivitas semula (seperti membaca koran,
memasak, seterika) merupakan ciri komunikasaai yang
180
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
pada anak, bisa dipastikan konsep diri yang negatiflah yang
akan terbentuk (Lauren & Barbara, 2003).
Mengatakan pekerjaannya belum tepat akan lebih baik
dari pada berkata pekerjaan anak jelek, mengatakan bagus
tetapi perlu disempurnakan, bagus tetapi perlu diganti
warna, atau ditambahkan sesuatu, juga lebih baik dari pada
mengatakan norak, nilainya nanti pasti 5, kamu bodoh gitu
saja tidak bisa. Orang tua adakalanya tidak menyadari bahwa
ucapannya telah melukai anak, walau itu merupakan ucapan
kecil. Ada baiknya orang tua tetap membesarkan hati anak,
l apapun hasil yang telah diraih. Dengan cara ini anak akan
merasa nyaman dengan apa yang telah dilakukan.
e.
Memusatkan pada perilaku bukan pelaku
Anak merupakan pribadi yang sedang tumbuh dan berkembang, karenanya akan selalu mencoba melakukan hal
baru (Gunarsa, 1995). Sebagai pribadi yang sedang belajar,
sangat mungkin melakukan perilaku yang menurut orang
tua tidak benar (walau sebenarnya anak tidak bermaksud
demikian). Misalnya, ketika anak loncat-loncat di atas sofa,
mungkin orang tua akan mengatakan anak nakal, sofa bagusbagus kok diinjak-injak, bisa rusak. Bagi anak, sama sekali
tidak bermaksud mau merusakkan sofa, anak sedang menguji
kemampuannya, atau barangkali anak merasa sedang olah
raga. Demikian juga ketika anak bermain dengan perabot
ibunya hingga rumah menjadi berantakan, anak sama
sekali tidak merasa sedang membuat kotor rumah, tidak
merasa nakal atau merepotkan ibu. Walau ibu bisa merasa
kesal pulang kerja rumah berantakan, perabot dapur kotor
semua, apalagi tidak ada pembantu. Emosi-marah biasanya
muncul tanpa bisa dikontrol. Kata-kata ” anak nakal, bodoh,
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
177
rumah dibuat berantakan ” bisa meluncur dengan entengnya
dari mulut ibu. Cara ini sangat tidak tepat karena anak
pada dasarnya tidak sedang melakukan kenakalan, anak
kadang menjawab ”aku tidak nakal-aku mau membantu
membersihkan, mengatur dapur”.
Bila orang tua akan memberitahu anak bahwa yang
dilakukan tidak benar, lebih baik pusatkan pada perilakunya
bukan pada pelakunya (Paul, 2008). Mengarahkan pada
pelaku perbuatan akan menyinggung anak sebagai pribadi.
Pusatkan saja pada apa yang dilakukan atau perilakunya.
Cara ini lebih objektif, mudah dilihat dan diterima. Pada
kasus diatas, orang tua bisa mengatakan :”Jangan loncatloncat di sofa ya..sofanya bisa rusak” dari pada mengatakan
nakal-tidak bisa diam. Memberikan komentar dengan
memusatkan pada pribadi anak bisa melukai perasaan,
menghacurkan harga diri, pada akhirnya membentuk konsep
diri negatif.
Hal yang sama bisa terjadi pada anak yang lebih besar,
usia SD/SMP. Banyak perilaku menantang yang dilakukan
hanya untuk menguji kemampuannya. Sekali lagi anak
berada dalam proses bertumbuh dan berkembang, anak
merada pada fase belajar, tanpa mencoba sesuatu yang
baru, proses belajar tidak akan pernah terjadi. Makin
banyak mencoba-makin banyak pengalaman yang didapat.
Ketika mencoba hal baru inilah yang adakalanya membuat
cemas orang tua karena sebelumnya anak belum pernah
melakukannya.
f.
178
Bangun komunikasi yang efeketif
Bagi anak, orang tua adalah segalanya. Tempat mengadu, tempat berlindung, tempat berkeluh kesah, tempat
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
mencurahkan berbagai perasaan yang dialami termasuk
tempat meluapkan emosi ketika dia marah dengan orang lain
(Paul, 2008). Anak mengharapkan orang tua bisa berperan
sebagai tempat kembali ketika sedang gundah. Adakalanya
anak pulang sekolah marah tanpa sebab yang jelas, hal itu
sangat mungkin terjadi dan perlu dipahami karena banyak
kejadian di sekolah yang bisa menggangu emosinya, yang
telah membuatnya kecewa atau marah.
Tidak hanya itu, orang tua juga tempat meluapkan
kegembiraan dan kebanggaan tentang apa yang telah dikerjakan, merupakan tempat unjuk kemampuan bagi anak,
tempat memamerkan segala kemampuannya. Ketika anak
dipuji guru, ketika anak juara lari di kelas, ketika diminta
maju ke depan dan mendapat sambutan hangat dari temanteman, ketika berhasil menggambar dengan bagus, ketika
anak ditunjuk membaca ditilawah pada acara sekolah, semua
itu merupakan kebanggaan bagi anak yang perlu direspon
positif. .
Walau begitu, masih banyak sikap orang tua yang
kurang mendukung terbentuknya konsep diri positif pada
anak. Orang tua banyak yang memberikan respon negatif,
memaki, membentak ketika anak pulang sekolah sambil
marah-marah atau uring-uringan. Orang tua kadang juga
marah ketika melihat anaknya ( yang sudah besar) pulang
dengan muka cemberut, langsung tidur tanpa melepas
seragam sekolah, atau dengan melempar tas sekolah. Gaya
orang tua yang demkian merupakan gaya normatif, yang
memandang perilaku anak dari sisi etika, benar atau tidak,
sopan atau tidak., tanpa melihat lebih jauh apa sebenarnya
yang terjadi pada anak.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
179
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, R., & Hawadi. 2002. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta:
PT Grasindo.
Baldwin, Alfred L. 1967, Theories of Child Development, John Wiley
& Sons Inc, New York, London, Sydney.
Bandura, A. 1977. Social Learning Theory. Englewood-Cliffs NJ:
Prentice –Hall
Berk, Laura, E. 1993. Children Development. USA: Allyn & Bacon.
Bergin, C.C & David A.B.2012. Child and Development in Your
Clasroom. USA: Wordsworth.
Berndt, T.J. 1992. Child Development. New York: Holf Renehart&Winston
Inc.
Boeree, C.G. 2007. Sejarah Psikologi; Dari Masa Kelahiran sampai Masa
Modern; cet.ke-2; diterj: Abdul Qodir Shaleh. Jogyakarta:
Prismasophie.
Brill, Marlene Targ. 2008. Autism. New York: Marshall Devendish
Corporation
Chaplin, J. P. 2008. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
187
Corey, Gerald. 2005. Therapy and Practice of Counseling and
Psychotherapy. Australia, Canada, Mexico, USA: Thomson
Books/Cole.
Diane E, Etc. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan),
terjemahan A. K. Anwar). Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup
Duska, Ronald. 1982. Perkembangan Moral: Perkenalan dengan Piaget
dan Kohlberg, Terjemahan Dwija Atmaka. Yogyakarta:
Kanisius.
Efendi, Muhammad. 2008. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.
Jakarta: Bumi Aksara
Ekowari, Endang. 2011. Mendampingi Anak Menonton Televisi dalam
buku Perilaku Anak Usia Dini. Kasus dan Pemecahannya.
Yogyakarta: Kanisius.
Fanu, James Le. 2006. Deteksi Dini Masalah-masalah Psikologi Anak
dan Proses Terapinya. Yogyakarta: Think.
Fuentes, Carolyn.2007. Autism.USA: Lulu.com.
Greenspan, S dan Serena W. 2010. Engaging Autisme. Jakarta: Yayasan
Ayo Main.
Gozal, David & Denis L.M.2005. Attention Deficit Hiperactive Dosorder.
USA: Human Press Inc.
Gunarsa, Singgih D. 2004. Bunga rampe psikologi perkembangan, dari
anak Sampe UsiaLanjut. Jakarta: Balai Pustaka.
-----------, 2008. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: Gunung
Mulia
Halgin, Richard & Susan K.W. 1994. Abnormal Psychology. The human
experience of psuchological disorders. USA: Harcourt Brace
Collage Publisher.
Handojo, Y. 2004. Autisma : Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi untuk
188
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Mangajar Anak Normal, Autis dan Perilaku Lain. Jakarta:
Bhuana Ilmu Populer.
Hayes, Eileen.2003. Seri Panduan Praktis Keluarga. Tantrum, Panduan
memahami, mengatasi ledakan emosi anak. Terjemah Wahyuni
R. Kamah. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E.B. 1987. Child Development. New York: Mc Grow Hill.
Hothersal, D. 1984. History of Psychology. New York: Random House.
Kartono, Kartini. 1995. Psikologi Anak. Bandung: Mandar Maju.
Keenan, Thomas, Subhandra. 2009. An Introduction to Child
Development. Second edition. California: Sage Publication.
Koch, S & Leary, D. E. (ed). 1992. A Century of Psychological as Science.
USA: American Psychological Association.
Lauren, Bradway & Barbara A.H. 2003. Pola-pola Belajar, kiat-kiat
cerdas mencerdaskan anak. Terjemah M. Khirul Anam.
Inisiani Press. Jakarta
Le Fanu, James. 2006. Deteksi Dini Masalah-masalah Psikologi Anak,
cet. ke-1, alih bahasa Irham Ali S, Think, Yogyakarta
Leonard, David C,. 2002. Learning Theories, A to Z. USA: Greenwood
Publishing Group.
Loree, M.R. 1970. Psychology of Education. New York: The Ronald
Press.
Mangal, S.K.1998. General Psychology. New Dehli: Starling Publisher
Private Limited
Meggitt, Carolyn. 2006. Child Development an Ilustrated Guidance.
British: Heinemann Educational Publisher.
Monks, F.J.; Knoers, A.M.P; dan Haditono, S.T. 1992. Psikologi
Perkembangan, Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Papalia,
196
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
189
Morrison, George, S. 2012. Fundamental of Early Childhood Education.
Alih bahasa Suci Romadhona dan Apriwidiastuti. Jakarta:
Indeks.
Narendra, M. B. 2003. Penilaian Pertumbuhan dan Perkembangan Anak.
Jakarta: EGC.
7.
8.
Pemetaan Problem Mahasiswa (studi pada mahasiswa yag berprestasi
rendah STAIN Salatiga) (2013)
Mengoptimalkan prestasi Mahasiswa melalui Pendekatan Self
Management (Actiob reseach pada mahasiswa yang berprestasi rendah
STAIN Salatiga (2013)
Paul M.D, Henry A. 2008. Konseling dan Psikoterapi Anak, Penduan
lengkap memahami karakter, perasaan dan emosi anak disertai
langkah-langkah mengatasi masalah dan perilaku negative
anak, cet. ke-1, terjemah Anas, M. Yusuf. Yogyakarta: Idea
Publishing.
Rakhmat, J. 2007. Belajar Cerdas; Belajar Berbasis Otak. Bandung:
Mizan Learning Center.
Safaria, Triantoro. 2005. Autisme. Pemahaman Baru untuk Hidup
Bermakna bagi Orang tua. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Santrock, John, W. 1995. Life Span Development. Jakarta: PT Erlangga.
.............., 2007. Child Development. Eleventh edition. Alih bahasa Mila
Rahmawati dan Ana Kuswanti. Jakarta: Erlangga.
Sevilla, Consuelo, et.al. 1995. General Psychology with Values Development Lessons. Quezon City: Rex Printing Company Inc.
Shaffer, David & Catrine Kipp. 2010. Development Psychology. Children
& Adolescence. Eighth edition. USA: wordworth.
Suharmini, Tin. 2007. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional Dikertorat Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.
Surbakti, E.B. 2008. Awas Tayangan Televisi. Tayangan Misteri dan
Kekerasan Mengancam Anak Anda. Jakarta: Elek Media
Komputindo.
Yusuf, Syamsu. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung: Remaja Rosdakarya
190
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
195
Karya ilmiah yang dipublikasikan antara lain: Membina Kepribadian Anak pada Masa Trozalter, Mengembangkan self consept
positive pada Anak (pendekatan parenting skill), Deteksi Dini Autism,
Directive Counseling yang berkolaborasi dengan pendekatan neurolingustik programming dalam layanan Bimbingan dan Konseling di
sekolah, Self Control dalam perspektif multi kultur. Model bimbingan
konseling kolabotarif untuk meningkatkan pengendalian diri anak
usia dini.
Buku yang telah terbit antara lain:
1. Psikologi Pendidikan (suatu pendekatan dalam proses belajar
mengajar ( STAIN Press 2003)
2. Dilema Gadis Berjilbab (Tiara Wacana dan STAIN Press 2005),
3. Jangan Biarkan Mereka Mati (panduan pendidikan seksual untuk
remaja dan orang tua (STAIN Press dan JP Book, tahun 2008).
4. Teori-teori Belajar (Tiara Wacana, 2009)
5. Psikologi Belajar ( Penerbit Ombak, 2013)
Tim Dirjen Pembinaan Kesmas. 1997. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh
Kembang
Balita. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Walgito, Bimo 1986. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Yayasan
Penerbit Fakultas Psikologi UGM.
Wender, Paul.H. 1995. Attention Deficit Hiperactive Disorder in Adult.
USA: Oxford University Press.
Yatim, Faizal. 2007. Autisme, Suatu Gangguan Jiwa pad Anak-anak.
Jakarta: Pustaka Populer Obor .
Zaviera, Ferdinan. 2009. Anak Hiperaktif. Yogyakarta: Kata Hati
Penelitian yang pernah dilakukan:
1. Dampak Pemerkosaan terhadap Masa Depan Anak-anak (Riset aksi
penanganan trauma dan pembangunan kembali pendidikan anak
pascapemerkosaan)( tahun 2004),
2. Persepsi Mahasiswa Ma’hat STAIN terhadap Gender ( tahun 2005),
Optimalisasi Sistem Evaluasi di STAIN Salatiga (tahun 2007),
3. Efektivitas Sosialisasi UU PKDRT no.23 tahun 2004 (riset aksi
terhadap tokoh masyarakat Salatiga)(tahun 2008)
4. Efektivitas Pelatihan Communication Skill bagi dosen penasehat
Akademik STAIN Salatiga (2008)
5. Wanita Karier (konflik psikologis antara pekerjaan dan keluarga)
(tahun 2009)
6. Efektivitas Achievement Motivation Training bagi Peningkatan
Motivasi Belajar Mahasiswa Berprestasi Rendah ( tahun 2010)
194
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
191
BIODATA PENULIS
Dra.Hj. Lilik Sriyanti, M.Si. adalah
dosen STAIN Salatiga, lahir di Magelang,
04 Agustus 1966. Alumni Program Pasca
Sarjana Fakultas Psikologi Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta, ini lulus tahun
2002. Sarjana Psikologi Pendidikan dan
Bimbingan diselesaikan dalam waktu 3.5
tahun di UKWS Salatiga lulus tahun
1988. Saat ini sedang menempuh program doktor Bimbingan dan
Konseling di UPI Bandung
Aktivitas: banyak terlibat sebagai nara sumber pada berbagai
seminar/pelatihan/workshop tentang parenting skill, sex education,
pendampingan remaja serta ABK. Jabatan saat ini adalah sebagai
Direktur Biro Konsultasi ‘TAZKIA’ STAIN Salatiga, Pengelola
Sekolah Autis ‘Talenta Kids’ dan Konsultan gangguan tumbuh kembang
anak pada Yayasan Pendidikan dan Tumbuh Kembang ‘Kanz Kids
Family’ Salatiga.
192
۞ Psikologi Anak; Mengenal Autis hingga Hiperaktif
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. ۞
193