Mediasi Gagal, Kasus Facebook di Negara Afrika Makin Panas

Tech - Redaksi, CNBC Indonesia
17 October 2023 14:15
Small toy figures are seen in front of displayed Facebook logo in this illustration taken October 4, 2021. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration Foto: Facebook (REUTERS/Dado Ruvic)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mediasi yang digelar antara Meta (Facebook, Instagram, WhatsApp) dengan warga Kenya mandek. Kedua pihak tak menyepakati titik temu yang sama-sama menguntungkan.

Adapun warga Kenya yang dimaksud adalah para pekerja kontrak Facebook yang berperan sebagai moderator konten di negara tersebut.

Sebanyak 184 moderator konten di Kenya menuntut Meta dan dua sub-kontraktor raksasa tersebut pada awal tahun ini. Para moderator mengatakan dipecat secara semena-mena oleh sub-kontraktor Meta, Sama.

Facebook kemudian mengganti kontraktornya ke Majorel. Sayangnya, para moderator telanjur masuk daftar hitam dan tak boleh melamar untuk posisi yang sama di Majorel.

Pada Agustus lalu, pengadilan meminta Meta dan sub-kontraktornya melakukan negosiasi secara kekeluargaan dengan warga Kenya yang dijadikan moderator kontrak.

Namun, Foxglove yang merupakan lembaga hak pekerja teknologi asal Inggris mengatakan Meta dan Sama tak kooperatif dalam proses mediasi. Foxglove menuding Meta dan Sama tak berupaya dengan serius untuk mengatasi inti permasalahan yang dikemukakan para moderator.

"Responden [Meta dan Sama] hanya mengulur-ngulur waktu dan tak tulus dalam mengatasi masalah ini. Kami terus menunggu partisipasi mereka. Namun, mereka selalu meminta perpanjangan waktu dan enggan bertanggung jawab," kata pengacara dari pihak pekerja, Mercy Mutemi, dikutip dari Reuters, Selasa (17/10/2023).

Para moderator di Kenya menilai Meta dan sub-kontraktornya melakukan penyelewengan kontrak kerja. Mereka juga menilai kondisi kerja yang diakomodir tak layak untuk menyokong produktivitas mereka.


Surat Terbuka untuk Meta dari Warga Ethiopia

Sebelumnya, warga Ethiopia yang berbatasan dengan Kenya juga mengirimkan surat terbuka ke Meta. Surat tersebut dibuat oleh sekumpulan aktivis dan lembaga akuntabilitas teknologi yang mewakili warga Ethiopia.

Facebook dianggap bertanggung jawab atas memanasnya konflik etnis dan perang saudara di bagian timur Afrika tersebut.

Laporan Insider menyebut Meta kerap mengabaikan peringatan dari warga lokal soal konten yang mengandung kebencian di Facebook. Hal tersebut diungkap 6 ahli dari Ethiopia yang diwawancara Insider.

Pada 2017, Facebook juga menjadi salah satu biang kerok kekerasan terhadap Muslim Rohingya di Myanmar. Kala itu, Meta menunjuk jaringan mitra terpercaya untuk melakukan moderasi konten.

Mitra tersebut dikontrak oleh Meta untuk memberikan keahlian lokal dan linguistik. Namun, mitra terpercaya Meta di Ethiopia mengaku Facebook tak benar-benar serius memblokir konten kebencian.

Mereka mengatakan Meta kadang mengabaikan atau menunda respons terhadap konten yang sifatnya berbahaya. Padahal, di era internet, penyebaran konten berbahaya bisa mengakibatkan kematian seseorang.

Pada 2021 lalu, mitra terpercaya Meta mengatakan telah meminta raksasa tersebut bertindak atas konten kebencian yang menargetkan Meareg Amare, seorang profesor kimia dari Tigray.

Sayangnya, Meta tak melakukan aksi cepat. Amare akhirnya terbunuh di luar rumahnya, 5 minggu setelah postingan pertama tersebar di Facebook.

Anak Amare dan 2 aktivis yang menandatangani petisi akhirnya melayangkan gugatan hukum senilai US$ 1,6 miliar ke Meta di Kenya. Cori Crider, direktur firma hukum non-profit Foxglove Legal asal Inggris ikut mengawal tuntutan tersebut.

"Facebook tahu bahwa profesor dan intelektual asal Tigray sudah berkali-kali diancam dan diserang di platformnya, namun tak bertindak apa-apa," kata dia.

"Jika Facebook bertindak setelah diberi peringatan, profesor Amare mungkin masih hidup saat ini," ia melanjutkan.

Menanggapi hal ini, Facebook hanya mengeluarkan pernyataan template. "Masukan dari warga dan organisasi lokal menjadi pemandu kami untuk menjaga keamanan dan integritas di Ethiopia," kata perwakilan Meta.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Elon Musk & Mark Zuckerberg Mau Adu Jotos, Ini Kronologinya


(fab/fab)

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading