Pengertian Mabit saat Melaksanakan Ibadah Haji

Pengertian Mabit saat Melaksanakan Ibadah Haji

Nilam Isneni - detikHikmah
Sabtu, 17 Jun 2023 20:00 WIB
Pada 10 Zulhijah, seluruh jemaah haji seluruh dunia bergerak menuju Mina untuk melaksanakan mabit atau bermalam di Mina. Ini dia potret tenda-tenda di Mina.
Jemaah haji mabit di Mina. Foto: Fuad Fariz
Jakarta -

Mabit adalah salah satu rangkaian kegiatan yang dilakukan jemaah haji. Mabit dilaksanakan di Muzdalifah dan Mina.

Dalam bahasa Indonesia, mabit adalah menginap atau bermalam. Ada juga yang mengartikan beristirahat. Para ulama mazhab berbeda pendapat mengenai hukum mabit. Namun, mayoritas ulama mengatakannya wajib.

Dalam Kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq karya Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya al-Faifi dikatakan, menurut Imam Ahmad mabit di Muzdalifah hukumnya wajib. Namun, menurut para imam mazhab mereka memperbolehkan jika hanya singgah tanpa harus menginap. Semua tempat di Muzdalifah ini dapat dijadikan sebagai tempat berhenti kecuali lembah (Wadi) Muhassir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun, mazhab Syafi'i, Malik, dan Ahmad menjelaskan bahwa melakukan mabit (menginap) di Mina hukumnya wajib pada ketiga malam atau dua malam, yakni pada tanggal 11 dan 12 Zulhijah. Namun, jumhur ulama juga telah bersepakat perintah untuk menginap di Mina gugur apabila seseorang memiliki udzur.

Hal tersebut bersandar pada riwayat yang menyebut bahwa Ibnu Abbas RA telah meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk tidak ikut menginap di Makkah pada malam-malam menginap di Mina karena ada urusan pengairan, maka beliau mengizinkannya. (HR Bukhari)

ADVERTISEMENT

Jamaah haji kembali dari Mina menuju Makkah, sebelum terbenamnya matahari pada hari ke-12 Zulhijah setelah melempar jumrah.

Wahbah Az-Zuhaili dalam Kitab Fiqhul Islam Wa Adillatuhu Juz 3 juga menjelaskan mengenai mabit yang dilaksanakan di Makkah dan di Madinah. Ia menjelaskan, mabit (menginap) di Muzdalifah hukumnya wajib sesudah bertolak dari Arafah karena Nabi Muhammad SAW mencontohkan demikian.

Amalan-amalan sunnah yang dapat dilakukan ketika mabit di Muzdalifah yaitu,

1. Disunnahkan menjamak takhir antara salat Maghrib dan salat Isya di sana, karena Nabi Muhammad SAW mencontohkan demikian.

2. Mendahulukan keberangkatan kaum wanita dan orang-orang yang berfisik lemah ke Mina sesudah lewat tengah malam, sedangkan orang-orang selain mereka tetap berada di Muzdalifah untuk menunaikan salat Subuh. Nabi Muhammad SAW mencontohkan pula yang demikian.

Di Muzdalifah mereka memungut kerikil untuk melempar jumrah sebanyak tujuh puluh butir. Hal ini bersandar pada hadits riwayat an-Nasa'i dan al-Baihaqi dengan sanad yang shahih dari al-Fadhl bin Abbas,

أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ لَهُ غَدَاةَ يَوْمِ النَّحْرِ: الْتَقِطْ لِي حَصَى، قَالَ: فَلَقَطْتُ لَهُ حَصَيَات وَارْحَمْنَا كَمَا مِثْلَ حَصَى الْحَذْف

Artinya: "Rasulullah SAW bersabda kepadanya pada pagi hari Kurban, 'Pungutkan kerikil untukku.' Maka dia pun mencarikan kerikil untuk beliau sebesar kerikil ketapel."

Terlebih di Muzdalifah terdapat sebuah gunung yang batu-batunya agak lunak. Selain itu, ketika tiba di Mina disunnahkan baginya untuk tidak melakukan apapun selain langsung melempar jumrah. Maka dari itu, disunnahkan baginya untuk mengambil kerikil dari Muzdalifah agar dia tidak disibukkan dengan pencarian kerikil lagi di Mina.

Amalan-amalan sunnah lainnya yang dapat dilakukan di Muzdalifah juga dijelaskan oleh Ibnu Rusyd dalam Kitab Bidayatul Mujtahid yang bersandar pada firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 198,

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَبْتَغُوْا فَضْلًا مِّنْ رَّبِّكُمْ ۗ فَاِذَآ اَفَضْتُمْ مِّنْ عَرَفٰتٍ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوْهُ كَمَا هَدٰىكُمْ ۚ وَاِنْ كُنْتُمْ مِّنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ الضَّاۤلِّيْنَ ١٩٨

Artinya: "Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu (pada musim haji). Apabila kamu bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masyarilharam. Berzikirlah kepada-Nya karena Dia telah memberi petunjuk kepadamu meskipun sebelumnya kamu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat."

Para ulama juga telah bersepakat bahwa seseorang yang mabit (bermalam) di Muzdalifah pada malam hari raya kurban, menjamak salat Maghrib dan Isya di sana secara berjamaah, dan tinggal sebentar di Muzdalifah setelah salat Subuh sampai cahaya matahari tampak menguning sesudah wukuf di Arafah maka hajinya sah.



Simak Video "Sempat Terdampar di Muzdalifah, Jemaah Haji RI Kini Telah Dievakuasi"
[Gambas:Video 20detik]
(kri/kri)