You are on page 1of 10

WARTAZOA Vol. 29 No. 3 Th. 2019 Hlm. 109-118 DOI: http://dx.doi.org/10.14334/wartazoa.v29i3.

2061

Kewaspadaan terhadap Munculnya Penyakit Glanders pada


Kuda di Indonesia
(Awareness of Emerging Glanders in Horses in Indonesia)

Susan M Noor dan T Ariyanti

Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. RE Martadinata No. 30, Bogor 16114
Kontributor utama: susan_yurismono@yahoo.com

(Diterima 22 Juli 2019 – Direvisi 5 September 2019 – Disetujui 6 September 2019)

ABSTRACT

Glanders is a zoonotic disease that is highly contagious in animals and humans, caused by the Burkholderia mallei. The
clinical manifestations of glanders in horses are in the form of skin, nose and lungs. Horses play a role in transmitting glanders to
healthy animal populations around them due to latent infections. Infection of glanders in humans is acute causing respiratory
failure and could be fatal without proper treatment. Recently re-emerging glanders is reported in several countries that have
eradicated diseases such as in India, Germany and China. The status of glanders in Indonesia is declared free, but surveillance
showed positive antibodies to B. mallei in horses, as had been reported in 1939 and in 2018 in Jakarta. Glanders has a negative
impact on a country's economy resulting in restrictions on international trade. Prevention of emerging glanders to Indonesia
needs to be alerted because there is no effective treatment, no vaccines available and the economic impacts This paper aims to
discuss glanders in horses, countermeasures through monitoring and surveillance, early detection in order to increase awareness
of emerging glanders in Indonesia.
Key words: Glanders, Burkholderia mallei, horses, emerging, Indonesia

ABSTRAK

Glanders adalah zoonosis yang sangat menular pada hewan dan manusia, disebabkan oleh bakteri Burkholderia mallei.
Manifestasi klinis glanders pada kuda ada dalam bentuk kulit, hidung dan paru-paru. Kuda berperan menularkan glanders pada
populasi hewan sehat disekitarnya karena infeksi laten. Glanders pada manusia bersifat akut menyebabkan kegagalan pernapasan
dan berakibat fatal tanpa pengobatan yang tepat. Re-emerging glanders (muncul kembali penyakit) banyak dilaporkan di
beberapa negara yang sudah melakukan eradikasi penyakit seperti India, Jerman dan Cina. Status glanders di Indonesia sampai
saat ini masih dinyatakan bebas, namun antibodi positif terhadap B. mallei pada kuda pernah dilaporkan pada tahun 1939 dan
2018 di Jakarta dari hasil surveilans penyakit. Glanders berdampak negatif pada perekonomian suatu negarayang berakibat pada
pembatasan perdagangan internasional. Pencegahan masuknya glanders ke Indonesia perlu diwaspadai mengingat tidak ada
pengobatan yang efektif dan belum tersedia vaksin untuk pencegahan serta dampak ekonomi yang ditimbulkan. Tulisan ini
bertujuan untuk membahas glanders pada kuda, strategi penanggulangan melalui monitoring dan surveilans penyakit, perangkat
deteksi dini termasuk biosekuriti untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap muculnya penyakit glanders di Indonesia.
Kata kunci: Glanders, Burkholderia mallei, kuda, emerging, Indonesia

PENDAHULUAN (Radostits et al. 2007). Jika lesi terbentuk pada nostril,


glandula submaxiliaris dan paru-paru maka disebut
Glanders atau di Indonesia dikenal sebagai penyakit glanders, namun jika lesi terbentuk pada
penyakit ingus jahat pada kuda bersifat zoonosis yang permukaan anggota badan atau kulit maka disebut farcy
sangat menular yang disebabkan oleh bakteri (Timoney 2013). Gejala umum glanders pada hewan
Burkholderia mallei (Malik et al. 2010; Burtnick et al. adalah demam, malaise, depresi, batuk, anoreksia, dan
2012; Khan et al. 2013a; OIE 2019). Glanders penurunan berat badan. Kuda positif glanders harus
merupakan salah satu penyakit tertua di dunia seperti dimusnahkan untuk mencegah penyebaran penyakit
dijelaskan oleh Aristoteles pada abad ke-3 dan dikenal sehingga sangat sulit untuk mengetahui angka
sebagai malleus (Marr & Malloy 1996). Bakteri B. morbiditas dan mortalitas penyakit ini, tetapi diduga
mallei pertama kali diisolasi oleh Loeffler dan Schutz mencapai tingkat fatalitas kasus 95% atau lebih pada
di Jerman pada tahun 1882 (Colahan et al. 1999). kondisi septikemia dan 90-95% dalam bentuk paru-
Manifestasi klinis glanders pada kuda ditandai paru. Glanders bentuk akut menyebabkan kematian
dengan kombinasi lesi pada kulit, hidung dan paru-paru dalam beberapa hari hingga 1-4 minggu, sedangkan

109
WARTAZOA Vol. 29 No. 3 Th. 2019 Hlm. 109-118

bentuk kronis biasanya dapat bertahan hingga tidak berkapsul dan tidak membentuk spora dengan
bertahun-tahun. panjang bakteri 1–5 µm dan lebar 0,3–1 (Sprague &
Glanders endemik di Afrika, Asia, Mongolia, Neubauer 2004).
Timur Tengah, Amerika Tengah dan Selatan. Sebagian Spesies Burkholderia mallei terkait erat dengan B.
besar negara maju telah melakukan eradikasi glanders, pseudomallei penyebab maleoidosis, tetapi secara
namun dilaporkan penyakit ini muncul kembali (re- fenotipik dan genetik ke dua spesies tersebut banyak
emerging) dan menjadi wabah baru, seperti di Bahrain, perbedaan (Galyov et al. 2010). Burkholderia mallei
Jerman dan Cina (Elschner et al. 2016; Scholz et al. awalnya dikenal sebagai Pseudomonas mallei,
2014). Hewan karier dan infeksi laten glanders tidak Malleomyces mallei, Actinomyces mallei. Genus
menunjukkan gejala klinis spesifik namun memainkan Burkholderia diusulkan pada tahun 1992 berdasarkan
peran penting dalam penyebaran infeksi. urutan 16S ribosomal ribonucleic acid (rRNA),
Status penyakit glanders pada kuda di Indonesia homologi DNA, komposisi seluler lipid dan asam
masih dinyatakan bebas, namun dalam era globalisasi lemak serta karakteristik fenotipik (Yabuuchi et al.
sekarang ini memungkinkan penyakit ini muncul di 1992).
Indonesia melalui berbagai sarana dan prasarana yang The Centers for Disease Control (CDC)
dapat berdampak pada pembatasan perdagangan mengkategorikan B. mallei sebagai salah satu selected
internasional. Seropositif antibodi terhadap glanders agent kategori B (Rotz et al. 2002; Gilad et al. 2007;
pada kuda di Indonesia pernah dilaporkan oleh Khan et al. 2013b), yaitu agen yang cukup mudah
Veterinary Institute Buitenzorg, Java pada tahun 1939 disebarluaskan, menghasilkan tingkat morbiditas dan
(Blieck 1911). Pada tahun 2018 terdeteksi seropositif mortalitas yang lebih rendah dari kategori A, dan
glanders pada kuda di Jakarta berdasarkan hasil membutuhkan kapasitas diagnostik spesifik dan
surveilan penyakit dalam pembentukan kompartemen peningkatan pengawasan penyakit.
bebas penyakit kuda (Equine Disease Free Zone Bakteri B. mallei pernah diapkai sebagai agen
/EDFZ) dalam rangka penyelenggaraan kompetisi senjata biologi oleh Jerman dan Jepang pada perang
berkuda pada Asean Games ke-18 di Jakarta dunia 1 dan 2 (Darling & Woods 2004), karena sangat
(Dirkeswan 2018). Tulisan ini bertujuan untuk infeksius dan fatal serta mudah menginfeksi melalui
mengulas penyakit glanders pada kuda dan strategi rute inhalasi/ aerosol. (Gilad et al. 2007; Ricketti et al.
pencegahan dan pengendalian penyakit termasukan 2011; Anderson & Bokor 2012; Burtnick et al. 2012).
tindakan biosekuriti untuk mewaspadai munculnya
glanders di Indonesia.
Epidemiologi

GLANDERS PADA KUDA Kuda sangat rentan terhadap infeksi B. mallei dan
merupakan reservoir alami (Neubauer et al. 2005).
Glanders merupakan penyakit hewan lintas batas Selain kuda, glanders juga dapat menginfeksi bagal,
dan berdampak ekonomi pada perdagangan hewan keledai dan hewan lain termasuk keluarga kucing dan
internasional dan produk sampingnya. Glanders mudah singa, anjing, beruang, srigala, hyena, unta, domba dan
menyebar secara luas ketika sejumlah besar hewan kambing, sedangkan babi, sapi dan burung tahan
berada dalam populasi yang berdekatan. Faktor terhadap infeksi (CFSPH 2015; Verma et al. 2014).
predisposisi seperti kekurangan gizi atau kondisi buruk Secara geografis distribusi glanders sulit untuk
mempermudah terjangkitnya penyakit. ditentukan secara tepat karena B. mallei secara
serologis dapat bereaksi silang dengan B. pseudomallei
penyebab meleiodosis. Glanders pada awalnya
Etiologi menyebar di seluruh dunia, tetapi sekarang telah
diberantas dari sebagian besar daerah seperti Eropa
Glanders disebabkan oleh infeksi bakteri Barat, Australia dan Amerika Utara (Wittig et al. 2006;
Burkholderia mallei yang termasuk ordo Slater 2013; Van Zandt et al. 2013). Status glanders di
Burkholderiales, Famili Burkholderiaceae, Genus dunia berdasarkan OIE (2019) seperti terlihat pada
Burkholderia. Bakteri ini bersifat intraseluler, Gambar 1.
berbentuk batang (bacillus), Gram negatif, tidak motil,

110
Susan M Noor: Kewaspadaan terhadap Munculnya Penyakit Glanders pada Kuda di Indonesia

Gambar 1. Status glanders di dunia (OIE 2019)


Glanders masih menjadi ancaman bagi industri melalui fomite (tali kekang kuda atau alat perawatan)
secara global karena penyakit ini endemis di Timur yang terkontaminasi. Hewan terinfeksi akan shadding
Tengah, Asia, Afrika, dan beberapa negara di Amerika bakteri ke dalam tinja, urin, air liur dan air mata. Pada
Selatan (Khan et al. 2013a; OIE 2019). Beberapa kuda shadding bakteri terjadi secara sporadis atau
negara yang bebas glanders adalah Eropa Barat, terus-menerus. Faktor predisposisi penyebaran glanders
Kanada, Australia, Amerika Utara dan Jepang. Glander pada hewan dipengaruhi oleh kepadatan hewan dalam
tetap dilaporkan secara sporadis di sejumlah negara kandang, kedekatan dengan hewan terinfeksi dan stress
Asia, Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Selatan (OIE yang tinggi terhadap kondisi lingkungan (OIE 2013;
2019). Wabah glander telah dilaporkan di Turki, Uni Timoney 2013). Vektor biologis lalat (Musca
Emirat Arab, Irak, Iran, Pakistan, Cina, Brasil, Bahrain domestica) dapat membawa B. mallei dari hewan sakit
dan India (Al-Ani et al. 1998; Arun et al. 1999; ke hewan sehat (Lopez et al. 2003).
Bazargani et al. 1996; Elschner et al. 2009; Malik et al. Infeksi glanders pada manusia terjadi melalui
2010). Terjangkitnya kembali glanders pada kuda kontak langsung dengan hewan yang sakit, fomite,
dilaporkan di India tahun 2006 (Malik et al. 2010; jaringan atau kultur bakteri. Bakteri akan masuk ke
Malik et al. 2012), Jerman pada tahun 2014 dan di Cina dalam tubuh melalui luka atau lecet pada kulit,
pada tahun 2018. konsumsi atau inhalasi. Sebagian besar infeksi glanders
pada manusia didapat di laboratorium terjadi selama
penanganan dan pemrosesan kultur B. mallei atau
Penularan penyakit sampel hewan terinfeksi (CDC 2000; Gilad et al. 2007;
CSFPH 2015).
Glanders pada hewan disebarkan melalui kontak
langsung atau tidak langsung terutama dengan kuda,
keledai atau bagal yang terinfeksi dalam bentuk akut Gejala klinis
atau kronis. Rute paparan bakteri yang paling umum
adalah melalui pakan yang terkontaminasi atau air yang Masa inkubasi glanders berkisar dari beberapa
mengandung sekresi dari pernapasan. Karnivora hari hingga 6 minggu, dan menurut OIE inkubasi
dilaporkan merupakan hewan yang paling sering penyakit selama 6 bulan (OIE 2016). Gejala klinis
terinfeksi akibat mengkonsumsi daging yang glanders akut pada kuda terlihat dalam tiga bentuk
terkontaminasi bakteri B. mallei (Timoney 2015; yaitu nasal, paru-paru dan kulit yang dapat muncul
Verma et al. 2014; CSFPH 2015). secara individual atau kombinasi. (Radostits et al.
Burkholderia mallei menyebar melalui kulit yang 2007; Malik et al. 2012). Kuda bisa terinfeksi secara
luka, selaput lendir, inhalasi aerosol atau kontak laten dan sebagai carrier penyakit (Khan et al. 2013b).

111
WARTAZOA Vol. 29 No. 3 Th. 2019 Hlm. 109-118

Manifestasi klinis glanders bentuk nasal ditandai pernapasan bagian atas. Bakteri B. mallei sangat lambat
dengan demam tinggi dan kehilangan nafsu makan, pertumbuhannya dan berpotensi mudah terkontaminasi
batuk, keluar lendir hijau kekuningan dan lengket, bakteri lain sehingga diperlukan media yang spesifik
leleran mata. Terlihat bisul dan nodul di saluran hidung dengan penambahan enrichment media, seperti gliserol.
serta terjadi ulkus berkeropeng (Khan et al. 2013a). Ukuran koloni B. mallei pada media agar darah
Glanders bentuk paru-paru adalah yang paling umum, atau agar serum Loeffler sekitar diameter 1 mm,
membutuhkan waktu lebih lama untuk berkembang berwarna putih, semi-translusen, kental dan akan
daripada bentuk nasal, namun masih bersifat akut. berubah menjadi kuning pada koloni. Kultur bakteri
Manisfetasi klinis kulit merupakan bentuk kronis pada media gliserin-kentang akan terlihat lapisan
glanders dimana infeksi dimulai dengan tanda-tanda seperti madu pada hari ketiga dan kemudian berubah
ringan hingga tidak terlihat yang mengarah ke kondisi menjadi coklat kemerahan atau coklat (Naureen 2006).
lemah dengan gejala klinis yang dominan adalah batuk, Teknik deteksi molekuler glanders dengan uji
demam, terlihat nodul pada kulit kulit yang pecah dan Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat mengurangi
menjadi borok, pembengkakan kelenjar getah bening risiko paparan bakteri pada manusia dan lingkungan.
dan sendi (Malik et al. 2012). Melalui uji PCR (restriction fragment length
polymorphism, pulse-field gel electrophoresis, 16S
rRNA sequencing) dapat dibedakan species B. mallei
Teknik diagnosis dengan B. pseudomallei (Lowe et al. 2014; Obersteller
et al. 2016). Metode deteksi glanders lain yang telah
Glanders pada hewan dapat didiagnosis dengan banyak digunakan adalah lateks aglutinasi,
deteksi antigen (biakan kuman/kultur dan deteksi imunofluoresensi (OIE 2018).
molekuler/PCR) dan respon kekebalan dengan (uji Deteksi antibodi glanders pada kuda dapat
serologis dan uji mallein) (OIE 2018). Glanders pada dilakukan dengan uji serologis Complement Fixation
hewan dapat didiagnosis dengan deteksi antigen Test (CFT) dan Enzyme-linked Immunosorbent Assay
(biakan kuman/ kultur dan deteksi molekuler/PCR) dan (ELISA). Uji CFT dan ELISA dapat digunakan untuk
respon kekebalan dengan (uji serologis dan mallein) deteksi glanders hewan lain, termasuk unta dan kucing
(OIE 2018). Pemilihan teknik diagnosis glanders tetapi CFT tidak dapat dipakai untuk deteksi glanders
dilakukan tergantung pada maksud dan tujuan, apakah pada keledai. Uji CFT merupakan metode yang
untuk surveilan, konfirmasi penyakit atau program direkomendasikan oleh OIE 2019 untuk skrining
eradikasi. Ringkasan teknik diagnosis glanders pada glanders pada kuda dalam perdagangan internasional.
hewan untuk berbagai tujuan deteksi seperti tercantum Uji CFT memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
pada Tabel 1. bervariasi tergantung dari pada antigen dan metodologi
Isolasi bakteri berbasis kultur merupakan prosedur yang dipakai (Elschner et al. 2011; Khan et al. 2012).
standar baku emas (gold standard) untuk diagnosis Permasalahan yang ditemui pada uji serologis CFT dan
genus Burkholderia (Blue et al. 1998). namun untuk ELISA dalam mendiagnosis glanders adalah positif
mengisolasi bakteri ini sangat sulit bahkan pada sampel palsu dan negatif palsu, selain itu, juga tidak mampu
segar yang dikoleksi secara steril (Wernery 2009). membedakan antara antibodi B. mallei dan B.
Isolat B. mallei dapat diisolasi dari lesi pada kulit, pseudomallei (Elschner et al. 2011).
sampel darah, eksudat saluran hidung dan saluran
Tabel 1. Teknik diagnosis glanders pada hewan

Tujuan deteksi
Metode deteksi Populasi Individu Program Konfirmasi Prevalensi-
bebas infeksi bebas infeksi eradikasi kasus klinis surveilans
Identifikasi antigen
PCR - - - + -
Kultur bakteri - - - + -
Deteksi respon kekebalan
CFT ++ ++ +++ + +++
ELISA + + ++ + ++
Mallein Test + + + + +
Western blotting + + ++ + ++
Keterangan: +++ (metode yang direkomendasikan), ++ (metode yang cocok)
Sumber: (OIE 2018)

112
Susan M Noor: Kewaspadaan terhadap Munculnya Penyakit Glanders pada Kuda di Indonesia

Uji westernblot lebih spesifik dibandingkan CFT Resistensi B. mallei pada lingkungan yang sesuai
(Elschner et al. 2011; Khan et al. 2012) dan lebih dikarenakan adanya kapsul polisakarida yang
efisien dalam pendeteksian serologis glanders (Katz et merupakan faktor virulensi bakteri yang
al. 1999). Uji ini sangat menjanjikan untuk deteksi memperpanjang daya hidup bakteri. Menurut Ribolzi et
glanders dan dapat dikombinasikan dengan uji lainnya. al. (2016) ada hubungan yang kuat antara karakteristik
Penggunaan uji westernblot dilakukan untuk tanah, kekeruhan air dan kelangsungan hidup patogen
konfirmasi CFT karena (1) CFT tidak dapat diandalkan di lingkungan yang dapat meningkatkan risiko pajanan/
untuk uji serum hewan dengan aktivitas anti- penularan. Bakteri B. mallei telah terbukti dapat
komplementer atau bereaksi sendiri dengan antigen bertahan hidup di tanah dan palung air di kandang
normal (Hagebock et al. 1993); (2) CFT tidak dapat (Coenye & Vandamme 2003) dan sifat fisikokimia
mendeteksi antibodi selambat-lambatnya 40 hari sejak tanah dan vegetasi di sekitarnya dapat mempengaruhi
timbulnya penyakit/negatif palsu (Gilad et al. 2007) kelangsungan hidup bakteri (Limmathurotsakul et al.
dan (3) CFT bereaksi silang dengan serum yang 2010).
terinfeksi strangles di daerah endemis yang berakibat Pemberantasan glanders pada kuda yang telah
positif palsu (Sprague et al. 2009). dilakukan di beberapa negara menggunakan uji mallein
dengan mengamati hasil reaksi hipersensitivitas di
sekitar suntikan. Aplikasi uji mallein dapat dilakukan
Pencegahan dan kontrol penyakit dengan 3 cara yaitu penyuntikan fraksi protein dari B.
mallei pada kelopak mata (intradermo-palpebral),
Glanders telah berhasil dieliminasi dari sebagian diberikan dalam tetes mata, atau disuntikkan secara
besar negara melalui pemusnahan hewan positif uji subkutan pada daerah selain mata. Penyuntikan pada
mallein yang ketat. Peran karantina dalam pengujian intradermo-palpebral dianggap sebagai versi paling
kuda sebelum dilalulintaskan merupakan komponen andal dan sensitif. Hasil uji malein dinyatakan positif
yang sangat penting untuk pengendalian penyakit. jika terjadi pembengkakan pada kelopak mata setelah
Glanders merupakan salah satu penyakit yang harus 1-2 hari pasca penyuntikan. Pengujian Mallein dapat
dilaporkan oleh OIE (2019). Tidak ada vaksin untuk menyebabkan positif palsu dan reaksi hipersensitivitas
pencegahan glanders pada hewan. Penelitian dapat menjadi permanen jika hewan diuji berulang kali
pengembangan vaksin glanders saat ini difokuskan dan uji ini dapat memberikan hasil dubius pada kondisi
pada manusia untuk antisipasi penggunaan B. mallei glanders akut, atau pada tahap akhir penyakit kronis
sebagai instrumen bioterorisme. (OIE 2019).
Desinfektan yang sesuai sangat diperlukan untuk Antibiotik mungkin efektif untuk pengobatan
melakukan dekontaminasi area terpapar glanders glanders pada hewan, namun pada umumnya tidak
karena B. mallei dapat bertahan/ resisten pada dianjurkan, karena infeksi dapat menyebar ke manusia
lingkungan yang lembab dan basah selama 3-5 minggu, dan hewan lain sehimgga hewan yang teinfeksi harus di
dalam air bersih hingga 4 minggu dan sekitar 6 minggu eutanasi. Selain itu pengobatan antibiotika dapat
dalam kandang yang terkontaminasi (Silva & Dow meyebabkan hewan carrier tidak menunjukkan gejala
2013). Resistensi B. mallei terhadap beberapa kondisi klinis yang simptomatis.
lingkungan seperti tercantum pada Tabel 2. Pencegahan glanders jika terjadi wabah di daerah
non-endemis dilakukan pemusnahan hewan positif
Table 2. Resistensi bakteri B. mallei terhadap beberapa
glanders, area tempat gladers positif dikarantina dan
kondisi lingkungan
dibersihkan dengan didesinfeksi. Karkas, alas tidur dan
Kondisi Resistensi makanan yang terkontaminasi harus dimusnahkan
secara aman (dibakar atau dikubur) dan semua
Temperatur Mati pada pemanasan 55°C (131°F) selama
10 menit atau iradiasi sinar ultraviolet
peralatan harus didesinfeksi. Untuk daerah endemis
glanders, hewan yang rentan harus dijauhkan dari area
Desinfektan Tahan terhadap desinfektan iodin, merkuri tempat pakan dan minum karena wabah glanders sering
klorida dalam alkohol, potasium
terjadi ketika hewan berkumpul. Pengujian glanders
permanganat, benzalkonium klorida
(1/2000), sodium hipoklorit (500 ppm). secara rutin dan eutanasia pada hewan yang terinfeksi
Alkohol 70%, glutaraldehida 2% dapat memberantas penyakit atau mengurangi
kejadiannya. Daging dari kuda yang terinfeksi tidak
Daya tahan Tahan pada kondisi kering tetapi sensitif
hidup terhadap sinar matahari dan inaktif pada
boleh diumpankan ke hewan lain atau dikonsumsi
penyinaran langsung kurun waktu 24 jam. manusia.
Dapat bertahan hidup lebih dari 6 minggu
pada area yang terkontaminasi dan 1 bulan
pada air keran

Sumber: OIE (2018)

113
WARTAZOA Vol. 29 No. 3 Th. 2019 Hlm. 109-118

GLANDERS SEBAGAI ZOONOSIS MEWASPADAI EMERGING GLANDERS DI


INDONESIA
Penularan glanders langsung dari kuda ke manusia
jarang terjadi, dan jika terjadi penularan maka biasanya Kasus wabah Glanders pada kuda telah meningkat
gejala klinis yang terlihat ringan atau tidak nampak terus selama dekade terakhir. Glanders adalah salah
(CFSPH 2015) karena untuk timbulnya infeksi satu penyakit zoonosis menular yang harus dilaporkan
diperlukan dosis infeksius yang tinggi (Van Zandt et al. (notifiable diseases) berdasarkan pedoman OIE (2019).
2013). Sejumlah besar kasus glanders pada manusia Badan Karantina menggolongkan glanders sebagai
dilaporkan di Rusia selama dan setelah Perang Dunia I. hama dan penyakit hewan karantina (HPHK) golongan
Pada 1793, Kasus glanders pada manusia dilaporkan I yang harus dicegah masuk ke dalam, tersebar di
pertama kali pada tahun 1793 oleh dokter hewan dalam dan keluar dari wilayah negara Indonesia
Prancis Dr. Charles Vial de Sainbel, Kepala Sekolah (Kementan 2009).
Tinggi London Veterinary College (Hunting 1913; Situasi glanders di Indonesia saat ini masih
Wilkinson 1981). Infeksi glanders pada manusia dinyatakan bebas. Antisipasi emerging glanders perlu
mengakibat kegagalan fungsi pernafasan, septisemia dilakukan karena antibodi terhadap glanders pada kuda
dan kematian mencapai 95% (CFSPH 2015). Pada pernah dilaporkan pada jaman penjajahan belanda
manusia, glanders terutama merupakan penyakit terkait tahun 1939 berdasarkan laporan dari Veeartsenijkundid
dengan pekerjaan seperti dokter hewan, peternak dan Institute Buitzorg, Java oleh Blieck (1911). Pada tahun
pekerja laboratorium yang memiliki kontak dekat 2018, positif glanders pada kuda di Jakarta juga
dengan hewan yang terinfeksi (Neubauer et al. 1997; terdeteksi dengan uji CFT oleh Balai Besar Penelitian
CFSPH 2015; Gilad et al. 2007). Infeksi glanders pada Veteriner ketika dilakukan surveilans dalam rangka
manusia secara sistemik dan tingkat kematian kasus di pembentukan EDFZ sesuai dengan pedoman OIE
atas 50% dengan pengobatan antibiotik secara (2018). Kuda seropositif glanders tersebut telah
tradisional (CDC 2012). dimusnahkan dan dinyatakan negatif berdasarkan hasil
Masa inkubasi glanders akut pada manusia adalah pemeriksaan patologis dan bakteriologis.Hasil
1 - 14 hari dan sebagian besar kasus ganders pada surveilans glanders pada kuda di sekitar Jakarta, Bogor,
manusia terlokalisir. Manifestasi klinis glanders pada Tangerang dan Depok (Jabotabek) telah dilakukan
manusia dalam empat tipe penyakit: septikemia, infeksi dengan hasil tidak terdeteksi seroprevalensi glanders
paru-paru, infeksi lokal akut atau infeksi kronis (Van pada kuda-kuda yang di uji (Gambar 2). Untuk
Zandt et al. 2013). Kombinasi sindrom ke empat tipe mewaspadai emerging glanders di Indonesia dana
tersebut dapat terjadi. Glanders tipe septisemia ditandai untuk mempertahankan status bebas glanders,
dengan demam, menggigil, mialgia dan nyeri dada pemerintah perlu melakukan surveilans penyakit yang
pleuritik yang berkembang secara akut. Gejala lain berkelanjutan dan menerapkan strategi pencegahan dan
yang mungkin terlihat adalah eritroderma, kekuningan, kontrol penyakit melalui deteksi dini penyakit,
fotofobia, lakrimasi, diare dan lesi granulomatosa atau tindakan karantina yang ketat, pengujian dan
nekrotikans. Takikardia, adenopati serviks dan pemusnahan hewan suspek dan disinfeksi tempat yang
hepatomegali ringan atau splenomegali juga dapat terinfeksi.
terlihat. Kematian biasanya terjadi dalam 7 hingga 10 Deteksi dini glanders pada kuda perlu dilakukan
hari (Gregory & Waag 2007). dengan menggunakan metode deteksi yang akurat dan
Glanders tipe paru ditandai dengan gejala handal karena diagnosis klinis dan bakteriologis sulit
pneumonia, abses paru dan infus pleura. Batuk, dilakukan pada tahap awal penyakit, hewan carrier dan
demam, dispnea, dan keluarnya mukopurulen mungkin infeksi laten. Hampir 90% infeksi glanders pada kuda
terlihat. Abses kulit terkadang berkembang setelah dalam bentuk nonklinis atau laten. Uji CFT dipakai
beberapa bulan (CFSPH 2015). Infeksi yang secara luas untuk diagnosis glanders dan
terlokalisasi ditandai oleh nodul, abses, dan bisul pada direkomendasikan oleh OIE untuk perdagangan
membran mukosa, kulit, pembuluh limfatik dan atau internasional, namun memiliki keterbatasan positif
jaringan subkutan. Leleran mukopurulen dan berdarah palsu dan negatif palsu (Neubauer et al. 2005; Kettle &
dapat terlihat pada selaput lendir. Pembengkakan Wernery 2016). Positif palsu menjadi masalah bagi
kelenjar getah bening dapat terjadi. Infeksi pada pemilik kuda dan otoritas veteriner, sedangkan negatif
mukosa atau kulit dapat menyebar; gejala infeksi yang palsu dapat memungkinkan re-emerging B. mallei ke
menyebar meliputi ruam papular atau pustular, abses dalam daerah bebas glanders. Hasil positif palsu
pada organ internal (terutama hati dan limpa) dan lesi menyebabkan kerugian finansial bagi pemilik hewan,
paru (Wernery et al. 2012). Infeksi diseminata dan hasil negatif palsu dapat mengubah risiko menjadi
berhubungan dengan syok septik dan mortalitas tinggi. kemungkinan ancaman karena pergerakan hewan
Dalam bentuk kronis, beberapa abses, nodul atau bisul pembawa (carrier) tanpa gejala klinis yang spesifik
dapat dilihat di kulit, hati, limpa atau otot. akan menyadi sumber penyebaran penyakit jika tidak
dilakukan skrining yang tepat (Khan et al. 2013b).

114
WARTAZOA Vol. 29 No. 3 Th. 2019 Hlm. 109-118 DOI: http://dx.doi.org/10.14334/wartazoa.v29i3.2061

Gambar 2. Surveilans glanders pada kuda di Jabodetabek dengan hasil negatif (Dirkeswan 2018)
Peraturan sanitasi Internasional untuk pemahaman epidemiologi glanders, infeksi laten/ karier
memusnahkan hewan positif glanders harus dilakukan dan kelemahan uji diagnostik menjadi faktor risiko
untuk menghentikan penyebaran B. mallei dan untuk utama penyebaran agen infeksi dalam konteks
menghindari perpindahan penyakit dari hewan ke pergerakan kuda internasional. Mewaspadai masuknya
manusia (Sprague & Neubauer 2004). Penerapan glanders ke Indonesia perlu strategi penanggulangan
karantina yang ketat termasuk pengujian serologis melalui monitoring dan surveilans penyakit, didukung
terhadap hewan sebelum transportasi dapat mengurangi dengan perangkat deteksi dini, karantina yang ketat dan
risiko impor dari daerah tertular glanders ke daerah penerapan biosekuriti terhadap kuda-kuda yang masuk
bebas. Untuk impor kuda dari dari negara terinfeksi ke Indonesia serta edukasi terhadap masyarakat dan
glanders dan daerah bebas glanders harus mengikuti pemilik ternak.
persyaratan dari OIE (OIE 2019). Selain itu masyarakat
dan pemilik ternak harus diberikan edukasi tentang
DAFTAR PUSTAKA
sifat penyakit menular, pembatasan perawatan,
langkah-langkah sanitasi yang perlu diadopsi dan
Al-Ani FK, Al-Rawashdeh OF, Ali AH, Hassan FK. 1998.
melaporkan jika terlihat gejala suspek glanders pada Glanders in horses: Clinical, biochemical and
kuda. Pendekatan one health untuk melawan emerging serological studies in Iraq. Vet Arch. 68:155-162.
dan re-emerging zoonosis penyakit menular dan
ancaman zoonosis perlu diterapkan dari semua aspek Anderson PD, Bokor G. 2012. Bioterrorism: Pathogens as
weapons. J Pharm Practice. 25:521-529.
untuk memerangi glanders (Kahn et al. 2007; Dhama et
al. 2013). Arun S, Neubauer H, Gürel A, Ayyildiz G, Kusçu B,
Yesildere T, Meyer H, Hermanns W. 1999. Equine
glanders in Turkey. Vet Rec. 144:255-258.
KESIMPULAN
Bazargani TT, Tadjbakhs H, Badii A, Zahraei T. 1996. The
outbreak of glanders in some racehorses in three
Glanders pada hewan dapat muncul kembali states of Iran. J Equine Vet Sci. 16:232-236.
walaupun telah dilakukan eradikasi. Kesenjangan

115
WARTAZOA Vol. 29 No. 3 Th. 2019 Hlm. 109-118

Blieck De L. 1911. Kwadedroes-infectie in verband met de Santana VL, de Souza MM. 2011. Use of a Western
conjunctivale malleinatie en agglutinate. Java: blot technique for the serodiagnosis of glanders.
Veeartsenijkundige Mededeeling Van Het BMC Vet Res. 7:4. doi: 10.1186/1746-6148-7-4.
Department Van Landboue, Veterinary Institute
Buitenzorg. 3:1-20. Elschner MC, Liebler TE, Brügmann M, Melzer F, Neubauer
H. 2016. Re-appearance of glanders into Western
Blue SR, Pombo DJ, Woods ML. 1998. Glanders and Europe −clinical, laboratory and pathological findings
melioidosis. In: Palmer SR, Soulsby L, DIH Simpson, in a German horse. OIE Sci Technol Rev Bull. 1:76-
editors. Zoonoses: Biology, clinical practice and 79.
public health control. 2nd ed. Oxford (UK): Oxford
University Press. p. 105-113. Galyov EE, Brett PJ, DeShazer D. 2010. Molecular insights
into Burkholderia pseudomallei and Burkholderia
Burtnick MN, Heiss RA, Roberts HP. Schweizer P, Azadi, mallei pathogenesis. Ann Rev Microbiol. 64:495-517.
Brett PJ. 2012. Development of capsular
polysaccharide-based glycoconjugates for Gilad J, Harary I, Dushnitsky T, Schwartz D, Amsalem Y.
immunization against melioidosis and glanders. Front 2007. Burkholderia mallei and Burkholderia
Cell Infect Microbiol. 2:108. doi: pseudomallei as bioterrorism agents: National aspects
10.3389/fcimb.2012.00108. of emergency preparedness. Israeli Med Assoc J.
9:499-503.
[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2000.
Laboratory-acquired human glanders—Maryland, Gregory BC, Waag DM. 2007. Glanders. In: Dembek ZF,
Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR). editor. Medical aspects of biological warfare.
49:532–535. Washington DC (USA): Borden Institute. p. 121-146.

[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2012. Hagebock JM, Schlater LK, Frerichs WM, Olson DP. 1993.
Information for health care workers. Glanders Serologic responses to the mallein test for glanders in
[Internet]. [diakses pada 19 September 2018]. solipeds. J Vet Diagn Invest. 5:97-99.
Tersedia dari: http://www.cdc.gov/glanders/health- Hunting W. 1913. Glanders. In: Hoarse EW, editor. A system
care-workers.html. of veterinary medicine. London (UK): Balliere
[CFSPH] The Center for Food Security and Public Health. Tindall and Cox.
2015. Glanders [Internet]. [diakses pada 19 [Kementan] Kementerian Pertanian. 2009. Keputusan
September 2019]. Tersedia dari: http://www.cfsph. Menteri Pertanian Nomor 3238/Kpts/PD.630/9/2009
iastate.edu/Factsheets/pdfs/glanders.pdf. tentang penggolongan jenis-jenis hama penyakit
Coenye T, Vandamme P. 2003. Diversity and significance of hewan karantina, penggolongan dan klasifikasi media
Burkholderia species occupying diverse ecological pembawa. Berita Negara RI tahun 2009 Nomor 307.
niches. Environ Microbiol. 5:719-729. Jakarta (Indonesia): Kementerian Pertanian.

Colahan PT, Mayhew IG, Merritt AM, Moore JN. 1999. Katz JB, Chieves LP, Hennager SG, Nicholson JM, Fisher
Manual of equine medicine and surgery. Missouri TA, Byers PE. 1999. Serodiagnosis of equine
(USA): Mosby, Inc. p. 17-22. piroplasmosis, dourine, and glanders using an arrayed
im- munoblotting method. J Vet Diagn Invest.
Darling P, Woods J. 2004. US Army Medical Research 11:292-294.
Institute of Infectious Diseases Medical Management
of Biological Casualties Handbook. 5th ed. Fort Kahn LH, Kaplan B, Steele JH. 2007. Confronting zoonoses
Detrick, MD (USA): USAMRIID. through closer collaboration between medicine and
veterinary medicine (as 'one medicine'). Vet Italiana.
Dhama K, Chakraborty S, Kapoor S, Tiwari R, Kumar A, 43:5-19.
Deb R, Rajagunalan S, Singh R, Vora K, Natesan S.
2013. One world, one health veterinary perspectives. Kettle ANB, Wernery U. 2016. Glanders and the risk for its
Adv Anim Vet Sci. 1:5-13. introduction through the international movement of
horses. Equine Vet J. 48:654-658.
[Dirkeswan] Direktorat Kesehatan Hewan. 2018. Self-
Declaration of an Equine Disease Free Zone in Khan I, Wieler LH, Butt MA, Elschner MC, Cheema AH,
Jakarta, Indonesia, for the purpose of facilitating the Sprague LD, Neubauer H. 2012. On the current
equestrian competitions in the framework of the 18th situation of glanders in various districts of the
Asian Games 2018. Jakarta (Indonesia): Direktorat Pakistani Punjab. J Equine Vet Sci. 32:783-787.
Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian. Khan I, Wieler LH, Melzer F, Elschener C, Muhammad G,
Elschner MC, Klaus CU, Liebler‐Tenorio E, Schmoock G, Ali S, Sprague LD, Neubauer H, Saqib M. 2013a.
Wohlsein P, Tinschmann O, Lange E, Kaden V, Glanders in animals: A review on epidemiology,
Klopfleisch R, Melzer F, Rassback A, Neubauer H. clinical presentation, diagnosis and countermeasures.
2009. Burkholderia mallei infection in a horse Transbound Emerg Dis. 60:204-221.
imported from Brazil. Equine Vet Educ. 21:147-150. Khan I, Ali S, Gwida M, Elschner MC, Ijaz, M, Anjum AA,
Elschner MC, Scholz HC, Melzer F, Saqib M, Marten P. Neubauer H. 2013b. Prevalence of Burkholderia
Rassbach A, Dietzsch M, Schmoock G, de Assis

116
Susan M Noor: Kewaspadaan terhadap Munculnya Penyakit Glanders pada Kuda di Indonesia

mallei in Equids of Remount Depot Sargodha, [Internet]. [diakses pada 19 September 2018].
Pakistan. Pak J Zool. 45:1751-1756. Tersedia dari: http://www.oie.int/index.php?id=169&
L=0&htmfile=chapitre_glanders.htm
Limmathurotsakul D, Wuthiekanun V, Chantratita N,
Wongsuvan G, Amornchai P, Day NP, Peacock SJ. [OIE] World Organization for Animal Health. 2018. Glanders
2010. Burkholderia pseudomallei is spatially and melioidosis [Internet]. [diakses pada 19
distributed in soil in northeast Thailand. PLoS Negl September 2018]. Tersedia dari:
Trop Dis. 4:e694. doi: 10.1371/journal.pntd.0000694. http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Health_stand
ards/tahm/3.05.11_GLANDERS.pdf.
Lopez J, Copps J, Wilhelmsen C, Moore R, Kubay J, St-
Jacques M, Halayko S, Kranendonk C, Toback S, [OIE] World Organization for Animal Health. 2019.
DeShazer D, Fritz DL, Tom M, Woods DE. 2003. Glanders. Information on aquatic and terrestrial
Characterization of experimental equine glanders. animal diseases [Internet]. [diakses pada 19
Microb Infect. 5:1125-1131. September 2018]. Tersedia dari:
https://www.oie.int/en/animal-health-in-the-
Lowe W, March JK, Bunnell AJ, O’Neill KL, Robinson RA. world/animal-diseases/Glanders/.
2014. PCR-based methodologies used to detect and
differentiate the Burkholderia pseudomallei complex: Radostits OM, Gay CC, Hinchcliff KW, Constable PD. 2007.
B. pseudomallei, B. mallei, and B. thailandensis. Curr Veterinary medicine – a textbook of diseases of
Issues Mol Biol. 16:23-54. cattle, horses, sheep, pigs and goats. 10th ed.
Philadelphia (USA): WB Saunders Elsevier.
Malik P, Khurana SK, Dwivedi SK. 2010. Re-emergence of
glanders in India: Report of Maharashtra state. Indian Ribolzi O, Rochelle-Newall E, Dittrich S, Auda Y, Newton
J Microbiol. 50:345-348. PN, Rattanavong S, Knappik M, Soulileuth B,
Sengtaheuanghoung O, Dance DA. 2016. Land use
Malik P, Singha H, Khurana SK, Kumar R, Kumar S, Raut and soil type determine the presence of the pathogen
AA, Riyesh T, Vaid RK, Virmani N, Singh BK, Burkholderia pseudomallei in tropical rivers. Environ
Pathak SV, Parkale DD, Singh B, Pandey SB, Sharma Sci Pollut Res Int. 23:7828-7839.
TR, Chauhan BC, Awasthi V, Jain S, Singh RK.
2012. Emergence and re-emergence of glanders in Ricketti AJ, Cunha BA, Cleri DJ, Shenk SH, Vemaleo JR,
India: A description of outbreaks from 2006 to 2011. Unkle DW. 2011. Biological terrorism and the
Vet Ital. 48:167-178. allergist's office practice. Allergy Asthma Proc.
32:272-287.
Marr JS, Malloy CD. 1996. An epidemiologic analysis of the
ten plagues of Egypt. Caduceus. 12:7-24. Rotz LD, Khan AS, Lillibridge SR, Astroff SM, Hughes JM.
2002. Public health assessment of potential biological
Naureen A, Saqib M, Faqeer M, Ahmad R. Muhammad G, terrorism agents. Emerg Infect Dis. 2:225-230.
Asi MN, Hussain MH, Lodhi LA, Khan MS, Thibault
FM. 2010. Antimicrobial susceptibility of 41 B Scholz HC, Pearson T, Hornstra H, Projahn M, Terzioglu R,
urkholderia mallei isolates from outbreaks of equine Wernery R, Georgi E, Riehm JM, Wagner DM,
glanders in Punjab, Pakistan. J Equine Vet Sci. Keim PS. 2014. Genotyping of Burkholderia mallei
30:134-140. from an outbreak of glanders in Bahrain suggests
multiple introduction events. PLoS Negl Trop Dis.
Neubauer H, Meyer H, Finke EJ. 1997. Human glanders. Rev 8:e3195. doi: 10.1371/journal.pntd.0003195.
Int Serv Sante Forces Armees. 70:258-265.
Silva EB, Dow SW. 2013. Development of Burkholderia
Neubauer H, Sprague LD, Zacharia R, Tomaso H, Al Dahouk mallei and pseudomallei vaccines. Front Cell Infect
S, Wernery R, Wernery U, Scholz HC. 2005. Microbiol. 3:3389. doi: 10.3389/fcimb.2013.00010
Serodiagnosis of Burkholderia mallei infections in
horses: state-of-the-art and perspectives. J Vet Med B Slater J. 2013. From glanders to Hendra virus: 125 years of
Infect Dis Vet Public Health. 52:201-205. equine infectious diseases. Vet Record. 173:186-189.
Obersteller S, Neubauer H, Hagen RM, Frickmann H. 2016. Sprague LD, Neubauer H. 2004. Melioidosis in Animals: a
Comparison of five commercial nucleic acid review on epizootiology, diagnosis and clinical
extraction kits for the PCR-based detection of presentation. J Vet Med B. 51:305-320.
Burkholderia pseudomallei DNA in formalin-fixed,
paraffinembedded tissues. Eur J Microbiol Immunol. Sprague LD, Zachariah R, Neubauer H, Wernery R, Joseph
6:244-252. M, Scholz HC, Wernery U. 2009. Prevalence-
dependent use of serological tests for diagnosing
[OIE] World Organization for Animal Health. 2013. glanders in horses. BMC Vet Res. 5:32. doi:
Glanders: Technical disease card [Internet]. [diakses 10.1186/1746-6148-5-32.
pada 19 September 2018]. Tersedia dari:
http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Animal_Heal Timoney J. 2013. Overview of glanders (Farcy): Merck
th_in_the_World/docs/pdf/Disease_cards/GLANDER Veterinary Manual [Internet]. [diakses pada 19
S.pdf. September 2018]. Tersedia dari:
http://www.merckvetmanual.com/mvm/generalized_c
[OIE] World Organization for Animal Health. 2016. Chapter onditions/glanders/overview_of_glanders.html.
12.10: Glanders, Terrestrial Animal Health Code

117
WARTAZOA Vol. 29 No. 3 Th. 2019 Hlm. 109-118

Van Zandt KE, Greer MT, Gelhaus HC. 2013. Glanders: An Wittig MB, Wohlsein P, Hagen RM, Al Dahouk S, Tomaso
overview of infection in humans. Orphanet J Rare H, Scholz HC, Nikolaou K, Wernery R, Wernery U,
Dis. 8:131. doi: 10.1186/1750-1172-8-131. Kinne J, Elschner M, Neubauer H. 2006. Glanders-a
comprehensive review. Dtsch Tierarztl Wochenschr.
Verma AK, Saminathan M, Neha, Tiwari R, Dhama K, Singh 113:323-330.
SV. 2014. Glanders - a re-emerging zoonotic disease:
a review. J Biol Sci. 14:38-51. Yabuuchi E, Kosako Y, Oyaizu H, Yano I, Hotta H, Ha-
shimoto Y, Ezaki T, Arakawa M. 1992. Proposal of
Wernery U. 2009. Glanders. In: Mair TS, Hutchinson RE, Burkholderia genus and transfer of seven species of
editors. Infectious diseases of the horse. the genus Pseudomonas homology group II to the
Cambridgeshire (UK): Equine Vet J Ltd. p. 253-260. new genus. J Microbiol Immunol. 36:1251-1275.
Wilkinson L. 1981. Glanders: Medicine and veterinary
medicine in common pursuit of a contagious disease.
Med Hist. 25:363-384.

118

You might also like